Campak
Oleh :
Mariza Gautami
Siwabessy
(11.2014.252)
Jessyca Augustia (11.2015.067)
Nella (11.2014.282)
Bodi Eko (11.2014.276)
Bintang Lingkan Manurung (11.2014.193)
Nurshawina Binti Kamaludin (11.2014.180)
Pembimbing :
Dr. Dwi Haryadi, Sp.A, M.Kes
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode 2 Mei - 9 Juli 2016
RS BAYUKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA`
Hari / Tanggal / Presentasi Kasus: Senin/20 Juni 2016
SMF ANAK
Rumah Sakit : RS BAYUKARTA
Tanda Tangan
Nim : 11.2014.252
Dr Pembimbing : dr. Dwi Haryadi, SpA, MKes
Tanda Tangan:
Identitas Pasien
Nama lengkap : An. RZ
Agama : Islam
Pinayungan, Karawang
Ibu
Ayah
Nama
Ny. I
Tn. E
Umur
26 tahun
30 tahun
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Karyawan
Anamnesis
Diambil dari
Tanggal
Keluhan utama
: Panas
: Laki-laki
: Perempuan
Perawatan antenatal
Penyakit kehamilan
: Tidak ada
B. Kelahiran
-
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
: Pervaginam
Masa gestasi
C. Keadaan bayi
-
Langsung menangis
: Positif
: 3500 gram
: 51 cm
Lingkar kepala
: Tidak diketahui
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Riwayat Nutrisi
Usia 0 sampai 6 bulan : ASI
Usia 6 bulan sampai 2 tahun : ASI + bubur susu + nasi tim
Usia 2 tahun sampai sekarang : Susu formula + nasi
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar
Angkat kepala
: 3 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Duduk
: 6 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 18 bulan
Motorik halus
Meraih benda
: 4 bulan
Mencoret coret
: 12 bulan
: 6 bulan
: 8 bulan
Berbicara dimengerti
: 24 bulan
Personal sosial
Menirukan kegiatan
: 12 bulan
Riwayat Imunisasi
Imunisasi
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
Campak
lahir
0
1
1
1
2
1
2
3
2
3
4
3
4
Waktu pemberian
Bulan
5
6
9 12 15
Pemeriksaan Fisik
Tanggal / jam : 13 Juni 2016, jam 11.15 WIB ruang isolasi andreas
Pemeriksaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
Tanda-tanda vital :
-
Denyut nadi
Frekuensi nafas
: 30 x/menit,
Suhu
: 37,8 C
Antropometri
-
Tinggi badan
: 110 cm
Berat badan
: 20,5 kg
BB/U
: 0 s/d 2 SD (normal)
TB/U
: 0 s/d 2 SD (normal)
BB/TB
Lingkar Kepala
: 52 cm
LK/U
: 0 s/d 1 SD (normocephali)
18
24
Tahun
3
5
6
Pemeriksaan Sistem
Kepala
Mata
: Normocephali, LK = 52 cm
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Mulut
sianosis (-)
Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks
Pulmo
Inspeksi
: Bentuk dada normal, simetris kanan kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi
massa (-).
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar lien teraba (-).
Perkusi
Genitalia
: Tidak diperiksa
Kulit
Tonus : Normotonus.
Pemeriksaan neurologis
Sianosis
: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 12 Juni 2016
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai normal
Hemoglobin
12,2
g/dl
Hematokrit
37
35 55
Eritrosit
4,58
M/L
4 6,2
Leukosit
9,2
K/L
4 10,4
Trombosit
251
K/L
150 400
Basofil
0-1
Eosinofil
0-3
Batang
0-5
Limfosit
34
25-50
Monosit
15 (L)
2-10
Segmen
51
50-80
VER (MCV)
89,2
fL
80,0-100,0
HER (MCH)
28,9
Pg
26,0-34,0
KHER
33,1
g/dL
31,0-35,5
(MCHC)
Kesan
: normal
RESUME
Anak laki laki RZ usia 4 tahun 8 bulan datang dengan keluhan panas sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit, panas dirasakan hilang timbul dan paling tinggi saat
malam hari disertai dengan batuk berdahak dan pilek dengan sekret cair bening sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit, mata merah dan berair disertai gatal sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Timbul ruam kemerahan saat panas tinggi 1 hari SMRS
yang diawali dari daerah wajah menyebar ke badan lalu ke seluruh tubuh. Napsu makan
menurun, buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Pasien sudah berobat 2
hari SMRS dan diberikan sanmol sirup dan triaminic sirup namun keluhan tidak
membaik. Pasien tidak memiliki alergi obat maupun alergi tertentu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, denyut nadi 120 kali/menit, frekuensi nafas 30x/menit, suhu
37,8 C.
Pada antopometri didapatkan berat badan 20,5 kg, tinggi badan 110 cm, lingkar
kepala 52 cm, dengan status gizi lebih dengan hasil kurva pertumbuhan anak sesuai WHO
LK/U= 0 s/d 1 SD (normal), BB/U : 0 s/d 2 SD (normal), TB/U: 0 s/d 2 SD (normal),
BB/TB: 1 s/d 2 SD (berisiko gizi lebih).
Pada pemeriksaan fisik kepala tampak normocephali, mata tampak hiperemis +/+
berarir & gatal, hidung dan telinga dalam batas normal, pada mulut faring tampak
hiperemis +/+, cor dan pulmo serta abdomen dalam batas normal. Pada kulit ditemukan
macula papula eritem yang tersebar di wajah, badan, dan ekstremitas. Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal.
DIAGNOSIS KERJA
Morbili
Dasar diagnosis: diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala
klinis, dalam kasus ini didapatkan adanya demam yang tinggi dan turun bila di beri obat
namun meningkat kembali menunjukkan adanya infeksi dari virus. Adanya pilek atau
koriza dan adanya sekret pada hidung. Adanya ruam atau bercak merah yang mulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki menunjukkan gambaran
khas ruam pada campak. Sesuai dengan data epidemiologi bahwa kisaran usia yang
proporsi terbesar menderita campak adalah golongan balita.
DIAGNOSIS BANDING
Rubela
Dasar yang mendukung: adanya demam yang tidak terlalu tinggi (38-38,7C), pilek
dan bercak merah seperti pada campak yang berawal dari belakang telinga menjalar
ke muka dan meluas secara kraniokaudal ke bagian lain di tubuh. Tidak
ditemukannya bercak Koplik yang merupakan patognomonik untuk campak. Pasien
sudah imunisasi campak pada usia 9 bulan.
Dasar yang tidak mendukung: tidak adanya enantema berupa makula atau ptekiae
pada palatum molle (Forschheimer spot) selama masa prodromal atau hari pertama
erupsi. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada kelenjar
suboksipital, postaurikular maupun servikal, dan disertai nyeri tekan. Pada hari ke 2
dan ke 3 bercak merah timbul belum terlihat ruam pada muka dan di tempat lain
yang mulai menghilang. Tidak adanya kasus kontak rubella atau kasus lain di dalam
lingkungan penderita.
R/
Ambroxol 10 mg
Pesudoefedrin 20 mg
SL qs
Mf la pulv dtd No. X
S3 dd pulv 1
R/
PROGNOSIS
1. Ad Vitam
: dubia ad bonam
2. Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
3. Ad Sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
14 Juni 2016
S: demam (-) batuk (+) dahak , pilek (+) sekret cair bening, mual (-), muntah (-), BAK
BAB normal, ruam kemerahan masih tampak di seluruh wajah, badan dan semakin
banyak di ekstremitas, nafsu makan berkurang (+)
O: KU: tss, kes: cm, n: 110x/m, nafas: 28x/m, s: 36,7 C
Kepala: normosefali
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Pulmo
Cor
: I : IC tak tampak
P : IC teraba di ics 4 midclavikularis sinistra
P : (-)
A : SI - II murni reguler(+), m(-), g(-)
Abdomen : I: datar
A : BU(+) normoperistaltik
P : supel, NT (-), pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas
Kulit
A: Morbili
P: Terapi lanjut
15 Juni 2016
S: demam (-), batuk pilek berkurang, anak mulai aktif, nafsu makan membaik, ruam
kemerahan masih tampak di wajah, badan dan ekstremitas.
O: ku: tss, kes: cm, n: 115x/m, nafas: 28x/men, s: 36,5 C
Kepala
: normosefali
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Pulmo
Cor
: I : IC tak tampak
P : IC teraba di ics 4 midclavikularis sinistra
P : (-)
A : SI - II murni reguler(+), m(-), g(-)
Abdomen : I: datar
A : BU(+) normoperistaltik
P : supel, NT (-), pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas
Kulit
A: Morbili
P: Terapi lanjut
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi
demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar biasa. Campak, measles atau rubeola
adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak (paramyxovirus). Campak
memiliki gejala klinis yang khas, sejak gejala prodromal yang dapat ditemukannya batuk,
pilek dan mata merah hingga stadium erupsi timbulnya rash makulopapular dengan
penyebaran yang khas sesuai penyakit campak. Komplikasi campak cukup serius seperti
diare, pneumonia, otitis media hingga menyebabkan kematian. Kematian akibat campak
sering terjadi pada anak dengan malnutrisi terutama di Negara berkembang. Oleh sebab
itu penting untuk mempelajari bagaimana karakteristik dan pengobatan campak. Serta
tidak kalah penting adalah bagaimana cara mencegah agar kejadian campak menurun,
yaitu dengan dilakukannya imunisasi campak pada anak usia 9 bulan.
Makalah ini dibuat agar dapat mempelajari dan menambah pengetahuan mengenai
definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pengobatan,
komplikasi, pencegahan serta prognosis dari penyakit campak sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai campak dan membantu mengurangi angka kejadian
campak..
Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, yang disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Beberapa pengertian campak, yaitu:
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk
makulopapular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 38 0C atau lebih dan
disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah. (WHO)
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalesensi, yang
myxovirus. Pada selubung luar sering kali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein
yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.1,2
Ketahanan virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila
berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperature kamar ia
akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 OC waktu paruh
usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56oC hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu
bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70oC dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin denagn suhu 4-6oC, dapat hidup
selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama
2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.1
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam
20% ether setelah 10 menit dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga
sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone- pada suhu 37 oC dalam 2 jam, ia akan
kehilangan sifat inefektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan
dalam formalin 1/4000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tidak
kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi
antigenik.1
Struktur Antigenik
Virus campak menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan penemuan
laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan
neutralizing antibody, complement fixing antibody dan hemaglutinine inhibition antibody.
Immunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersamasama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari.
Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan
jumlahnya terus terukur. Keberadaan immunoglobulin kelas IgM menunjukkan pertanda
baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan
bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori dapat
dideteksi dari secret nasal dan terdapat diseluruh saluran nafas. Daya efektivitas vaksin
virus campak yang hidup dibandingkan dengan virus campak yang mati adalah adanya
IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan oleh vaksin virus campak hidup.1
Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).1
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara berkembang. Di
Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap
sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak
tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri
bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin
baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat agar untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada
kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit
sebab ruam akan muncul di rongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru, perut dan
usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan anak sesak nafas atau diare, yang dapat
menyebabkan kematian.1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara
tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi
pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Campak akan
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder. Penyulit yang sering dijumpai bronkopneumonia, (75,2%), gastroenteritis
(7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).1
Cangkupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah
bebas campak, seperti halnya di Amerika Serikat. Di Indonesai penyakit campak
mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970, setelah terjadi wabah campak yang cukup
serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan di Pulau
Bangka (65 kematian di antara 407 kasus) pada tahun yang sama. Sampai sekarang
permasalahan campak masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan
kejadian luar biasa campak masih sering terjadi. Menurut kelompok umur kasus campak
yang rawat inap di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan
proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur <1
tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan
8,2% berumur 4 tahun.1
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang
penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama karena akses
pelayanan kesehatan yang sulit, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah
transmigrasi sering terjadi terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah
perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini
tida berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan
kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak.
Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.1
Patogenesis
Penularan sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui
udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di
tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan
virusnya. Virus masuk ke dalam jaringan limfatik lokal, bebas maupun berhubungan
dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa. Hiperplasia dari jaringan limfoid, sel mononuklear yang
terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin/ WarthinFinkeldey reticuloendothelial giant cells), sedangkan limfosit-T yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.1,2
Adanya demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti
diare.
Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat
lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam.
Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.
Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan gejala klinis terjadi setelah masa
Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti
dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis.
Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga
disebut bercak Koplik.
Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabilaa ada komplikasi
infeksi bakteri
Pemeriksaan untuk komplikasi
o Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit
darah, dan analisis gas darah.
o Enteritis: feses lengkap
o Bronkopneumonia dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
Campak memiliki tiga tahapan klinis: tahap inkubasi, tahap prodromal yang
memiliki bercak koplik dan gejala klinis yang ringan, dan tahap akhir yang ditandai
dengan munculnya ruam pada kulit dan demam tinggi. Tahap inkubasi terjadi selama
lebih kurang 10-12 hari sampai munculnya gejala prodromal dan 2-4 hari sampai
timbulnya ruam pada kulit. Suhu tubuh dapat meningkat sedikit selama 9-10 hari dari hari
terinfeksi dan akan menurun dalam 24 jam setelahnya. Pasien mampu menularkan virus
setelah hari ke 9 dan 10 setelah eksposur, bahkan sebelum campak dapat didiagnosa.
Tahap prodromal berlangsung selama 3-5 hari dan ditandai dengan demam yang ringan
hingga menengah (subfebris), batuk kering, pilek, dan konjungtivis. Gejala ini muncul
terlebih dahulu dibanding bercak koplik yaitu 2 sampai 3 hari sebelumnya. Tahap akhir
yang ditandai dengan munculnya ruam kulit, merupakan tahap dimana saat muncul ruam
maka demam pada anak dapat mencapai tingkat tertinggi, bahkan bisa mencapai 40oC.2
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu pilek (Coryza) dan mata meradang (Conjungtivitis) disertai batuk
(Cough) dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki
cirri khas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik). Meskipun demikian
menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya jelas dan sama. Pada pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat
sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam
muncul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.1,2
Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis,
sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu. Seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada
pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak dapat bermanifestasi tidak khas
disebut campak atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubella, demam skarlatina,
ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi Stafilokokus.1
Pengobatan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik (paracetamol/ibuprofen), antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila
diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di
Rumah Sakit, pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan
perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan dan mempertahankan status
nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori).1,3
Vitamin A diberikan 50.000 IU jika umur anak kurang dari 6 bulan, 100.000 IU
per oral diberikan satu kali untuk anak umur 6 bulan sampai 11 bulan dan pada anak usia
1 tahun sampai 5 tahun diberikan 200.000 IU peroral sebagai dosis tunggal. Untuk anak
diatas umur 1 tahun, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.4
Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih tidak diperlukan
pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata
kloramfenicol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan salep
steroid. Untuk perawatan mulut, jaga kebersihan mulut dan beri obat kumur antiseptik
bila pasien dapat berkumur.4
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit
yang timbul, yaitu:1,3
Bronchopneumonia.
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena,
dikombinasikan dengan kloramfenicol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sampai tiga hari demam reda. Diberikan oksigen 2 liter/menit. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif pada
saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan
oleh sel limfosit T yang terganggu fungsinya.
Enteritis.
Pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.
Ensefalitis.
Diberikan kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampicilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari. Perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid (deksametason 1
mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis
samapai kesadaran membaik, bila lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.
Pasien dirawat di ruang isolasi bila suhu lebih dari 39 oC (hiperpireksia), dehidrasi,
kejang, asupan oral sulit, dan adanya komplikasi. Campak menjadi berat pada pasien
dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.3
Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak
dilakukan dengan vaksinasi campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9
15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang diolah
menjadi lemah. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. Vaksin campak
dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumpsrubella (MMR). Vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Dimana imunisasi ini terbagi atas 2 yaitu :1,4
Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin
campak, yaitu : Vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan
(tipe Edmonstone B) dan, vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan
(virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam
aluminium). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah
dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat
sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Dosis baku
minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID-50
atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah
efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan
Immune serum globulin (gamma globulin) dengan dosis 0,25 ml/kgBB
intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah terpapar, atau
sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk bayi, anakanak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta
institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat
perlindungan yang diharapkan.
Pemberian imunisasi untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan
sebagai imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian
pada anak usia sekolah dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS). Saat ini ada beberapa macam vaksin campak:5
-
Monovalen
Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
Kombinasi dengan mumps, rubella, dan varisela (MMRV).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak imunocompromised
yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa
bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. Kesulitan untuk
mencapai dan mempertahankan angka cangkupan yang tinggi bersama-sama dengan
keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibodi maternal hilang
merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada anak-anak di Negara
berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan, dan pada anak-anak di
Negara maju setelah 15 bulan.5
Dosis vaksin campak 0,5 ml, pemberian diberikan pada umur 9 bulan. Cara
pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang terbatas dilaporkan
bahwa pemberian secara intramuscular tampaknya mempunyai efektivitas yang sama
dengan subkutan. Intranasal dan cara inokulasi konjungtiva sampai sekarang masih terus
dilakukan penyelidikan untuk mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B
yang dilemahkan. Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol
didapatkan respons antibody yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9 bulan.
Sayangnya pemberian aerosolini sulit dankurang praktis.1,5
Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang
pada seorang yang telah memiliki imunitas. Kejadian KIPI imunisasi campak telah
menurun dengan digunakannya vaksin campak hidup yang dilemahkan. Gejala KIPI yang
berupa demam yang lebih dari 39,5oC yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai
dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Peningkatan
suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam. Ruam dapat dijumpai
pada 5%, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalopati
pasca imunisasi. Diperkirakan risiko terjadi kedua efek samping tersebut 30 hari sesudah
imunisasi 1 diantara 1 milyar dosis vaksin.5
Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu
indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian sakit kasus
campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. Metode lain untuk mengukur efek
proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka kejadian sakit pada kelompok
anak yang sudah diimunisasi dan mengukur efektivitas vaksin dengan formula (ARUARU)x100/ARU. Keefektivitasan vaksin dapat dihitung dengan memakai pendekatan
kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus dan kontrol yang sudah
diimunisasi. Dari data yang benar, efektivitas vaksin adalah sebesar 90-95% atau lebih.
Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat bermanfaat
apabila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, yaitu lebih dari 95%. Jika
proporsi kasus campak pada kelompok yang sudah diimunisasi masi tetap tinggi berarti
bahwa vaksinnya yang kurang baik.1
Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekunder.
Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder
apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonversi. Berbagai kemungkinan yang
menyebabkan tidak terjadinya serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak
lahir yang dapat menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnya yang rusak,
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari
ke-4 sampai 7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri
kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, diorientasi juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosisringan, dengan predominan
sel mononuclear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas
normal.1
SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
SSPE (Subacute sclerosing panencephalitis) merupakan kelainan demyelinisasi
susunan saraf pusat yang jarang dan kronik, yang disebabkan oleh infeksi virus
campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6- 2,2 per 100.000 infeksi campak,
pada laporan kasus yang dilaporkan di Amerika didapatkan rata-rata 5 kasus per
tahun. Resiko terjadinya SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda (2 tahun)
dengan masa inkubasi rata-rata 6-8 tahun.
Gejala SSPE adalah gejala gangguan neurologic progresif, yang didahului dengan
gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif diikuti oleh inkoordinasi
motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Pada tahap akhir dari SSPE pasien
memiliki ciri tidak merespon, quadriparese, dan refleks tendon hiperaktif.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal (>20%
dari protein total cairan serebrospinal), antibodi terhadap campak dalam cairan
serebrospinal dan serum meningkat, genom virus dapat dideteksi dengan
menggunakan amplifikasi PCR. Tidak ada terapi definitif untuk SSPE. Rata-rata
jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.1,6
Otitis Media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media
purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.1
Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul
enteropati
yang
menyebabkan
kehilangan
protein
(protein
losing
enteropathy).1
Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi
pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk
dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat
pula timbul ulkus kornea.1
Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus, dan kelainan kongenital pada
bayi.1
Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik.6
Kesimpulan
Virus campak (measles virus) adalah virus RNA termasuk genus morbillivirus dan
famili paramyxoviridae. Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah.
Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Campak memiliki tiga tahapan klinis:
tahap inkubasi, tahap prodromal yang memiliki bercak koplik dan gejala klinis yang
ringan, dan tahap akhir yang ditandai dengan munculnya ruam pada kulit dan demam
tinggi.
Pengobatan
bersifat
simtomatik,
dengan
pemberian
antipiretik