Anda di halaman 1dari 23

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No.

2, Juni 2005: 188-210

KESALEHAN INDIVIDU Vs KESALEHAN SOSIAL (Studi Peran Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Lombok)


Ahmad Amir Aziz
Abstrak: Dibanding tarekat lain, Qadiriyah-Naqsyabandiyah adalah aliran yang paling banyak berkembang di Lombok, terutama jika dilihat dari jumlah pengikutnya yang mencapai puluhan ribu. Di beberapa tempat daerah ini, eksistensi tarekat terasa kuat daya magnetnya khususnya di kalangan kaum awam, yang mana mereka menaruh kepercayaan secara hampir mutlak kepada mursyidnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pagutan dan Praya memiliki ajaran dasar yang sama yaitu zikir jahr dan khafy. Yang pertama adalah dengan melakukan zikir nafy itsbt dengan membaca l ilha illa Allh bersuara keras, sedangkan yang kedua melakukan zikir ism zat dengan mengucapkan lafaz Allh di dalam hati. Ajaran lain bertumpu pada penguatan ubudiyah dan peningkatan akhlaq yang menekankan pada keselarasan aspek syarah, tharqah, dan haqqah. Ritual-ritual ini membentuk kesalehan individu di kalangan anggota jamaah tarekat, ditandai oleh adanya pengakuan makin mendalamnya pengalaman dan rasa kedekatan pada Allah, dapat menjauhkan dari maksiat, meningkatkan keimanan dan menambah rasa khusyu dalam beribadah. Sedangkan kesalehan sosial yang bisa dilihat secara praktis adalah dari segi komitmen dan ketulusan mereka untuk membantu sesama, namun hanya dalam batas-batas yang sederhana. Pergulatan antara dua bentuk kesalehan ini ditandai oleh dominannya orientasi kesalehan individual dan terbatasnya kemampuan bagi ekspresi kesalehan sosial. Kata kunci: tarekat, kesalehan, ritual, zikir, sosial

Penulis adalah dosen tetap Fakultas Syariah IAIN Mataram.

238

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

PENDAHULUAN
Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman tasawuf dapat ditilik pada dua aspek. Pertama; ajaran tasawuf, yaitu hasil akumulasi pemahaman segi esoterisme Islam ditambah pengalamanpengalaman para individu kaum sufi dalam menghayati dan mempraktekkan ajaran tersebut. Ajaran ini senantiasa berkembang dari abad ke abad, dengan selalu diwarnai oleh penafsiran, pengembangan, bahkan kritik dan rekonstruksi. Kedua; tokoh-tokoh tasawuf dan organisasi kaum sufi. Mereka inilah bersama institusi tarekat yang dibentuknya sebagai pemegang kunci penyebaran tasawuf ke berbagai wilayah. Diantara sekian banyak tarekat yang berkembang di dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah merupakan aliran yang paling banyak pengaruhnya di Nusantara. Seperti telah diteliti oleh Martin Van Bruinessen, tarekat ini sudah ada di Indonesia sejak dua abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali dengan tokoh utamanya Syekh Yusuf Makassar (1626-1699).1 Selanjutnya tarekat ini berkembang dengan pesatnya hingga abad ke-20 dan tersebar luas ke seluruh kawasan Indonesia, sejak dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi hingga Lombok. Jaringannya yang demikian luas telah membuat tarekat ini cepat populer, lebih-lebih setelah kiprahnya diakui di tengah masyarakat. Dalam masa penjajahan Belanda, Naqsyabandiyah merupakan penggerak pemberontakan di berbagai wilayah. Misalnya pemberontakan petani di Banten tahun 1888, pemberontakan di Sidoarjo tahun 1903, dan perang anti Bali di Lombok tahun 1894.2 Bagaimanapun, ajaran sosial dan sikap politik para pimpinan dan pengikut Naqsyabandiyah jelas sekali menunjukkan semangat kontrol sosial. Persis seperti disinyalir Fazlur Rahman, gerakan sufisme sangat tampak fungsi sosial dan protesnya. Menurutnya, motivasi agama bukanlah satu-satunya faktor langsung dalam pengembangan gerakan sufi. Fungsi sosial-politiknya, dan juga fungsi protesnya, bahkan lebih merupakan kekuatan dibandingkan

van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1994), 34. 2Ibid., 27-29.

1Martin

239

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

dengan fungsi keagamaan.3 Dengan demikian berdasarkan faktafakta seperti dicatat Bruinessn terdahulu menunjukkan bahwa tarekat di Lombok pada prinsipnya telah menfungsikan dirinya, tidak hanya sebatas gerakan ritual an sich. Diantara pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) penting yang tergolong besar di Lombok adalah yang berpusat di Praya Lombok Tengah yang dikembangkan oleh (alm) TGH Mamun, yang kemudian dilanjutkan oleh TGH. Muhsin Mamun dan TGH. Najamuddin Mamun. Yang terakhir ini menerima empat ijazah untuk mengajarkan tarekat sehingga pengaruhnya cukup luas hingga sekarang. Selain mengajarkan ajaran-ajaran khas tarekat Naqsyabandiyah, secara politik tarekat yang berada dibawah naungan yayasan Darul Muhajirin ini juga aktif melibatkan diri untuk mendukung salah satu partai politik yang paling berpengaruh di NTB.4 Selain Praya, di Pagutan Kota Mataram tarekat QadiriyahNaqsyabandiyah juga memiliki basis masa luas berkat kegigihan dan kharisma TGH Abhar, yang mana pengikutnya berasal dari berbagai penjuru pulau Lombok. Pada masa hidupnya Pagutan memiliki daya tarik yang sangat kuat, bahkan hingga beliau meninggal dan kemudian digantikan oleh putranya TGH Mustiadi Abhar. Pengajian rutin mingguan selalu ramai diadakan, baik untuk jamaah bapakbapak maupun khusus untuk ibu-ibu. Sebagaimana TGH. Najamuddin, TGH Mustiadi juga aktif di dunia politik, bahkan kini dia dipercaya sebagai ketua KPU Kota Mataram. Baik di Praya maupun di Pagutan, eksistensi tarekat terasa kuat daya magnetnya khususnya di kalangan kaum awam. Mereka secara umum menaruh kepercayaan secara hampir mutlak kepada tuan gurunya, khususnya dalam pembinaan mental, pengetahuan dan pengamalan ajaran agama.5 Meskipun dalam hal pembinaan akhlak
Rahman, Islam, terj. Senoaji Saleh (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 239. Lihat juga dalam karyanya yang lain, Membuka Pintu Ijtihad, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1995), 181. 4Partai yang dimaksud adalah Golkar karena memang sudah berhubungan sejak lama. Dalam masa kampenye Pemilu 2004 lalu, Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung sempat bersilaturrahmi dengan pimpinan pondok sekaligus sesepuh tarekat di pondok ini. Lihat Lombok Post, tanggal 25 Maret 2004. 5Hal ini amat umum terjadi di kalangan warga masyarakat sekitar. Bila anggota jamaah mempunyai hajat di rumahnya mereka ingin selalu mengundang TG untuk hadir dan memberi doa, mulai dari acara cukur
3Fazlur

240

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

pribadi begitu kuat peran tarekat, tampaknya secara sosial belum begitu teruji. Hal ini dapat dibuktikan dari kasus perang antar kampung yang melibat Presak Timur vs Karanggenteng dimana Darul Falah sebagai pesantren dan pusat tarekat berpengaruh tidak dapat berbuat banyak. Demikian juga di Praya, keberadaan tarekat tidak banyak mengemuka dan ambil bagian dalam penyelesaian konflik sosial ketika problema muncul tiba-tiba. Kesemuanya ini menunjukkan, kesalehan sosial bukanlah hal mudah untuk diwujudkan oleh para elite maupun anggota jamaah tarekat. Berdasarkan latar belakang di atas dapat digarisbawahi, kebutuhan masyarakat khususnya para pengikut TQN terhadap pembentukan kesalehan individu dan sosial terasa sangat besar, dan karena itu mereka rela dan sengaja menjadi pengikut setia tarekat ini. Persoalannya adalah, nilai-nilai spiritual baru yang kontekstual belum banyak dikembangkan. Dengan demikian, pertanyaan penelitiannya dirumuskan sebagai berikut : (1) bagaimana ajaranajaran TQN di Darul Falah Pagutan dan Darul Muhajirin Praya? (2) bagaimana pola kesalehan individu yang dihasilkan oleh tarekat?, dan (3) bagaimana peran tarekat di kedua tempat tersebut dalam upaya membentuk kesalehan sosial masyarakat? Penelitian ini menggunakan alat bantu ilmu sosiologi, terutama paradigma fakta sosial dan definisi sosial. Dalam hubungan ini telaah sosiologis mengenal tiga orientasi: orientasi struktural (structural orientation), orientasi tindakan sosial (social action orientation), dan orientasi interaksi perilkau (behavioral interaction orientation).6 Masingmasing orientasi biasanya diimbangi oleh orientasi-orientasi pendekatan secara berturut-turut yaitu: fuctionalism, vertehen, dan positivism. Dari tiga paradigma tersebut, yang dipakai dalam studi ini adalah yang pertama dan kedua dengan penekanan pada segi fenomenologi keagamaan. Untuk melengkapinya, telaah kepustakaan dalam ilmu tasawuf khususnya tentang perspektif kesalehan juga digunakan untuk melihat prinsip ajaran dalam tarekat dan bagaimana hal itu dipraktekkan oleh kalangan pengikutnya.

bayi, khitan, pernikahan sampai meninggalnya. Peneliti sendiri pernah hadir secara langsung dalam acara pemakaman salah seorang warga Tempit Pagutan dimana TGH Mustiadi hadir di dalamnya. 6Hagedorn, Robert dan Sanford Labovitz, An Introduction into Sociological Orientations (New York: John Wiley & Sons Inc., 1973), 3.

241

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah deskriptif-analitis, karena menggambarkan fenomena secara apa adanya. Penelitian ini bercorak kualitatif karena obyek penelitian berupa gejala atau proses yang lebih mudah dijelaskan dengan deskripsi kata-kata sehingga dinamikanya dapat ditangkap secara lebih utuh.7 Dalam penggalian datanya digunakan pendekatan sosio-antropologis,8 karena peneliti berusaha memotret secara alamiah tentang dimensi-dimensi ritual, doktrin tradisi dan interaksi sosial di kalangan pengikut tarekat. Pendekatan sosio-antropologis dimaksudkan untuk membuat lukisan mendalam (thick description) dalam rangka mendapatkan natives point of view di satu sisi, dan untuk mencermati pola interaksi tarekat dengan dunia luar pada sisi lain. Lewat sisi antropologis, dapat dilihat konsep-konsep/ajaran tarekat serta budaya yang dikembangkan oleh para pelaku. Karena itu, perspektif emic dan etic sama-sama dimanfaatkan. Subyek penelitian adalah mursyid, badal atau kalangan elit tarekat, para pengikut, dan tokoh masyarakat. Dengan demikian ada 2 orang mursyid yang menjadi informan kunci. Dari kalangan badal atau elit tarekat diambil beberapa orang yang dipandang dapat mengetahui berbagai informasi secara mendalam. Sementara dari pengikut masing-masing lokasi di Praya dan Pagutan diambil secara acak yang dapat dipandang sebagai representasi jamaah, meskipun tidak bisa dikatakan benar-benar mewakili. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi (1) dokumentasi (2) wawancara mendalam, dan (3) observasi langsung. Dalam beberapa kesempatan juga dilakukan semacam teknik focus group discussion ketika subyek penelitian berjumlah 3 orang atau lebih berkumpul secara tidak direncanakan, dan kemudian tim peneliti langsung berdialog dengan mereka. Data dokumentasi yang dimaksud meliputi dokumen, manuskrip, karya yang sudah tercetak, dan arsip, yang terkait dengan dinamika sosial-keagamaan masyarakat di Lombok, khususnya bidang sufisme dan gerakan tarekat. Karena data tentang tarekat tidak banyak ditemukan di Perpustakaan Daerah, maka
Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1995), 79. 8M. Deden Ridwan (ed), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam (Bandung: Penerbit Nuansa, 2001), 106 dan 179.
7Hadari

242

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

peneliti lebih banyak mencari pada koleksi individu dan di toko buku mengingat derasnya terbitan buku-buku sufisme dalam 5 tahun terakhir. Metode wawancara dipakai untuk menggali informasi bentukbentuk kesalehan individual dan sosial dalam perspektif para anggota tarekat. Dalam hubungan ini teknis wawancara takberstruktur lebih banyak digunakan untuk lebih bebas dan leluasa dalam mengungkap pandangan dan pengalaman religiusitas mereka. Wawancara diajukan kepada pengikut tarekat yang diambil secara acak dari kategori yang baru masuk tarekat dan yang sudah cukup lama, karena mereka mempunyai kesan dan pengalaman yang berbeda-beda. Selain dengan jamaah, wawancara juga dilakukan kepada tokoh masyarakat atau sekitar lokasi di Pagutan dan Praya untuk mendapatkan keterangan keterlibatan tarekat dalam gerakan sosial kemasyarakatan. Disamping itu kedua teknik di atas juga digunakan teknik observasi langsung, untuk melihat dari dekat fakta-fakta dan bentuk-bentuk ritual yang dilakukan para jamaah. Observasi ini dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama yakni studi pendahuluan, untuk menelusuri data-data awal. Observasi kedua dilakukan secara intens yang mana peneliti selama beberapa jam dalam sehari berada di lokasi untuk melihat saat-saat berlangsungnya amalan, dan apa saja yang mereka lakukan sampai usai. Observasi kedua ini berlangsung tiga bulan, dengan mengambil hari-hari tertentu yang tepat sesuai dengan jadwal rutin kegiatan tarekat. Dari data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi, wawancara dan obeservasi dibuat pemetaan sesuai 3 pokok masalah yang ada dengan analisis reflektif. Tahap berikutnya menganalisis data-data hasil observasi dan wawancara, dengan metode induktif, deduktif dan komparatif.9 Ketiga metode ini digunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi PP Darul Falah Pagutan terletak di Dusun Presak Barat Desa Pagutan Kecamatan Ampenan Kota Mataram. Pesantren ini didirikan
metode ini akan digunakan secara acak sesuai kebutuhan. Tentang metode-metode ini lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989), 205-215.
9Ketiga

243

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

oleh TGH. Abhar atas kebutuhan pengembangan pendidikan pada era tahun 1950-an. Seiring dinamika zaman, pondok pesantren Darul Falah menampakkan tanda-tanda adanya kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya perbaikan-perbaikan sarana yang ada, dan semakin meningkatnya simpati dan partisipasi masyarakat sekitar. Setiap tahun santri yang masuk terus bertambah, sehingga pada tahun 1968 mencapai 200 orang. Muncullah keinginan untuk menformalkan pesantren dibawah naungan sebuah yayasan. Maksud itu dapat terlaksana dengan diresmikannya pendirian yayasan pada tanggal 24 Nopember 1968, dengan Akta Notaris No. 35/Th. 1968, dengan meyandang nama Yayasan Pondok Pesantren Darul Falah. Sejak tahun 1988, lokasi lama di dekat masjid Pagutan tidak lagi dipakai, maka santri dipindah ke lokasi baru --tempat sekarang ini--. Hingga kini komplek pondok mengalami perkembangan, baik dari jumlah santri yang menetap maupun secara kelembagaannya. Kini jumlah santri yang tinggal di pondok sekitar 400 anak, putra dan putri yang berasal dari berbagai pelosok di seluruh Lombok.10 Sekarang ini tampuk pimpinan Yayasan Pondok Pesantren berada di tangan TGH. Mustiadi Abhar. Selain sebagai mursyid tarekat, beliau kini menjabat ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Mataram. Banyak pejabat pemerintah datang ke pesantren ini sebagai pertanda adanya kemampuan pihak pondok untuk membangun hubungan sosial-politik dengan berbagai stakeholders. Sedangkan keberaaan pondok pesantren Darul Muhajirin yang kini menjadi pusat studi bagi masyarakat Praya pada khususnya dan bagi daerah luar Praya pada umumnya adalah merupakan kelanjutan dari pengajaran yang emban oleh almarhum TGH Makmun. Ponpes dibawah pimpinan TGH. Najamuddin ini sekarang dapat menampung sekitar 2.600 santri, baik yang tinggal mondok atau pulang pergi. Jumlah tersebut terbagai menjadi bebarapa siswa siswi untuk tingkat pendidikan; MTs/SMP, 11 Aliyah/SMA dan Takhassus. Disamping itu, Ponpes Darul Muhajirin yang telah ada sejak tahun 1972 sebagai kelanjutan dari pengajian yang diberikan oleh TGH Makmun di Desa Karang Lebah, secara khusus mengadakan pengajian tarekat; Qadiriyah Naqsyandiyah. Keberadaan pengajian tarekat tersebut adalah sebagai upaya untuk memberikan jalan bagi
10Observasi,

11Wawancara

tanggal 12 September 2004. dengan Ust. Irfan tgl. 2 Oktober 2004

244

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

masyarakat umum agar tidak tergelincir kepada dunia tarekat yang dipandang sesat.12 Sejarah Awal dan Silsilah Meskipun banyak kompleks pemukiman Hindhu di sekitarnya, konteks sosio-kultural masyarakat Pagutan sejak awal abad ke-20 cukup kondusif bagi berkembangan ritual-keislaman. Indikasinya tampak pada adanya masjid besar sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat. Tarekat di Darul Falah didirikan oleh TGH. Abhar (lahir pada tanggal 31 Desember 1926). Dia adalah putra TGH. Muhyiddin, cucu TGH. Abdul Hamid --salah seorang tuan guru yang berjasa besar dalam pengembangan Islam di kawasan Pagutan dan sekitarnya pada abad ke-19--. TGH. Abhar juga mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat di Pagutan, yang mengantarkannya sebagai generasi terdidik. Tamat dari SR, dia melanjutkan ke Darul Ulum Ampenan, sebuah madrasah yang cukup disegani kala itu karena intensitasnya dalam mengkader anak-anak muda. Selesai di Ampenan, dia ingin mendalami ilmu agama lebih jauh. Bersama dengan TGH. Saleh Hambali Bengkel, keduanya berangkat ke Jombang untuk berguru kepada KH. Mustain Romli dalam bidang tasawuf, yaitu dengan menekuni tarekat Qadiriyah. Sekembalinya dari Jombang, dia aktif dalam dakwah di Pagutan dan daerah lainnya seperti di Jonggat, Bodak, dan lainnya. Beberapa tahun kemudian, dia kembali ke Jombang untuk mendalami lebih lanjut seluk beluk tarekat, lebih-lebih tarekat Naqsyabandiyah. Dengan mempelajari kedua aliran ini, sekaligus dia mendalami jenis ketiga yang merupakan penggabungan dua aliran ini, yaitu Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dengan bekal ijazah dari KH. Mustain Romli, beliau semakin terdorong untuk mengembangkannya di Lombok. Selain mengembangkan masyarakat melalui model tabligh, TGH. Abhar lebih tertarik untuk mengajarkan tarekat sebagaimana yang sudah dipelajarinya. Dia mempunyai silsilah yang jelas, bahkan lebih dari satu. Dari dokumen yang ada, ada tiga silsilah yang beliau miliki. Untuk lebih jelasnya, berikut disebut satu silsilah yang hingga kini dipegang kuat dan disampaikan kepada jamaahnya; KH. Muhammad Mustain, Syaikh Usman Ishaq, Syaikh Muhammad Ramli, Syaikh Muhammad Khalil, Syaikh Muhammad Habibullah, Syaikh Abdul Karim Banten, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh
12Wawancara

dengan Ust. Ustman, tgl 2 Oktober 2004

245

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

Syamsuddin, Syaikh Farah, Syaikh Abdul Fattah, Syaikh Kamaluddin, Syaikh Usman, Syaikh Abdurrahim, Syaikh Abu Bakr, Syaikh Yahya, Syaikh Waliuddin, Syaikh Nuruddin, Syaikh Zainuddin, Syaikh Syarafuddin, Syaikh Hisamuddin, Syaikh Syamsuddin, Syaikh Muhammad al-Hattak, Syaikh Abdul Aziz, Sayyidul Asfiya wa Qutb al-Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Syaikh Said al-Mubarak, Syaikh Ibn al-Hasan, Syaikh Ibn al-Faraj, Syaikh Abdul Wahid, Syaikh Abu Bakr, Syaikh Abul Qasim Juneid al-Baghdadi, Syaikh Sirri as-Saqathi, Sayyiduna Samar al-Kazumi, Syaikh Ibnul Jafar Ali bin Fawas, Syaikh Fawas al-Katimi, Syaikh Jafar al-Shadiq, Syaikh Muhammad Baqi, Syaikh Zainul Abidin, Sayyiduna Syaikh Hasan, Sayyiduna Ali, Sayyid al-Wujuh Muhammad SAW. 13 Karya-karya yang dihasilkan TGH. Abhar cukup banyak, yang terdiri dari berbagai bidang. Diantara karyanya, satu sudah diterbitkan, sedangkan lainnya masih dalam bentuk manuskrip (tertulis tangan). Yaitu: (1) Najm al-Hud, berisi tentang ajaran tauhid yang disadur dari berbagai sumber dari kalangan Asyariyah.14 (2) Al-Misbh al-Munawwarah, berisi penjelsan seputar masalah tasawuf dan ajaran-ajaran tarekat khususnya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Naskah ini masih bertuliskan tangan, terdiri dari 32 bagian ditambah beberapa lampiran.15 (3) Al-Ruy al-Haqqiyyah, suatu karya yang menjelaskan jenis-jenis mimpi yang dapat diketagorikan benar atau dapat dipertanggungjawabkan. (4) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Nahwiyyah, merupakan ringkasan materi dalam bidang Nahwu. (5) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats alSharfiyyah, merupakan ringkasan materi dalam bidang sharf. (6) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Fiqhiyyah, menjelaskan pokok-pokok
Abhar, Al-Misbh al-Munawwarah, naskah tulisan tangan, 55. ini dicetak oleh penerbit Taufiq Surabaya. Yang cukup khas adalah bahasanya, dimana penulis menggunakan bahasa Sasak. Kitab ini mudah dibaca dan ditelaah karena berbentuk nazam, semua berjumlah 169 bait. Yang dibahas dalam kitab ini antara lain sifat wajib Allah, nama-nama Malaikat yang wajib diketahui, nama para Rasul yang wajib diketahui, dan masalah aqidah dalam koridor paham sunni lainnya. 15Isinya antara lain pengantar tentang tarekat, zikir, lathifah ruh, lathifah sirr, lathifah khafi, lathifah akhfa, lathifah nafs, lathifah qalb, marifat, kasyf, nafy-istbat, hakekat, dan lainnya, khususnya yang berkaitan dengan doktrin dan ritual dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Kitab yang belum tercetak tebalnya mencapai 60 halaman.
14Kitab 13TGH.

246

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

ilmu dalam bidang hukum Islam. (7) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Ushliyyah, menjelaskan pokok-pokok ilmu dalam bidang ushul fiqih. (9) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Ardliyyah, menjelaskan pokok-pokok ilmu dalam bidang arudl. (10) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Mantiqiyah, menjelaskan pokok-pokok ilmu dalam bidang logika. (11) Tsamrat al-Fikriyah f Mubhats al-Tafsriyyah, menjelaskan pokok-pokok ilmu dalam bidang tafsir. Pada tanggal 23 Maret 1993 beliau meninggal akibat sakit yang dideritanya. Sepeninggal TGH. Abhar, penerusnya adalah salah seorang anaknya, yaitu TGH. Mustiadi Abhar. Semula dia mengambil ijazah tarekat dari ayahnya sendiri. Selanjutnya demi mengisbatkan (mengukuhkan) ijzah itu beliau mendatangi Kyai Rifai Ramli Tamim (adik Kyai Mustain Ramli) dan berbayah padanya tepat di tanggal 12 Februari 1994. Beberapa tahun setelah itu, dia mulai mem-bayah sendiri hingga kemudian secara sosiologis masyarakat memastikannya sebagai mursyid yang memiliki otoritas tinggi sebagaimana ayahnya. Hingga kini jamaah yang sudah masuk tarekat ini dan berbaiat dengan beliau sudah mencapai hampir sepuluh ribu orang.16 Sedangkan sejarah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh TGH. Najamuddin Makmun. Beliau lahir di Karang Lebah Praya pada tahun 1920 putera dari TGH. Makmun (w.1937). Tarekat yang dibawanya memiliki mata rantai yang sama dengan di Darul Falah Pagutan, meskipun dari jalur yang berbeda, dan kemudian bertemu pada nama Syaikh Abdul Karim Banten. Silsilah tarekat yang diterima TGH Najamuddin adalah sebagai berikut: TGH. Najamuddin, Syaikh Makmun, Syaikh Idris Samun Banten, Syaikh Makmun bin Abdil Wahid Praya, Syaikh Muhammad Shiddiq Banten, al-Syaikh Abdil Karim, Syaikh Ahmad Khatib Sambas Kalimantan, Syaikh Syamsuddin, Syaikh Muhammad Murad, Syaikh Abdil Fattah, Syaikh Utsman, Syaikh Abdirrahim, Syaikh Abi Bakar, Syaikh Yahya, Syaikh Hisamuddin, Syaikh Waliyuddin, Syaikh Nuruddin, Syaikh Syarafuddin, Syaikh Syamsuddin, Syaikh Muhammad al-Hattak, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Abdul Qadir alJailaniy, Syaikh Abu Said Makhzumi, Syaikh Abu Hasan Ali almulai membaiat sejak tanggal 25 April 1993. Sejak itu hingga tanggal 12 September 2004 jumlah masyarakat yang sudah masuk dan dibaiat mencapai 9.367 orang. Data diambil dari dokumen buku induk, dikutip tanggal 22 September 2004.
16Beliau

247

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

Hakkariy, Syaikh Abu al-Farj Tharthusiy, Syaikh Abdul Wahid alTamimiy, Syaikh Abu Bakar Syibliy, Syaikh Abu Qasim Junaid alBaghdadiy, Syaikh Sirriy al-Saqathiy, Syaikh Makruf al-Karkhiy, Syaikh Abu al-Hasan Ali bin Musa al-Ridha, Syaikh Musa alKazhimiy, Syaikh Imam Jafar al-Shadiq, Syaikh Muhammad alBaqir, Syaikh al-Imam Zainal Abidin, Syaikh al-Syahid al-Husain, alSyaikh al-Imam Saiyyidina Ali, Sayyid al-Mursalin Sayyidina Muhammad SAW.17 Ajaran Dasar Tarekat Tarekat yang diajarkan di Pagutan maupun di Praya sepenuhnya mengikuti pola umum sebagaimana yang dikembangkan dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di tempat lain, dengan ajaran utamanya zikir. Ajaran zikir menempati posisi sentral dalam keseluruhan doktrin tarekat, yang sumbernya sangat jelas dikemukakan dalam berbagai ayat-ayat al-Quran. Antara lain, bahwa orang-orang yang beriman diminta untuk selalu berzikir dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab:41). Juga dinyatakan, dengan berzikir membuat hati tenang atau jiwanya tenteram (QS. Thaha:14). Zikir kepada Allah tidak mengenal waktu, selamanya dan di mana saja selalu baik dan tetap dianjurkan. Bila seorang mukmin lupa kepada Allah maka Allah akan membuat dirinya lupa. Sebaliknya, dengan senantiasa mengingat Allah maka manusia akan dapat menginsafi bahwa kehidupannya berasal dari Allah dan kelak akan kembali kepada-Nya. Adapun praktek suluk yang dilakukan murid ketika masuk tarekat dimulai dengan prosesi baiat, atau sering juga disebut talqin zikir. Urutan ritualnya sebagai berikut; a. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Bismillhirrahmnirrahm b. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Allhumma iftah l futh al-rifn (7X) c. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Alhamdulillh wa al-shalt wa al-salm al habbik al-adhm habb al-aliyyil adhm Saayyidin Muhammad al-hd il shirt al-mustaqm d. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Allhumma shalli al sayyidin Muhammad wa al alih wa sallim (2X)

17Silsilah

yang tulis TGH Najamuddin untuk para muridnya.

248

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

e. Guru mengajarkan zikir, yang selanjutnya ditirukan oleh murid: L ilha illa Allh (3X), Sayyidun Muhammadun Rasulullh f. Keduanya membaca shalawat munjiyat: Allhumma shalli al sayyidin Muhammad shaltan tunjn bih min jam alahwl wa al-ft wa taqdh lan bih jam al-hjat wa tuthahhirun bih min jam al-sayyit wa tarfaun bih indaka al al-darajt wa tuballighun bih aqsh al-ghyt min jam al-khairt fi al-hayt wa bad al-mamt g. Guru membaca ayat: Inn al-ladzna yubyiunaka innam yubayiunallh yadullhi fauqa aidhim faman nakatsa fainnama yankutsu al nafsih wa man fia bim hada alaihullh fasayuthi ajran adhm h. Membaca fatihah untuk Rasulullah saw dan kepada ahli silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah khususnya Sulthanul Auliya Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Sayyid Abu Qasim Junaid al-Baghdadi. Juga kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas dan Sayyid Abdul Karim Banten serta tempat guru mengambil ijazah i. Guru men-tawajjuh-kan murid.18 Setelah seorang murid mengikuti talqin ini maka secara resmi dia sudah menjadi pengikut tarekat. Selanjutnya dia mengamalkan ajaran-ajaran dalam tarekat tersebut, khususnya dalam tata cara dzikirnya. Pertama-tama seorang zkir harus membaca istighfr sebanyak 3X, kemudian membaca shalawt 3X, baru kemudian mengucapkan zikir dengan mata terpejam agar lebih bisa menghayati arti dan makna kalimat yang diucapkan yaitu l ilha illa Allh. Tekniknya, mengucap kata la dengan panjang, dengan menariknya dari bawah pusat ke arah otak melalui kening tempat diantara dua alis, seolah-olah menggoreskan garis lurus dari bawah pusat ke ubun-ubun --suatu garis keemasan kalimat tauhid--. Selanjutnya mengucapkan lha seraya menarik garis lurus dari otak ke arah kanan atas susu kanan dan menghantamkan kalimat illa Allh ke dalam hati sanubari yang ada di bawah susu kiri dengan sekuatkuatnya. Ini dimaksudkan agar lebih menggetarkan hati sanubari dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan. Selain dengan metode gerakan tersebut, praktek zikir di sini juga dilaksanakan dengan ritme dan irama tertentu. Yaitu
18TGH.

Ahbar, Al-Misbah, 6-7.

249

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

mengucapkan kalimat l, ilha, illa Allh, dan mengulanginya 3X secara pelan-pelan. Masing-masing diikuti dengan penghayatan makna kalimat nafy isbat itu, yaitu l mabuda illa Allh (tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah), l maqsuda illa Allh (tidak ada tempat yang dituju kecuali Allah), dan l maujuda illa Allh (tidak ada yang maujud keculai Allah). Setelah pengulangan ketiga, zikir dilaksanakan dengan nada yang lebih tinggi dan dengan ritme yang lbih cepat. Semakin bertambah banyak bilangan zikir dan semakin lama, nada dan ritmenya semakin tinggi agar kefanaan semakin cepat diperoleh. Setelah sampai hitungan 165 X zikir dihentikan, dan langsung diikuti dengan ucapan Sayyidun Muhammadur Rasulullh shallallhu alaih wa sallam. Demikian teknik yang dilakukan, seterusnya setiap kali usai shalat maktubat kewajiban zikir 165 X ini menjadi baku bagi murid yang sudah baiat. Jadi zikir pertama yang diamalkan murid adalah zikir nafy isbt,19 dengan suara jahr, inilah yang merupakan inti ajaran Qadiriyah. Setelah itu, murid dapat melangkah kepada model zikir berikutnya yaitu ism dzat,20 yang lebih menekankan pada zikir sir dan

nafy isbat pertama kali dibaiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, yaitu pada malam hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke kota Yasrib (Madinah) pada saat Ali hendak menggantikan posisi Nabi dengan menempati tempat tidur beliau dan memakai selimutnya. Dengan talqin zikir ini Ali mempunyai keberanian ekstra dan makin bertawakkal kepada Allah. Ali berani menyamar sebagai Nabi, sedangkan ia tahu persis bahwa Nabi sedang terancam maut. Selanjutnya zikir ini ditalqinkan Ali kepada puteranya, Sayyidina Husein. Kemudian Husein mentalqinkan kepada anaknya, Ali Zainal Abidin. Dan seterusnya zikir ini ditalqinkan secara sambung menyambung sampai kepada mursyid-mursyid tarekat. Lihat Kharisuddin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), 81. 20Sedangkan zikir ism zat pertama kali dibaiatkan oleh Nabi kepada Abu Bakar Shiddiq ketika dia sedang menemani Nabi berada di Gua Tsur, pada saat sedang dalam perjalanan hijrah atau dalam persembunyian dari kejaran orang-orang Quraisy. Ketika sedang panik-paniknya dalam persembunyian, Nabi mentalqinkan zikir ini dan sekaligus cara muraqabah maiyyah (kontemplasi dengan pemusatan keyakinan bahwa Allah senantiasa menyertainya). Selanjutnya ditalqinkan kepada Salman al-Farisi, lalu kepada Qasim bin Abi Bakar, lalu kepada Jafar Shadiq, dan seterusnya sampai pada mursyid-mursyid tarekat.

19Zikir

250

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

terpusat pada beberapa Lathifah21. Untuk lebih jelasnya ajaran tentang pengisian lathifah tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:22
No. Nama Lathifah Tempat Berhubu ngan dengan Anggota Badan Jantung Sifat Kejahatan Sifat Kebaikan

1.

Qalbi

2 jari di bawah susu kiri

Hawa nafsu, cinta dunia, sifat iblis dan syaithan.

2.

Ruh

2 jari di bawah susu kanan 2 jari di atas susu kiri 2 jari di atas susu kanan Di tengah tengah dada

Paruparu

Loba (tamak) dan rakus

3.

Sirr

Hati kasar

Pemarah dan dendam

4.

Khafi

Limpa

Hasad (dengki) dan Munafik Riya, takabbur, ujub, dan sumah Banyak kayalan, dan angan-angan.

5.

Akhfa

Empedu

6.

Nafs Natqiyah

Di antara 2 kening

Otak Jasmani

Iman, Islam, Tauhid, marifat, sifat Malaikat. Qanaah (mererima apa adanya) Pengasih, penyayang, lemah lembut Syukur, ridha, sabar, dan tawakkal Ikhlas, khusyu, tadlarru (rendah hati) Jiwa tenteram dan tenang

secara bahasa adalah halus, tetapi menurut pengikut tarekat adalah suatu istlah bagi tempat zikir yang harus dipenuhi dalam setiap zikir. Dan lathifah ini memiliki 7 tingkatan wawancara dengan TGH Zulkarnain, tanggal 29 Agustus 2004. 22Wawancara dan catatan yang diberikan Bapak Alimuddin, pengikut Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, tanggal 29 Agustus 2004.

21Lathifah

251

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

7.

Kullu Jasad

Seluruh tubuh

Seluruh anggota badan

Jahil, lalai, lupa, lengah

pikiran. Bertambah ilmu dan amal

Dapat dilihat dari tabel di atas beberapa sifat yang harus dihilangkan dalam diri seorang murid, dengan melalui zikir yang harus terisi dalam lathifah yang berjumlah 7 lathifah tersebut, untuk mencapai sifat-sifat yang terpuji. Sementara zikir yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah sangat tergantung kepada kondisi batin seorang murid, berapa kali mereka akan berzikir, dan untuk menilai kemampuan murid dalam jumlah yang harus dibebankannya adalah sang guru dapat menilainya melalui indera keenam.23 Selain zikir sebagai ajaran khusus, tarekat QadiriyahNaqsyabandiyah tetap sangat menekankan keselarasan pengamalan trilogi Islam, Iman, dan Ihsan, atau yang lebih akrab lagi dengan istilah syariat, tarekat, dan hakekat.24 Dalam konteks ini pengamalan dalam tarekat hakekatnya tidak jauh berbeda dengan kalangan Islam lain. Semuanya dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan Islam secara kffah, tidak saja dimensi lahir tetapi juga dimensi batin. Pengaruh Tarekat terhadap Kesalehan Individu Pengaruh tarekat terhadap para pengikutnya sangat nyata terlihat dalam pengamalan ritual-keagamaan. Mereka menjadi terikat oleh suatu sistem dan teknik tertentu dalam berzikir khususnya sebagaimana diajarkan oleh mursyid. Secara umum mereka menikmati kebiasaan baru ini karena memang mereka sudah memasrahkan jiwanya kepada mursyid. Bagi yang masuk kategori ini, menekuni amalan tarekat akan menjadikan kehidupan terasa lebih menenteramkan. Antara lain, seperti pengakuan Zainur, yang mengaku dibaiat secara langsung oleh TGH. Abhar pada tahun 1988 secara jamai/bersama-sama dengan orang lain. Dikatakannya;
23Wawacara dengan Ilham, pengikut tarekat Qadiriyah, tanggal 30 Agustus 2004. 24Pentingnya tiga dimensi pokok ini tertuang dalam karya-karya sufi. Misalnya, yang sering diacu oleh tarekat di Indonesia adalah Al-Futuhat Rabbaniyyah, Kifayat al-Atqiya, tidak ketinggalan, Ihya Ulumuddin dan karya Al-Ghazali lainnya sebagai rujukan utama aliran tasawuf sunni.

252

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

Dengan masuk tarekat, menambah ketenangan jiwa persis seperti firman Allah al bi dzikrillhi tathmainnul qulb. Kalau sudah lama mengamalkan ajaran tarekat seperti saya alami, bahkan bisa ketagihan. Tak ada malas-malas. Terhadap dunia, karena saya semakin bisa menyikapi dengan zuhud dan bisa membatasi diri.25

Pengikut lain, H. Asad Marif, menuturkan pengalamannya;


Saya dulu dibaait oleh Datuk sewaktu pondok masih di Timur (Pagutan dekat pasar, pen). Sampai kini, alhamdulillah masih aktif terus. Saya selalu mengikuti pengajian hari ahad, juga kadangkala hari selasa dari pada nganggur di rumah (Biasanya selasa untuk ibu-ibu, pen). Rasa-rasanya enak, bersahaja, tenang begitu . Apalagi kalau ingat menghadapi mati nanti, syukur rasanya saya sudah masuk tarekat. Makanya Mas ikut saja, biar merasakan nikmatnya. Kalau orang tidak ahli zikir bisa macam-macam yang terjadi waktu sakaratul maut. Kan itu tergantung bagaimana kebiasaan orang, yang biasanya mencuri atau sabung ayam, tentu beda dengan yang ahli ibadah. Lalu seminggu sekali kami dari Jempong Barat mengadakan kegiatan rutin di masjid Nurul Huda, yaitu istighatsah, yang dipimpin oleh H. Mukhtar beliau ini murid Datuk Bahar juga yang menjadi ketua jamaah di daerah kami.26

Jadi, motivasi utama umumnya para pengikut adalah meningkatkan keimanan, tidak lebih dan tidak kurang. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan dunia ada batasnya, sementara kehidupan akhirat jauh tidak terbatas, maka mempersiapkan dan membekali diri merupakan keharusan. Dan ternyata, tidak hanya kaum lelaki, kalangan perempuan juga menyatakan hal yang sama. Salah seorang responden perempuan menuturkan pengalamannya; Saya ikut baiat tahun 1979-an, saat itu masih gadis. Orangorang kampung saya banyak yang ikut ke sini (Pagutan, pen), memang ada yang ikut ke Pagutan yang sana yang asalnya dari tarekat di Lendang Batah Loteng, tapi lebih banyak yang ke Darul Falah ini. Nah, yang sudah baiat terus mengaji di sini, seperti saya tiap Selasa juga datang. Rasanya tidak ada yang berat diamalkan, semuanya kan untuk ibadah. Kecuali waktu
25Wawancara 26Wawancara

tanggal 22 September 2004. tanggal 10 Oktober 2004.

253

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

baiat tingkat IV memang agak berat karena menghafalkan nama-nama silsilah asal tarekat kita ambil, dari Datuk sini terus dari Jombang dan seterusnya. Tapi ndak ada beban apa-apa. Suami saya juga ikut, tadi itu yang duduk di sebelah sini. Dia berjualan di Bali.27 Para pengikut tarekat umumnya merasakan perubahan perilaku dalam kehidupan, baik yang berkaitan dengan ibadah (baca; yang berhungan dengan Allah) atau muamalah. Sebagai contoh apa yang dituturkan oleh Ust. Muhammad Alwi, bahwa beliua dengan polos menyatakan: Setelah mengikuti thariqat kita merasa tenang dalam menghadapi hingar-bingarnya dunia. Tapi sebelumnya kadang rasa jelek kepada teman sering timbul. Alhamdulillah sekarang sudah hilang.28 Ust. Muhammad Alwi telah mengikuti thariqat selama 10 (sepuluh) tahun, dan sekarang masih aktif sambil mengiringi TGH. Najamuddin dalam berbagai kegiatan. Selain itu, salah seorang pengikut thariqat juga mengaku merasa berubah, setelah mengikuti tarekat. Ia mengaku sebelumnya bisa saja melakukan hal-hal yang dipandang negatif, namun sekarang semua itu telah hilang, di samping itu dalam melaksanakan shalat dapat terasa khusyu.29 Perubahan yang terjadi juga dari pengikut tarekat, bahwa sebelum mengikuti tarekat keinginan untuk melakukan tindakan terlarang selalu bergejolak, tetapi setelah mengikuti tarekat ia merasa tenang, dan tidak berani melakukan sesuatu bila bertemu dengan hal yang dapat membawa dosa, dan sangat senang dapat mengiringi Abah (TGH. Najamuddin) dalam keseharian. Bila tidak dapat mengikuti/menemui abah satu hari saja, maka dirasakan ia telah merugi. 30 Nampaknya rasa tersebut timbul karena kedamaian dalam
dengan Ibu Hifdzul, tanggal 10 Oktober 2004. dengan Ust. Muhammad Alwi, tanggal 29 Agustus 2004 29Wawancara dengan H. Akmal, tanggal. 29 Agustus 2004. 30Wawancara dengan Suyatno, tanggal 29 Agustus 2004. Bapak Suyatno adalah pensiunan pegawai DEPDAGRI kabupaten Magelang. Ia rela meniggalkan keluarga di Jawa, untuk ikut dengan TGH. Najamuddin di Praya., dan kini ia menjadi salah seorang yang berkhidmat keapda TGH. Najamuddin bersama orang-orang lain. TGH. Najamuddin memiliki dua unit pengawal, luar dan dalam. Mereka setiap hari bergantian, mulai dari pagi sampai malam, dari malam sampai pagi. Pengawal tersebut datang dari berbagai desa, seperti desa Gonjak, Renteng, Monggas, Jontlak, Gerapek dan lain-lain.
28Wawancara 27Wawancara

254

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

hati, bila sering bertemu dengan orang yang memiliki kharisma dan kesalehan, apalagi seseorang tersebut diyakini sudah mencapai derajat waliyullah. Kehidupan keagamaan yang terjadi di kalangan para pengikut jelas menunjukkan korelasi positif. Sebelum mengikuti tarekat, mereka mengaku ibadahnya tidak stabil, tetapi dengan masuk tarekat terasa semakin mantap. Jelaslah bahwa peningkatan keimanan dan kesalehan menjadi tujuan para pengikut tarekat ini. Sisi lainnya, ternyata pandangan dan kesannya cenderung pasrah semisal tabah menerima cobaan, syukur, tahan uji, dan lainnya, hal itu karena latar belakang mereka kebanyakan dari para pekerja sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam kondisi seperti ini pola keberagamaan yang cenderung pada kepasrahan relevan dengan kondisi aktual keseharian mereka. Intinya, masing-masing pengikut memiliki dan merasakan perubuhan yang berbeda-berbeda pada diri mereka sesuai dengan konsentrasi dan penghayatan dari pengamalan zikir-zikir yang diterima dari sang guru. Hasil dari pengamalan tersebut merupakan suatu hasil yang luar biasa, karena dapat merubah perilaku yang negatif menjadi positif. Peran Tarekat dalam Pembentukan Kesalehan Sosial Para pengikut tarekat selain menjalankan ajaran tarekat yang diterima dari Guru, sebagai jalan untuk mendalami jati diri dan sebagai pendekatan diri kepada Allah, mereka juga terlibat dalam kiprah sosial dalam menjaga hubungan dengan masyarakat. Karenanya dalam pandangan masyarakat, pengikut tarekat tidak eksklusif tetapi terbuka dalam pergaulan dengan masyarakat luas. Institusi tarekat pun menyelenggarakan kegiatan pengajian yang bersifat terbuka untuk umum. Pengajian umum di Praya diikuti oleh banyak orang, baik dari kalangan muda, tua, anak kecil, dan materinya diberikan secara umum, baik berkaitan dengan fiqh, tauhid, targhib, tarhib, akhlaq, dan lainnya. Dalam hal ini, sebagai kelanjutan hubungan dengan masyarakat, TGH. Najamuddin menugaskan beberapa murid tarekat yang dipandang mampu untuk memberikan pengajian, baik yang sudah dipandang sebagai TGH atau Ust. Pengajian ini diadakan di beberapa desa dan oleh guru-guru yang berbeda, sesuai dengan

255

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

kemauan masyarakat yang diberikan pengajian.31 Pengajian yang diberikan tersebut berjumlah 150 (seratus lima puluh) tempat/desa, antara lain; Desa Batu Nyala, Lajut, Beraim, Pengadang, Jurang Jaler, Semayan, Sesate, Praya, Bunut Baok, Panca Sate, Penujak, Mangkung, Tanak Awu, Ketawang Praya Barat, Kelanjur Perya Barat Daya, (Lombok Tengah), Sekotong, Sayang-sayang, Sesaot (Lombok Barat) dan lain-lain.32 Sementara para pengajar dari kalangan TGH dan Ust. diberikan tugas oleh TGH Najamudin untuk mengajar jamaah majlis taklim tersebut adalah: TGH. L. Saman, TGH. Ahmad Ibrahim, TGH. Najmudin Ibrahim, TGH. Mukti Ali, TGH. Ishak, TGH. Akhyar Saliki, TGH. Muslim Thahir, Drs. H. Usman Najamuddin, Ust. Abdul Bari Najamuddin, M.Ag, dan TGH. Abdul Hayyi. Jadwal pengajian adalah sesuai dengan saran TGH dengan masyakat yang diberikan pengajian, maka dari itu seorang TGH mungkin bisa mengajar dalam beberpa desa.33 Pengajian tersebut selain bertujuan untuk membentuk akhlak mulia dalam pandangan Allah dan masyarakat, juga bertujuan untuk dialog kepada mayarakat agar mereka tetap menjaga hubungan baik dengan pondok pesantren, sehingga rasa kebersamaan dapat terlaksana dalam kehidupan sehari-hari.34 Selain pengajian yang diberikan oleh TGH yang ditugaskan di atas, pengajian yang ada di pondok pesantren diberikan pada hari selasa dan kamis oleh TGH Najamuddin sendiri. Di kalangan para pengikut, hubungan sosial diantara mereka dirasakan sangatlah kuat. Jarang sekali ditemui konflik diantara para pengikut, dan kalaupun ada maka hal itu dapat segera mereka carikan jalan penyelesaian dengan penuh semangat kebersamaan. Potensi demikian memunculkan pola persaudaraan sejati yang amat mahal harganya dalam kehidupan modern yang dijejali oleh semangat individualitas. Sementara itu di Pagutan, pengaruh tarekat terhadap masyarakat sekitar dapat dilihat dari diterimanya ajaran tarekat oleh orang-orang sekitar. Berdasarkan hasil observasi, desa-desa sebagai

31Wawancara 32Wawancara

dengan Ust. Akhyar, tanggal 2 Oktober 2004. dengan Ust Akhyar dan TGH. Usman, tanggal 2

Oktober 2004. 33Wawancara dengan Ust. Irfan tanggal. 2 Oktober 2004. 34Wawancara dengan Ust Abdul Bari, tanggal 28 Agustus 2004.

256

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

basis tarekat yang berafiliasi ke Darul Falah antara lain Pagutan dan sekitarnya, Bajur dan sekitarnya, Banyumulek dan sekitarnya, Kekeri dan sekitarnya, serta yang lainnya. Sampai dengan tahun 2004 ini jumlah anggota masyarakat yang mengambil baiat pada TGH. Mustiadi Abhar berjumlah 10.000-an. Sedangkan yang mengambil baiat kepada TGH. Abhar mencapai 40.000-an.35 Jumlah tersebut tidak bisa dikatakan sedikit, karenanya ketika diadakan acara haul tiap tahunnya yaitu tiap hari lebaran ketupat (hari ke 8 bulan syawal) jumlah massa yang datang sedemikian banyak. Ini sungguh menjadi kekuatan massa yang sangat potensial untuk digerakkan. Menurut penuturan TGH. Mustiadi, ajaran kesalehan sosial yang paling dominan adalah membantu oarng lain, lebih-lebih kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Beliau menuturkan, meskipun seseorang dalam kondisi yang pas-pasan tetapi apabila ada orang lain yang membutuhkan maka haruslah mendahulukan kepentingan orang lain itu. Semangat tasawuf selalu dilandasi pada akhlak yang mulia, sehingga kata kunci untuk menyebut kesalehan sosial terletak pada ajaran cinta kasih sesama makhluk.36 Meskipun demikian, tidak semua jamaah mampu melakukannya disebabkan karena keterbatasan kondisi perekonomiannya. Untuk mendorong ke arah itu, pengajian-pengajian tarekat rutin diadakan seminggu dua kali. Dalam pengajian itu diarahkan pada pendalaman pemahaman keagamaan, baik dalam dimensi syariah maupun dalam dimensi tasawuf. Darul Falah Pagutan sebagai sentral tidak sendiri dalam memberikan pencerahan keagamaan pada masyarakat tersebut. Di tempat lain sudah banyak alumni Darul Falah yang ditokohkan masyarakat, mereka itulah yang turut membantu memberikan pengajian-pengajian pada masyarakat. Mereka antara lain; TGH. Ulul Azmi (Jerneng), TGH. Anwar MZ (Duman), TGH. Abror (Labuapi), TGH. Muin (Kebon Lauk), TGH. Muzhar (Dasan Ketujur), dan lainnya. Di samping itu untuk mengkoordinir jumlah jamaah yang makin banyak, maka pada tiap-tiap kelompok ada yang diangkat sebagai ketua jamaah. Para ketua inilah yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan anggotanya untuk kegiatan keagamaan seperti istigatsah dan takziyah bila ada anggota yang meninggal maupun
35Wawancara

dengan TGH. Mustiadi Abhar, tanggal 7 Nopember tanggal 7 Nopember 2004.

2004.
36Wawancara

257

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

kegiatan non keagamaan semisal koordinasi kegiaan/program dengan pimpinan pondok. Sejauh ini ada 140 orang ketua jamaah yang berasal dari berbagai desa dan kampung. Pengaruh sosial yang kuat tidak terlihat nyata dalam kehidupan pengkut tarekat yang serba pas-pasan. Jangankan untuk membantu orang lain, untuk mengurus dirinya sendiri sebagian mereka masih kesulitan dan sering dalam kondisi yang labil. Dari hitungan kasar yang ditunjukkan TGH. Mustiadi, anggota jamaah yang berkecukupan hanyalah sekitar 10 % saja, sisanya adalah orangorang yang lemah secara ekonomi.37 Dari anggota yang berkecukupan itulah bisa dilihat kiprah mereka di tengah masyarakat. Umumnya mereka adalah orang-orang yang sangat berjiwa sosial, tanggap terhadap kepentingan masyarakat dan dapat diandalkan perannya dalam membantu orang-orang yang membutuhkan. Dari sinilah potensi-potensi kesalehan sosial begitu kuat dalam kehidupan tarekat. SIMPULAN Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Pagutan dan Praya Lombok memiliki peran yang signifikan, khususnya dalam menciptakan kesalehan individu para pengikut, yaitu mereka dapat merasakan mendalamnya pengalaman keagamaan dan kedekatan dengan Allah. Sebagai dampaknya, seseorang berusaha untuk melangkah secara benar dan tidak akan mengulangi dosa, menjauhkan dari maksiat, dan menambah rasa khusyu dalam beribadah. Adapun kesalehan sosial yang bisa dilihat secara praktis adalah dari segi semangat, kesungguhan dan ketulusan mereka untuk membantu sesama. Hanya saja hal itu bukan dalam pengertian sebagai gerakan sosial yang sangat besar pengaruhnya, tetapi lebih merupakan komitmen-komitmen yang tumbuh yang ada pada masing-masing individu. Jadi ia masih merupakan kekuatan laten dan belum manifes secara nyata dalam skala massif. Meskipun demikian, karena sebagai kekuatan potensial, suatu saat tidak menutup kemungkinan akan muncul peran yang lebih nyata dari tarekat di tengah kehidupan masyarakat luas.

37Wawancara

tanggal 7 Nopember 2004.

258

Kesalehan Individu Vs Kesalehan Sosial. (Ahmad Amir Aziz dan Musawar)

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Amin, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996. Abdurrahman, Moeslim, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995. Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara, Al-Ikhlas, Surabaya, 1980. Abdurrahman, Muslikh, al-Futuhat al-Rabbaniyah, Toha Putera, Semarang, t.t. Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, Rajawali Press, Jakarta, 1996. At-Taftazani, Abu Al-Wafa Al-Ghinami, Sufi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985. Al-Qusyairi, Risalah al-Qusyairiyah, Darl al-Khair, Surabaya, t.t. Aqib, Kharisuddin, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998. Budiwanti, Erni, Islam Sasak Wetu Telu versus Waktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000. Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Mizan, Bandung, 1995. ------------, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan, Bandung, 1994. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1982. Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990. Kurdi, Najm al-Din Amin, Tanwir al-Qulub fi Muallamah al-Allam alGhuyub, Beirut: Darul Fikr, tt. Kahmad, Dadang, Tarekat dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Moderen, Pustaka Setia, Bandung, 2002. Mangunwijaya, dkk., Spiritualitas Baru : Agama dan Aspirasi Rakyat, Dian/Interfidei, Yogyakarta, 1994. Mastuhu, dkk., Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Pusjarlit IAIN/STAIN, Jakarta, 1998. Madjid, Nuscholish, Islam Doktrin dan Peradaban, Paramadina, Jakarta, 1992. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Agama, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996.

259

Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 2, Juni 2005: 188-210

Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, UGM, Yogyakarta, 1995. Nasution, Harun, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1995. -----------, Filsafat dan Misticisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1987. Sambas, Syeikh Khatib, Fath al-Arifin, Bungkul Indah, Surabaya, t.t. Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Bentang Budaya, Yogyakarta, 1995. Schimmel, Annimarie, Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Supardi Djoko Damono dkk, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986. Sholihin, M., Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2001. Shihab, Alwi, Islam Sufistik, Mizan, Bandung, 2001. Syukur, M. Amin, Menggugat Tasawuf, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999. Woodward, Mark R., Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LkiS, Yogyakarta, 1985. Zakaria, Fathurrahman, Mozaik Budaya Orang Mataram, Yayasan Sumurmas Al-Hamidi, Mataram, 1998).

260

Anda mungkin juga menyukai