MATA KULIAH
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Dosen Pengampu :
oleh
Evi Yanti
(0402513125)
(0402513009)
Yotiani
(0402513019)
BAB I
PENDAHULUAN
Alkohol merupakan senyawa karbon yang sangat banyak digunakan untuk
keperluan kosmetik, obat-obatan, industri minuman dan lain-lain, bahkan juga
digunakan sebagai larutan untuk penelitian-penelitian di laboratorium. Dari tahun
ke tahun penggunaan alkohol dalam skala industri makin meningkat sesuai
penggunaannya. Bahkan kini alkohol mulai digunakan sebagai bahan bakar.
Alkohol dipandang sebagai salah satu alternatif yang memberikan harapan baik
untuk bahan suplemen atau bahkan untuk substituisi bahan bakar minyak yang
cadangannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui.
Indonesia merupakan salah satu negara pemakai alkohol yang dari tahun ke
tahun konsumsinya terus meningkat. Kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
berbanding terbalik dengan ketersediaannya. Di Jawa Tengah misalnya, suplai
BBM dari tahun ke tahun menurun meskipun angkanya relatif tetap. Menurut
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah jumlah total penyaluran BBM pada tahun
2006 adalah 4.202.246 kL kemudian pada tahun 2008 mengalami penurunan yang
tidak signifikan menjadi 4.204.353kL dan pada tahun2010juga mengalami
penurunan menjadi 4.010.695 kL. Menurunnya total suplai bahan bakar minyak
tersebut salah satunya dikarenakan sumber penghasil BBM yaitu fosil semakin
lama semakin berkurang.
Salah satu upaya untuk mengurangai konsumsi masyarakat terhadap BBM
adalah dengan memanfaatkan energi alternatif terbarukan seperti yang tertuang
dalam Peratusran Presiden (Perpres) Republik Indonesia no. 5 tahun 2006, tetapi
pemerintah juga menargetkan pada tahun 2016 pemanfaatan BBM bisa mencapai
angka 5%. Salah satu contoh bahan bakar berbasis nabati adalah bioetanol. Saat
ini sudah banyak ditemukan pemanfaatan bioetanol sebagai bahan campuran
(aditif) dari bensin yang sering disebut dengan gasohol E-10. Gasohol E-10
merupakan campuran antara bensin dengan 10% bioetanol murni. Gasohol E-10
memiliki angka oktan 92 yang hampir setar dengan pertamax yang memiliki nilai
1
oktan 92-95. Oleh karena itu sangatlah mungkin jika bioetanol dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif pensubstitusi BBM yang ramah lingkungan karena
hasil pembakarannya hanya menghasilkan H2O dan CO2.
Bioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung gula sederhana, pati,
maupun bahan berserat melalui proses fermentasi. Masing-masing bahan berbeda
cara pengolahannya untuk bisa dijadikan bioetanol. Menurut Retno dan Nuri
(2011), produksi bioetanol dengan menggunakan bahan berpati harus diawali
dengan proses pemecahan pati menjadi gula sederhana atau glukosa melalui
metode hidrolisis asam atau enzimatis.
Etil alkohol (alkohol) dapat dibuat dengan cara sintesa kimia dan cara
mikrobiologis (fermentasi). Cara sintesis kimia yaitu menggunakan pereaksi
kimia biasa untuk mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Sedangkan cara
mikrobiologis yaitu menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar
menjadi alkohol.
Winarno dan Ferdiaz (1979) mengatakan bahwa karbohidrat dapat
difermentasi menjadi alkohol. Karbohidrat banyak terdapat pada buah-buahan, ubi
kayu, beras dan lain-lain.
Nangka (Artocarpus heterophy, Lmk) merupakan salah satu buah-buahan
yang banyak digemari orang. Dikonsumsi karena rasanya manis dan lezat.
Sekarang ini sudah banyak sirup nangka yang dikalengkan dijual di pasar, super
market dan lain-lain. Di Indonesia nagka belum diproduksi dalam bentuk
perkebunan seperti halnya buah-buahan lain, sehingga jumlah produksinya tidak
diketahui dengan pasti.
Biji nangka merupakan bagian nangka yang hingga saat ini belum
dimanfaatkan secara sempurna. Biji nangka merupakan bagian nangka yang
mempunyai kadar karbohidrat yang cukup tinggi. Menurut Siswoputranto (1982),
kandungan karbohidrat biji nangka 36,7%. Besarnya kandungan karbohidrat ini
merupakan salah satu potensi yang baik untuk dijadikan alkohol. Upaya ini selain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nangka
Tanaman nangka berasal dari India bagian selatan dan telah dibudidayakan
sejak dulu. Kemudian menyebar ke Malaysia. Kini pohon nangka ditanam luas di
dataran rendah di hampir seluruh negara-negara beriklim tropis.
Nangka (Artocarpus heterophyllus, Lmk) termasuk famili Moraceae, ordo
Uticales,
kelas
Dicotyledoneae,
sub
divisi
Angiospermae,
dan
divisi
biasa daging buahnya keras dan agak kering, sedangka nangka bubur daging
buahnya lunak dan berair (Siswoputranto, 1982).
Buah nangka terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging buah, kulit, jerami
dan biji nangka. Menurut Siswoputranto (1982), biji nangka banyaknya kira-kira
5% dari seluruh buah. Hingga saat ini biji nangka belum termanfaatkan secara
sempurna. Tien Muchtadi (1980) melakukan analisa terhadap komposisi kimia
daging nangka, kulit nangka, jerami dan biji nangka. Hasil analisa tersebut dpat
dilihat pada daftar Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi bagian-bagian buah nangka
No.
Komposisi
Daging buah
Jerami
Biji
Kulit
Air (%)
80,29
65,12
71,12
79,85
Protein (%)
1,91
1,95
2,85
1,41
Lemak (%)
1,86
10,00
0,54
0,18
Karbohidrat (%)
9,85
9,30
19,23
5,39
1,58
1,94
3,07
5,13
Abu (%)
0,69
1,11
1,08
1,50
Gula (%)
1,39
1,42
0,11
0,82
VRS,meg/1000gr (%)
30,29
22,25
31,77
32,92
Vitamin
14,21
2,05
0,98
1,71
6,14
6,02
5,63
5,67
C,mg/100gr
(%)
10
pH (%)
B. Hidrolisa
Hidrolisa adalah proses pemecahan (penguraian) pati menjadi unit-unit
monomer gula. Hidrolisa dapat dibagi atas dua cara, yaitu hidrolisa dengan katalis
asam dan hidrolisa dengan enzimatis (Saraswati, 1982). Menurut Junk dan
Pancoast (1980), hidrolisa pati dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu hidrolisa
dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim, dan kombinasi enzim dan
enzim.
Secara umum proses kimia yang terjadi pada hidrolisa karbohidrat terlihat
pada Gambar 1.
1. Hidrolisa Asam
Hidrolisa asam yaitu proses pemecahan pati menjadi gula-gula sederhana
dengan bantuan katalis asam. Jika pati dihidrolisis dengan katalis asam akan
terjadi pemutusan ikatan C-O-C- yang menghasilkan glukosa dan beberapa
polimernya. Bila proses diteruskan akan menghasilkan jumlah gula yang bobot
molekulnya lebih rendah, polimer-polimer itu dihidrolisis sampai menjadi glukosa
(Junk dan Pancoast, 1977).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembuatan glukosa secara asam ialah
jenis asam, konsentrasi asam, konsentrasi awal pati, waktu hidrolisa, suhu dan
tekanan (Anonim, 1984). Sedangkan menurut Djubaedah dan Somaatmadja
(1975), tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses hidrolisis asam yaitu jumlah
asam yang digunakan, lama hidrolisa dan kandungan protein bahan baku.
Dalam proses ini, jenis asam yang digunakan antara lain H2SO4, HCl, dan
asam oksalat. Apabila digunakan H2SO4 maka penetralan dilakukan dengan
menambahkan Ca(OH)2. Begitu juga halnya dengan asam oksalat. Bila
menggunakan HCl, maka larutan gula dinetralkan dengan NaOH atau Na2CO3.
Hidrolisa asam dilakukan dengan memasukkan wadah yang tahan panas ke
dalam autoclave. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam).
Junk dan Pancoast (1973) menyatakan bahwa proses hidrolisa asam selalu
menggunakan suhu tinggi yaitu sekitar 140 160 derajat celcius. Ini
menimbulkan masalah yaitu memerlukan peralatan yang tahan korosi.
2. Hidrolisa Enzimatis
Hidrolisa secara enzimatis dapat dilakukan dengan memasukkan mikroba ke
dalam media atau memasukkan enzim saja ke dalam medianya.
Fagarty dan Kelly (1979) menyatakan bahwa enzim yang berperan dalam
mengubah pati (karbohidrat) menjadi gula-gula sederhana yaitu enzim -amilase,
-amilase,
Enzim adalah katalis yang hidup (biokatalis) sehingga agar enzim dapat
bekerja secara optimal diperlukan kondisi pH dan suhu tertentu.
Degradasi pati dengan enzim mikroorganisme dapat melalui dua tahap yaitu
likuifikasi dan sakarifikasi atau hanya melalui satu tahap pati langsung diubah
menjadi glukosa dengan menggunagkan enzim glukoamylase asal kapang, antara
lain Aspergillus niger dan Rhizopus delemar.
Menurut Junk dan Pancoast (1973), hidrolisa tahap pertama dengan amylase yang stabil dalam keadaan panas. Tahap ini disebut juga tahap likuifikasi.
Tahap ini berlangsung pada suhu 85-95oC dan pH sekitar 6-6,5 (Anonim, 1984).
Selanjutnya hidrolisa tahap kedua dengan enzim amiloglukosidase. Tahap
ini disebut tahap sakarifikasi, yaitu perubahan gel-gel karbohidrat dari hasil
likuifikasi menjadi gula. Proses ini berlangsung pada suhu 60oC dan pH 4,5
(Anonim, 1984).
C. Khamir
Starter yang digunakan dalam pembuatan alkohol ini merupakan ragi roti
komersil
dengan
merk
Fermipan.
Ragi
roti
merupakan
khamir
jenis
yang diproduksi di Perancis dan telah dikenal luas oleh para baker di berbagai
negara di dunia. Yeast atau ragi adalah suatu macam organisme ber-sel tunggal
yang tergolong dalam 1 rumpun cendawan.
: Eumycetes
Class
: Ascomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccharomycetaceae
Subfamili
: Saccharomycetoideae
Genus
: Saccharomyces
tersebut
menjadi
etanol
dan
D. Fermentasi Alkohol
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menyangkut perubahan kimia
bahan organik yang disebabkan aktivitas enzim mikrootganisme (Amerine, 1980).
Proses fermentasi dapat berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen) dan
dapat secara anaerob (tidak memerlukan oksigen) (Pringgomulyo dan wardoyo,
1980).
Proses fermentasi alkohol melibatkan reangkaian reaksi enzimatis yangg
menghasilkan etanol dan CO2 serta sedikit senyawa-senyawa lain. Menurut Haas
(1978), proses fermentasi gula menjadi alkohol melalui empat belas tahap
perubahan kimia dan tidak kurang dari lima belas macam enzim serta tiga macam
koenzim yang ikut berperan dalam proses tersebut. Seluruh enzim dan koenzim
ini sering juga disebut zimase.
Proses fermentasi alkkohol ini melibatkan Saccharomyces cerevisiae yang
akan memetabolisme glukosa menjadi etanol. Rehm dan Reed (1983); dan Ayres,
Mundt dan Sandine (1980) mengatakan bahwa tehapan pembuatan alkohol
melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP). Hal ini dapat dilihat pada Gambar
3.
Secara ringkas reaksi pembentukan etanol dari glukosa sebagai berikut :
C6H12O6
Glukosa
Pada reaksi ini 1 mol glukosa akan membentuk 2 mol etanol dan 2 mol CO2
serta ATP (energi), atau dengan basis berat, 51,1 % glukosa diubah menjadi etanol
dan 48,9 % CO2. Pada kenyataannya hasil ini tidak tercapai, karena beberapa
nutrisi digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme khamir serta terbentuknya
hasil sampingan, sehingga hanya 90 95% dari nilai yang dapat dicapai (Kunkee
dan Amerine, 1970).
10
Etanol adalah etil alkohol atau metil karbonil. rumus kimia etanol adalah
C2H5OH, yaitu suatu cairan tak berwarna, bening, mudah menguap, atau berbau
merangsang, dan mudah larut dalam air. Alkohol dapat dibuat melalui proses
sintesa dan fermentasi (Pringgomulyo dan Wardoyo, 1980). Wanto dan
Soubagyio (1980) menyatakan sifat-sifat alkohol. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
2.
11
46
Kerapatan
Titik lebur
-117,3oC
Titik didih
78,3oC
21oC
Titik nyala
372oC
Batas ledak
(i) Atas
19% volume
(ii) Bawah
3,5 % volume
Batas keracunan
100 btj
Jenis mutu
Kering (anhidrous)
95% dan denaturasi
Menurut Amerine dan Cruess (1967), selain etanol dan CO2, proses
fermentasi juga menghasilkan hasil sampingan yaitu asam laktat, asam piruvat,
asetaldehid, asam asetat dan gliserol.
12
tumbuh dan efisien untuk fermentasi etanol pada pH 3,5 sampai 6,0 dengan
temperatur 28 35oC.
3. Oksigen
Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis dapat
tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan
proses fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa
jenis khamir berkisar antara 2 30 ppm (David dan Kirsop, 1972 di dalam
Pollock, 1981).
Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika kadar oksigen cukup
tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme aerob atau respirasi.
Pada proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida
dan air. Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah
menjadi asam asetat.
4. Media fermentasi
Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari
glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa
konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi adalah 16 - 25%,
dimana akan menghassilkan etanol sebesar 6 - 12%. Konsentrassi gula di atas
25% memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan
terhenti. Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik (Amerine et al., 1980).
Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi maka etanol yang
terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi
menjadi lebih lama dan efisiensi menjadi rendah, karena tidak semua gula
dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan
proses tidak ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien.
Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur,
jika konsentrassi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam menguap
yang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan
menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental, dengan
penelitian meliputi persiapan bahan,hidrolisis,fermentasi,pemurnian dan hasil
analisis hasil.
Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan :
Biji nangka
Dikupas, dicuci, dibuat
sari pati
+ Air 1 L
Menghasilkan beton
seberat 190 gram
Distilasi
Dihasilkan bioetanol
14
baskom,
penumbuk
(ulek),mangkok,
panci,
pengaduk
15
Gambar 7. Proses
pengupasan kulit biji
nangka
16
Gambar 14. Penambahan air pada sari Gambar 15. Pemanasan pada suhu 75oC
pati yang telah kering
sambil diaduk
17
3.5.3 Fermentasi
Kedalam larutan substrat ditambahkan yeast Saccharomyces cerevisiae
dengan variable ragi sebanyak 12 gram. Proses fermentasi dilakukan pada suhu
300C selama 5 hari dengan range pH 4-5. Proses berlangsung secara anaerob.
Hasil fermentasi disaring dengan kain saring untuk memisahkan endapan dengan
larutan etanol-air.
Gambar 24.
Persiapan fermentasi
18
3.5.4 Distilasi
Bioetanol hasil fermentasi dimurnikan dengan cara distilasi proses distilasi
ini menggunakan alat distilasi . Proses pemurnian ini berlangsung dua tahap,
yakni distilasi tahap I dan tahap II. Distilasi tahap I, uap hasil distilasi didinginkan
hanya dengan kondensor yang berisi air biasa sedangkan distilasi tahap II,
sebelum didinginkan dengan kondensor yang berisi air, uap hasil distilasi
dilewatkan kedalam kolom isian terlebih dahulu.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
sudah tidak mengandung air dan berbentuk serbuk putih. Serbuk pati yang sudah
kering kemudian ditimbang dan diperoleh sebanyak 190 gram. Langkah
selanjutnya ialah melakukan pemanasan. Serbuk pati dicampur dengan air 1 L
dan dipanaskan pada suhu 75oC sambil diaduk. Suhu diukur dengan termometer
dan dijaga agar tetap bertahan pada suhu 75 oC. Hal ini agar proses gelatinisasi
berlangsung optimal. pH larutan juga diukur dan diusahakan berada pada pH 4-5.
Hal ini agar enzim dapat bekerja secara optimal. Dalam penelitian ini peneliti
tidak menggunakan larutan asam atau basa untuk mengatur pH larutan, karena pH
yang diperoleh sudah mencapai pH 4. Setelah pemanasan dilakukan selama 20
menit dan larutan berubah wujud menjadi seperti bubur kental, kemudian
dimasukan 2 mL enzim
sukrosa. Pengadukan terus dilakukan selama 45 menit dan dijaga kondisinya pada
suhu 75oC dan pH 4. Kemudian dimasukkan enzim kedua yaitu Gluko-amilase
sebanyak 2 mL yang berfungsi sebagai proses likuifaksi dan pra-sakarifikasi pH
diatur 4-5 dan suhu diturunkan menjadi 60oC. Pemanasan dihentikan setelah 45
menit dilakukan pengadukan. Larutan substrat didingankan terlebih dahulu
sebelum ditambah fermipan dan dimasukkan ke dalam fermentor. Fermipan
dimasukkan pada saat larutan sudah dingin karena Saccharomyces cerevisiae
tidak dapat hidup pada kondisi panas.
Setelah dingin larutan substrat sebanyak 270 mL diinokulasi dengan starter
Saccharomyces cerevisiae (fermipan) sebanyak
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini ialah dihasilkannya
etanol dari biji nangka dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae
sebagai inokulumnya melalui proses fermentasi. Etanol yang diperoleh dari 190
gram pati biji nangka ialah sebanyak 3 mL.
B. Saran
Sehubungan dengan penelitian ini, tentunya masih banyak terdapat
kekurangannya. Oleh karena itu, diharapkan agar :
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan etanol dari biji nangka
dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae melalui hidrolisa
dengan katalis asam.
2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat-alat laboratorium yang standar
sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Amerine, M.A dan W.V. Cruess. 1967. The Technology of Wine making. 3rd
ed. The AVI Publishing Co.,Weatsport, Conecticut.
Frazier, W.C. 1977. Food Microbiology. McGraw-Hill Publishing Co., New
Delhi
Hidayat, N., M.C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Indistri.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Rehm, H.J dan G. Reed. 1981. Biotechnolog, Mikrobial Fundamental. Verlag
Chemi GMBH, Weinhein
Siswoputranto, L.D. 1982. Mengenal Tanaman Nangka. Jakarta:Trubus
Winarno, F.G. dan D. Ferdiaz. 1979. Bio Fermentasi dan Bio Sintesa Protein.
Bandung:Angkasa
http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-biji-nangka-komposisinutrisi-bahan-makanan.html
23