Pembimbing :
dr. C Bambang Widhiatmoko, Sp F
Disusun Oleh:
Dwi Cipta Hermawan, 2008.04.0.0098
Lilik Fauziyah, 2008.04.0.0105
Ailen Oktaviana Hambalie, 2009.04.0.0020
Cherish Romina Prajitno, 2009.04.0.0024
Hendra Setiawan, 2010.04.0.0016
Wenny Octavia 2010.04.0.0017
Dendra Dian Supitra, 2010.04.0.0018
RS BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
2016
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmat-Nya, kami bisa menyelesaikan referat dengan judul Pembiayaan
Kasus Otopsi Melalui BPJS dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas wajib untuk menyelesaikan kepanitraan klinik di bagian Forensik RS
Bhayamgkara dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan . Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran kita.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................
Bab 1. Pendahuluan.......................................................................................
2.1.1 Definisi............................................................................................
2.1.6 Struktur...........................................................................................
11
13
18
18
18
2.1.8.3 Tujuan.......................................................................................
19
19
2.1.8.5 Prosedur....................................................................................
21
26
2.2.1 Definisi............................................................................................
26
2.2.2 Fungsi..............................................................................................
26
2.2.3 Tugas...............................................................................................
26
2.2.4 Wewenang.......................................................................................
27
Bab 3. Pembahasan........................................................................................
28
Daftar Pustaka................................................................................................
30
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter yang pada dasarnya
adalah seorang ahli sering kali harus melakukan pemeriksaan dan perawatan korban
sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun korban mati, juga
untuk pemeriksaan barang bukti lain yang fiduga berasal dari tubuh manusia. Untuk
melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang (penyidik) akan
menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (Hoediyanto; A. Hariadi.
2010).
Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat dan
repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini
adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan
suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai
apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang
bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya (Atmadja DS, 2004).
Pembuatan visum et repertum tersebut dimaksudkan sebagai ganti barang
bukti, karena barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin bisa dihadapkan di
siding pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya.Hal ini dimungkinkan karena
barang bukti tersebut ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya : luka,
mayat, atau bagian tubuh lainnya) makan berubah menjadi sembuh atau membusuk
(Hoediyanto; A. Hariadi. 2010).
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit
dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
4
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara
Pancasila terutama sila ke 5, mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga
termasuk dalam UUD 1945 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU
No.23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang kesehatan. Dalam
UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Pada tahun 2004, dikeluarkanlah UU No.24/2011 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial
wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui
suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Cakupan BPJS salah satunya adalah pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
dimana salah satu pelayanan yang disediakan adalah pelayanan kedokteran forensik.
Oleh karena itu kami akan membahas apakah BPJS dapat melayani tindakan dari
otopsi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
VISUM et REPERTUM
2.1.1
repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini
adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan
suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai
apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang
bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya (Atmadja DS, 2004)
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung
tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937
No. 350 yang menyatakan : Pasal 1 :Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik
atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di
Negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam
perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan
mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.
(Budiyanto, 1997).
2.1.2
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
4. KUHAP Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
Korban sembuh
delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada
saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184 (Atmadja DS, 2004). Ada 5
barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu (Atmadja DS, 2004).
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Keterangan terdakwa
Surat-surat
Petunjuk
2. Sudut
umur,
kelamin,
nama,
pangkat,
kesatuan,
NRP, dan
alamat.Kemudian
berikut :
10
1. Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak
perlu bermeterai.
2. Pendahuluan, memuat :
a. Identitas pemohon visum et repertum,
b. Tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR,
c. Identitas dokter yang melakukan pemeriksaan,
d. Identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur,
bangsa, alamat, pekerjaan
e. Tempat dilakukan pemeriksaan,
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana
korban dirawat, dan waktu korban ditemukan meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar
korban pada dokter dan waktu saat korban diterima di rumah
sakit.
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan), yaitu terdiri dari :
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis
kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya.
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan.
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter
lain.
Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa
sehingga orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu
disertai istilah kedokteran / asing di belakangnya dalam kurung. Angka
harus ditulis dengan huruf, misalnya 4 cm ditulis empat sentimeter.
Tidak dibenarkan menulis diagnose luka, misalnya luka bacok, luka
tembak. Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa
yang diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban /
benda oleh dokter.
11
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR,
dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada
bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan
dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak
didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan
dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis
hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah
pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh
suatu pihak tertentu, dan dilakukan pengamatan oleh kelima panca indra
(penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, perabaan.). Tetapi di
dalam
kebebasannya
tersebut
juga
terdapat
pembatasan,
yaitu
12
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau
dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum
melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat
VeR.
Pada Visum et Repertum ini juga dapat dilampirkan beberapa hal, antara lain
: (Hoediyanto; A. Hariadi. 2010)
o
o
o
o
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi,
mikrobiologi)
2.1.7
penahanan,
penggeledahan
dan
penyitaan;
e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
b. Hakim Pidana
Hakim pidana dapat juga meminta keterangan ahli seperti terulis
dalam KUHAP 180 ayat 1 yang menyatakan Dalam hal diperlukan
untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta keterangan ahli,
akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan visum et repertum, kemudian
jaksa melimpahkan permintaan hakim kepada penyidik (Hoediyanto; A.
Hariadi. 2010).
c. Hakim Perdata
Sebagaimana halnya hakim
14
d. Hakim Agama
Berdasarkan Undang Undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, mengatakan bahwa hakim agama boleh meminta
visum et repertum.
Hakim agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama
islam sehingga permintaan visum et repertum berkenaan dengan hal-hal
di bawah ini :
a) Syarat untuk berpoligami :
isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
b) Syarat untuk melakukan perceraian antara lain :
Salah satu pihak berbuat Zinah
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
suami/istri.
c) Syarat tunggu waktu (iddah) seorang janda
Jika perkawinan putus karena kematian (cerai mati), waktu
15
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut),
dokter atau ahli lainnya (seperti yang tercantum dalam KUHP Pasal 133
ayat 1)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
Akan tetapi, ketentuan diatas tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, sebab
untuk korban yang menyangkut : (Hoediyanto; A. Hariadi. 2010)
Luka : diperiksa oleh dokter spesialis bedah
Kejahatan kesusilaan : diperiksa oleh dokter spesialis Kebidanan dan
Penyakit Kandungan
Keracunan : diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam
Kekerasan pada mata : diperiksa oleh dokter spesialis mata
Sedangkan korban mati: dipeeriksa oleh dokter spesialis Kedokteran
Kehakiman
Oleh karena itu, sebaiknya permintaan visum et repertum ditujukan kepada
(Hoediyanto; A. Hariadi. 2010) :
Dokter spesialis / dokter pemerintah
Dokter spesialis / dokter swasta
Dokter spesialis / dokter TNI / POLRI
Dalam penjelasan pasal 133 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa keterangan
yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan
keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta
dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu (Hoediyanto; A. Hariadi. 2010):
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui
korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
16
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6.
7.
8.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan
jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar
korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik
selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas
persetujuan penuntut umum (Hoediyanto; A. Hariadi. 2010).
2.1.8
Otopsi Medikolegal
proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuanpenemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab
akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
(Mansjoer, dkk, 2000)
2.1.8.2 Klasifikasi Otopsi
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
1. Otopsi Anatomi,
17
18
19
Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
Pahat.
Palu.
Meteran.
Sarung tangan
21
2.
3.
4.
5.
6.
Umur
Warna kulit, mata, dan rambut
Keadaan gigi geligi
Kelainan pada kulit (tatouage)
Penyakit
Sidik jari, sidik telapak kaki
Pakaian dan benda milik pribadi
Kaku mayat
Lebam mayat
Pembusukkan
Panjang dan Berat badan
Kepala, meliputi :
Luka (ada/tidak)
Bentuk (bulat, lonjong)
Rambut,
kumis,
janggut,
alis
(warna,
panjang,
lurus/berombak/keriting)
Mata
konjungtiva bulbi / selaput biji mata dan konjungtiva
palpebra / selaput kelopak mata (pucat, merah, kuning,
bintik-bintik pendarahan)
Selaput bening / kornea (bening, keruh, parut luka, lensa
kontak)
Selaput pelangi / iris (warna, iridektomi)
Manik mata / pupil (sama lebar, diameter)
Lensa mata (keruh, afakia)
Mata palsu (prothesis)
Hidung (bentuk, cairan yang keluar)
Mulut (bentuk bibir, warna bibir, formula gigi, gigi palsu)
Telinga (bentuk, cairan yang keluar)
22
23
2.2.1
Definisi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
Fungsi
UU
BPJS
menentukan
bahwa,
BPJS
Kesehatan
berfungsi
Tugas
25
Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS
26
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 59, yang
berbunyi :
(1) Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 58 huruf a merupakan pelayanan yang bersifat spesialistik
dan subspesialistik.
(2) Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup :
a. administrasi pelayanan terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan
biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau
pelayanan kesehatan pasien
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter
c.
d.
e.
f.
medis
g. rehabilitasi medis
h. pelayanan darah
i. pelayanan kodekteran forensik klinik meliputi pembuatan visum
et
repertum
atau
surat
27
keterangan
medik
berdasarkan
28
BAB 3
PEMBAHASAN
Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
memang belum sempurna. Walaupun BPJS Kesehatan ini mencakup hampir semua
penyakit, akan tetapi masih banyak orang yang merasa tidak puas dengan pelayanan
BPJS yang terbatas. Dimana salah satu contohnya yang dibahas di referat ini adalah
dalam bidang forensik. Seperti yang telah disebutkan pada
Peraturan
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Afiah, Ratna Nurul. 1989. Barang Bukti Dalam Proses Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika
2. Atmadja DS. Simposium Tatalaksana Visum et Repertum Korban Hidup
pada Kasus Perlukaan & Keracunan di Rumah Sakit. Jakarta: RS Mitra
Keluarga Kelapa Gading, Rabu 10 Juli 2004
3. Budiyanto, Arif; Widiatmaka, Wibisana. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Kedokteran Universitas Indonesia
4. Hamzah, Andi. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sapta Artha
Jaya.
5. Hoediyanto; A. Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
6. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia
7. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
8. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 10 tahun 2010
tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
9. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Pasal 93 tentang Kecelakaan Lalu
Lintas
10. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 tentang Penyidik Polri
11. Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem Pembuktian dan Alat Bukti.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
12. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman
13. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
14. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
15. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
16. Undang Undang Negara Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer
30
31