Anda di halaman 1dari 37

Gejala, Penyebab, dan Akibat Stroke

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. 2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu: 1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. 2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). Tanda dan Gejala-gejala Stroke Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut: 1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. 3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke. Faktor Penyebab Stroke Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak. Derita Pasca Stroke Sudah Jatuh tertimpa Tangga Pula, peribahasa itulah yang tepat bagi penderita Stroke. Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:

1/3 --> bisa pulih kembali, 1/3 --> mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, 1/3 sisanya --> mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.

Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke. Akibat Stroke lainnya:

80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai. 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat. 70% menderita depresi. 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat. Stroke sangat dapat dicegah, Hampir 85% dari semua stroke dapat DICEGAH , Karena Ancaman stroke hingga merenggut nyawa dan derita akibat stroke. Hidup BEBAS tanpa STROKE merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran semua orang selalu berupaya untuk mencegah Stroke atau mengurangi faktor risiko dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur, penghindari stress hingga meminum obat atau suplemen untuk menjaga kesehatan pembuluh darah hingga dapat mencegah terjadinya Stroke.

Stroke dan Penanganannya


November 8, 2007 pukul 6:08 am | Ditulis dalam Kesehatan | 1 Komentar

Stroke, Pembunuh No.3 di Indonesia Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO

mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Mengenali Jenis-jenis Stroke Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Ketahui Faktor Risiko Stroke Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan Faktor Risiko Stroke. Penyakit tersebut di atas antara lain Hipertensi, Penyakit Jantung, Diabetes Mellitus, Hiperlipidemia

(peninggian kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), kurang olah raga. Membaca Gejala Stroke Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:

Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran. Penglihatan ganda. Pusing. Bicara tidak jelas (rero). Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh. Pergerakan yang tidak biasa. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih. Ketidakseimbangan dan terjatuh. Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. Mendiagnosis Stroke Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang

dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi. Penanganan Stroke Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak. Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis. Masih Ada Harapan Untuk Sembuh Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan. Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. Life style, Pencetus Stroke Usia Produktif Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti). Life style alias gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Generasi muda yang perjalanan hidupnya masih panjang untuk mampu berkiprah dan bersaing dengan sumber daya manusia lain dari luar negeri. Kecacatan yang mereka sandang akibat serangan stroke, bukan hanya menjadi beban keluarga, tapi juga beban masyarakat secara umum. Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Selagi stroke masih bisa dicegah, kenapa tidak mencoba? Pertama, dengan menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua, pengendalian faktor-faktor risiko secara optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical check up secara rutin dan berkala dan si pasien harus mengenali tanda-tanda dini stroke. Untuk mencegah the silent killer ini maka seseorang dianjurkan untuk mengurangi rokok, melakukan olah raga teratur, membatasi minuman beralkohol, dan menghindari stres berlebihan. http://www.medicastore.com/stroke Terapi untuk stroke: 1. Minum antilipemic tea : membantu melancarkan peredaran darah dalam tubuh dan membantu zatzat beracun dari dalam tubuh 2. Minum Kalsium 1 : memenuhi kebutuhan kalsium tubuh dan memcegah tekanan darah tinggi 3. Vigor rousing capsule: mengencerkan darah dan menghilangkan sumbatan di pembuluh darah serta melancarkan aliran darah sehingga dapat menyembuhkan stroke 4. Terapi Accupoint Treasure minimal seminggu 2x

Pengertian Penyakit Stroke


Penyakit Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak akibat pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah ke otak terganggu. kurangnya aliran darah dan oksigen menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, penurunan kesadaran.

Dahulu penyakit stroke hanya dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut karena proses penuaan menyebabkan pembuluh darah mengeras dan menyempit (arteriosclerosis) namun di era modern ini kecenderungan stroke mengancam usia produktif karena kurangnya perhatian pada pola makan sehat tanpa memperhatikan kandungan kadar kolesterol tinggi atau tidak . Makanan dengan kandungan kolesterol tinggi dapat memicu menumpuknya endapan lemak pada pembuluh darah menuju ke otak sehingga terjadi penyempitan sehingga pasokan darah dan oksigen berkurang dan hal ini juga memungkinkan terjadinya pecah pembuluh darah karena penyempitan pembuluh darah menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. ~ id.wikipedia.org

Di indonesia penyakit stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung, kanker dan sebagian besar serangan strok ini terjadi secara mendadak, berlangsung sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke bertambah buruk dalam beberapa jamdan dalam 1 2 hari kematian jaringan otak meluas (stroke in evolution)

Jenis Penyakit Stroke


Jenis penyakit stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu strok iskemik dan strok hemorragik. Stroke hemorrhagic Pada stroke hemorrhagic, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke iskemik Pada stroke iskemik ini aliran darah ke otak terhenti karena penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) atau menyumbatnya pembuluh darah ke otak karena pembekuan darah. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami penyakit stroke jenis iskemik.

Penyebab Penyakit Stroke


Apa Penyebab Penyakit Stroke?

Penyebab penyakit stroke bisa bermacam-macam. Penyakit stroke adalah salah satu penyakit yang banyak menyerang masyarakat kita. Telah banyak korban yang menderita dan meninggal akibat serangan penyakit stroke ini. Mengetahui penyebab penyakit stroke adalah sangat penting agar anda bisa terhindar dari penyakit ini dan juga mendapatkan latar belakang pengetahuan tentang penyakit tersebut. Lalu apa sebenarnya penyakit stroke itu? Apa yang menjadi penyebabnya? Bagaimana caranya agar bisa terhindar dari penyakit yang sangat berbahaya ini? Secara ringkas, penyakit stroke adalah berkurangnya suplai oksigen atau darah ke otak. Otak tidak bisa berfungsi dengan baik jika kekurangan oksigen, termasuk komunikasi otak dengan bagianbagian tubuh lainnya. Jaringan otak pun lama kelamaan mengalami degenerasi (mati). Berkurangnya pasokan oksigen ke otak ini terjadi akibat penyempitan, penyumbatan di pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah. Lensa ini berisi informasi tentang penyebab penyakit kolesterol ini dan hal-hal lain yang berhubungan dengan peyakit tersebut. Semoga bermanfaat adanya.

DEFINISI Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
GEJALAPENYEBAB

Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan. Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena: - Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran - Penglihatan ganda - Pusing - Bicara tidak jelas (rero) - Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat - Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh - Pergerakan yang tidak biasa - Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih - Ketidakseimbangan dan terjatuh - Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan

berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. DIAGNOSA Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi. PENGOBATAN Biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepda penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah (misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa penyebabnya adalah bekuan darah dan bukan

perdarahan, yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati memperbaiki aliran darah ke daerh tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Diberikan perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan). Kelainan yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis. REHABILITASI Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan. Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara. PROGNOSIS Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya. Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa

mengalami perbaikan. PENCEGAHAN Mengetahui faktor-faktor risiko Anda dan mengadopsi gaya hidup sehat merupakan langkah terbaik yang dapat Anda ambil untuk mencegah stroke. Secara umum, gaya hidup sehat berarti Anda: 1. Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi). Salah satu hal paling penting yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko stroke adalah untuk menjaga tekanan darah terkendali. Jika anda pernah mengalami stroke, menurunkan tekanan darah anda dapat membantu mencegah serangan transient ischemic berikutnya atau stroke. Berolahraga, mengelola stres, menjaga berat badan yang sehat, dan membatasi asupan natrium dan alkohol adalah cara-cara untuk menjaga tekanan darah tinggi di cek. Selain rekomendasi untuk perubahan gaya hidup, dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati tekanan darah tinggi, seperti : o Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) inhibitor antara lain ; Quinapril, Captopril, Lisinopril, Benazepril, Enalapril, Fosinopril, Imidapril, Moexipril, Perindopril, Ramipril, Trandolapril, Zofenopril o Antagonis Kalsium antara lain : Amlodipine, Aranidipine, Azelnidipine, Barnidipine, Cilnidipine, Clevidipine, Isradipine, Efonidipine, Felodipine, Lacidipine, Lercanidipine, Manidipine, Nicardipine, Nifedipine, Nilvadipine, Nimodipine, Nisoldipine, Nitrendipine, Pranidipine, Verapamil, Diltiazem o Diuretikum antara lain Kerja cepat yaitu :Bumetanide, Ethacrynic acid, Furosemide,Torsemide, Hydrochlorothiazide Hemat kalsium yaitu : Amiloride, Triamterene, Spironolactone o Beta Bloker antara lain : Bisoprolol fumarate, Carvedilol, Propranolol HCl, Atenolol, Metoprolol, Nadolol, Pindolol, Timolol, Acebutolol, Betaxolol, Celiprolol , Esmolol, Nebivolol, Alprenolol, Bucindolol , Carteolol, Labetalol, Oxprenolol, Penbutolol, Sotalol

2. Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan. Makan kurang kolesterol dan lemak, terutama lemak jenuh, dapat mengurangi plak di arteri Anda. Jika Anda tidak dapat mengendalikan kolesterol melalui perubahan pola makan sendirian, dokter Anda mungkin akan meresepkan obat penurun kolesterol. 3. Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi risiko stroke. Beberapa tahun setelah berhenti, seorang mantan perokok risiko stroke adalah sama dengan bukan perokok. 4. Kontrol diabetes. Anda dapat mengelola diabetes dengan diet, olahraga, pengendalian berat badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah Anda dapat mengurangi kerusakan otak Anda jika Anda mengalami stroke. 5. Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan lain yang memberikan kontribusi pada faktor-faktor risiko stroke, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes. 6. Berolahragalah secara teratur. Latihan aerobik mengurangi risiko stroke Anda dalam banyak cara. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat-tinggi density lipoprotein (HDL) kolesterol, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan pembuluh darah dan jantung. Hal ini juga membantu Anda menurunkan berat badan, mengendalikan diabetes dan mengurangi stres. Olah raga secara bertahap sampai 30 menit kegiatan - seperti berjalan, joging, berenang atau bersepeda jika tidak setiap hari, 1 hari dalam seminggu. 7. Kelola stres. Stres dapat menyebabkan peningkatan sementara dalam tekanan darah - faktor risiko untuk pendarahan otak - atau hipertensi bertahan lama. Juga dapat meningkatkan kecenderungan

darah membeku, yang dapat meningkatkan risiko stroke iskemik. Menyederhanakan hidup Anda, berolahraga dan menggunakan teknik relaksasi semua pendekatan yang dapat Anda belajar untuk mengurangi stres. 8. Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali. Alkohol dapat menjadi faktor risiko dan tindakan pencegahan stroke. Pesta minum dan berat konsumsi alkohol meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan stroke iskemik dan perdarahan. 9. Jangan gunakan obat-obatan terlarang. Banyak jalan obat, seperti kokain dan kokain, yang menjadi faktor risiko untuk TIA atau stroke. Ikuti pola makan yang sehat Selain itu, makan makanan sehat. Sebuah diet sehat otak harus mencakup: 1. Lima atau lebih porsi harian buah dan sayuran, yang mengandung zat gizi seperti kalium, folat dan antioksidan yang dapat melindungi Anda terhadap stroke. 2. Makanan kaya serat larut, seperti havermut dan kacang-kacangan. 3. Makanan kaya akan kalsium, mineral yang ditemukan untuk mengurangi risiko stroke. 4. Produk kedelai, seperti tempe, miso, tahu dan susu kedelai, yang dapat mengurangi low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan meningkatkan kadar kolesterol HDL Anda. 5. Makanan kaya omega-3 asam lemak, termasuk ikan air dingin, seperti salmon, makarel dan tuna. Obat Rujukan

ALISTA TABLET 50 MG TAKELIN AMPUL 100 MG / 2 ML VELCHROME AMPUL Obat Terkait

Kategori Obat Sub Kategori Obat ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor ACE Inhibitor Antagonis Angiotensin II Antagonis Angiotensin II Antagonis Angiotensin II Antagonis Angiotensin II Antagonis Angiotensin II Antagonis Kalsium Antagonis Kalsium Antagonis Kalsium Antagonis Kalsium Antagonis Kalsium Antagonis Kalsium Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik

Obat Generik Quinapril Captopril Lisinopril Benazepril Enalapril Fosinopril Imidapril Ramipril Trandolapril Zofenopril Losartan Candesartan Olmesartan Telmisartan Azilsartan Amlodipine Aranidipine Nicardipine Nifedipine Verapamil Diltiazem Alteplase Reteplase Tenecteplase Desmoteplase Heparin Warfarin Enoxaparin Fondaparinux

Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Aspirin menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Clopidogrel menghambat aliran darah yang normal dan darah Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik di otak dan Cilostazol merembes ke dalam suatu daerah merusaknya. Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Abciximab Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Eptifibatide Penyebab Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Dipyridamole Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Terutroban suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya Beta Bloker Bisoprolol aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap Beta Bloker karotis dalam keadaan normal memberikan darah Carvedilol arteri ke Beta Bloker sebagian besar otak. Propranolol Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri Beta Bloker mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat Atenolol dan arteri yang lebih kecil. Beta Bloker Metoprolol Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya Beta Bloker Esmolol bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya Beta Bloker jantung atau satu katupnya. Labetalol dari Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang Diuretikum Furosemide paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan Diuretikum Torsemide katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama Diuretikum Hydrochlorothiazide fibrilasi atrium). Diuretikum Spironolactone Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Diuretikum Triamterene Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan Obat Vasodilator Perifer & Aktivator Serebral Citikolin akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Gejala Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa

Stroke Iskemik

Stroke

Stroke
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

Hasil otopsi otak yang mengalami stroke. Stroke[1] (bahasa Inggris: stroke, cerebrovascular accident, CVA) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang penderita mengalami kelumpuhan di anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak. Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah dikenal luas, "serangan jantung". Stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol atau udara.

Daftar isi

1 Klasifikasi o 1.1 Stroke hemorragik o 1.2 Stroke iskemik 1.2.1 Sistem klasifikasi etiologis 1.2.1.1 Sistem TOAST 1.2.1.2 Sistem CCS 1.2.1.3 Sistem ASCO 1.2.1.4 Sistem UCSD Stroke DataBank 1.2.1.5 Sistem HCSR 1.2.1.6 Sistem NINCDS Stroke Data Bank 1.2.2 Sistem lain 2 Patofisiologi o 2.1 Eksitotoksisitas asam glutamat o 2.2 Stres oksidatif o 2.3 Peroksidasi lipid o 2.4 Disfungsi sawar darah otak o 2.5 Infiltrasi leukosit o 2.6 Pendarahan 3 Faktor risiko o 3.1 Hipertensi o 3.2 Fibrilasi atrial o 3.3 Aterosklerosis o 3.4 Diabetes mellitus o 3.5 Transient Ischemic Attack (TIA) o 3.6 Cardiac papillary fibroelastoma (CPF) o 3.7 Cryptogenic cerebral infarction (CCI) o 3.8 Patent foramen ovale (PFO) 4 Diagnosis o 4.1 Simtoma klinis o 4.2 Simtoma paraklinis 4.2.1 S100-

4.2.2 Glial fibrillary-associated protein (GFAP) 4.2.3 Myelin basic protein (MBP) 4.2.4 Fatty acid-binding proteins (FABPs) 4.2.5 Neuron-specific enolase (NSE) 4.2.6 Protein tau (TP)

5 Penanganan o 5.1 Pemulihan 6 Pencegahan 7 Catatan kaki 8 Referensi

9 Pranala luar

Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Sebuah prognosis hasil sebuah penelitian di Korea menyatakan bahwa,[2] 75,2% stroke iskemik diderita oleh kaum pria dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS, 17,4% LAC, 18,1% CEI, 16,8% UDE dan 26,8% ODE.

Stroke hemorragik
Dalam stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain.[3] Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik menyerang penderita hipertensi.[4] Stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH),[5] cerebral venous thrombosis, dan spinal cord stroke.[6] ICH lebih lanjut terbagi menjadi parenchymal hemorrhage, hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.[3]

Stroke iskemik
Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Sistem klasifikasi etiologis Beberapa sistem klasifikasi yang didasarkan kepada pertimbangan etiologi telah diterapkan kepada stroke iskemik.[7] Beberapa sistem tersebut gagal mengikuti perkembangan jaman dan tidak lagi dipergunakan, beberapa sistem yang lain masih dapat diterima oleh sebagian masyarakat dan dipergunakan dalam lingkup yang terbatas. Berikut adalah sistem klasifikasi yang paling mutakhir dan paling banyak digunakan.

Sistem TOAST

Sistem TOAST (bahasa Inggris: Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment) pertama kali dikembangkan kepada terapi stroke iskemik akut pada awal tahun 1990. Sistem ini didasarkan kepada sebagian besar fitur klinis namun tetap mempertimbangkan informasi diagnostik dari CT, MRI, transthoracic echocardiography, extracranial carotid ultrasonography, dan jika memungkinkan, cerebral angiography. Sistem TOAST membagi stroke menjadi 5 subtipe yaitu,[8][9] large artery atherosclerosis (LAAS), cardiaoembolic infarct (CEI), small artery occlusion/lacunar infarct (LAC), stroke of another determined cause/origin (ODE), dan stroke of an undetermined cause/origin (UDE).

Sistem CCS
Klasifikasi sistem CCS (bahasa Inggris: Causative Classification of Stroke System) mirip dengan sistem TOAST dengan perbedaan dalam subtipe large artery atherosclerosis dibedakan menjadi occlusive dan stenotic. Sebagai contoh, penurunan diameter 50%, atau penurunan diameter <50% disertai plaque ulceration atau trombosis. Dan subtipe undetermined cause dibedakan lebih lanjut menjadi unknown, incomplete evaluation, unclassified stroke (more than one etiology), dan cryptogenic embolism.

Sistem ASCO
ASCO merupakan akronim dari atherothrombosis, small vessel disease, cardiac causes, and other uncommon causes. Sistem ASCO merupakan klasifikasi berdasarkan sistem fenotipe. Tiap fenotipe masih terbagi menjadi jenjang 0, 1, 2, 3 atau 9. Jenjang 0 berarti disease is completely absent, 1 berarti definitely a potential cause of the index stroke, 2 untuk causality uncertain dan 3 untuk unlikely a direct cause of the index stroke (but disease is present), 9 bagi grading is not possible due to insufficient work-up.[10] Dalam sistem ini, penderita dapat dikategorikan menjadi lebih dari satu subtipe etiologis, misalnya, penderita dengan ateroma karotid yang menyebabkan stenosis 50% dan fibrilasi atrial dengan aterosklerosis dan emboli kardiak, atau dijabarkan menjadi seperti A1-S9-C0-O3.

Sistem UCSD Stroke DataBank


Sistem UCSD mengklasifikan stroke iskemik menjadi large-vessel stenotic, large-vessel occlusive, Smallvessel stenotic, small-vessel occlusive, embolic dan unknown cause. Sedangkan klasifikasi stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe yang sama yaitu tipe intracerebral dan subarachnoid.

Sistem HCSR
Sistem HCSR (bahasa Inggris: Harvard Cooperative Stroke Registry) membuat klasifikasi menjadi subtipe stroke yang disertai trombosis di arteri atau dengan infark lakunar, cerebral embolism, intracerebral hematoma, subarachnoid hemorrhage dari malformasi aneurysm atau arteriovenous.[11]

Sistem NINCDS Stroke Data Bank


Dalam Stroke Data Bank of the National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke memklasifikasi menjadi subtipe diagnostik berdasarkan riwayat klinis penderita, pemeriksaan, test laborat meliputi tomografi, noninvasive vascular imaging, dan saat memungkinkan dan relevan, angiografi. Dari diagnosa tersebut subtipe infarcts of undetermined cause (IUC) dapat diklasifikasi ulang menjadi

subtipe embolisme idiopatik, stenosis atau trombosis di pembuluh nadi, infark lakunar, infarksi superfisial dan sindrom nonlakunar.[12]

Sistem lain Beberapa ahli lain mempertimbangan klasifikasi berdasarkan fenotipe seperti keberadaan internal carotid artery plaque, intima-media thickness, leukoaraiosis, cerebral microbleeds (CMB), atau multiple lacunae.[6] CMB adalah deposit hemosiderin intraserebral yang terdapat di ruang pervaskular.[13] Ekspresi CMB sangat tinggi di infark lakunar dan infark aterotrombotik, dan berekspresi rendah di infarksi kardioembolik. CMB dan leukoaraiosis sangat berkaitan erat. Hasil prognosis menunjukkan bahwa CMB ditemukan dalam 4780% kasus primary intracerebral haemorrhage dan 0-78% dalam kasus ischaemic cerebrovascular disease.
[14]

Patofisiologi
Hingga saat ini patofisiologi stroke merupakan studi yang sebagian besar didasarkan kepada serangkaian penelitian,[15] terhadap berbagai proses yang saling terkait, meliputi kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kadar Ca2+ sitosolik, eksitotoksisitas, toksisitas dengan radikal bebas, produksi asam arakidonat, sitotoksisitas dengan sitokina, aktivasi sistem komplemen, disrupsi sawar darah otak, aktivasi sel glial dan infiltrasi leukosit.[16] Pusat area otak besar yang terpapar iskemia akan mengalami penurunan aliran darah yang dramatis, menjadi cedera dan memicu jenjang reaksi seperti lintasan eksitotoksisitas yang berujung kepada nekrosis yang menjadi pusat area infark dikelilingi oleh penumbra/zona peri-infarksi. Menurut morfologi, nekrosis merupakan bengkak selular akibat disrupsi inti sel, organel, membran plasma, dan disintegrasi struktur inti dan sitoskeleton. Di area penumbra, apoptosis neural akan berusaha dihambat oleh kedua mekanisme eksitotoksik dan peradangan,[17] oleh karena sel otak yang masih normal akan menginduksi sistem kekebalan turunan untuk meningkatkan toleransi jaringan otak terhadap kondisi iskemia, agar tetap dapat melakukan aktivitas metabolisme. Protein khas CNS seperti pancortin-2 akan berinteraksi dengan protein modulator aktin, Wiskott-Aldrich syndrome protein verprolin homologous-1 (WAVE-1) dan Bcl-xL akan membentuk kompleks protein mitokondrial untuk proses penghambatan tersebut. Riset terkini menunjukkan bahwa banyak neuron di area penumbra dapat mengalami apoptosis setelah beberapa jam/hari sebagai bagian dari proses pemulihan jaringan pasca stroke dengan 2 lintasan, yaitu lintasan ekstrinsik dan lintasan intrinsik. Iskemia tidak hanya mempengaruhi jaringan parenkima otak, namun berdampak pula kepada sistem ekstrakranial. Oleh karena itu, stroke akan menginduksi imunosupresi yang dramatis melalui aktivasi berlebih sistem saraf simpatetik, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi bakterial seperti pneumonia.

Eksitotoksisitas asam glutamat


Asam glutamat merupakan asam amino neurotransmiter eksitatorial utama di otak, akan menumpuk di ruang ekstraselular dan mengaktivasi pencerapnya.[16] Aktivasi pencerap glutamat akan mempengaruhi konsentrasi ion intraselular, terutama ion Na+ dan Ca2+. Peningkatan influx ion Na+ dapat membuat sel

menjadi cedera pada awal mula terjadinya iskemia, namun riset menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan sel yang ditimbulkan oleh toksisitas asam glutamat saat terjadi iskemia lebih disebabkan oleh peningkatan berlebih influx ion kalsium intraselular yang kemudian menimbulkan efek toksik.

Stres oksidatif
Sepanjang proses stroke, terjadi peningkatan radikal bebas seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan NO. Sumber utama senyawa radikal bebas turunan oksigen yang biasa disebut spesi oksigen reaktif dalam proses iskemia adalah mitokondria. Sedangkan produksi senyawa superoksida saat pasca iskemia adalah metabolisme asam arakidonat melalui lintasan siklo-oksigenase dan lipo-oksigenase. Radikal bebas juga dapat diproduksi oleh sel mikroglia yang teraktivasi dan leukosit melalui sistem NADPH oksidase segera setelah terjadi reperfusi di jaringan iskemik. Oksidasi tersebut akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut di jaringan dan merupakan molekul yang penting untuk memicu apoptosis setelah stroke iskemik. NO umumnya dihasilkan dari L-arginina dengan salah satu isoform NO sintase, dan merupakan kluster diferensiasi neuron di seluruh bagian otak dengan sebutan nNOS. Aktivasi nNOS memerlukan kalsium/kalmodulin. Di sisi lain, ekspresi iNOS (bahasa Inggris: inducible NOS) terdapat di sel radang seperti sel mikroglia dan monosit. Kedua isoform nNOS dan iNOS memiliki peran yang merusak otak pada rentang waktu iskemia. Namun isoform yang ketiga eNOS (bahasa Inggris: endothelial NOS) memiliki efek vasodilasi dan tidak bersifat merusak. Aktivasi pencerap NMDA saat iskemia akan menstimulasi produksi NO oleh nNOS. NO yang terbentuk akan masuk ke dalam sitoplasma dan bereaksi dengan superoksida dan menghasilkan sejenis spesi oksigen yang sangat reaktif yaitu peroksinitrita (ONOO-). Pasca iskemia, kedua jenis spesi oksigen reaktif dan spesi nitrogen reaktif kemudian berperan untuk mengaktivasi beberapa lintasan metabolisme seperti radang, apoptosis, dan penurunan pasokan oksigen yang berdampak kepada peningkatan asam laktat melalui glikolisis anaerobik atau asidosis. Selain itu, akan tampak ekspresi gen iNOS di sel vaskular maupun sel yang mengalami peradangan dan ekspresi gen COX2 di sel saraf di area antara infark dan penumbra. Kedua gen radang ini akan meningkatkan kerusakan iskemik.[18]

Peroksidasi lipid
Selain menghasilkan berbagai senyawa ROS, lintasan asidosis juga turut serta dalam proses sintesis protein intraselular. Peroksidasi lipid di membran sel yang menginduksi apoptosis terhadap neuron, akan menghasilkan senyawa aldehida yang disebut 4-hidroksinonenal (4-HNE) yang akan bereaksi dengan transporter membran seperti Na+/K+ ATPase, transporter glutamat dan transporter glukosa. Kerusakan di transporter membran, yang menyebabkan influx berlebih ion Ca2+ dan radikal bebas, lebih lanjut akan mengaktivasi faktor transkripsi neuroprotektif seperti NF-B, HIF-1 dan IRF-1. Aktivasi faktor transkripsi ini akan menginduksi produksi sitokina radang seperti IL-1, IL-6, TNF-, kemokina seperti IL-8, MCP-1, molekul adhesi sel seperti selektin, ICAM-1, VCAM-1 dan gen pro-radang lainnya seperti IIP-10.

Disfungsi sawar darah otak


Sawar darah otak yang merupakan jaringan endotelium di otak akan merespon kondisi cedera akibat stroke dengan meningkatkan permeabilitas dan menurunkan fungsi sawarnya, bersamaan dengan degradasi lamina basal di dinding pembuluhnya. Oleh sebab itu, pada kondisi akut, stroke akan meningkatkan interaksi antara sel endotelial otak dengan sel ekstravaskular seperti astrosit, mikroglia, neuron, dengan sel intravaskular

seperti keping darah, leukosit; dan memberikan kontribusi lebih lanjut pada proses peradangan, disamping perubahan sirkulasi kadar ICAM-1, trombomodulin, faktor jaringan dan tissue factor pathway inhibitor.[19] Disfungsi endotelial yang menyebabkan defisiensi sawar darah otak, impaired cerebral autoregulation dan perubahan protrombotik dipercaya merupakan penyebab cerebral small vessel disease (SVD). Penderita (SVD) dapat mengalami infark lakunar, atau dengan disertai leukoaraiosis. Dari 594 penderita stroke, leukoaraiosis ditemukan dalam 55,4% cerebral large vessel disease (LVD) atau ateroskeloris, 30,3% dalam SVD dan 14,3% dalam cardioembolic disease. Dalam pronosis LVD, leukoaraiosis memiliki kecenderungan ke arah grup stenosis intrakranial dengan 40,3% untuk grup intrakranial, 26,9% untuk grup ekstrakranial dan 45,5% untuk grup kombinasi keduanya. Tidak ditemukan korelasi antara leukoaraiosis dengan diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok, hipertensi dan penyakit jantung.[20]

Infiltrasi leukosit
Di jaringan otak terdapat beberapa populasi sel dengan kapasitas untuk mensekresi sitokina setelah terjadi stimulasi iskemia, yaitu sel endotelial, astrosit, sel mikroglia dan neuron. Peran respon peradangan pasca iskemia dilakukan oleh sel mikroglia, terutama di area penumbra dengan sekresi sitokina pro-radang, metabolit dan enzim toksik. Selain itu, sel mikroglia dan astrosit juga mensekresi faktor neuroprotektif seperti eritropoietin, TGF1, dan metalotionein-2. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan peran leukosit terhadap patogenesis cedera akibat stroke seperti cedera di jaringan akibat reperfusi dan disfungsi mikrovaskular. Bukti-bukti tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian pokok yaitu,

terjadi akumulasi leukosit pasca iskemia hingga terjadi cedera jaringan simtoma iskemia direspon dengan peningkatan neutrofil.[21] Dalam percobaan dengan tikus, rendahnya populasi neutrofil dalam sirkulasi darah menunjukkan volume infark yang lebih kecil. pencegahan adhesi sel antara leukosit dengan sel endotelial pada sawar darah otak, dengan antibodi monoklonal terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap cedera akibat stroke.

Akumulasi sel T terjadi pasca iskemia,[21] dan diperkirakan merupakan penyebab terjadinya reperfusi. Sel T CD8 dapat menginduksi cedera otak dengan molekul dari granula sitotoksik. Sel TH1 CD4+ dengan sekresi sitokina pro-radang termasuk IL-2, IL-12, IFN- dan TNF- dapat memperburuk efek yang ditimbulkan stroke, sedangkan Sel TH2 CD4+ dengan sitokina anti-radang seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 lebih mempunyai peran protektif.

Pendarahan
Pada percobaan terhadap hewan kelinci, setidaknya sitokina TNF- atau antibodinya berperan atas terjadinya pendarahan setelah terjadi stroke iskemik yang diinduksi oleh klot.[22] Dalam hal ini terjadi peningkatan prognosis terjadinya pendarahan dari 18,5% menjadi 53,3% dan peningkatan volume pendarahan hingga 87%. Disamping itu, penggunaan tissue plasminogen activator (tPA) dengan dosis standar 3,3 mg/kg akan meningkatkan kemungkinan pendarahan dari 18,5% menjadi 76,5%, efek tPA ini dapat diredam dengan penggunaan antibodi anti-TNF. Pemberian EPO setelah 6 jam serangan stroke akan memperburuk pendarahan yang diinduksi tPA dengan mediasi MMP-9, NF-B dan interleukin-1 receptorassociated kinase-1 (IRAK-1).[23]

Pada hewan tikus, TNF- akan menginduksi ekspresi MMP-9 yang menurunkan kadar protein dalam sawar darah otak seperti okludin,[24] dan meningkatkan permeabilitas pada pembuluh kapiler otak.[25] MMP-9 kemudian memodulasi,[26] Gelatinase A untuk membuka sawar darah otak. Pendarahan yang terjadi kemudian direspon tubuh dengan memproduksi urokinase-type plasminogen activator (uPA). Ekspresi MMP-9 juga dapat diinduksi oleh lipopolisakarida.[27]

Faktor risiko

Merokok Alkohol Diet tingginya kadar kolesterol Riwayat keluarga [28]

Hipertensi
Hipertensi akan merangsang pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh arteri dan arteriol dalam otak, serta menginduksi lintasan lipohialinosis di pembuluh ganglia basal, hingga menyebabkankan infark lakunar atau pendarahan otak.[29]

Fibrilasi atrial
Fibrilasi atrial merupakan indikasi terjadinya kardioembolisme, sedangkan kardioembolisme merupakan 20% penyebab stok iskemik.[30] Kardioembolisme terjadi akibat kurangnya kontraksi otot jantung di bilik kiri, disebut stasis, yang terjadi oleh penumpukan konsentrasi fibrinogen, D-dimer dan faktor von Willebrand.[31] Hal ini merupakan indikasi status protrombotik dengan infark miokardial, yang pada gilirannya, akan melepaskan trombus yang terbentuk, dengan konsekuensi peningkatan risiko embolisasi di otak. Sekitar 2,5% penderita infark miokardial akut akan mengalami stroke dalam kurun waktu 2 hingga 4 minggu, 8% pria dan 11% wanita akan mengalami stroke iskemik dalam waktu 6 tahun, oleh karena disfungsi dan aneurysm bilik kiri jantung.

Aterosklerosis
Penelitian mengenai lintasan aterogenesis yang memicu aterosklerosis selama ini terfokus kepada pembuluh nadi koroner, namun proses serupa juga terjadi di otak dan menyebabkan stroke iskemik.[32] Aterosklerosis dapat menyerang pembuluh nadi otak seperti pembuluh karotid, pembuluh nadi di otak tengah, dan pembuluh basilar, atau kepada pembuluh arteriol otak seperti pembuluh lenticulostriate, basilar penetrating, dan medullary. Beberapa riset menunjukkan bahwa mekanisme aterosklerosis yang menyerang pembuluh nadi dapat sedikit berbeda dengan mekanisme kepada pembuluh arteriol. Aterosklerosis intrakranial dianggap sebagai kondisi yang sangat jarang terjadi. Hasil otopsi infark otak dari 339 penderita stroke yang meninggal akibat aterosklerosis intrakranial, ditemukan 62,2% plak intrakranial dan 43,2% stenosis intrakranial.[33] Hasil otopsi oleh National Cardiovascular Center, Osaka, Jepang terhadap 142 penderita stroke yang meninggal dalam waktu 30 hari sejak terhitung sejak terjadi serangan iskemia, menunjukkan bahwa kedua jenis trombus yang kaya akan keping darah dan yang kaya akan fibrin berkembang di culprit plaque di dalam pembuluh nadi otak merupakan faktor utama penyebab stroke aterotrombotik.[34] 70% kasus stroke kardioembolik menunjukkan keberadaan trombus sebagai sumber potensial terbentuknya emboli di jantung atau pembuluh balik terhadap penderita patent foramen ovale dan

tetralogy of Fallot. Umumnya trombus yang kaya akan keping darah yang mengendap di pembuluh balik jantung, akan terlepas dan membentuk emboli di pembuluh nadi otak.

Diabetes mellitus
Berdasarkan studi hasil otopsi, penderita diabetes mellitus rentan terhadap infark lakunar dan cerebral small vessel disease. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes merupakan faktor risiko bagi stroke iskemik. Patogenesis stroke yang dipicu tampaknya dimulai dari reasi berlebih glikasi dan oksidasi, disfungsi endotelial, peningkatan agregasi keping darah, defisiensi fibrinolisis dan resistansi insulin.[35] Dalam hewan tikus, stroke iskemik yang terjadi dalam diabetes mellitus akan memicu stroke hemorragik yang disertai dengan peningkatan enzim MMP-9 di otak yang memperburuk kondisi leukoaraiosis.[36]

Transient Ischemic Attack (TIA)


Transient ischemic attack (TIA), disebut juga acute cerebrovascular syndrome (ACVS),[37] adalah salah satu faktor risiko dari stroke iskemik.[38] TIA dapat dijabarkan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang biasanya terjadi akibat gangguan vaskular,[39] berupa simtoma iskemia di otak atau retina yang berlangsung kurang dari 24 jam, atau kurang dari 1 jam,[40] tanpa meninggalkan bekas berupa infark serebral[41] akut.[42] Dari sudut pandang lain, oleh karena stroke merupakan defisiensi neurologis akibat perubahan aliran darah di jaringan otak, maka TIA dapat dikatakan sebagai indikasi atau simtoma yang ditimbulkan dari perubahan aliran darah otak yang tidak dapat dideteksi secara klinis dalam waktu 24 jam.[43] TIA tidak selalu menjadi indikasi akan terjadinya stroke di kemudian hari, dan jarang sekali dikaitkan dengan stroke hemorragik primer. Dalam populasi manusia yang telah beranjak tua, TIA diinduksi oleh terhalangnya aliran darah di pembuluh darah besar terutama akibat aterotrombosis, namun dalam penderita yang berusia di bawah 45 tahun TIA umumnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah (bahasa Inggris: arterial dissection), migrain dan obat-obatan sympathomimetic. TIA juga dapat disebabkan oleh :

Large artery atherothrombosis with distal flow reduction Arteriosklerosis di pembuluh darah kecil ("lacunar TiAs") Emboli Kardiogenic dan emboli antar-arteri Vasospasma Vaskulitis Sludging-polycythemia. sickle cell anemia. Trombositemia dan sejenisnya Hypercoaguable states-puerperium. oral contraceptive use. 'sticky platelet syndrome" dan sejenisnya Meningitis Cortical vein thrombosis-dehydration. Puerperium. Infection. Neoplasma dan sejenisnya Displasia fibromuskular Sindrom Moyamoya Arteritis Takayasu

Namun beberapa kondisi lain dapat menimbulkan gejala yang sangat serupa dengan TIA, seperti focal seizure activity, migraine (?"spreading depression"), compressive mononeuropathies (carpal tunnel syndrome. ulnar elbow compression and so forth), sindrom Adams-Stokes, tumor otak dengan gejala

neurologik transien, hematoma subdural, Demyelinating disease, hipoglisemia, hiperglisemia, primary ocular disease-glaucoma, vitreal hemorrhage. floaters and the like, functional disorders-conversion hysteria, malingering, hiperventilasi.

Cardiac papillary fibroelastoma (CPF)


Dari 725 kasus CPF, 55% merupakan penderita pria dengan lokasi tumor, umumnya, ditemukan di permukaan valvular, terutama di katup trikuspidalis aortik, selain katup mitralis. Tumor juga ditemukan di permukaan non-valvular, seperti di bilik kiri. Ukuran tumor bervariasi dari 2 mm hingga 70 mm.[44] Manifestasi klinis CPF meliputi stroke, infark miokardial, emboli paru, gagal jantung congestive dan serangan jantung mendadak.[45] Meskipun demikian, tidak semua penderita menunjukkan simtoma demikian.

Cryptogenic cerebral infarction (CCI)


CCI paling banyak ditemukan dalam penderita patent foramen ovale baik yang disertai maupun tidak disertai septal aneurysm.[46][47] Sejak tahun 1989, CCI merupakan penyebab 40% kasus stroke iskemik. 4,9% pria dan 2,4% wanita mengalami mutasi genetik galaktosidase-alfa yang merupakan indikasi penyakit Fabry, sedangkan studi lain menunjukkan keterkaitan dengan trombofilia.[48] Lintasan patogenesis CCI diperkirakan meliputi aterosklerosis di pembuluh nadi otak, baik yang bersifat intrakranial seperti moderate middle cerebral artery stenosis, ekstrakranial seperti vertebral artery origin stenosis atau proksimal seperti thick plaques in the aortic arch yang selama ini dianggap tidak berkaitan dengan patogenesis stroke.[49]

Patent foramen ovale (PFO)


Sindrom platipnea-ortodeoksia merupakan kondisi yang jarang terjadi dengan simtoma berupa dispnea dan desaturasi arterial. PFO merupakan salah satu bentuk sindrom platipnea-ortodeoksia dengan peningkatan ortostatik di area defisiensi atrial septal.[50] Hasil diagnosa PFO yang sering ditemukan pada CCI dan migrain, juga diperkirakan sebagai penyebab emboli pada penderita tromboembolisme arterial.

Diagnosis
Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Stroke Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma Junaedi.

Simtoma klinis
Fitur stroke iskemik yang sangat umum, menurut Uniformed Services University of the Health Sciences, masih berdasar kepada banyaknya hasil diagnosis pemeriksaan fisik terhadap penderita yang dirangkum dalam satu kurun waktu. USUHS merangkumnya menjadi tabel berikut agar dapat digunakan masyarakat awam untuk mengenali gejala klinis stroke sedini mungkin. Dan bagi tenaga medis profesional, The National Institute of Health telah membuat tabel skala strok sebagai panduan guna melakukan diagnosis dalam waktu kurang dari sekitar 5 hingga 10 menit.

Simtoma paraklinis

Beberapa senyawa biokimiawi di dalam serum darah yang dapat dijadikan dasar diagnosis dan prognosis terjadinya nekrosis otak antara lain:[51] S100- S100- adalah peptida yang disekresi astrosit pada saat terjadi cedera otak, proses neurodegenerasi dan kelainan psikiatrik. S100- merupakan senyawa pengikat kalsium, secara in vitro, pada kadar rendah, interaksi dengan sistem kekebalan di otak akan meningkatkan kelangsungan hidup bagi neuron yang sedang berkembang, namun, pada kadar yang lebih tinggi, S100- akan menstimulasi produksi sitokina properadangan dan apoptosis. Studi terhadap hewan menunjukkan efek neuroprotektif S100- dengan teraktivasinya proses selular di neuron yang menahan eksitotoksisitas yang diinduksi NMDA. Peningkatan serum S100- selalu terjadi pada stroke iskemik, dan terjadi pula pada kondisi yang lain seperti traumatic brain injury (TBI), Alzheimer dan schizophrenia. Saat terjadi stroke iskemik, konsentrasi serum S100- mencapai titik maksimum pada hari ke-2 hingga 4. Nilai konsentrasi maksimum S100- berkaitan dengan skala stroke NIH, ukuran dan patofisiologi infark, sehingga semakin tinggi nilai maksimum S100-, semakin tinggi pula risiko terjadinya transformasi hemorragik. Peningkatan S100- juga ditemukan dalam stroke hemorragik primer, yang menunjukkan volume hematoma awal. Peningkatan kadar S100- tidak harus terjadi dengan cepat, dan masih banyak sel selain astrosit dan sel Schwann yang menhasilkan S100-, sehingga penggunaan nilai serum S100- sebagai salah satu dasar diagnosis stroke masih cukup rentan. Namun beberapa studi telah menunjukkan bahwa serum S100- lebih terkait dengan kondisi integritas sawar darah otak. Glial fibrillary-associated protein (GFAP) GFAP merupakan monomeric intermediate filament protein yang terdapat di astrosit dan sel ependimal otak yang berfungsi sebagai bagian sitoskeleton. Kadar serum S100- dan GFAP akan meningkat tajam pada hari 1-2 sesuai dengan ukuran infark, dan kembali normal sekitar 3 minggu kemudian. Serum GFAP merupakan indikator yang lebih peka daripada S100- pada stroke minor maupun guratan kecil, namun waktu tunda peningkatan serum ini membuat aplikasi diagnostiknya menjadi terbatas. Myelin basic protein (MBP) MBP adalah protein hidrofilik penting bagi struktur selubung mielin. Kadar MBP dalam CSF sering digunakan sebagai indikasi aktivitas patogen dalam sklerosis multipel. Stroke juga disertai dengan peningkatan kadar MBP dalam CSF sekitar 1 minggu setelah terjadinya serangan, dan kembali normal setelah minggu ketiga. Fatty acid-binding proteins (FABPs) FABP adalah kelompok molekul intraselular yang berperan dalam menyangga dan sebagai transportasi asam lemak berantai panjang, yang akan segera disekresi ke dalam sirkulasi darah sesaat setelah terjadi kerusakan sel. Di tubuh manusia terdapat 9 jenis FABP yang tersebar dalam masing-masing jenis jaringan yang berbeda. Empat jenis FABP terdapat di sistem saraf, dua diantaranya hanya ditemukan di sistem saraf pusat orang dewasa, yaitu brain-type (B-FABP) di glia dan heart-type (H-FABP) di neuron.

Ditemukannya H-FABP dalam berbagai jenis jaringan merupakan tanda-tanda infak miokardial akut. BFABP berada dalam jaringan di dalam sistem saraf pusat dan tidak dapat dideteksi dalam serum darah manusia sehat. Serum H-FABP dan B-FABP akan tajam dalam 2-3 jam sejak terjadi serangan stroke. BFABP merupakan indikasi yang sangat peka terhadap infark lakunar dan infark subkortikal, namun tidak menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi di neuron, dan bukan merupakan indikasi spesifik terjadinya stroke. Sebaliknya peningkatan H-FABP berbanding lurus dengan ukuran infark dan tingkat kerusakan saraf. Neuron-specific enolase (NSE) NSE merupakan salah satu dari tiga bentuk enolase, sebuah enzim yang terdapat di lintasan glikolisis. Walaupun cukup spesifik di neuron, NSE juga dapat ditemukan di kultur sel neuroendokrin dan bentuk sel kanker terkait. Konsentrasi NSE di dalam CSF akan meningkat seiring terjadinya stroke iskemik dan sejumlah cedera otak lain seperti subarachnoid hemorrhage, ICH, dan lain-lain, hingga mulai dapat dideteksi setelah 4-8 jam setelah terjadinya serangan. Konsentrasi tertinggi setelah terjadi stroke iskemik memiliki korelasi dengan nilai pada skala stroke NIH. Protein tau (TP) Otak memiliki 6 isomer TP yang memungkinkan terbentuknya mikrotubula dengan interaksi tubulin. Peningkatan kadar TP terjadi dengan sangat lambat dan hanya 27% total konsentrasi yang mengalami peningkatan di luar batas atas ambang normal dalam waktu 24 jam setelah serangan stroke iskemik, namun nilai konsentrasi ini menunjukkan ukuran infark dan strata serangan stroke. Peningkatan kadar TP dalam CSF pasca stroke juga merupakan indikasi ukuran infark. Akan tetapi stroke tidak mempengaruhi kadar amyloid, ApoE dan klusterin dalam CSF.

Penanganan
Penderita stroke akut biasanya diberikan SM-20302,[52] atau microplasmin,[53] oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, kemudian diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak,[54] akibat infiltrasi sel darah putih. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinan tissue plasminogen activator (rtPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan emboli diberikan dalam waktu 3 jam,[55] setelah timbulnya stroke. Trombolisis dengan rtPA terbukti bermanfaat pada manajemen stroke akut, walaupun dapat meningkatkan risiko pendarahan otak,[56] terutama pada area sawar darah otak yang terbuka.[57] Beberapa senyawa yang diberikan bersamaan dengan rtPA untuk mengurangi risiko tersebut antara lain batimastat (BB-94) dan marimastat (BB-2516),[58] yang menghambat enzim MMP, senyawa spin trap agent seperti alpha-phenyl-N-t-butylnitrone (PBN) dan disodium- [tert-butylimino)methyl]benzene-1,3disulfonate N-oxide (NXY-059),[59] dan senyawa anti-ICAM-1.[60] Metode perawatan hemodilusi dengan menggunakan albumin masih kontroversial,[61] namun penelitian oleh The Amsterdam Stroke Study memberikan prognosis berupa penurunan angka kematian dari 27% menjadi 16%, peningkatan kemandirian aktivitas dari 35% menjadi 48%, saat 3 bulan sejak terjadi serangan stroke akut.

Pemulihan

Serangan stroke terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak, meskipun area peri-infark menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Di tingkat selular, terjadi dua proses regenerasi dalam korteks periinfark, akson akan mengalami perubahan fenotipe dari neurotransmiter ke dalam status regeneratif,[62] dan menjulurkan tangkainya untuk membuat koneksi baru di bawah pengaruh trombospondin,[63], laminin, dan NGF hasil sekresi sel Schwann,[64] dan terjadi migrasi sel progenitor neuron ke dalam korteks peri-infark.[65] Hampir sepanjang 1 bulan sejak terjadi serangan stroke, daerah peri-infark akan mengalami penurunan molekul penghambat pertumbuhan. Pada rentang waktu ini, neuron akan mengaktivasi gen yang menstimulasi pertumbuhan, dalam ritme yang bergelombang. Neurogenesis saling terkait dengan angiogenesis juga terjadi bergelombang yang diawali dengan migrasi neuroblas dengan ekspresi GFAP,[66] yang berada dalam zona subventrikular ke dalam korteks peri-infark. Migrasi ini dimediasi oleh beberapa senyawa antara lain eritropoietin,[67] stromal-derived factor 1 (SDF-1) dan angiopoietin-1, hingga menghasilkan neuroblas dengan jarak tempuh migrasi yang lebih panjang dan rentang waktu sitokinesis yang lebih pendek.[68] Terhambatnya fungsi pencerap GABA ekstrasinaptik di area peri-infark yang terjadi akibat oleh disfungsi transporter GABA GAT-3/GAT-4, dalam hewan tikus, dapat dipulihkan dengan pemberian benzodiazepina.
[69]

Pencegahan
Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%.[70] Setelah terjadinya serangan stroke ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial,[71] akan menurunkan risiko serangan stroke dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%.[72] Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%. Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid,[73] mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbat yang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL[74] di lintasan aterosklerosis. Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,[75] diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; stroke saat kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi,[76] hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase.

Catatan kaki
1. ^ Stroke. Kateglo. Diakses pada 13 September 2011. 2. ^ (Inggris) "Ischemic stroke in Korean young adults". Department of Neurology, University of Ulsan, Asan Medical Center; Kwon SU, Kim JS, Lee JH, Lee MC.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 3. ^ a b (Inggris) "A New Embolus Injection Method to Evaluate Intracerebral Hemorrhage in New Zealand White Rabbits". Cedars-Sinai Medical Center, Department of Neurology; Paul A. Lapchak, Ph.D., FAHA. Diakses pada 8 September 2011. 4. ^ (Inggris) "Variants of the Matrix Metalloproteinase-2 but not the Matrix Metalloproteinase-9 genes significantly influence functional outcome after stroke". Instituto Gulbenkian de Cincia, Departamento Promoo da Sade e Doenas Crnicas, Instituto Nacional de Sade Dr Ricardo Jorge, Center for Biodiversity, Functional & Integrative Genomics (BIOFIG), Clinical Neurology Research Unit, Instituto de Medicina Molecular, Faculdade de Medicina da Universidade de Lisboa, Servio de Neurologia, Hospital de Santa Maria; Helena Manso, Tiago Krug, Joo Sobral, Isabel Albergaria, Gisela Gaspar, Jos M Ferro, Sofia A Oliveira, dan Astrid M Vicente. Diakses pada 8 September 2011. "History of hypertension, although not associated in the univariate analysis, became significant in the multivariate model before inclusion of genetic variants, and was therefore included in the final regression model." 5. ^ (Inggris) "Influence of stroke subtype on quality of care in the Get With The Guidelines Stroke Program". Calgary Stroke Program (E.E.S.), Hotchkiss Brain Institute, University of Calgary, Canada; Duke Clinical Research Institute (L.L., A.H.), Department of Epidemiology (M.J.R.), Michigan State University, Division of Cardiology (C.P.C.), Brigham & Women's Hospital, Division of Cardiology (G.C.F.), University of California, Stroke Service (L.H.S.), Massachusetts General Hospital; E E. Smith, MD, MPH, L Liang, PhD, A Hernandez, MD, M J. Reeves, PhD, C P. Cannon, MD, G C. Fonarow, MD, dan L H. Schwamm, MD. Diakses pada 25 Juli 2011. 6. ^ a b (Inggris) "Classification of stroke subtypes.". Department of Neurology and Stroke Center, INSERM U-698 and Paris-Diderot University, Bichat University Hospital; Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan LR, Donnan GA, Hennerici MG.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 7. ^ (Inggris) "Advances in the Diagnosis of Etiologic Subtypes of Ischemic Stroke". Stroke Service and A. A. Martinos Center for Biomedical Imaging, Departments of Neurology and Radiology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School; Hakan Ay. Diakses pada 25 Juli 2011. 8. ^ (Inggris) "Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment.". Department of Neurology, University of Iowa; Adams HP Jr, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love BB, Gordon DL, Marsh EE 3rd.. Diakses pada 1 Agustus 2011.

9. ^ (Inggris) "Cerebrovascular risk factors and clinical classification of strokes". Department of Internal Medicine and Cardioangiology, University of Palermo; Pinto A, Tuttolomondo A, Di Raimondo D, Fernandez P, Licata G.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 10. ^ (Inggris) "New approach to stroke subtyping: the A-S-C-O (phenotypic) classification of stroke.". Department of Neurology and Stroke Center, INSERM U-698 and Paris-Diderot University, Bichat University Hospital; Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan LR, Donnan GA, Hennerici MG.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 11. ^ (Inggris) "The Harvard Cooperative Stroke Registry: a prospective registry.". Mohr JP, Caplan LR, Melski JW, Goldstein RJ, Duncan GW, Kistler JP, Pessin MS, Bleich HL.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 12. ^ (Inggris) "Infarks of undetermined cause: the NINCDS Stroke Data Bank.". Neurological Institute, Columbia-Presbyterian Medical Center; Sacco RL, Ellenberg JH, Mohr JP, Tatemichi TK, Hier DB, Price TR, Wolf PA.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 13. ^ (Inggris) "Silent cerebral microbleeds on susceptibility-weighted imaging of patients with ischemic stroke and leukoaraiosis.". Department of Neurology, Capital Medical University, Beijing Anzhen Hospital; Gao T, Wang Y, Zhang Z.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 14. ^ (Inggris) "Cerebral microbleeds: old leaks and new haemorrhages.". Department of Neuroradiology, University Medical Centre Hamburg-Eppendorf; Fiehler J.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 15. ^ (Inggris) "Pathophysiology of stroke: lessons from animal models.". Department of Experimental Neurology Charit, Humboldt University; Mergenthaler P, Dirnagl U, Meisel A.. Diakses pada 28 Juli 2011. 16. ^ a b (Inggris) "Pathophysiology, treatment, and animal and cellular models of human ischemic stroke". School of Biomedical Sciences, University of Queensland, Department of Neurology and Stroke Center, National Taiwan University Hospital and National Taiwan University College of Medicine, Department of Pharmacology, Monash University; Trent M Woodruff, John Thundyil, Sung-Chun Tang, Christopher G Sobey, Stephen M Taylor, dan Thiruma V Arumugam. Diakses pada 30 Juli 2011. 17. ^ (Inggris) "Pathobiology of ischaemic stroke: an integrated view.". Dept of Neurology, Charit Hospital; Dirnagl U, Iadecola C, Moskowitz MA.. Diakses pada 28 Juli 2011. 18. ^ (Inggris) "Molecular pathology of cerebral ischemia: delayed gene expression and strategies for neuroprotection.". Department of Neurology, University of Minnesota Medical School; Iadecola C, Ross ME.. Diakses pada 28 Juli 2011. 19. ^ (Inggris) "Markers of endothelial dysfunction in lacunar infarction and ischaemic leukoaraiosis". Department of Clinical Neurosciences, St Georges Hospital Medical School, Department of Haematology, Guys and St Thomass Trust, St Thomass Hospital, Institute of Neurology, National Hospital for Neurology and Neurosurgery, Department of Neurology, St Jamess Hospital, Department of Neurology, Stoke Mandeville Hospital, Thames Valley Nuffield Hospital; Ahamad Hassan, Beverley J. Hunt, Michael OSullivan, Kiran Parmar, John M. Bamford, Dennis Briley, Martin M. Brown, Dafydd J. Thomas dan Hugh S. Markus. Diakses pada 2 Agustus 2011. 20. ^ (Inggris) "The leukoaraiosis is more prevalent in the large artery atherosclerosis stroke subtype among Korean patients with ischemic stroke". Department of Neurology, Department of Radiology, The Catholic University of Korea, Department of Neurology, National Cancer Center; Seung-Jae Lee, Joong-Seok Kim, Kwang-Soo Lee, Jae-Young An, Woojun Kim, Yeong-In Kim, Bum-Soo Kim, dan So-Lyung Jung. Diakses pada 2 Agustus 2011. 21. ^ a b (Inggris) "Stroke and T-cells.". Laboratory of Neurosciences, National Institute on Aging Intramural Research Program; Arumugam TV, Granger DN, Mattson MP.. Diakses pada 28 Juli 2011.

22. ^ (Inggris) "Tumor necrosis factor-alpha is involved in thrombolytic-induced hemorrhage following embolic strokes in rabbits.". Department of Neuroscience, University of California San Diego; Lapchak PA.. Diakses pada 8 September 2011. 23. ^ (Inggris) "Erythropoietin in combination of tissue plasminogen activator exacerbates brain hemorrhage when treatment is initiated 6h after stroke". Department of Neurology, Department of Biostatistics and Research Epidemiology, Henry Ford Hospital, Department of Physics, Oakland University; Longfei Jia, Michael Chopp, Li Zhang, Mei Lu, dan Zheng Gang Zhang. Diakses pada 8 September 2011. 24. ^ (Inggris) "Effects of matrix metalloproteinase-9 gene knock-out on the proteolysis of blood-brain barrier and white matter components after cerebral ischemia.". Neuroprotection Research Laboratory, Departments of Neurology and Radiology, Massachusetts General Hospital, and Program in Neuroscience, Harvard Medical School; Asahi M, Wang X, Mori T, Sumii T, Jung JC, Moskowitz MA, Fini ME, Lo EH.. Diakses pada 8 September 2011. 25. ^ (Inggris) "Tumor necrosis factor-alpha-induced gelatinase B causes delayed opening of the blood-brain barrier: an expanded therapeutic window.". Department of Neurology and Physiology, University of New Mexico School of Medicine; Rosenberg GA, Estrada EY, Dencoff JE, Stetler-Stevenson WG.. Diakses pada 8 September 2011. 26. ^ (Inggris) "Gelatinase B modulates selective opening of the blood-brain barrier during inflammation.". Department of Neurology, University of New Mexico School of Medicine; MunBryce S, Rosenberg GA.. Diakses pada 8 September 2011. 27. ^ (Inggris) "Gelatinase B modulates selective opening of the blood-brain barrier during inflammation.". Department of Neurology, University of New Mexico School of Medicine; MunBryce S, Rosenberg GA.. Diakses pada 8 September 2011. 28. ^ (Inggris) Flomann, Enrico (2004). "Systematic Review of Methods and Results of Studies of the Genetic Epidemiology of Ischemic Stroke". Stroke 35: 212-227. Diakses pada 13 November 2010. 29. ^ (Inggris) "Hypertension and Cerebrovascular Dysfunction". Costantino Iadecola, Division of Neurobiology, Department of Neurology and Neuroscience, Weill Cornell Medical College; Costantino Iadecola dan Robin L. Davisson. Diakses pada 21 Agustus 2011. 30. ^ (Inggris) "Prevention Strategies for Cardioembolic Stroke: Present and Future Perspectives". Department of Neurology, Institute of Experimental Neurology (INSPE), IRCCS San Raffaele, Department Neurology, Sohag University Hospital, Unit Gravi Cerebrolesioni Acquisite (UGCA) Ospedale San Giovanni Battista; Giacomo Giacalone, Mohammed Abballa Abbas, dan Francesco Corea. Diakses pada 8 Agustus 2011. 31. ^ (Inggris) "Cardioembolic Stroke: Clinical Features, Specific Cardiac Disorders and Prognosis". Cerebrovascular Division, Department of Neurology, Hospital Universitari del Sagrat Cor, Universitat de Barcelona, CIBER de Enfermedades Respiratrias (CB06/06). Instituto Carlos III, Department of Cardiology, Hospital Universitari de Bellvitge, LHospitalet de Llobregat; Adri Arboixab dan Josefina Alic. Diakses pada 2 September 2011. 32. ^ (Inggris) "Atherosclerosis and Thrombus Formation". Stroke Center at University of Washington in Saint Louis, School of Medicine. Diakses pada 28 Juli 2011. 33. ^ (Inggris) "Autopsy prevalence of intracranial atherosclerosis in patients with fatal stroke.". Assistance Publique-Hpitaux de Paris; Mazighi M, Labreuche J, Gongora-Rivera F, Duyckaerts C, Hauw JJ, Amarenco P.. Diakses pada 2 Agustus 2011. 34. ^ (Inggris) "Heart and vessel pathology underlying brain infarction in 142 stroke patients.". Department of Pathology, National Cardiovascular Center; Ogata J, Yutani C, Otsubo R, Yamanishi H, Naritomi H, Yamaguchi T, Minematsu K.. Diakses pada 2 Agustus 2011. 35. ^ (Inggris) "Diabetes mellitus and cerebrovascular disease.". Department of Neurological Sciences, Rush-Presbyterian-St. Luke's Medical Center; Lukovits TG, Mazzone TM, Gorelick TM.. Diakses pada 7 Agustus 2011.

36. ^ (Inggris) "White Matter Damage and the Effect of Matrix Metalloproteinases in Type 2 Diabetic Mice After Stroke". Department of Neurology (J.C., X.C., A.Z., Y.C., C.R., M.C.), Henry Ford Hospital, Department of Physics (M.C.), Oakland University; Jieli Chen, MD, Xu Cui, PhD, Alex Zacharek, MS, Yisheng Cui, MD, Cynthia Roberts, BS, and Michael Chopp, PhD. Diakses pada 8 Agustus 2011. 37. ^ (Inggris) "Transient ischemic attack, a medical emergency". Department of Neurology, Tokyo Women's Medical University School of Medicine; Uchiyama S.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 38. ^ (Inggris) "Short term and long term risk of incident ischemic stroke after transient ischemic attack". Department of Epidemiology, Cardiovascular Health Research Unit, Department of Medicine, Department of Biostatistics, Department of Neurology, University of Washington, Group Health Research Institute, Seattle Epidemiologic Research and Information Center, Department of Veterans Affairs Office of Research and Development; Evan L Thacker, SM, Kerri L Wiggins, MS, RD, Kenneth M Rice, PhD, WT Longstreth, Jr, MD, MPH, Joshua C Bis, PhD, Sascha Dublin, MD, PhD, Nicholas L Smith, PhD, Susan R Heckbert, MD, PhD, dan Bruce M Psaty, MD, PhD. Diakses pada 27 Juli 2011. "Transient ischemic attack (TIA) is a risk factor for ischemic stroke, and clinically diagnosed TIA is an opportunity for stroke prevention." 39. ^ (Inggris) "Transient ischemic attacks: a new definition". Moonen G, Delcourt C, Lievens I, Hans G.. Diakses pada 27 Juli 2011. 40. ^ (Inggris) "Transient ischemic attack: definition and natural history.". Cerebrovascular Disease Service, Palmer 127, West Campus, Beth Israel Deaconess Medical Center; Caplan LR.. Diakses pada 27 Juli 2011. 41. ^ (Inggris) Wu, Caren M (Desember 2007). "Early Risk of Stroke After Transient Ischemic Attack". Arch Intern Med. 167 (22): 2417-2422. Diakses pada 12 November 2010. 42. ^ (Inggris) "Definition and evaluation of transient ischemic attack: a scientific statement for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council; Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing; and the Interdisciplinary Council on Peripheral Vascular Disease. The American Academy of Neurology affirms the value of this statement as an educational tool for neurologists". American Heart Association; American Stroke Association Stroke Council; Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing; Interdisciplinary Council on Peripheral Vascular Disease.; Easton JD, Saver JL, Albers GW, Alberts MJ, Chaturvedi S, Feldmann E, Hatsukami TS, Higashida RT, Johnston SC, Kidwell CS, Lutsep HL, Miller E, Sacco RL. Diakses pada 21 Agustus 2011. 43. ^ (Inggris) "Clinical Evaluation and Management of Transient Ischemic Attacks". Division of Neurology, Department of Neurosciences, University of California; John F. Rothrock, MD, Director, UCSD Stroke Program. Diakses pada 27 Juli 2011. 44. ^ (Inggris) "Cardiac papillary fibroelastoma: a comprehensive analysis of 725 cases.". Division of Cardiology, Long Island College Hospital; Gowda RM, Khan IA, Nair CK, Mehta NJ, Vasavada BC, Sacchi TJ.. Diakses pada 2 Agustus 2011. 45. ^ (Inggris) "Papillary Fibroelastoma of the Aortic Valve as a Cause of Transient Ischemic Attack". Department of Cardiovascular Surgery, Texas Heart Institute at St. Luke's Episcopal Hospital; Mehmet H. Akay, MD, Moritz Seiffert, BS, dan David A. Ott, MD. Diakses pada 2 Agustus 2011. 46. ^ (Inggris) "Patent foramen ovale as a risk factor for cryptogenic stroke.". ColumbiaPresbyterian Medical Center; Di Tullio M, Sacco RL, Gopal A, Mohr JP, Homma S.. Diakses pada 2 Agustus 2011. 47. ^ (Inggris) "Cryptogenic stroke and patent foramen ovale". Inselspital Bern, Universittsspital; Windecker S, Nedeltchev K, Wahl A, Meier B.. Diakses pada 2 Agustus 2011.

48. ^ (Inggris) "Cryptogenic cerebral infarction: from classification to concept". SourceCHU de la Cavale Blanche, Service de neurologie; Timsit S, Breuilly C.. Diakses pada 1 Agustus 2011. 49. ^ (Inggris) "Underlying pathology of stroke of unknown cause (cryptogenic stroke).". INSERM U-698 and Paris-Diderot University; Amarenco P.. Diakses pada 2 Agustus 2011. 50. ^ (Inggris) "Transhepatic Approach to Closure of Patent Foramen Ovale". Cardiology Department, Arizona Heart Hospital & Institute, Internal Medicine Department, Banner Good Samaritan Medical Center; Jamal Hussain, MD, FACC, Robert Strumpf, MD, Aslan GhandForoush, DO, Ayman Jamal, MD, dan Edward Diethrich, MD. Diakses pada 2 Agustus 2011. 51. ^ (Inggris) "Molecular biomarkers in stroke diagnosis and prognosis". Department of Neurology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School; Matthew B Maas dan Karen L Furie. Diakses pada 2 September 2011. 52. ^ (Inggris) "The nonpeptide glycoprotein IIb/IIIa platelet receptor antagonist SM-20302 reduces tissue plasminogen activator-induced intracerebral hemorrhage after thromboembolic stroke.". Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Song D, Zivin JA.. Diakses pada 8 September 2011. 53. ^ (Inggris) "Microplasmin: a novel thrombolytic that improves behavioral outcome after embolic strokes in rabbits.". Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Pakola S, Song D, Wei J, Zivin JA.. Diakses pada 8 September 2011. 54. ^ (Indonesia) Misbach, H Jusuf. "Penanganan Stroke". Medicastore. Diakses pada 13 November 2010. 55. ^ (Inggris) "Tissue plasminogen activator for acute ischemic stroke.". The National Institute of Neurological Disorders and Stroke rt-PA Stroke Study Group.. Diakses pada 8 September 2011. 56. ^ (Inggris) "Reducing bleeding complications after thrombolytic therapy for stroke: clinical potential of metalloproteinase inhibitors and spin trap agents.". Department of Neuroscience, University of California San Diego; Lapchak PA, Araujo DM.. Diakses pada 8 September 2011. 57. ^ (Inggris) "Rapid breakdown of microvascular barriers and subsequent hemorrhagic transformation after delayed recombinant tissue plasminogen activator treatment in a rat embolic stroke model.". Neuroprotection Research Laboratory, Department of Radiology, Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School,; Dijkhuizen RM, Asahi M, Wu O, Rosen BR, Lo EH.. Diakses pada 8 September 2011. 58. ^ (Inggris) "Matrix metalloproteinase inhibitors.". Georgetown University Hospital, Vincent T. Lombardi Cancer Center, Division of Medical Oncology; Wojtowicz-Praga SM, Dickson RB, Hawkins MJ.. Diakses pada 8 September 2011. 59. ^ (Inggris) "Effects of the spin trap agent disodium- [tert-butylimino)methylbenzene-1,3disulfonate N-oxide (generic NXY-059) on intracerebral hemorrhage in a rabbit Large clot embolic stroke model: combination studies with tissue plasminogen activator."]. Department of Neuroscience, University of California at San Diego; Lapchak PA, Araujo DM, Song D, Wei J, Purdy R, Zivin JA.. Diakses pada 8 September 2011. 60. ^ (Inggris) "Thrombolysis with tissue plasminogen activator alters adhesion molecule expression in the ischemic rat brain.". Department of Neurology, Henry Ford Health Sciences Center; Zhang RL, Zhang ZG, Chopp M, Zivin JA.. Diakses pada 8 September 2011. 61. ^ (Inggris) "Custom-tailored hemodilution with albumin and crystalloids in acute ischemic stroke". Department of Rheology, St. Lucas Hospital; Goslinga H, Eijzenbach V, Heuvelmans JH, van der Laan de Vries E, Melis VM, Schmid-Schnbein H, Bezemer PD.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 62. ^ (Inggris) "Neural plasticity after peripheral nerve injury and regeneration". Group of Neuroplasticity and Regeneration, Institute of Neurosciences and Department of Cell Biology, Physiology and Immunology, Universitat Autnoma de Barcelona; Navarro X, Viv M, ValeroCabr A.. Diakses pada 4 September 2011.

63. ^ (Inggris) "Thrombospondins 1 and 2 are necessary for synaptic plasticity and functional recovery after stroke.". Department of Neurosurgery, Stanford University School of Medicine; Liauw J, Hoang S, Choi M, Eroglu C, Choi M, Sun GH, Percy M, Wildman-Tobriner B, Bliss T, Guzman RG, Barres BA, Steinberg GK.. Diakses pada 4 September 2011. 64. ^ (Inggris) "Peripheral nerve regeneration.". Department of Anatomy and Neurobiology, Eastern Virginia Medical School; Liuzzi FJ, Tedeschi B.. Diakses pada 4 September 2011. 65. ^ (Inggris) "Cellular and molecular mechanisms of neural repair after stroke: making waves.". Department of Neurology, David Geffen School of Medicine at the University of California; Carmichael ST.. Diakses pada 4 September 2011. 66. ^ (Inggris) "A neurovascular niche for neurogenesis after stroke.". Department of Neurology, University of California; Ohab JJ, Fleming S, Blesch A, Carmichael ST.. Diakses pada 4 September 2011. 67. ^ (Inggris) "Poststroke neurogenesis: emerging principles of migration and localization of immature neurons.". David Geffen School of Medicine at UCLA; Ohab JJ, Carmichael ST.. Diakses pada 4 September 2011. 68. ^ (Inggris) "Neuroblast division during migration toward the ischemic striatum: a study of dynamic migratory and proliferative characteristics of neuroblasts from the subventricular zone.". Neurology Department, Henry Ford Health Sciences Center; Zhang RL, LeTourneau Y, Gregg SR, Wang Y, Toh Y, Robin AM, Zhang ZG, Chopp M.. Diakses pada 4 September 2011. 69. ^ (Inggris) "Reducing excessive GABA-mediated tonic inhibition promotes functional recovery after stroke.". Department of Neurology, The David Geffen School of Medicine at UCLA; Clarkson AN, Huang BS, Macisaac SE, Mody I, Carmichael ST.. Diakses pada 4 September 2011. 70. ^ (Inggris) "Atrial fibrillation and apoplexy--risks and prevention". Kbenhavns praktiserende laegers laboratorium, AFASAK 2 Center; Koefoed BG, Gullv AL, Petersen P.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 71. ^ (Inggris) "Stroke risk factors and stroke prevention.". Department of Neurology, College of Physicians and Surgeons, Columbia University; Elkind MS, Sacco RL.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 72. ^ (Inggris) "Dipyridamole for preventing stroke and other vascular events in patients with vascular disease". Julius Center for General Practice and Patient Oriented Research / Univ. Department of Neurology, University Medical Center Utrecht; De Schryver EL, Algra A, van Gijn J.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 73. ^ (Inggris) "Primary stroke prevention". Department of Neurology, University of Cincinnati; Sauerbeck LR.. Diakses pada 21 Agustus 2011. 74. ^ (Inggris) "How does ascorbic acid prevent endothelial dysfunction?". Department of Medicine, Vanderbilt University School of Medicine; May JM.. Diakses pada 24 Agustus 2011. 75. ^ (Inggris) "Guidelines for prevention of stroke in patients with ischemic stroke or transient ischemic attack: a statement for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association Council on Stroke: co-sponsored by the Council on Cardiovascular Radiology and Intervention: the American Academy of Neurology affirms the value of this guideline". American Heart Association; American Stroke Association Council on Stroke; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; American Academy of Neurology.; Sacco RL, Adams R, Albers G, Alberts MJ, Benavente O, Furie K, Goldstein LB, Gorelick P, Halperin J, Harbaugh R, Johnston SC, Katzan I, Kelly-Hayes M, Kenton EJ, Marks M, Schwamm LH, Tomsick T. Diakses pada 21 Agustus 2011. 76. ^ (Inggris) "Primary prevention of ischemic stroke: a guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council: cosponsored by the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease Interdisciplinary Working Group; Cardiovascular Nursing Council; Clinical Cardiology Council; Nutrition, Physical Activity, and Metabolism Council; and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working Group". American Heart Association;

American Stroke Association Stroke Council; Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM, Bushnell CD, Culebras A, DeGraba TJ, Gorelick PB, Guyton JR, Hart RG, Howard G, KellyHayes M, Nixon JV, Sacco RL. Diakses pada 21 Agustus 2011.

Anda mungkin juga menyukai