Anda di halaman 1dari 17

BAB I

SCRIPT

1.1 Script
Script merupakan skema representasi pengetahuan yang sama dengan
frame.Hanya saja frame menggambarkan objek sedangkan script menggambarkan
urutan peristiwa. Penggambaran urutan peristiwa pada script menggunakan
serangkaian slot yang berisi informasi tentang orang, objek dan tindakan-tindakan
yang terjadi dalam suatu peristiwa.

1.1.1 Contoh Script

<html>
<body>

<p><p>
 
<?php
 
// contoh pertama yang kita gunakan, phpversion ini adalah
 
// sebuah fungsi yang akan menampilkan versi PHP yang anda gunakan
 
phpversion();
 
// berikutnya, kita coba menampilkan kode HTML
 
// ke browser untuk membentuk
 
// layout halaman yang kita tampilkan.
 
// Dalam kasus contoh kali ini, kita akan menggunakan tag <p>,
 
// tag <p> dapat diletakkan
 
// dalam baris print yang sama seperti saat kita menuliskan
 
// teks "Anda berada di situs prothelon.com"
 
// di antara teks phpversion dan
 
// hal-hal lain di baris sesudahnya.
 
print ("<p>"); /* tag <p> digunakan untuk membuat paragraf
 
baru*/
 
print ("Anda berada di situs prothelon.com");
 
print ("<p>");
 
/* fungsi "phpinfo" berikut ini akan menampilkan sebuah halaman
 
yang panjang yang memberikan kita informasi mengenai
 
konfigurasi
 
versi PHP yang kita gunakan. Ini akan sangat berguna saat kita
 
melakukan troubleshooting nantinya */
 
phpinfo();
 
?>
 
</body>
 
</html>
BAB II
JARINGAN SEMANTIK

2.1 Jaringan Semantik


Konsep jaringan semantik diperkenalkan pada tahun 1968 oleh Ross Quillian.
Jaringan semantik merupakan teknik representasi AI klasik yang digunakan untuk
informasi proporsional, sehingga jaringan semantik sering disebut juga sebagai
jaringan proporsional. Proporsi merupakan kalimat, baik benar maupun salah.
Proporsi merupakan bentuk dari pengetahuan deklaratif karena proporsi menyatakan
fakta. Proporsi selalu benar atau salah dan disebut sebagai atomic karena nilai
kebenarannya tidak dapat dibagi lagi.
Jaringan semantik pertama kali dikembangkan untuk AI sebagai cara untuk
menunjukkan memory manusia dan pemahaman bahasa. Jaringan semantik
digunakan untuk menganalisa arti kata dalam kalimat, diterapkan juga pada banyak
problem, termasuk representasi pengetahuan. Struktur jaringan semantik digambarkan
secara grafis dalam bentuk nodes dan arcs yang menghubungkannya. Nodes sering
juga disebut sebagai objek dan arcs sering juga disebut sebagai links atau edges. Link
digunakan untuk mengekspresikan suatu relasi, sedangkan node pada umumnya
digunakan untuk menunjukkan objek fisik, konsep atau situasi. Relasi didalam
jaringan semantik sangatlah penting karena relasi tersebut menyediakan struktur
pokok untuk pengorganisasian pengetahuan. Tanpa suatu relasi, maka pengetahuan
hanya akan merupakan koleksi sederhana dari fakta yang tidak saling berhubungan.
Dengan relasi, pengetahuan merupakan struktur kohesif tentang hubungan
pengetahuan lain yang dapat disimpulkan.

2.1.1 Perluasan Jaringan Semantik


Jaringan semantik merupakan pengetahuan secara grafis yang menunjukan
hubungan antara berbagai objek, kita juga dapat memperluas jaringan semantik
dengan menambah node dan menghubungkan dengan node yang berkesesuaian pada
jaringan semantik.

Pada umumnya penambahan dapat dilakukan dengan 3 cara:


1. Objek yang sama
Penambahan node pada objek yang sama dengan menggunakan hubungan "IS-A"
2. Objek yang lebih kuhusus
Penambahan node yang merupakan objek khusus
3. Objek yang lebih umum
Kita dapat menambah node yang merupakan representasi yang lebih umum dari suatu node,
yang melakukan link dengan arc "IS-A"
2.1.2 Pewarisan Pada Jaringan Semantik
Node ditambakan pada jaringan semantik secara automatis mewarisi informasi yang
telah ada pada jaringan.
Contoh:
 Ani adalah mahasiswa FTI
 NIM ani adalah 682008008
 Jaringan Semantiknya menjadi?
Node pada contoh diatas bisa berisi :
 Object = mahasisawa
 Property object = NIM, Nama, Alamat
 Property Value = 682008008, Ani, Salatiga

2.2 Contoh Jaringan Semantik

Informasi proposisional  yang membentuk  jaringan semantik di atas adalah :

1. Dessi makan donat


2. Donat bentuknya bulat
3. Dessi punya adik namanya sendi
4. Sendi pergi sekolah naik motor
5. Sendi pergi sekolah membawa bola
6. Dessi bermain bola
7. Bola bentuknya bulat
8. Motor membutuhkan bensin
9. Pom bensin menyediakan bensin
10. Sendi punya rumah dekat pom bensin
BAB III
PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF

3.1 Penalaran deduktif


Penalaran deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat
umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan
cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus
atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut
dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.

3.1.1 Macam-Macam Penalaran Deduktif


Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :

1. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif.
Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri
dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.

2. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula
silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.

3.1.2 Ciri-ciri paragraf berpola deduktif 


Paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di awal paragraf
2) Diawali dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
3) Diakhiri dengan penjelasan

3.1.3 Contoh Penalaran Deduktif


Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.

3.2 Penalaran Induktif


Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan
permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh
fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf
Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni
paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.

3.2.1 Macam-Macam Penalaran Induktif


Macam-macam penalaran induktif diantaranya :

1. Generalisasi
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau
sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri – ciri esensial, bukan
rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta,
contoh, data statistik, dan lain-lain.

Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.

Macam-macam generalisasi:

1. Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan
diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan amat kuat dan tidak dapat
diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.

2. Generalisasi tidak sempurna


Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan
kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.

3.2.2 Ciri-ciri paragraf berpola induktif 


Paragraf berpola induktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Letak kalimat utama di akhir paragraf
2) Diawali dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan
umum
3) Paragraf induktif diakhiri dengan kesimpulan
3.2.3 Contoh Penalaran Induktif
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, Shuffle, salsa
(dan Kripton), modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya
mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai
ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk
tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan
menggeser kesenian dan budaya tradisional.
BAB IV
FORWARD CHAINING DAN BACKWARD CHAINING

4.1 Forward Chaining


Forward chaining adalah mencari bagian JIKA terlebih dahulu. Setelah
semua kondisi JIKA dipenuhi, aturan dipilih untuk mendapatkan kesimpulan. Jika
kesimpulan diambil dari keadaan pertama, bukan dari yang terakhir, maka ia akan
digunakan sebagai fakta untuk disesuaikan dengan kondisi JIKA aturan yang lain
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih baik. Proses ini berlanjut hingga dicapai
kesimpulan terbaik.

4.1.1 Contoh Forward Chaining


Terdapat 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then C
R2 : if C then D
R3 : if A and E then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G then D
R6 : if G and E then H
R7 : if C and H then I
R8 : if I and A then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K
Fakta awal yang diberikan hanya A dan E, ingin membuktikan apakah K bernilai benar.
Proses penalaran forward chaining terlihat pada gambar dibawah :
 

4.2 Backward Chaining


Backward Chaining adalah kebalikan dari Forward Chaining. Pendekatan ini
mulai dari kesimpulan dan hipotesis bahwa kesimpulan adalah benar. Mesin inferensi
kemudian mengidentifikasi kondisi JIKA yang diperlukan untuk membuat
kesimpulan benar dan mencari fakta untuk menguji apakah kondisi JIKA adalah
benar. Jika semua kondisi JIKA adalah benar, maka aturan dipilih dari kesimpulan
yang dicapai. Jika beberapa kondisi salah, maka aturan dibuang dan aturan berikutnya
digunakan sebagai hipotesis kedua. Jika tidak ada fakta yang membuktikan bahwa
semua kondisi JIKA adalah benar atau salah, maka mesin inferensi terus mencari
aturan yang kesimpulannya sesuai dengan kondisi JIKA yang tidak diputuskan untuk
bergerak satu langkah ke depan memeriksa kondisi tersebut. Serupa pula, proses
chaining ini berlanjut hingga suatu set aturan didapat untuk mencapai kesimpulan
atau untuk membuktikan tidak dapat mencapai kesimpulan.

4.2.1 Contoh Backward Chaining


Seperti pada contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis
pengetahuan dan fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan
apakah K bernilai benar. Proses penalaran backward chaining terlihat pada gambar
berikut :
 
BAB V
KETIDAKPASTIAN DAN KAIDAH

5.1 Ketidakpastian Dan Kaidah

–        Salah  satu karakteristik umum dari suatu informasi yang tersedia untuk
seorang pakar adalah ketidaksempurnaan. Informasi yang tersedia bisa jadi tidak
lengkap, tidak konsisten, tidak tentu, dsb. Dengan keterbatasan informasi tersebut,
seorang pakar dituntut dapat mengatasi kerusakan dengan membuat suatu
pertimbangan benar sehingga menghasilkan keputusan yang tepat.

–        Sistem pakar harus mampu mengatasi ketidakpastian dan menggambarkan


konklusi yang valid.

–        Ketidakpastian dalam sistem berbasis kaidah dapat berasal dari 3 hal berikut :

5.1.1   Kaidah Tunggal (individual rule)

Kaidah tunggal dipengaruhi oleh 3 hal : kesalahan (error), probabilitas dan kombinasi
premis.

Kesalahan (error) disebabkan antara lain oleh :

1. Ambiguitas, yaitu sesuatu yang didefinisikan berlebihan


2. Ketidaklengkapan data
3. Kesalahan informasi
4. Kesalahan pengukuran

Probabilitas disebabkan oleh ketidakmampuan seorang pakar untuk merumuskan


kaidah secara pasti. Pemberian nilai probabilitas yang menyatakan derajat
kepercayaan dapat juga menyebabkan ketidakpastian.

Kombinasi premis di dalam anteseden jika premis lebih dari sebuah perlu
diperhatikan. Beberapa kombinasi yang dapat dibentuk :

E1 AND E2 AND E3

atau  E1 AND E2 OR E3

atau  E1 AND NOT E2 OR E3


5.1.2   Ketidaksesuaian Antarkaidah (incompatibility of rule)

Ketidaksesuaian antarkaidah dapat disebabkan oleh : kontradiksi kaidah, subsumsi


kaidah, redudansi kaidah, kehilangan kaidah dan penggabungan data.

Kontradiksi kaidah

Kontradiksi merupakan ketidaksesuaian konsekuen diantara dua kaidah yang bisa jadi
disebabkan oleh anteseden yang kuran spesifik.

Contoh :

Kaidah 1 : IF terdapat api THEN siramlah dengan air

Kaidah 2 : IF terdapat api THEN jangan siram dengan air

Interpretasi kaidah 1, jika bebar-benar terdapat api seperti terbakarnya kayu, maka
akan dilakukan pemadaman dengan menyiramkan air. Sedangkan pada kaidah 2
memang terdapat api yang memang sengaja untuk melakukan pembakaran (mis.
Memasak) yang tidak boleh disiram air.

Subsumsi kaidah

Subsumsi kaidah terjadi jika anteseden merupakan bagian dari kaidah yang lain.

Contoh :

Kaidah 1 : IF E1 THEN H

Kaidah 2 : IF E1 and E2 THEN H

Interpretasinya, jika E1 yang muncul, maka tidak terdapat masalah karena kaidah 1
yang akan dijalankan, tetapi jika E1 dan E2 kedua-duanya muncul pada kaidah 1 dan
kaidah 2, maka kedua-duanya akan sama-sama dijalankan sehingga konflik resolusi
dibutuhkan.

Redudansi kaidah

Redudansi aturan adalah kaidah-kaidah yang mempunyai konsekuen dan evidence


yang sama.
Contoh :

Kaidah 1 : IF E1 and E2 THEN H

Kaidah 2 : IF E2 and E1THEN H

Kehilangan kaidah

Kehilangan aturan merupakan penyebab ketidaksesuaian antarkaidah yang terjadi jika


seorang ahli lupa atau tidak sadar akan membuat kaidah.

Contoh :

IF E4 THEN H

Jika E4 diabaikan maka H tidak akan pernah dapat disimpulkan dengan layak.

Penggabungan data (data fussion)

Penggabungan data merujuk kepada ketidakpastian yang dihubungkan dengan


perpaduan data dari tipe informasi yang berbeda. Kesemua tipe yang berbeda tersebut
harus digabungkan untuk menjadikan mereka sebagai suatu informasi yang
mendukung dan menjadi pertimbangan saat pengambilan keputusan akhir.

Contoh :

Ddokter membuat diagnosis penyakit tidak hanya dari hasil pemeriksaan fisik, tetapi
juga hasil laboratorium, riwayat penyakit pasien dsb.

5.1.3   Resolusi Konflik (conflict resolution)

Resolusi konflik merupakan proses menyeleksi atau memilih kaidah yang ada
jika terdapat lebih dari satu kaidah yang diaktivasi dan resolusi konflik disebabkan
oleh interaksi antarkaidah.

Beberapa metode untuk resolusi konflik :

1. Memicu kaidah berdasarkan prioritas.


2. Mempunyai kadiah yang mempunyai banyak premis yang harus dipenuhi.
Metode ini dikenal dengan the longest matching strategy.
3. Memilih kaidah yang paling banyak digunakan.
4. Memilih kaidah yang palinga kahir ditambahkan pada sekumpulan kaidah.
5. Memilih kaidah yang waktu eksekusinya paling singkat.
6. Memilih semua kaidah dari sekumpulah kaidah yang ada.

5.2 Faktor Kepastian (CERTAINTY FACTOR)

–        Faktor kepastian merupakan cara dari penggabungan kepercayaan (belief) dan
ketidapercayaan (unbelief) dalam bilangan yang tunggal.

–        Dalam certainty theory, data-data kualitatif direpresentasikan sebagai derajat


keyakinan (degree of belief).

–        Tahapan dalam merepresentasikan data-data kualitatif :

1. kemampuan untuk mengekspresikan derajat keyakinan sesuai dengan metode


yang sudah dibahas sebelumnya.
2. kemampuan untuk menempatkan dan mengkombinasikan derajat keyakinan
tersebut dalam sistem pakar.

–        Dalam mengekspresikan derajat keyakinan digunakan suatu nilai yang disebut
certain factor (CF) untuk engasumsikan derajat keyakianan seorang pakar terhadap
suatu data.

–        Formulasi certain factor  :

CF[H,E] = MB[H,E] – MD[H,E]

Dimana :

CF = Certain Factor (faktor kepastian) dalam hipotesis H yang

dipengaruhi oleh fakta E

MB = Measure of Belief (tingkat keyakinan), adalah ukuran kenaik-

an dari kepercayaan hipotesis H dipengaruhi oleh fakta E.

MD = Measure of Disbelief (tingkat ketidakyakinan), adalah kenaik-

an dari ketidakpercayaan hipotesis H dipengaruhi fakta E.

E = Evidence (peristiwa ataua fakta)


BAB VI
TAHAPAN PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR

6.1 Tahapan Pengembangan Sistem Pakar


Menurut Durkin (1994), tahapan yang dilakukan dalam pengembangan sistem
pakar, diantaranya:

1. Penilaian (Assessment)
Proses untuk menentukan kalayakan dan justifikasi atas permasalahan yang akan
diambil. Setelah itu masalah diperiksa lebih lanjut untuk menentukan tujuan
keseluruhan dari proyek. Upaya ini dilakukan untuk menentukan fitur-fitur penting
dan ruang lingkup dari proyek, dan juga untuk menetapkan sumber daya yang
diperlukan, termasuk diantaranya para pakar dan juga berbagai laporan harus
diidentifikasi. Setelah tahap inisialisasi dilakukan persyaratan-persyaratan proyek
ditetapkan.

2. Akuisisi pengetahuan
Proses untuk mendapatkan pengetahuan tentang permasalahan yang dibahas dan akan
digunakan sebagai panduan dalam upaya pengembangan. Pengetahuan ini digunakan
untuk memberikan informasi tentang permasalahan yang menjadi bahan dalam
mendesain pakar. Tahap ini meliputi studi dengan diadakannya pertemuan dengan
pakar untuk membahas aspek dari permasalahan.

3. Desain
Pengetahuan yang diperoleh selama tahap akuisisi pengetahuan digunakan sebagai
pendekatan dalam merepresentasikan pengetahuan pakar dan strategi pemecahan
masalah ke dalam sistem pakar. Selama tahap desain, keseluruhan struktur dan
organisasi dari sistem pengetahuan harus ditetapkan. Pada tahap desain, sebuah
sistem prototype di bangun. Tujuan dari pembangunan prototype tersebut adalah
untuk memberikan pemahaman yang lebih baik atas masalah.

4. Pengujian
Tahap dimana dilakukan pengujian terhadap sistem pakar yang telah dibangun

5. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan untuk mengkompilasi seluruh informasi proyek ke dalam
bentuk dokumen yang dapat memenuhi persyaratan pengguna dan pengembang dari
sistem pakar. Dokumentasi dibutuhkan untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna
yang memenuhi persyaratan yang ditemukan pada sebagian besar proyek perangkat
lunak. Dokumentasi tersebut menjelaskan tentang bagaimana mengoperasikan sistem
dan menyediakan tutorial dalam mengoperasikan fitur utama dari sistem.

Dokumentasi juga harus mendukung pengetahuan pengembang selama proses


pengembangan sistem. Secara khusus, dokumentasi harus berisikan kamus
pengetahuan yang memberikan persentasi secara teratur dari pengetahuan sistem dan
prosedur pemecahan masalah. Hal tersebut ditambahkan pada proyek sebagai
pengetahuan yang baru diperoleh.

6. Pemeliharaan
Setelah sistem digunakan dalam lingkungan kerja, maka selanjutnya diperlukan
pemeliharaan secara berkala. Pengetahuan itu sifatnya tidak statis melainkan terus
tumbuh dan berkembang. Pengetahuan dari sistem perlu diperbaharui dan
disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini.
BAB VII
KESIMPULAN

7.1 Kesimpulan Bab I


Script merupakan skema representasi pengetahuan yang sama dengan
frame.Hanya saja frame menggambarkan objek sedangkan script menggambarkan
urutan peristiwa. Penggambaran urutan peristiwa pada script menggunakan
serangkaian slot yang berisi informasi tentang orang, objek dan tindakan-tindakan
yang terjadi dalam suatu peristiwa.

7.2 Kesimpulan Bab II


Konsep jaringan semantik diperkenalkan pada tahun 1968 oleh Ross Quillian.
Jaringan semantik merupakan teknik representasi AI klasik yang digunakan untuk
informasi proporsional, sehingga jaringan semantik sering disebut juga sebagai
jaringan proporsional. Proporsi merupakan kalimat, baik benar maupun salah.
Proporsi merupakan bentuk dari pengetahuan deklaratif karena proporsi menyatakan
fakta. Proporsi selalu benar atau salah dan disebut sebagai atomic karena nilai
kebenarannya tidak dapat dibagi lagi.

7.3 Kesimpulan Bab III


Penalaran deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat
umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan
cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus
atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut
dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Sedangkan Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan
menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan
contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan
umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis.
Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab
akibat bisa juga akibat sebab.

7.4 Kesimpulan Bab IV


Forward chaining adalah mencari bagian JIKA terlebih dahulu. Setelah
semua kondisi JIKA dipenuhi, aturan dipilih untuk mendapatkan kesimpulan. Jika
kesimpulan diambil dari keadaan pertama, bukan dari yang terakhir, maka ia akan
digunakan sebagai fakta untuk disesuaikan dengan kondisi JIKA aturan yang lain
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih baik. Proses ini berlanjut hingga dicapai
kesimpulan terbaik.
Sedangkan Backward Chaining adalah kebalikan dari Forward Chaining.
Pendekatan ini mulai dari kesimpulan dan hipotesis bahwa kesimpulan adalah benar.
Mesin inferensi kemudian mengidentifikasi kondisi JIKA yang diperlukan untuk
membuat kesimpulan benar dan mencari fakta untuk menguji apakah kondisi JIKA
adalah benar. Jika semua kondisi JIKA adalah benar, maka aturan dipilih dari
kesimpulan yang dicapai. Jika beberapa kondisi salah, maka aturan dibuang dan
aturan berikutnya digunakan sebagai hipotesis kedua. Jika tidak ada fakta yang
membuktikan bahwa semua kondisi JIKA adalah benar atau salah, maka mesin
inferensi terus mencari aturan yang kesimpulannya sesuai dengan kondisi JIKA yang
tidak diputuskan untuk bergerak satu langkah ke depan memeriksa kondisi tersebut.
Serupa pula, proses chaining ini berlanjut hingga suatu set aturan didapat untuk
mencapai kesimpulan atau untuk membuktikan tidak dapat mencapai kesimpulan.

7.5 Kesimpulan Bab V

Salah  satu karakteristik umum dari suatu informasi yang tersedia untuk
seorang pakar adalah ketidaksempurnaan. Informasi yang tersedia bisa jadi tidak
lengkap, tidak konsisten, tidak tentu, dsb. Dengan keterbatasan informasi tersebut,
seorang pakar dituntut dapat mengatasi kerusakan dengan membuat suatu
pertimbangan benar sehingga menghasilkan keputusan yang tepat.

7.6 Kesimpulan Bab VI


Menurut Durkin (1994), tahapan yang dilakukan dalam pengembangan sistem
pakar, ada enam tahapan yang harus di lewati, yaitu:

1. Penilaian
2. Akuisisi Pengetahuan
3. Desain
4. Pengujian
5. Dokementasi
6. Pemeliharaan

Anda mungkin juga menyukai