Anda di halaman 1dari 4

SENGSARA MEMBAWA NIKMAT

Sengsara membawa nikmat merupakan roman mutakhir karya Tulis Sutan


Sati. Roman ini diterbitkan oleh PN. Balai Pustaka pada tahun 1929.

Tema Cerita : Masalah kesabaran seseorang dalam menghadapi segala macam


cobaan.
Setting Cerita           : Padang, Jakarta, Bogor, dan Medan.

Tokoh- tokoh dan Watak :

Midun             : seorang pemuda yang berperangai sopan, taat beragama.

Kacak :seorang pemuda yang mempunyai sifat dan tingkah laku kurang baik. Dia
angkuh, kasar, serta suka berfoya-foya.

Tuanku Laras : seorang Kepala Kampung yang sangat kaya. Dia sangat ditakuti
dan disegani di kampungnya.

Haji Abbas      : seorang penghulu dan guru ngaji sera guru silat.

Maun              :  seorang pemuda berbudi, sopan, serta taat kepada agama. Dia
sahabat karib

Midun

Halimah          : seorang gadis yatim. Dia tinggal dengan ayah tirinya yang kaya
raya. Dia termasuk perempuan berbudi dan taat pada agama.

Syekh Abdullah Al-Hadramut : saudagar kaya keturunan arab. Hatinya kurang


baik. Dia terkenal sebagai seorang rentenir.

Tuan Hoofdcommissaris: seorang kompeni dengan jabatan sebagai kepala


Komisaris. Dia mempunyai hati yang baik.

Pak Karto       :seorang sipir penjara tempat Midun sewaktu dipenjara di Padang.
Dia mempunyai hati yang baik.
Manjau           : pemuda baik-baik, dia adik kandung Midun.
Ringkasan Cerita :

Kacak yang merasa mamaknya seorang Kepala Desa,  selalu bertingkah


sombong. Dia selalu ingin menang sendiri dan tidak senang melihat orang lain
bahagia. Hal itu membuat Kacak kurang disukai orang-orang di kampungnya. Lain
dengan Midun walaupun anak orang miskin, namun perangainya sopan dan baik.
Ia pun juga mahir silat sehingga orang-orang di kampung menyukai dirinya dan
baik kepadanya.

Midun yang disukai banyak orang, membuat Kacak begitu iri dan dengki
pada Midun. Sering dia berusaha untuk mencelakakan Midun dengan cara mencari
gara-gara agar Midun marah padanya. Namun, Midun selalu menghindar ketika
diajak Kacak untuk berkelahi. Midun bukan takut kalah berkelahi dengan Kacak,
tapi karena dia tidak ingin berkelahi. Ilmu silat yang dimilikinya adalah hasil
belajarnya kepada Haji Abbas dan bukan untuk berkelahi. Namun, hanya sebagai
usaha untuk membela diri.

Suatu hari istri Kacak terjatuh ke dalam sungai. Untung saja, Midun berada
di tempat kejadian dan ia dengan cepat menolong istri Kacak. Berkat
pertolongannya, istri Kacak selamat namun Kacak malah menuduh Midun hendak
memperkosa istrinya. Kacak menantang Midun berkelahi. Ternyata perkelahian itu
dimenangkan oleh Midun. Kacak pun semakin marah pada Midun kemudian
Kacak memfitnah Midun dan melaporkan semuanya pada Tuanku Laras. Midun
pun terpaksa mendapat hukuman dari Tuanku Laras. Midun diberi hukum dengan
cara harus bekerja di rumah Tuanku Laras tanpa mendapat gaji. Kacak semakin
bahagia karena ia ditugaskan untuk mengawasi Midun selama menjalani hukuman.
Kacak pun tidak menyia- nyiakan kesempatan itu. Hampir tiap hari Midun
diperlakukan kasar. Pukulan dan tendangan Kacak tiap hari menghantam Midun.
Juga segala macam-macam hinaan yang mampir di telinga Midun. Namun, Semua
perlakuan Kacak diterima Midun dengan penuh kesabaran.

Walaupun Midun telah mendapat hukuman dari mamaknya, namun Kacak


belum juga puas. Dia tidak rela jika Midun masih berada di kampungnya.
Ternyata, hal itu masih menghalangi niat Kacak dan teman - temannya yang
hendak berbuat semaunya di kampung. Ia pun hendak melenyapkan Midun untuk
selama-lamanya. Kacak pun membayar beberapa pembunuh bayaran untuk
melenyapkan Midun. Usaha itu dilakukan ketika di kampung itu didakan suatu
perlombaan kuda. Saat Midun dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi
tiba – tiba Mereka menyerang Midun dengan sebilah pisau.
Untung saja, Midun berhasil mengelak namun perkelahian itu  tidak bisa
dihindari. ketika polisi datang, perkelahian itu berhenti. Midun dan Maun dibawa
ke kantor polisi. Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun
dinyatakan bersalah dan wajib mendekam dalam penjara di Padang. Mendengar
kabar itu betapa senangnya hati Kacak karena tak ada lagi orang yang berani
menjadi penghalangnya.

Selama di penjara, Midun mendapat berbagai siksaan dari para sipir penjara
dan para tahanan lainnya. Para tahanan tidak lagi berani mengganggunya ketika
suatu hari Midun mengalahkan tahanan yang dianggap jagonya.

Suatu hari, ketika Midun sedang menyapu jalan. Dia melihat seorang gadis
cantik sedang duduk melamun di bawah pohon kenari. Setelah gadis itu pergi,
ternyata kalung yang dikenakan si gadis jatuh di bawah pohon. Midun
mengembalikan kalung itu ke rumah si gadis. Gadis itu bernama Halimah. Setelah
pertemuan itu, mereka sering bertemu. Mereka saling cerita pengalaman hidup.
Halimah bercerita dia tinggal bersama ayah tiri. Dia merasa tidak bebas dan
hendak pergi dari rumah. Dia berharap agar tinggal bersama ayah kandungnya lagi
di Bogor. Setelah keluar dari penjara, Midun membawa lari Halimah ke Bogor.
Usahanya itu dibantu Pak Karto, seorang sipir penjara yang baik hati. Akhirnya,
Mereka pun saling jatuh cinta.

Hampir dua bulan Midun tinggal bersama keluarga Halimah di Bogor. Ayah
kandung Halimah bersikap baik terhadapnya. Midun pun merasa tidak enak jika
hanya tinggal makan dan minum saja. Kemudian, Ia pergi ke Jakarta untuk
mencari pekerjaan. Dalam perjalanan, Midun berkenalan dengan saudagar kaya
yang bernama Syekh Abdullah Al- Hadramut. yang berprofesi sebagai  rentenir.
Tanpa pikir panjang, Midun pun mau menerima uang pinjaman Syekh.

Kemajuan,  usaha dagang Midun yang pesat membuat Syekh iri hati. Dia
menagih hutang Midun dengan bunga yang tinggi sekali. Tentu Midun tidak
bersedia membayarnya. Rupanya Syekh menagih dengan cara lain. Dia bersedia
melunasi hutang Midun dengan syarat Midun menyerahkan Halimah untuk
dijadikan istrinya. Tawaran Syekh membuat Midun marah besar. Karena gagal
lagi,  Syekh mengajukan Midun ke meja hijau. Akhirnya, Midun diadili dengan
tuntutan hutang. Dalam persidangan Midun dinyatakan bersalah. Midun pun
kembali masuk penjara.
Tepat di hari Midun bebas, Midun jalan-jalan ke pasar. Di pasar,  ia melihat
ada keributan. Ada seorang pribumi mengamuk menyerang seorang Sinyo
Belanda. Tanpa pikir panjang Midun langsung menolong Sinyo Belanda itu. Sinyo
Belanda itu sangat berterima kasih pada nya.Oleh Sinyo Belanda, Midun
piperkenalkan kepada orang tuanya. Ternyata orang tua Sinyo Belanda adalah
seorang Kepala Komisaris yang bernama Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ucapan
terima kasih karena telah menolong anaknya, Midun pun diberi pekerjaan sebagai
juru tulis.

Setelah mendapat pekerjaan, Midun pun melamar Halimah. Mereka menikah


di Bogor. Prestasi kerja Midun begitu baik di mata pimpinannya. Kemudian, ia
diangkat menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok. Dia pun langsung
ditugaskan menumpas para penyelundup di Medan. Selama di Medan, Midun
bertemu dengan adiknya, Manjau. Manjau benyak bercerita tentang kampung
halamannya. Midun begitu sedih mendengar kabar keluarganya di kampung yang
hidup menderita. Oleh karena itu ketika dia pulang ke Jakarta, Midun langsung
minta ditugaskan di kampung halamannya. Permintaan Midun pun dipenuhi oleh
pimpinannya.

Kepulangan Midun ke kampung, membuat Kacak sangat gelisah. Saat itu,


Kacak sudah menjadi penghulu di kampung mereka. Kacak pun gelisah sebab dia
takut kalau perbuatannya menggelapkan kas negara akan terbongkar. Dia yakin,
kalau Midun akan berhasil membongkar perbuatannya itu. Tidak lama kemudian.
Kacak ditangkap. Dia terbukti telah menggelapkan uang kas negara yang ada di
Kampungnya. Akibatnya Kacak masuk penjara atas perbuatannya itu. Kini,  Midun
hidup berbahagia bersama istri dan seluruh keluarganya di kampung.

Anda mungkin juga menyukai