Anda di halaman 1dari 55

Kendali Samar Fuzzy Control

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Fuzzy
Fuzzy dapat diartikan sebagai sesuatu yang kabur, samar, tidak jelas, tidak tegas
atau tidak mempunyai batas yang tegas. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai
keadaan-keadaan yang memang kabur atau tidak jelas/tegas batasnya. Sebagai contoh jika
seorang Dosen meminta mahasiswa untuk berkelompok sesuai angkatan atau tahun
masuknya, maka akan segera terbentuk kelompok mahasiswa angkatan 2006, 2007, 2008
dan seterusnya. Tetapi jika seorang Dosen meminta mahasiswa untuk berkelompok sesuai
tingkat kepandaiannya (jenius, cerdas, pandai, cukup, bodoh), maka akan timbul keraguraguan di antara para mahasiswa tersebut. Mereka ragu-ragu apakah mereka termasuk
kelompok mahasiswa jenius, cerdas atau masuk kelompok yang lainnya. Karena memang
tidak ada batas yang jelas/tegas antara kelompok jenius, cerdas, pandai, cukup dan bodoh
tersebut.
Selain bentuk kekaburan seperti di atas, ada bentuk-bentuk kekaburan atau
ketidaktegasan lainya, misalnya :
1. Ambiguity = keambiguan, tidak tegas karena mempunyai makna ganda
Misal : bulan
2. Randomness = keacakan , ketidak-jelasan mengenai sesuatu karena sesuatu hal
baru akan terjadi
Misal : cuaca esok hari
3. Incompleteness = ketidak jelasan karena tidak lengkapnya informasi
Misal : kehidupan di luar angkasa
4. Imprecision = tidak tepat karena keterbatasan alat untuk mengumpulkan
informasi.
Misal : hasil pengukuran dalam fisika atom
5. Kekaburan semantik, yaitu kekaburan, kesamaran yang disebabkan karena makna
dari suatu kata/istilah tidak dapat didefinisikan secara tegas.
Misal : cantik, tinggi, pandai, sejuk, kotor, dll

I.2. Fuzzy system dan Fuzzy Control


Fuzzy system :
Fuzzy system merupakan sistem dimana makna dari kata yang menjadi obyek
sistem tersebut mempunyai kekaburan semantik. Meskipun demikian sistem tetap dapat
didefinisikan secara jelas karena ada batas yang tegas (tidak samar). Sistem ini biasanya
system yang berbasis pengetahuan (knowledge) atau berbasis aturan (rule , biasanya
dengan IF-THEN).
Fuzzy Control :
Fuzzy Control merupakan salah satu metode pengendalian baik linear maupun
non-linear yang dapat didefinisikan secara jelas (tidak samar).
Jadi yang bersifat kabur adalah makna dari kata yang menjadi obyek suatu sistem,
sedangkan teori yang dikembangkan untuk memodelkan dan menyelidiki gejala
kekaburan merupakan teori yang jelas dan tegas (tidak samar)
Mengapa menggunakan teori Fuzzy Sistem ?
1. Faktanya adalah terlalu komplek untuk mendiskripsikan semua hal secara jelas,
sehingga harus dilakukan pengkaburan (fuzziness) untuk memperoleh model yang
dapat diimplementasikan.
2. Pada era informasi, pengetahuan para pakar (human knowledge) semakin
bertambah penting. Untuk itu dibutuhkan teori untuk memformulasikan human
knowledge secara sistematis sehingga bersama-sama dengan model matematis
atau hasil pengukuran dari sensor-sensor dapat membentuk suatu sistem rekayasa.
Human knowledge : diskripsi pengetahuan tentang system dalam bahasa manusia.
3. Fuzzy system dapat digunakan untuk mengendalikan proses yang sangat non-liner
atau sistem yang sangat sulit untuk dimodelkan, karena fuzzy system tidak
mengharuskan ada model matematis. Hal ini berbeda dengan Kendali PID
(konvensional) yang membutuhkan model matematis serta sistem harus
merupakan sistem yang linear.

Proses penyusunan fuzzy system :


1. Mendapatkan aturan-aturan IF-THEN dari pakar atau berdasarkan domain
pengetahuan.
2. Mengkombinasikan aturan-aturan tersebut ke dalam sistem tunggal.

I.3. Perkembangan Fuzzy Control


Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu terus melakukan penelitian dan mencoba
mengaplikasikannya di bidang ilmu masing-masing. Tahap perkembangan yang penting
terjadi di Inggris pada tahun 1974 ketika E. H. Mamdani dan S. Assilian dari Universitas
London berhasil menciptakan prototype sistem kendali berbasis logika kabur untuk mesin
uap. Pada tahun 1978 sebuah pabrik semen di Denmark berhasil mengaplikasikan sistem
kendali kabur untuk mengendalikan proses pembuatan semen. Di Jerman dan Belanda,
logika kabur banyak diimplementasikan untuk kendali lampu lalu lintas, kereta api bawah
tanah, perusahaan air minum dan lain lain, sedangkan di Jepang aplikasi kendali samar
banyak digunakan untuk peralatan rumah tangga seperti mesin cuci, mesin pendingin
udara (AC), kamera, TV, kulkas, oven microwave, dll.
Selain di bidang kendali, aplikasi di bidang lain diantaranya adalah :
-

sistem medis : diagnosa medis berdasarkan gejala

sistem informasi dan basis data

sistem kecerdasan buatan : robot

sistem pengenalan pola, dll

Diktat Kendali Samar ini hanya akan membahas kendali samar untuk sistem kendali
(Fuzzy Logic Control / FLC) baik open-loop maupun close-loop.

I.4. Kekaburan Semantik


Suatu kata/istilah dikatakan samar, kabur, tidak tegas jika istilah tersebut tidak dapat
ditentukan dengan tegas nilai benar atau salahnya.
Contoh : IP Tanto 2.4. Kalimat : Tanto anak yang pandai, tidak dapat ditentukan
dengan tegas, benar atau salah.
3

Bagi Rudi yang IP nya 1.0, dia akan setuju kalau Tanto termasuk mahasiswa yang pandai,
tetapi bagi perusahaan multinasional yang mensyaratkan IP minimal 3.0 bagi calon
pendaftar, tidak akan mau menyeleksi Tanto karena mereka beranggapan Tanto tidak
pandai.
Faktanya, realitas dunia terlalu rumit jika semua harus didiskripsikan dengan bahasa yang
tegas. Untuk itu diperlukan bahasa keilmuan yang mampu mengungkap kekaburan istilah
(kekaburan semantik) dari bahasa sehari-hari secara memadai.
Lotfi A. Zadeh : penggagas pertama himpunan kabur (Fuzzy sets), yaitu cabang ilmu
matematika yang memperluas konsep himpunan tegas menjadi himpunan kabur. Dengan
konsep himpunan kabur maka memungkinkan untuk melakukan komputasi pada
kata/istilah yang mempunyai kekaburan semantik (linguistic computing).

BAB II
LOGIKA DAN HIMPUNAN TEGAS
II.1. Logika
Logika merupakan ilmu yang mempelajari secara sistematis kaidah-kaidah
penalaran yang absah (valid).
Ada 2 macam penalaran :
1. Penalaran deduktif : penalaran untuk menarik kesimpulan berdasarkan premispremis yang diandaikan benar dengan mengikuti pola penalaran tertentu.
2. Penalaran induktif : penalaran untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum
berdasarkan premis-premis yang bersifat faktual.
Logika yang digunakan pada Logika Fuzzy adalah logika dengan penalaran
deduktif yang memanfaatkan seperangkat symbol-simbol untuk merepresentasikan
bahasa alamiah manusia (logika simbolik)
Logika simbolik :
1. Logika proposisi : penalaran manusia dengan menggunakan proposisi.
2. Logika predikat : penalaran yang mengakomodasi struktur internal dari proposisi.
Logika Proposisi
Proposisi adalah kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah.
Proposisi atomic : proposisi yang tidak memuat proposisi lain sebagai komponennya
( >< Proposisi majemuk )
Proposisi majemuk dibentuk dari proposisi atomic dengan operasi logis :
1. Negasi (NOT, tidak, bukan)
(p)
1
0

(p)
0
1

(p) = 1 - (p)
p : Bilangan 5 habis dibagi 2

2. Konjungsi (AND, dan)


(p) (q) (p q)
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0

p: Bilangan 5 tidak habis dibagi 2

(p q) = min{(p), (q)}
atau
(p q) = (p) (q)

3. Disjungsi (OR, atau)


(p) (q) (p q)
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
4.

Implikasi (IF-THEN)
(p) (q) (pq)
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1

(p q) = max{(p), (q)}

(pq) = min{1, 1 + (q) - (p)}


p disebut antesenden (premis)
q disebut konsekuen (kesimpulan)

5. Bi-implikasi (ekivalensi)
(p) (q) (pq)
(pq) = 1 - (q) - (p)
1
1
1
atau
1
0
0
((pq)( qp))
0
1
0
0
0
1
Tautologi :
Tautologi adalah bentuk proposisi yang selalu bernilai 1 atau selalu menghasilkan nilai
benar.
Misal : (p p)
PR : Tuliskan minimal 5 tautologi lainnya beserta pembuktiannya dengan tabel
kebenaran.
Kontradiksi :
Kontradiksi adalah bentuk proposisi yang selalu bernilai 0 atau selalu menghasilkan nilai
salah.
Misal : (p p)
Kaidah Inferensi :
Kaidah inferensi merupakan kaidah penalaran atau kaidah pengambilan kesimpulan yang
absah (valid).

Penalaran deduktif merupakan kaidah inferensi bila memenuhi 2 syarat, yaitu :


1. Implikasi dengan antesedennya adalah konjungsi dari semua premis.
2. Konsekuennya adalah kesimpulan dari penalaran, dan merupakan tautology.
Karena itu untuk membuktikan apakah sebuah penalaran absah atau tidak dibuktikan
dengan mencari table kebenaran dari :

(p1 p2 p3 p4 pn q )

Jika nilainya selalu benar, berarti pengambilan kesimpulannya absah karena merupakan
Tautologi.

II.2. HIMPUNAN
Himpunan Tegas (crisp set) merupakan sekumpulan obyek yang mempunyai
kesamaan sifat tertentu, terdefinisi secara tegas sehingga setiap obyek dapat ditentukan
dengan tegas apakah merupakan anggota himpunan atau bukan.
Ada beberapa cara untuk menyatakan himpunan, antara lain :
1. Cara daftar
A = { a, b, c, d, e}
N = {1, 2, 3, 4, }
2. Cara Aturan : memberi aturan (syarat keanggotaan) yang harus dipenuhi untuk
menjadi anggota himpunan.
A = { xx adalah salah satu dari 5 huruf pertama dlm abjad}
N = { xx adalah bilangan bulat positip}
3. Fungsi Karakteristik : fungsi dari himpunan semesta X ke himpunan {0, 1}

1 jika.x.adalah.salah.satu.dari.5.huruf . pertama.dlm.abjad
A ( x)
0 jika.lainnya
Operasi Himpunan
1. Komplemen :
2. Gabungan :
3. Irisan :

A' x X x A}

A B { x x A x B}

A B { x x A x B}

4. Selisih : :

A B {x x A x B}

5. Darab Cartesius :

AxB {( x, y ) x A x B}

Sifat Dasar Operasi Himpunan


1. (A) = A
2. A A A dan

A A A

3. A X A dan

A A

4. A B B A dan

A B B A

5. A ( A B) A dan
6. ( A B )' A' B' dan

A ( A B) A
( A B )' A' B'

7. A ( B C ) ( A B) C dan
8. A A' X

dan

A ( B C ) ( A B) C

A A'

Pada sifat-sifat dasar operasi himpunan terlihat bahwa berlaku Prinsip Dualitas , yang
artinya untuk suatu sifat terdapat sifat dualnya, yang diperoleh dengan mengganti
dengan

dan sebaliknya, serta mengganti dengan X dan sebaliknya.

Jika suatu sifat adalah benar, maka dualnya juga benar.

BAB III
HIMPUNAN KABUR
Himpunan kabur (Fuzzy set) dapat dipahami sebagai sekumpulan obyek yang
mempunyai kesamaan sifat tertentu, tetapi tidak dapat didefinisikan secara tegas apakah
merupakan anggota himpunan atau bukan.
Misal : Jika himpunan orang tinggi didefinisikan sebagai orang yang tingginya 170
cm, maka menurut definisi tersebut orang yang tingginya 169,5 cm tidak tinggi, dan kita
merasa aneh kalau seseorang dengan tinggi 169,5 cm dikatakan orang tersebut tidak
tinggi. Jadi kata tinggi tidak pas kalau didefinisikan secara tegas.
Masalah ini oleh Zadeh diatasi dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat
kesesuaian dengan syarat keanggotaan himpunan tersebut.
- Fungsinya disebut Fungsi keanggotaan.
- Nilai fungsi disebut Derajat keanggotaan.
III.1. DEFINISI HIMPUNAN KABUR
Sebuah himpunan kabur dalam semesta pembicaraan U dinyatakan oleh fungsi
keanggotaan A (x) yang nilai keanggotaannya ada dalam interval [0,1]
Jadi jika nilai keanggotaan = 1 menyatakan keanggotaan penuh, 0 dipahami
sebagai sama sekali bukan anggota himpunan kabur tersebut dan nilai keanggotaan antara
0 1 adalah menjadi anggota himpunan dengan derajat kesesuaian sebesar nilai
keanggotaannya.
Contoh : Himpunan orang tinggi dapat dinyatakan dengan fungsi keanggotaan tinggi
dengan grafik seperti gambar 1 :

Gambar 1. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur Tinggi

III.2. CARA PENULISAN HIMPUNAN KABUR


1. Cara Daftar (untuk fungsi berhingga diskrit)
= { (x, A (x)) x U} ; atau
= A (x) / x
Contoh :
= himpunan mahasiswa tinggi
Dalam semesta X = {Rudi, Eny, Linda, Anton} merupakan mahasiswa yang
tingginya berturut-turut : 180 cm, 155 cm, 140 cm, dan 170 cm.
Dengan cara daftar, himpunan kabur dapat ditulis sbb :
= 1/Rudi + 0.625/Eny + 0.25/Linda + 1/Anton
Artinya :

A (Rudi) = 1

A (Eny) = 0.625

A (Linda) = 0.25

A (Anton) = 1

2. Cara Analitik (untuk fungsi takberhingga kontinyu)


= A (x) / x
Simbol dan menyatakan kumpulan semua titik-titik x U yang dinyatakan
dalam fungsi keanggotaan A (x), bukan fungsi sigma dan fungsi integral.
Contoh :
= himpunan kabur bilangan real yang dekat dengan 2
Dapat dituliskan dengan cara :
1 =

( x2)2

/x

xR

Gambar 2. Gambar fungsi keanggotaan himpunan kabur E1

10

3. Formula matematis
Contoh :
= himpunan kabur bilangan real yang dekat dengan 2
Dapat juga dituliskan dengan cara :

x 1, untuk.1 x 2

= ~ ( x) 3 x, untuk .2 x 3
E2
0,......untuk.lainnya

Gambar 3. Gambar fungsi keanggotaan himpunan kabur E2


Hal-hal penting pada himpunan kabur :
1. Sifat-sifat sebuah himpunan kabur yang digunakan untuk menyatakan
karakteristiknya selalu kabur, misal pada kalimat bilangan real yang dekat
dengan 2, tidak bisa dengan jelas didiskripsikan. Kita bisa mendiskripsikan
dengan 1, 2 atau bahkan dengan formula lainnya, tetapi fungsi keanggotaannya
sendiri tidak kabur, karena bisa dengan jelas dituliskan sebagai sebuah formula
matematika. Artinya Himpunan Kabur menegaskan kata-kata yang kabur.
2. Karena ada banyak pilihan fungsi keanggotaan, maka diperlukan cara memilih
yang tepat.
Ada 2 cara pemilihan :
a. Menggunakan pengetahuan yang dimiliki pakar/intuisi
b. Menggunakan sekumpulan data dari bermacam-macam sensor
3. Beberapa

macam

fungsi

keanggotaan

dapat

digunakan

untuk

meng-

karakteristikkan sebuah deskripsi dari kata yang mempunyai kekaburan semantik,


11

tetapi fungsi keanggotaan masing-masing deskripsi tetap merupakan himpunan


kabur yang berlainan.
Contoh : 1(x) 2 (x)
III.3 MACAM-MACAM FUNGSI KEANGGOTAAN HIMPUNAN KABUR
1. Fungsi Naik (increasing)
Fungsi naik digunakan untuk menyatakan fungsi keanggotaan variable linguistic
seperti : tinggi, gemuk, pandai, panas, tua, dll.
Ada 2 macam fungsi naik yaitu :
a. Fungsi : The function : U [0, 1] is a function with two parameter
defines as :

0; jika..u

(u; , ) (u ) /( ); jika.. u
1; lainnya

Contoh gambar fungsi dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Contoh gambar Fungsi


Contoh-contoh variabel linguistik yang cocok menggunakan Fungsi :
Fungsi keanggotaan untuk tua : (u ; 60,80)
Fungsi keanggotaan untuk tinggi : (u ;160,180)
b. Fungsi S (Sigmoid)

0; jika..x

x
2 ; jika.. x

S ( x; , , )

x
1 ; jika.. x

1;lainnya

12

Dengan

( )
2

Contoh gambar fungsi S (naik) dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Contoh gambar Fungsi S (naik)


2. Fungsi Turun (decreasing)
Fungsi ini digunakan untuk menyatakan fungsi keanggotaan variable linguistic
seperti : pendek, kurus, bodoh, dingin, muda, dll.
Ada 2 macam fungsi turun yaitu :
a. Fungsi L : The function L : U [0, 1] is a function with two parameter
defines as :

1; jika..u

L(u; , ) ( u) /( ); jika.. u
0; lainnya

Contoh gambar fungsi L dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Contoh gambar Fungsi L


Contoh variabel linguistik yang cocok menggunakan Fungsi L :
Fungsi keanggotaan untuk dingin : L(u ;18, 20)
Fungsi keanggotaan untuk muda : L(u ;25,50)
(Coba digambar grafiknya !)

13

b. Fungsi S (Sigmoid)
Definisi : 1 S(x ; , , )
Contoh gambar fungsi S (turun) dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Contoh gambar Fungsi S (turun)


3. Fungsi Bell-Shaped.
Fungsi ini digunakan untuk menyatakan fungsi keanggotaan variable linguistic
seperti : hangat, sedang, agak cepat, dll.
Ada 3 macam fungsi Bell-Shapes yaitu :
a. Fungsi atau fungsi triangular/ segitiga :
The function : U [0, 1] is a function with two parameter defines as :

0; jika..u
(u ) /( ); jika.. u

(u; , , )
( u) /( ); jika.. u
1;lainnya
Contoh gambar fungsi Segitiga dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Contoh gambar Fungsi Segitiga


Contoh variabel linguistik yang cocok menggunakan Fungsi Segitiga :
Fungsi keanggotaan untuk hangat : (u ; 20, 22, 24)
Fungsi keanggotaan untuk agak cepat : (u ; 60,80,100)

Fungsi

b. Fungsi

didefinisikan sebagai berikut :


14

S (x; , / 2, ); jika. x
( x; , )
1 S (x; , / 2, ); jika. x
Contoh gambar fungsi

dapat dilihat pada gambar 2.

c. Fungsi atau fungsi Trapesium


The function : U [0, 1] is a function with two parameter defines as :

0; jika..u
(u ) /( ); jika.. u

(u; , , , ) 1; jika.. u

( u) /( ); jika.. u

1; lainnya
Fungsi ini mempunyai puncak tidak hanya di 1 titik saja, tetapi puncaknya
berupa kumpulan titik-titik dalam sebuah interval.
Contoh gambar fungsi Trapesium dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9 Contoh gambar Fungsi Trapesium


Pada system Kendali Samar, fungsi keanggotaan yang sering digunakan adalah
fungsi-fungsi yang linear, misalnya :, L, , dan .
III.4. PROPERTI HIMPUNAN KABUR
1. Support (pendukung).
Support dari himpunan A dengan semesta pembicaraan U adalah sebuah
himpunan tegas yang berisi semua anggota U > 0.
S(A) = supp (A) = { A (x) > 0 x U}
2. Height (tinggi).
15

Height himpunan kabur adalah derajat keanggotaan terbesar yang bisa dicapai
titik-titik dalam fungsi keanggotaan tersebut. Jika height himpunan kabur = 1,
disebut himpunan kabur normal , sedangkan jika height himpunan kabur kurang
dari 1disebut subnormal.
hgt ( A)

sup . A ( x )
xU

3. Crossover Point
Crossover Point merupakan titik-titik di U yang derajat keanggotaanya = 0.5
4. Nucleus (teras).
Nucleus merupakan titik-titik di U yang derajat keanggotaanya = 1
Jika sebuah himpunan kabur hanya mempunyai 1 nucleus, maka titik tersebut
dinamakan nilai puncak (peak value) dari A.
5. Center (pusat).
a. Jika titik-titik pada fungsi keanggotaan himpunan kabur yang mencapai
maksimal adalah berhingga, maka nilai center adalah nilai rerata titik-titik
tersebut.
b. Jika titik-titik pada fungsi keanggotaan himpunan kabur yang mencapai
maksimal adalah tak berhingga positip, maka nilai center adalah nilai
terkecil titik-titik tersebut.
c. Jika titik-titik pada fungsi keanggotaan himpunan kabur yang mencapai
maksimal adalah tak berhingga negatip, maka nilai center adalah nilai
terbesar titik-titik tersebut.
6. Width
Width (A) = sup (S(A)) inf (S(A))
sup = supremum = max ;

inf = infimum = min

Contoh :

16

Gambar 4. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur Hangat


Berdasarkan gambar 4, dapat dihitung :
Sup (hangat) = 24 ; Inf (hangat) = 20
Support HK hangat = S (hangat) = [20, 24]
Width HK hangat = width (hangat) = 24 20 = 4
III.5. OPERASI-OPERASI DASAR PADA HIMPUNAN KABUR
Operasi Dasar yang didefinisikan oleh Zadeh :
1. Komplemen
A(x) = 1 A(x)
2. Gabungan /union
AuB(x) = max { A(x), B(x)}
3. Irisan / interseksi
AB(x) = min { A(x), B(x)}
4. Darab Cartesius
AxB(x,y) = min { A(x), B(y)}
Hukum De Morgan berlaku Pada Himpunan Kabur
a. ( A B )' A' B '
b. ( A B )' A' B '
Contoh Soal 1.
A = {1/2 + 0.5/3 + 0.6/4 + 0.2/5 + 0.6/6 } ; B = { 0.5/2 + 0.8/3 + 0.4/4 + 0.7/5 + 0.3/6 }
Hitung :
a. A

b. B ;

c. A B

d. A B

e. Buktikan kebenaran hokum De Morgan yang pertama


17

f. Buktikan kebenaran hokum De Morgan yang kedua


Contoh Soal 2.
Akan dibandingkan 2 macam sensor berdasarkan kemampuan perbesaran deteksi level.
Tabel 1. menunjukkan perbesaran (Gain) yang disetting dan deteksi level masing-masing
sensor yang diamati. Jika semesta pembicaraan X = { 0, 20, 40, 60, 80, 100}, tentukan
fungsi keanggotaan dari :
a. Sensor 1 (S1)

b. Sensor 2 (S2)

c. S 1 S 2 ( x)

d. S 1 S 2 ( x)

e. S 1 S 2 ( x )

f. S 1 S 2 ( x )

Tabel 1. Deteksi level sensor berdasarkan kemampuan perbesaran (gain)


Gain setting
0
20
40
60
80
100

Deteksi level Sensor 1


0
0.5
0.65
0.85
1
1

Deteksi level Sensor 2


0
0.35
0.5
0.75
0.9
1

Contoh Soal 3.
A = himpunan kabur dingin dengan fungsi keanggotaan L(u ;18, 20),
B = himpunan kabur sejuk dengan fungsi keanggotaan (u ; 19, 22, 25),
C = himpunan kabur hangat dengan fungsi keanggotaan (u ; 22, 24, 26, 28)
Gunakan MATLAB untuk menggambar grafik dari :
a. A(x) dan A(x) dalam 1 grafik
b. C(x) dan C(x) dalam 1 grafik
c. A(x), B(x) dan AuB(x) dalam 1 grafik
d. B(x), C(x) dan BC(x) dalam 1 grafik
Pada beberapa kasus, operasi dasar dari Zadeh kurang memuaskan sehingga berkembang
bentuk operasi dasar yang lain.
1. Fuzzy Komplemen
a. Sugeno class

18

C ( a )

1 a
1 .a

dgn [ 1, ]

b. Yager class
Cw ( a ) (1 a w )1 / w ;

dgn w [0, ]

2. Fuzzy Union (S-Norm)


a. Sugeno class
S (a,b) = min ( 1, a + b + .a.b )

dgn -1

b. Yager class
Sw (a,b) = min [ 1, (aw + bw ) 1/w]

dgn w [0, ]

3. Fuzzy Interseksi (T-Norm)


a. Dubois-Prade class
t (a, b)

a.b
; dgn [0,1]
max(a, b, )

b. Yager class
tw (a,b) = 1 - min [ 1, ((1-a)w +(1- b)w ) 1/w]

dgn w [0, ]

Masih ada banyak macam-macam class, baik untuk komplemen, union maupun
interseksi.
Pengubah Linguistik (linguistic hedge / modifier)
Pengubah Linguistik merupakan kata yang digunakan untuk mengubah sebuah kata
menjadi kata baru dengan makna yang baru pula.
Contoh kata : sangat, agak
Jika diketahui himpunan kabur A dengan semesta pembicaraan X, maka :
b. Kata sangat A, mempunyai fungsi keanggotaan :
sangat-A = konsentrasi dari A = kon(A) (x) = (A(x))2
c. Kata agak A, mempunyai fungsi keanggotaan :
agak-A = dilasi dari A = dil(A) (x) = (A(x))1/2
Contoh :

19

X = {1, 2, 3, 4, 5}. Himpunan kabur A adalah himpunan bilangan yang dekat dengan 5,
dengan fungsi keanggotaan sbb :
A = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5
Maka kata :
a. sangat dekat dengan 5 = kon(A)
b. sangat dekat sekali dengan 5 = kon(kon(A))
c. agak dekat dengan 5 = dil(A)
d. tidak sangat dekat dengan A = (kon(A))
e. dekat tetapi tidak sangat dekat dengan 5 = A (kon(A))
Coba, tentukan fungsi keanggotaan kata a sampai e tersebut !!!

20

BAB IV
RELASI KABUR
IV.1. RELASI TEGAS
Antara anggota suatu himpunan bisa terdapat suatu hubungan atau relasi tertentu
dengan anggota himpunan lain. Dengan demikian relasi dapat dipahami sebagai
himpunan suatu pasangan-pasangan.
Definisi :
Relasi tegas (biner) R antara anggota himpunan X dengan anggota himpunan Y
didefinisikan sebagai himpunan bagian dari darab Cartesius X x Y, yaitu suatu himpunan
tegas :

R XxY

Cara menyatakan relasi pada himpunan tegas :


Contoh kasus : 2 buah himpunan X dan Y dengan relasi R didefinisikan sebagai berikut :
X = {1, 2, 3} ;

Y = {2, 3, 4}

R adalah relasi lebih besar atau sama dengan, antara anggota himpunan X dan Y.
Ada beberapa cara untuk menyatakan relasi pada himpunan tegas untuk contoh kasus
tersebut, yaitu :.
1. Diagram Panah :

2. Graf berarah :

3. Matrik Relasi :

21

0
R 1
1

0
0
1

0
0
0

atau

R=

1
2
3

2
0
1
1

3
0
0
1

4
0
0
0

4. Himpunan pasangan terurut


R = { (2,2), (3,2), (3,3)}
Relasi pada dasarnya adalah himpunan, maka operasi-operasi dan konsep
himpunan dapat diterapkan juga pada relasi.
IV.2. RELASI KABUR
Definisi :
Relasi kabur (biner) R antara anggota himpunan X dengan anggota himpunan Y
didefinisikan sebagai himpunan bagian kabur dari darab Cartesius X x Y, yaitu himpunan
kabur :
R = {((x, y), R (x, y))(x, y)

X x Y}

Dengan demikian, Relasi kabur berupa sebuah himpunan kabur yang anggotanya terdiri
dari pasangan-pasangan, dan setiap pasangan mempunyai derajat keanggotaan
[0, 1] yang menyatakan derajat eratnya hubungan atau relasi tersebut.
Cara menyatakan relasi pada himpunan kabur :
Contoh kasus : 2 buah himpunan X dan Y dengan relasi kabur R didefinisikan sebagai
berikut :

X = {31, 78, 205}

Y = {1, 27, 119}

R adalah relasi jauh lebih besar, antara anggota himpunan X dan Y.


Ada beberapa cara untuk menyatakan relasi kabur untuk contoh kasus tersebut, yaitu :.
R ( x, y ) /( x, y )
1. Cara diskrit : R
XxY

R = 0.3/(31,1) + 0.1/(31,27) + 0.5/(78,1) + 0.3/(78,27) +


0.9/ (205,1) + 0.7/(205,27) + 0.4/(205,119)
2. Dengan formula matematis :

22

R {(( x, y), R ( x, y)

1
( x, y) x
( x y )
1 e

3. Dalam bentuk matrik :

0.3
R 0.5
0.9

0 .1
0 .3
0 .7

0
0.4

atau

R=

31
78
205

1
0.3
0.5
0.9

27 119
0.1 0
0.3 0
1.7 0.4

IV.2. OPERASI-OPERASI PADA RELASI KABUR.


1. Operasi Interseksi
2. Operasi Gabungan (Union)
3. Operasi Proyeksi (Projection)
proj R on Y s ux p. R ( x, y ) / y
Y

4. Operasi Perluasan Silindris (Cylindrical Extension)


ce(A) = XxY A(y)/(x,y)
5. Operasi Komposisi max-min
B =Ao R
= proj ( ce(A) R ) on Y
B(y) = max min (A(x), R (x,y))
6. Operasi Komposisi max-dot atau Komposisi max-product
B(y) = max A(x) . R (x,y)
Contoh :
R adalah relasi x jauh lebih besar dr y, antara anggota himpunan X dan Y.
S adalah relasi y sangat dekat dgn x, antara anggota himpunan X dan Y.
Tentukan himpunan kabur untuk :
a. x jauh lebih besar dr y DAN y sangat dekat dgn x
b. x jauh lebih besar dr y ATAU y sangat dekat dgn x
c. A = proj R on X

23

d. B = proj R on Y
e. ce(A)
f. ce(B)
g. ce(A) R
h. A o R dgn komposisi max-min
i. A o R dgn komposisi max-dot

24

BAB V
APPROXIMATE REASONING / PENALARAN HAMPIRAN /
PENALARAN KABUR
Penalaran hampiran disajikan menggunakan Variabel Linguistik. Variabel
linguistik adalah variabel yang nilainya berupa kata atau kalimat dalam bahasa natural
(manusia)
Contoh :
1. Kata umur merupakan variabel linguistik jika nilainya dituliskan dalam bentuk :
muda, agak muda, tua, sangat tua, dll
2. Kata umur merupakan variabel numerik jika nilainya dituliskan dalam bentuk :
15, 20, 45, 70, dll
Pada penalaran hampiran kerangka kerja (framework) yang digunakan sehubungan
variabel linguistik meliputi 4 variabel, yaitu : (x, T, X, M)
x : lambang variable linguistik
T : himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan x
X : domain/semesta pembicaraan (numeris) dari nilai-nilai linguistik T
M : himpunan aturan semantik yang mengaitkan istilah dalam T dengan fungsi
keanggotaan himpunan kabur dalam X
Contoh :
Ingin dirancang sebuah pengendali suhu/temperatur. Kerangka kerja (framework) yang
cocok digunakan sehubungan variabel linguistik tersebut misalnya adalah :
x : temperatur
T : { dingin, sejuk, hangat}
X : [ 0o , 40o]
M : dingin = L(x ; 0, 15)
sejuk
hangat

= (x ; 10, 20, 30)


= (x ; 25, 40)

25

Pada sistem kendali samar kerangka kerja yang biasa digunakan adalah :
x : error (e) dan d-error (e)
T : { PB, PM, PS, ZO, NS, NM, NB} ;
dengan P : positive; N : negative; ZO : zero;
B : big; M : medium; S : small
X : [ -6 , 6]
M : NB = L(x ; - 6, - 3)

NM = (x ; - 7, - 4, - 1)

NS = (x ; - 5, - 2, 1) ;

ZO = (x ; - 3, 0, 3)

PS = (x ; - 1, 2, 5)

PM = (x ; 1, 4, 7)

PB = (x ; 3, 6)
Gambar himpunan kabur untuk kerangka kerja tersebut dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Himpunan kabur NB, NM, NS, ZO, PS, PM dan PB dengan domain [ -6 , 6]
V.1. PROPOSISI KABUR (FUZZY PROPOSITION)
Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur.
Approximate Reasoning digunakan untuk menggambarkan suatu pengetahuan yang
dinyatakan dengan proposisi kabur tunggal (proposisi atomic) dalam bentuk bahasa
natural.
Contoh :
Sebuah proposisi atomik :

Error has the value negative-big

Proposisi atomik tersebut kemudian diubah menjadi variabel linguistik dengan cara sbb :
1. Pilih symbol e untuk menyatakan variable Error
2. Pilih symbol NB untuk menyatakan variable negative-big
3. Tuliskan simbol keseluruhan proposisi atomiknya :
e is NB
26

Contoh :
Jika terdapat kalimat :

Error yang terjadi sebesar -4 adalah NB

Maka derajat kebenaran proposisi kabur tersebut sama dengan derajat keanggotaan e = -4
dalam himpunan kabur NB, yaitu NB (- 4 ) = 0.33
V.2. OPERATOR LOGIKA KABUR
Seperti halnya dengan proposisi tegas, proposisi kabur majemuk juga dapat dibentuk dari
proposisi atomik dengan menggunakan operator logika kabur.
Ada 4 operator logika kabur biner :
1. Konjungsi kabur (AND)
e is ZO;

e is PM

e is ZO AND PM

e is ZO OR PM

e is ZO AND PM = ZO PM

2. Disjungsi kabur (OR)


e is ZO;

e is PM

e is ZO OR PM = ZO PM

3. Negasi kabur
e is ZO;

e is NOT ZO

e is NOT ZO = ZO

4. Implikasi kabur
e is ZO;

e is PM

IF e is ZO THAN e is PM

IF e is ZO THAN e is PM = ZO PM
= max [ ce( A ) (x,y) , ce(B) (x,y) ]
= max [ 1 - ce(A) (x,y) , ce(B) (x,y) ]

Implikasi ini dikenal sebagai Implikasi Kleene-Dienes atau Rb.


Dengan demikian Implikasi kabur sebenarnya juga merupakan sebuah Relasi kabur.
V.3. MACAM-MACAM IMPLIKASI KABUR
Jika pada himpunan tegas hanya ada satu macam implikasi, maka pada himpunan
kabur ada banyak implikasi kabur. Hal ini disebabkan karena sebuah implikasi kabur

27

kadang tidak cocok digunakan untuk sebuah bidang ilmu atau sebuah system tertentu.
Beberapa implikasi kabur diantaranya ialah :
1. Implikasi Zadeh :
Rm (x, y) = max [ min ((A) (x) , (B) (y)) , 1 - (A) (x) ]
2. Implikasi Lukasiewicz
Ra (x, y) = min [ 1, 1 - (A) (x) + (B) (y) ]
3. Implikasi Gdel (paling terkenal)

Ra (x, y) =

1, jika. A ( x) B ( x)

B ( x) , lainnya

4. Implikasi Mamdani (banyak digunakan dalam fuzzy control)


Rc (x, y) = min [ (A) (x) , (B) (y) ]
Contoh :
Domain X = {1, 2, 3, 4, 5} dan domain Y = {50, 60, 70}
Jika

banyak = (A) = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5


cepat = (B) = 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70

Maka implikasi kabur IF x banyak, THEN y cepat , akan menghasilkan himpunan


kabur dengan bermacam-macam fungsi keanggotaan, sesuai implikasi yang digunakan
sbb :
1. Menggunakan Implikasi Kleene-Dienes-Rescher
Rb = banyak cepat =

0.8/(1,50) + 0.8/(1,60) + 1/(1,70)


0.6/(2,50) + 0.7/(2,60) + 1/(2,70)
0.4/(3,50) + 0.7/(3,60) + 1/(3,70)
0.4/(4,50) + 0.7/(4,60) + 1/(4,70)
0.4/(5,50) + 0.7/(5,60) + 1/(5,70)

Coba, sajikan dalam bentuk matrik


2. Menggunakan Implikasi Zadeh ? Cobalah untuk implikasi lainnya.

28

Untuk contoh di atas, sekarang andaikan nilai x adalah 3. Bagaimana derajat


keanggotaannya dalam cepat ?
Ada 2 cara untuk mendapatkannya :
1. Derajat keanggotaan untuk x = 3 dalam cepat adalah implikasi dari himpunan kabur 3
dengan Rb, atau : 3 o Rb.
Karena nilai 3 adalah nilai tegas (crips), maka harus dikaburkan (fuzzified) dulu
sebelum di-implikasikan dengan Rb.
Proses pengkaburan (fuzzification) berarti mengubah nilai tegas 3 menjadi himpunan
kabur dengan nilai keanggotaan 1 dalam domain X = {1, 2, 3, 4, 5} , yaitu :
3 = 0/1 + 0/2 + 1/3 + 0/4 + 0/5
Coba hitung : 3 o Rb , dengan cara :
a. 3 o Rb = proj [(ce(3)

Rb] on Y

b. 3 o Rb = komposisi max-min
Hasil :

3 o Rb = [ 0 0 1 0 0 ] o

0.8
0.6

0.4

0.4
0.4

1
1
1

0.7 1
0.7 1
0.8
0.7
0.7

= [ 0.4 0.7 1 ]

atau : 3 o Rb = 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70


Jika yang digunakan adalah implikasi Mamdani maka :

3 o Rc = [ 0 0 1 0 0 ] o

0 .2
0 .4

0 .4
0 .4
0.4

0.2
0.4
0.6
0.7
0.7

0.2
0.4
0.6

0.8
1

= [ 0.4 0.6 0.6 ]

atau : 3 o Rc = 0.4/50 + 0.6/60 + 0.6/70


Coba hitung jika yang digunakan adalah implikasi Godel.

29

2. Derajat keanggotaan untuk x = 3 dalam cepat dapat dicari secara grafis, khususnya
jika implikasi yang digunakan adalah Mamdani dan Godel, seperti gambar 11.
Contoh Lain :
Andaikan himpunan kabur untuk kendali standar { NB, NM, NS, , PB} dengan domain
[-6, 6]. Digunakan aturan kendali sederhana yaitu :
IF e is PM THEN u is NS
dengan e = error, dan u = output berada dalam domain E = U = [-6, 6]
Himpunan kabur PM dan NS didefinisikan sbb :
PM = 0/1 + (1/3)/2 + (2/3)/3 + 1/4 + (2/3)/5 + (1/3)/6
NS = 0/-5 + (1/3)/-4 + (2/3)/-3 + 1/-2 + (2/3)/-1 + (1/3)/0 + 0/1
Andaikan pada kendali tersebut nilai e yang terjadi saat itu adalah 3, maka hitung
himpunan kabur u saat e = 3 secara grafis jika :
a. Implikasi yang digunakan adalah Mamdani
b. Implikasi yang digunakan adalah Godel
Titik dimana nilai tegas e berada, biasa disimbolkan sebagai e* dan disebut titik
penyulutan (firing).

30

BAB VI
LOGIKA KABUR
VI.1. Pengambilan Kesimpulan
Pada logika kabur, proposisinya berupa proposisi kabur yang didefinisikan dalam
sebuah himpunan kabur. Tujuan utama logika kabur adalah memberikan dasar-dasar
dalam pengambilan keputusan berdasarkan proposisi yang kabur, sehingga dapat
mendekati kebenaran, menggunakan teori himpunan kabur.
Cara atau aturan untuk pengambilan kesimpulan yang abash dalam logika kabur
disebut Inference Rule.
Ada 3 cara pengambilan kesimpulan :
a. Generalized Modus Ponen.
P1 :

x is A

P2 :

IF x is A THEN y is B

Kesimpulan :

y is B

b. Generalized Modus Tollen.


P1 :

y is B

P2 :

IF x is A THEN y is B

Kesimpulan :

x is A

c. Generalized Hypothetical Syllogism.


P1 :

IF x is A THEN y is B

P2 :

IF y is B THEN z is C

Kesimpulan :

IF x is A THEN z is C

Atau
P1 :

IF x is A THEN y is B

P2 :

IF y is B THEN z is C

Kesimpulan :

IF x is A THEN z is

Bentuk-bentuk pengambilan kesimpulan tersebut merupakan bentuk-bentuk dasar


atau kriteria dasar. Selain bentuk tersebut ada beberapa kriteria lain yang selengkapnya
dapat dilihat pada tabel VI.1

31

Tabel VI.1. Kriteria Intuitive untuk Pengambilan kesimpulan pada Implikasi Kabur
IF x is A THEN y is B
Kriteria
I
II - 1
II - 2
II 2*
III - 1
III - 2
IV
V
VI
VII
VIII

P1 : Fakta
x is A
x is very A
x is very A
x is A dan A A
x is more or less A
x is more or less A
x is not A

Kesimpulan
y is B
y is very B
y is B
y is B
y is more or less B
y is B
y is unknown

y is not B
y is not (very B)
y is not (more or less B)
y is B

IX

y is B z is C

Jenis Implikasi
Standard, Godel
Standard
Godel, Goguen
Standard, Godel
Mamdani
Mamdani,
Zadeh,

x is not A
x is not (very A)
x is not (more or less A)
x is unknown

Godel, Standard
Standard
Standard
Standard
Mamdani,
Zadeh,

x is A z is C

Godel, Standard
Standard,
Godel,
Mamdani, Goguen

Contoh :
Domain X = {1, 2, 3, 4, 5}, Y = {50, 60, 70} dan

Z = {20, 40, 60, 80}.

Hitung pengambilan kesimpulan dengan masing-masing cara di atas jika :


banyak = (x) = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5
cepat = (y) = 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70
terang = (z) = 0.2/20 + 0.5/40 + 0.8/60 + 1/80
Untuk dapat mengambil kesimpulan, maka dicari dulu implikasi kabur dari R X x Y , yaitu:
IF x banyak, THEN y cepat ,
Dan implikasi kabur dari S Y x Z, yaitu : IF y cepat, THEN z terang
Dengan implikasi Mamdani akan dihasilkan himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan
R X x Y dan S Y x Z sebagai berikut :

R XxY =

0.2
0.4

0.4

0.4
0.4

0.2
0.4
0.6
0.7
0.7

0. 2
0.4
0. 6

0. 8
1

32

S YxZ =

0.2
0.2

0.2

0 .4

0.4 0.4

0 .5
0 .5

0.7 0.7
0 .8 1

a. Generalized Modus Ponen.


P1 :

x is banyak

P2 :

IF x is banyak, THEN y is cepat

Kesimpulan :

y is cepat

banyak = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5


P1 : x is banyak = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5

P2 : IF x is banyak, THEN y is cepat = R X x Y =

0.2
0.4

0.4

0.4
0.4

0.2
0.4
0.6
0.7
0.7
0.2
0.4

Kesimpulan : y is cepat = [0.2 0.4 0.6 0.8 1] o

0.2
0.4

0.4

0.4
0.4

0. 2
0.4
0. 6

0. 8
1

0. 2
0.4
0.6 0.6

0.7 0.8
0.7 1

( dgn max-min) = [ 0.4 0.7 1 ]


= 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70
atau :
P1 :

x is agak banyak

P2 :

IF x is banyak, THEN y is cepat

Kesimpulan :

y is agak cepat

==========
agak-banyak = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5
P1 : x is agak banyak = 0.44/1 + 0.63/2 + 0.77/3 + 0.89/4 + 1/5

P2 : IF x is banyak, THEN y is cepat = R X x Y =

0.2
0.4

0.4
0.4
0.4

0. 2
0.4
0.6 0.6

0.7 0.8
0.7 1

0.2
0.4

33

Kesimpulan :

y is agak cepat = [0.44 0.63 0.77 0.89 1] o

0.2
0.4

0.4

0.4
0.4

0.2
0.4
0.6
0.7
0.7

0. 2
0.4
0. 6

0. 8
1

( dgn max-min) = [ 0.4 0.7 1 ]


= 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70
b. Generalized Modus Tollen.
P1 :

y is tidak cepat

P2 :

IF x is banyak THEN y is cepat

Kesimpulan :

x is tidak banyak

=============
cepat = 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70
P1 : y is tidak cepat = 0.6/50 + 0.3/60 + 0/70
P2 : IF x is banyak THEN y is cepat (dalam Y x X) =
R YxX =

0.2 0.4 0.4 0.4


0.2
0 .4 0 .6 0 .7

0.2 0.4 0.6 0.8

0.4

0.7
1

Kesimpulan :
0.2 0.4 0.4 0.4
0.2
0 .4 0 .6 0 .7

0.2 0.4 0.6 0.8

x is tidak banyak

= [0.6 0.3 0] o

(dgn max-min)

= [ 0.2 0.4 0.4 0.4 0.4]

0.4

0.7
1

= 0.2/1 + 0.4/2 + 0.4/3 + 0.4/4 + 0.4/5


Tampak bahwa hasil pengambilan kesimpulan tidak memuaskan (tidak logis),
karena nilai keanggotaan 1 (= 0.2) lebih rendah dari nilai keanggotaan 5 (=0.4),
padahal 1 lebih tidak banyak dibandingkan 5.
Bandingkan misalnya jika x is tidak banyak dicari secara langsung dari
x is banyak menggunakan aturan dari Zadeh, akan diperoleh :
banyak = 0.2/1 + 0.4/2 + 0.6/3 + 0.8/4 + 1/5
tidak-banyak = 0.8/1 + 0.6/2 + 0.4/3 + 0.2/4 + 0/5

34

Artinya IF x is banyak THEN y is cepat dengan implikasi Mamdani tidak cocok


digunakan untuk pengambilan kesimpulan menggunakan Generalized Modus Tollen.
Sesuai Tabel VI.1., yang cocok salah satunya adalah Implikasi Standar dengan aturan
sbb :

1, jika. A ( x) B ( x)

0, lainnya

Rs (x, y) =

Untuk contoh di atas :

Rs (XxY) =

1
1

0
0

1
1
1

1
0 1

1
1
1
0

; sehingga Rs (YxX) =

1
1

1 0 0 0

1 1 0 0
1 1 1 1

Kesimpulan :
1
1

x is tidak banyak

= [0.6 0.3 0] o

(dgn max-min)

= [ 0.6 0.6 0.3 0 0]

1 0 0 0

1 1 0 0
1 1 1 1

= 0.6/1 + 0.6/2 + 0.3/3 + 0/4 + 0/5


Kesimpulan ini lebih logis.
c. Generalized Hypothetical Syllogism.
P1 :

IF x is banyak THEN y is cepat

P2 :

IF y is cepat THEN z is terang

Kesimpulan :

IF x is banyak THEN z is terang

=========

P1 : IF x is banyak THEN y is cepat = R =

0 .2
0 .4

0 .4

0 .4
0.4

P2 : IF y is cepat THEN z is terang = S =

0.2
0.2

0.2

0.2
0.4
0.6

0.8
0.7 1

0.2
0.4
0.6
0.7

0 .4
0 .5
0 .5

0.4 0.4

0.7 0.7
0 .8 1

35

Kesimpulan : IF x is banyak THEN z is terang = R o S


0.2

0.4

0.4
0.6
0.7
0.7

0.2
0.2

0.2

0.2
0.4
0.5

0.2
0.2

0.5
0.5

0 .2
0 .4

0 .4

0 .4

0.2
0.4
0.6

0.8
1

0.2
0.2

0.2

0 .4

0.4 0.4

0 .5
0 .5

0.7 0.7
0 .8 1

0.2
0.4
0.6

0.8 0.8
0.8 1

0.2
0.4
0.6

Coba hitung secara langsung menggunakan implikasi Mamdani.


Jika proposisi kaburnya berbentuk proposisi majemuk yaitu :
a. IF A AND B AND C . THEN Z
b. IF A OR B OR C . THEN Z
Maka pengambilan kesimpulan Generalized Modus Ponen lebih mudah jika dilakukan
secara grafis.
Contoh :
P1 :

e is ZO

P2 :

e is NS

P3 :

IF e is ZO AND e is NS THEN u is NS

Jika e* = 1 ; dan e * = 0, maka kesimpulannya adalah daerah yang diarsir seperti pada
gambar 11.

Gambar 11. Cara pengambilan kesimpulan secara grafis menggunakan implikasi


Mamdani

36

VI.2. Sifat-sifat dari Himpunan Aturan pada Logika Kabur.


1. Completeness
Definisi : A set of IF THEN rules is complete if any combination of input values results
in an appropriate output value.
Untuk memudahkan mengetahui lengkap tidaknya aturan, bisa menggunakan struktur
matrik aturan.
Contoh :
Jika kerangka kerja masukan (ada 2 masukan) : error (e) dan e; masing-masing
mempunyai M = {PB, PM, PS, ZO, NS, NM, NB}, maka aturan akan lengkap jika
dimensi matrik aturan = 7 x 7.
Ketidak-lengkapan aturan dapat menyebabkan output bernilai nol.
2.Consistency
Definisi : A set of IF-THEN rules is inconsistent if there are two rules with the same ruleantecedent but different rule-consequents.
Contoh :
IF e is ZO AND e is ZO THEN u is ZO
IF e is ZO AND e is ZO THEN u is NS
Pada contoh tersebut, penyebabnya (antecedent) sama tetapi akibatnya (consequent) tidak
sama. Jika ada aturan seperti itu maka nilai consequent-nya tidak tentu, tergantung urutan
pengerjaan.
3. Continuity
Definisi : A set of IF-THEN rules is continuous if it does not have neighboring rules with
output fuzzy sets that have empty intersection.
Two rules are neighbors, if their cells are neighbors.
Contoh :
Jika aturan ke 1 nilai outputnya NB, sedangkan aturan ke 2 nilai outputnya PB, maka
kedua aturan tersebut diskontinyu karena kedua aturan tersebut bertetangga tetapi (NB
PB) = {}.
Contoh matrik aturan yang memenuhi syarat adalah seperti table 1.

37

Tabel 1. Daftar basis aturan system kendali samar close loop, dengan 7 variabel linguistik
e \ e
NB
NM
NS
ZO
PS
PM
PB

NB
1. NB
8. NB
15. NB
22. NB
29. NM
36. NS
43. ZO

NM
2. NB
9. NB
16. NB
23. NM
30. NS
37. ZO
44. PS

NS
3. NB
10. NB
17. NM
24. NS
31. Z0
38. PS
45. PM

ZO
4. NB
11. NM
18. NS
25. ZO
32. PS
39.PM
46. PB

PS
5. NM
12. NS
19. ZO
26. PS
33. PM
40. PB
47. PB

PM
6. NS
13. ZO
20. PS
27. PM
34. PB
41. PB
48. PB

PB
7. ZO
14. PS
21. PM
28. PB
35. PB
42. PB
49. PB

***

38

BAB VII
STRUKTUR FKBC (Fuzzy Knowledge Based Controller)
VII.1. STRUKTUR FKBC
Struktur FKBC merupakan struktur yang digunakan untuk merancang sistem
kendali samar yang menggunakan basis pengetahuan yang biasanya diperoleh dari pakar.
Struktur FKBC dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Struktur FKBC


Modul-modul yang ada dalam struktur FKBC
1. Modul Pengkaburan (Fuzzification Module / FM)
Suatu sIstem kendali mula-mula mengukur nilai-nilai tegas dari semua variabel
masukan yang terkait dalam proses yang dikendalikan. Jika skala nilai masukan tidak
sama dengan domain nilai kaburnya, maka harus dilakukan proses normalisasi dulu.
Nilai-nilai tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai kabur yang sesuai.
a. FM-F1 : berfungsi untuk mengubah skala, dari skala variable proses menjadi
skala ternormalisasi sesuai domain. Contoh domain untuk error adalah [-5, 5], jika
variable proses adalah error suhu dengan domain [0 o , 100o], maka FM-F1
berfungsi untuk mengubah 0o menjadi -5, 50o menjadi 0, 100o menjadi 5 dan
seterusnya. Jika skala yang digunakan variable proses dibuat sama dengan skala

39

pada domain fungsi keanggotaannya, maka tidak perlu dilakukan normalisasi


(dengan demikian nantinya juga tidak perlu modul denormalisasi).
b. FM-F2 : berfungsi untuk mengubah nilai tegas menjadi nilai kabur.
2. Basis Data Pengetahuan.
a. Basis Data : berfungsi untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan misalnya
fungsi keanggotaan yang terkait dengan nilai-nilai linguistik variable input-output,
faktor skala yang digunakan untuk normalisasi/ denormalisasi, table look-up
untuk quantisasi dll.
b. Basis Aturan : berisi aturan-aturan IF-THEN yang digunakan.
3. Mesin Pengambil Kesimpulan (Inference Engine)
Masukan tegas yang telah dikaburkan akan diproses oleh mesin pengambil
kesimpulan berdasarkan basis data dan basis aturan yang ada. Cara pengambilan
kesimpulan bisa menggunakan Generalized Modus Ponen, Generalized Modus Tolen,
atau Generalized Hypothetical Syllogism. Pada kendali kabur cara pengambilan
kesimpulan biasanya menggunakan Generalized Modus Ponen. Kesimpulan yang
dihasilkan (output) masih berupa himpunan kabur.
4. Modul Penegasan (Defuzzification Module / DM)
a. DM-F1 : berfungsi untuk mengubah hasil output yang masih berupa himpunan
kabur menjadi nilai tegas.
b. DM-F2 : berfungsi untuk mengembalikan skala (denormalisasi) nilai tegas hasil
DM-F1menjadi skala variable proses.
Nilai tegas inilah yang kemudian direalisasikan dalam bentuk tindakan yang dilaksanakan
dalam proses pengendalian.
VII.2. FUNGSI PENEGASAN/ DEFUZZIFICATION
Kesimpulan/keluaran dari sistem kendali kabur adalah suatu himpunan kabur.
Karena sistem hanya dapat mengeksekusi nilai yang tegas, maka diperlukan suatu
mekanisme untuk mengubah nilai kabur keluaran itu menjadi nilai tegas.
Pemilihan fungsi penegasan biasanya ditentukan oleh beberapa kriteria :
1. Masuk akal : artinya secara intuitif bilangan tegas t(A) dapat diterima sebagai
bilangan yang mewakili himpunan kabur A. Misalnya t(A) kurang-lebih berada di

40

tengah-tengah Pendukung(A), atau t(A) mempunyai derajat keanggotaan yang


tinggi dalam himpunan kabur A
2. Kemudahan Komputasi : diharapkan fungsi penegasan cukup mudah dan
sederhana dalam proses komputasinya untuk menghasilkan bilangan tegas
keluarannya.
3. Kontinyu : artinya perubahan kecil pada A tidak akan mengakibatkan perubahan
besar pada t(A).
Macam-macam Fungsi Penegasan.
1. Purata Maksimum (Mean of Maximum)
Himpunan kabur A dalam semesta R diubah menjadi bilangan tegas t(A) yang
merupakan purata dari semua nilai yang mencapai nilai maksimum dalam A , yaitu :

xdx

t ( A)

dx

Dengan M = { x A(x) = Tinggi (A)}


Apabila M = [a, b], maka :
t ( A)

ab
2

Apabila himpunan kabur A terdefinisi pada semesta berhingga X, maka bilangan


tegas t(A) didefinisikan sebagai rerata dari semua nilai xi dalam himpunan tegas M =
{ xi X A(xi) = Tinggi (A)}, yaitu :
t ( A)

x i M

; dengan M= banyaknya anggota himpunan tegas M

Fungsi penegasan Purata Maksimum memenuhi criteria masuk akal dan


komputasinya cukup mudah, tetapi tidak kontinyu.
2. Pusat Gravitasi (Center of Gravity/CoG)

41

Himpunan Kabur A dalam semesta R diubah menjadi bilangan tegas t(A) yang
merupakan absis dari pusat gravitasi daerah di bawah grafik fungsi keanggotaan
himpunan kabur A.
Jadi :

t ( A)

( x ) xdx

( x ) dx

Bila himpunan kabur A terdefinisi pada semesta berhingga X, maka :


n

t ( A)

i 1
n

i 1

( xi ) xi
A

( xi )

Nilai t(A) dapat dipandang sebagai nilai harapan dari variable x.


Fungsi penegasan Pusat Gravitasi memenuhi criteria masuk akal, tetapi proses
komputasinya tidak mudah.
3. Rerata Pusat (Center of Average) atau Height.
Kalau himpunan kabur A dalam semesta R merupakan gabungan dari m buah
himpunan kabur, yaitu

A Ai
i 1

, maka A diubah menjadi bilangan tegas t(A) yang

merupakan rerata terbobot dari pusat-pusat m buah himpunan kabur tersebut, dengan
tinggi masing-masing himpunan kabur itu sebagai bobotnya.
m

Jadi :

t ( A)

b x
i 1
m

i i

b
i 1

Dengan : xi = pusat dari himpunan kabur Ai


bi = Tinggi (Ai)
Fungsi penegasan Rerata Pusat adalah fungsi penegasan yang paling banyak dipakai
dalam system kendali kabur, karena memenuhi 3 kriteria di atas.
Contoh 1.
42

Jika hasil pengambilan kesimpulan yang masih berupa himpunan kabur adalah y is
cepat = 0.4/50 + 0.7/60 + 1/70, maka perhitungan nilai tegas jika digunakan fungsi
penegasan adalah sebagai berikut :
1. Purata Maksimum
Nilai maksimum ( = 1) hanya ada di 1 titik, yaitu 70, maka :
t(y is cepat) = 70
2. Pusat Gravitasi (Center of Gravity/CoG) :
t(y is cepat) =

(0.4)(50) (0.7)(60) (1)(70)


= 62,86
0.4 0.7 1

3. Rerata Pusat (Center of Average)


Pusatnya hanya satu di titik 70, maka :
t(y is cepat) = 70
Contoh 2.
Jika hasil pengambilan kesimpulan yang dilakukan dari pemotongan 2 himpunan kabur
adalah seperti gambar 13, maka hitung bilangan tegasnya menggunakan 3 macam fungsi
penegasan :

Gambar 13. Hasil pemotongan 2 himpunan kabur.


Cara 1. Purata Maksimum (Mean of Maximum)
Tinggi (A1) = 0.4 ; Tinggi (A2) = 0.7 ,
Tinggi (A1) < Tinggi (A2), maka nilai purata maksimum dihitung dari (A2), yaitu : M =
{ x X A(x) = Tinggi (A2)} = [60, 95]
Maka : t ( A)

60 95
77.5
2

43

Cara 2. Pusat Gravitasi (Center of Gravity/CoG)


Untuk memudahkan perhitungan, luasan himpunan kabur dibagi menjadi 2 daerah yang
berbentuk bangun standar seperti gambar 14 :

Gambar 14. Dua bangun trapesium A1 dan A2


Cara menentukan titik berat bangun standar :
a. Segitiga siku-siku : (x, y) = (1/3 alas , 1/3 tinggi)
b. Segiempat : (x, y) = titik perpotongan diagonal
c. Trapesium : (x,y) = titik perpotongan diagonal
Maka nilai tegasnya dihitung sbb :
t ( A)

Luas A1

x1. A1 x 2. A2
A1 A2

(110 20) (130 0)


x(0.4) 44
2

x1 = (130-0)/2 = 65
Luas A2

(95 60) (110 45)


x(0.3) 15
2

x2 = 45 + [(110-45)/2] = 77.5
Maka : t ( A)

(65)(44) (77.5)(15)
67
(44) (15)

Cara 3. Rerata Pusat (Center of Average)

44

Tinggi (A1) = 0.4 ; Pusat (A1) =

20 85
55.5
2

Tinggi (A2) = 0.7 ; Pusat (A2) =

60 95
77.5
2

t ( A)

Maka :

(0.4)(55.5) (0.7)(77.5)
71,52
(0.4) (0.7)

Contoh Soal :
Andaikan himpunan kabur untuk kendali standar { NB, NM, NS, , PB} dengan domain
[-6, 6]. Digunakan aturan kendali sederhana yaitu :
IF e is PM AND e is ZO THEN u is NS
dengan e = error, e = delta-error dan u = delta-output berada dalam domain E = dE =
dU = [-6, 6]
Andaikan pada kendali tersebut nilai e yang terjadi saat itu adalah 3, maka hitung
himpunan kabur u saat e = 3 secara grafis jika :
a. Implikasi yang digunakan adalah Mamdani
b. Implikasi yang digunakan adalah Godel
Kemudian hitung nilai tegasnya untuk masing-masing himpunan kabur u hasil
pengambilan kesimpulan menggunakan 3 macam fungsi penegasan.
Andaikan aturannya adalah :
IF e is PM AND e is NS THEN u is PS
Jika pada kendali tersebut nilai e yang terjadi saat itu adalah 3 dan e = 0, maka hitung
himpunan kabur u secara grafis jika :
c. Implikasi yang digunakan adalah Mamdani
d. Implikasi yang digunakan adalah Godel
Kemudian hitung nilai tegasnya untuk masing-masing himpunan kabur u hasil
pengambilan kesimpulan menggunakan 3 macam fungsi penegasan.

45

BAB VIII
PERANCANGAN SISTEM KENDALI SAMAR
UNTUK SISTEM KENDALI OPEN LOOP SISTEM KENDALI
CLOSE LOOP
VIII.1. PERANCANGAN SISTEM KENDALI SAMAR UNTUK SISTEM
KENDALI OPEN LOOP
Sistem kendali dapat dibedakan berdasarkan jumlah Input dan jumlah Outputnya yaitu :
a. SISO (Single Input Single Output)
Sistem
b. MISO (Multiple Input Single Output)
Sistem

c. MIMO (Multiple Input Multiple Output)


Sistem

1. Contoh kasus untuk SISO pada system kendali open loop.


Ingin dirancang sebuah pengendali fuzzy sederhana untuk mengendalikan katub
pencampur aliran udara (air flow mixing) agar suhu udara yang tercampur sesuai dengan
suhu yang diinginkan (set point). Tidak ada umpan balik untuk mengetahui suhu udara
hasil campuran. Jumlah aliran udara panas dan aliran udara dingin diatur/dikendalikan
dengan cara mengatur besar kecilnya tegangan yang menggerakkan katub pencampur
seperti gambar 14.
Jika tegangan diset pada nilai tertinggi (12 V), maka katub aliran udara panas akan
membuka seluruhnya. Suhu aliran udara panas adalah 30o C. Jika tegangan diset pada
nilai terendah (0 V), maka katub aliran udara dingin akan membuka seluruhnya. Suhu
46

aliran udara dingin adalah 15o C. Jika tegangan diset antara 0 V dan 12 V, maka katub
aliran udara panas dan dingin akan membuka sebagian secara proporsional, sehingga
menghasilkan suhu udara antara 15o C - 30o C.
a. Rancang framework untuk input dan output.
b. Susun basis aturan
c. Jika set point adalah 18o C, hitung nilai outputnya menggunakan 3 macam fungsi
penegasan.
d. Ulangi untuk set point : 20o C dan 25o C.

Gambar 14. Pengendali katub pencampur aliran udara (air flow mixing)
Jawab :
Blok diagram sistem adalah sbb :
Suhu

Sistem

Tegangan

1. Perancangan framework untuk input dan output


Framework Input
x : Suhu
T : {dingin, sejuk, hangat}
X : [150C 300C]
M : (coba Anda rancang sendiri)
Framework Output
x : Tegangan
T : {rendah, tinggi}
X : [ 0 V 12 V ]
M:

(coba Anda rancang sendiri)

47

Secara umum pada sistem kendali open loop orde satu, andaikan u adalah input
plant yang berbentuk tangga satuan (unit step) dan y adalah nilai steady-state dari output
plant, maka grafik respon transiennya adalah seperti gambar 15 :

Gambar 15. Grafik respon transient system orde satu


Berdasarkan gambar 15 tersebut, dapat diperoleh informasi tentang hal-hal berikut :
a. nilai steady state gain (ks)
b. time constant () yaitu waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai 2/3 nilai
steady state.
2. Contoh kasus untuk MISO pada system kendali open loop.
Ingin dirancang sebuah sistem mesin cuci otomatis dengan pengendali fuzzy. Sistem
terdiri 2 input (berat cucian dan tingkat kelembutan cucian) dan 2 output (kecepatan putar
dan waktu putar). Semakin berat cucian - mesin akan berputar semakin cepat dan dalam
waktu yang semakin lama, sedangkan semakin lembut cucian mesin akan berputar
semakin pelan dan dalam waktu semakin singkat.
a. Rancang framework untuk input dan output.
b. Susun basis aturan
c. Jika pada saat itu mesin digunakan untuk mencuci baju 5 kg dan tingkat
kelembutan cucian 2 , hitung kecepatan putar dan lama putar mesin cuci tersebut
menggunakan 3 macam fungsi penegasan.
d. Ulangi untuk kombinasi set point yang lain.
Jawab :
Sistem dapat dianggap sebagai 2 sistem MISO yang terpisah. Blok diagram masingmasing sistem adalah sbb :

48

1. Perancangan framework untuk input dan output


Framework Input I
x : berat cucian
T : { ringan, sedang, berat}
X : [ 0 , 10] kg
M : ringan

= L (x ; 1, 4)

sedang = (x ; 1, 5, 8)
berat

= (x ; 6, 9)

Framework Input II = tingkat kelembutan cucian


x : tingkat kelembutan cucian
T : { kasar, agak kasar, agak lembut, lembut}
X : [ 0 , 9] tingkat
M : kasar

= L (x ; 1, 3)

agak kasar

= (x ; 1, 4, 7)

agak lembut

= (x ; 2, 5, 8)

lembut

= (x ; 6, 8)

Framework Output I
x : kecepatan putar
T : { lambat, agak cepat, cepat, sangat cepat}
X : [ 0 , 1500] rpm
M:

lambat

= L (x ; 100, 500)

agak cepat

= (x ; 300, 600, 900)

cepat

= (x ; 600, 900, 1200)

sangat cepat

= (x ; 1000, 1400)
49

Framework Output II
x : lama putaran
T : { sebentar, sedang, lama}
X : [ 0 , 5] menit
M : sebentar

= L (x ; 0, 2)

sedang = (x ; 1, 2.5, 4)
lama

= (x ; 3, 5)

2. Penyusunan Basis Aturan


Karena sistem terdiri dari 2 sistem MISO, maka disusun 2 kelompok basis aturan untuk
masing-masing system, yaitu (a) Basis aturan untuk kecepatan putar dan (b) Basis aturan
untuk lama putaran
a. Basis aturan untuk kecepatan putar
Basis aturan untuk kecepatan putar dapat disusun seperti Tabel 4.
Tabel 4. Basis aturan untuk kecepatan putar
Berat Cucian

Tingkat kelembutan
Lembut
Agak lembut
Agak kasar
Kasar

Ringan
1. lambat
4. lambat
7. Agak cepat
10. cepat

Sedang
2. Lambat
5. Agak cepat
8. cepat
11. Sangat cepat

Berat
3. Agak cepat
6. cepat
9. Sangat cepat
12. Sangat cepat

Ada 4 x 3 = 12 aturan IF THEN


1. IF Lembut AND Ringan THEN Lambat
2. IF Lembut AND Sedang THEN Lambat
3. IF Lembut AND Berat THEN agak cepat
:::
12. IF Kasar AND Berat THEN Sangat cepat
b. Basis aturan untuk lama putaran
Basis aturan untuk lama putar dapat disusun seperti Tabel 5.
Tabel 5. Basis aturan untuk kecepatan putar
Tingkat kelembutan

Berat Cucian

50

Lembut
Agak lembut
Agak kasar
Kasar

Ringan
1. sebentar
4. sebentar
7. sedang
10. sedang

Sedang
2. sebentar
5. sedang
8. Sedang
11. Lama

Berat
3. sedang
6. sedang
9. lama
12. lama

VIII.1. PERANCANGAN SISTEM KENDALI SAMAR UNTUK SISTEM


KENDALI CLOSE LOOP
Pada sistem kendali konvensional, kontroller otomatik membandingkan harga
yang sebenarnya dari keluaran plant (process output) dengan harga yang diinginkan
(nilai set point), menentukan deviasi atau error yang terjadi dan menghasilkan suatu
sinyal kendali (control output) yang akan memperkecil deviasi sampai nol atau sampai
suatu tolerasi harga yang ditentukan (sekitar 2% - 5%). Cara kontroler menghasilkan
sinyal kendali disebut aksi pengendalian (Control action).
Variable proses beserta simbol-simbol yang biasa digunakan adalah seperti tabel 6.
Tabel 6. Daftar variable proses beserta simbolnya.
Variable proses
Set point

simbol yang digunakan


ysp

process output

error

change-of-error

e dan

sum-of-error

change-of-control output

u dan

control output

Kontroler

otomatik

dan

e(t) = ysp y(t)


e(t) = e(t) e(t T)
u(t) = u(t) u(t T)

di industri biasanya

diklasifikasikan

berdasarkan

aksi

pengontrolannya. FKBC dapat juga dimodelkan serupa dengan klasifikasi aksi


pengendalian pada kendali konvensional, diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Model P
Bentuk persamaannya :
u = Kp . e

; dengan Kp adalah kepekaan proporsional

Bentuk aturannya :

51

IF e is .. THEN u is .
2. Model PD
Bentuk persamaannya :
u = Kp . e + Kp. Td . e

; dengan Td adalah waktu turunan

Bentuk aturannya :
IF e is .. AND e is THEN u is .
3. Model PI
Bentuk persamaannya :
u = Kp . e + Ki . e dt
u = Kp . e + Ki . e

dengan Ki adalahkonstanta yang dapat diatur


Bentuk aturannya :
IF e is .. AND e is THEN u is .
4. Model PID
Bentuk persamaannya :
u = Kp . e + Kd . e + Ki . e dt
Untuk fungsi-fungsi diskret, ada tambahan proses state variable yang dinamakan
sum-of-error.
Bentuk persamaannya :
t 1

e(t ) e(i )
i 1

Sehingga bentuk aturannya :


IF e is .. AND e is AND e is THEN u is .
Untuk merancang suatu system kendali samar Close loop arsitektur yang umum
digunakan adalah seperti gambar 16.

52

Gambar 16. Arsitektur umum suatu sistem kendali samar


Algoritma kendali samar dengan arsitektur gambar 16 beroperasi pada discrete time
step dengan periode T dan memetakan 2 nilai input yaitu :
a. nilai error ternormalisasi : en(t) = nee(t)
b. nilai change-of-error ternormalisasi :
dengan

cen(t) = nce(e(t) e(t T)

ne = factor normalisasi untuk error


nce = factor normalisasi untuk change-of-error

Kedua nilai input tersebut dipetakan ke nilai perubahan aksi kendalinya yaitu u atau u
melalui seperangkat aturan.
Sedangkan input plant, yang juga merupakan output dari FLC dihitung sbb :
u(t) = u(t-T) + dnu un(t)
dengan dnu merupakan faktor denormalisasi.
Blok Derivative pada gambar 16 berfungsi untuk mengubah nilai error (e) menjadi nilai
change-of-error (ce), sedangkan blok Integrator mengubah nilai change-of-control output
u menjadi nilai control output (u)
Cara menghitung faktor normalisasi dan denormalisasi.
Faktor normalisasi dihitung berdasarkan perkiraan nilai-nilai e dan ce terbesar yang
mungkin terjadi, dengan persamaan sbb :
ne nce

1
max yd y

Sedangkan factor denormalisasi dihitung berdasarkan nilai u terbesar dari system, dengan
persamaan sbb :
dnu

1
max(u )

53

Andaikan fungsi keanggotaan untuk input dan output ternormalisasi serta respon
transient yang kemungkinan terjadi adalah seperti gambar 17, dengan framework untuk
en, cen dan un adalah sbb :
T : { Negatip (N), Zero (Z), Positip (P)}
X : [ -1 , 1]
M : N = L (x ; - 0.5, 0)
Z = (x ; - 0.5, 0, 0.5)
P = (x ; 0, 0.5)

Gambar. 17. Contoh respon transient dari system kendali


Berdasarkan respon transient gambar 17, maka dapat dibuat basis aturannya, dengan
waktu sampling (T) konstanta waktu ().
1. Anggap saat t = 0 sistem berada pada nilai awal (misal y = 0) dan diinginkan
mencapai suatu nilai set point (misal y = 1; dengan kata lain system mendapat
input tangga satuan). Kondisi awal ini diberi tanda (0) dimana en bernilai P dan
cen juga bernilai P karena e(t-T)=0. Dalam kondisi ini jelas un harus bernilai P
supaya sistem dengan cepat bergerak ke nilai set point.
2. Setelah system menuju ke set point, maka terjadi kondisi (1) dimana en bernilai P
dan cen bernilai N. Dalam kondisi ini un harus mulai dikurangi supaya sistem
bergerak ke nilai set point dengan tidak menghasilkan overshot yang besar.
Karena itu un diberi nilai Z.
3. Jika terjadi overshot seperti kondisi (2) dimana en bernilai N dan cen bernilai N,
maka un harus bernilai N supaya sistem kembali bergerak ke nilai set point.
54

4. Jika overshot sudah berkurang seperti kondisi (3) dimana en bernilai N dan cen
bernilai P, maka un diberi nilai Z supaya sistem bergerak ke nilai set point dengan
tidak menghasilkan undershot yang besar.
5. Jika terjadi undershot seperti kondisi (4) dimana en bernilai P dan cen bernilai P,
maka un harus bernilai P supaya sistem kembali bergerak ke nilai set point.
Aturan selengkapnya ada pada tabel 7.
Tabel 7. Basis aturan untuk respon transient gambar 17.
en
N
P
Z

N
N
Z
N

cen
P
Z
P
P

Z
N
P
Z

Jika pada contoh gambar 17 tersebut jumlah variable linguistic yang dirancang
hanya 3 (N, Z, P), maka untuk kondisi lain mungkin lebih baik menggunakan jumlah
variable linguistic yang dirancang > 3. Untuk hal tersebut kita bisa menganalisis dan
mengembangkan basis aturannya berdasarkan Gambar 17 dengan kondisi-kondisi yang
mungkin terjadi . Contoh basis aturan standar yang banyak digunakan untuk system
kendali samar close loop dengan 7 variabel linguistic adalah seperti Tabel 1.
*** yth ***

55

Anda mungkin juga menyukai