PENDAHULUAN
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma abdomen
adalah keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang disebabkan oleh luka
atau cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi,
kompresi, atau sabuk pengaman. Trauma tumpul abdomen sering kali ditemui pada unit
gawat darurat. Sebanyak 75% kasus trauma tumpul abdomen adalah sebagai akibat dari
kecelakaan lalu lintas, baik itu kendaraan dengan kendaraan maupun kendaraan dengan
pejalan kaki. Sedangkan trauma abdomen akibat pukulan sebanyak 15% dan jatuh
sebanyak 9%. Selebihnya adalah sebagai akibat dari child abuse dan domestic violence.
Pasien dengan trauma tumpul abdomen memerlukan penatalaksanaan yang
cepat dan efisien. Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang tersering
mengalami cedera. Seorang pasien yang terlibat kecelakaan serius harus dianggap cedera
abdominal sampai terbukti lain.
Sampai saat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan
penyebab kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan
dengan trauma batang tubuh (trunk). Kurangnya data mengenai riwayat kesehatan pasien,
kronologis kejadian, luka atau trauma lain yang dapat mengalihkan perhatian, dan
perubahan status mental sebagai akibat dari cedera kepala atau intoksikasi, membuat
trauma tumpul abdomen sulit untuk didiagnosis dan ditatalaksana. Pasien dengan trauma
tumpul abdomen biasanya datang dengan cedera abdominal dan extraabdominal yang
memerlukan perawatan lanjut yang rumit.
BAB II
ANATOMI ABDOMEN
CAVUM ABDOMINALIS
Cavum abdominalis adalah rongga batang tubuh yang terdapat diantara
diaphragma dan apertura pelvis superior. Cavum abdominalis merupakan rongga yang
terbesar dari ketiga rongga tubuh yang terdiri atas cavum cranii, cavum thoracalis, dan
cavum pelvicum. Cavum abdominalis dibatasi oleh :
Kranial
: diaphragma
Ventrolateral : otot dinding perut dan m. Illiacus
Dorsal
: columna vertebralis
m. psoas major
m. psoas minor
m. quadratuslumborum
Kaudal
: apertura pelvis superior mencakup pelvis major
Cavum abdominalis tidak sesuai dengan batas tulang yang membatasinya karena :
1. Diaphragma berbentuk kubah dan menjorok ke dalam cavum thoracalis sampai
setinggi costa V (di kanan) sedangkan di kiri kira kira 2,5 cm lebih rendah.
2. Dibagian kaudal cavum abdominalis juga menjorok sampai ke cavum pelvicum
dan mencakup pelvis major.
LAPISAN DINDING ABDOMEN
1. Stratum superficialis (lapisan dangkal)
a. Cutis
b. Subcutis (fascia abdominalis superficialis)
Lamina superficialis (fascia camperi)
Lamina profunda (fascia scarpae)
2. Stratum intermedius (lapisan tengah)
a. Fascia abdominalis
b. Otot otot dinding perut
c. Aponeurosis otot dinding perut
d. Tulang
3. Stratum profunda (lapisan dalam)
a. Fascia transversalis
b. Panniculus adiposus preperitonealis
c. Peritoneum parietale
Esofagus merupakan sebuah tabung otot yang dapat kolaps, panjangnya sekitar 10
inchi (25 cm), yang menghubungkan faring dengan gaster. Sebagian besar esofagus
terdapat di dalam thoraks. Esofagus masuk ke abdomen melalui lubang yang terdapat
pada crus dextrum diafragma. Setelah berjalan sekitar inci (1.25 cm), esofagus masuk
ke lambung di sebelah kanan garis tengah. Nervus vagus sinistra dan dextra masingmasing terletak pada permukaan anterior dan posterior esophagus.2
B. Gaster
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus yang berhubungan dengan esofagus melalui ostium
cardiacum. 2
Lambung terbagi menjadi beberapa regio, yaitu :
1. Fundus gastricum, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri dari ostium
cardium dan biasanya penuh berisi udara.
2. Korpus gastricum, terbentang dari ostium cardiacum sampai incisura angularis.
3. Incisura angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvature
minor.
4. Antrum piloricum, bagian lambung berbentuk tubular mempunyai otot yang tebal
membentuk sphincter pylorus.
5. Curvatura minor, terdapat di sebelah kanan lambung, terbentang dari ostium
cardiacum sampai ke pylorus.
6. Curvatura major, lebih panjang dari curvatura minor, terbentang dari sisi kiri
ostium cardiacum sepanjang sisi kiri gaster sampai ke pylorus.
adalah organ penting karena merupakan tempat bermuara dari ductus choledochus dan
ductus pancreaticus.
Duodenum dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut.2
1.
2.
3.
4.
10
ileum menerima banyak pembuluh darah pendek yang berasal dari tiga atau empat
lebih arcade.
4. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat radix dan jarang
ditemukan di dekat dinding jejunum; pada ujung mesenterium ileum, lemak
disimpan di seluruh bagian sehingga lemak ditemukan mulai dari radix sampai
dinding ileum.
5. Kelompok jaringan limfoid (lempeng Peyer) terdapat pada tunica mucosa ileum
dan dapat dilihat dari luar pada dinding ileum.
Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabangcabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis satu dengan
yang lain untuk membentuk serangkaian arcade.
Pembuluh vena sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterica superior dan
mengalirkan darahnya ke vena mesenterica superior.2
D. Intestinum Crassum (Usus Besar)
Intestinum crassum terbentang dari bagian akhir ileum sampai anus. Terbagi atas
caecum, appendix vermiformis, colon ascendens, colon transversum, colon descendens,
dan colon sigmoideum. Fungsi utama intestinum crassum adalah mengabsorbsi air dan
11
elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dikeluarkan dari tubuh
sebagai feses.2
D.1.Caecum
Caecum adalah bagian intestinum crassum yang terletak di perbatasan ileum dan
intestinum crassum. Memiliki panjang 6 cm dan seluruhnya diliputi oleh peritoneum.
Pars terminalis ileum masuk ke intestinum crassum pada tempat pertemuan caecum
dengan colon ascendens. Lubangnya mempunyai dua katup membentuk papilla ilealis.
Papilla Ilealis merupakan struktur rudimenter, terdiri atas dua lipatan horizontal
tunica mucosa. Papilla ilelais dianggap tidak memiliki peran pada pencegahan refluks isi
caecum ke dalam ileum.5
Perdarahan berasal dari arteri caecalis anterior dan posterior , cabang dari arteri
ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti arteri yang sesuai dan mengalirkan darah ke
vena mesenterica superior.
D.2. Colon Ascendens
Memiliki panjang 13 cm dan terletak di kuadran kanan bawah. Terbentang ke atas
dari caecum sampai permukaan inferior lobus dextra hepar, lalu colon ascendens
membelok ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan melanjutkan diri sebagai colon
transversum.5
D.3. Colon Transversum
Memiliki panjang 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menempati region
umbilikalis. Colon transversum terbentang mulai dari flexura coli dextra di bawah lobus
dextra hepar dan tergantung ke bawah oleh mesocolon transversum dari pancreas.
Kemudian colon transversum berjalan ke atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien.
Dua per tiga bagian proksimal colon transversum diperdarahi oleh arteri colica
media, cabang arteri mesenterica superior. Sepertiga bagian distal diperdarahi oleh arteri
colica sinistra, cabang arteri mesenterica inferior. Pembuluh vena mengikuti arteri yang
sesuai dan bermuara ke vena mesenterica superior dan vena mesenterica inferior.5
12
E. HEPAR
Hepar merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh, menempati hampir seluruh
regio hypochondrica dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke
regio hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria.
13
Bentuknya seperti suatu pyramid bersisi tiga dengan basis menunjuk ke kanan
sedangkan apeks (puncak) nya ke kiri. Pada laki laki dewasa beratnya 1400 1600
gram, perempuan 1200 1400 gram.ukuran melintang (transversal) 20 22,5 cm,
vertikal 15 17,5 cm sedangkan ukuran dorsoventral yang paling besar adalah 10 - 12,5
cm.
PERMUKAAN HEPAR
1. Facies diaphragmatica (facies superior) hepar, ialah permukaan hepar yang
menghadap ke diaphragma, dibedakan atas empat bagian, yaitu pars :
Anterior (pars ventralis)
Superior
Posterior
Dextra
Di sisi kanan, pars anterior dipisahkan oleh diaphragma dari costae dan cartilago
costae VI-X, sedangkan di sisi kiri dari costae dan cartilago costae VII-VIII.
Seluruhnya tertutup oleh peritoneum, kecuali disepanjang perlekatannya dengan
ligamentum falciforme hepatis.
Bagian dari pars superior dekat jantung mempunyai cekungan yang dinamakan
impresio (fossa) cardiaca. Di sebelah kanan, pars posterior lebar dan tumpul
sedangkan di sebelah kiri tajam. Agak ke kanan bagian tengah terdapat sulcus venae
cavae (ditempati oleh vena cava inferior). Kira kira 2-3 cm ke sebelah kiri vena cava
inferior terdapat fissura ligamenta vensosi (ditempati oleh ligamentum venosum
arantii). Diantara keduanya terdapat lobus caudatus.
14
Di sebelah kanan vena cava inferior terdapat suatu daerah berbentuk segitiga yang
dinamakan impressio suprarenalis. Di sebelah kiri fissura ligamenti venosi terdapat
sulcus oesophagealis yang ditempati oleh antrum cardiacum oesophagei.
Pada pars dorsalis facies diaphragmaticae terdapat suatu bagian yang tidak tertutup
oleh peritoneum dan melekat pada diaphragma melalui jaringan ikat longgar. Bagian
tersebut dinamakan area nuda hepatis (bare area of the liver) yang dibatasi oleh partes
superior et inferior ligamenti coronaria hepatis. Pars dextra bersatu dengan ketiga
bagian lainnya dari facies diaphragmatica.
2. Facies visceralis (fascia inferior) hepar
Cekung dan menghadap ke dorsokaudal kiri, ditandai oleh adanya alur dan bekas
alat yang berhubungan dengan hepar. Facies visceralis tertutup peritoneum kecuali di
tempat vesica fellea. Alur alur memberikan gambaran seperti huruf H dan
dibentuk oleh :
a. Fossae sagitalis dextra et sinistra (kaki huruf H)
b. Porta hepatis (bagian yang melintang)
Fossa sagitalis sinistra (fisura longitudinalis) memisahkan lobus dextra dan lobus
sinistra hepatis. Porta hepatis memotong tegak lurus dan membaginya menjadi dua
bagian, yaitu fissura ligamenti teretis dan fossa duktus venosus.
Fisura ligamenti teretis merupakan bagian ventral, ditempati oleh ligamentum teres
hepatis (embriologi berasal dari V. umbilikalis) dan terdapat diantara lobus quadratus
dan lobus sinister hepatis.
Fossa ductus venosus terdapat dibagian dorsal diantara lobus caudatus an lobus
sinistra hepar. Ditempati oleh ligamentum venosum arantii (embriologik berasal dari
ductus venosus arantii).
Fossa sagitalis dextra dibagi oleh porta hepatis menjadi dua bagian, yaitu fossa
vesiva fellea (dibagian ventral, ditempati oleh vesika fellea) dan fossa vena cava
inferior (di bagian dorsal ditempati oleh ven cava inferior).
Porta hepatis (fissura transversa) panjangnya kira kira 5 cm, memisahkan lobus
quadratus disebelah ventral serta lobus caudatus dan proc. caudatus di dorsal. Porta
hepatis ditempati oleh:
15
Vena porta
Arteri hepatica
Ductus choledochus
Nervus hepaticus
Ductus lymphaticus
Vena porta, arteri hepatica dan ductus choledochus terbungkus oleh ligamentum
hepato-duodenale.
Biasanya hepar dianggap mempunyai dua lobi, yaitu lobus dextra dan lobus sinistra
hepar.
Lobus Dextra Hepatis
Lobus dextra 6 kali lebih besar daripada lobus sinistra hepatis dan menempati
regio hypocondrica dextra. Pada lobus dextra terdapat lobus quadratus dan lobus caudatus
Spigeli. Lobus quadratus terdapat diantara vesica fellea dan fissura ligamenti teretis,
batasnya adalah:
Ventral : margo inferior hepar yaitu bagian yang tipis, tajam dan ditandai oleh
Lobus caudatus Spigeli terdapat pada facies dorsalis lobus hepatis dextra setinggi
vertebrae Th X-XI, batas batasnya :
Proc. caudatus adalah penonjolan yang menghubungkan lobus caudatus dan lobus
hepatis dextra, membentang miring ke arah lateral dari tepi distal lobus caudatus ke facies
visceralis lobus hepatis dextra disebelah dorsal porta hepatis.
Lobus Sinistra Hepatis
16
Lebih kecil dan lebih rata dari lobus dextra, terletak di regio epigastrica dan regio
hypochondrica sinistra.
Hepatic Triad
Ductus choledochus, arteri hepatica dan vena porta yang terbungkus di dalam
ligamentum hepato-duodenale di sebelah ventral foramen epiploicum Winslowi
membentuk suatu triad (tiga serangkai) yang dinamakan hepatic triad, dengan susunan
sebagai berikut :
Ductus choledochus
Vena porta
Arteri hepatica
LIGAMENTUM HEPATICAE
1. Merupakan lipatan peritoneum :
Ligamentum falciforme hepatis
Ligamentum coronaria hepatis
Ligamentum triangulare dextra
Ligamentum triangulare sinistra
2. Peninggalan embrional : ligamentum teres hepatis (dari vena umbilicalis)
Ligamentum falciforme hepatis dibentuk oleh dua lembaran peritoneum yang
menjadi satu ligamentum coronaria hepatis terdiri dari atas dua lembar, lembar
dibagian dorsal berjalan ke ren dan glandula suprarenalis dextra sehingga dinamakan
ligamentum hepato-renalis.
Ligamentum triangulare dextra (ligamentum lateralis dextra) dibentuk oleh kedua
lembaran ligamentum coronaria hepatis. Ligamentum triangulare sinistra (ligamentum
lateralis sinistra) di sebelah kiri berakhir sebagai suatu ikat fibrosa yang kuat yang
dinamakan appendix fibrosa hepatis.
Diantara hepar dan curvatura minor terdapat ligamnetum hepato-gastricum
sedangkan dengan duodenum dihubungkan oleh ligamentum hepato-duodenale.
Hepar difiksasi oleh :
Ligamentum coronaria hepatis
Ligamentum triangulare hepatis
Vena cava inferior
17
Arteri hepatica
Vena porta
Vv. hepaticae
Ductus hepaticus
Vesica fellea
Ductus cysticus
Ductus choledochus
Ductus hepaticus dibentuk oleh ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra,
masing masing berasal dari lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra. Bersama
sama dengan ductus cysticus, ductus hepaticus membentuk ductus choleduchus.
F. LIEN
Lien Terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen, setinggi costa IX-X sinistra
region hypochondriaca sinistra. Bentuk: piramis 3 sisi (facies).
18
19
termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam
ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan
vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak
di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya
arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah.
Pada
5
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
2. Hubungan
a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon
transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan
vena lienalis, vena cava inferior,4 aorta, pangkal arteria mesenterica superior,
musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan
hilum lienale.
3. Vaskularisasi
a. Arteriae
A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang
6
A.lienalis
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
4. Aliran Limfatik
20
21
A. Histologi Pankreas
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
1. Bagian Eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan merupakan
tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri
atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar.
8
7
22
pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron
tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala
dan badan pankreas.(Derek Punsalam, 2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular
tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam
pulau.(Anonymous, 2009). Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas.
(John Gibson, 1981)
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-masing
memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena
hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat
pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam, 2009)
Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,
mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang
tidak teratur.
2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan
membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau
lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah,
dan mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari
pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal
dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)
23
9
7
G. GINJAL
Topografi
Berbentuk seperti kacang yang merupakan organ retroperitoneal dan terletak pada
jaringan ikat ekstraperitoneal yang berada pada lateral kolumna vertebra.
24
Superior:
terdapat
superior
pole
yang
ditutupi
oleh
kelenjar
25
Superior: diafragma
Posterior: kantung pleura (pada costodiaphragma recesses), pembuluhpembuluh dan saraf-saraf subkosta juga saraf ilio-inguinal.
Ginjal terletak secara retroperitoneal pada bagian dinding abdomen posterior, pada level
T12 sampai L3 Vertebrae.
Struktur External:
1. renal capsule, menyediakan barrier melawan terhadap penyebaran infeksi.
2. renal sinus, merupakan ruang dari ginjal, membuka secara medial pada hilus.
Mengandung beberapa struktur penting yang masuk dan meninggalkan ginjal,
seperti: Renal artery mensuplai renal segment. Renal vein meninggalkan ginjal
pada renal hilus. Renal pelvis ujung dari ureter. Parirenal fat mengisi ruang
diantara renal sinus.
26
Struktur Internal:
1. Karakteristik nephron:
a. Renal corpuscle (Bowmans capsule). Terletak di cortex.
b. Proximal tubule, terletak di cortex.
c. Distal tubule, dalam cortex.
d. Collecting ducts.
2. Divisi. Parenchym ginjal terbagi menjadi dua bagian:
a. Cortex dan medulla.
3. Subdivisi. Ginjal terbagi menjadi lobus atau pyramid:
a. Beberapa renal pyramid.
b. Beberapa renal papilla.
4. Collecting system :
Minor calyces dan Major calyces.
27
Vaskularisasi Ginjal
Renal arteries berada pada level dari IV disk diantara L1 dan L2 vertebrae. Renal
artery kanan yang lebih panjang berjalan posterior dari IVC. Secara khusus, setiap arteri
terbagi saat dekat hilum menjadi 5 segmental arteries. Segmental arteries didistribusi ke
segmen-segmen dari ginjal. Renal vein berada di anterior dari renal arteri, dan renail vein
kiri yang lebih panjang berjalan anterior dari aorta. Setiap renal vein mengalir/ bermuara
ke IVC.
28
Arteri renalis akan masuk melalui hilum dan bercabang menjadi bagian anterior
dan posterior (yang akan mensuplai parenkim ginjal).
Beberapa arteri ekstrahilar terdapat pada beberapa individu yang langsung berasal
dari aorta.
29
Aliran pembuluh darah balik berasal dari multiple renal vein yang berasal dari
ginjal menuju vena renalis kanan ataupun kiri yang melewati aorta dan posterior
arteri mesenterik superior (yang dapat tertekan saat terjadi aneurisma).
Multiple renal veins vena renalis kanan/kiri IVC
Vaskularisasi ginjal
30
BAB III
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
Trauma tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (4045%), kemudian diikuti cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai
tambahan 15% mengalami hematoma retroperitoneal.
Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul
abdomen. Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non penetrtaing trauma) dibagi
menjadi 3 yaitu :
1.
Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ
terjepit dari belakang oleh bagian belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis
dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi
khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan
jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada
tabrakan, maka penderita akan secara refleks menarik napas dan menahannya dengan
menutup
glotis.
Kompresi
abdominal
mengkibatkan
peningkatan
tekanan
dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas,
usus halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang
belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat
sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra lumbal.
3.
deformitas setir ?
Parahnya cedera pada pejalan kaki bervariasi tergantung pada kecepatan dan
ukuran kendaraan yang menabraknya. Tinggi bemper versus ketinggian penderita
merupakan faktor kritis dalam trauma. Pada orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan
awal dengan bemper biasanya mengenai tungkai dan pelvis. Trauma lutut terjadi sama
seringnya dengan seperti trauma pelvis. Anak-anak lebih mungkin terkena truma dada
dan abdomen. Pejalan kaki sering mengalami trias cedera yaitu kaki, batang tubuh, dan
cranium, sebagai akibat dari mekanisme trauma yaitu benturan bemper, benturan kaca
depan dan kap mobil, serta benturan kepala dengan tanah. Cedera pada salah satu bagian
ini memerlukan evaluasi yang lebih segera dibandingkan cedera pada bagian tubuh lain.
Riwayat dan kronologis kejadian memang penting, tapi mekanisme sendiri tidak
bisa menentukan apakah diperlukan laparotomi emergency atau tidak. Mekanisme dan
kronologis kejadian harus disertai dengan data lain seperti vital sign prehospital,
pemeriksaan fisik, tes diagnostik, dan kondisi kesehatan yang mendasari.
2.4. Evaluasi primer dan penatalaksanaan
Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada
protokol Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti pola
ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis), dan
Exposure.
A.
Intial assesment
Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat bervariasi,
mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga pasien dengan
shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan walaupun
sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti cedera
extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik
33
pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan fisik abdomen
harus dilakukan secara teliti dan sistematis, dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi,
dan palpasi. Penemuannya positif dan negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam
medik.
1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila
dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil,
segmen abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan
teliti. Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk
menambah resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan
dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada
goresan, robekan, ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya
omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi
atau abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera
intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Adanya kebiruan yang melibatkan
region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya
perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan
peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda
ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang
melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.
2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak.
Penurunan suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan
atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang
belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada
34
cedera intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada
cedera intrabdominal. Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya cedera
pada diafragma.
3. Perkusi
Manuver
ini
menyebabkan
pergerakan
peritoneum,
dan
dapat
35
Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling terlihat dari
trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings. Pada 90% kasus, pasien
dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau nyeri general. Tanda-tanda ini
bukan merupakan tanda yang spesifik, karena dapat pula ditemukan pada isolated
thoracoabdominal wall constitution atau pada fraktur costa bawah. Dan yang paling
penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar dan stabil lebih menandakan tidak adanya
cedera. Meskipun demikian, cedera intrabdominal bisa didapati pada pasien sadar dan
tanpa nyeri.
Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan
organ padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah
extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang panjang)
harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh diabaikan. Pasien
dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock, kecuali pada pasien dengan
cedera
intracranial,
atau
pada
bayi
dengan
perdarahan
intracranial
atau
cephalohematoma.
Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous
emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen. Evaluasi
tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan kecurigaan
cedera spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada cedera uretra.
B.
Studi Laboratorium
Blood typing
Pada pasien trauma harus dilakukan pengecekan golongan darah dan cross-match,
sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu diperlukan transfusi, terlebih pada pasien
dengan perdarahan yang mengancam jiwa.
36
Hitung leukosit
Pada trauma tumpul abdomen akut, hitung leukosit tidak spesifik. Ephinefrin yang
dilepaskan tibuh pada saat trauma dapat menyebabkan demarginasi dan dapat
meningkatkan jumlah leukosit mencapai 12000-20000/mm3 dengan pergeseran ke kir
yang moderat.
Enzim pankreas
Kadar amilase dan lipase dalam serum tidak terlalu memiliki arti penting untuk
menunjang diagnostik. Kadar amilase dan lipase yang normal dalam serum tidak dapt
menyingkirkan kecurigaan adanay trauma pankreas. Peningkatan mungkin mengarah
pada cedera pankreas, tapi juga mungkin dari cedera abdomen non pankreas. Jika ada
kecurigaan cedera pankreas, masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, misal CT
scan.
Analisis toksikologi
Skrening
rutin penyalahgunaan
obat dan
alkohol
belum dilakukan
pada
penatalaksanaan trauma tumpul abdomen, terlebih pada pasien dengan status mental
normal.
Urinalisis
Gross hematuri mengarah pada adanya cedera ginjal serius dan membutuhkan
investigai yang lebih lanjut. Diperlukan juga pemeriksaan terhadap adanya hematuri
mikro yang dapat mengindikasikan cedra serius. Oleh karena itu, penting dialakukan
pemeriksaan mikroskopik atau urinalisis dipstick pada semua pasien trayma tumpul
37
abdomen. Adanya nyeri abdomen dan hematuri memiliki tingkat sensitifitas 64% dan
94% spesifik untuk cedera intraabdominal yang telah dibuktilkan melalui CT scan.
2.5.
A. Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk penatalaksanaan
pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada pasien stabil,
jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa disimpulkan diagnosik.
Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi dan dapat
beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang tidak koopertatif ini harus
dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera otak. Demi kelancaran, pasien tersebut
dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen 3
posisi (telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya
udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang
kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal. Foto polos
abdomen memiliki kegunaan yang terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG
B. Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke
scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari abdomen atas
bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada penderita
dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi yang berhubungan
dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis
cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik
maupun DPL. Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena
menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan kontras.
38
Keuntungan CT-scan :
1. non invasive
2. mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non operatif cedera
hepar dan lien
3. mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber perdarahan
4. retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat
5. imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan
Kelemahan CT-scan
1. kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan mesenterium
2. diperlukan kontras intra vena
3. mahal
4. tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil
with
splenic
injury
and
hemoperitoneum
C. Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum setelah
terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal dimana sering
didapati akumulasi darah, yaitu pada
1. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)
39
40
pouch.
41
FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saat itu di IGD/ ICU
sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus berlangsung. FAST
direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz ultrasound sector transducer probe dan
gray scale B mode ultrasound scanning.
Scan dimulai dari sub-xiphoid region di sagittal plane. Probe kemudian digerakkan
ke kanan untuk memeriksa Morrisons pouch (hepato-renal) (sagittal plane). Setelah itu,
probe digerakkan ke arah kiri untuk untuk menilai kavum spleno-renal (sagittal plane).
Pada keadaan ini, direkomendasikan agar bladder diisikan dengan 200-300 ml dengan
larutan normal steril melalui kateter urin yang kemudian diklem. Cara ini akan
memberikan excellent sonological window untuk memvisualisasi pelvis (transverse plane).
Pada pasien yang dicurigai mengalami cedera bladder, hindari prosedur pengisian di atas.
Gantikan dengan meletakkan kantong berisi saline di atas hipogastrium, dengan demikian
akan menimbulkan acoustic window untuk pelvis.Waktu total yang dibutuhkan untuk
seluruh prosedur ini sebaiknya antara 5-8 menit.
Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah aspirasi
darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah yang teraspirasi 10
ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan adanya cedera intraperitoneal.
Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal lavage dengan normal saline dan
kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi.
Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya kontra
indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen, koagulopati,
obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakn kontra indikasi relatif.
Keuntungan DPL/DPT
1. triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil, melalui
pengeluaran perdarahan intapertoneal
2. dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik stabil.
Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT
1. infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)
2. cedera intaperitoneal
43
3. positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan hematoma atau
pada gangguan hemostasis
Interpertasi DPL
Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada DPT
menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera intaperitoneal. Jika hasil
lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC lebih dari 100.000/mm 3 maka dapat
dikatakan positif untuk cedera intraabdominal. Jika hasil aspirasi positif dan adanya
peningkatan RBC pada lavge menunjukkan adanya cedera, terutama viscera padat dan
struktur vaskular, namun hal ini tidak cukup untuk mengindikasikan laparotomi.
Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif palsu pada
DPL. Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur pelvis dengan aspirasi
positif pada DPT mengindikasikan adanya cedera intraperitoneal. Aspirasi negatif pada
pasien fraktur pelvis dengan hemodinamik yang tidak stabil menunjukkan adanya
perdarahan retroperitoneal, jika demikian perlu dilakukan angiography dengan embolisasi.
Peningkatan WBC baru terjadi setelah 36 jam setelah cedera, sehingga tidak
terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga tidak spesifik dan tidak
sensitif untuk cedra pankreas.
Kriteria untuk trauma abdomen yang positif DPL berikut tumpul
Index
Positive
Equivocal
Blood
>10 mL
Fluid
Enteric contents
>1.000.000 / mm3
>20.000 / mm3
>1.000.000 / mm3
>500 / mm3
Enzyme
Bile
Confirmed
biomechanically
Aspirate
Lavage
44
A.
bagus, maka selanjutnya perlu dilakukan DPL. Jika USG dan DPL menunjukkan adanya
hemoperitoneum, maka diperlukan laparotomi emergensi. Hemoperitoneum pada pasien
yang tidak stabil secara klinis, tanpa cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk
dilakukan laparotomi. Jika melalui USG dan DPL tidak didapati adanya hemoperitoneum,
harus dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan
pasien tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus diingat bahwa USG tidak bisa
membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum
X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon karena dapat
menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax. Radiography antero-posterior pelvis
bisa menunjukkan adanya fraktur pelvis yang membutuhkan stabilisasi segera dan
kemungkinan dilakukan angiography untuk mengkontrol perdarahan.
47
untuk pasien dengan perubahan sensoris dan status mental karena cedera kepala tertutup,
intoksikasi obat dan alkohol, atau cedera lain yang mengganggu.
2.6.
BAB III
KESIMPULAN
o Pada pasien dengan cedera intraabdominal perlu dilakukan konsultasi segera
dengan ahli bedah. Bila fungsi vital pasien bisa diperbaiki, maka evaluasi dan
penanganan akan bervariasi sesuai dengan cederanya.
o Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus segera
dinilai kemungkinan perdarahan intraabdominal maupun kontaminasi GI tract
dengan melakukan DPL, ataupun FAST. Pasien peritonitis dengan hemodinamik
normal bisa dinilai dengan CT scan, dengan keputusan operasi didasarkan pada
organ yang terkena dan beratnya trauma.
o Indikasi untuk laparotomi ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, ultrasound (USG),
computed tomography (CT), dan DPL.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta
Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma in Adult.
UpToDate
50