jenis kayu pulai dan labu. Keduanya termasuk tumbuhan lokal yang banyak tumbuh
merata di sela-sela kebun karet atau pekarangan masyarakat. Walaupun tidak
seluruh kelompok kayu lunak bisa dimanfaatkan, pulai dan labu cukup bagus
dipakai sebagai bahan baku pensil.
Pada awalnya pohon pulai dan labu bukan termasuk kayu yang berharga mengingat
sifat fisiknya tidak bagus untuk bahan bangunan atau konstruksi lainnya, kayunya
pun mudah diserang bubuk kayu. Tetapi seiring berkembangnya permintaan pasar
terhadap pensil, kayu pulai dan labu pun semakin meningkat nilai ekonomisnya
sehingga masyarakat lebih gemar memelihara anakan kayu tersebut.
berdasarkan 10 Prinsip dan Kriteria FSC , maka XIP berkomitmen, bahwa kayu Pulai
dan Labu sebagai bahan baku industri TIDAK BERASAL dari :
Penebangan Liar
Penebangan yang melanggar hak-hak masyarakat setempat maupun hak-hak
tradisional
Hutan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi, seperti Hutan Lindung, Taman
Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa
Penebangan pada kawasan hutan yang akan dikonversi menjadi perkebunan atau
Areal Penggunaan Lain (APL)
Penebangan pada hutan tanaman hasil rekayasa genetika
Berkaitan aktivitas XIP, ada beberapa LSM lokal yang menanyakan bahwa mengapa
XIP diizinkan oleh pemerintah beroperasi sedangkan XIP tidak memiliki konsesi
lahan seperti layaknya HPH. Mereka berpendapat bahwa XIP harus memiliki izin
konsesi lahan. Oleh karenanya mereka menuntut agar Pemda menghentikan XIP
beroperasi.
XIP bisa memaklumi rasa ingin tahu LSm tersebut, walaupun singkat XIP berkenan
menjelaskan sistem pengelolaannya.
Juga dijelaskan bahwa Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang
tidak dibebani hak atas tanah. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada
pada tanah yang dibebani hak atas tanah
Sistem pengelolaan yang dianut oleh HPH/HTI itu sangat berbeda sekali dengan XIP.
Pada umumnya HPH mengelola (memanfaatkan) kayu berasal dari Hutan Negara
(Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Konversi). Untuk itulah HPH harus
memiliki konsesi lahan selama beberapa puluh tahun.
Suatu perusahaan telah melakukan survey potensi pada suatu kawasan hutan , dan
menilai bahwa kawasan tersebut layak dikelola, perusahaan tersebut mengajukan
usulan kepada Dinas Kehutanan setempat untuk mengelola kawasan yang
dimaksud. Setelah melalui beberapa tingkat verikasi (penelitian terpadu) barulah
pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memberikan izin pemanfaatan
(konsesi) atau tidak kepada perusahaan tersebut.
Berbeda halnya dengan XIP yang memanfaatkan hasil hutan kayu dari kebun karet
dan pekarangan milik rakyat, bukan mengelola kawasan hutan. Oleh karenanya XIP
tidak perlu memiliki konsesi/ sewa lahan seperti HPH di atas. Mengenai proses
perizinan pemanfaatannya, secara prinsip tetap sama dengan seperti yang
dilakukan oleh HPH.
CMIIW
Semoga bermanfaat
Alamat :
Jl. Raya Palembang Km.25
Kecamatan Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan
Telepon :
0733-320298