Anda di halaman 1dari 11

Liquifasi Batubara Metode Langsung

(Bergius Process)

Konversi Batubara
Dibuat Sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Konversi dan
Pemanfaatan Batubara pada Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh :
Bahrul Ilmi

03021181320046

M. Imam Pratama

03021181320014

Rendhie Suswanto

03021181320088

Riska Septiyani

03021181320044

Willy Amdana

03021381320072

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
Liquifasi Batubara Metode Langsung (Direct Coal Liquifaction)
A. Pengertian Pencairan Batubara (Coal Liquifaction)

Pencairan batubara (Coal Liqeufaction) adalah proses mengubah wujud


batubara dari padat menjadi cair. Proses pencairan batubara dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Pada
proses tidak langsung batubara difragmentasi menjadi CO, CO2, H2, dan CH4
yang kemudian direkombinasikan menghasilkan produk cair, prosesnya melalui
gasifikasi dan kondensasi. Pada proses langsung batubara cair diproduksi
dengan melarutkan dalam suatu pelarut organik lalu dilanjutkan dengan proses
hidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi. Pendekatan yang mungkin dilakukan
untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct
Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect
Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan
batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang
mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah
prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini
akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan.
Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.
Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton
batubara. Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat
dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari
batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat
menjadikan batubara sebagai sumber energi alternativ bagi seluruh konsumsi
minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa
menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara.
Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan
yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika
diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya
batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu
sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal,
biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena negara- negara lain sudah

melakukan kebijakan-kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk


mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.
B. Perkembangan Teknologi Liquifasi
Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama
kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis
Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada
1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai
dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis.
Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi
pencairan

batubara

melalui

proyek

Sunshine

tahun

pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.

1974

sebagai

Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization),


organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk
menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi
pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu

solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to


liquefy bituminous coal.Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak
berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas
rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara
tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian
mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar
kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas
batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat
menghasilkan

bahan

bakar

berkualitas

serta

ramah

lingkungan.

Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal


Liquefaction Technology (BCL).

Gambar 1. Proyek pengembangan teknologi Direct Liquefaction Process di


Amerika Serikat

Gambar 2. Proyek pengembangan teknologi Direct Liquefaction Process di


Negara lain
Gambar 3. Filosofi Pengembangan Batubara Cair pada Proses NEDO
Liquefaction (NEDOL)

C. Teknologi Liquifasi Batubara Metode Langsung


Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal
Liquefaction-DCL,dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam
menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius
Process, Pengertian lebih lanjut Bergius Process merupakan pencairan batubara
metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL. DCL adalah
proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah
meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio
perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa
hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio
konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Baru mengalami
perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua. Pada tahun 1994 proses DCL
kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah
dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.Tahun 2004 kerjasama pengembangan

teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West
Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk kemudian
pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia. Dalam Phase
pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair
pertahunnya.

Gambar 4. Skema Liquifasi Batubara Metode Langsung


Proses hidroliquefaksi disebut juga sebagai proses hidrogenasi katalitik
atau proses pencairan batubara dengan hidrogenasi batubara dalam larutan donor
hidrogen dengan bantuan katalistis oksida besi pada tekanan antara 35-275
atmosfir dan temperature sekitar 375-4500 C. tekanan dan temperatur tinggi
digunakan untuk memecahkan batubara menjadi fragmen-fragmen reaktif yang
disebut radikal bebas (hidayat, 1995). Agar menghasilkan konversi cair yang
cukup tinggi diperlukan stabilisasi terhadap radikal bebas, sekaligus mencegah
terjadinya polimerisasi menjadi produk tak larut dan tak reaktif. Menurut
berkowist, N. transformasi batubara menjadi minyak sintetis merupakan proses
hidrogenasi yang melalui tahap-tahap sebagai berikut:

Batubara presasfalten asfalten minyak


Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa faktor
dibawah:
1. Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung daripada jenis
feedstock /(spesifikasi batubara) yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah
sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
2. Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking
perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor
kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya
diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan
dapat dihindari.
3. Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi
terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
4. Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi dimana serpihan
batubara mengalami defrakmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikelpartikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu
jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses pengeringan
batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor utama (Lihat
skema Brown Coal Liquefaction di bawah).
5. Spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem
yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
6. Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking
perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor
kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya
diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan
dapat dihindari.
7. Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi
terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.

Gambar 5. Alur Proses Batubara Cair


Melalui Brown Coal Liquifaction Techonology

Sumber: www.futurecoalfuels.org

Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang
berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil
produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator,
kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran
sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair
dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan
bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi
lainnya) dikeluarkan.
D. Kelebihan dan Kekurangan Batubara Cair
1. Kelebihan Batubara Cair
a.

Harga produksi lebih murah

b. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori
rendah (low rank coal), yang selama ini kurang diminati pasaran.
c.

Dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet


(jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar
minyak biasa.

d. Teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan. Dari pasca


produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2.
Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya),
masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal.
Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi
bahan bakar.
2. Kekurangan Batubara Cair
a.

Keekonomian

b. Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu


untuk membangun kilang pencairan batubara. Batubara cair akan
ekonomis jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl.
c.

Investasi Awal Tinggi

d. Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal .

e.
f.

Merupakan Investasi Jangka panjang


Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi,
sedangkan tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Jauhary, Muhammad. 2007. Potensi Industri Pengolahan Batubara Cair. Jurnal


Economic Review No.208, 1-7. (Online)
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280028-S379-Sintesis%20fischer.pdf.
Diakses 10 Maret 2016.
Pohny. 2013. Sistem Kendali Mesin Crusher pada Proses Pengolahan Batubara.
Tesis.
Makassar:
Universitas
Hasanuddin.
(Online)
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/54/--pohny-2695-113-pohny-6.pdf. Diakses 11 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai