Anda di halaman 1dari 30

III.

3.1.

Jenis dan Cara Penangkapan Ikan

Gill Net

3.1.1. Pengertian
Gill net atau sering disebut juga sebagai jaring insang. Istilah gill net di
dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gill net terjerat di
sekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gill net disebut
dengan istilah sasi ami, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya
ikan-ikan pada gill net, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut
menusukkan diri-sasu pada jaring-ami. Di indonesia, penanaman gill net ini
ber aneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang
tertangkap (jaring karo, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai
dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa,
1981).
Pengertian dari jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia
adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat
persegi panjang dimana mata jaring dari bagian utama ukurannya sama, jumlah
mata jaring ke arah panjang atau ke arah horisontal (Mesh Length (ML)) jauh
lebih banyak dari pada jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah dalam
(Mesh

Dept (MD)),

pada

pelampung (floats) dan

di

bagian

atasnya

dilengkapi

dengan

beberapa

bagian

bawah

dilengkapi

dengan

beberapa

pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan


memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam
keadaan tegak (Sadhori, 1985).
Warna jaring pada gill net harus disesuaikan dengan warna perairan
tempat gill net dioperasikan, kadang dipergunakan bahan yang transparan

seperti monofilamentagar jaring tersebut tidak dapat dilihat oleh ikan bila
dipasang diperairan (Sadhori, 1985).
3.1.2. Klasifikasi
Menurut Sudirman, (2004) berdasarkan kontruksinya, jaring insang
dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu berdasarkan jumlah lembar jaring utama
dan cara pemasangan tali ris. Klasifikasi berdasarkan jumlah lembar jaring utama
ialah sebagai berikut:
1. Jaring insang satu lembar (Single Gill Net)
Jaring insang satu lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya
terdiri dari hanya satu jaaring, tinggi jaring ke arah dalam atau mesh depth dan
ke arah panjang atau mesh length disesuaikan dengan target tangkapan, daerah
penangkapan, dan metode pengoperasian.
2. Jaring insang double lembar (Double Gill Net atau Semi Trammel Net)
Jaring insang dua lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya
terdiri dari dua lembar jaring, ukuran mata jaring dan tinggi jaring dari masingmasing lembar jaring, bisa sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3. Jaring insang tiga lembar (Trammel Net)
Jaring insang tiga lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya
terdiri dari tiga lembar jaring, yaitu dua lembar jaring bagian luar (outter net) dan
satu lembar jaring bagian dalam (inner net).
Sedangkan menurut Sadhori (1985), berdasarkan kontruksi dari cara
pemasangan tali ris, jaring insang dibagi ke dalam 4 (empat) jenis yaitu:
1. Pemasangan jaring utama bagian atas dengan tali ris atas dan jaring
utama bagian bawah dengan tali ris bawah disambungkan secara langsung.
2. Jaring utama bagian atas disambungkan secara langsung dengan tali
ris atas dan bagian jaring utama bagian bawah disambungkan melalui tali
penggantung(hanging twine) dengan tali ris bawah.

3.

Pemasangan jaring utama bagian atas dengan tali ris atas

disambungkan melalui tali penggantung dan bagian bawah dari jaring utama
disambungkan secara langsung dengan tali ris bawah.
4. Jaring utama bagian atas dengan tali ris atas dan bagian jaring utama
bagian bawah dengan tali ris bawah disambungkan melalui tali penggantung.
Penamaan gill net berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jaring
dalam perairan maka Ayodhyoa (1981))membedakan antara:
1. Surface Gill Net
Pada salah satu ujung jaring ataupun pada kedua ujungnya diikatkan tali
jangkar, sehingga letak (posisi) jaring jadi tertentu oleh letak jangkar.
Beberapa piecedigabungkan menjadi satu, dan jumlah piece harus disesuaikan
dengan keadaanfishing ground. Float line (tali pelampung, tali ris atas) akan
berada di permukaan air (sea surface). Dengan begitu arah rentangan dengan
arah arus, angin dan sebagainya akan dapat terlihat.
Gerakan turun naik dari gelombang akan menyebabkan pula gerakan
turun naik dari pelampung, kemudian gerakan ini akan ditularkan ke tubuh jaring.
Jika irama gerakan ini tidak seimbang, juga tension yang disebabkan float
line juga besar, ditambah oleh pengaruh-pengaruh lainnya. Kemungkinan akan
terjadi peristiwa the rolling up of gill net yaitu peristiwa dimana tubuh jaring tidak
lagi terentang lebar, jaring tidak berfungsi lagi sebagai penghalang/penjerat ikan.
2.

Bottom Gill Net

Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, sehingga letak jaring akan
tertentu. Hal ini sering disebut set bottom gill net. Jaring ini direntangkan dekat
dengan dasar laut, sehingga dinamakan bottom gill net, berarti jenis-jenis ikan
yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun
ikan-ikan

demersal.

Posisi

jaring

dapat

diperkirakan

pada float berbendera/bertanda yang diletakkan pada kedua belah pihak ujung
jaring.
Pada umumnya yang menjadi fishing ground adalah daerah pantai, teluk,
muara yang mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap dapat berbagai jenis,
misalnya hering, cod, flat fish, halbut, mackerel, yellow tail, sea bream, udang,
lobster dan sebagainya.
3.

Drift Gill Net

Sering juga disebut dengan drift net saja, atau ada juga yang memberi
nama lebih jelas misalnya salmon drift gill net, atau salmon drift trammel net,
dan ada pula yang menerjemahkannya jaring hanyut.
Posisi jaring ini tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak
hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring
diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal
sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring. Selain dari gaya-gaya
arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi keadaan
hanyut jaring.
Drift gill net juga dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan, dan
merupakan alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena
posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kekuatan arus
terhadap tubuh jaring dapat diabaikan. Gerakan jaring bersamaan dengan
gerakan arus sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat
diabaikan.
Ikan-ikan

yang

menjadi

tujuan

penangkapan

antara

lain saury, mackarel, flying fish, skip jack, tuna, salmon, hering, dan lain-lain.
4.

Encircling Gill Net atau Surrounding Gill Net

Gerombolan ikan dilingkari dengan jaring, antara lain digunakan untuk


menghadang arah lari ikan. Supaya gerombolan ikan dapat dilingkari/ditangkap

dengan sempurna, maka bentuk jaring sewaktu operasi ada yang berbentuk
lingkaran, setengah lingkaran, bentuk huruf V atau U, bengkok-bengkok seperti
alun gerombolan dan masih banyak jenisnya lagi.
Ikan setelah terkurung dalam lingkaran jaring, dikejuti, sehingga ikan-ikan
akan terjerat pada mata jaring. Tinggi jaring diusahakan sesuai dengan
kedalaman perairan. Oleh sebab itu pada saat operasi keadaan pasang/surut
perlulah diperhatikan. Alat tangkap ini juga banyak digunakan oleh nelayan untuk
menangkap ikan-ikan yang hidup di perairan karang, yaitu dengan memasang
alat tangkap di sekitar atau melingkari karang.
Pada praktikum laut Metode Penangkapan Ikan, apabila dilihat dari ciricirinya,gill

net yang

digunakan

oleh

kelompok

kami

adalah

termasuk

jenis surface gill net.Gill net yang digunakan yaitu dengan keadaan yang hanyut
di perairan, karena jaring insang yang berada pada permukaan air dengan
bantuan oleh sejumlah pelampung, sehingga jaring ini hanyut bersama arus
terpisah dari atau lebih sering bersama perahu yang memegang salah satu
ujungnya.
3.1.3. Metode dan Cara Pengoprasian
Sebelum operasi penangkapan di mulai, semua peralatan dan perbekalan
yang diperlukan untuk menangkap ikan dengan menggunakan gill net harus
dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan
memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya
dan tidak kusut. Metode operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gill net
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu setting, immersing, dan hauling (Sadhori,
1985).
1.

Lama penebaran jaring setting

Bila kapal telah mencapai di daerah penangkapan, segera persiapan


penebaran jaring dimulai.

a.

Mulamula posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah

angin datangnya dari tempat penurunan jaring.


b.

Setelah kedudukan atau posisi kapal sesuai dengan yang

dikehendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan


pelampung tanda ujung jaring atau lampu kemudian tali selambar depan, lalu
jaring dan yang terakhir kali selambar pada ujung akhir jaring atau selambar
belakang yang biasanya terus di ikatkan pada kapal.
c.

Pada waktu penurunan jaring yang harus diperhatikan adalah arah

arus laut, karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus
antara 450-900.
2.

Lama perendaman jaring immersing

Gill net didiamkan terendam dalam perairan sampai kirakira selama 35


jam.
3.

Lama penarikan jaring hauling

Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan selama 35 jam, jaring dapat


di angkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Urutan penarikan
jaring ini merupakan kebalikan dari urutan penebaran jaring, yaitu dimulai dari tali
selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka, dan terakhir pelampung
tanda. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gill net umumnya
dilakukan pada waktu malam hari (Waluyo, 1972).
Spesies ikan sasaran dari alat tangkap gill net adalah tetengkek
(Megalacpis cordyla), ikan terbang (Cypselurus sp), ikan belanak (Mugil sp), ikan
kuro

(Polynemussp),

ikan

alualu

(Sphyraena sp),

ikan

tenggiri

(Scromberomorus commersoni), dan lain-lain.


3.1.4. Kontruksi
Ayodhyoa (1974) menyatakan bahwa pada konstruksi umum, yang
disebutkan dengan gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang yang

mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring
lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan kata lain, jumlah
mezh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mezh size pada arah
panjang jaring. Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan
pelampung (float) dan pada bagian bawah diletakkan pemberat (sinker). Dengan
menggunakan gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari float yang
bergerak menuju ke atas dan sinking force dari sinker diditambah dengan berat
jaring di dalam air yang bergerak menuju ke bawah, maka jaring akan terlentang.
Detail konstruksi, kedua ujung jaring diikatkan pemberat. Posisi jaring dapat
diperkirakan pada float berbendera atau bertanda yang dilekatkan pada kedua
belah pihak ujung jaring. Karakteristik, gill net berbentuk empat persegi panjang
yang dilengkapi dengan pelampung yang terbuat dari plastik, pemberat pemberat
yang terbuat dari timah, tali ris atas dan tali ris bawah yang bahannya terbuat dari
plastik. Besarnya mata jaring bervariasi tergantung sasaran yang akan ditangkap
baik udang maupun ikan

3.2.

Perawai dan Tuna Longline

3.2.1. Pengertian Umum dan Klasifikasi


Perawai dan tuna longline adalah suatu jenis pancing. Pancing
merupakan salah satu jenis alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat,
terlebih dikalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua
komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa
dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethilin, plastik (senar), dan lain-lain.
Mata pancingnya dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan
karat. Mata pancing tersebut umumnya ujungnya berkait balik, namun ada juga
yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat
(satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda (dua-tiga buah) bahkan banyak

sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Ukuran mata
pancing bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap
(Subani, 1989).
a.

Pengertian dan Klasifikasi Perawai

Pengertin
Menurut Sadhori (1985), perawai merupakan salah satu alat penangkap

ikan yang terdiri dari rangkaian tali-temali yang bercabang-cabang dan pada tiaptiap ujung cabangnya dikaitkan sebuah pancing. Secara teknis operasional rawai
termasuk dalam jenis perangkap, karena dalam operasionalnya tiap-tiap pancing
diberi umpan yang tujuanya untuk menarik ikan sehingga ikan memakan umpan
tersebut dan terkait oleh pancing. Secara material ada yang mengklasifikasikan
rawai termasuk dalam golongan penangkapan ikan dengan tali line fishing
karena bahan utama untuk rawai ini terdiri dari tali-temali.
Alat penangkapan ikan ini disebut rawai karena bentuk alat sewaktu
dioperasikan adalah rawe-rawe (rawe = bahasa Jawa) yang berarti sesuatu yang
ujungnya bergerak bebas. Rawai disebut juga dengan longline yang secara
harfiah dapat diartikan dengan tali panjang. Alat ini konstruksinya berbentuk
rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga merupakan tali yang
panjang dengan beratus-ratus tali cabang (Sadhori, 1985).
Menurut Mulyono (1986), Perawai terdiri dari sejumlah mata kail yang di
pasangkan pada panjangnya tali yang mendatar. Tali yang mendatar ini
merupakan tali pokok atau utama (main line) dari suatu rangkaian pancingpancing perawai. Pada tali utama terdapat tali-tali pendek yang disebut tali
cabang (branch line). Menurut bentuk, sasaran dan cara penangkapannya
perawai termasuk dalam jenis Bottom Set Longline. Cara penangkapannya
pancing ini dilepas atau dilabuhkan sampai posisinya dapat mendasar.

Klasifikasi
Menurut Sadhori (1985), ada berbagai macam bentuk rawai yang secara

keseluruhan dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok antara lain :


1.

Berdasarkan letak pemasangannya di perairan rawai dapat dibagi

menjadi :
a.

Rawai permukaan (Surface longline);

b.

Rawai pertengahan (Midwater longline);

c.

Rawai dasar (Bottom longline).

2.

Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama :

a.

Rawai tegak (Vertikal longline);

b.

Pancing ladung;

c.

Rawai mendatar (Horizontal longline).

3.

Berdasarkan jenis-jenis ikan yang banyak tertangkap :

a.

Rawai Tuna (Tuna longline);

b.

Rawai Albacore (Albacore longline);

c.

Rawai Cucut (Shark longline), dan sebagainya.

Perawai terdiri dari sejumlah mata kail yang di pasangkan pada


panjangnya tali yang mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali pokok
atau utama (main line) dari suatu rangkaian pancing-pancing perawai. Tali utama
terdapat tali-tali pendek yang disebut tali cabang (branch line). Menurut bentuk,
sasaran dan cara penangkapannya perawai termasuk dalam jenis Bottom Set
Longline. Cara penangkapannya pancing ini dilepas atau dilabuhkan sampai
posisinya dapat mendasar (Mulyono, 1986).
Menurut Sadhori (1985), persyaratan daerah operasi perawai yaitu :
1.

Pantai yang keadaannya landai;

2.

Kedalamanya merata;

3.

Bersih dari tonggak atau kerangka kapal yang rusak;

4.

Terhindar dari kesibukan lalu-lintas.

b.

Pengertian dan Klasifikasi Tuna Longline

Pengertian
Ada beberapa jenis alat tangkap longline. Ada yang dipasang di dasar

perairan secara tetap dalam jangka waktu tertentu dikenal dengan nama rawai
tetap atau bottom longline. atau set longline yang biasanya digunakan untuk
menangkap ikan-ikan demersal. Ada juga rawai yang hanyut yang biasa disebut
dengan drift longline, biasanya untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Paling
terkenal adalah tuna longline atau disebut dengan rawai tuna (Ayodhyoa,1975).
Tuna longline merupakan bagian dari rawai yang didasarkan atas jenis
ikan yang ditangkap, yaitu ikan tuna. Tuna longline atau yang disebut dengan
rawai tuna merupakan jenis rawai yang paling terkenal. Kenyataanya bahwa
hasil tangkapannya bukan hanya ikan Tuna, tetapi juga berbagai jenis ikan lain
seperti ikan Layaran, ikan Hiu dan lain-lain (Sudirman, 2004).
Pada prinsipnya rawai tuna terdiri dari komponen-komponen utama
yang biasanya terdiri dari : tali utama (main line), tali cabang (tali pancing, branch
line) berikut bagian-bagiannya, yaitu : tali pelampung (float line) berikut
pelampungnya, batu pemberat dan tali penyambungnya (Subani, 1989).

Klasifikasi
Dilihat dari segi kedalaman operasi (fishing depth) tuna longline dibagi

dua yaitu :
1.

Tuna longline pada perairan yang bersifat dangkal (subsurface).

Pada tuna longline jenis ini dalam satu basket rawai diberi sekitar 5 pancing;
2.

Tuna longline pada perairan yang bersifat dalam (Deep). Pada

tuna longline jenis ini dalam satu basket rawai diberi sekitar 11 - 13 pancing
sehingga lengkungan tali utama menjadi lebih dalam.

Menurut Mulyono (1986), jenis ikan yang menjadi sasaran/tujuan


penangkapan adalah untuk penangkapan ikan tuna. Ikan tuna termasuk ikan
pelagis-oceanis, artinya ikan pelagis lepas pantai yang bila sudah mendekati
mencapai kedewasaannya menurut hasil-hasil penelitian tempat kehidupannya
dari dekat permukaan berpindah ke lapisan yang lebih dalam, sehingga alat-alat
penangkapan yang dioperasikan di dekat permukaan tidak akan pernah
memperoleh ikan tersebut.
3.2.2. Teknik Pengoperasian Perawai dan Tuna Longline
a.

Teknik pengoperasian perawai


Penangkapan dengan mengopersikan perawai dapat dilaksanakan pada

waktu siang atau malam hari. Teknik pengoperasian perawai adalah sebagai
berikut :
1. Perahu tiba pada lokasi fishing ground;
2. Mula-mula pengapung pertama diikat dengan talinya begitu pula batu
pemberatnya;
3. Perahu dijalankan secara perlahan, sementara pancing demi pancing
dilemparkan kedalam air setelah terlebih dahulu pada masing-masing
mata pancing di beri umpan berupa ikan segar yang dipotong-potong;
4. Tali cabang diikatkan pada tali utama;
5. Sementara perahu masih tetap berjalan, tali cabang di ulur sampai
panjang yang dibutuhkan, setelah itu kapal atau perahu dapat
dihentikan;
6. Rangkaian pancing oleh nelayan dibiarkan hanyut oleh arus dan
angin, lamanya tidak ditentukan oleh waktu dan hauling (Penarikan);
7. Hauling dilakukan dengan cara :

a) Tali

cabang

perlahan-lahan

di

tarik

kedalam

perahu,

setelah

penarikannya sampai pada pelampung, untuk penarikan selanjutnya


dilakukan dengan cara menarik tali utama;
b) Ikan-ikan yang tertangkap dilepaskan dari kaitnya, mata-mata pancing
yang umpannya telah tanggal, segera di gantikan yang baru.
8. Begitulah seterusnya hingga penarikan alat selesai.
b.

Teknik pengoperasian tuna longline


Teknik pengoperasian tuna longline tidak jauh beda dengan perawai

adalah sebagai berikut :


a) Mula-mula kita siapkan semua peralatan yang telah disiapkan dan
tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan.
b) Setting diawali dengan penurunan pelampung bendera dan
penebaran tali utama, selanjutnya dengan penebaran pancing
yang telah dipasang umpan. Rata-rata waktu yang dipergunakan
untuk melepas pancing 0,6 menit per pancing. Pelepasan
dilakukan menurut garis yang menyerong atau tegak lurus. Waktu
melepas pancing biasanya waktu tengah malam, sehingga
pancing telah terpasang waktu pagi saat ikan sedang giat mencari
mangsa;
c) Penarikan alat tangkap dilakukan jika telah berada dalam air
selama 3 - 6 jam. Penarikan dilakukan dengan menggunakan line
hauler yang diatur kecepatannya. Lama penarikan alat tangkap
sangat ditentukan oleh banyaknya hasil tangkapan dan cuaca.
Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit per pancing.

3.3. Bagan Tancap


3.3.1. Pengertian dan Klasifikasi Bagan
a. Pengertian
Menurut Mulyono (1986), bagan merupakan salah satu jaring angkat yang
dioperasikan diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan cahaya
lampu sebagai faktor penarik ikan. Bagan atau ada juga yang menyebutnya
dengan branjang, yaitu suatu alat tangkap yang wujudnya seperti kerangka
sebuah bangun piramida tanpa sudut puncak.
Diatas bangunan bagan ini pada bagian tengah terdapat bangunan
rumah kecil yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan,
dan tempat untuk melihat dan mengawasi ikan. Di atas bangunan ini terdapat
roller yang terbuat dari bambu yang berfungsi untuk menarik jaring.
Selama ini untuk membuat daya tarik ikan sehingga berkumpul di bawah
bagan, umumnya nelayan masih menggunakan lampu petromaks yang
jumlahnya bervariasi 2-5 buah. Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan
pada malam hari (Light Fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan
menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Sudirman dan Achmar
Mallawa, 2000).
Tertariknya ikan pada cahaya karena terjadinya peristiwa phototaxis.
Antara lain hal disebutkan bahwa cahaya merangsang ikan dan menarik (attrack)
ikan berkumpul pada sumber cahaya itu atau juga disebutkan karena
rangsangan

cahaya

(stimulus),

kemudian

ikan

memberikan

responnya.

Penangkapan dengan bagan menggunakan bantuan lampu dinamakan light


fishing. Peristiwa phototaxis dimanfaatkan untuk menangkap ikan itu sendiri.
Dapat juga dikatakan dalam light fishing, penangkapan ikan tidak seluruhnya
memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan tetapi
menyalurkan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.

Fungsi cahaya pada penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan


ikan sampai pada sesuatu catchable area tertentu, lalu penangkapan dilakukan
dengan jaring. Dengan alat jaring ini dapat dikatakan bahwa jaring bersifat pasif,
cahaya berfungsi untuk menarik ikan ke tempat jaring. Peristiwa berkumpulnya
ikan di bawah cahaya ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu peristiwa langsung
dan peristiwa tidak langsung. Peristiwa langsung yaitu ikan tertarik oleh cahaya
lalu berkumpul. Sedangkan peristiwa tidak langsung yaitu dengan adanya
cahaya maka sebagai tempat plankton berkumpul lalu banyak ikan yang
berkumpul untuk memakan plankton tersebut (Ayodhyoa, 1981).
Daerah penangkapan bagan atau daerah operasi untuk pemasangan
bagan adalah diperairan pantai yang berairkan jernih, mempunyai kedalaman 7
10 meter. Jarak jauhnya dari pantai adalah 2 mil. Antara bagan yang satu
dengan bagan yang lain adalah sekitar 200 300 meter. Dasar perairan dipilih
daerah yang berlumpur campur pasir (untuk memudahkan dalam pemancangan
tiang bagan (Mulyono, 1986).
Komponen bahan tancap yang biasanya tidak pernah luput dari
pembuatan bagan itu sendiri adalah rumah bagan, daun bagan, penggiling, talitali, lampu dan serok. Rumah bagan merupakan rumah yang dibuat diatas bagan
untuk tempat istirahat nelayan. Dalam rumah bagan biasanya digunakan juga
sebagai tempat penyimpanan bahan bakar minyak untuk lampu petromaks
(Naryo, 1985).
Menurut Subani dan Barus (1989), daun bagan terbuat dari waring
plastik, berbentuk seperti kantong besar yang keempat sisinya diikatkan pada
bambu. Penggilingan merupakan bambu yang digunakan untuk menarik dan
menggulingkan tali jaring. Tali-tali merupakan bagian penting pada bagan untuk
mrnunjang operasi penangkapan. Lampu disini digunakan sebagai perangsang

atau penarik ikan saat pengoperasian. Sedangkan serok digunakan untuk


mengambil hasil tangkapan saat jaring dinaikkan.
Menurut Mulyono (1986), hasil tangkapan yang umumnya tertangkap
dengan alat tangkap bagan ini adalah jenis-jenis ikan pelagis yang umumya
bergerak cepat dan berada di permukaan. Misalnya, ikan teri, tembang, ikan
terbang, jambrung, cumi dan udang.
b. Klasifikasi
Menurut Sudirman dan Achmar Mallawa (2000), klasifikasi bagan ada 3,
yaitu :
1.

Bagan Tancap

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk


persegi empat yang di tancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan,
dimana pada tengah bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain, alat
tangkap ini bersifat inmobile. Hal ini karena alat tangkap tersebut ditancapkan
pada dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beropesinya alat ini
menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal.
2.

Bagan Rakit

Jenis bagan lain yang sangat sederhana dan biasa digunakan oleh
nelayan khususnya di sungai atau muara-muara sungai yaitu sebagai rakit.
Bagan ini terbuat dari bambu, dimana operasinya berpindah-pindah. Proses
operasi penangkapannya sama dengan bagan tancap.
3.

Bagan Perahu (Bagan Rambo)

Bagan ini disebut pula sebagai bagan perahu listrik. Ukurannya bervariasi
tetapi di Sulawesi Selatan umumnya menggunakan jaring dengan panjang total
45 m dan lebar 45 m, berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran mata
jaring 0,5 cm dan bahannya terbuat dari waring. Dalam pengoperasiannya bagan
ini dilengkapi dengan perahu motor yang berfungsi untuk menggandeng bagan

rambo menuju daerah penangkapan. Selain itu, bagan tersebut berfungsi


sebagai pengangkut hasil tangkapan dari fishing ground ke fishing base.
3.3.2. Teknik Pengoperasian Bagan Tancap
Pengoperasian bagan tancap biasanya dilakukan pada malam hari,
dimana cara pengoperasiannya memanfaatkan sifat ikan yaitu fototaksis positif
(peka terhadap rangsang cahaya). Dengan menggunakan cahaya sinar
petromak yang sengaja di pasang pada bagan tancap, dapat merangsang ikan
untuk mendekati arah cahaya tersebut. Sehingga nelayan dapat memperoleh
ikan dengan memanfaatkan sifat ikan tersebut. Adapun teknik pengoperasiannya
sebagai berikut :
Terlebih dahulu nelayan mempersiapkan perlengkapan yang akan di
pergunakan dalam operasi penangkapan. Perlengkapan tersebut dapat berupa ;
perbekalan pribadi nelayan, beberapa lampu pompa lengkap dengan
cadangannya (kaos lampu, minyak tanah , serta korek api), kapal dan
perlengkapan yang di butuhkan lainnya.
Sebaiknya sebelum matahari terbenam, dengan mempergunakan perahu
nelayan telah meninggalkan daratan untuk menuju ke bagan. Setelah tiba di
bagan, nelayan menambatkan perahunya pada salah satu tiang bagan.
kemudian nelayan dapat membawa seluruh perlengkapan yang diperlukan ke
atas bagan.
Setelah sampai diatas bagan, jaring bagan kemudian diturunkan kedalam
air. Lalu menyalakan beberapa (3 4 buah) lampu pompa, dan menurunkan tali
lampu pompa tersebut hingga mendekati permukaan air.
Melakukan persiapan perendaman jaring (setting) kurang lebih selama 2
menit.
Merendam jaring beberapa waktu sampai ikan ikan berkumpul.
Diperkirakan lamanya merendam jaring (immersing) kurang lebih selama 2 jam.

Jaring bagan dapat segera diangkat (hauling), pada saat terdapat banyak
ikan yang berada didalam jaring. Atau pada saat ikan telah mendekat dan
berkumpul di bawah sinar cahaya lampu. Dengan cara memutar batang
penggiling atau katrol, kemudian jaring bagan secara perlahan lahan naik ke
atas sampai kerangka jaring bagannya terangkat seluruhnya.
Melalukan persiapan penebaran jaring (setting), lama penebaran jaring
(immersing) dan penarikan jaring (hauling) pada masing-masing bagan.
Pada bagan 1 saat penebaran jaring atau setting memerlukan waktu 2
menit. Lama penebaran jaring atau immersing 1 jam dan penarikan jaring atau
hauling memerlukan waktu 3 menit.
Pada bagan 2 diperlukan waktu saat setting adalah 43 detik. Lama
penebaran jaring atau immersing berkisar antara 1 hingga 1 jam. Dan waktu
penarikan jaring atau hauling memerlukan waktu 5 menit.
Bagan 3 memerlukan waktu untuk menebar jaring atau setting 1 menit 28
detik. Lama waktu penebaran jaring atau immersing 2 jam dan waktu penarikan
jaring atau hauling sekitar 3 menit.
Bagan 4 memerlukan waktu untuk menebar jaring atau setting 2 menit.
Lama waktu penebaran jaring atau immersing 2 jam dan waktu penarikan jaring
atau hauling sekitar 4 menit.
Jaring bagan dapat segera diangkat, pada saat terdapat banyak ikan
yang berada didalam jaring. Atau pada saat ikan telah mendekat dan berkumpul
di bawah sinar cahaya lampu. Dengan cara memutar batang penggiling atau
katrol, kemudian jaring bagan secara perlahan lahan naik ke atas sampai
kerangka jaring bagannya terangkat seluruhnya.
Dilihat dari penjelasan tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk penarikan
jaring atau hauling dengan waktu yang dibutuhkan untuk setting atau penebaran
jaring lebih lama. Hal ini dikarenakan saat penarikan jaring, terasa lebih berat

karena ada muatan dan air dalam jaring tersebut sehingga lebih berat dan lebih
lama untuk mengangkatnya.

3.4. Bubu
3.4.1. Pengertian
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps
dan penghadang guiding barriers. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi,
jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama
ftshing pots atau fishing basket.(Brandt, 1984).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan
dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau
tanpa perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi
penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negara-negara yang
menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di
perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya,
sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya
dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar,
kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala
kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di
perairan yang tidak begitu dalam.
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu
bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder

(cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat


setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan
(body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat
dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan
pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu
merupakan bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.
Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)
2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang
a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c. Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)
3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh
a. Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)
4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya
a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b. Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)

b. Perangkap bentuk kerucut (conice)


c. Perangkap berangka besi
3.4.2. Klasifikasi Bubu menurut cara operasinya
Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya
berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi,
menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil,
umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu
besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil
tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang
kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu
(Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning
(Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang
penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional
penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar.
Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau
kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung
dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di
bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik,
seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian
Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui
tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan
kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air, (Anonim. 2007).
3.

Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional

penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau pakaja termasuk bubu


ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil

tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish). Pada waktu
penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian
dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya
banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan
dalam penangkapan (Anonim. 2007). Operasi penangkapan dilakukan sebagai
berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui
tali penonda (drifting line). Penyusunan kelompok (contohnya ada
20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda
terakhir, kemudian kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan
selanjutnya 4 buah, lalu disambung dengan tali penonda yang
langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan diulur sampai
antara 60 -150 m (Anonim. 2007). Disamping ketiga bubu yang
disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti:
a) Bubu Jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan
perangkap pasang surut (tidal trap).
b) Bubu Ambai.: Disebut juga ambai benar, bubu tiang,
termasuk pasang surut ukuran kecil.
c) Bubu Apolo.:Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia
mempunyai 2 kantong, khusus menangkap udang rebon.

Bubu Ambai
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang

keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament).
Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu
bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan bagian kantung. Mulut jaring
ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6

x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi
yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam
banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu
deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada
yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi
menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya
hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).

Bubu Apolo
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut,

bagian badan, kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai
11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan
kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujug kaki
terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m
dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan
dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang (Subani dan Barus,
1989).
3.4.3. Konstruksi Bubu
Menurut Subani dan Barus. (1999), Bentuk bubu bervariasi. Ada yang
seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang
(kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya
dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen). Secara umum, bubu terdiri
dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.
- Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan
terkurung.
- Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu
dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.
- Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.

3.4.3. Daerah Penangkapan


1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di
perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan (Anonim,
2006)
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan
tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang
pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air (Anonim, 2006).
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan
namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).
4. Bubu Jermal dan Bubu Apolo
Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada
daerah pasang surut (tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah
perairan Sumatera (Anonim, 2006).
5. Bubu Ambai
Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak
antara 1-2 mil dari pantai (Anonim, 2006).
3.4.4. Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu
Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di
perairan dangkal, berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena
umumnya terbuat dari bambu. Bubu diletakkan pada celah karang untuk
menghadang ikan yang keluar dari celah karang clan posisi mulutnya harus
menghadap ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.
Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu
dipasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan

seperti ikan dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa
ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada yang dipasa secara tunggal dan
juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai). Ditambahkan menurut
Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara pengoperasiaan bubu dapat dimulai
antara lain pemberian umpan, selanjutnya perahu berangkat menuju daerah
operasi (fishing Xrouncl) sambil mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di
perairan karang dan merupakan habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan
bubu harus dilakukan dengan perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan
ikan dalam beradaptasi terhadap perbedaan tekanan air dalam perairan. Cara
pertama, bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu
bubu dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara bergandengan
(umumnya bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan menggunakan tail utama,
sehingga cara ini dinamakan "longline trap". Untuk cara kedua ini dapat
dioperasikan beberapa bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu. Biasanya
dioperasikan dengan menggunakan kapal yang bermesin serta dilengkapi
dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan
karang atau diantara pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan
karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.
Menurut Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan
pengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari,
sebelum matahari tenggelam. Lama perendaman bubu di perairan ada yang
hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang
direndam tiga sampai dengan empat hari.

3.5. Trawl (Pukat Hrimau)


3.5.1. Pengertian
Kata trawl berasal dari bahasa prancis troler dari kata trailing adalah
dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia dengan kata tarik ataupun mengelilingi seraya menarik . Ada yang
menterjemahkan trawl dengan jaring tarik , tapi karena hampir semua jarring dalam
operasinya mengalami perlakuan tarik ataupun ditarik , maka selama belum ada
ketentuan resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka digunakan kata trawl
saja.
Dari kata trawl lahir kata trawling yang berarti kerja melakukan operasi
penangkapan ikan dengan trawl, dan kata trawler yang berarti kapal yang melakukan
trawling. Jadi yang dimaksud dengan jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu jaring
kantong yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan )
menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal
lainnya. Jarring ini juga ada yang menyangkut sebagai jaring tarik dasar.
Stern trawl adalah otter trawl yang cara operasionalnya ( penurunan dan
pengangkatan ) jaring dilakukan dari bagian belakang ( buritan ) kapal atau kurang lebih
demikian. Penangkapan dengan system stern trawl dapat menggunakan baik satu jarring
atau lebih.
3.5.2. Kontruksi
Dari segi bentuk (konstruksi) cantrang ini terdiri dari bagian-bagian :
1)

Kantong (Cod End)

Kantong merupakan bagaian dari jarring yang merupakan tempat terkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan
tidak mudah lolos (terlepas).
2)

Badan (Body)

Merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini
berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis
ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas bagianbagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda.
3)

Sayap (Wing).

Sayap atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan
badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan
ikan supaya masuk ke dalam kantong.
4) Mulut (Mouth)
Alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut
jaring terdapat:
a.

Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan

daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir
atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
b.

Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-

bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya
(dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
c.

Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap

jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.


d.

Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian

sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.
5) Tali Penarik (Warp) Berfungsi untuk menarik jarring selama di operasikan.
3.5.3. Jenis
Alat tangkap trawl terbagi atas beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
1.

Berdasarkan jumlah kapal


dengan sebuah kapal

Pada jenis ini, alat tangkap trawl dioperasikan dengan sebuah kapal yang menarik jaring
trawl tanpa menggunakan kapal tambahan.
Pada jenis ini alat tangkap trawl dioperasikan oleh dua buah kapal yang berjalan
beriringan dengan menarik jaring di dasar perairan. Biasanya kapasitas jaring yang
ditarik oleh dua kapal ini memiliki kapasitas yang sangat besar sehingga memerlukan 2
buah kapal penariknya.
2.

Berdasarkan letak jaring didalam air

Ayodhyua pada tahun 1981 membedakan jenis-jenis Trawl berdasarkan letak jaring
dalam air menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
Surface Trawl (Jaring yang dioperasikan dipermukaan air)
Jaring ditarik dekat permukaan air (Surface Water) yang bertujuan untuk menarik ikan
dipermukaan air. Ada beberapa kendala dalam pengoperasiannya, kecepatan menarik
jaring harus lebih cepat dari kecepatan ikan berenang, oleh karena itu jenis Trawl ini
sebaiknya digunakan untuk menangkap jenis ikan yang lambat berenangnya.
Mid Water Trawl (jaring yang dioperasikan diantara permukaan dan dasar perairan)
Jaring ditarik pada kedalaman tertentu dengan kecepatan tertentu secara horizontal.
Untuk menjaga mulut jaring tetap terbuka, maka kecepatan kapal harus stabil. Di Eropa
dan Kanada alat ini digunakan untuk menangkap ikan Herring sedangkan di Jepang
masih dalarn taraf penetitian dan percobaan.
di dasar perairan)
Jaring ini banyak digunakan karena dapat menjaring semua jenis ikan, udang dan
kerang. Pada kenyataannya sering tertangkap ikan Demersal waktu jaring di angkat ke
atas.
Karena jaring dioperasikan di dasar taut, maka pertu diperhatikan beberapa persyaratan
agar penangkapan berjalan baik tanpa merusak jaring , diantaranya :

a)

Dasar laut terdiri dari Lumpur dan pasir atau campuran keduanya, bukan berupa

karang
b)

Dasar laut bebas dari bangkai kapal atau benda lain yang dapat merusak jarring

c)

Perbedaan dasar laut tidak terlalu menyolok

d)

Kecepatan arus pasang tidak terlalu besar

e)

Keadaan cuaca tenang (tidak ada angin topan dan gelombang besar)

f)

Perairan mempunyai sumber ikan yang banyak

3.

Berdasarkan Hasil tangkap

Pada pegelompokan berdasarkan hasil tangkapan ini dikelompokkan menjadi 3 macam


yaitu :
Trawl khusus ikan, yaitu trawl yang dioperasikan khusus menangkap ikan-ikan jenis
tertentu saja dan ini biasanya sangat merugikan dan merusak lingkungan Dan juga ikan
yang lain yang tidak diambil biasnya di jadikan sebagai penghasilan sampingan bahkan
di kapal kapal trawl tertentu ikan yang bukan merupakan komoditas yang dicari akan
dibuang.
Trawl udang, trawl udang adalah trawl yang diperuntukan untuk menangkap udang
saja dan ikan yang didapat menjadi sampingan bahkan ada pula yang dibuang.
Trawl Campuran, Pada trawl jenis ini ikan dan udang yang didapat sama sama akan
diambil dan dikemas serta di tanganai secara baik. Pada jenis ini penangkapan ikan tidak
hanya menunggu satu komuditas saja tetapi juga melihat ikan yang memiliki harga jual
tinggi, baik itu udang atau ikan.
F. TEKNIK OPERASIONAL TRAWL ( SETTING DAN HAULING)
1. Kecepatan/lama waktu menarik jaring

Waktu menarik jaring ideal ideal jika jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang
besar, tapi hal ini sukar untuk mencapainya, karena kita dihadapkan pada beberapa hal,
antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada di air sesuai dengan
yang dimaksudkan (bentuk terbukanya), kekuatan kapal untuk menarik (HP), ketahanan
air terhadap tahanan air, resistance yang makin membesar sehubungan dengan catch
yang makin bertambah, dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini berhubungan antara satu
dengan yang lainnya dan masing-masing menghendaki syarat tersendiri.
Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun
berhubungan pula dengan swemming speed dari ikan, keadaa dasar laut, arus, angin,
gelombang dan lain sebagainya, yang setelah mempertimbangkan factor-faktor ini,
kecepatan tarik ditentukan .
Lama waktu penarikan di dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan factor yang
perlu diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap.,
pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar sekitar 34 jam, dan kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2 jam.
2. Panjang Warp
faktor yang perlu diperhatikan adalah depth,sifat dasar perairan (pasir, Lumpur),
kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing ground yang
depthnya sekitar 9M (depth minimum). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika dasar
laut adalah Lumpur, dikuatirkan jaring akan mengeruk lumpu, maka ada baiknya jika
warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri dari pasir keras (kerikil ),
adalah baik jika warp diperpanjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari sesuatu Fishing
ground adalah lebih baik jika kita menggunakan warp yang agak panjang, daripada
menggunakan warp yang terlalu pendek. Hal ini dapat dipikirkan sebagai berikut.bentuk
warp pada saat penarikan tidaklah akan lurus, tetapi merupakan suatu garis caternian.
Pada setiap titik titik pada warp akan bekerja gaya- gaya berat pada warp itu sendiri,

gaya resistance dari air, gaya tarik dari kapal/ winch, gaya ke samping dari otter boat dan
gaya-gaya lainnya. Resultan dari seluruh gaya yang complicataed ini ditularkan ke jaring
(head rope and ground rope), dan dari sini gaya-gaya ini mengenai seluruh tubuh jaring.
Pada head rope bekerja gaya resistance dari bottom yang berubah-ubah, gaya berat dari
catch yang berubah-ubah semakin membesar, dan gaya lain sebagainya.
Gaya tarik kapal bergerak pada warp, beban kerja yang diterima kapal
kadangkala menyebabkan gerak kapal yang tidak stabil, demikian pula kapal sendiri
terkena oleh gaya-gaya luar (arus, angin, gelombang)
Kita mengharapkan agar mulut jaring terbuka maksimal, bergerak horizontal
pada dasar ataupun pada suatu depth tertentu. Gaya tarik yang berubah-ubah,
resistance yang berubah-ubah dan lain sebagainya, menyebabkan jaring naik turun
ataupun bergerak ke kanan dan kekiri. Rentan yang diakibatkannya haruslah selalu
berimbang. Warp terlalu pendek, pada kecepatan lebih besar dari batas tertentu akan
menyebabkan jaring bergerak naik ke atas (tidak mencapai dasar), warp terlalu panjang
dengan kecepatan dibawah batas tertentu akan menyebabkan jaring mengeruk lumpur.
Daya tarik kapal (HP dari winch) diketahui terbatas, oleh sebab itulah diperoleh suatu
range dari nilai beban yang optimal. Apa yang terjadi pada saat operasi penarikan, pada
hakikatnya adalah merupakan sesuatu keseimbangan dari gaya-gaya yang complicated
jika dihitung satu demi satu.

Anda mungkin juga menyukai