Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Campak

Oleh :
Mariza Gautami

Siwabessy

(11.2014.252)
Jessyca Augustia (11.2015.067)
Nella (11.2014.282)
Bodi Eko (11.2014.276)
Bintang Lingkan Manurung (11.2014.193)
Nurshawina Binti Kamaludin (11.2014.180)
Pembimbing :
Dr. Dwi Haryadi, Sp.A, M.Kes
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode 2 Mei - 9 Juli 2016
RS BAYUKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA`
Hari / Tanggal / Presentasi Kasus: Senin/20 Juni 2016

SMF ANAK
Rumah Sakit : RS BAYUKARTA

Nama: Mariza Gautami Siwabessy

Tanda Tangan

Nim : 11.2014.252
Dr Pembimbing : dr. Dwi Haryadi, SpA, MKes

Tanda Tangan:

Identitas Pasien
Nama lengkap : An. RZ

Jenis kelamin : Laki Laki

Tempat lahir : Karawang

Tanggal Lahir: 26 September 2011

Usia : 4 Tahun 8 Bulan 17 hari

Agama : Islam

Pekerjaan : Belum bekerja

Pendidikan : Belum sekolah

Alamat: Dsn Sukatani RT 08/04

Masuk RS tanggal : 12 Juni 2016

Pinayungan, Karawang

Identitas Orang Tua


Identitas Orang Tua

Ibu

Ayah

Nama

Ny. I

Tn. E

Umur

26 tahun

30 tahun

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Karyawan

Alamat: Dsn Sukatani RT 08/04 Pinayungan, Karawang


Hubungan dengan orang tua : anak kandung.

Anamnesis
Diambil dari

: Alloanamnesis dari ibu dan ayah pasien

Tanggal

: 13 Juni 2016, jam 11.00 di ruang Isolasi Andreas

Keluhan utama

: Panas

Riwayat perjalanan penyakit :


Panas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, panas dirasakan hilang timbul dan
semakin panas saat malam hari, tidak disertai kejang. Keluhan disertai batuk berdahak
dan pilek dengan sekret cair bening 3 hari SMRS, juga kedua mata merah dan berair
terasa gatal namun tidak nyeri sejak 2 hari SMRS. Satu hari SMRS timbul ruam
kemerahan saat panas tinggi, awal timbulnya ruam diketahui dari daerah wajah menyebar
ke badan lalu ke tangan dan kaki, tidak gatal maupun nyeri. Napsu makan menurun,
buang air kecil lancar dan tidak terasa nyeri, dan buang air besar lancar 1 kali sehari
dengan konsistensi padat. Pasien tidak memiliki alergi obat maupun alergi tertentu.
Riwayat Pengobatan
Sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berobat ke klinik dan sudah
diberikan sanmol sirup dan triaminic sirup.
Riwayat penyakit dahulu :
Sebelumnya pasien tidak pernah mempunyai keluhan seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
Silsilah Keluarga

: Laki-laki

: Perempuan

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


A. Kehamilan
-

Perawatan antenatal

: Teratur, kontrol setiap bulan.

Penyakit kehamilan

: Tidak ada

B. Kelahiran
-

Tempat kelahiran

: Klinik Bidan Esty

Penolong persalinan

: Bidan

Cara persalinan

: Pervaginam

Masa gestasi

: 38 - 39 minggu, cukup bulan

C. Keadaan bayi
-

Langsung menangis

: Positif

Berat badan lahir

: 3500 gram

Panjang badan lahir

: 51 cm

Lingkar kepala

: Tidak diketahui

Pucat/biru/kuning/kejang : Tidak ada

Kelainan bawaan

: Tidak ada

Riwayat Nutrisi
Usia 0 sampai 6 bulan : ASI
Usia 6 bulan sampai 2 tahun : ASI + bubur susu + nasi tim
Usia 2 tahun sampai sekarang : Susu formula + nasi

Riwayat Perkembangan
Motorik kasar
Angkat kepala

: 3 bulan

Tengkurap

: 5 bulan

Duduk

: 6 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 18 bulan

Motorik halus
Meraih benda

: 4 bulan

Mencoret coret

: 12 bulan

Bahasa & Bicara


Mengoceh

: 6 bulan

Menyebutkan papa mama

: 8 bulan

Berbicara dimengerti

: 24 bulan

Personal sosial
Menirukan kegiatan

: 12 bulan

Membantu di rumah : 14 bulan


Memakai baju sendiri : 24 bulan

Kesan : tidak ada gangguan pada tumbuh kembang anak

Riwayat Imunisasi
Imunisasi
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
Campak

lahir
0

1
1
1

2
1
2

3
2
3

4
3
4

Waktu pemberian
Bulan
5
6
9 12 15

Kesan: Imunisasi dasar pasien lengkap di bidan.

Pemeriksaan Fisik
Tanggal / jam : 13 Juni 2016, jam 11.15 WIB ruang isolasi andreas
Pemeriksaan umum
Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Tanda-tanda vital :
-

Denyut nadi

: 120 x/menit, teraba kuat, reguler

Frekuensi nafas

: 30 x/menit,

Suhu

: 37,8 C

Antropometri
-

Tinggi badan

: 110 cm

Berat badan

: 20,5 kg

BB/U

: 0 s/d 2 SD (normal)

TB/U

: 0 s/d 2 SD (normal)

BB/TB

: 1 s/d 2 SD (berisiko gizi lebih)

Lingkar Kepala

: 52 cm

LK/U

: 0 s/d 1 SD (normocephali)

18

24

Tahun
3
5
6

Pemeriksaan Sistem
Kepala

Bentuk dan ukuran

Rambut dan kulit kepala : Dalam batas normal

Mata

: Normocephali, LK = 52 cm

: Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, hiperemis +/

+, sekret bening +/+

Telinga

: Normotia +/+, liang telinga lapang +/+, sekret -/-

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret -/-

Tenggorokan

: Faring hiperemis (+), Tonsil T1-T1

Mulut

: Bentuk normal, mukosa mulut basah, bibir kering (-),

sianosis (-)
Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks

Pulmo
Inspeksi

: Bentuk dada normal, simetris kanan kiri, retraksi sela iga (-)

Palpasi

: Simetris saat statis dan dinamis, vocal fremitus tidak dilakukan,

massa (-).

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis kiri

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, massa (-).

Auskultasi

: Bising usus (+)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar lien teraba (-).

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang perut.

Genitalia

: Tidak diperiksa

Kulit

: Tampak makula papula eritema tersebar di wajah, tubuh, dan


ekstremitas.

Extremitas (lengan & tungkai)


Akral hangat, capillary refill time < 2 detik.

Tonus : Normotonus.

Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.


- Akral
- -Dingin

Pemeriksaan neurologis

Sianosis
: Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 12 Juni 2016
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai normal

Hemoglobin

12,2

g/dl

Hematokrit

37

35 55

Eritrosit

4,58

M/L

4 6,2

Leukosit

9,2

K/L

4 10,4

Trombosit

251

K/L

150 400

Paket Panel Febris


11,5 18

Hitung jenis lekosit

Basofil

0-1

Eosinofil

0-3

Batang

0-5

Limfosit

34

25-50

Monosit

15 (L)

2-10

Segmen

51

50-80

Nilai eritrosit ratarata

VER (MCV)

89,2

fL

80,0-100,0

HER (MCH)

28,9

Pg

26,0-34,0

KHER

33,1

g/dL

31,0-35,5

(MCHC)
Kesan

: normal

RESUME
Anak laki laki RZ usia 4 tahun 8 bulan datang dengan keluhan panas sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit, panas dirasakan hilang timbul dan paling tinggi saat
malam hari disertai dengan batuk berdahak dan pilek dengan sekret cair bening sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit, mata merah dan berair disertai gatal sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Timbul ruam kemerahan saat panas tinggi 1 hari SMRS
yang diawali dari daerah wajah menyebar ke badan lalu ke seluruh tubuh. Napsu makan
menurun, buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Pasien sudah berobat 2
hari SMRS dan diberikan sanmol sirup dan triaminic sirup namun keluhan tidak
membaik. Pasien tidak memiliki alergi obat maupun alergi tertentu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, denyut nadi 120 kali/menit, frekuensi nafas 30x/menit, suhu
37,8 C.
Pada antopometri didapatkan berat badan 20,5 kg, tinggi badan 110 cm, lingkar
kepala 52 cm, dengan status gizi lebih dengan hasil kurva pertumbuhan anak sesuai WHO
LK/U= 0 s/d 1 SD (normal), BB/U : 0 s/d 2 SD (normal), TB/U: 0 s/d 2 SD (normal),
BB/TB: 1 s/d 2 SD (berisiko gizi lebih).

Pada pemeriksaan fisik kepala tampak normocephali, mata tampak hiperemis +/+
berarir & gatal, hidung dan telinga dalam batas normal, pada mulut faring tampak
hiperemis +/+, cor dan pulmo serta abdomen dalam batas normal. Pada kulit ditemukan
macula papula eritem yang tersebar di wajah, badan, dan ekstremitas. Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal.
DIAGNOSIS KERJA
Morbili
Dasar diagnosis: diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala
klinis, dalam kasus ini didapatkan adanya demam yang tinggi dan turun bila di beri obat
namun meningkat kembali menunjukkan adanya infeksi dari virus. Adanya pilek atau
koriza dan adanya sekret pada hidung. Adanya ruam atau bercak merah yang mulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki menunjukkan gambaran
khas ruam pada campak. Sesuai dengan data epidemiologi bahwa kisaran usia yang
proporsi terbesar menderita campak adalah golongan balita.
DIAGNOSIS BANDING
Rubela
Dasar yang mendukung: adanya demam yang tidak terlalu tinggi (38-38,7C), pilek
dan bercak merah seperti pada campak yang berawal dari belakang telinga menjalar
ke muka dan meluas secara kraniokaudal ke bagian lain di tubuh. Tidak
ditemukannya bercak Koplik yang merupakan patognomonik untuk campak. Pasien
sudah imunisasi campak pada usia 9 bulan.
Dasar yang tidak mendukung: tidak adanya enantema berupa makula atau ptekiae
pada palatum molle (Forschheimer spot) selama masa prodromal atau hari pertama
erupsi. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada kelenjar
suboksipital, postaurikular maupun servikal, dan disertai nyeri tekan. Pada hari ke 2
dan ke 3 bercak merah timbul belum terlihat ruam pada muka dan di tempat lain
yang mulai menghilang. Tidak adanya kasus kontak rubella atau kasus lain di dalam
lingkungan penderita.

Roseola infantum (Exanthem Subitum)


Dasar yang mendukung: adanya demam, tidak napsu atau tidak mau makan, batuk,
konjungtivitis, pilek yang mendukung diagnosis roseola infantum. Pada roseola
infantum demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu normal
disertai timbulnya ruam, sesuai dengan kasus demam sejak 3 hari dan timbul ruam
berwarna merah muda makulopapular, diskret. Ruam pada roseola infantum dapat
berbentuk morbiliform atau rubella-like.
Dasar yang tidak mendukung: anak pada roseola infantum umumnya tampak iritabel.
Ruam umumnya tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher,
ekstremitas atas muka dan ekstremitas bawah. Ruam jarang menetap lebih dari 24
jam. Tidak terjadi limfadenopati servikal dan oksipital posterior. Tidak ditemukan
eksantema (Nagayanas spot) pada palatum mole dan uvula. Tidak adanya penurunan
hitung leukosit.
PENANGANAN
Terapi
- Infus RL 15 tpm
- Paracetamol infus 200 mg/8 jam
- Ambroxol 3 x 10 mg
- Pseudoefedrin 3 x 20 mg
- Vitamin A 1 x 200.000 IU
R/

Paracetamol infusion no.I

R/

Ambroxol 10 mg
Pesudoefedrin 20 mg
SL qs
Mf la pulv dtd No. X
S3 dd pulv 1

R/

Vit A caps 200.000 IU no.I


S1 dd caps I

PROGNOSIS
1. Ad Vitam

: dubia ad bonam

2. Ad Fungsionam

: dubia ad bonam

3. Ad Sanationam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
14 Juni 2016
S: demam (-) batuk (+) dahak , pilek (+) sekret cair bening, mual (-), muntah (-), BAK
BAB normal, ruam kemerahan masih tampak di seluruh wajah, badan dan semakin
banyak di ekstremitas, nafsu makan berkurang (+)
O: KU: tss, kes: cm, n: 110x/m, nafas: 28x/m, s: 36,7 C
Kepala: normosefali
Mata

: CA -/-, SI -/-, pupil isokor +/+, RC +/+, hiperemis -/-

Hidung

: sekret +/+, septum deviasi (-)

Telinga

: normotia +/+, sekret -/-

Mulut

: mukosa lembab, faring hiperemis (+), tonsil T1-T1

Pulmo

: I : simetris kanan & kiri, retraksi (-)


P: Simetris saat statis & dinamis, massa (-)
P: sonor
A: SNV +/+, wh-/-, rh-/-

Cor

: I : IC tak tampak
P : IC teraba di ics 4 midclavikularis sinistra
P : (-)
A : SI - II murni reguler(+), m(-), g(-)

Abdomen : I: datar
A : BU(+) normoperistaltik
P : supel, NT (-), pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas

: akral hangat, edema (-),

Kulit

: makula papula eritem pada wajah, badan, ekstremitas

A: Morbili

P: Terapi lanjut
15 Juni 2016
S: demam (-), batuk pilek berkurang, anak mulai aktif, nafsu makan membaik, ruam
kemerahan masih tampak di wajah, badan dan ekstremitas.
O: ku: tss, kes: cm, n: 115x/m, nafas: 28x/men, s: 36,5 C
Kepala

: normosefali

Mata

: CA -/-, SI -/-, pupil isokor +/+, RC +/+, hiperemis -/-

Hidung

: sekret -/-, septum deviasi (-)

Telinga

: normotia +/+, sekret -/-

Mulut

: mukosa lembab, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Pulmo

: I : simetris kanan & kiri, retraksi (-)


P: Simetris saat statis & dinamis, massa (-)
P: sonor
A: SNV +/+, wh-/-, rh-/-

Cor

: I : IC tak tampak
P : IC teraba di ics 4 midclavikularis sinistra
P : (-)
A : SI - II murni reguler(+), m(-), g(-)

Abdomen : I: datar
A : BU(+) normoperistaltik
P : supel, NT (-), pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas

: akral hangat, edema (-),

Kulit

: makula papula eritem pada wajah, badan, ekstremitas

A: Morbili
P: Terapi lanjut

Tinjauan Pustaka

Pendahuluan
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi
demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar biasa. Campak, measles atau rubeola
adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak (paramyxovirus). Campak
memiliki gejala klinis yang khas, sejak gejala prodromal yang dapat ditemukannya batuk,
pilek dan mata merah hingga stadium erupsi timbulnya rash makulopapular dengan
penyebaran yang khas sesuai penyakit campak. Komplikasi campak cukup serius seperti
diare, pneumonia, otitis media hingga menyebabkan kematian. Kematian akibat campak
sering terjadi pada anak dengan malnutrisi terutama di Negara berkembang. Oleh sebab
itu penting untuk mempelajari bagaimana karakteristik dan pengobatan campak. Serta
tidak kalah penting adalah bagaimana cara mencegah agar kejadian campak menurun,
yaitu dengan dilakukannya imunisasi campak pada anak usia 9 bulan.
Makalah ini dibuat agar dapat mempelajari dan menambah pengetahuan mengenai
definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pengobatan,
komplikasi, pencegahan serta prognosis dari penyakit campak sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai campak dan membantu mengurangi angka kejadian
campak..
Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, yang disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Beberapa pengertian campak, yaitu:
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk
makulopapular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 38 0C atau lebih dan
disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah. (WHO)
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalesensi, yang

dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. (Ilmu


Kesehatan Anak edisi 2 th 1991.FKUI).
Morbili adalah penyakit anak yang menular yang lazim biasanya ditandai dengan
gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam
scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi. (Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson,
EGC, 2000).
Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masingmasing mempunyai ciri khusus:1
1) Stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari,
2) Stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukannya enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring, dan peradangan
mukosa konjungtiva,
3) Stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke
muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1
Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperature kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal
4 minggu disimpan dalam temperature 35 oC, dan beberapa hari pada suhu 0 oC. Virus
tidak aktif pada pH rendah.1
Bentuk virus
Virus campak (measles virus) adalah virus RNA termasuk genus morbillivirus dan
famili paramyxoviridae berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140
nm,dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya
terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang
mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari

myxovirus. Pada selubung luar sering kali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein
yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.1,2
Ketahanan virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila
berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperature kamar ia
akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 OC waktu paruh
usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56oC hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu
bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70oC dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin denagn suhu 4-6oC, dapat hidup
selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama
2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.1
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam
20% ether setelah 10 menit dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga
sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone- pada suhu 37 oC dalam 2 jam, ia akan
kehilangan sifat inefektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan
dalam formalin 1/4000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tidak
kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi
antigenik.1
Struktur Antigenik
Virus campak menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan penemuan
laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan
neutralizing antibody, complement fixing antibody dan hemaglutinine inhibition antibody.
Immunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersamasama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari.
Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan
jumlahnya terus terukur. Keberadaan immunoglobulin kelas IgM menunjukkan pertanda
baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan

bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat
dideteksi dari secret nasal dan terdapat diseluruh saluran nafas. Daya efektivitas vaksin
virus campak yang hidup dibandingkan dengan virus campak yang mati adalah adanya
IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan oleh vaksin virus campak hidup.1
Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).1
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara berkembang. Di
Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap
sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak
tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri
bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin
baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat agar untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada
kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit
sebab ruam akan muncul di rongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru, perut dan
usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan anak sesak nafas atau diare, yang dapat
menyebabkan kematian.1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara
tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi
pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Campak akan
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder. Penyulit yang sering dijumpai bronkopneumonia, (75,2%), gastroenteritis
(7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).1
Cangkupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah
bebas campak, seperti halnya di Amerika Serikat. Di Indonesai penyakit campak
mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970, setelah terjadi wabah campak yang cukup

serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan di Pulau
Bangka (65 kematian di antara 407 kasus) pada tahun yang sama. Sampai sekarang
permasalahan campak masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan
kejadian luar biasa campak masih sering terjadi. Menurut kelompok umur kasus campak
yang rawat inap di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan
proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur <1
tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan
8,2% berumur 4 tahun.1
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang
penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama karena akses
pelayanan kesehatan yang sulit, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah
transmigrasi sering terjadi terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah
perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini
tida berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan
kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak.
Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.1
Patogenesis
Penularan sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui
udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di
tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan
virusnya. Virus masuk ke dalam jaringan limfatik lokal, bebas maupun berhubungan
dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa. Hiperplasia dari jaringan limfoid, sel mononuklear yang
terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin/ WarthinFinkeldey reticuloendothelial giant cells), sedangkan limfosit-T yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.1,2

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara


lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus
masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.1
Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada
saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai
selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses
peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan menifestasi klinis berupa
demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulserasi kecil pada mukosa pipi
yang disebut bercak Koplik, yang merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.1
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke 14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.1
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
serologik dan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan
diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran
pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia,
otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus
pneumonia dapat terjadi pada kasus campak. Selain itu campak dapat menyebabkan gizi
kurang.1

Gambar 1. Karakter Campak.


Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Pada anamnesis umumnya didapatkan:3

Adanya demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti

diare.
Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat

lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam.
Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.
Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan gejala klinis terjadi setelah masa

tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium:3

Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti
dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis.
Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga
disebut bercak Koplik.

Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam maculopapular yang bertahan


selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga,
kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan
dengan meningkatnya suhu tubuh.

Stadium penyembuhan (konvalesens): setelaah 3 hari ruam berangsur-angsur


menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:3

Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabilaa ada komplikasi
infeksi bakteri
Pemeriksaan untuk komplikasi
o Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit
darah, dan analisis gas darah.
o Enteritis: feses lengkap
o Bronkopneumonia dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
Campak memiliki tiga tahapan klinis: tahap inkubasi, tahap prodromal yang
memiliki bercak koplik dan gejala klinis yang ringan, dan tahap akhir yang ditandai
dengan munculnya ruam pada kulit dan demam tinggi. Tahap inkubasi terjadi selama
lebih kurang 10-12 hari sampai munculnya gejala prodromal dan 2-4 hari sampai
timbulnya ruam pada kulit. Suhu tubuh dapat meningkat sedikit selama 9-10 hari dari hari
terinfeksi dan akan menurun dalam 24 jam setelahnya. Pasien mampu menularkan virus
setelah hari ke 9 dan 10 setelah eksposur, bahkan sebelum campak dapat didiagnosa.
Tahap prodromal berlangsung selama 3-5 hari dan ditandai dengan demam yang ringan
hingga menengah (subfebris), batuk kering, pilek, dan konjungtivis. Gejala ini muncul
terlebih dahulu dibanding bercak koplik yaitu 2 sampai 3 hari sebelumnya. Tahap akhir
yang ditandai dengan munculnya ruam kulit, merupakan tahap dimana saat muncul ruam
maka demam pada anak dapat mencapai tingkat tertinggi, bahkan bisa mencapai 40oC.2
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu pilek (Coryza) dan mata meradang (Conjungtivitis) disertai batuk
(Cough) dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki

cirri khas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik). Meskipun demikian
menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya jelas dan sama. Pada pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat
sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam
muncul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.1,2
Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis,
sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu. Seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada
pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak dapat bermanifestasi tidak khas
disebut campak atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubella, demam skarlatina,
ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi Stafilokokus.1
Pengobatan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik (paracetamol/ibuprofen), antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila
diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di
Rumah Sakit, pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan
perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan dan mempertahankan status
nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori).1,3
Vitamin A diberikan 50.000 IU jika umur anak kurang dari 6 bulan, 100.000 IU
per oral diberikan satu kali untuk anak umur 6 bulan sampai 11 bulan dan pada anak usia
1 tahun sampai 5 tahun diberikan 200.000 IU peroral sebagai dosis tunggal. Untuk anak
diatas umur 1 tahun, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.4
Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih tidak diperlukan
pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata
kloramfenicol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan salep

steroid. Untuk perawatan mulut, jaga kebersihan mulut dan beri obat kumur antiseptik
bila pasien dapat berkumur.4
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit
yang timbul, yaitu:1,3

Bronchopneumonia.
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena,
dikombinasikan dengan kloramfenicol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sampai tiga hari demam reda. Diberikan oksigen 2 liter/menit. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif pada
saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan
oleh sel limfosit T yang terganggu fungsinya.

Enteritis.
Pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.

Otitis media akut.


Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu mendapat
antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis).

Ensefalitis.
Diberikan kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampicilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari. Perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid (deksametason 1
mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis
samapai kesadaran membaik, bila lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.

Pasien dirawat di ruang isolasi bila suhu lebih dari 39 oC (hiperpireksia), dehidrasi,
kejang, asupan oral sulit, dan adanya komplikasi. Campak menjadi berat pada pasien
dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.3
Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak
dilakukan dengan vaksinasi campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9
15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang diolah
menjadi lemah. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. Vaksin campak
dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumpsrubella (MMR). Vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Dimana imunisasi ini terbagi atas 2 yaitu :1,4
Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin
campak, yaitu : Vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan
(tipe Edmonstone B) dan, vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan
(virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam
aluminium). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah
dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat
sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Dosis baku
minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID-50
atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah
efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan
Immune serum globulin (gamma globulin) dengan dosis 0,25 ml/kgBB
intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah terpapar, atau

sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk bayi, anakanak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta
institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat
perlindungan yang diharapkan.
Pemberian imunisasi untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan
sebagai imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian
pada anak usia sekolah dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS). Saat ini ada beberapa macam vaksin campak:5
-

Monovalen
Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
Kombinasi dengan mumps, rubella, dan varisela (MMRV).

Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak imunocompromised
yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa
bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. Kesulitan untuk
mencapai dan mempertahankan angka cangkupan yang tinggi bersama-sama dengan
keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibodi maternal hilang
merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada anak-anak di Negara
berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan, dan pada anak-anak di
Negara maju setelah 15 bulan.5
Dosis vaksin campak 0,5 ml, pemberian diberikan pada umur 9 bulan. Cara
pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang terbatas dilaporkan
bahwa pemberian secara intramuscular tampaknya mempunyai efektivitas yang sama
dengan subkutan. Intranasal dan cara inokulasi konjungtiva sampai sekarang masih terus
dilakukan penyelidikan untuk mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B
yang dilemahkan. Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol

didapatkan respons antibody yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9 bulan.
Sayangnya pemberian aerosolini sulit dankurang praktis.1,5
Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang
pada seorang yang telah memiliki imunitas. Kejadian KIPI imunisasi campak telah
menurun dengan digunakannya vaksin campak hidup yang dilemahkan. Gejala KIPI yang
berupa demam yang lebih dari 39,5oC yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai
dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Peningkatan
suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam. Ruam dapat dijumpai
pada 5%, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalopati
pasca imunisasi. Diperkirakan risiko terjadi kedua efek samping tersebut 30 hari sesudah
imunisasi 1 diantara 1 milyar dosis vaksin.5
Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu
indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian sakit kasus
campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. Metode lain untuk mengukur efek
proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka kejadian sakit pada kelompok
anak yang sudah diimunisasi dan mengukur efektivitas vaksin dengan formula (ARUARU)x100/ARU. Keefektivitasan vaksin dapat dihitung dengan memakai pendekatan
kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus dan kontrol yang sudah
diimunisasi. Dari data yang benar, efektivitas vaksin adalah sebesar 90-95% atau lebih.
Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat bermanfaat
apabila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, yaitu lebih dari 95%. Jika
proporsi kasus campak pada kelompok yang sudah diimunisasi masi tetap tinggi berarti
bahwa vaksinnya yang kurang baik.1
Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekunder.
Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder
apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonversi. Berbagai kemungkinan yang
menyebabkan tidak terjadinya serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak
lahir yang dapat menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnya yang rusak,

(c) Akibat pemberian immunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan


sekunder dapat terjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga respon imun
yang terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan perlindungan pada bayi
terhadap serangan campak secara alami.1
Komplikasi
Laringitis Akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik
dan gejala akan menghilang.1
Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan
batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronkhi basah halus. Pada saat suhu
turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali
batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga
turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada
sel epitel yang telah dirusak oleh virus.gambaran infiltrat pada foto thoraks dan
adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang
dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi
dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.1
Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.1
Ensefalitis

Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari
ke-4 sampai 7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri
kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, diorientasi juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosisringan, dengan predominan
sel mononuclear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas
normal.1
SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
SSPE (Subacute sclerosing panencephalitis) merupakan kelainan demyelinisasi
susunan saraf pusat yang jarang dan kronik, yang disebabkan oleh infeksi virus
campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6- 2,2 per 100.000 infeksi campak,
pada laporan kasus yang dilaporkan di Amerika didapatkan rata-rata 5 kasus per
tahun. Resiko terjadinya SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda (2 tahun)
dengan masa inkubasi rata-rata 6-8 tahun.
Gejala SSPE adalah gejala gangguan neurologic progresif, yang didahului dengan
gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif diikuti oleh inkoordinasi
motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Pada tahap akhir dari SSPE pasien
memiliki ciri tidak merespon, quadriparese, dan refleks tendon hiperaktif.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal (>20%
dari protein total cairan serebrospinal), antibodi terhadap campak dalam cairan
serebrospinal dan serum meningkat, genom virus dapat dideteksi dengan
menggunakan amplifikasi PCR. Tidak ada terapi definitif untuk SSPE. Rata-rata
jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.1,6
Otitis Media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri

pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media
purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.1
Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul

enteropati

yang

menyebabkan

kehilangan

protein

(protein

losing

enteropathy).1
Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi
pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk
dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat
pula timbul ulkus kornea.1
Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus, dan kelainan kongenital pada
bayi.1
Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik.6
Kesimpulan
Virus campak (measles virus) adalah virus RNA termasuk genus morbillivirus dan
famili paramyxoviridae. Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah.
Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Campak memiliki tiga tahapan klinis:
tahap inkubasi, tahap prodromal yang memiliki bercak koplik dan gejala klinis yang
ringan, dan tahap akhir yang ditandai dengan munculnya ruam pada kulit dan demam

tinggi.

Pengobatan

bersifat

simtomatik,

dengan

pemberian

antipiretik

(paracetamol/ibuprofen), antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.


Vitamin A diberikan 50.000 IU jika umur anak kurang dari 6 bulan, 100.000 IU per oral
diberikan satu kali untuk anak umur 6-11 bulan dan pada anak usia 1 tahun sampai 5
tahun diberikan 200.000 IU peroral sebagai dosis tunggal. Untuk anak diatas umur 1
tahun, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Pencegahan campak
dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah laringitis akut, bronkopneumonia, kejang demam,
ensefalitis, SSPE, otitis media, enteritis, konjungtivitis. Prognosis campak tanpa penyulit
adalah baik.
Daftar pustaka
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.h.109-18.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Elsevier. 2007.h.1026-30.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter Indonesia. Jilid ke 1. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.h.33-5.
4. Tim adaptasi Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO.
2009.h.180-3.
5. Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke 5. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.h.313-7.
6. Fauci SA, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, dkk. Harrisons
principles of internal medicine. Edisi ke 17. US: McGraw-Hill. 2008.h.8421.

Anda mungkin juga menyukai