Anda di halaman 1dari 4

Luff schrool merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar karbohidrat secara kimiawi.

Metode ini juga merupakan metode yang paling mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal. Metode Luff Schoorl termasuk metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (CuO), selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan

refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lainlain). Penentuan gula reduksi dengan metode Luff-Schoorl ditentukan bukan berdasarkan kuprooksidanya yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprooksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi sesudah reaksi dengan sample gula reduksi yang dititrasi dengan Na-Thiosulfat. Selisihnya merupaka kadar gula reduksi. Dalam bukunya, Khopkar (1999) menyatakan bahwa reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara Luff-Schoorl adalah mula-mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan Iod dari garam KI. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan NaThiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Selisih banyaknya titrasi blanko dan sample dan setelah disesuaikan dengan tabel yang menggambarkan hubungan banyaknya NaThiosulfat dengan banyaknya gula reduksi. Dalam larutan Luff-Schoorl, monosakarida akan mereduksikan CuO menjadi CuO. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I. I yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan NaSO3. Menurut Underwood (1996) pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat

(misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. Sample yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah kacang merah yang banyak beredar dipasaran. Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat dibagi dalam tiga golongan, yaitu golongan monosakarida, golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja, tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis. Monosakarida yang paling sederhana ialah gliseraldehida dan dihidroksiaseton. Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut heteropolisakarida. Polisakarida umumnya berupa senyawa berwarna putih, tidak berbentuk kristal, tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid. Contoh polisakarida yang penting amilum, glikogen, dekstrin dan selulosa.

Dalam praktikum ini, analisis karbohidrat dilakukan dalam 2 cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sampel kacang merah mengandung karbohidrat atau tidak dengan menggunakan pereaksi yaitu Reagen Luff Schoorl. Penentuan kadar karbohidrat secara kuantitatif dilakukan melalui metode Luff-Schoorl dengan prinsip dasarnya adalah hidrolisis karbohidrat dalam sampel kacang merah menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu menjadi Cu

Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang

terbentuk dengan air (hidrolisis). Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan cepat Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5).

Setelah sampel dimasukan dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan larutan luff schoorl sebanyak 25 mL, dan 25 mL aquadest. Kemudian panaskan dengan pendingin tegak. Larutan luff schoorl akan bereaksi dengan sampel yang mengandung gula pereduksi.

Campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan (bumping ). Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3 menit.

Campuran tersebut kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar pendinginan berlangsung cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan. Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H2SO4 25 ml perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan Natrium thio sulfat (Na2S2O3) 0,095 N. titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI. Indikator yang dipergunakan adalah amilum. Penambahan indicator amilum dilakukan setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat

membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam. Maka berdasarkan praktikum dan perhitungan, kadar pati dalam sampel kacang merah adalah 1,09%.

Berdasarkan dari data literatur, kandungan pati pada kacang merah merupakan komponen terbesar yaitu sebesar 35,25%. Namun pada hasil pengujian saat praktikum berlangsung didapatkan data bahwa kandungan pati pada kacang merah hanya 1,09%. Ketidaksesuaian data hasil praktikum dengan literatur yang ada menandakan adanya penyimpangan atau kesalahan pada proses analisa yang dilakukan. Kurang telitinya praktikan dalam melakukan penimbangan terhadap sampel awal berpengaruh terhadap perhitungan kadar pati sampel.

Apriyanto, A. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Graha Utama Khopkar, S. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai