Anda di halaman 1dari 16

Limfoma pada Pria 60 Tahun

Enrico Esbianto Syahputra


102011216
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta
Jalan Terusan Arjuna no.6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510.

Pendahuluan
Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu keganasan sistem hematopoietik,
terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma
non-Hodgkin (NHL). Belakangan ini insiden Infoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90%
limfoma Hodgkin timbul dan kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar
kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari
jaringan limfatik di luar kelenjar.1,2 Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka
kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih, menjadi tumor ganas dengan
efektivitas terapi tertinggi dewasa ini. Prognosis limfoma non-Hodgkin lebih buruk, tapi
sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma malignum, kini
dalam hal klasifikasi jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian
atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, ini sangat
membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.3,4
Ananmnesis
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,
aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan
demam, sering berkeringat.1,4
Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler aksila
dan inguinal. Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa
1

nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Mungkin lien dan hati teraba
membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin
Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering
terlibat bersama-sama.1,3,4
Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan laboratorium
1) Hematologi rutin (darah perifer, gambaran darah tepi)
2) Urinalisis
3) Kimia klinik
Pemeriksaan Biopsy
Biopsy KGB dilakukan hanya satu kelenjar yang paling representative,
superficial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/ superficial yang representative,
maka tidak perlu biopsy intra abdominal atau intratorakal. Specimen kelenjar
diperiksa :
Rutin
Khusus

: Histopatologi : REAL-WHO dan working Formulation


: Imunoglobulin permukaan
Histo/sitokimia

Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi. FNAB dilakukan


atas indikasi tertentu. Tidak diperlukan penentuan stadium laparotomi.
-

Bone Marrow
Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsy sumsum tulang dari dua sis spina
iliaca dengan hasil specimen sepanjang 2 cm.
Pemeriksaan Radiologi
Rutin :
1) Toraks foto PA dan lateral
2) CT-Scan seluruh abdomen
Khusus :

1) CT-Scan Toraks
2) USG Abdomen
3) Limfografi, limfosintigrafi
Konsultasi THT
Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau foto saluran cerna atas

dengan kontras.
Cairan tubuh lain
Cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika dilakukan punksi/aspirasi diperiksa

sitologi dengan cara cytospin, di samping pemeriksaan rutin lainnya.


Immunophenotyping
Parafin panel : CD 20, CD 3
2

Diagnosis Kerja
Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Tumor ini merupakan salah astu keganasan system
hematopoetic yang terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu Hodgkins Lymphoma (HL)
dan Non Hodgkins Lymphoma (NHL). Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif
cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari
jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-Hodgkin 60% timbul
dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar.
Tabel 1. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell1
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I
Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
II

ekstralimfatik (IE)
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang

III

letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma

IV

ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)


Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik

Suffix
A
B

Tanpa gejala B
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan


sebelum

diagnosis

ditegakkan

yang

tidak

diketahui

penyebabnya
Demam intermitten > 38 C
Berkeringat di malam hari
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA

Gambar 1. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor1


Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel
besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau
berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak
jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung
hantu (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5

(a)

(b)

Gambar 2. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan
(b) Limfoma Non Hodgkin
Diagnosis Banding

1. Limfoma Non Hodgkin


Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada
pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus,
mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya
limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati
leher local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker
payudara. Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain.
Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama
karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Medistinitis reaktif dan adenopati hilus akibat
histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien
asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati
massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus
disingkirkan dalam keadaan ini.
2. Limfadenitis
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi, merupakan
suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfa dari daerah yang terinfeksi ke kelenjar
limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain menyebutkan bahwa
peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. Peradangan tersebut akan
menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga terasa membesar secara klinik.
Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran getah
bening misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan
membesar dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah
dan teraba hangat.
Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis kronis. Sedangkan jenis
limfadenitis kronis sendiri masih dibagi menjadi menjadi dua macam yaitu limfadenitis
kronis spesifik dan non spesifik atau limfadenitis tuberkulosis. Cara menentukan penyebab
limfadenitis bisa melalui biopsi. Biopsi adalah pengambilan jaringan tubuh untuk
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan jaringan tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyakit atau mencocokkan jaringan organ sebelum melakukan transplantasi organ. Resiko
yang dapat ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan. Jenis
biopsi yang dilakukan untuk mendeteksi jenis penyakit ini adalah biopsi jarum yang
dilakukan untuk mengetahui keadaan dibawah jaringan kulit.2,3
5

3. Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai
organisme yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Streptokokus
dan

bakteri

staphylococcal

adalah

penyebab

paling

umum

dari

limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB


juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening. Ciri khasnya, infeksi
tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari infeksi kulit,
telinga, hidung, atau mata atau dari beberapa infeksi seperti infectious
mononucleosis,

infeksi

cytomegalovirus,

infeksi

streptococcal,

tuberculosis, atau sifilis. Infeksi tersebut bisa mempengaruhi kelenjar


getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh.
Kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar
dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul
adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat
merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging
tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah
gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu
adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis.
Limfadenitis ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal
pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah
akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran
kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat berhubungan satu
sama lain.
Epidemiologi

Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear seiring dengan
usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di negara-negara barat yang
telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur berbentuk bimodal dengan puncak awal
pada orang dewasa muda (15-35 tahun). Dan puncak kedua setelah 50 tahun. Penyakit
Hodgkin lebih prevalen pada laki-laki dan bila kurva insidensi spesifik umur dibandingkan
dengan distribusi jenis kelamin pasien, maka peningkatan prevalensi laki-laki lebih nyata
pada dewasa muda. Pada penyakit Hodgkin anak, predominasi laki-laki ini lebih mencolok
dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti
beranggapan bahwa terdapat peningkatan kerentan yang berhubungan dengan faktor genetik
terkait seks dan hormonal.
Etiologi
Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang biologi penyakit ini. Meskipun masih
banyak yang belum mapan. Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit Hodgkin ini
multifaktorial dan belum jelas benar. Perubahan genetic, disregulasi gen-gen factor
pertumbuhan, virus dan efek imunologis, semuanya dapat merupakan factor tumorigenik
penyakit ini.
Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai
sekarang. Kejangkitan limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan ada
kaitannya dengan keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga menderita limfoma Hodgkin,
maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang
tidak termasuk keluarga itu. Pada orang hidup berkelompok insiden limfoma Hodgkin
cenderung lebih banyak.
Patofisiologi
Secara pathologi, penyakit ini dikarakterisasikan oleh kehadiran sel Reed-Sternberg
dalam Kelenjar getah bening yang secara khusus membuat dan menyimpan sel darah putih
untuk memerangi infeksi. Terdapat 2 jenis lymphocytes: B lymphocytes (sel B) dan T
lymphocytes (atau sel T). Sebagian besar kasus penyakit Hodgkin mulai dalam B
lymphocytes.Karena jaringan getah bening dapat ditemukan di banyak bagian tubuh, maka
penyakit Hodgkin dapat ditemukan hampir di mana saja dalam tubuh. Paling sering dimulai
dari kelenjar getah bening di bagian atas tubuh (dada, leher, atau di bawah lengan). Hal ini
akan menyebabkan penyakit Kelenjar getah bening membengkak dan nyeri tekan pada
7

struktur terdekat, namun kelenjar getah bening juga dapat membengkak karena berbagai
alasan lain, seperti ketika tubuh memerangi infeksi. Sel kanker di dalam tubuh penderita
penyakit Hodgkin sangat unik. Sel kanker tersebut adalah sel Reed-Sternberg. Sel tersebut
adalah abnormal jenis B lymphocyte yang jauh lebih besar dari ukuran lymphocytes pada
umumnya. Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan
Butler sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini
penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Tipe Lymphocyte Predominant: Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah
bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel ReedSternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity: Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel
plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan
merupakan penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai
gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya
lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted: Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma,
sel Reed-Sternberg banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada
orang tua dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala
sistemik. Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis: Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat
kolagen. Sering dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin.
Sering didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar
mediastinum.
Manifestasi Klinis
Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit local dan kemudian menyebar ke
struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non limfoid dengan
kemungkinan kematian pasien. Pasien penyakit Hodgkin umumnya datang dengan adanya
massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah digerakkan dan biasanya tidak nyeri
tekan. Sekitar separuh pasien datang dengan adenopati di leher atau daerah supraklavikula
dan lebih dari 70 persen pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial.
Karena kelenjar tersebut umumnya tidak nyeri, maka deteksi oleh pasien mungkin terlambat
sampai kelenjar limfe cukup besar. Sekitar 60 persen pasien datang dengan adenopati
mediastinum. Hal ini kadang-kadang pertama kali dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks
8

rutin. Kelenjar limfe yang terkena pada penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial
dan berlainan dengan yang terkena pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan
kecenderungan sentrifugal mengenai kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan
abdomen.
Pada 2-5 persen pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena penyakit
Hodgkin dapat tersa nyeri setelah minum minuman beralkohol. Pertumbuhan kelenjar limfe
cukup bervariasi, beberapa lesi dapat menetap dalam jangka lama, sedangkan pada kelenjar
yang lain terjadi regresi spontan dan temporer. 4,5
Stadium & Prognosis Penyakit Hodgkin

Kemungkin untuk sembuh


(angka

Stadium Penyebaran penyakit

harapan

selama 15 tahun tanpa


penyakit lebih lanjut)

Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu


I

bagian

tubuh

Lebih dari 95%

(misalnya leher bagian kanan)


Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau
lebih daerah pada sisi yang sama dari
II

diafragma,
(misalnya

diatas

atau

pembesaran

dibawahnya
kelenjar

90%

getah

bening di leher dan ketiak)


Mengenai kelenjar getah bening diatas &
III

dibawah
(misalnya

diafragma
pembesaran

kelenjar

getah

80%

bening di leher dan selangkangan)


Mengenai kelenjar getah bening dan
IV

bagian

tubuh

hidup

lainnya

(misalnya sumsum tulang, paru-paru atau


hati

60-70%

Penatalaksanaan
Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:

Penyakit yang sudah atau belum pernah diobati.


Penyakit yang dini (st I+II) atau yang sudah lanjut (st III+IV)
Akan memakai sarana-terapi-tunggal (radioterapi atau kemoterapi saja) atau
sarana terapi kombinasi (sarana terapi kombinasi bukan kemoterapikombinasi).

Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat), kemoterapi
kombinasi (memakai banyak obat) dan akhir-akhir ini dikembangkan kemoterapi dosis tinggi
plus pencangkokan Stem Cell Autologus untuk rescue (penyelamatan) aplasi system darah
yang diakibatkan oleh kemoterapi dosis tinggi tadi. (KDT + rPSC autologus).
I.

Kasus-kasus yang sebelumnya belum pernah diobati (terapi awal)

I.1. radio Terapi Saja


Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini (st I+II) A.
kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena itu untuk stadium IA
dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi kuratif saja perlu dilakukan staging
laparotomy untuk memastikan ada tidaknya lesi dibawah diafragma. Bila ada lesi di bawah
diafragma maka radioterapi saja tidak cukupperlu ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila
ada tanda-tanda prognosis yang buruk seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu
kombinasi radioterapi + kemoterapi (kombinasi sarana pengobatan = combined modality
therapy) karena radioterapi saja tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya MOPP 6x
dianggap cukup sebagai adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila tidak ada lesi dibawah
diafragma (dibuktikan dengan staging-laparotomy) untuk stadium IA diberikan radioterapi
extended field, untuk stadium IIA diberikan total nodal irradiation (TNI),dianggap cukup
kuratif.
I.2. Kombinasi Radioterapi dan Kemoterapi
Untuk semua keadaan dimana ada penyakit dibawah diafragma radioterapi harus
ditambah dengan kemoterapi adjuvant, baru dianggap kuratif. Terapi dengan kombinasi
modalitas ini juga diindikasikan bila penyakitnya stadium IIA tetapi pasien menolak
laparotomi atau memang tidak akan dilakukan laparotomi karena ada kontraindikasi. Untuk
10

stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama adalah kemoterapi. Kalau ada lesi
yang besar (bulky mass) dengan tambahan huruf X pada stadiumnya, maka pada tempat ini
ditambahkan radioterapi adjuvant dosis kuratif, sesudah kemoterapi. Kombinasi radio +
kemoterapi ini juga dianjurkan pada mereka yang menunjukkan tanda-tanda prognosis yang
buruk, yaitu : 1. Massa mediastinum yang besar. 2. B-symtoms. 3. kelainan dihilus paru. 4.
histologinya bukan Lymphocytic predominant dan 5. Stadium III.
I.3 Kemoterapi
Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan IV saja,
namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu untuk tempat-tempat
yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi adjuvant pada tempat yang semula
ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka kesembuhan nya cukup tinggi. Banyak ahli
Onkologi Medis memberi kemoterapi sebagai terapi utama sejak stadium II ditambah dengan
radioterapi adjuvant pada bulky mass, dengan demikian keperluan staging laparotomy makin
sedikit, bahkan tidak diperlukan lagi karena tindakan ini terlalu invasif, sedangkan hasilnya
sama saja, namun masih ada silang pendapat terutama antara ahli radioterapi dengan ahli
onkologi medis. Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada yang
mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai sebagai penyebab
timbulnya kanker sekunder dan sterilitas. Adrianisin menyebabkan kelainan jantung;
Bleomisin kelainan paru; terutama bila dikombinasikan dengan radioterapi mediastinum.
Regimen-regimen yang kuratif selalu menggunakan kombinasi obat. Regimen yang
menggunakan alkylating agent, misalnya :
-

M = Mustard nitrogen 6mg/sqm i.v. hari ke 1,8


O = Onkovin = Vinkristin 1,2 mg/sqm i.v. hari ke 1,8
P = Prokarbazin 100 mg/sqm p.o hari ke 1-14
P = Prednison 40 mg/sqm p.o. hari ke 1-14 diulang selang 28 hari bila

memenuhi

syarat.
Modifikasi regimen MOPP ini juga ada yaitu COPP dan LOPP.
Pada COPP M diganti dengan C + Cyclophosphamide 800 mg/sqm i.v. hari ke 1,8
atau 3x50 mg/sqm p.o. dd hari ke 1-14. sedangkan pada LOPP M diganti dengan L +
Leukeren = Chlorambucil 8 mg/sm dd p.o. hari ke1-14.
Regimen yang tanpa alkylating agent misalnya ABVD atau ABV saja.
11

A = Adriamisin 25 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14


B = Bleomisin 10 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14
V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14
(D)= DTIC 150 mg/sqm i.v. hari ke 1-5 diulang selang 4 minggu
Jadi kedua regimen itu dipakai sebagai terapi awal. Kedua regimen itu tidak cross
resistant. Sesuai dengan hipotesis dari Goldie dan Coldman dapat dipakai MOPP dulu, atau
ABV(D) dulu atau begantian MOPP-ABVD-MOPP-ABVD dst atau regimen hibrida MOPPABV(D), hasilnya sama baik, namun masih ada silang pendapat.
II.

Terapi kasus yag telah di obati sebelumnya


Disini dimaksudkan terapi untuk kasus yang relaps, refrakter sejak terapi awal, atau

setelah diobati beberapa kali. Kadang-kadang MOPP atau ABVD masih dapat dipakai untuk
mendapatkan remisi karena dua regimen ini non-cross-resistant, namun angka remisinya kecil
dan cepat kambuh lagi. Kalau kedua regimen baku itu tidak dapat menolong lagi dipakai
regimen-regimen lain yang digolongkan dalam salvage-therapy (= terapi penyelamatan). Jadi
salvage kemoterapi diberikan untuk mereka yang :

mengalami relaps sesudah remisi lengkap


resistant terhadap terapi

Tabel beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada Limfoma Hodgkin
yang Relaps atau Resistant)
V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu
A = Adrianmisin 40 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu
B = Bleomisin 15 U 1-v- tiap minggu sekali
C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. tiap 6 minggu
D = Dakarbasin 800 mg/sqm i-v- tiap 3 minggu

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. hari ke 1

12

E = Etoposid 100 mg/sqm p.o. hari ke 1


P = Prednimustin 60 mg/sqm i.v.hari ke 1,

diberi selang 3-6minggu

E = Etoposid 200 mg/sqm p.o. hari ke 1-5


V = Vinkristin 2 mg/sqm i.v. hari ke 1
A = Adriamisin 20 mg/sqm i.v. hari ke 1,

diberi selang 3 minggu

M = Metil-GAG 500 mg/sqm i.v. hari ke 1-14


I = Ifosfamid 1 gram/sqm i.v. hari ke 1-5
M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. hari ke 3
E = Etoposid 100 mg/sqm i.v. hari ke 1-4,

diberi selang 3 minggu

C = Lomustin 100 mg/sqm p.o. hari ke 1


E = Etoposid 100 mg/sqm h. ke 1-3 dan 21-23
M = Metotreksat 30 mg/sqm p.o. hari ke 1,8,21,28, diberi selang 6 minggu

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1 dan 8 dengan rescue
C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15
H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15
O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22
P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26,

E = Etoposid 120 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15


13

diberi selang 4 minggu

V = Vinblastin 4 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15


A = Ara-C 30 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15
P = Platinum 40 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15,

diulang selang 4 minggu

M = Metotreksat 120 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22 plus rescue


O = Vinkristin 2 mg i.v.h. 15 dan 22
P = Prednison 60 mg/sqm p.o. hari ke 1-14
L = Leukovorin rescue
A = Ara-C 300 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22
C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v. hari ke 1
E = Etoposid 80 mg/sqm i.v. hari ke 1-3,

diberi selang 4 minggu

Regimen-regimen salvage therapy antara lain adalah : VABCD, ABDIC, CBVD, CEP,
EVA, LVB, MIME, M-CHOP, CEM, EVAP, MOPLACE dll. (lihat table IV). Kemajuan
dibidang pencangkokan sumsum tulang atau selbakal (stem-cell)-autologous memberikan
dampak pula pada terapi limfoma yang resisten. Pada kondisi ini diberikan kemoterapi yang
dosisnya sangat tinggi hingga timbul aplasi sumsum tulang (myeloablative chemotherapy),
kemudian dilakukan penyelamatan dengan pencangkokan sel bakal autologus yang diambil
dari darah tepi setelah sebelumnya diberi Hemopoetic Growth Factors.
Populasi yang memerlukan kemoterapi dosis sangat tinggi plus stem-cell rescue
(KDTrPSC) adalah penyakit Hodgkin yang sudah lanjut dengan disertai factor-faktor
prognosis buruk yaitu antara lain :

Mereka yang gagal mendapatkan complete remission (CR) atau partial (PR) yang baik
(stabil) (yang didefinisikan sebagai hal yang sangat mungkin karena adanya fibrosis

residu dengan terapi awal).


Mereka yang mengalami Progresive Disease (PD) saat terapi awal.
CR yang lamanya kurang dari 1 tahun
14

Relaps berulang ( 2x) tanpa melihat lamanya remisi


Adanya gejala-gejala B pada relaps yang pertama
Relaps sesudah sebelumnya mengalami stadium IV

Faktor-faktor tersebut diatas juga merupakan peramal hasil buruk dengan pengobatan
garis ke 2 (salvage therapy); mereka ini calon-calon yang baik untuk KDTrPSC tersebut
diatas. Mereka yang tanpa fakto-faktor buruk tersebut bila relaps masih dapat dicoba dengan
kemoterapi garis kedua untuk mendapatkan CR kedua, namun kemungkinannya hanya 35%
saja, sisanya akhirnya juga memerlukan KDTrPSC; bahkan telah mulai diteliti penggunaan
KDTrPSC sebagai terapi awal, namun kesimpulannya masih belum ada.5,6,7

Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan
gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang
mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi
kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan
pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut
kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi
adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.7

Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama
dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama,
kemungkinan mendapatkan late complication makin besar.
Kesimpulan
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan
berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg, yang memiliki tampilan
15

yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas
yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari
jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Keluhan
penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun lipatan
paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat malam dan
gatal. Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan
inguinal. Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat), kemoterapi
kombinasi (memakai banyak obat). Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini
dapat sembuh atau hidup lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%.

Daftar Pustaka
1. Dessain,

S.K.

2009.

Hodgkin

Disease.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview, 20 April 2016.


2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. serial online. Diunduh dari :
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma, 20 April 2016.
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease Processes,
Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005.
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh Sudoyo,
Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. Phatologic Basis of Diseases 7 th Edition. Philadelphia :
Elsevier & Saunders. 2005.
6. Vinjamaram,
S.
2010.

Lymphoma,

Non-Hodgkin.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview, 20 April 2016.


7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss Med Wkly.
2004.

16

Anda mungkin juga menyukai