Anda di halaman 1dari 33

BAB III

KAJIAN PUSTAKA
3.1 Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen organik yang berasal dari
penguraian sisa-sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang
heterogen antara senyawa organik dan zat organik yang menyatu di bawah
beban strata yang menghimpitnya.
Batubara terdiri atas unsur-unsur utama, yaitu karbon, hidrogen, dan
oksigen; serta unsur-unsur tambahan seperti belerang dan nitrogen. Batubara
banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU dan juga
bentuknya bisa diubah menjadi zat cair dan gas (Muchjidin, 2006 ; 3).

3.1.1 Tempat Terbentuknya Batubara
Ada dua teori yang dikenal untuk menjelaskan tempat terbentuknya
batubara, yaitu :
a. Teori Insitu (Autochtonous Theory)
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara,
terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada.



Sumber : Anonim, 2010b
Gambar 3.1
Teori Insitu

3-2

b. Teori Drift (Alochtonous Theory)
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat dimana tumbuhan semula
hidup dan berkembang.


Sumber : Anonim, 2010b
Gambar 3.2
Teori Drift
(Anonim, 2010b)


3.1.2 Tahap Pembentukan Batubara
Gambut merupakan tahap awal dari proses pembentukan batubara,
tempat sisa-sisa tanaman yang mengalami perubahan baik kimia maupun fisika.
Proses pembentukan batubara adalah sebagai berikut :
a. Proses Biokimia
Tahap ini merupakan suatu periode dimana terjadi perubahan bahan-
bahan tumbuhan menjadi gambut. Setelah tanaman mati, maka proses
degradasi biokimia lebih banyak berperan. Bila tanaman yang telah mati
tersebut terakumulasi di dalam lingkungan rawa maka akan jenuh air,
sehingga akan terjadi proses penghancuran oleh mikroorganisme. Aktifitas
mikrobiologi dalam pembentukan batubara tergantung pada jumlah dan
sirkulasi air, temperatur air, suplai oksigen dan perkembangan racun.
b. Proses Dinamokimia
Pada tahap ini degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih
didominasi oleh proses dinamokimia. Pada proses ini yang berperan adalah
tekanan yang berasal dari lapisan sedimen penutup dan suhu, sehingga
3-3

menyebabkan perubahan dari gambut menjadi batubara dalam berbagai
peringkat. Selama proses ini berlangsung akan terjadi pengurangan
kandungan air (moisture content), oksigen dan zat terbang yang diikuti oleh
bertambahnya persentase karbon dan kandungan abu.
(Anonim, 2008a ; 1-3)

3.1.3 Waktu Terbentuknya Batubara
Waktu yang dibutuhkan dalam proses batubara sangat panjang, oleh
karena itu para ahli menyederhanakan atau membuat batasan periode waktu ke
dalam beberapa periode.

Tabel 3.1
Proses Terbentuknya Batubara
Periode Durasi
Quarternary Dari sekarang sampai 2 juta tahun yang lalu
Tertiary 2 juta sampai 65 juta tahun yang lalu
Cretaceous 65 juta sampai 135 juta tahun yang lalu
Jurasic 135 juta sampai 180 juta tahun yang lalu
Triassic 180 juta sampai 225 juta tahun yang lalu
Permian 225 juta sampai 275 juta tahun yang lalu
Carboniferous 275 juta sampai 350 juta tahun yang lalu
Devonian 350 juta sampai 410 juta tahun yang lalu
Sumber : Anonim, 2010b

Yang perlu diketahui adalah bahwa umur batubara tidak langsung
menunjukan rank (tingkatan) suatu batubara, karena rank batubara tidak
berdasarkan umur atau kapan batubara terbentuk melainkan berdasarkan
kualitas batubara yang dimiliki oleh batubara tersebut. Jadi batubara tua tidak
berarti batubara tersebut adalah high rank coal, tetapi harus diuji kualitasnya
terlebih dahulu.

3.2 Coal Blending
Coal Blending atau pencampuran batubara adalah penggabungan atau
penimbunan secara bersamaan dan terus-menerus dalam waktu tertentu dari
dua atau lebih material (batubara beda kualitas), yang dianggap mempunyai
komposisi yang konstan (parameter kualitas konstan) dan terkontrol proporsinya
Noprimartati, 2010 ; 38).
3-4

Dalam hal ini pencampuran dilakukan terhadap batubara yang berbeda
nilai kalori, kandungan sulfur dan kandungan abu, sehingga kualitas batubara
hasil campuran merupakan perpaduan dari parameter kualitas batubara yang
dicampur. Atau dengan kata lain batubara yang memiliki kualitas rendah (nilai
kalori rendah dan kandungan sulfur tinggi), dapat dicampur dengan batubara
yang memiliki kualitas tinggi (nilai kalori tinggi dan kandungan sulfur rendah) dan
dapat memenuhi batasan-batasan persyaratan untuk memenuhi permintaan
konsumen.
Pencampuran batubara dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai
dengan yang diinginkan, dengan komposisi yang homogen, secara teoritis
parameter kualitas campurannya dapat didekati dengan persamaan berikut :

K
c
=
(KT
1
.XT
1
)+ (KT
2
.XT
2
)+.+(KT
n
.xT
n
)
XT
c
...............(3.1)


XT
c
= XT
1
+ XT
2
+ . + XT
n
...............(3.2)


Keterangan :
K
c
= Kualitas campuran batubara (kkal/kg, %)
XT
c
= Berat tumpukan campuran batubara (kg)
KT
1
= Kualitas tumpukan batubara 1 (kkal/kg, %)
KT
2
= Kualitas tumpukan batubara 2 (kkal/kg, %)
KT
n
= Kualitas tumpukan batubara ke-n (kkal/kg, %)
XT
1
= Berat tumpukan batubara 1 (kg)
XT
2
= Berat tumpukan batubara 2 (kg)
XT
n
= Berat tumpukan batubara ke-n (kg)

Dalam menyusun suatu blending plan, hal-hal yang perlu diperhatikan
dan ditentukan adalah:
1. Parameter yang bersifat kualitatif
Tidak semua parameter kualitas batubara dapat disimulasikan dengan
perhitungan kumulatif biasa.
2. Strategi pencampuran
Pencampuran batubara yang ideal adalah dengan mencampurkan
dua batubara atau lebih dengan menggunakan unit loading rate terkecil.


3-5

Tabel 3.2
Unit Pencampur dan Ratio Pencampuran
Unit Pencampur Unit Ratio Pencampuran
Belt Conveyor Feed Rate (tph)
Bucket Loader Jumlah Bucket
Dump Truck Jumlah Dump Truck
Barge Jumlah Barge
Sumber : Anonim, 2005

3. Sensitifitas Blending
Sensitifitas blending adalah tingkat pengaruh dari suatu batubara
blending terhadap hasil blending. Sensitifitas blending ini menjadi hal yang
sangat penting dan perlu diperhatikan terutama pada blending batubara
dengan rasio kuantitas blending yang cukup tinggi. Sensitifitas blending ini
sangat erat kaitannya dengan efisiensi blending tersebut.
Dalam pencampuran batubara ada beberapa parameter yang harus
diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Parameter yang bersifat addictive termasuk di dalamnya semua parameter
yang dinyatakan dalam % (persen) dan satuan berat. Contoh : Total
Moisture, Proximate, Sulfur, CV, Ultimate, dan lain-lain.
2. Parameter yang bersifat non addictive biasanya parameter yang bersifat
kualitatif seperti : Ash Fusion Temperature, Sweeling, HGI, dan parameter
lain yang tidak dinyatakan dalam satuan % berat dan satuan berat.
3. Selain kedua parameter di atas, ada juga parameter yang sebenarnya
addictive, tetapi tidak bisa dikalkulasi secara langsung. Parameter ini adalah
parameter kuantitatif yang bukan sebagai in coal, contoh parameter ini
adalah Ash Analysis.

3.3 Metode Blending
Adapun metode blending yang dimaksud adalah pelaksanaan blending
dengan stacker reclamer yang dilakukan di stockpile. Pelaksanaan blending
tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Stocking pada blending bed
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat membuat
tumpukan yang sekaligus membentuk formasi blending, yaitu :
3-6

a. Roof Type Stockpilling (Chevron Method)
Pada saat pencurahan batubara ke stockpile diusahakan untuk
membuat atap lapisan.











Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376
Gambar 3.3
Roof Type Stockpilling (Chevron Method)

b. Lyne Type Stockpilling
Metode ini membentuk susunan seperti batubara, karena rumit
dan mahal, maka metode ini jarang dilaksanakan.












Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376
Gambar 3.4
Lyne Type Stockpilling

Batubara A
Batubara B
Batubara A
Batubara B
3-7

c. Areal Stockpilling
Material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis
secara horizontal dimana setiap perlapisan diratakan dahulu baru
kemudian dicurahkan lapisan lain.











Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.5
Areal Stockpilling


d. Axial Stockpilling
Pencurahan material dilakukan dengan menggeser posisi curahan
lebih tinggi.












Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.6
Axial Stockpilling
Batubara A
Batubara B
Batubara A
Batubara B
3-8

e. Continous Stockpilling
Ukuran material tumpukan yang dicurahkan relatif sama tinggi dan
berjajar ke samping.











Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.7
Continous Stockpilling


f. Alternate Stockpilling
Material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak
tertentu, lapisan selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga
bertemu di tengah.












Sumber : Muchjidin, 2006 ; 376

Gambar 3.8
Alternate Stockpilling
Batubara A
Batubara B
Batubara
A
Batubara
B
3-9

2. Reclaiming pada Stockpile
Timbunan di stockpile akan direclaiming (ambil kembali) dari bagian
yang paling ujung dengan menggunakan scrapper. Metode blending yang
sesuai dengan kondisi stockpile adalah metode yang menyesuaikan dengan
kondisi dan situasi tumpukan bahan blending yang ada di stockpile dan akan
berpengaruh juga terhadap kerja alat-alat bantu. Adapun peralatan yang
digunakan antara lain: buldozer, backhoe, shovel.
a. Metode Silang
Jika posissi dua tumpukan bahan blending berdekatan, sehingga
tidak terdapat bahan bebas diantara tumpukan tersebut.









Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-32

Gambar 3.9
Metode Silang

b. Metode Garis Berlapis
Metode ini cocok untuk kondisi dua tumpukan bahan yang saling
berjauhan dan diantara dua tumpukan tersebut terdapat lahan bebas. Alat
yang digunakan adalah dua buah bulldozer.







Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-32

Gambar 3.10
Metode Garis Berlapis
T2
Lahan
Kosong
KOSONG
3-10

c. Metode Tumpah Dorong
Metode ini digunakan untuk batubara yang berasal dari front
dengan menggunakan dump truck. Dalam pelaksanaan perlu dilakukan
koordinasi pengangkutan batubara dari front. Alat yang dibutuhkan dua
buah bulldozer. Cara kerja bulldozer hampir sama dengan garis berlapis.
Namun untuk metode ini buldozer bergerak dengan arah yang sama.











Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-33

Gambar 3.11
Metode Tumpah Dorong

d. Metode Curah Langsung
Alat yang digunakan adalah dua alat penumpah (backhoe atau
shovel), apron feeder (hopper yang dimodifikasi) dan satu conveyor.
Apron feeder harus dikonstruksi sedemikian rupa sehingga debit batubara
yang keluar dapat diatur.
Cara kerjanya adalah dua alat penumpah batubara masing-
masing menumpahkan batubara ke apron feeder yang berlainan setelah
kedua apron feeder penuh maka apron feeder satu dibuka dengan aturan
debit tertentu, baru seteleh batubara mengalir sampai dengan apron
feeder dan dibuka sesuai dengan proporsi yang diharapkan.





POSISI BATUBARA TUMPAHAN
DARI TRUCK CARA KERJA
3-11











Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-34

Gambar 3.12
Metode Curah Langsung

e. Metode Dua Conveyor
Dengan metode ini harus dipisahkan dua lahan untukk kualitas
yang berbeda sebagai bahan blending. Beberapa hal yang harus
diperhatikan:
1) Kecepetan conveyor satu dan conveyor dua harus sama.
2) Apron feeder satu dan apron feeder dua harus dikonstruksi seperti
metode curah langsung.
3) Curahan conveyor satu dan conveyor dua harus bertabrakan pada
posisi curahan agak lurus.
















Sumber : Yulianto, 2010 ; 3-35

Gambar 3.13
Situasi Stockpile dengan Dua Conveyor (Tampak Atas)
Apron Feeder 1
Apron Feeder 2
Batubara
Conveyor 1 Conveyor 2
Apron Feeder
1
Apron Feeder
2
Stockpile 1 Stockpile 2
3-12

3.4 Sampling
Sampling merupakan proses yang paling penting dalam penentuan
kualitas atau mutu dari suatu material. Reliabilitas dari suatu hasil pengujian 80%
terletak dari reliabilitas sampling-nya. Sampling batubara merupakan sampling
yang paling sulit karena batubara merupakan material padat yang sangat
heterogen. Adapun faktor heterogenitas batubara adalah :
1. Bahan pembentuk batubara dan kondisi pembentukan
2. Situasi dan kondisi pada saat penambangan/eksploitasi
3. Situasi dan kondisi pada saat penumpukan/storage
4. Processing/handling batubara
Berdasarkan kondisi batubara maka sampling batubara dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
1. Sampling untuk Batubara Insitu
Untuk sampling ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Channel Sampling
Merupakan proses pengambilan sample dari suatu seam batubara
dengan cara membuat channel atau saluran dari bagian top sampai ke
bottom seam batubara tersebut atau sebagian dari tebal seam batubara
tersebut.


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.14
Channel Sampling

b. Coring Sampling
Merupakan proses pengambilan contoh batubara dengan cara
drilling atau pengeboran terhadap seam batubara.
3-13


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.15
Coring Sampling

2. Sampling untuk Batubara Curah
Untuk sampling ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Sampling untuk Batubara Diam
Sampling terhadap batubara diam atau Stationary Sampling lebih
bersifat indikatif, karena sample yang terambil hanya di bagian
permukaan saja, sedangkan bagian dalam tumpukan batubara tidak
terambil. Contoh dari batubara diam adalah batubara yang berada di
stockpile, di dalam palka kapal, di atas tongkang, dan di atas kereta.


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.16
Sampling di Stockpile

b. Sampling untuk Batubara Bergerak
Sampling yang dilakukan pada saat batubara bergerak lebih
representatif, karena kemungkinan terambilnya contoh di setiap bagian
3-14

atau posisi batubara lebih besar. Contoh dari batubara bergerak adalah
batubara yang dimuat ke dump truck, di atas belt conveyor dan pada saat
dimuat ke kapal.


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.17
Sampling pada Saat Pemuatan ke Dump Truck

Untuk teknik sampling batubara dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Stationary
Teknik sampling stationary dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Manual, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan
Shovel atau Scoop Random.


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.18
Shovel

b. Mekanis, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan
Auger.

3-15


Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.19
Auger

2. Moving
Teknik sampling moving dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Manual, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan
Shovel atau Scoop dan Ladle.

Sumber : Anonim, 2008b
Gambar 3.20
Ladle

b. Mekanis, dimana sampling batubara dilakukan dengan menggunakan
Bucket Cutter dan Diverter Cutter.

Sumber : Anonim, 2008b

Gambar 3.21
Diverter Cutter
3-16

3.5 Parameter Kualitas Batubara
Adapun baberapa macam parameter-parameter kualitas batubara yang
perlu diketahui dalam melakukan blending adalah sebagai berikut :
1. Analisa Proximate
2. Analisa Ultimate
3. Analisa Kalori ( Callorific Value )
4. Analisa HGI ( Hardgrove Grindability Index )
5. Analisa Total Sulfur
3.5.1 Analisa Proximate
Merupakan analisa pendahuluan untuk mengetahui kualitas batubara
secara pasar maupun perdagangan. Sifatnya mendasar dan hanya dilakukan
untuk mengetahui hal-hal pokok unsur pembentuk batubara. Analisa proximate
terdiri dari 4 nilai analisa yang jika dijumlahkan akan bernilai 100%, yaitu :
a. Kandungan Air / Lengas
Metode ini untuk menentukan kadar air lembab dalam contoh yang
akan dianalisa. Kandungan air batubara sangat tergantung dengan kondisi
batubara yang akan dianalisa.
Nilai moisture dapat digunakan untuk menghitung hasil-hasil analisa
ke dalam basis (kondisi) yang berbeda misalnya dry basis, dry ash free,
mineral matter free, as received, dan lain-lain.
Perhitungan ini dilakukan untuk membandingkan dua hasil analisis
contoh yang sama tetapi dilakukan pada tempat yang berbeda atau
diperlukan juga untuk pengklasifikasian batubara. Keberadaan kandungan air
pada batubara dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lainnya
dapat berubah mengikuti perubahan kondisi dimana contoh tersebut berada.
Sebaiknya pengepakan dilakukan dengan hati-hati sehingga kehilangan
kadar air selama pengangkutan diatasi seminimal mungkin.
Lengas dapat menempel di permukaan partikel atau di dalam partikel
batubara, yaitu :
1) Kadar lengas bebas ( free moisture )
2) Kadar lengas inherent ( inherent moisture )
3) Kadar lengas total ( total moisture )
Air yang terkandung dalam batubara menyebabkan penurunan mutu
batubara karena :
1) Menurunkan nilai kalori dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan
3-17

2) Menurunkan titik nyala
3) Memperlambat proses pembakaran dan menambah volume gas buang
b. Kandungan Abu / Ash Content
Metode ini untuk menentukan kandungan abu dari contoh batubara.
Dalam analisa batubara, abu didefinisikan sebagai sisa pembakaran yang
tinggal setelah batubara dipijarkan. Sisa ini merupakan hasil perubahan kimia
ketika proses pengabuan terjadi.
Abu merupakan residu anorganik yang terjadi setelah batubara
dibakar yang terdiri dari oksida-oksida logam maupun nonlogam. Kandungan
abu dalam batubara dapat menurunkan nilai kalor yang akan terbawa
bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konveksi dalam
bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung
komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan
korosi alat yang dilalui. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu dapat
meleleh pada suhu tinggi menghasilkan massa yang disebut slag.
c. Zat Terbang / Volatile Matter
Metode ini untuk menentukan kandungan senyawa volatile/zat
terbang sesuai dengan metode standar yang digunakan. Zat terbang terdiri
atas gas-gas yang mudah terbakar seperti H
2
, CO, metan, H
2
O, dan gas CO
2
.
Zat terbang mempunyai hubungan erat dengan rank batubara, makin kecil
persentase zat terbang makin tinggi rank batubara.
Untuk menganalisanya maka contoh ditempatkan di cawan keramik,
kemudian dimasukkan ke oven 7-10 menit. Sehingga akan tertinggal residu
padat yang terdiri dari karbon dan mineral yang telah berubah bentuk. Ini
untuk menetukan batas tinggi rendahnya kadar abu.
d. Karbon Tertambat / Fixed Carbon
Karbon tertambat atau fixed carbon adalah karbon yang terdapat
dalam batubara yang berupa zat padat. Jumlahnya ditentukan oleh kadar air,
abu, dan zat terbang. Data analisa fixed carbon dipakai dalam klasifikasi
batubara. Proses pembakaran dan proses fermentasi fixed carbon
kemungkinan mengandung sedikit persentase nitrogen, sulfur, dan hidrogen.
Perbandingan antar fixed carbon dengan volatile matter disebut rasio bahan
bakar (fuel ratio).

Fixed Carbon (%) = 100% - Moisture Content Ash Content......(3.3)
Fixed Carbon (%) = 100 Volatile Matter (%)............(3.4)
3-18

3.5.2 Analisa Ultimate
Merupakan analisa sederhana yang menunjukkan unsur pembentuk
batubara dengan mengabaikan senyawa-senyawa kompleks yang ada. Sebagian
besar senyawa organik penyusun batubara terdiri dari C dan H dan biasanya
jumlah nitrogen di dalam batubara nilainya lebih rendah daripada unsur lain.
Hasil analisa ultimate digunakan untuk menentukan kualitas dan jenis
lapisan batubara selama penyelidikan cadangan batubara, sehingga dapat
ditentukan kelas atau keperluan teknis lainnya.
Pada umumnya hasil analisis ini dilaporkan dengan basis daf atau dmmf.
Unsur yang diperoleh adalah :
a. Karbon dan Hidrogen
Pembentuk utama bahan organik dalam batubara. Terlepas dalam
bentuk CO
2
dan H
2
O sewaktu pembakaran. Akan tetapi CO
2
ada juga dari
karbonat dan H
2
O dari lempung.
b. Nitrogen
Berasosiasi hanya dengan bahan organik. Dapat mendorong
terjadinya polusi bila batubara terbakar.
c. Sulfur
Terdapat dalam 3 bentuk yaitu :
1) Sulfur organik : terikat dengan bahan organik
2) Sulfur piritik ( FeS
2
) : bagian dari mineral sulpida, dapat dihilangkan
dengan pencucian.
3) Sulfur Sulfat : kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium
sulfat, besi sulfat. Pirit dapat dihilangkan pada
saat penggerusan dan pencucian, karena
hanya melekat secara fisik pada batubara.
d. Oksigen
Okigen pada batubara diperlukan dari 100% dikurangi jumlah persen
karbon, hidrogen, nitrogen, total sulfur dan abu.
3.5.3 Analisa Nilai Kalori / Calorific Value
Metode ini untuk menentukan nilai kalori dari contoh menggunakan alat
yaitu Calorimeter. Nilai kalori adalah jumlah panas ( kalor ) yang dihasilkan oleh
pembakaran sempurna contoh batubara di laboratorium.
3-19

Di dalam analisa kualitas batubara di laboratorium menurut ASTM
(American Standart for Testing Material), dilaporkan dengan menyebutkan
beberapa dasar analisa kualitas batubara, yaitu :
a. As Received (AR) adalah batubara hasil dari proses penambangan, sehingga
masih diperhitungkan total moisture dan abu yang ada pada batubara.

P
(ar)
= P
(adb)
x
()
()
.............................................................................. (3.5)
Keterangan :
P
(ar)
= Parameter As received
P
(adb)
= Parameter Air dried base
TM = Total moisture (As received)
M
ad
= Moisture (Air dried base)
b. Air Dried Base (ADB) adalah batubara yang telah mengalami proses
pemanasan lanjutan, sehingga kandungan air bebasnya hilang pada kondisi
temperatur dan kelembaban standar sehingga tidak diperhitungkan lagi. Pada
kondisi ini batubara dikatakan dalam dasar udara kering yang masih
mengandung abu dan inherent moisture.

P
(adb)
= P
(ar)
x
()
()
.............................................................................. (3.6)
Keterangan :
P
(ar)
= Parameter As received
P
(adb)
= Parameter Air dried base
TM = Total moisture (As received)
M
ad
= Moisture (Air dried base)
c. Dried Base (DB) adalah keadaan batubara kondisi dasar udara kering yang
dipanaskan pada suhu standar, sehingga batubara dalam kondisi dasar
kering dan bebas dari kandungan air total tapi masih mengandung abu.

P
(db)
= P
(adb)
x

()
.............................................................................. (3.7)
Keterangan :
P
(db)
= Parameter Dried base
P
(adb)
= Parameter Air dried base
M
ad
= Moisture (Air dried base)
3-20

d. Dried Ash Free (DAF) adalah batubara bersih dan bebas dari abu maupun
total moisture.

P
(daf)
=
()
()
................................................................................... (3.8)
Keterangan :
P
(daf)
= Parameter Dried as free
P
(adb)
= Parameter Air dried base
IM = M
ad
= Moisture (Air dried base)
Ash = Kandungan abu (Air dried base)

e. Dried Mineral Matter Free (DMMF) adalah batubara bersih kering yang telah
bebas dari mineral-mineral pengotor yang berasal dari zat bukan organik
pada batubara saat proses pembentukannya.

P
(dmmf)
=
()
()
................................................................................. (3.9)
Keterangan :
P
(dmmf)
= Parameter Dried mineral matter free
P
(adb)
= Parameter Air dried base
IM = M
ad
= Moisture (Air dried base)
MM = Mineral Matter (Air dried base)

Adapun sifat-sifat kalori batubara adalah sebagai berikut :
a. Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.
b. Pada batubara yang sama nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan
juga abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
3.5.4 Analisa HGI (Hardgrove Grindability Index)
Harga Hardgrove Grindability Index merupakan petunjuk mengenai
mudah sukarnya batubara untuk digerus. Harga Hardgrove Grindability Index
diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
HGI = 13.6 + 6.93 W........................(3.10)
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh.
Makin tinggi harga HGI, makin mudah tergerus batubara tersebut.

3-21

3.5.5 Analisa Kandungan Sulfur (Total Sulfur)
Total sulfur digunakan untuk mengetahui kandungan total sulfur
(belerang) yang terdapat pada batubara dengan membakar sampel batubara
pada suhu tinggi, yang dinyatakan dalam persen (%), dan dasar pelaporan
dalam kondisi bebas air permukaan (adb). Sulfur dalam batubara terdapat dalam
tiga bentuk utama yaitu:
a. Sulfur piritik (FeS
2
)
Sulfur piritik jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi
dalam abu. Sulfur piritik umumnya dapat dihilangkan dengan proses
pencucian batubara.
b. Sulfur organik
Sulfur organik jumlahnya sekitar 20-80 % dari sulfur total dan secara
kimia terikat di dalam batubara, biasanya berasosiasi dengan sulfat selama
proses pembatubaraan.
c. Sulfat
Sulfat kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium sulfat dan besi
sulfat. Jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang telah tersingkap
dan teroksidasi.
(Anonim, 2008c)

3.6 Metode Simpleks
Metode Simpleks adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan manajerial yang telah diformulasikan terlebih dahulu ke
dalam persamaan matematika program linear yang mempunyai Variabel
Keputusan mulai dari lebih besar atau sama dengan 2 (dua) sampai
multivariabel.
Sebagai pembanding, Metode Grafik hanya dapat digunakan apabila
jumlah variabel keputusan maksimal 2 (dua) buah. Sehingga dapat juga
dikatakan bahwa apabila suatu persoalan Linear Programming dapat
diselesaikan dengan Metode Simpleks. Sebaliknya suatu persoalan yang hanya
bisa diselesaikan dengan Metode Simpleks tidak dapat diselesaikan dengan
Metode Grafik.
Ada beberapa langkah penting yang harus dipahami dalam
menggunakan Metode Simpleks, yaitu :
1. Pembuatan Metode Program Linear biasa
3-22

2. Merubah formulasi LP Biasa menjadi Formulasi standar
3. Menyiapkan tabel Simpleks Awal (Initial Tableau)
4. Memasukkan nilai-nilai dan variabel dalam formulasi standar ke dalam tabel
awal
5. Melakukan Proses Iterasi
6. Menentukan apakah Penyeleaian Optimal sudah tercapai
7. Membuat kesimpulan jawaban

3-23



Gambar 3.22
Flowchart Pengerjaan Program Linear dengan Metode Simpleks

(Nurmatias, 2009 ; 1,2, 9)
Penyelesaian perlu diteruskan?
(4)
Lakukan penyempurnaan
penyelesaian kelayakan dengan
cara iterasi (3)
Periksa apakah semua kendala memiliki variable
basis layak. Jika tidak tambahkan satu variable
buatan atau semu ke dalam kendala (2)
Konversikan semua kendala ke dalam persamaan
atau dalam bentuk standr dengan menambahkan
slack variable atau mengurangkannya dengan
surplus variable (1)
MULAI
Cari penyelesaian
yang lebih baik (6)
Tidak ada
penyelesaian
optimal (8)
Penyelesaian
optimal (7)
Apakah penyelesaian
sudah layak dan
optimal? (5)
SELESAI
3-24

3.7 Barging dan Perhitungan Cargo

Barging adalah suatu kegiatan memuat batubara ke tongkang. Dimana
terlebih dahulu batubara tersebut di masukkan ke dalam hopper yang kemudian
akan diangkut menggunakan belt conveyor yang memiliki penutup agar
menghindari debu batubara yang beterbangan ditiup angin dan mengotori daerah
sekitarnya. Karena biasanya pemuatan batubara yang berada di Port Stockpile
berada di sungai kecil, maka tongkang tersebut akan ditarik menggunakan
tugboat menuju sungai yang lebih besar atau laut untuk dilakukan bongkar muat
di kapal besar (Muchjidin, 2006 ; 95).


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.23
Proses Pemuatan Batubara ke Tongkang



Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.24
Penarikan Tongkang Menggunakan Tugboat



3-25


Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.25
Kegiatan Bongkar Muat Batubara dari Tongkang ke Kapal

Untuk melakukan pengukuran berat suatu cargo batubara yang
dimuatkan ke kapal atau tongkang, dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
dengan melakukan penimbangan conveyor, penimbangan tadah jatuh, dan
draught survey.
1. Penimbangan Conveyor
Dalam cara ini batubara ditimbang di suatu conveyor pada saat
diangkut ke dan dari kapal. Pada conveyor dipasang transducers yang akan
mencatat berat batubara apabila batubara melewati roller.
2. Penimbangan Tadah Jatuh
Perhitungan ini kebanyakan digunakan untuk padatan yang meruah
(bulk). Metode ini menggunakan tiga tadah jatuh, material diumpankan
secara terus menerus ke dalam tadah jatuh pertama, kemudian jatuh ke
tadah jatuh kedua yang telah dihubungkan dengan suatu alat penimbang
yang pasti. Setelah tadah jatuh kedua terisi penuh, maka beratnya dicatat
dan pintu-pintu akan terbuka membiarkan cargo turun ke dalam tadah jatuh
ketiga. Dengan menggunakan tadah jatuh pertama dan ketiga sebagai buffer
atau penyangga, akan memungkinkan menimbang batch dari cargo tanpa
menghentikan alirannya.
3. Draught Survey
Draught Survey adalah suatu metode yang dilakukan untuk
mengetahui quantity muatan baik yang dimuat maupun yang dibongkar ke
dan dari sebuah kapal dengan cara membaca Draught Mark yang ada pada
kedua sisi kapal sebelum dan sesudah pemuatan/pembongkaran.
Persyaratan pelaksanaan Draught Survey adalah :
3-26

a. Kapal harus benar-benar berada dalam keadaan terapung/tidak kandas.
b. Draught Mark kapal pada semua sisi harus dapat dibaca dengan jelas.
c. Kapal dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sesuai dengan
peruntukkannya, antara lain Hydrostatic Table/Displacement Table, Tank
Sounding Calibration Table, General Arrangement.
d. Pada saat pembacaan Draught Mark tidak boleh ada kegiatan-kegiatan
muat/bongkar sementara di atas kapal, misalnya meratakan dengan
bulldozer, mengisi bahan bakar dari satu tangki ke tangki lainnya.
e. Pipa-pipa Sounding Ballast Water pada saat dilakukan pembacaan harus
dalam keadaan baik tidak buntu.
f. Trim kapal diupayakan sedemikian rupa agar tidak melebihi trim koreksi
yang ada pada Tank Sounding Calibration Table.
g. Kapal diupayakan tidak miring lebih dari 0,5
0
.
h. Pemuatan diupayakan tidak melebihi garis muat yang diizinkan sesuai
dengan Load Line Zone (tidak over draught).
i. Khusus Ponton/Barge pemadatan muatan di atas Ponton dibuat
sedemikian rupa tidak melebihi garis muat yang diizinkan, jarak side
board stell plate bagian atas terhadap muatan 0,5 meter sehingga pada
saat ponton berlayar di laut yang bergelombang batubara tidak langsung
tumpah ke laut tapi masih tertahan oleh side board tersebut, serta Trim
Ponton dibuat sedemikian rupa jangan sampai main deck buritan tertutup
air dan Draught Mark buritan tidak dapat terbaca lagi.
j. Kerjasama dari berbagai pihak yang saling terkait didalam pelaksanaan
Draught Survey tersebut sangat diperlukan agar tujuan pelaksanaan
Draught Survey dapat tercapai.
Tahapan-tahapan pelaksanaan Draught Survey adalah sebagai
berikut :
a. Melaksanakan pembacaan Draught Mark pada kedua sisi kiri (depan,
tengah, dan belakang) dan sisi kanan (depan, tengah, dan belakang).





3-27


Sumber : Anonim, 2009
Gambar 3.26
Pembacaan Draught Mark
b. Mencari nilai Mean of Mean Corrected Draught dari hasil pembacaan
Draught Mark.

Sumber : Anonim, 2009
Gambar 3.27
Penghitungan Nilai Mean of Mean Corrected Draught

c. Mencari nilai Displacement pada Hydrostatic Table dengan referensi nilai
Mean of Mean Corrected yang telah dihitung.
3-28


Sumber : Anonim, 2009
Gambar 3.28
Pembacaan Nilai pada Hydrometer
d. Mencari nilai koreksi trim pertama dan kedua.

Sumber : Anonim, 2009
Gambar 3.29
Menghitung Nilai Trim
e. Mencari nilai koreksi density.
f. Mencari nilai density.

3-29


Sumber : Anonim, 2009
Gambar 3.30
Menghitung Sampling Density Air Laut
Koreksi-koreksi yang ada pada Draught Survey adalah sebagai
berikut :
a. Koreksi pembacan Draught Mark (Stem, Midship, Stern Correction).
b. Koreksi kemiringan kapal (List Correction).
c. Koreksi Trim (1
st
Correction dan 2
nd
Correction).
d. Density of Sea Water Correction.
(Anonim, 2009)
3.8 Alat Angkut (Dump Truck)
Dalam dunia pertambangan alat angkut khususnya dump truck biasanya
digunakan untuk mengangkut tanah pucuk (top soil), tanah penutup (over
burden), endapan bijih (ore), dan batubara (coal) pada jarak dekat sampai
sedang. Berdasarkan ukurannya, dump truck dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu :
1. Ukuran Kecil, kapasitas sampai 25 ton.
2. Ukuran Sedang, kapasitas 25-100 ton.
3. Ukuran Besar, kapasitas di atas 100 ton.
Beberapa faktor yang akan memengaruhi efisiensi, kinerja, dan
produktivitas dari dump truck adalah sebagai berikut :




3-30

1. Mesin (Engine)
a. Horse Power
1) Rimpull/Torque
Besar kuat putar yang mampu dihasilkan mesin kepada drive
whell yang menyentuh permukaan jalan.
2) Gradeability
Kemampuan mesin untuk menggerakkan truck pada jalan
dengan kemiringan dan dalam jarak tertentu.
b. Konsumsi Bahan Bakar (Fuel Consumption)
Banyaknya bahan bakar yang digunakan oleh mesin per jam kerja
mesin.
2. Sistem Kemudi (Steering System)
a. Responsibility
Kemudahan alat angkut untuk dikendalikan (penggunaan power
steering, sistem kemudi hydraulic).
b. Radius Putar (Turning Radius)
Diameter gerak melingkar ketika kemudi diputar hingga sudut
maksimum.
3. Hidrolis Lifter (Hoist Hydraulic)
Kemampuan/kecepatan daya dorong lifter (hoist) yang dihasilkan oleh pompa
hidrolis ketika bak terisi material.
4. Kapasitas Angkut (Payload Capacity)
Kemampuan truck untuk mengangkut sejumlah beban yang diberikan (ton).
5. Ukuran dan Bentuk Bak Truck (Truck Body Design)
Pemilihan ukuran dan bentuk bak truck (untuk 1 tipe truck yang sama) yang
digunakan ditentukan dengan material yang akan diangkut.
Dalam penggunaan dump truck berkapasitas kecil tentunya memiliki
keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan menggunakan dump truck
kapasitas kecil, yaitu :
1. Lebih mudah digerakkan ke kanan dan ke kiri, atau lebih lincah dan gesit.
2. Lebih cepat dan ringan, sehingga tak lekas merusak ban dan jalan.
3. Kalau kebetulan ada yang macet atau rusak, kemerosotan produksinya
hanya kecil.
4. Lebih mudah untuk disesuaikan atau diselaraskan dengan kapasitas alat
galinya.
3-31

Sedangkan kerugian menggunakan dump truck kapasitas kecil, yaitu :
1. Agak sukar mengisinya karena kecil sehingga lebih lama spotting time-nya.
2. Diperlukan lebih banyak pengemudi, waktu perawatan, dan macam suku
cadang untuk sasaran produksi yang sama.
3. Mesinnya sering memakai bahan bakar yang lebih mahal.

Sumber : Anonim, 2010a
Gambar 3.31
Jenis-jenis Dump Truck
Untuk menghitung produktivitas dari dump truck, maka ada beberapa
rumus yang dipergunakan, yaitu :
1. Produksi per siklus
q = n x q
1
x K .......................................................................................... (3.11)

Keterangan :
q = Produksi per siklus (m
3
)
n = Jumlah pengisian bak oleh bucket
q
1
= Kapasitas munjung (m
3
)
K = Faktor pengisian bucket
2. Waktu Edar
CT = LT + HLT + SDT + DT + RT + SLT ................................................. (3.12)
Keterangan :
CT = Waktu edar (detik)
LT = Waktu pemuatan material (detik)
3-32

HLT = Waktu pergi bermuatan (detik)
SDT = Waktu manuver sebelum menumpah (detik)
DT = Waktu menumpahkan material (detik)
RT = Waktu kembali tanpa muatan (detik)
SLT = Waktu manuver sebelum dimuati (detik)


Sumber : Anonim, 2010a
Gambar 3.32
Waktu Edar (Normal)


Sumber : Anonim, 2010a
Gambar 3.33
Waktu Edar yang Memiliki Waktu Tunggu


3-33


Sumber : Anonim, 2010a
Gambar 3.34
Waktu Edar yang Berakhir dengan Kerusakan Alat


3. Efisiensi Kerja
E =

................................................................................... (3.13)
Keterangan :
E = Efisiensi kerja (%)
CT = Waktu edar (detik)
WT = Waktu tunggu (detik)

4. Produksi per jam
Q =

.......................................................................................... (3.14)

Keterangan :
Q = Produksi per jam (m
3
/jam)
q = Produksi per siklus (m
3
)
E = Efisiensi kerja (%)
CT = Waktu edar (detik)
3600 = Konversi jam ke detik
(Anonim, 2010a)

Anda mungkin juga menyukai