Anda di halaman 1dari 4

Definisi dan Bentuk Fogging

Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah


Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD melalui penyemprotan
insektisida daerah sekitar kasus DBD yang bertujuan memutus rantai penularan
penyakit. Sasaran fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir jalan yang dapat
dilalui mobil di desa endemis tinggi.
Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa maupun larva.
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan
pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap
pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu pada
kain tergantung. Fogging dilaksanakan dalam bentuk yaitu :
a) Fogging Fokus
Adalah pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan terfokus pada
daerah tempat ditemukannya tersangka / penderita DBD.
b) Fogging Massal
Adalah kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada saat terjadi KLB
DBD.
2. Tata Laksana Fogging
a) Fogging dilaksanakan sebanyak 2 putaran dengan interval minggu oleh petugas
dalam radius 200 meter untuk penanggulangan fokus dan untuk penanggulangan
fokus untuk KLB meliputi wilayah yang dinyatakan sebahai tempat KLB DBD.
Fogging dilaksanakan oleh petugas kesehatan atai pihak swasta yang telah menjadi
anggota IPPHAMI (Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia) dan harus
mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Selain itu khusus
untuk fogging fokus dapat dilakukan oleh masyarakat dengan tenaga terlatih
dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperoleh izin dari Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota.
3. Peralatan dan Bahan Fogging
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan fogging, yaitu :
a) Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV (Ultra Low
Volume) untuk perumahan.
b) Malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%
technical grade/ha). Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat
diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk Aedes Aegypti, culex, dan anopheles di
dalam dan diluar ruangan. Malathion termasuk golongan organofosfat

parasimpatometik, yang berkaitan irreversibel dengan enzim kolinesterase pada


sistem saraf serangga. Akibatnya otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudian
lumpuh dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan
(Kasumbogo, 2004).
c) Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang
disemprotkan kedalam kamar atau ruangan misalnya, golongan Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalamjumlah sedikit saja
dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan sel darah merah dan pada sinapsisnya
(Darmono, 2003). Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida sintetik
yang merupakan tiruan (analog) dari piretrium. Insektisida piretroid
merupakan racun yang mempengaruhi syaraf serangga (racun syaraf) dengan
berbagai macam cara kerja pada susunan syaraf sentral (Djojosumarto, 2008).
Piretroid adalah racun syaraf yang bekerja dengan cepat dan menimbulan paralis
yang bersifat sementara. Efek piretroid sama dengan DDT tetapi piretroid memiliki
efek tidak persisten.
4. Persyaratan Penggunaan Fogging
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging, yaitu :
a) Adanya pasien yang meninggal disuatu daerah akibat DBD.
b) Tercatat dua orang yang positif yang terkena DBD di daerah tersebut.
c) Lebih dari tiga orang di daerah yang sama mengalami demam dan adanya jentikjentik nyamuk Aedes Aegypti.
Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau Puskesmas di suatu daerah, maka
pihak rumah sakit harus segera melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu akan
diadakan penyelidikan epidemiologi kemudian baru fogging fokus.
5. Hal Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Melakukan Fogging
a) Konsentrasi bahan fogging
Konsentasi bahan yang digunakan harus mengacu pada label, karena bila dosis
yang digunakan tidak tepat akan menimbulkan kerugian, tidak hanya dari segi
biaya dan efikasi pengendalian tetapi juga berpengaruh terhadap keamanan
manusia itu sendiri serta lingkungannya (magallona, 1980).
b) Arah dan kecepatan angin

Dalam melakukan fogging, arah angin harus diperhatikan. Kecepatan akan


berpengaruh terhadap pengasapan di luar ruangan. Untuk diluar ruangan space
spray berkisar 1-4 m/detik atau sekitar 3,6-15 km/jam. Angin diperlukan untuk
membawa asap masuk kedalam celah-celah bangunan, namun jika terlalu kencang
maka asap akan cepat hilang terbawa angin. Pengasapan harus berjalan mundur
melawan arah angin sehingga asap tidak menganai petugas fogging.
c) Suhu
Suhu adalah keadaan udara yang akan mempengaruhi pengasapan. Pengasapan
diluar ruangan pada waktu tengah hari atau pada suhu tinggi akan sia-sia karena
asap akan menyebar keatas, bukan kesamping sehingga pengasapan tidak
maksimal. Oleh sebab itu fogging sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.
d) Waktu
Waktu fogging harus disesuaikan dengan puncak aktivitas nyamuk Aedes aegypti
yang aktif mencari mangsa pada pagi hari sekitar pukul 07.00-10.00, dan sore hari
sekitar pukul 14.00- 17.00.
6. Dampak Pelaksanaan Fogging
Bahan yang digunakan dalam fogging merupakan jenis insektisida untuk
membunuh serangga dalam hal ini adalah nyamuk. Insektisida tersebut merupakan
racun yang dapat mematikan jasad hidup, maka dalam penggunaannya harus lebih
bersikap hati-hati.
Fogging tidak hanya memberikan dampak positif dalam pengandalian nyamuk
Aedes aegypti namun disisi lain juga menghasilkan dampak negatif terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat, misalnya pencemaran air, tanah, udara,
terbunuhnya organisme non target, dan resiko bagi orang, hewan dan tumbuhan
(Djojosumarto, 2008). Dampak kesehatan
a) Iritasi pada kulit
Tidak menimbulkan iritasi pada kulit tikus setelah 3 kali aplikasi 500 mg/kg yang
dibalut rapat dan yang dilakukan secara bergantian.
Sensitisasi
Metil Pirimiphos tidak menimbulkan sensitiser kulit dan dibuktikan dengan uji
Stevens pada marmut.
c) Inhalasi
Tikus dapat terpengaruh terhadap uap Metil Pirimiphos selama 6 jam sehari, 5 hari
seminggu selama 3 minggu. Dampak terhadap tanah

Metil Pirimiphos tidak terikat pada tanah. Dalam berbagai jenis tanah, akan terurai
dalam waktu kurang dari sebulan. Metil Pirimiphos memiliki mobilitas terbatas
dalam tanah. Dampak terhadap air
Metil Pirimiphos cepat terdegradasi dalam air, terutama oleh hydrolisis dengan
hilangnya rantai samping gugus phosphorothioate ester. Proses ini akan lebih cepat
50% dibawah cahaya matahari selama sehari.

Anda mungkin juga menyukai