Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN


LEMAK
UJI SAFONIFIKASI

Diajuakan untuk memenuhi persyaratan
Praktikum Biokimia Pangan



Oleh :
Nama : Shinta Selviana
NRP :123020011
Kel /Meja : A/5 (Lima)
Asisten :Noorman Adhi Tridhar
Tgl . Percobaan :14 April 2014



LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2014
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar
Belakang percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip
Percobaan, dan (4)Reaksi Percobaan.

1.1. Latar Belakang Percobaan

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan
gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri
atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai
gugus OH. Satu molekul gliderol dapat mengikat satu,
dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester,
yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida.
Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molkekul
asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu
trigliserida. R1-COOH, R2-COOH, dan R3-COOH ialah
molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga
molekul asam lemak ini boleh sama, boleh berbeda
(Poedjiadi, 2005).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan Uji Saponifikasi adalah untuk
mengetahui banyaknya busa yang dihasilkan dengan
menggunakan KOH dan NaOH.
1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari Uji Saponifikasi adalah berdasarkan pada
lemak yang terhidrolisis oleh alkali basa menghasilkan
sabun dan gliserol.


Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

1.4 Reaksi percobaan







Gambar 1. Reaksi Uji Safonifikasi












Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

II METODE PERCOBAAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang
Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang
Digunakan, dan (4) Metode percobaan
2.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang di gunakan dalam Uji.sampel A(
mayonese) dan sampel B (alpukat)
2.2. Pereaksi yang Digunakan
Pereaksi yang digunakan dalam uji.KOH dan NaOH
2.3. Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan pada uji tabung reaksi dan
pipet sebanyak sampel , penangas air , dan penjepit
tabung .

2.4. Metode Percobaan
Metode percobaan yang digunakan dalam Uji
safonifikasi adalah seperti gambar di bawah ini:






Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)



















Gambar 2. Metode Percobaan Uji Safonifikasi


Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

III HASIL PENGAMATAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil
Pengamatan dan, (2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi
Sampel Pelarut Hasil I Hasil II
A NaoH + +
KOH ++ ++
B NaoH + +
KOH ++ ++

Keterangan : ++ lebih banyak busa
+ sedikit busa
Sumber : Hasil I : Shinta dan Fitriani, Kelompok A, Meja 5,
2014
Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2014








Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)







Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan sampel yang di
hidrolisis oleh KOH memiliki banyak busa di bandingkan
dengan NaOH karena KOH sifat nya lebih reaktif di
bandingkan dengan NaoOH.
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang
penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu
lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih
efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak dan
lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi
vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak hewani mengandung
banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak
nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair.
Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang
biasanya berasal dari lemak hewan. Lemak nabati yang
berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu
drying oil yang akan membentuk lapisan keras bila mengering
di udara, semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji
kapas, dan non drying oil, misalnya minyak kelapa dan minyak
kacang tanah. Lemak nabati yang berbentuk padat adalah

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

minyak cokelat dan bagian stearin dari minyak kelapa sawit
(Winarno, 1991).

Yang dimaksud dengan lemak di sini adalah suatu
ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol adalah suatu
trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap
atom karbon mempunyai gugus OH. Satu molekul gliserol
dapat mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak
dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida,
atau trigliserida. Lemak hewan pada umumnya berupa zat
padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari
tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik lebur
tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak cair
atau yang biasa disebut minyak mengandung asam lemak
tidak jenuh (Poedjiadi,2005).

Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau
gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air,
sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua
gliserida larut dalam ester, kloroform, atau benzena. Alkohol
panas adalah pelarut lemak yang baik. Dengan proses
hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol.
Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa,
atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan
basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau
sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan
basa disebut proses penyabunan atau safonifikasi. Jumlah
mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini
tergantung pada jumlah mol asam lemak (Poedjiadi,2005).

Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara
akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini
disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam
lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi
terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan
menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam
lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan
selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang
menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi, dan adanya
bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan
ketengikan lemak (Poedjiadi,2005).

Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak
atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan
mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam
air dan tidak larut dalam eter. Apabila gliserol dicampur
dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati, akan timbul bau
yang tajam khas seperti bau lemak yang terbakar yang
disebabkan oleh terbentuknya akrilaldehida atau akrolein.
Oleh karena timbulnya bau yang tajam itu, akrolein mudah
diketahui dan reaksi ini telah dijadikan reaksi untuk
menentukan adanya gliserol atau senyawa yang mengandung
gliserol seperti lemak dan minyak (Poedjiadi,2005).
Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat
dibagi ke dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara
penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga
golongan besar. Yang pertama adalah lipid sederhana, yaitu
ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak
atau gliserida dan lilin (waxes). Yang kedua adalah lipid
gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus
tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida. Yang ketiga
adalah derivat lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh
proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan
sterol. Di samping itu berdasarkan sifat kimia yang penting,
lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipida
yang disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa,
contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan,
contohnya steroid (Poedjiadi,2005).
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat
sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat
yang mempunyai rantai karbon panjang (Poedjiadi,2005).

Asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh. Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda
dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda
dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul
keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat
dalam bentuk cis. Karena itu molekul akan bengkok pada
ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh
dalam bentuk trans. Adanya ikatan rangkap pada asam lemak
tidak jenuh menimbulkan kemungkinan terjadinya isomer yang
terjadi pada posisi ikatan rangkap (Winarno, 1991).

Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang
tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang
mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh.
Beberapa asam lemak yang termasuk asam lemak jenuh
diantaranya adalah asam butirat, asam kaproat, asam
palmitat, asam stearat, dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk ke dalam asam lemak tidak jenuh diantaranya
adalah asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan lain-lain
(Poedjiadi,2005).
Telah diketahui bahwa asam lemak jenuh yang
mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan
kaproat mempunyai titik lebur yang rendah. Ini berarti bahwa
kedua asam tersebut berupa zat cair pada suhu kamar. Makin
panjang rantai karbon, maka makin tinggi titik leburnya. Asam
palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar
(Poedjiadi,2005).

Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh,
asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah.
Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan
asam stearat, akan tetapi suhu kamar asam oleat berupa zat
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

cair. Di samping itu makin banyak jumlah ikatan rangkap,
makin rendah titik leburnya. Hal ini tampak pada titik lebur
asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat
(Poedjiadi,2005).

Asam butirat larut dalam air. Kelarutan asam lemak
dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai
karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam
palmitat, stearat, oleat, dan linoleat tidak larut dalam air. Asam
linolenat mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil.
Umumnya asam lemak larut dalam eter atau alkohol panas
(Poedjiadi,2005).

Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut
dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan
akan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung
pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing
asam lemak. Asam lemak dapat bereaksi dengan basa
membentuk garam. Garam natrium atau kalium yang
dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal
sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan
digunakan sebagai sabun untuk bayi. Asam lemak yang
digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau
stearat. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan
gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis
logam Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi
asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan
basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol
(Poedjiadi,2005).

Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan
gugus COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat
hidrofob artinya tidak suka pada air atau tiak mudah larut
dalam air, sedangkan gugus COO- bersifat hidrofil, artinya
suka akan air, jadi dapat larut dalam air. Oleh karena adanya
dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam
air, tetapi membentuk misel, yaitu kumpulan rantai
hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil di bagian luar.
Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

permukaan air. Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila
sabun dilarutkan dalam air dan diaduk (Poedjiadi,2005).

Asam lemak tidak jenuh mudah mengadakan reaksi
pada ikatan rangkapnya. Dengan gas hidrogen dan katalis Ni
dapat terjadi reaksi hidrogenasi, yaitu pemecahan ikatan
rangkap menjadi ikatan tunggal. Proses hidrogenasi ini
mempunyai arti penting karena dapat mengubah asam lemak
yang cair menjadi asam lemak padat. Karena ada ikatan
rangkap, maka asam lemak tidak jenuh dapat mengalami
oksidasi yang mengakibatkan putusnya ikatan C=C dan
terbentuknya gugus -COOH (Poedjiadi,2005).
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa minyak sania dan margarin filma banyak
menghasilkan buih dengan menggunakan pereaksi KOH
sedangkan dengan menggunakan pereaksi NaOH 2 N
menghasilkan sedikit buih. Minyak yang menghasilkan sedikit
buih menyatakan bahwa kualitas minyak tersebut baik atau
termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak tidak
jenuh, sedangkan minyak yang menghasilkan banyak buih
menandakan bahwa minyak tersebut kualitasnya tidak baik
atau termasuk dalam minyak yang mengandung asam lemak
jenuh (Poedjiadi,2005).

Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud,
sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua
wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi
pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium
hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair
menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain
itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud
sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan
sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak
kacang, dan minyak biji katun (Anonim, 2012).

Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Bilangan penyabunan adalah jumlah mg KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g lemak (Winarno,1997).
Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan
molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun
oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka
penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat
molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil
(Sudarmadji, 2007).

Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan
gugus -COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat
hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah larut
pada air, sedangkan gugus -COO- bersifat hidrofil, artinya
bersifat suka akan air, jadi dapat larutt dalam air. Oleh karena
ada dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut
dalam air, tetapi terbentuk misel, yaitu kumpulan rantai
hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil di bagian luar.
Jadi sabun dapat digunakan sebagai emulgator. Pada proses
pembentukan emulsi ini, bagian hidropob molekul sabun
masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan
negatif ada di bagian luar. Oleh karena adanya gaya tolak
antara muatan listrik negatif ini, maka kotoran akan terpecah
menjadi partikel-partikel kecildan membentuk emulsi. Sabun
mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan permukaan air.
Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan
dalam air dan diaduk (Poedjiadi,2005).

Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi
asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan
menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses
hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan
garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses
hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses
penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang
digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada
jumlah mol asam lemak. Apabila rantai karbon pendek, maka
jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

karbonnya panjang maka jumlah mol asam lemak kecil.
Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1
gram lemak disebut bilangan penyabunan. Jadi besar atau
kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang
atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat
dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan
tergantung pada berat lemak tersebut. Makin kecil berat
molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya
(Poedjiadi,2005).
Pembahasan dari uji safonifikasi didapatkan bahwa
sampel yang direaksikan dengan KOH lebih banyak
menghasilkan buih daripada sample yang direaksikan dengan
NaOH. Hal ini sesuai dengan hasil dari laboratorium.

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh
adanya basa lemah (misalnya NaOH). Istilah saponifikasi
dalam literatur berarti soap making. Akar kata sapo dalam
bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Sabun terutama
mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam
karboksilat. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses
saponifikasi, yaitu sabun dan gliserin (Anonim, 2011).

Pereaksi yang digunakan dalam uji safonifikasi ini
adalah larutan alkoholis. Larutan alkoholis merupakan basa
kuat yang termasuk kedalam golongan I A dan disebut juga
alkali. Logam alkali merupakan logam yang sangat reaktif,
bereaksi hebat dengan air dan oksigen. Reaksi logam natrium
dan kalium dengan air bersifat ekplosif (timbul letupan gas),
dan eksoterm (nyala api) membentuk basa dan hidrogen.

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH
yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau
minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak
disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol,
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga
molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau
lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

menggunakan HCl sehingga KOH yang bereaksi dapat
diketahui. Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk
menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak
yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil (Winarno, 1991).

Semakin banyak busa yang dihasilkan itu
menandakan adanya ikatan tunggal dari sampel yang dapat
diartikan sebagai asam lemak jenuh. Jadi, semakin banyak
busa sampel semakin tidak baik karena termasuk dalam asam
lemak jenuh. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai
menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan
dengan menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu.
Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan
gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu
proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses
penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang
digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada
jumlah mol asam lemak (Poedjiadi, 1994).

Apabila rantai karbon pendek, maka jumlah mol asam
lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbonnya panjang
maka jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH
yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut
bilangan penyabunan.
Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung
pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau
dapat dikatakan juga bahwa besarnya bilangan penyabunan
tergantung pada berat lemak tersebut. Makin kecil berat
molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya
(Poedjiadi, 1994).

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk
menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak
yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil (Sudarmadji, 2003).

Lemak yang terdapat di alam umumnya tergolong
trigliserida yang asamnya campuran,karena itu mengisolasi
triglesirida murni merupakan pekerjaan yang sangat
pelik.Melalui hidrolisis senyawa ester dapat diuraikan lagi
menjadi komponen-komponen semula.yang paling mudah jika
di campur dengan basa(NaOH atau KOH),maka terjadilah
garam-garam alkali yang disebut sabun (Nicky, 2000).

Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH,
namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang
dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air
dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun
yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH
antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari
alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih
rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Prawira, 2008).



Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan
dan (2) Saran.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan Uji Safonifikasi pada
sampel mayonese dan alpuket yang di beri pereaksi NaOH
mengandung sedikit busa sedangkan pada pada sampel
minyak goreng sania dan magarin filma yang di beri pereaksi
KOH mengandung banyak busa.
.
4.2 Saran
Pada percobaan uji lemak ini sebaiknya praktikan
benar benar memahami prosedur dan materi yang dilakukan
dan setelah percobaan alat yang akan dan telah digunakan
dicuci bersih, supaya tidak terjadi kesalahan dalam
percobaan.








Laboratorium Biokimia pangan Lemak(Uji Safonifikasi)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2011), Asam Lemak.
http://id.wikipedia.org/wiki/Keton. Diakses
senin/15/04/2014 .

Anonim. (2010). Pelarut Organik. http://kimia.upi.edu/.
Diakses Senin 14/04/2014 .

Almatsier, Sunita. (2001), Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

deMan, John M. (1989). Kimia Makanan. Penerbit ITB;
Bandung.

Poedjaji, Anna. (2005). Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, dll, (1989), Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian, Penerbit Liberty Yogyakarta bekerja sama
dengan UGM: Yogyakarta.

Winarno, FG. (1991), Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai