Anda di halaman 1dari 20

TEKNOLOGI KONVERSI BATUBARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan padatan yang mengandung banyak variasi dari komponen


organik dan nonorganik (Anggoro, 2015). Produk batubara Indonesia dijual dalam
bentuk bongkah (wantah), bisa juga dijual setelah mengalami penggerusan (crushing),
pencucian (washing), atau pencampuran (blending). Indonesia memiliki sumber daya
batubara sebesar 104,94 miliar ton, yang tersebar di Sumatra (47,21%), Kalimantan
(52,37%), dan sisanya tersebar di Sulawesi, Papua, Jawa (0,42%) (Permana, 2011).
Untuk memenuhi kebutuhan akan batu bara dengan kualitas yang baik, maka
diperlukan suatu kajian yang komprehensif dan mendalam mengenai per-batubaraan,
yang mencakup antara lain ketersediaan infrastruktur dan teknologi penunjang,
produksi, ketersediaan potensi, pemetaan, dan sebagainya.
Batubara peringkat tinggi dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen,
sedangkan peringkat rendah memiliki kandungan air yang tinggi. Batubara peringkat
rendah sebagian besar belum dimanfaatkan karena kadar air tinggi dan nilai kalori
yang rendah. Batubara yang tidak diekspor lebih baik digunakan secara lokal untuk
listrik, ditingkatkan menjadi batubara berkualitas baik atau dikonversi menjadi
produk berharga lainnya (Triantoro, 2013). Permasalahan yang ditimbulkan dengan
tingginya kandungan air yaitu effisiensi dalam pembakaran menjadi rendah, dapat
memicu terjadinya spontaneous combustion. Dari segi ekonomi, biaya yang
digunakan untuk pengangkutan sangat tinggi.
Tingginya kandungan air maka perlu dilakukannya konversi batubara
(teknologi konversi batubara). Konversi energi batubara merupakan suatu proses
perubahan bentuk energi dari yang satu menjadi bentuk energi lain yang dibutuhkan
(Prambudi, 2014). Teknologi pengolahan batubara yang berkembang dilakukan oleh
perusahaan tambang di Indonesia adalah pencampuran, penggerusan / peremukan,
dan pencucian. Pengolahan batubara yang berkembang dilakukan oleh perusahaan
tambang di Indonesia adalah pencampuran, penggerusan / peremukan, dan pencucian.
Sesui dengan pasa 94 ayat (1) PP No.23 / 2010 pengolahan batubara untuk
meningkatkan nilai tambah adalah pengerusan batubara (coal crushing), pencucian
batubara (coal washing), pencampuran batubara (coal blending), peningkatan mutu
batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara ( coal briquetting), pencairan
batubara (coal liquetting), dan coal water mixture (CMW) (Permana, 2011).

Sesui dengan pasa 94 ayat (1) PP No.23 / 2010 pengolahan batubara untuk
meningkatkan nilai tambah adalah pengerusan batubara (coal crushing), pencucian
batubara (coal washing), pencampuran batubara (coal blending), peningkatan mutu
batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara ( coal briquetting), pencairan
batubara (coal liquetting), dan coal water mixture (CMW) (Permana, 2011). Upaya
untuk meningkatkan nilai tambah sangat terkait dengan penggunaan teknologi yang
diharapkan mampu memberikan keuntungan (revenue) lebih besar kepada pelaku
usaha. Ini berarti, keberadaan teknologi dan pemanfaatan terhadap teknologi tersebut,
menjadi faktor penentu bagi keberhasilan peningkatan nilai tambah batubara
(Permana, 2011)
Pemanfaatan batubara yaitu sebagai bahan bakar, bahan baku pembuatan
briket, pencairan batubara, gasifikasi, upgrading batubara dan pengolahan logam
(Damayanti, 2019).
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode konversi batubara yang digunakan?


2. Apa saja produk yang dihasilkan dari konversi batubara?
3. Bagaimana peluang pasar dengan adanya produk konversi batubara?
4. Bagaimana tantangan kedepan pembuatan konversi batubara?

1.3 Manfaat Rumusan Masalah

1. Dapat mengetahui metode konversi batubara yang digunakan.


2. Dapat mengetahui produk yang dihasilkan dari konversi batubara.
3. Dapat mengetahui peluang pasar dengan adanya produk konversi batubara.
4. Dapat mengetahui tantangan kedepan pembuatan konversi batubara

BAB II
ISI
2.1 Metode Konversi Batubara
2.1.1 Metode Upgrading Brown Coal
Metode Upgrading digunakan untuk peningkatan nilai kalori batubara
melalui penurunan kandungan air. Teknik yang digunakan adalah pemanasan
dan pembuangan air (dewatering) dengan media minyak (minyak jenis ringan)
dan absorpsi minyak. Sistem hydrotermal digunakan untuk mengurangi
kandungan air sehingga nilai kalori batubara akan bertambah dengan media air
panas, dan dapat mengubah sifat fisika dan kimia karakteristik batubara. Tahap-
tahap upgrading brown coal sebagai berikut (Putri, 2018)

Coal crushing

Slurry dewatering

Solid / Liquid
Separation

Oil Recovery

Briquetting

Gambar 1. Tahap-tahap upgrading brown coal

Upgrading brown coal diawali dengan coal crushing (penghancuran


batubara) menjadi butiran kecil sesuai ketentuan. Selanjutnya Slurry dwatering
yang mana butiran batubara dicampur dengan minyak sehingga berbentuk
seperti slurry, dikeringkan dan menghasilkan uap proses untuk digunakan
dalam sumber panas pengurasan slurry batubara. Solid/liquid separation
merupakan pemindahan slurry batubara dengan cara dialirkan ke pemisah
sentrifugal kontinue (decanter) agar terpisah antara slurry cake dengan minyak
ringan. Oil Recovery merupakan pemberian umpan slurry cake yang terpisah
dari cairan ke pengering, menguapkan dan mengeringkan minyak yang terdapat
dalam slurry. Proses akhir adalah briquettuing, bubuk hasil slurry dimasukkan
ke dalam alat contohnya Messin Briquetting tipe roll ganda dengan perputaran
arah berlawanan, gulungan memiliki kantong dan dapat dibentuk menajdi
produk (briket).

2.1.2 Gasifikasi Batubara

Gasifikasi merupakan proses dekomposisi kimia dan termal dengan teknik


pembakaran atau konversi material menjaddi bahan bakar gas dengan udara
terbatas. Proses gasifikasi menghasilkan gas yang terdiri dari H2, CO, dan CH4
dan No3, bahan padat (arang dan abu), dan bahan Cair (steam char). Proses
gasifikasi terdiri dari empat tahapan yaitu pengeringan, dekomposisi termal
(pyrolisis), pembakaran parsial (oxidation) serta reduksi Anggara, 2019).
Gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara yang berwujud padat
menjadi campuran gas. Proses gasifikasi batubara terdiri dari beberapa tahap
dan tidak ada batasan yang pasti antara tahap satu dengan tahap lainnya (Sobah,
2013). Jenis teknologi gasifikasi berdasarkan pada kontak antara batubara
dengan bahan pereaksi yang akan digunakan sebagai penentuan desain reaktor.

Unggun Tetap (Fixed bed)

Unggun fluida (Fluidized bed)

Entrained Bed
Gambar 2. Sistem gasifikasi

Fixed bed merupakan tempat berlangsungnya reaksi dengan


menggunakan katalis padat (diam) dan zat pereaksi berfase gas. Fludized bed
merupakan tempat yang digunakan untuk merekasikan bahan pada keadaan
banyak fase, fluida (cair atau gas) dialirkan melalui katalis padat hingga katalis
menyerupai fluida.

Salah satu contoh gasifikasi dengan menggunakan raktor unggun tetap


sistem up-draught, perekasi yang digunakan adalah campuran uap dan produk
gasnya (cold gas). Water jaket digunakan untuk isolator panas dan penghasil
uap air. Pemurnian gas dilakukan dengan scrubber I berfungsi sebagai
pendingin gas, penangkap tar, dan scruber II berfungsi pembersih gas, tangki
pemisah uap, blower, kolam pendingin dan panel pengontrol (Suprapto dkk,
2009). Produk dari proses gasifikasi adalah gas untuk mesin diesel, pembangkit
listrik tenaga uap, menggerakkan turbin gas, baha bakar ketel uap, dan lain
sebagainya (Suyanto, 2013).

2.1.3 Pencairan Batubara

Proses pencairan batubara adalah proses konversi batubara padat menjadi


suatu produk cair, dengan suhu dan tekanan hidrogen yang tinggi dengna
bantuan katalis dan media pelarut. Pencairan batubara dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu pencairan langsung dan tidak langsung ( Muis et.al, 2018). Faktor
yang mempengaruhi proses pencairan batubara adalah kondisi operasional
(suhu, waktu dan tekanan) yang diterapkan. Produk yang dihasilkan dari
pencairan batubara adalah minyak mentah untuk bahan bakar siap pakai seperti
minyak bensin, solar dan minyak tanah (Ginting, 2010).
Grinder batubara Katalis NiMo diaktivasi

Reaktor fluized bed

Vapor

Kondensasi

Produk Minyak Batubara

Analisis hasil

Gambar 3. Pencairan Batubara

Batubara dengan nilai kalor 6.400 kkal/kg, dilakukan dalam reaktor fluized
bed dengan dimesi OD = 170, ID = 100mm, dan h = 400mm. Sebelum masuk
reaktor, batubara di grinder hingga ukuran menjadi 300 mesh. Katalis NiMo
diaktivasi pada temperatur 500oC selama 5 jam. Temperatur reaktor (350 –
500)oC dan preheating selama 60 menit. Kemidian batubara dimasukkan ke
dalam reaktor dan katalis dimasukkan ke dalam bed katalis dengan variasi berat
1%, 5%, 10%, dan 15%. Udara dengan laju alir 2 LPM dialirkan masuk ke
reaktor, tekanan 1 atm, dan waktu proses 60 menit. Dalam proses ini, aliran
vapor akan mengalir keluar melalui atas reaktor, dikondensasi dan ditampung di
dalam erlenmeyer. Produk minyak batubara yang dihasilkan dianalisa densitas,
o
API gravity, GC-MS.
2.2 Produk Konversi Teknologi Batubara
2.2.1 Minyak Batubara
Produksi minyak batu bara menggunakan kalatis NiMO. Katalis NiMo
adalah salah satu jenis katalis yang digunakan untuk memproduksi minyak
dengan komposisi senyawa aromatik yang tinggi. Logam Ni sangat selektif
terhadap pemutusan rantai C-C dan C-H. Perpaduan logam NI dan Mo dapat
menyebabkan terjadinya reaksi hidrodeosidasi dan memiliki selektifitas
terhadap pemutusan rantai C-O.

2.2.1.1 Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis Terhadap Yield Minyak Batubara

Gambar 4. Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis


Terhadap Yield Minyak Batubara

Semakin tinggi temperatur maka semakin banyak jumlah senyawa yang


teradsorbsi di permukaan katalis, temperatur yang terlalu tinggi akan
menyebabkan energi kinetik molekul semakin besar sehingga skesetimbangan
adsorpsi akan bergeser ke arah desorpsi. Maka temperatur yang terlalu tinggi
akan menurunkan kinerja katalis.
2.2.1.2 Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis terhadap Densitas Minyak Batubara

Gambar 5. Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis terhadap


Densitas Minyak Batubara
Semakin besar jumlah katalis yang digunakan maka semakin kecil
densitas yang dihasilkan.

2.2.1.3 Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis Terhadap Nilai oAPI Gravity dan
klasifikasi Minyak batubara

Gambar 6. Pengaruh Temperatur dan Berat Katalis Terhadap


Nilai oAPI Gravity dan klasifikasi Minyak batubara

Semakin kecil spesific gravity minyak maka semakin tinggi oAPI


Gravity. Semakin tinggi oAPI Gravity maka klasifikasi yang diberikan
terhadap produk minyak akan semakin ringan. Semakin ringan jenis minyak
maka semakin pendek rantau karbon sehingga lebih mudah untuk
direngkahkan menjadi fraksi-fraksinya.

2.2.1.4 Komposisi minyak batubara

Gas Chromatrography-Mass Spectroscopy (GC-MS) adalah alat


instrumen analisa yang digunakan untuk menentukan jumlah dan komposisi
hidrokarbon yang menyusun minyak batubara dari hasil penelitian.

Tabel 1. Komposisi Minyak Batubara Setelah GC-MS

Komposisi Faksi 0% Katalis 15% Katalis


Gasolin 30,82 46,15
Kerosin 29,66 26,79
Diesel 5.57 6,22
Residu 8,36 7,00
Lainnya 25,53 13,83
Hasil penelitian :

a. Yield minyak batubara optimum pada temperatur 400-450C dengan 5%


katalis yaitu 8,81%. Katalis NiMo efektif digunakan untuk meningkatkan
kualitas minyak batubara terhadap fraksi gasolin. Kondisi operasi terbaik
yaitu pada temperatur 400-450C dengan berat 15% katalis NiMo yang
menghasilkan 46,15% fraksi gasolin dari minyak batu bara.
b. Tantangan yang dihadapi teknologi pencairan batubara adalah investasi yang
sangat mahal serta keberadaaan cadangan sumber bahan baku (batubara)
yang bahan baku.
c. Dijadikan sebagai bahan alternatif pengganti minyak sehingga limbah
batubara dapat meningkatkan nilai jual dan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan yang serba guna serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan
karena limbah batubara lebih sedikit mengeluarkan emisi CO2.

2.2.2 Zeolit
Proses sintesis zeolit menggunakan limbah batabara ditambah NaOH, aquades
dan NaAlO2. Sintesis zeolit dengan penambahan NaAlO2 sebagai media
kristalisasi. Metode yag digunakan dalam sinteris zeolite yaitu metode
peleburan alkali hidrotermal. Proses sistesi zeolit dari limbah batu bara dapat
dilihat pada gambar 7.

Pengeringan, penghalusan dan


pengayakan Limbah batubara

Pengovenan suhu 1050C

Pendinginan dalam desikator

Pencampuran NaOH dan


pemanasan dengan furnace

Pendinginan, dan pelarutan


dengan aquades

Pengadukan 1 jam dan penyaringan

Pelarutan NaAlO2 (2.5M, 2M, 1.5M 1M)

Peleburan hidrotermal

Pengovenan dan pengeringan


Gambar 7. Sintesis Zeolit dari limbah batubara
Tabel 2. Massa sampel selama proses metode peleburan alkali hidrotermal

Pada Tabel 2, terdapat perubahan massa sampel dari setiap proses.


perubahan massa yang cukup signifikan terjadi setelah proses hidrotermal,
karena pada tahap ini terjadi pembentukan inti zeolit dan laju pertumbuhan
kristal yang dipengaruhi oleh media kristalisasi. Semakin tinggi konsentrasi
NaAlO2 yang digunakan, maka semakin banyak jumlah massa yang diperoleh.
Tebel 3. Ukuran kristal sodalit yang diperoleh

Ukuran kristal sodalit dari keempat sampel berbeda. Konsentrasi


NaAlO2 mempengaruhi ukuran kristal, namun pada penelitian ini
tidakdiperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi NaAlO 2 dengan
ukuran kristal sodalit yang diperoleh.
2.2.3 Beton Geotermal
Proses konversi batu bara menjadi beton geothermal menggunakan pasir,
kerikel, air, limbah batubara, semen dan air sulfat. Proses awal dengan
perhitungan kompisisi adukan atau campuran, pencampuran split, pasir, air,
fly ash, dan katalis (alkaline aktivator). Selanjutnya, penuangan beton dalam
cetakan, pelepasan cetakan setelah beton berumur 1 hari dan terakhir
perendaman beton beton dalam larutan sulfat.
Gmbar 8. Grafik kekuatan Beton Geotermal

kuat tekan maksimum terjadi pada hari ke-28 sebesar 12.736072 Mpa.
Beton geopolimer yang telah direndam dalam air sulfat 5% mengalami
penaikan kekuatan tekan beton setelah hari ke-7 sampai hari ke-28 yaitu
sebesar 11,780455 Mpa menjadi 12.736072 Mpa dan kekuatan tekan beton
geopolimer masih terus bertambah sampai hari ke-90. Sehimgga beton
geopolimer yang di uji masih dapat bertambah kekuatannya dalam sulfat 5%.

2.3 Peluang Teknologi Konversi Barubara


2.3.1 Peluang Konversi Limbah Batu Bara menjadi Minyak
Dijadikan sebagai bahan alternatif pengganti minyak sehingga limbah
batubara dapat meningkatkan nilai jual dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
yang serba guna serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena
limbah batubara lebih sedikit mengeluarkan emisi CO2.

2.3.2 Peluang Konversi Limbah Batu Bara menjadi Zeolit


Dalam perkembangan limbah batu bara menjadi zeolite memiliki
peluang besar, dikarenakan zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penukar ion,
penyaring molekuler, adsorben dan katalis (Hanifah, 2018). Dalam berbagai
sektor zeolit memiliki peran penting diantaranya:
Tabel 2. Peluang zeolite dalam bebagai sektor

Sektor Aplikasi
Pertanian Penetral keasaman tanah, meningkatkan aerasi
tanah, sumber mineral pendukung pada pupuk dan
tanah, serta sebagai pengontrol yang efektif dalam
pembebasan ion amonium, nitrogen, dan kalium
pupuk.
Peternakan Meningkatkan nilai efisiensi nitrogen, dapat
mereduksi penyakit lembuhg pada hewan
ruminensia, pengontrol kelembaban kotoran
hewan dan kandungan amonia kotoran hewan.
Perikanan Membersihkan air kolam ikan yang mempunyai
sistem resikurlasi air, dapat mengurangi kadar
nirogen pada kolam ikan.
Energi Sebagai katalis pada proses pemecahan
hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel
pada pengembangan energi matahari, dan
penyerap gas freon.
Industri Pengisi (filler) pada industri kertas, semen, beton,
kayu lapis, besi baja, dan besi tuang, adsorben
dalam industri tekstil dan minyak sawit, bahan
baku pembuatan keramik.

2.3.3 Peluang Konversi Limbah Batu Bara menjadi Beton Geotermal


Kandungan yang terdapat pada fly ash dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengganti semen dalam proses pembuatan beton geopolimer. Hal ini
bisa mengurangi penggunaan semen sehingga dapat menghemat biaya
produksi.

2.4 Tantangan Teknologi Konversi Barubara


2.4.1 Tantangan Teknologi Konverse Batubara menjadi minyak
Tantangan yang dihadapi teknologi pencairan batubara adalah investasi
yang sangat mahal serta keberadaaan cadangan sumber bahan baku (batubara)
yang semakin langka.

2.4.2 Tantangan Teknologi Konverse Batubara menjadi Zeolit


Proses konversi zeolit dari limbah batu bara membutuhkan waktu yang
lama dan bahan baku pembuatan zeolite merupakan bahan hasil tambang yang
semakin lama akan berkurang jika digunakan terus menerus, sehingga akan
berdampak digunakan untuk bahan baku pembuatan zeolite.

2.4.3 Tantangan Teknologi Konverse Batubara menjadi Beton Geotermal


Kandungan sulfat yang terdapat pada fly ash belum bisa mempengaruhi
kekuatan yang maksimal pada proses pembuatan beton geopolimer. Hal ini
menyebabkan daya tahan beton geopolimer tidak berlangsung lama karena
kekuatannya tidak maksimal.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Teknologi konversi batubara merupakan teknologi untuk mengubah batubara


menjadi suatu produk yang dapat meningkatkan nilai tambah dari poduk
batubara.
2. Teknologi konversi batubara dapat mengubah batu bara menjadi berbagai
produk seperti minyak bumi, zeolit dan beton geopolimer.
3. Terdapat peluang dan tatangan untuk mengonversi batubara menjadi beberapa
produk.
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Rizky, Suwandi, Reza Fauzi P. 2019. The Influence of Total og Air Holes
At Gasifier With Air Flow Velocity Variations Agains Biomassa Gasification
Performance With Teak Wood Pellet Fuel. E-Proceeding of Engineering. Vol 6,
No.2.

Anggoro, Didi, Luqman Buchori. 2015. Preparasi dan Karakteristik Katalis


Co/Zeolite Y and Co-Mo/Zeolite Y untuk konversi Tar Batubara. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta. ISSN : 1693-4393.

Arinaldo, D., Cgistian J., 2019. Dinamika Batu Bara Indonesia: Menuju Transisi
Energi yang Adil. Jakarta: Institute for Essential Services Reform (IESR).

Darwanta., 1997, Kajian Penambahan Al(OH)3 dalam Sintesis Zeolit 4A dari Abu
Layang Batubara, Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta.

Fajril A., 1996, Sintesis Zeolit 4A dari Abu Layang Batubara, Thesis Program Pasca
Sarjana. UGM, Yogyakarta.

Hanifah, R., Puryanti, D., Muttaqin, A., 2018. Pembuatan Zeolit Sodalit dari Abu
Dasar Batubara dengan Variasi Konsentrasi Larutan NaAlO2 menggunakan
Metode Peleburan Alkali Hidrotermal. Jurnal Fisika Unand Vol. 7, No. 3

Hasmawaty, AR, Nina, Paramyta, IS. Meningkatkan Keanekaragaman Batubara


Kualitas Rendah Untuk Energi Listrik. Universitas Bina Darma, Palembang.

Jumaeri, sutamo, Eko Sri kunanti, dan Sri Juari Santosa. 2009. Pengaruh konsentrasi
NaOH dan Temperatur pada Sintesis Zeolit dari Abu Layang secara Alkali
Hidrotermal. Jurnal Zeolit Indonesia. Vol 8, No. 1.

Jumaeri,W. Astuti,dan W.T.P. Lestari. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit dari
Abu Layang secara Alkali Hidrotermal. Jurnal Zeolit Indonesia. Vol 11, No. 1.
MattigoId, S. V., D. Rai, LE. Eary, and C.C. Ainsworth. 1990. Geochemical factors
controlling the mobilization of inorganicconstituent from fossil fuel combustion
residues : 1. Review of the major elements. J. Environ. Qual.

Muis, Lince, Hasrul Anwar, Muhammad Haviz. 2018. Pengaruh Temperatur pada
Proses Pencairan Batubara Antrasit Menggunakan Pelarut Short Residue. Jurnal
Civronlit Universitas Batanghari. Vol 3, No.2.

Nurhabibah dan Muttaqin, A., 2017, Pengaruh Waktu Peleburan Terhadap


Konduktivitas Listrik Zeolit Sintetis dari Abu dasar Batubara dengan Metode
Peleburan Alkali Hidrotermal, Jurnal Fisika Unand, Vol. 6, No. 3, hal. 240-246.

Permana, Darsa. 2011. Peluang dan Tantangan Peningkatan Nilai Tambah Batubara.
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara. Vol 7, N0.1. Hal 1-13.

Prambudi, Arief Hario. 2014. Analisis Konversi Energi Batubara di Pembangkit


Listrik Tenaga Uap PT Indorama Synthetics Tbk. Univrsitas Pendidikan
Indonesia

Pratama, Teguh Nugraha, dan Afdhal Muttaqin. 2017. Pengaruh Sumber Kation
NaOH dan KOH Terhadap Jenis Zeolit Sintesis dari Abu Dasar Batubara
dengan Metode Peleburan Alkali Hidrotermal. Jurnal Fisika Unand. Vol. 6,
No.2.

Pratama, Teguh Nugraha, dan Afdhal Muttaqin. 2017. Pengaruh Sumber Kation
NaOH dan KOH Terhadap Jenis Zeolit Sintesis dari Abu Dasar Batubara
dengan Metode Peleburan Alkali Hidrotermal. Jurnal Fisika Unand. Vol. 6,
No.2.

Prijatama, Herry. 1993. Abu Terbang dan Pemanfaatannya. Makalah Seminar


Nasioal Bahasa Indonesia. UGM Yogyakarta 7-8 September 1983..

Putri, Rizqia Zahra, and Fadhillah. 2011. Peningkatan Kualitas Batubara Low
calorie menggunakan Mnyak Pelumas Bekas Melalui Proses Upgrading Brown
Coal. Jurnal Bisa Tambang : Universitas negeri Padang. Vol 5, No. 2.
Setiadi, Amir, Jumaeri, dan Nuni Widiarti. 2016. Sintesis Zeolit dengan Kandungan
Si / Al Rendah dari Kaolin Menggunakan Metode Peleburan dan Hidrotermal.
Indonesia Journal of Chemical Science. Vol 5, NO. 3.

Setiawan, Randi, Fera Lestari, dan Dian Pratiwi. 2017. Pengaruh Sulfat Pada
Kekuatan Beton yang Menggunakan Limbah Batubara Sebagai Bahan
Pengganti Semen. Jurnal Teknik Sipil UBL. Vol 8, No.2.

Sobah, Saripah, Hary Sulistyo, Siti Syamsiah. 2013. Pengolahan Gas CO2 hasil
samping Industri Amoniak Melalui Gasifikasi Batubara yang telah dipirolisis
dengan Menambah Ca(OH)2. Jurnal Rekayasa Proses. Vol 7, No.1.

Sunardi, Rohman, T., Mikrianto, E., 2007. Pengaruh Waktu Refluks dengan Naoh
Terhadap Konversi Abu Layang Batubara Menjadi Zeolit. FMIPA, UNLAM,
Banjarbaru.

Suprapto, Slamet, Didi heryadi, Nurhadi. 2009. Pemanfaatan Gasifikasi Batubara


untuk PLTD Sistem Dual Fuel. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara. Vol. 5,
No.3. hal 121-130.

Triantoro, Agus, Adib Mustofa, Riswan. 2013. Pengaruh Agen Gasifikasi Batubara
Terhadap Produk Gas yang Dihasilkan Oleh Batubara Peringkat Rendah. INFO
TEKNIK. Vol 14, No.2.
Lampiran Peluang dan tantangan secara umum

Anda mungkin juga menyukai