Anda di halaman 1dari 19

MnM Weeks MICROCAPSULE CHITOSAN BIOMATERIAL YANG AMAN UNTUK MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL SEBAGAI SOLUSI PENCEGAHAN SEKUNDER

PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH DI INDONESIA

BIDANG KEGIATAN : PKM GT

Diusulkan oleh : IRSAN ADHIATAMA LAILI RACHMATIKA JOKO SUPRIYANDI L2C008062/ANGKATAN 2008 L0C009039/ANGKATAN 2009 L2C008054/ANGKATAN 2009

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Microcapsule Chitosan Biomaterial Yang Aman Untuk iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiMenurunkan Kadar Kolesterol Sebagai Solusi Pencegahan iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiSekunder Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiIndonesia. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM GT : Irsan Adhiatama : L2C 008 062 : Teknik Kimia : Universitas Diponegoro : Pokoh baru RT 09/06 Ngijo Tasikmadu Karanganyar 57761 : irsan4tama@gmail.com

3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas e. Alamat Rumah dan No Tel./HP f. Alamat email

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Ir. Nur Rokhati, MT : 19620327 199102 2 001 :iSumurboto I/22 Banyumanik, iiSemarang/02470314648 Semarang, Menyetujui Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro

Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr. Ir. Abdullah, MS NIP. 19551231 198303 1 014

Irsan Adhiatama NIM. L2C008062

Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan

Dosen Pendamping
Irsan Adhiatama NIM. L2F 006 020

Drs.Warsito,SU NIP 195402021981031014

Ir. Nur Rokhati, MT NIP. 19620327 199102 2 001

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabilalamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segenap limpahan karunia dan rahmat-Nya, sehingga karya ilmiah berjudul Microcapsule Chitosan Biomaterial Yang Aman Untuk Menurunkan Kolesterol Sebagai Solusi Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia ini dapat selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Keluarga yang senantiasa mendukung dan mendoakan keberhasilan bagi penulis. 2. Ibu Ir. Nur Rokhati, MT selaku dosen pembimbing bagi penyusunan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa masih ada ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semarang, 25 Februari 2010

Penulis

RINGKASAN Saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) terutama penyakit jantung koroner (PJK) menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia dan jumlah penderitanya terus bertambah. Pemerintah telah memberikan apresiasi dan perhatian khusus untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit jantung dan pembuluh darah dengan dibentuknya Subdit penyakit jantung dan pembuluh darah pada Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Dit PPTM). Diharapkan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah terlaksana secara komprehensif dan terpadu (Departemen Kesehatan RI, 2007). Berbagai Upaya yang telah dilakukan oleh Dit PPTM untuk penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini dinilai kurang efektif. Data dari Kementerian Kesehatan (2005-2009) menunjukan bahwa penyakit sistem sirkulasi darah masih merupakan penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit. Sehingga perlu adanya perombakan aksi strategis program penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Kurang efektifnya program diindikasi disebabkan karena minimnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang perilaku hidup sehat (Yustina, 2008). Status ekonomi masyarakat yang rendah ditambah dengan pendidikan yang rendah, juga dinilai berdampak signifikan terhadap minimnya pemeliharaan dan peningkatan kesadaran berperilaku sehat (Depkes RI, 2008). Solusinya, pengambilan kebijakan baru haruslah berangkat dari kondisi mayarakat Indonesia sebagai objek pelaksanaan kebijakan. Dari kerangka aksi strategis program penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia, penelitian dan pengembangan obat perlu mendapat intervensi dengan adanya kebijakan yang lebih intensif. Kebijakan program ini diambil memperhatikan presentase 65,59% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan memilih untuk mengobati sendiri dari penduduk yang mengobati sendiri, 90,49% di antaranya menggunakan obat modern, 22,26% menggunakan obat tradisional dan 5,53% menggunakan jenis obat lainnya (Depkes, 2009). Banyak penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK). Lebih dari 50% serangan jantung disebabkan oleh kolesterol total tinggi kata Laurence S. Sperling, MD, direktur pencegahan penyakit jantung di Emory University School of Medicine, Atlanta (http://ahliwasir.com, diakses 2011). Oleh karena itu, penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah dengan penurunan jumlah orang dengan kadar kolesterol total tinggi ( >250 mg/dl) dianggap efektif. Solusi yang ditawarkan untuk menurunkan kadar kolesterol tubuh kaitanya dengan penyediaan bahan obat alami yang aman dan tidak menimbulkan efek samping adalah penggunaan microcapsule chitosan. Mikrocapsule chitosan adalah biocompatible and biodegradable polymer yang dapat dirancang sebagai bahan enkapsulasi untuk pengantaran bahan obat yang aman, nontocsic, stabil pada pH rendah dalam lambung (pH 1-3,5) dan larut pada pH yang lebih tinggi didalam usus (pH 6,5-7,6) (Huanbutta et al., 2008). Sehingga sangat efektif dalam mengurangi kolesterol dalam tubuh tanpa menimbulkan efek samping.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) terutama penyakit jantung koroner banyak di derita oleh masyarakat indonesia. Sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah telah menggantikan penyakit tuberculosis paru sebagai penyakit epidemic di Negara-negara maju. Pada saat ini penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Di Indonesia, penyakit jantung juga dan pembuluh darah cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Data survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1 %, tahun 1986 melonjak menjadi 16 % dan tahun 1995 meningkat menjadi 19 %. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah adalah sebesar 26,4 % (SP2RS, Ditjen Yammed). Dari uraian diatas semakin jelas bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah secara substansi berkontribusi pada masalah kesehatan nasional dan perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam menanggulanginya, untuk itu perlu disusun pedoman penanggulangan PJ dan PD yang komprehensif, sistematis, dan terintegrasi sebagai arahan/ panduan bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Namun, berbagai Upaya telah dilakukan pemerintah yang secara khusus ditangani Dit PPTM untuk penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini kurang efektif ditinjau dari kebijakan-kebijakan strategis yang diambil. Data dari Kementerian Kesehatan (2005-2009) menunjukan bahwa penyakit sistem sirkulasi darah masih merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit. Penderita penyakit jantung dan pembuluh darah juga terus bertambah tiap tahun. Pada tahun 2007 dan 2008 Case Fatality Rate (CFR) meningkat dari 11,02% menjadi sebesar 11,06% (Kemenkes, 2010). Walaupun demikian, penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah harus terus diupayakan karena pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Pembangunan kesehatan haruslah dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. terkait kesehatan merupakan komponen utama bidang pendidikan dan sektor ekonomi.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dan manfaat dari penyusunan karya tulis ini antara lain :

1.

2.

3. 4. 5.

6.

Memberikan informasi mengenai kondisi aktual perkembangan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia, kelebihan dan kekurangan penaggulangan saat ini dan yang dapat diaplikasikan untuk masa depan. Memberikan informasi urgensi penurunan kadar kolesterol total tubuh sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Membuka paradigma baru pada masyarakat mengenai kemanfaatan mikrokapsul. Memperkenalkan mikrokapsul kitosan sebagai solusi penurunan kolesterol didalam tubuh yang efektif, nontoksik dan aman dikonsumsi. Mendukung salah satu misi Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Dit PPTM) Departemen Kesehatan RI dalam pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah. Membuka kesadaran mayarakat mengenai pentingnya kepedulian hidup sehat melalui pemaparan bahaya penyakit jantung dan pembuluh darah, penyebab utama dan tindakan preventifnya.

GAGASAN Ruang Lingkup Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dan Faktor Risiko Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah meliputi: hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi, penyakit jantung hipertensi, stroke, gagal jantung, penyakit jantung koroner (PJK), kardiomiopati, penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, dan infark miocard akut. Gambar berikut ini merupakan penjelasan faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (Dit PPTM, 2007)
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : Usia, riwayat genetik, jenis kelamin, ras dan etnik

Faktor risiko perilaku (primordial) : merokok, diet tidak sehat, stress, aktfitas fisik

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Faktor risiko utama : Hipertensi, kolesterol abnormal, diabetes, obesitas

Gambar 1. Faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah Analisis Klinis Hubungan Kolesterol Terhadap Risiko Terjadinya Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Menurut penelitian hampir seluruh penyakit sistem sirkulasi darah yang menyebabkan kematian adalah akibat dari penyakit arteri koronaria (dikenal

dengan penyakit jantung koroner). Banyak penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat, konsisten dan tidak bergantung pada faktor resiko lain antara kadar kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner. Lebih dari 50% serangan jantung disebabkan oleh kolesterol total tinggi kata Laurence S. Sperling, MD, direktur pencegahan penyakit jantung di Emory University School of Medicine, Atlanta (http://ahliwasir.com, diakses 2011). Peningkatan atau penurunan fraksi lipid yang paling utama dalam hubunganya dengan penyakit jantung dan pembuluh darah adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan HDL. Menurut Anwar (2004) hubungan ketiganya, yaitu: a) Kolesterol total dan kolesterol LDL Bukti epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa LDL yang mengangkut lebih kurang 70-80% dari kolesterol total adalah lipoprotein yang paling penting pada timbulnya aterosklerosis. b) Kolesterol HDL Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat menaikkan kadar kolesterol HDL dan sekaligus mengurangi penyakit jantung koroner. c) Trigliserida Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit jantung koroner apabila disertai dengan adanya penurunan kadar kolesterol HDL. Tabel 1. Pedoman klinis untuk menghubungkan propillipid dengan resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (PKV) Diinginkan Diwaspadai Berbahaya mg/dL mg/dL mg/dL Kolesterol total Kolesterol LDL tanpa PKV dengan PKV Kolesterol HDL Triliserida tanpa PKV dengan PKV <200 <130 100 >45 <200 <150 200-239 130-159 36-44 200-399 >240 160 <35 >400

Kecenderungan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia Di Indonesia dari hasil survei kesehatan Rumah Tangga, kontribusi penyakit jantung terhadap kematian 19,8% pada tahun 1993 menjadi 24,4% pada tahun 1998 sementara hasil SKRT 1986 dan 2001 terlihat adanya kecenderungan peningkatan proporsi angka kesakitan pada penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit jantung iskemik, dan stroke. Selain itu, juga diketahui bahwa persentase kematian (CFR) penyakit jantung dan pembuluh darah mengalami peningkatan, yaitu 11% (2002), 10,08% (2003), 11,3% (2004), dan 10,45% (2005). (sumber SP2RS, Ditjen Yammed). Sampai tahun 2008 data dari Kemenkes (2010),

penyakit jantung dan pembuluh darah masih merupakan penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit dengan Case Fatality Rate (CFR) meningkat dari 11,02% menjadi sebesar 11,06% Pada tahun 2007 dan 2008. Penanggulangan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia Secara garis besar pencegahan penyakit kardiovaskular terbagi menjadi dua yaitu pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer merupakan pencegahan dini pada individu yang memiliki faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh, sedangkan pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada individu yang telah mengalami kejadian kardiovaskular. Pencegahan primer 1. Kebijakan Surveilans Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah terdiri surveilans faktor risiko penyakit dan registrasi kematian. Dengan surveilans akan diperoleh informasi yang esensial yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah dengan biaya efektif. Secara garis besar surveilans yang telah dilakukan Dit PPTM adalah survey faktor resiko melalui Susenas, SKRT, SDKI dan Sukerti (Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia). 2. Kebijakan promosi dan pencegahan penyakit Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah dilakukan melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media massa, dunia usaha dan lain-lain untuk memacu kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penaggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Keberhasilan yang telah dicapai adalah terbentuknya yayasan/LSM dan organisasi profesi pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah antar lain : Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, INA-SH (Perhimpunan Hipertensi Indonesia). Promosi yang telah dilakukan : Gerakan Jantung Sehat, Hari Kesehatan Nasional, Gerakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), Hari Bebas Tembakau, pemasangan label peringatan pada bungkus rokok, dan lain-lain. 3. Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan Manajemen pelayanan kesehatan penyakit jantung dan pembuluh darah meliputi keseluruhan aspek pelayanan baik secara preventif, promotif, kuratif, dab rehabilitative yang professional. Realisasi kebijakan ini dapat dilihat Sejak tahun 2005 hingga 2007 sasaran Jamkesmas (yaitu jumlah orang miskin dan hampir miskin) terus bertambah kecuali sejak tahun 2007-2009 dengan jumlah sasaran sama yaitu 76,4 juta jiwa. Gambar dibawah menunjukan realisasi sasaran jamkesmas.

70 60 (juta jiwa) 50 40 30 20 10 0 2005 2006 2007 tahun 2008 2009 sasaran jamkesmas rawat jalan rawat inap

Gambar 2. Realisasi program jpkm tahun 2005-2009 Peningkatan jumlah puskesmas dan rasio puskesmas per 100.000 penduduk. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan penduduk terhadap puskesmas adalah rasio puskesmas per 100.000 penduduk. Dalam kurun waktu 2005 hingga 2009, rasio ini menunjukkan adanya peningkatan. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk pada tahun 2005 sebesar 3,50, pada tahun 2009 meningkat menjadi 3,78, seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini.
3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3 2005 2006 2007 Tahun 2008 2009

Gambar 3. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk tahun 2005-2009 Peningkatan Rumah Sakit. Bila melihat perkembangan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, maka terjadi peningkatan jumlah rumah sakit, baik rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus. Pada tahun 2005 terdapat 1.268 rumah sakit di Indonesia, jumlah ini naik 20,11% menjadi 1.523 unit pada tahun 2009. Tabel 2 menampilkan perkembangan jumlah rumah sakit (umum dan khusus) di Indonesia tahun 2005-2009.

per 100-000 penduduk

Tabel 2. Perkembangan jumlah rumah sakit ( umum & khusus ) di indonesia tahun 2005-2009 No Pengelola/Kepemilikan 2005 2006 2007 2008 2009 1 Kementrian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota 2 TNI/POLRI 3 BUMN/Kementrian lain 4 Swasta Jumlah Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yang dilakukan pemerintah, secara khusus yang dijalankan oleh Dit PPTM dinilai masih sangat kurang dibanding dengan keberhasilan realisasi kebijakan di sector pencegahan primer. Karena memang arah kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah diprioritaskan pada prevalensi primer faktor resiko. Kebijakan pencegahan primordial untuk menurunkan faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah pada kelompok populasi yang mempunyai risiko tinggi berpotensi. Contoh kecil dapat diihat dari stagnasi industri farmasi dan obat tradisional selama kurun waktu lima tahun terakhir ditengah kenaikan hampir semua faktor penunjang kesehatan. Hal tersebut dirinci pada Gambar 4. Gambar 4. Perkembangan Industri obat dan farmasi tahun 2005-2009
250 200 150 100 50 0 74 72 60 67 78 225 233 231 232 238

452

464

477

509

552

112 78 626 1.268

112 78 638 1.292

112 78 652 1.319

112 78 673 1.372

125 78 768 1523

2005

2006

2007

2008

2009

Industri Farmasi

Industri Obat Tradisional

Evaluasi Kebijakan Kondisi fakta saat ini data dari Kementerian Kesehatan (2009) menunjukan bahwa penyakit sistem sirkulasi darah masih merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit pada tahun 2007 dan 2008 dengan Case Fatality Rate (CFR) meningkat dari 11,02% menjadi sebesar 11,06%. Tabel berikut menampilkan 5 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit Indonesia tahun 2008.

Tabel 3. Penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di indonesia tahun 2008 Pasien CFR No Golongan Sebab Sakit Mati (%) 1 2 3 4 5 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah Penyakit infeksi dan Parasit tertentu Kondisi tertentu yang Bermula pada Masa Perinatal Penyakit Sistem Nafas Penyakit Sistem Cerna 23,163 16,769 9,108 8,19 6.825 11,06 2,89 9,74 3,99 2,91

Hal ini memperlihatkan bahwa kebijakan Dit PPTM untuk pencegahan dan penaggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah masih kurang efektif dan perlu adanya transformasi arah kebijakan yang diambil. Kurang efektifnya program pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah disebabkan karena kurangnya pengambilan kebijakan yang didasari pada kondisi masyarakat Indonesia sebagai objek dari aksi kebijakan. Dapat ditijau dari beberapa hal yaitu, 1. Rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang perilaku hidup sehat kondisi ini bertolak belakang dengan arah strategi kebijakan yang menekankan pada upaya penyuluhan. Gambar berikut menunjukan presentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia tahun 2009.

Gambar 5. Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia tahun 2009 Dari gambar diatas memperlihatkan persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat rata-rata di Indonesia hanya 48,5% dari 231,4 juta jiwa (menurut data BPS tahun 2009). Hal ini menunjukan masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup sehat. Status ekonomi masyarakat yang rendah ditambah dengan pendidikan yang rendah, juga dinilai berdampak signifikan terhadap minimnya pemeliharaan dan peningkatan kesadaran berperilaku sehat (Depkes RI, 2008). Hal ini terlihat dari Kondisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

2.

Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara di dunia, jauh tertinggal di belakang singapura yang berada pada peringkat 24. IPM mencerminkan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia, yaitu panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari penghasilan/pengeluaran riil per kapita) (UNDP, 2008). Indikator berhasilnya kebijakan manajemen pelayanan kesehatan adalah dengan peningkatan sarana dan prasarana penunjang kesehatan seperti peningkatan jumlah rumah sakit, peningkatan rasio puskesmas per 100.000 penduduk, dan peningkatan jumlah tenaga medis. Indikator ini kurang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dari data profil kesehatan Indonesia sejak tahun 2005-2008 oleh Depkes (sekarang Kemenkes) menunjukan kecenderungan masyarakat yang memilih mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami lebih besar dibanding masyarakat yang memilih berobat jalan ke dokter praktek, petugas keshatan, puskesmas atau rumah sakit. Gambar berikut memperlihatkan data kecenderungan upaya penduduk dalam pencarian pengobatan dari tahun 2005-2008.
80 60 persen (%) 40 20 0 34.43 34.13 44.14 44.37 69.88 71.44 65.01 65.59

2005

2006

masyarakat yang memilih mengobati sendiri masyarakat yang memilih berobat jalan

2007 Tahun

2008

Gambar 6. kecenderungan upaya penduduk dalam pencarian pengobatan tahun 2005- 2008 Data dari tahun 2005 sampai tahun 2008 masyarakat yang memilih mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selalu lebih besar dari masyarakat yang memilih berobat jalan. Kecenderungan data fluktuatif artinya program penyuluhan dan promosi perilaku hidup sehat dengan indikator kebijakan peningkatan pelayanan kesehatan yang selama ini dijalankan kurang tepat sasaran. Kerangka Aksi Strategis Program Penanggulangan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia Strategi pencegahan jangka pendek bertujuan mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung dan pembuluh darah baru yang terjadi pada masa dekat (dibawah

10 tahun). Keadaan ini ditujukan bagi populasi yang telah memiliki kemungkinan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah tinggi dan untuk itu diperlukan intervensi yang lebih intensif. Perubahan pola hidup tetap menjadi elemen terpenting dari penurunan risiko jangka panjang. Sementara itu strategi jangka panjang bertujuan mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah selama hidup dengan tambahan terapi bahan obat dalam rangka mengurangi risiko dan mencegah terbentuk dan berkembangnya plak pembuluh darah dan sebab dasar dari penyakit jantung dan pembuluh darah. Pencegahan seumur hidup memprioritaskan perubahan pola hidup yang menjadi penyebab utama faktor risiko.

Gambar 7. Kerangka Aksi Strategis Kes. Masy. Komprehensif Untuk Program Penanggulangan Penyakit Jantung dan Pembuluh darah Pihak-Pihak Terkait Penyuksesan Program 1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia khusunya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Dit PPTM) Membuat dan mengatur pedoman kebijakan dan arah strategi penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Menggerakan organisasi profesi, LSM, media massa, dunia usaha untuk promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai perubahan pola hidup sebagai upaya pemenuhan target jangka panjang 2. Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian

Meneliti efek penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah dan solusi penaggulanganya. Mengembangkan metode baru untuk penanganan kasus penyakit jantung dan pembuluh darah dan secara spesifik memformulasikan bahan obat baru untuk penanggulangan terbentuk dan berkembangnya plak pembuluh darah sebagai transisi pemenuhan target jangka panjang 3. Industri farmasi Memproduksi, pengembangan, komersialisasi, promosi, dan distribusi bahan obat yang dapat mengurangi faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dalam rangka mengurangi faktor risiko. 4. Badan POM Bertanggung jawab terhadap peredaran obat dan pengaturan proses pengembangan obat baru.

KESIMPULAN Pengambilan kebijakan baru haruslah berangkat dari kondisi mayarakat Indonesia sebagai objek pelaksanaan kebijakan. Dari kerangka aksi strategis program penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia penelitian dan pengembangan obat perlu mendapat intervensi dengan adanya kebijakan yang lebih intensif pada komersialisasi produk obat alami yang aman dan tidak menimbulkan efek samping utamanya dalam mengurangi risiko dan mencegah terbentuk dan berkembangnya plak pembuluh darah dan sebab dasar dari penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini merupakan kebijakan dalam menghubungkan pencegahan jangka pendek menuju pencegahan seumur hidup yang memprioritaskan pada perubahan pola hidup. Mikrokapsul Kelemahan pada pemberian obat penurun kolesterol sekarang ini adalah bahwa sebagian besar absorpsi bahan obat terjadi di dalam lambung setelah bahan obat lepas dari kapsulnya dan melarut. Akan tetapi hanya sebagian kecil lipid (kurang dari 10% dan umumnya tidak penting) yang dicerna di dalam lambung oleh lipase lingual yang diekskresikan oleh kelenjar lingual di dalam mulut dan ditelan bersama dengan saliva. Sebaliknya, pada dasarnya semua pencernaan lemak terjadi didalam usus halus (Guyton, 1996). Kadang-kadang suatu bahan obat yang larut dan diasorpsi di lambung mempunyai efek mengiritasi sel-sel mukosa lambung yang menimbulkan rasa mual, muntah, dan nyeri (Yang et al., 2002). Masuknya obat ke dalam tubuh dengan dosis tinggi dan berulang kali selama kurun waktu yang lama juga menyebabkan absorpsi bahan obat dalam usus kecil menjadi lebih lama dan sering memicu timbulnya efek racun (Klotz, 2005). Untuk itu diperlukan suatu pemilihan bentuk formulasi obat dengan menggunakan teknologi enkapsulasi dengan bahan kapsul yang stabil pada pH rendah dalam lambung dan akan larut pada pH yang lebih tinggi dalam usus. Akhir-akhir ini telah berkembang suatu metode enkapsulasi partikel membentuk

suatu mikrokapsul dengan ukuran 5-5000 mikron yang dikenal dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi memiliki beberapa keunikan dibandingkan enkapsulasi makro, yaitu : Ukuran partikel yang dikapsulisasi kecil, dapat disesuaikan dengan berbagai variasi dosis yang luas, penghantaran obat tepat sasaran, kegunaan produk yang luas. Mikrokapsul Kitosan Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial sehingga semua faktor resiko perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder. Dari penjelasan rencana strategis diatas pengembangan jenis obat ditujukan untuk mencegah terbentuk dan berkembangnya plak pembuluh darah dan sebab dasar dari penyakit jantung dan pembuluh darah. Kolesterol tinggi dalam darah mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah dan menyebabkan plak arterosklerotik sehingga kolesterol merupakan faktor risiko utama yang berdampak besar pada agregat kasus penyakit jantung dan pembuluh darah. Agar pencegahan dapat lebih berhasil maka pengembangan bahan obat difokuskan pada penurunan faktor resiko ini. Solusi yang ditawarkan untuk menurunkan kadar kolesterol tubuh kaitanya dengan penyediaan bahan obat alami yang aman dan tidak menimbulkan efek samping adalah penggunaan microcapsule chitosan. Mikrocapsule chitosan adalah biocompatible and biodegradable polymer yang dapat dirancang sebagai bahan enkapsulasi untuk pengantaran bahan obat yang aman, nontocsic, stabil pada pH rendah dalam lambung (pH 1-3,5) dan larut pada pH yang lebih tinggi didalam usus (pH 6,5-7,6) (Huanbutta et al., 2008). Sehingga sangat efektif dalam mengurangi kolesterol dalam tubuh tanpa menimbulkan efek samping dan keracunan. Penelitian secara invitro menunjukkan bahwa bila kitosan dicampur dengan kolesterol akan terjadi reaksi pengikatan, sehingga kolesterol tidak lagi bebas (Hawab, 2002). Seperti pada penelitian yang dilakukan Hargono dkk (2008) kitosan mempunyai pengaruh signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol daging kambing. Penelitian yang dilakukan Sugano et.al (1988) menemukan bahwa berat molekul kitosan sangat berpengaruh terhadap pengurangan kolesterol plasma. Berat molekul kitosan yang tinggi kurang efektif dalam mengurangi kolesterol plasma dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan. Hal ini menguatkan bahwa pemakaian mikrokapsul kitosan lebih efektif dan aman dibanding mengkonsumsi kitosan secara langsung. Mekanisme penurunan kolesterol dalam tubuh dijelaskan sebagai berikut. Pertama kitosan menangkap dan melarutkan lemak dalam lambung. Serat kitosan yang telah mengikat lemak menjadi masa yang besar yang mana bodi tidak dapat menyerap dan meningkatkan ekskresinya ke dalam feses (Xu et al., 2007). Kedua, kitosan akan membawa muatan listrik positif dan menyatu dengan zat asam empedu di dalam usus halus yang bermuatan negatif dan membentuk ikatan ion antara NH3 dan COO- asam lemak (Parra-Barraza et al., 2005), sehingga menghambat penyerapan lemak dan mengurangi kadar lipid dalam darah (hipolipidemia) (Neyrinck et al., 2009).

Realisasi Produksi Obat Mikrokapsul Kitosan di Indonesia Ketersediaan Bahan Baku Menurut data Food and Agricultural Organization (FAO) 2010, Indonesia menempati posisi urutan keempat di dunia sebagai negara terbanyak komoditas udang, atau berada di bawah China, Thailand, dan Vietnam. Kondisi ini mengalami penurunan dari tahun 2008 yang pernah mencapai ranking tiga dunia. Dimana pada tahun 2008 produksi udang mencapai 410 ribu ton. Namun pada tahun 2014 produksi udang ditargetkan mencapai 699 ribu ton. Dari limbah kulit udang (sekitar 30-75% dari berat udang) dapat dibuat kitosan melalui proses deasetilasi. Melimpahnya bahan baku merupakan sumber potensi yang sangat baik untuk produksi mikrokapsul kitosan. Proses Pengembangan Obat 1. Uji Laboratorium Penelitian secara invitro menunjukkan bahwa bila kitosan dicampur dengan kolesterol akan terjadi reaksi pengikatan, sehingga kolesterol tidak lagi bebas (Hawab, 2002). Seperti pada penelitian yang dilakukan Hargono dkk (2008) kitosan mempunyai pengaruh signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol daging kambing. Mekanisme penurunan kolesterol dalam tubuh dijelaskan sebagai berikut. Pertama kitosan menangkap dan melarutkan lemak dalam lambung. Serat kitosan yang telah mengikat lemak menjadi masa yang besar yang mana bodi tidak dapat menyerap dan meningkatkan ekskresinya ke dalam feses (Xu et al., 2007). Kedua, kitosan akan membawa muatan listrik positif dan menyatu dengan zat asam empedu di dalam usus halus yang bermuatan negatif dan membentuk ikatan ion antara NH3 dan COO- asam lemak (Parra-Barraza et al., 2005), sehingga menghambat penyerapan lemak dan mengurangi kadar lipid dalam darah (hipolipidemia) (Neyrinck et al., 2009). Percobaan pada tikus mencit menunjukan hasil kitosan tidak mempengaruhi asupan makanan yang masuk, menurunkan berat badan dan secara signifikan menaikan lemak fekal dan kolesterol, mengurangi level lemak dalam plasma dan hati, dan menaikan aktivitas lipoprotein (Zhang et al., 2007). Penelitian Xu et al (2007) memperlihatkan bahwa pengujian kitosan pada mice dapat menurunkan kadar total kolesterol, lipoprotein kolesterol (LDL-C) di dalam plasma, dan kadar trigliserida total di dalam hati dan meningkatkan ekskresi asam lemak, tetapi kadar trigliserida total dan HDL-C dalam plasma tak berubah. Maezaki et al (1993) adalah orang yang pertama melakukan percobaan pada manusia dan mendapatkan hasil kitosan secara efektif menurunkan kadar lemak dalam plasma dan tidak ada efek samping. 2. Uji Pada Manusia Uji pengembangan obat berikutnya adalah uji pada manusia mengikuti aturan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), dengan fase-fase berikut : Uji fase 1 dilakukan pada 10-80 sukarelawan sehat.

Uji fase 2 dilakukan pada 100-300 pasien yang didiagnosis dengan penyakit yang sesuai dengan tujuan obat tersebut dibuat. Uji klinis fase 3 melibatkan 1.000-3.000 pasien dengan penyakit yang relevan dan bertujuan mencari efek obat jangka pendek dan jangka panjang.

Pasca Pemasaran Produksi dilakukan oleh industri farmasi diawasi oleh Badan POM disebut obat generic. Perusahaan farmasi memiliki jangka waktu sebelum hak paten yang dimilkinya berakhir untuk mendapatkan kembali modal yang telah dikeluarkan dan memperoleh keuntungan bagi pemegang saham. Secara skematis tahapan realisasi produksi mikrokapsul kitosan ditunjukan oleh gambar berikut :

Gambar 8. Tahapan fase realisasi produksi mikrokapsul kitosan Manfaat Dan Dampak Produksi Mikrokapsul kitosan Implementasi mikrokapsul kitosan sebagai bahan obat alami diharapkan akan mampu mewujudkan visi Dit PPTM, yaitu pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah terlaksana secara komprehensif dan terpadu untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Ketersediaan bahan baku yang melimpah membuat mikrokapsul kitosan dapat dijadikan komoditi ekspor untuk meningkatkan pendapatan perkapita Negara. Jika penurunan faktor risiko kolesterol dirasa cukup, penggunaan mikrokapsul kitosan dapat dialihkan sebagai obat diet yang aman. Produksi mikrokapsul kitosan sekaligus menjadi jaminan terpenuhinya produk obat alami yang aman, tidak menimbulkan efek racun dan tidak mengakibatkan efek samping.

DAFTAR PUSTAKA Anwar, TB. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. USU Repository. Medan : Universitas Sumatera Utara Balley JE, and Ollis DF. 1977. Biochemical Engineering Fundamental. Tokyo : Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd. Departemen Kesehatan. 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Guyton AC, and Hall JE. 1996. Textbook Of Medical Physiology. ninth edition. Pennsylvania : W.B. Saunders Company Hargono, Abdullah dan Sumantri, I. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang Serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing. Jurnal Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni 2008, Hal. 53-57 Hawab HM. 2002. Kitosan dapat mengikat Molekul Kholesterol. Nusa Kimia. 2(1): 25-31 http://www.ahliwasir.com/products/214/0/Resiko-Kolestrol-Tinggi-Bahaya-Top2/. Diakses 17 Februari 2011 Huanbutta K, Luangtana-Anan M, Sriamornsak P, Limmatvapirat S, Puttipipatkhachorn S, and Nunthanid J. 2008. Factors Affecting Preparations of Chitosan Microcapsules for Colonic Drug Delivery. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol.18 No.2 pp.79-83, 2008 Kementrian Kesehatan. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Klotz U. 2005. Colonic Targeting Of Aminosalicylates For The Treatment Of Ulcerative Colitis. Dig. Liver Dis. 37 : 381-388 Maezaki Y, Tsuji K, Nakagawa Y, Kawai Y, Akimoto M, Tsugita T, et al. Hypocholesterolemic effect of chitosan in adult males. Biosci Biotechnol Biochem 1993;57:1439-44 Neyrinck AM, BindelsvLB, De Backer F, Pachikian BD, Cani PD, Delzenne NM. 2009. Dietary Supplementation With Chitosan Derived From Mushrooms Changes Adipocytokine Profile In Diet-Induced Obese Mice, A Phenomenon Linked To Its Lipid-Lowering Action. Int Immunopharmacol. 9:767773 Parra-barraza H, Burboa MG, Sanchez-vazquez M, Juarez J, Goycoolea FM, Valdez MA. 2005. Chitosan Cholesterol And Chitosan-Stearic Acid Interaction At The Air-Water Interface. Biomacromolecules, 6: 2416-2426 Sugano M, Watanabe S, Kishi A, Izume M and Ohtakara A. Hypocholesterolemic Action Of Chitosan With Different Viscosity In Rats. Lipids 1988; 23:187191

The United Nations Development Programme. 2008. Human Development Report 2007/2008. New York : UNDP Xu G, Huang X, Qiu L, Wu J, and Hu Y. 2007. Mechanism Study Of Chitosan On Lipid Metabolism Inhyperlipidemic Rats. Asia Pac J Clin Nutr. 16 (Suppl 1):313-317 Yang L, Chu, JS, and Fix JA. 2002. Colonspecific drug delivery: new approaches and in vitro/in vivo evaluation. Int. J. Pharm. 235 : 1-15. Yustina I. 2008. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat. Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan :Universitas Sumatera Utara. Zhang J, Liu J, Li L, Xia W. 2008. Dietary chitosan improves hypercholesterolemia in rats fed high-fat diets. Nutrition Research 28 (2008) 383390

Anda mungkin juga menyukai