Anda di halaman 1dari 90

TENTIR KETERAMPILAN

KLINIK DASAR

Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

2009 BISA!

Daftar Isi
A-1 Anamnesis ...... 1
A-2 Pemeriksaan Fisik Umum & Tanda Vital . 3
A-3 Anamnesis Tumbuh Kembang .... 9
A-4 Pendekatan Klinik .. 13
A-4 Teknik Steril .... 15
A-5 Pemeriksaan Fisik Tumbuh Kembang ... 16
A-6 Pemeriksaan Kepala ..... 21
A-7 Pungsi Vena .... 24
A-8 Pemeriksaan Ekstremitas Atas 26
B-1 Pemeriksaan Fisik Ekstremitas Bawah 34
B-2 Fraktur Tulang Panjang dan Lower Back 39
B-3 Pemeriksaan Fisik Leher . 42
B-4 Pemeriksaan Jalan Napas .. 44
B-5 Injeksi Intramuskular ..... 49
B-6 Pemasangan Kateter . 52
B-7 Rectal Touche .. 54
B-8 Inspeksi Abdomen . 55
C-1 Pemeriksaan Fisik Ginjal dan Ekstremitas .. 58
C-2 Nasogastric Tube 62
C-3 Elektrokardiografi .. 64
C-4 Pemeriksaan Fisik Prekordial 70
C-5 Bunyi Jantung 74
C-6 Pemeriksaan THT dan Swab Tenggorok . 75
C-7 Pemeriksaan Jasmani Paru 78
C-8 Endotracheal Intubation . 87

A-1 ANAMNESIS
Hallo ceman-ceman cemua.. Sepertinya udah pada ngerti banget lah ya materi tentir yang
satu ini, yaitu tentang anamnesissss. Anamnesis itu susah-susah-gampang gemana
getooo Mungkin untuk saat ini, masih susah, karena kita belum paham benar tentang
diagnosis berbagai penyakit. Kalo udah paham plus terbiasa, pasti gampang kok (amin).
Oke langsung saja ke materi ya. Oh ya, teori anamnesis kayak dongeng gitu, jadi kalo mau
dilewatin boleh, mau dibaca juga boleh.
Anamnesis adalah proses wawancara dengan pasien mengenai keluhannya untuk
mengetahui gambaran masalah yang sebenarnya ada pada pasien. Tujuan utama dari
anamnesis itu adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan
penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya, sehingga dari situ bisa dibuat
penilaian tentang keadaan pasien. Pernah denger dari dokter siapa gitu, kalo 80% diagnosis
itu bisa didapat dari anamnesis loh. Inget tuh yang dicari itu informasi yang berkaitan
dengan penyakit pasien, termasuk data-data kaya faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan
juga. Terus kalo udah jago sih entar nanyanya bakal terarah ke diagnosis penyakit pasien
dan udah punya tuh DD-nya di kepala. Biar jago, kita harus punya banyak pengalaman.
Kunci keberhasilan dari anamnesis adalah komunikasi. Jadi, kita harus bisa menanyakan
pertanyaan-pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Yang mesti diingat nih,
pertanyaannya itu harus mudah dimengerti sama sang pasien dengan menyesuaikannya
dengan pengalaman medis pasien. Jadi untuk anamnesis itu kita perlu mengetahui istilah
awam atau bahasa pasarannya, hal ini juga bisa memudahkan komunikasi dan untuk
menghindari kesalapahaman.
Prinsip utama dalam anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat
penyakitnya dalam kata-katanya sendiri. Cara pasien mengutarakan riwayat penyakitnya
mengungkapkan banyak sifat penyakit pasien tersebut. Pengamatan yang cermat mengenai
ekspresi wajah pasien dan juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk nonverbal
yang berharga. Mendengarakan tanpa menyela itu merupakan hal yang penting dan
memerlukan keterampilan.
Perlakukanlah pasien dengan penuh penghargaan. Berhati-hatilah untuk tidak bertentangan
dengan pasien. Kita harus bisa menahan diri untuk tidak berusaha memaksakan standar
moral kita kepada pasien. Di sini pengetahuan tentang latar belakang social-ekonomi pasien
akan membuat anamnesis berjalan lancar.
Penampilan kita juga penting. Pasien mempunyai gambaran yang ideal tentang dokter
dalam benaknya. Kebersihan dan kerapian penting (ini kata-kata dr.X yang rambutnya
kayak landak.hihi). Jadi ada survey yang dilakukan terhadap pasien, yang hasilnya adalah

pasien itu lebih menyukai petugas medis yang memakai jas putih dan memakai sepatu
biasa dan bukannya sepatu olahraga (TIDAAAAAAKKKKK.).

Melakukan Anamnesis
Proses diagnostik dimulai pada saat pertama bertemu dengan pasien. Kita harus menyapa
pasien dengan gelarnya yang tepat (seperti pak, bu, mbak, mas. Waktu itu kata dr.X
sebaiknya jangan manggil bang jadi panggilnya mas aja untuk yang laki-laki mengaku
masih muda dan ga mau dipanggil pak, alasannya saya lupa karena kejadian ini sudah
lama sekali kalo ga salah karena bang itu rasanya kurang formal dibandingkan dengan
mas, gommen ne) trus kenalin diri juga, mengadakan kontak mata, menjabat tangan
dengan kuat dan tersenyum (tapi bukan cengengesan). Dari buku Buku Ajar Diagnostik
Fisik karangan Mark H. Swartz (nemu di guglebuk) ada tulisan seperti ini: panggilan formal
menjelaskan sifat professional dari wawancara itu. Istilah-istilah seperti Sayang atau
Kakek jangan dipakai. Kita harus membuat pasien senyaman mungkin, jadi jangan lupa
pasiennya di suruh duduk. Oiya pas salaman juga sebaiknya kita dalam posisi berdiri, kalo
udah terlanjur duduk ya berdiri dulu lah sebentar untuk salaman dengan sang pasien.
Pewawancara harus duduk di sebuah kursi menghadap langsung pada pasien untuk
membuat kontak mata yang baik. Selama perkenalan itu kita juga sambil mengembangkan
hubungan dokter-pasien.
Kalau perkenalan telah dilakukan, anamnesis dapat dimulai dengan menanyakan
pertanyaan terbuka yang sangat umum, kalo di buku sih kira-kira kaya nanya keluhan
utama gitu deh. Setelah itu dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan keluhan utama seperti lokasinya, bagaimana rasanya, keparahannya, kapan muncul
dan hilangnya, apa yang memicunya, ada yang bikin tambah buruk atau malah membaik,
dan manifestasi lain yang menyertainya. Secara alamiah ini akan berkembang kearah
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagian-bagian formal lainnya dari riwayat
medis, seperti riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial dan
pendidikan, dan tinjauan sistem. Pewawancara harus memilih aspek-aspek tertentu di mana
rincian selanjutnya harus digali dan mengarahkan pasien kepada hal-hal tersebut. Jadi
nanyanya juga ga ngalor-ngidul ga jelas arahnya. Pewawancara harus bersikap waspada
untuk dapat menangkap petunjuk-petunjuk yang tak kentara dari pasien untuk dapat
dipakai sebagai petunjuk untuk pertanyaan selanjutnya.
Pada kesimpulan akhir, kita bisa mendorong pasien untuk membicarakan problem
tambahan lain atau bertanya. Pada saat ini, pewawancara dapat mengucapkan terima kasih
kepada pasien dan memberitahukan kepadanya bahwa kita telah siap untuk memulai
melakukan pemeriksaan fisik.
Oiya selama melakukan anamnesis, sebaiknya kita itu tidak melakukan gerakan-gerakan
yang ga ada hubungannya dengan anamnesis, seperti mainin pulpen, goyang-goyangin
1

kaki, mukul-mukul meja, garuk-garuk pala, jedotin pala ke tembok, ngupil, ngorok, main
BB, dan hal lainnya yang tidak berhubungan dengan anamnesis. Menjaga sikap tubuh yang
condong ke depan dan kaki tidak bersila juga penting tuh, harus terlihat sebagai dokter
yang menyenangkan, baik hati, ramah dan tidak sombong. Trus yang penting juga jaga
kontak mata 70%, jangan nunduk ke bawah terus atau ngeliat ke langit-langit atau asyik
mencatat dan lupa dengan pasien di depannya. Trus kalo ada pertanyaan yang ingin
ditanyakan yang berhubungan dengan keadaan pasien dan penyakitnya dan kita kira-kira
udah tau jawabannya, tetep harus ditanyakan dan jangan berasumsi (kata dr.X seperti itu).
Jadi harus denger dari pasiennya atau penerjemahnya atau yang bisa dipercaya deh.
Teknik Anamnesis

Mendengar aktif.

Adaptive questioning
o Pertanyaan langsung
o Questioning to elicit graded response
o Menanyakan pertanyaan berseri, tapi nanyanya satu-satu
o Multiple choices for answers
o Mengklarifikasi maksud pasien

Komunikasi nonverbal

Fasilitasi merupakan teknik komunikasi verbal atau nonverbal yang mendorong pasien
untuk terus berbicara tetapi tidak mengarahkannya ke satu topik, seperti terus?,
kemudian?, ehm hem, atau hanya sekedar menganggukkan kepala.

Echoing, seperti pengulangan singkat dari perkataan pasien.

Respon empati

Validasi, kalo yang saya tangkep sih kaya mengerti perasaan pasien gitu sih, mirip
refleksi perasaan mungkin.

Reassurance

Summarization

Highlighting transitions, jadi kalo mau pindah topik tuh dibilangin secara eksplisit.

penyalahgunaan zat seperti rokok, alkohol dan obat narkotik, diet, pola tidur dan obatobatan yang sedang digunakan.
Riwayat pekerjaan dan lingkungan. Untuk mempertimbangkan pemaparan dengan zatzat atau lingkungan yang secara potensial dapat menimbulkan penyakit. Semua
pekerjaan dan lamanya bekerja perlu ditanyakan. Pemakaian alat pelindung dan
praktek-praktek kebersihan dan juga pekerjaan di daerah yang berdekatan juga harus
ditanyakan.
Riwayat keluarga. Memberikan informasi mengenai kesehatan seluruh keluarga, baik
yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Jika seorang anggota keluarga
meninggal dunia, umur orang tersebut dan penyebab kematian harus dicatat.
Riwayat psikososial. Mencakup informasi pendidikan, pengalaman hidup dan
hubungan pribadi pasien. Di dalam sini juga termasuk riwayat seksual.

Daftar Pustaka
1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995. p. 3-17.
2. Burnside JW. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC; 1995. p. 11-30.
3. Bickley LS. Bates pocket guide to physical examination and history taking. Lippincott
Williams & Wilkins; 1995. p. 37-45.

Format Riwayat Penyakit

Identitas pasien. Mencakup nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status
pernikahan, suku, agama.

Keluhan utama. Merupakan pernyataan singkat pasien yang menjelaskan mengapa ia


mencari bantuan medis.

Riwayat penyakit sekarang. Menunjukkan perubahan dalam kesehatan akhir-akhir ini


yang membuat pasien mencari bantuan medis sekarang.

Riwayat penyakit yang lalu. Merupakan penilaian kesehatan pasien secara keseluruhan
sebelum penyakit sekarang ini. Riwayat ini mencakup keadaan kesehatan umum,
penyakit yang lalu, cedera, perawatan di rumah sakit, pembedahan, alergi, imunisasi,
2

A-2 PEMERIKSAAN FISIK UMUM DAN TANDA VITAL


A. PENILAIAN FISIK UMUM
Tujuan pemeriksaan fisis umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan umum
pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan (vital sign), keadaan
sakit, keadaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan.
Pemeriksaan fisis mencakup penilaian status mental, keadaan kulit, kelenjar getah bening,
kepala, mata, telinga, hidung mulut dan tenggorokan, leher, jantung, paru, abdomen, serta
refleks-refleks. Hasil pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran umum tentang keadaan
pasien.
Begitu banyak pemeriksaan fisik umum, namun yang akan dibahas dalam bagian ini adalah
penilaian kesadaran dan penilaian bentuk tubuh serta beberapa tambahan lainnya.
Ketika berhadapan dengan pasien, maka amati keadaan umum pasien, mulailah dengan
derajat kesadarannya. Berikan pertanyaan-pertanyaan singkat mengenai dirinya dan
keadaan di sekelilingnya (nama, waktu, tempat pasien berada, dsb).
1.

Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai:


a. Kompos mentis
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di
sekelilingnya.
b. Apatis
Keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan
sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
c. Letargi
Keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk. Istilah lain : suf
(Belanda), drowsy (Inggris)
d. Somnolen
Keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan
rasa nyeri, atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur kembali.
e. Sopor
Keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup,
tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri.
Refleks kornea masih ada meskipun lemah; reaksi pupil positif. Istilah lain: stupor.
f. Koma
Keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas
rangsang tak akan timbul. Refleks apapun tidak didapatkan lagi, bahkan batuk
atau muntah tidak ada.

Teman2, kita telah membahas tentang penilaian kesadaran dan sekarang akan dibahas
tentang penilaian bentuk tubuh. Nah, sebenarnya penilaian bentuk tubuh bisa kita
lakukan pas pertama kali melihat pasien, namun untuk lebih jelasnya harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
2.

Penilaian Bentuk Tubuh


Perhatikan habitus dan bentuk tubuh PS. Lakukan penilaian secara sistematis, mulai
dari kelainan di kepala, wajah, ekstremitas, dan tulang belakang.
Ketika kita menginspeksi pasien salah satu yang bisa kita nilai ialah:
a. Habitus:
- Astenikus
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata/cekung. Angulus costae dan otot-otot
tidak bertumbuh dengan baik.
- Atletikus
Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu terangkat ke atas, dada penuh, perut
rata, lengkung tulang belakang dalam batas normal.
- Piknikus
Bentuk tubuh cenderung bulat, penuh dengan penimbunan jaringan lemak
subkutan.
Berbagai kelainan/bentuk tubuh abnormal dapat dijumpai, misalnya:
Akromegali
Bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar pituitari anterior setelah
tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih besar dari biasanya, hidung, dagu serta
rahang bawah membesar dan menonjol sedemikian rupa, sehingga gigi-gigi rahang
atas dan bawah tidak dapat saling bertemu.
Berbagai keadaan salah bentuk (malformation); misalnya bibir sumbing,
paralisis saraf muka
Kelainan bentuk tulang belakang, berupa:
o Kifosis
Lengkung tulang belakang ke arah belakang yang abnormal; ditemui pada
tuberkulosis tulang, penyakit Paget.
o Lordosis
Lengkung tulang belakang ke arah depan yang abnormal; ditemui pada
tuberculosis tulang pinggul.
o Skoliosis
Lengkung tulang belakang ke arah lateral yang abnormal; ditemui pada
poliomyelitis.
Nah, penilaian di atas merupakan penilaian yang diajarkan di KKD pada bagian
pemeriksaan fisik umum dan tanda vital, tapi disini akan sedikit diberikan tambahan.
3

Pemeriksaan fisik umum sebenarnya ada banyak, tapi insyaallah akan dibahas di tentir
yang dibuat teman2 kelompok lain. Yang akan dibahas dalam kesempatan ini adalah
taksiran umur, cara berbaring dan mobilitas, cara berjalan, keadaan gizi, dan aspek
kejiwaan/status mental.
3.

4.

5.

6.

Taksiran Umur
Taksiran pemeriksa akan umur pasien kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan,
misalnya pada orang normal dengan kelainan pada raut muka, sikap badan, dan warna
rambut atau pada pasien dwarfism, kusta.
Cara Berbaring dan Mobilitas
Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan, dikatakan sikap
berbaringnya aktif, sebaliknya yang lemah, sikap berbaring yang pasif. Mobilitas pasien
yang tidak diharuskan tirah baring, kadang ada yang gelisah contohnya pada pasien
hipertiroidisme.
Cara Berjalan
Pada beberapa penyakit tulang, sendi, dan saraf, cara berjalan dapat memberikan
petunjuk-petunjuk yang sangat berharga, misalnya pasien hemiplegia biasanya
mengangkat kaki yang lumpuh dalam gerakan setengah lingkaran sewaktu ia berjalan.
Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit fleksi bila dibandingkan
dengan yang sehat.
Untuk bagian ini, sepertinya akan lebih diperinci oleh teman2 yang membuat tentir KKD
yang ada di modul muskuloskeletal.
Keadaan Gizi
Penilaian keadaan gizi dapat berupa normal, gemuk atau kurus. Hal ini dinilai dengan
mengukur tinggi serta berat badan.
Untuk menentukan status gizi dapat pula dipakai indeks masa tubuh (IMT). IMT
dihitung dengan rumus IMT= BB (kg)/TB2 (m2). Klasifikasi IMT (kg/ m2):

Oya, ada juga istilah Kakeksia. hehe. Lucu juga pertama kali mendengar istilahnya
dan istilah ini mudah diingat, tp sangat kasihan jika mengetahui artinya. Semoga kelak
kita bisa membantu orang-orang seperti ini kawan.

Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai pada penyakit-penyakit
lama dan berat, misalnya tuberkulosis, keganasan.
7. Aspek Kejiwaan/Status Mental
Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi:
1. Tingkah laku
o Wajar
o Tenang atau gelisah
o Hipoaktif atau hiperaktif
2. Alam perasaan: biasa, sedih, gembira cemas, takut atau marah.
3. Cara proses berpikir
o Wajar
o Cepat, lambat, atau terhambat
o Adanya gangguan waham, fobia, atau obsesi
Hmm, sepertinya untuk materi aspek kejiwaan ini akan lebih di psikiatri.
Nah, berdasarkan data2 yang telah dijelaskan sebelum-sebelumnya, pemeriksa dapat
mengambil kesimpulan tentang keadaan umum pasien, keadaan sakitnya, serta
keadaan gizinya.
B.

PENILAIAN TANDA VITAL

1. Penilaian Denyut Arteri Perifer


Pemeriksaan nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis kanan dan kiri di dekat
pergelangan tangan. Palpasi dilakukan 2 atau 3 jadi. Bila perlu, dapat dilakukan di
tempat lain yang memiliki arteri di dekat permukaan seperti arteri femoralis dan
dorsalis pedis. Yang harus diperhatikan:
1. Frekuensi denyut nadi per menit.
2. Irama denyut nadi
3. Besarnya pengisian nadi
4. Kualitas nadi
5. Tegangan nadi
Mari kita bahas satu persatu..
1. Frekuensi nadi memiliki Range normal pada 60-100x per menit. Bila lebih maka
takikardi dan bila kurang bradikardi. Sebaiknya dilakukan setelah istirahat 5-10
menit. Di bawah 50x per menit kadang-kadang disebabkan hantaran rangsang
jantung terganggu. Keadaan di mana kenaikan suhu tidak sesuai dengan kenaikan
kecepatan nadi disebut bradikardi relatif (biasa pada demam tifoid).
2. Irama denyut nadi ditentukan teratur atau tidak teratur. Keadaan tidak teratur
tersebut biasa saja karena : sinus aritmia, ekstrasistolik, fibrilasi atrial, dan blok
AV.
4

3.

4.

5.

Besar pengisian nadi dibagi menjadi 2, yaitu pulsus parvus (isi kecil) dan pulsus
magnus (isi besar). Penting untuk diukur adalah apakah tiap pengisian sama
atau tidak, bila sama maka ekual, bila tidak unekual. Selain itu, simetris tidaknya
antara ekstremitas kiri dan kanan harus diperhatikan.
Kualitas nadi tergantung pada perbedaan tekanan nadi, apabila perbedaan sistol
dan diastole besar, maka disebut pulsus celer, dan apabila sebaliknya pulsus
dartus.
Tegangan nadi tergantung pada kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri
radialis. Pada arteries yang sklerosis, maka akan mengeras dan menebal serta
kaku. (biasanya tekanan darah juga meningkat)

Keadaan lain yang mungkin terdapat:


Dicrotic pulse : segera setelah terasa pulsasi arteri radialis, teraba lagi puncak
pulsasi berikutnya
Pulsus paradoksus : keadaan di mana saat inspirasi nadi lemah dan mengeras
saat ekspirasi. Apabila nadi tetap lemah pada awal sampai akhir inspirasi dan
kembali nmormal saat awal ekspirasi, maka disebut pulsus paradoksus mechanicus
(pada pasien perikarditis adhesive).
Pulsus alternans : Saat denyut nadi kuat dan lemah silih berganti. Denyut lemah
dapat disebabkan melemahnya kontraksi miokard.
Pulsus bigeminus : keadaan di mana nadi terjadi dua kali berturut kemudian
disusul pause yang lama. Biasa pada intoksiskasi digitalis.

2. Pengukuran Tekanan Darah


Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh darah. Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum yang
dicapai saat ventrikel berkontraksi (sistol), sementara tekanan diastolik merupakan
tekanan minimum saat ventrikel berelaksasi (diastol). Di dalam KKD tanda vital yang
kita lakukan, pengukuran tekanan darah pada a. brakhialis dilakukan dengan dua cara,
yaitu auskultasi dan palpasi. Cara ini merupakan pengukuran tekanan darah
secara tidak langsung. Sementara pengukuran secara langsung dengan
memasukkan kateter dianggap invasive, sehingga jarang dilakukan. Tekanan
sebesar 100 mmHg menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong
kolom air raksa melawan gravitasi sampai setinggi 100 mm.
Berikut ini klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut JNC VII.
Tekanan darah
< 120/80 mmHg
120-139/80-89 mmHg
140/90 mmHg
140-159/90-99 mmHg
160-180/100-109 mmHg

Kategori
Normal
Prehipertensi
Hipertensi
Stage 1
Stage 2

Secara umum, awal dari pengukuran tekanan darah adalah:


1. PS dalam keadaan duduk tenang
2. Pasang manset sfigmomanometer pada lengan kanan PS, syarat pemasangannya
adalah:
a. Lengan baju digulung supaya tidak terlilit manset
b. Tepi bawah manset + 2-3 cm di atas fossa cubiti
c. Balon dalam manset harus menutupi lengan atas sisi ulnar (di atas a. brachialis),
tetapi pipa karet jangan menutupi fossa cubiti
d. Manset diikat cukup ketat. Ukuran lebar balon dalam manset. 20% lebih besar
dari diameter lengan dan panjang cukup melingkari lengan.
3. Palpasi a. brakhialis (untuk tempat meletakkan stetoskop di daerah fossa cubiti) dan
a. radialis. Perabaan keduanya penting pada pengukuran secara palpasi.

Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku
lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi
lengan sebaiknya setinggi jantung.
Cara auskultasi:
1. Pasang stetoskop di telinga, pompa manset sembari meraba a. radialis/ a. brachialis
sampai denyut tidak teraba. Perabaan ini dilakukan untuk menghindari silent gap
(nah, biasanya saat tekanan manset diturunkan, bunyi Korotkoff dapat hilang pada
tekanan diatas diastole, dan kemudian muncul kembali pada tekanan lebih rendah
hal inilah yang disebut silent gap atau auscultary gap)
2. Naikkan tekanan dalam manset sebesar + 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpasi.
(apabila denyut sudah tidak teraba, maka tekanan sistolik telah dilampaui).
Dianjurkan untuk menurunkan tekanan dengan kecepatan + 2-3 mmHg per interval
denyut nadi. Bila terlampau cepat, nilai yang dicari dapat luput/lebih rendah daripada
seharusnya. Bila terlampau lambat, darah terlalu lama terbendung di lengan sehingga
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, yang juga akan mempengaruhi hasil
pengukuran.
3. Letakkan stetoskop sesuai letak a. brachialis. (Stetoskop tidak perlu ditekan kuat
karena dapat menimbulkan pembendungan, cukup dengan meletakkan stetoskop
hingga semua tepi corong merapat pada kulit
4. Sambil melakukan auskultasi, tekanan manset diturunkan secara perlahan (+2-3
mmHg/s) dan tetapkan kelima fase Korotkoff. Bunyi Korotkoff dihasilkan dari aliran
turbulensi darah yang mengalir setelah tekanan diturunkan mencapai tekanan sistolik.
Berikut ini fase pada bunyi Korotkoff:

a.
b.

Sudden appearance of clear, but often faint, tapping sound growing louder
during the succeeding 10 to 14 mmHg fall in pressure.
The sound takes on a murmuring in quality during the next 15 to 20 mmHg fall
in pressure.
5

c.

Sound changes little in quality but becomes clearer and louder during the next 5
to 7 mmHg fall in pressure.
Muffled quality lasting throughout the next 5 to 6 mmHg fall in pressure. After
this all sound disappears.
Point at which sound disappear. tekanan lebih kecil dari tekanan diastolic
darah mengalir secara laminar sehingga tidak terdengar bunyi.

d.
e.
5.
6.

Catat hasil pengukuran (tekanan sistolik/ tekanan diastolic mmHg) metode lama:
TS (fase I), TD (fase IV). Sementara metode baru: TS (fase I), TD (fase V).
Ulangi pengukuran dan hasil pengukuran merupakan rata-rata dari kedua
pengukuran. Saat melakukan pengukuran kembali, air raksa harus dikembalikan paa
angka 0 (menghindari pembendungan). Beri waktu istirahat 2-3 menit untuk
memulihkan aliran darah di distal pembendungan.

1.

2.

Cara palpasi:
1. Tanpa stetoskop, pompa manset sembari meraba a. radialis hingga tidak teraba
kembali, dan tambahkan tekanan manset sebesar 30mmHg.
2. Turunkan tekanan manset secara perlahan-lahan + 2-3 mmHg/detik sambil melakukan
palpasi pada a. radialis. Tepat pada saat denyut a. radialis teraba lagi, manometer air
raksa menunjukkan angka tekanan sistolik PS tersebut.
3. Ulangi pengukuran seperti langkah 10-12 sehingga didapatkan 2 hasil pengukuran
untuk mendapatkan nilai rata-rata, dan catat hasilnya.
3.
Perbedaan pengukuran pada auskultasi dan palpasi:
a. Pada auskultasi didapatkan tekanan sistolik dan diastolik, sementara pada palpasi
hanya didapatkan tekanan sistolik
b. Tekanan darah pada cara palpasi biasanya lebih rendah 2 - 5 mmHg dibandingkan
dengan cara auskultasi (adanya kesulitan saat pulsasi pertama kali teraba)

Frekuensi pernapasan PS (merasakan gerakan naik turun dinding abdomen)


- Frekuensi pernapasan dihitung selama 1 menit.
- Frekuensi pernapasan yang normal adalah 12 18 kali per menit.
- Pernapasan <12x/menit disebut bradipnea, ditemukan pada pemakaian obat
narkotik atau terdapat kelainan serebral
- Pernapasan >18x/menit disebut takipnea, ditemukan pada pneumonia,
anxietas (kecemasan), asidosis.
Sifat pernapasan PS:
- Torakal (gerakan dinding dada lebih dominan dibandingkan gerakan dinding
perut), terdapat pada pasien dengan tumor dalam perut.
- Abdominal (gerakan dinding perut lebih dominan dibandingkan gerakan dinding
dada), terdapat pada pasien PPOK lanjut.
- Kombinasi [ jenis pernapasan ini yang terbanyak, terdiri dari pernapasan
torako-abdominal (umumnya pada wanita sehat) dan pernapasan
abdomino-torakal (umumnya pada laki-laki sehat)]
Pada pernapasan torako-abdominal gerakan dada/pernapasan torakal sedikit lebih
dominan,
sedangkan
pada
pernapasan
abdomino-torakal
gerakan
perut/pernapasan abdominal sedikit lebih dominan. Hal ini disebabkan bentuk
anatomi dada dan perut pada wanita dan pria memiliki perbedaan.
Lihat apakah terdapat bagian dada yang tertinggal, atau pemakaian otot-otot
bantu pernapasan saat bernapas (misalnya pasien TB Paru atau PPOK)
Penilaian kedalaman pernapasan, yaitu napas dangkal dan napas dalam.
Berikut ini adalah beberapa kelainan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
- Napas cepat dan dangkal (takipnea)
- Napas cepat dan dalam (hiperpnea/hiperventilasi)
- Napas lambat (bradipnea)

3. Penilaian Pernapasan
Check List
No

PENILAIAN LANGKAH KEGIATAN PENILAIAN PERNAPASAN

1.

Memberi instruksi kepada PS untuk berbaring terlentang


Merasakan gerakan naik turun dari dinding abdomen dengan meletakkan telapak
tangan di dinding abdomen, untuk menentukan frekuensi pernapasan PS
(penilaian selama 1 menit)
Menentukan dengan benar sifat pernapasan PS (abdominal/torakal/kombinasi)
Melakukan penilaian kedalaman pernapasan (dalam atau dangkal)
Menentukan jenis irama pernapasan
Melaporkan secara lisan seluruh penilaian pernapasan meliputi frekuensi pernapasan
selama 1 menit, sifat, kedalaman dan jenis irama pernapasan
Menuliskan hasil penilaian pernapasan pada lembar yang disediakan

2.
3.
4.
5.
6.
7.

4.

Jenis irama pernapasan


- Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase-fase inspirasi-ekspirasi
yang teratur bergantian.

Pernapasan mendesau (ekspirasi memanjang), napas bersela dengan desau


yang sering. Seringkali dikaitkan dengan sindrom hiperventilasi. Apabila hanya
ditemukan sesekali masih termasuk normal.
Pernapasan Cheyne Stokes, terdapat periode apnea (berhentinya gerakan
pernapasan) kemudian disusul
periode hiperpnea (pernapasan
mula-mula kecil amplitudonya
kemudian cepat membesar dan
kemudian mengecil lagi). Siklus ini
terjadi berulang-ulang. Terdapat
pada pasien dengan kerusakan
otak, hipoksia kronik karena
terlambatnya
respon
reseptor
klinis medula otak terhadap
pertukaran gas.
Pernapasan Biot (pernapasan
ataxic), bentuk pernapasan tidak
teratur mengenai cepat dan
dalamnya. Terdapat pada cedera
otak.

4. Pengukuran Suhu
Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus yang merupakan pusat regulasi panas di otak. Panas
tubuh dihasilkan melalui proses metabolisme yang sebagian besar berasal dari otot dan
aktivitas kelenjar. Misalnya, ketika otot bekerja, hal itu akan menghasilkan panas. Begitu
juga ketika kita sedang merasa marah atau bahagia, kelenjar adrenal akan teraktivasi
sehingga kita merasa hangat. Produksi panas juga dapat berkurang jika kita berada di
tempat yang dingin, mengalami syok, atau mengonsumsi obat tertentu. Hipotalamus akan
mendeteksi perubahan-perubahan ini dan melakukan penyesuaian.

Suhu Tubuh Normal


Range suhu tubuh normal sebenarnya cukup sempit, namun perbedaan beberapa derajat di
luar range itu dapat dianggap normal jika orang yang mengalaminya tidak menunjukkan
tanda-tanda demam atau hipotermia. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain:
1. Waktu
Suhu tubuh manusia biasanya lebih rendah di pagi hari dan lebih tinggi di siang dan
sore hari.
7

2.
3.

Usia
Suhu tubuh normal untuk neonatus lebih tinggi daripada orang dewasa.
Faktor lain
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu tubuh antara lain ovulasi, kelahiran
bayi, dan perbedaan metabolisme pada masing-masing individu.
Berikut ini akan ditampilkan tabel range suhu tubuh normal.

Peningkatan Suhu Tubuh


Peningkatan suhu tubuh terjadi saat produksi panas tubuh meningkat dan pelepasan
panas berkurang. Jika panas tubuh meningkat, akan terjadi demam. Demam biasanya
merupakan pertanda adanya penyakit atau tubuh sedang melawan suatu infeksi.

Penurunan suhu tubuh


Suhu tubuh yang kurang dari normal disebut hipotermia. Hipotermia dapat disebabkan
oleh paparan terhadap udara dingin yang berlebihan. Penurunan suhu tubuh
menyebabkan berkurangnya metabolisme dan kebutuhan tubuh akan oksigen. Namun
hipotermia yang parah memerlukan penanganan segera dan dapat menyebabkan
kematian.
Mengukur Suhu Tubuh
Terdapat beberapa tempat yang bisa digunakan untuk mengukur suhu tubuh, antara
lain oral (mulut), rektum, aksila (ketiak), timpani (lubang telinga), dan arteri temporalis
(dahi). Namun yang akan dibahas di sini adalah pengukuran suhu tubuh secara oral,
rektum, dan aksila.

saja mengalami bedah mulut, memiliki cedera di bagian oral, pasien dengan kondisi
harus bernapas lewat mulut, atau yang sedang menerima oksigen. Karena, saat suhu
sedang diukur, pasien harus mampu menjaga daerah sublingual tetap tertutup.

Waktu KKD, kita mempelajari tentang pengukuran suhu oral, berikut ini adalah langkahlangkahnya:
1. Bersihkan termometer maksimum dengan alkohol.
2. Turunkan meniskus air raksa sampai di bawah skala dengan mengayun-sentakkan
termometer tersebut beberapa kali.
3. Letakkan reservoir termometer di bawah lidah dan suruh PS menutup mulutnya
rapat-rapat.
4. Diamkan selama 3 menit, kemudian baca dan catat suhu mulut PS.

Pengukuran suhu melalui rektum sangat akurat karena termometer ditempatkan dalam
ruangan tertutup, namun memiliki kekurangan karena menimbulkan rasa tidak nyaman
untuk pasien. Metode ini digunakan pada pasien yang dikontraindikasikan untuk
pengukuran suhu tubuh secara oral (meski metode timpani dan arteri temporalis lebih
sering digunakan). Pengukuran suhu rektum dikontraindikasikan bagi pasien yang baru
mengalami operasi rektum atau vagina, atau sedang dalam kondisi diare, kolitis, atau
kanker rektum.

Pengukuran Suhu Oral


Metode untuk mengukur suhu tubuh secara oral cukup mudah dan sering digunakan.
Cara ini lebih akurat daripada pengukuran suhu aksila namun kurang akurat
dibandingkan pengukuran suhu rektum. Jika pasien yang akan diukur suhunya baru
saja meminum minuman yang terlalu panas atau dingin atau habis merokok, tunggu 15
menit sebelum mengukur suhunya. Jangan gunakan metode ini untuk pasien yang
tidak sadar atau kejang. Jangan juga digunakan untuk anak-anak karena mereka bisa
menggigit termometernya. Metode ini dikontraindikasikan untuk orang-orang yang baru

Pengukuran Suhu Rektum

Pengukuran Suhu Aksila


Pengukuran suhu aksila adalah yang paling tidak akurat di antara cara pengukuran
lainnya, sebab kulit aksila tidak dapat menutup sempurna untuk membentuk ruangan
tertutup di ujung termometer. Metode ini biasa digunakan untuk memeriksa suhu
tubuh neonatus. Untuk pasien selebihnya, metode ini hanya digunakan jika metode
lainnya menjadi kontraindikasi. Sekian tentir pemeriksaan fisik umum dan tanda vital,

semoga bermanfaat,, tetap semangat dan semoga sukses!! 2009 BISA!!


8

A-3 ANAMNESIS TUMBUH KEMBANG


Kali ini kita akan mereview beberapa hal terkait tumbuh kembang anak. Buat apa ? Sebagai
pedoman untuk kita dalam menganamnesis.
Yuk kita mulai...
Ingat kalau tumbuh kembang itu mengandung dua hal, yaitu tumbuh dan kembang.
Teman2 juga udah pada tau kan, kalau pertumbuhan itu artinya pertambahan jumlah,
ukuran, dan dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Ini bersifat kuantitatif.
Contoh : tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, umur tulang, dan keseimbangan
metabolik.

6.

Pola perkembangan anak dalam keluarga


Coba tanyakan bagaimana dengan saudaranya, atau bahkan anggota keluarga lainnya
mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan mereka. Karena terkadang memang
ada keluarga yang tumbuh kembangnya terhambat atau malah terlalu cepat.

Dari pemaparan di atas, maka ternyata kita perlu mengingat lagi nih, bagaimana milestone
perkembangan anak yang normal.
Ada beberapa hal yang perlu dilihat ketika kita menganalisis pola tumbuh kembang anak,
yaitu tumbuh kembang fisik, kognitif, sosial dan emosional.

Nah, sedangkan perkembangan adalah suatu rangkaian bertambahnya kemampuan


dalam struktur dan fungsi tubuh yang memiliki pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil proses pematangan.
So, kita dapat meihat bahwa pertumbuhan lebih berkaitan dengan fisik sedangkan
perkembangan lebih berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Tapi mereka ini
terjadi secara sinkron pada setiap individu.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam anamnesis tumbuh kembang anak adalah
sebagai berikut :
1. Anamnesis faktor prenatal dan perinatal
Di sini kita bisa tanyakan faktor risiko yang mungkin berhubungan dengan kondisi yang
terlihat pada anak selama kehamilan. Atau kita bisa tanyakan penyakit keturunan,
bahkan kita bisa menanyakan apakah ada perkawinan antar keluarga.
2. Usia Kelahiran
Kok penting sih mengetahui sang anak lahir prematur, matur, atau postmatur. Karena
saat anak lahir prematur maka kita dapat memperkirakan adanya proses pertumbuhan
intrauterine yang terlewatkan. Atau saat postmatur mungkin terjadi insufisiensi
plasenta.
3. Anamnesis harus menyangkut faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan anak
Misal kita tanyakan bagaimanakah perkembangan motorik anak kemudian kita kaitkan
dengan berat badan anak. Atau kita bisa juga bertanya apakah sang anak diberikan
kesempatan untuk mencoba melakukan sesuatu sendiri, contoh : mencoba makan
sendiri.
4. Penyakit yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan malnutrisi
5. Anamnesis kecepatan pertumbuhan anak
Anamnesis yang teliti tentang milestone perkembangan anak akan membuat kita
mengetahui tingkat perkembangan anak tersebut.
9

Berikut ini adalah pola tumbuh kembang anak mulai dari lahir hingga usia 1 tahun.

Kemudian gambar berikutnya memperlihatkan pola tumbuh kembang anak usia 1 hingga
5 tahun.

Lalu, pola tumbuh kembang anak usia 5 hingga 10 tahun.

10

Dan akhirnya sampailah ke pola tumbuh kembang usia anak 11 hingga 20 tahun atau
kita kenal dengan masa remaja.

a.

Berat badan

Tabel di atas lebih memperlihatkan BB pada anak yang baru lahir. Kemudian kita akan
melihat BB anak selama masa pertumbuhan. Pada fase bayi hingga anak-anak, umumnya
pertumbuhan BB anak baik laki-laki maupun perempuan adalah sama. Akan tetapi, ketika
mulai masuk masa pubertas mulai terlihat perbedaan. Remaja perempuan akan mengalami
pubertas terlebih dulu dibanding laki-laki. Perlu diketahui bahwa growth spurt terjadi di
masa pubertas tersebut. Perempuan mengalami pubertas sekitar usia 8 hingga 18 tahun,
sedangkan laki-laki saat berusia 10 hingga 20 tahun.
Berikut ini adalah gambaran pertumbuhan BB pada perempuan dan laki-laki.

Kalau dilihat2 kayaknya penjelasan di atas lebih mengarah ke perkembangan gak sih ??
Nah, kalau untuk pertumbuhannya gimana dong?
11

b.

Tinggi Badan
Kalau pada anak-anak hingga dewasa, kita memang mengenal istilah tinggi badan.
Akan tetapi, pada bayi lebih sering disebut panjang badan. Mengapa? Karena dari
cara mengukurnya di mana bayi harus diukur dalam keadaan berbaring.

c.

Lingkar Kepala
Lingkar kepala anak saat lahir sekitar 34 cm. Dan proporsi lingkar kepala pada
neonatus memang lebih dominan daripada lingkar dada. Akan tetapi, lama-kelamaan
pertumbuhan lingkar kepala akan lebih lambat dibandingkan dengan lingkar dada
sehingga akan kita dapatkan proporsi tubuh seperti kita saat ini.

Perlu diingat bahwa lingkar kepala anak juga menggambarkan pola perkembangan otak.
Fungsi otak akan berkembang pesat saat baru lahir hingga usia 2 tahun. Sedangkan
pertumbuhan otak setelah itu lebih kepada pertambahan jumlah selnya bukan pada
sinapsnya. Meskipun tetap ada pembentukan sinaps-sinaps.

Ya, teman2.. itulah sedikit tentang pola tumbuh kembang anak yang akan memandu kita
untuk menilai apakah anak tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
baik, atau malah sebaliknya. Untuk cara penghitungan BB, TB, dan LK, bisa dibaca di
checklist. Atau mungkin akan dijelaskan di tentir PF Tumbang.
Sekarang kita sedikit melirik pada imunisasi dan perkembangan pola makan pada anak.
Imunisasi pada anak
Lima Imunisasi Lengkap:
BCG

diberikan 1 kali

pada usia 1 bulan

DPT

diberikan 3 kali

pada usia 2,3,dan 4 bulan

Polio

diberikan 4 kali

pada usia 1,2,3, dan 4 bulan

Campak

diberikan 1 kali

pada usia 9 bulan

Hepatitis B

diberikan 1 kali

pada usia 0-7 hari

12

Perkembangan pola makan anak hingga usia 1 tahun.

A-4 PENDEKATAN KLINIK

Jujur aja ni,, bingung mau bikin kyk gmn utk tentir pendekatan klinik,, soalnya kan kalo dlm
kenyataannya ni smacam dskusi gt. Jdi dlm tentir ini cm dbhas yg bhubungan dgn kasus
(kasus tdk akan dcantumkan lg).. maaf ya kalo ada kekurangan ato kesalahan,,huhuhu..
dtunggu saran dn kritikny.. :D
IDENTITAS:
Nama: ga ada
Jenis kelamin: jelas perempuan lah ya..hehe
Usia: 28 th
Pekerjaan: wirasawasta
Alamat: jalan Marzuki nomor 42 kelurahan Penggilingan Jakarta Timur
Agama: Islam
Suku: Sunda
Keluhan Utama: (ini merupakan masalah utama yang bikin si pasien dtg ke tmpt praktik

kalian.. *uda pada tau kan ya,,hehe)


sesak nafas yang memberat saat beraktivitas sejak 1 minggu sejak masuk rumah sakit

Dari keluhan utama berupa sesak ini, kita bisa mulai berpikir apakah ini masalah jantung
ato paru ato masalah yg laen. Tapi untuk spesifiknya ,sesak nafas pd penyakit jantung
terjadi karena kongesti vena pulmonalis, shg biasanya gejala ini akan disertai dengan
orthopnea (tidur dgn bantal bertumpuk2) dan paroxysmal nocturnal dyspnea (terbangun
malam hari krn sesak).
Riwayat Penyakit Sekarang : (kalo yg ini masih berhubungan dgn keluhan utama,,)
Sejak 1 minggu sebelum msuk RS pasien mengaku sesak napas yang memberat saat
bekerja di warungnya. Hal ini dipicu oleh pasien mengangkat beban berat dan pada
akhirnya menimbulkan sesak yang semakin lama semakin berat dan dada terasa berdebardebar, sesaknya akan berkurang bila pasien duduk istirahat.

Alhamdulillah, untuk teori dalam anamnesis tumbang sudah selesai. Terus jaga
semangatnya, dan jangan lupa turut menyemangati yang lainnya. insyaAllah kemudahan
akan diberikan kepada kita semua saat ujian kelak. Dan pada akhirnya, kita semua bisa
tertawa lepas bersama-sama, sambil berkata Yap, kita lulus dengan nilai yang luar biasa

3 hari sebelum masuk RS pasien tidur dengan 3 bantal / Orthopnea (+) dan sejak 2 hari
sebelum msuk RS suka terbangun malam hari karena sesak / PND (+). Sesak akan
berkurang bila pasien duduk dan kemudian pasien bisa tidur kembali. Pasien juga
menyadari kaki pasien tampak bengkak sejak 2 hari sebelum masuk RS yang semakin
bertambah pada sore hari dan hilang pada pagi hari.

Nah, tanda2 ini sudah mengarah ke gagal jantung kongestif,


Hayoo.. kalo ngliat riwayat sesak nafasnya pasien ini termasuk yg mana,, menurut
klasifikasi NYHA??
13

Riwayat Penyakit Dahulu :

9 tahun pasien pernah sakit tenggorakan disertai sendi lutut bengkak, merah dan
sakit ketika itu pasien berobat ke mantri dan gejala membaik.
o Menurut kami, awalnya pasien ini terinfeksi bakteri streptococcus beta-

hemolyticus.

11 tahun pasien merasa sesak nafas bila pasien ikut kegiatan olahraga lari di
sekolah. Juga sering merasa sesak dan badan lemas bila berjalan jauh.
o Tanda-tanda ini mrupakan tanda gagal jantung, ini merupakan komplikasi dari

14 tahun pasien dirawat karena sakit tifus dan dokter yang merawat juga
mengatakan jantungnya bocor.
o Kalo kata dokter KKD, pernyataan jantung bocor, bisa jadi sebenarnya pasien ini

penyakit jantung reumatik yang terjadi karena infeksi bakteri berulang.

memiliki penyakit jantung bawaan, maka dari itu perlu kita perdalam pertanyaan
tentang bagaimana riwayat kelahirannya dan bila perlu minta gambar radiologi yg
menunjukkan jantungnya benar2 tdpt kelainan atau ada kebocoran spt yg
dikatakan oleh dokter terdahulu.

Saat melahirkan Anto pasien merasa sesak dan perlu dibantu alat dan pasien
dianjurkan dokter untuk tidak hamil lagi
o Anjuran ini menunjukkan bahwa kelainan jantung yg dialami pasien sudh cukup

parah.

Riwayat penyakit paru disangkal

Riwayat penyakit keluarga: Riwayat Sosial


Sejak 2 tahun lalu pasien membuka warung di rumah karena suami terkena PHK.
Penghasilan dari warung sangat membantu pendapatan rumah tangga karena pasien
tinggal di lingkungan yang padat di jalan Marzuki nomor 42 kelurahan Penggilingan Jakarta
Timur. Pasien menjual kebutuhan pokok rumah tangga termasuk minyak tanah, beras dan
minuman aqua galon. Bila mengangkat beras atau minyak tanah pasien merasa sesak.
Biasanya pasien tidak mengangkat barang berat karena dibantu oleh suami. Sejak 1 minggu
lalu suami pasien pulang ke Kutoarjo untuk menjenguk ayah yang sakit keras. Suami pasien
dari suku Jawa.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat

Keadaan Vital : tekanan darah 120/ 70 mmHg, nadi 120 kali per menit, teratur, isi
cukup, nafas 26 kali permenit, temperature 36,8 derajat celscius.

Mata : konjungtiva tak pucat, sclera tak ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, kelenjar getah bening tak teraba, kelenjar tiroid tak
membesar
o Naiknya JVP ini krn peningkatan tekanan di atrium kanan.

Jantung :
a. Inspeksi : iktus kordis terlihat di sela iga 5,
b. Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral garis midklavikular kiri di sela iga ke 5,
heaving (-), thrill (-),
c. Perkusi : batas jantung kanan linea sternalis kanan, batas jantung kiri 1 jari lateral
garis midklavikular kiri di sela iga ke 5, pinggang jantung sela iga 2 garis
parasternalis kiri.

Pada palpasi dan perkusi ditemukan pembesaran ventrikel kiri


d. Auskultasi : bunyi jantung 1 mengeras, middiastolik murmur pada apeks kordis
menjalar ke lateral, gallop (-).

Pada pasien ini Middiastolik murmur ini menunjukkan stenosis katup mitral.

Hal lain yang memperkuat pernyataan ini adalah riwayat pasien yang pernah
faringitis dan stenosis ini karena PJR-nya.

Paru terdengar bunyi tambahan (ronki), abdomen hati membesar (hepatomegali), kaki
bengkak (edema)

Bunyi ronki menunjukkan edema paru, kalo hepatomegali dan kaki bengkak ini

tanda-tanda gagal jantung kanan.


RADIOLOGI
Hal yg bs dilihat di gambar hitam putih ini adalah:
1. Pertama, laporkan dulu CTR-nya (cardio-thoracic ratio), pada pasien ini CTR > 50%)
kardiomegali
2. Pinggang jantung (-) / tidak ada pembesaran atrium kiri
3. Paru-nya keliatan rame (hehe..) ada edema paru
Dgn adanya pembesaran atrium kiri,, makin cocok nih kalo pasien mengalami stenosis
katup mitral..
ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
1. Frekuensi nadi = 125 x/menit
2. Gelombang P = normal
3. Interval PR = 0,16 s (normal)
4. Durasi QRS = 0,1 s (normal)
5. Aksis QRS I = sudut 96,34o (I = -1, aVF = 9)
6. Poor R progression
7. ST elevasi = tidak ada
8. ST depresi = tidak ada
9. Lain lain = Terdapat inversi T (menandakan iskemia) di II, III, aVF (inferior), dan V1V5 (anterior)
10. QTc = 0,604

Diagnosis: Left Ventricular Hypertrophy, RAD, dan Righ Ventricular Hypertrophy sehingga
kesimpulannya perempuan ini menderita Congestive Heart Failure (CHF).
14

A-4 TEKNIK STERIL


1. 6 Langkah Mencuci Tangan Higienis
Mencuci tangan adalah cara yang paling mendasar dan yang paling penting dalam
mengkontrol infeksi. Jadi sebenernya mencuci tangan itu tujuannya untuk
menghilangkan mikroorganisme jahat yang ada di tangan karena bisa mengurangi
jumlah mikroorganisme yang berpotensial untuk menginfeksi dan juga menginterupsi
kesempatan si mikroorganisme untuk berpindah ke pasien. Nah cuci tangan harus
dilakukan secara menyeluruh, konsisten dan sesuai supaya perpindahan tadi ga terjadi
antara petugas kesehatan dengan pasien dan sebaliknya.
Berikut adalah indikasi untuk mencuci tangan dan dilakukan sebelum dan sesudah:
a. Menyentuh pasien, karena kontak kulit adalah mekanisme transportasi yang paling
mudah bagi mikroorganisme.
b. Melakukan prosedur invasif, karena pasien yang memerlukan prosedur invasif
sering memiliki risiko tinggi penularan terhadap mikroorganisme.
c. Merawat pasien yang rentan, seperti orang-orang yang immunocompromised
berat, karena mudah terinfeksi oleh organisme mereka sendiri dan sistem
kekebalan tubuh mereka terganggu.
d. Merawat bayi yang baru lahir, kita semua sudah tau ya kalau bayi baru lahir
kekebalan tubuhnya masih belum berfungsi secara baik
e. Merawat pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi bakteri
Mencuci tangan pastinya dilakukan pada air yang mengalir dan sebaiknya
menggunakan sabun antiseptik. Kuku petugas kesehatan harus pendek, yang
menggunakan cincin juga harus dilepas. Untuk membukan dan menutup keran,
biasanya menggunakan siku ya. Nah, selanjutnya, bagaimana prosedur mencuci
tangan yang baik dan benar?
a. Palm to palm
b. Palm to back
c. Finger webs
d. Finger tips
e. Thumb
f. Wrist
Keenam langkah tersebut dilakukan untuk mengeluarkan mikroba pada permukaan
kulit. Perlu diingat kalau setiap langkah 1-6 dilakukan selama 10-15 detik supaya lebih
efektif.

2. Penggunaan Handscoon steril non Steril


Handscoon digunakan untuk mengahalangi transmisi kuman atau mikroorganisme dari
petugas medis ke pasien dan sebaliknya dan untuk handsoon steril juga berfungsi untuk
menjaga lapangan steril pada saat melakukan suatu prosedur.
Handscoon steril digunakan pada prosedur operasi, prosedur yang invasive, dan juga
untuk irigasi luka. Penggunaan handscoon tidak steril biasanya digunakan pada daerah
yang tidak steril juga, seperti kalau mau rectal toucher dan bisa juga untuk pengambilan
darah.
Berikut adalah langkah-langkah menggunakan handscoon steril (sebelumnya lakukan
prosedur mencuci tangan yang udah dijelasin tadi ya)
a.
Buka pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati
b.
Dengan ibu jari dan dua jari lainnya dari tangan non-dominan, pegang tepi sarung
tangan untuk tangan dominan (sentuh permukaan dalam sarung tangan)
c.
Dengan hati-hati tarik sarung tangan pada tangan dominan. Lebarkan sarung
tangan dan pastikan bahwa sarung tangan tidak menggulung pada pergelangan
tangan dan jari-jari berada pada posisi yang sesuai
d.
Dengan tangan yang dominan yang telah menggunakan sarung tangan, masukkan
jari-jari tangan non-dominan dibawah sarung tangan kedua lalu tarik sarung tagan
kedua pada tangan non dominan. Jangan biarkan jari-jari dan ibu jari sarung
tangan dominan menyentuh bagian tangan nondominan yang terbuka.
e.
Pastikan jari-jari sudah berada pada sarung tangan dan cakupkan kedua tangan

15

A-5 PEMERIKSAAN FISIK TUMBUH KEMBANG


A.

PEMERIKSAAN PERTUMBUHAN

Pemeriksaan Berat Badan


Salah satu pemeriksaan pertumbuhan anak adalah pemeriksaan berat badan yang juga
menjadi indikator status gizi pada anak. Pengukuran berat bedan dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni menggunakan timbangan bayi atau timbangan injak.
Alat dan bahan
Timbangan bayi/injak

Kalau kita udah pake handscoonnya, jaga supaya tangan berada di depan dan di atas
pinggan. Jangan menyentuh apapun di luar bidang steril. Kalau menyentuh bidang non
steril atau handscoon robek dan sebagainya, ulangi lagi prosedur penggunaan
handscoonnya.
Nah untuk handscoon non steril kita udah tau ya kalau ga ada prosedur khusus untuk
pemakaiannya.
REFERENSI
a.
International Federation of Perioperative Nurses IFPN Guideline for General
Handwashing in the Perioperative Setting
http://www.ifpn.org.uk/guidelines/1003_General_Handwashing.phtml
b.
Anonym
http://www.ppsk.usm.my/ppsk/umum.nsf/4c97cfb7745f617548256b3b000b4591/ec4e
05b5b69b12b9482571290023e509/$FILE/man.%20it%20final%20b.pdf
c.
The Ohio State University Medical Center Sterile Technique
http://medicalcenter.osu.edu/patiented/materials/pdfdocs/procedure/sterile.pdf
d.
Montefiore Medical Center Discharge Instructions: Using Sterile Glove Technique
http://www.montefiore.kramesonline.com/HealthSheets/3,S,86557

Cara kerja
Timbangan bayi
Timbangan bayi diindikasikan untuk menimbang anak dibawa usia 2 tahun atau yang belum
bisa berdiri dengan baik.
1. Letakkan timbangan pada permukaan yang keras dan datar serta tidak mudah
bergoyang
2. Pastikan posisi jarum pada timbangan tepat menunjuk pada angka 0
3. Sebaiknya bayi ditimbang tanpa sehelai benang pun menempel pada tubuhnya aww
4. Baringkan bayi diatas timbangan dengan hati- hati
5. Lihat jarum timbangan setelah jarum berhenti, baca angka yang ditunjuk (kalo bayinya
gabisa diem, jarumnya jadi goyang2 mlulu, ambil angka tengah2nya deh, tapi kalo
histerisnya hebat boleh kali ya berhenti dulu kalo ga darurat)
Timbangan injak
Kalau anak udah bisa berdiri, gunakan timbangan injak. Pada pengukuran ini, anak boleh
memakai baju asal ga tebel2, dan pastikan tidak memakai alas kaki dan tidak ada barang
berat atau perhiasan yang menempel pada tubuh si anak. Langkah kerjanya sama intinya.
Bedanya, kalau tadi bayi dibaringkan, sekarang anak diinstruksikan untuk berdiri sendiri
diatas timbangan.
Pada bayi dan balita, sebaiknya ketelitian timbangan yang digunakan sampai dengan
skala 100gr
Berat badan lahir normal pada bayi adalah 3- 3.5kg, pada usia 5 bulan berat badan
meningkat menjadi dua kali lipatnya. Pada usia 1 tahun berat badan menjadi 3 kali lipatnya.
Pengukuran berat badan untuk anak dibawah 1 tahun sebaiknya dilakukan tiap bulan,
pada balita setiap 3 bulan, dan untuk anak diatas 5 tahun setiap 6 bulan.
Setelah berat badan didapatkan dan pengukuran tinggi badan dilakukan, hasil
pengukuran diplot pada kurva CDC NCHS 2000

16

Pemeriksaan Tinggi badan


Tinggi badan merupakan indikator pertumbuhan linier anak. Gangguan pada pertumbuhan
linier anak biasanya menggambarkan gangguan pertumbuhan yang bersifat kronik atau
subkronik.
Pengukuran Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB):
a. Cara mengukur dengan posisi berbaring:
o Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.
o Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
o Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0.
o Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel pada
pembatas angka 0 (pembatas kepala).
o Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi dengan lengan kiri bawah agar lurus,
sedangkan tangan menjaga agar posisi kaki tetap lurus (tidak fleksi ataupun
ekstensi). Tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki.
o Petugas 2 membaca angka di tepi di luar pengukuran
Pengukuran Panjang Badan untuk Anak yang Belum Bisa Berdiri
Pengukuran panjang badan dimaksudkan untuk mendapatkan data panjang badan anak
yang belum bisa berdiri agar dapat diketahui status gizi anak.
1. Letakan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang rata. Bila tidak ada
meja, alat dapat diletakkan di atas tempat yang datar (misalnya, lantai).
2. Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser di
sebelah kanan pengukur. Panel kepala adalah bagian yang tidak bisa digeser.
3. Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk
menaruh bayi/anak.
4. Baringkan bayi/ anak dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala
bayi/anak menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser.
5. Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/ anak sampai lurus dan menempel pada
meja/tempat menaruh alat ukur. Tekan telapak kaki bayi/anak sampai membentuk
siku, kemudian geser bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada
telapak kaki bayi/ anak.
6. Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala kearah angka yang lebih besar. Misalkan:
67,5 cm

17

Pengukuran Tinggi Badan untuk Orang Dewasa dan Anak Berdiri


Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi badan semua
kelompok umur, agar dapat diketahui status gizi penduduk.
Alat: Pengukur tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian
0,1 cm.
Sasaran: Responden dewasa atau anak yang sudah bisa berdiri
Persiapan (Cara Memegang Microtoise) :
1. Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar
tegak lurus.
2. Letakan alat pengukur di lantai yang DATAR tidak jauh dari bandul tersebut dan
menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata).
3. Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul yang
tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (NOL).
Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise.
4. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar
10 cm dari bagian atas microtoise.

b.

Cara mengukur dengan posisi berdiri:


o Anak tidak memakai sandal atau sepatu.
o Berdiri tegak menghadap ke depan, kedua mata kaki rapat.
o Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur.
o Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun.
o Baca angka pada batas tersebut.

Prosedur Pengukuran Tinggi Badan :


1. Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala).
2. Pastikan alat geser berada diposisi atas.
3. Responden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
4. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada
dinding tempat microtoise di pasang.
5. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat
geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang
alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah
) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan
mata petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku
agar hasil pembacaannya benar.

18

Tanyakan tanggal lahir bayi / anak, hitung umur bayi / anako Hasil pengukuran
dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan jenis kelamin anak
o Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang
o Penilaian lingkaran kepala anak dilakukan dengan menandai ukuran lingkar kepala
bayi/anak sesuai umur dan jenis kelamin pada kurve lingkar kepala Nellhaus tahun
1968.
Interpretasi:
o Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam jalur hijau (P3 P97) maka
lingkaran kepala anak normal.
o Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar jalur hijau (<P3 atau >P97)
maka lingkaran kepala anak tidak normal
o Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal bila berada di
atas jalur hijau dan mikrosefal bila berada di bawah jalur hijau
o

Untuk memantau pertumbuhan, panjang / tinggi berat badan ditandai /digambarkan pada
kurve pertumbuhan panjang/tinggi badan terhadap umur dari CDC NCHS 2000 sesuai
dengan umur dan jenis kelamin anak
Indikator Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
o Tujuan indikator BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak
o Satus gizi anak dapat dikategorikan menjadi gizi normal, gizi kurang, gizi lebih
termasuk obesitas
o Cara : tandai berat badan anak sesuai dengan panjang/tinggi badan anak pada kurve
berat badan terhadap panjang/tinggi badan anak pada kurve CDC NCHS 2000
Pemeriksaan Lingkaran Kepala Anak (LKA)
- Untuk mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar batas
normal.
- Jadwalnya disesuaikan dengan umur anak.
o Umur 0-11 bulan dilakukan setiap tiga bulan.
o Umur 12-72 bulan dilakukan setiap enam bulan.
- Cara mengukur:
o Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata,
diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang paling menonjol. Tarik
agak kencang.
o Baca angka pada pertemuan dengan angka 0.
19

PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN
TUJUAN UMUM: Meningkatkan keterampilan dalam pemeriksaan perkembangan anak
dengan cara yang benar.
TUJUAN KHUSUS :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan perkembangan anak, khususnya
melakukan pemeriksaan tapis perkembangan anak dengan metode KPSP (Kuesioner
Pra-Skrining Perkembangan)
2. Mengetahui milestones perkembangan pada anak
Pemeriksaan skrining perkembangan dengan KPSP
Kali ini kita akan melakukan pemeriksaan perkembangan dengan metode KPSP. Tujuannya
adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
o Jadwal skrining KPSP rutin, pada umur:
3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24 bulan, alias tiap 3 bulan sampai usia 2 tahun.
30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan, jadi dipantau sampai usia 6 tahun.
Jika anak belum mencapai umur skrining yang sesuai, minta ibu datang kembali pada
umur skrining yang terdekat setelahnya. Misalnya bayi umur 7 bulan, mintalah ia
kembali untuk skrining KPSP pada umur 9 bulan. Kenapa? Karena kuesionernya sendiri

sudah dirancang dengan target kemampuan sesuai umur-umur di atas. Karena tidak
ada kuesioner untuk umur 7 bulan, jadi periksalah saat bayi berusia 9 bulan.
Nah, bagaimana kalau ada keluhan masalah tumbuh kembang? Tentunya kita tidak
bisa menunda-nunda. Jika umur anak bukan umur skrining, maka periksalah
menggunakan KPSP untuk umur skrining terdekat - yang lebih muda. Jadi kalau ada
anak usia 7 bulan datang dengan keluhan belum bisa duduk atau tengkurap sendiri
(yang harusnya sudah bisa dilakukan sejak usia 6-6.5 bulan), maka periksalah si anak
dengan KPSP untuk usia terdekat di bawahnya, alias 6 bulan.
Instrumen:
Formulir KPSP menurut umur, berisi 9 10 pertanyaan tentang kemampuan
perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72 bulan.
Alat bantu pemeriksaan: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, 6
kubus berukuran sisi 2,5 cm, kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil
berukuran 0.5 - 1 cm.
Cara menggunakan:
Anak harus dibawa pada waktu pemeriksaan/skrining.
Tanyakan tanggal, bulan, dan tahun lahir anak. Bila umur >16 hari dibulatkan
menjadi 1 bulan.
Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3
bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan.
Pilih KPSP sesuai umur anak.
KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu:
1. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh, contoh: Dapatkah bayi makan
kue sendiri?
2. Perintah kepada ibu/pengasuh/petugas untuk melaksanakan tugas yang
tertulis pada KPSP. Contoh: Pada posisi bayi anda telentang, tariklah bayi
pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk.
Yakinkan orang tua agar tidak ragu atau takut menjawab jujur. Pastikan
ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan.
Tanyakan pertanyaan secara berturutan satu per satu. Ajukan pertanyaan yang
berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak.
Catat jawaban pada formulir.
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
Interpretasi hasil KPSP:
Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya.
1. Jawaban Ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau
sering atau kadang-kadang melakukannya.
2. Jawaban Tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah
melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu.
Jumlah Ya = 9-10, perkembangan anak sesuai (S) dengan tahap
20

perkembangannya.
Jumlah Ya = 7-8, perkembangan anak meragukan (M). Ulangi pemeriksaan
KPSP setelah 2 minggu. Jika skor tetap 7-8, rujuklah ke rumah sakit. Jangan lupa
dukung sang ibu serta ajarkan cara menstimulasi anak dengan benar sesuai usia.
Jumlah Ya = <6, kemungkinan ada penyimpangan (P).
Jumlah jawaban Tidak perlu dirinci menurut jenis keterlambatan (gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).

Tahap Perkembangan
Tahap
Newborn

Usia

Perkembangan

0-1 bulan

Bayi posisi supine (hanya


bisa berbaring)
Bayi posisi duduk

1-2 bulan
3-6 bulan

melihat dan merespon: mengangkat kepala, senyum,


mengikuti benda yang bergerak
menyerang dan punya tujuan: memindahkan benda
antara kedua tangan, merespon saat dipanggil
mulai mengguling pada usia 4 bulan
bisa berguling ke dua arah pada usia 6 bulan

6-9 bulan

mulai mengerti
duduk tegak, melambai "bye-bye"

Mobile toddler

9-12 bulan
12-18 bulan
18-24 bulan

usia mengerti: merangkak, menggenggam,


mengatakan Mama, Dada, mengerti kata "tidak"
Usia penasaran dan aktif: mengikuti perintah
sederhana, berjalan, makan sendiri

Anak mulai berkomunikasi

3 tahun

bisa mendeskripsikan gejala

usia sekolah

4 tahun

senang berkhayal

>5 tahun

ingin tahu apa dan mengapa

Check List KKD Penilaian Perkembangan Anak


No

Butir yang dinilai

1.

Menyapa orangtua pasien dengan ramah

Memperkenalkan diri

Menanyakan butir2 perkembangan kepada orangtua dengan lege artis

Menyimpulkan hasil skrining

Mengucapkan terima kasih

Jangan lupa ya teman-teman, cek kuesioner pra-skrining perkembangan di checklist kalian untuk
mengetahui poin-poin penilaian dari perkembangan anak sengaja tidak dicantumkan, supaya kalian
semua ga stres karena tentirnya udah cukup panjang dan demi menjaga keutuhan checklist kalian
semua sampe jadi dokter hehe

A-6 PEMERIKSAAN KEPALA

Yang dicetak bold itu checklist ya teman2


WAJAH
Inpeksi
1. Ekspresi: Biasa/normal, kesakitan, takut
Ekspresi wajah sering menunjukkan tanda yang khas. Pembesaran kelenjar adenoid
akan menyebabkan ekspresi wajah dengan mulut tergantung menganga dan dagu
sedikit kebelakang. Pasien yang dehidrasi akan menunjukkan ekspresi wajah seperti
orang susah, mata cekung, kulit kering telinga dingin yang disebut fasies hipocratic.
Pada pasien parkinsonisme, tampak wajah tanpa ekspresi yang disebut wajah topeng.
Pada pasien skleroderma akan tampak kulit yang menipis dan tegang sehingga pasien
tidak dapat menutup mulut dan tidak dapat tersenyum. Pasien tetanus akan mengalami
spasme tonik pada otot-otot wajah sehingga alis terangkat, sudut mata luar tertarik
keatas dan sudut mulut tertarik ke samping membentuk wajah yang disebut risus
sardonikus (muka setan). Sindrom down dapat menunjukkan wajah yang tidak normal
(dismorfik) misalnya hipertelorisme (jarak antara kedua pupil lebih dari normal, normal
3,5-5,5 cm), telekantus (kantus medial tertarik ke lateral). Pasien lepra juga akan
menunjukkan wajah yang khas akibat infiltrasi subkutan pada dahi, pipi dan dagu
disertai dengan pendataran dan pelebaran pada hidung sehingga wajah mirip dengan
wajah singa dan disebut facies leonina.
2. Bentuk wajah: normal, deformitas, bengkak, benjolan
3. kesimetrisan wajah: dilakukan dengan cara meminta pasien tersenyum
Asimetri muka dapat ditemukan pada paralisis N. VII, misalnya pada Bellis palsy. Otot
wajah yang terserang akan mengalami paralisis dan pasien tidak dapat bersiul. Bila
pasien diminta mengerutkan dahinya, maka dahi pada sisi yang lumpuh akan tetap
rata. Mata pada sisi yang lumpuh juga tidak dapat menutup sehingga kornea akan
mengering yang bila didiamkan akan menyebabkan keratitis dan ulkus kornea.
4. Gerakan involunter
Pada pasien spasmofilia akan didapatkan tanda Chovstek yaitu kontraksi pada sudut
mulut atau sekitar mata bila dilakukan ketokan pada garis antara sudut mulut dengan
telinga. Pada tic fasialis, didapatkan otot-otot wajah yang bergerak secara spontan tak
terkendali.
5. Sensibilitas
Dilakukan untuk mengetahui fungsi sensorik N. Trigeminus (N. V). Bagian sensorik N. V
terdiri dari ramus oftalmik yang mengurus sensibilotas dahi, mata, hidung, selaput
otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung; ramus maksilaris mengurus
sensibilias rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa
hidung; Ramus mandibularis yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah,
mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah, sebagian telinga luar dan selaput otak. Gangguan
refleks kornea seringkali juga merupakan gejala dini gangguan N V.
21

KULIT WAJAH
Inspeksi
1. Warna: normal, pucat, kemerahan, kuning
Pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah pasien. Sianosis akan
ditemukan pada pasien kelainan jantung bawaan dengan shunt kanan ke kiri, penyakit
paru obstruktif menahun atau keadaan hipoksia lainnya. Pasien lupus eritematosus
akan menunjukkan gambaran eritema pada kedua pipinya yang disebut ruam malar
atau butterfly rash.
KEPALA
Inspeksi: pasien disuruh duduk dihadapan pemeriksa dengan mata pasien sama tinggi
dengan mata pemeriksa.
1. Ukuran: normal, hidrosefali, mikrosefali
Hidrosefalus: ukuran kepala sangat besar dibandingkan dengan ukuran muka dengan
dahi menonjol sedangkan mata tampak tenggelam.
Mikrosefalus: ukuran kepala yang kecil dengan dahi dan kalvaria kecil dan muka
tampak seperti orang yang terbelakang mental.
Dolikosefalus (kepala panjang): bila diameter kepala fronto-oksipital lebih besar
daripada diameter bitemporal.
Brakisefalus (kepala bulat): bila diameter fronto-oksipital kurang lebih sama dengan
diameter bitemporal.
2. Bentuk: normal, lekukan, benjolan

Tambahan
Penutupan sutura yang prematur seringkali menyebabkan kelainan bentuk kepala yang
khas. Secara kolektif kelainan ini disebut kraniosinostosis atau kraniostenosis.
Skafosefali: bila penutupan prematur terjadi pada sutura sagitalis maka akan timbul
penonjolan di frontal dan oksipital dan kepala menjadi panjang dan sempit.
Akrosefali: bila penutupan prematur terjadi pada sutura koronal sehingga kepala
menjadi tinggi dan kecil.
Plagiosefali: bila penutupan prematur hanya terjadi pada sutura koronal dan lambdoid
pada satu sisi maka akan terjadi kraniostenosis asimetrik.
Palpasi
1. Palpasi untuk menyakinkan apakah ada deformitas (lekukan, benjolan) atau
nyeri tekan.
Kemungkinan adanya benjolan di kepala juga harus dicari, yang sering didapatkan
adalah kista aterom pada kulit kepala. Penonjolan pada glabela atau pertengahan dahi
bawah yang berdenyut bila ditekan, dengan lubang didasarnya akibat cacat bawaan
pada tulang merupakan tanda dari ensefalokel.

RAMBUT
merupakan salah satu adneksa kulit yang dapat ditemukan pada seluruh tubuh, kecuali
telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan bibir
Inspeksi
1. Warna: normal, hitam, pirang, putih, merah
Pigmen rambut dapat berkurang atau menghilang sehingga akan timbul uban dan
disebut kanitis. Kanitis dapat bersifat bawaan (misalnya pada albino) atau akibat usia
menua (kanitis senilis). Uban juga dapat timbul pada usia yang lebih muda disebut
kanitis prematur. Kadang-kadang didapatkan uban hanya pada jambul di dahi disebut
white forelock. Pada sindrom warrdenburg, didapatkan white forelock, tuli, alis mata
lebat dan pangkal hidung yang lebar.
2. Distribusi: merata, kebotakan di tempat tertentu
Kerontokan rambut disertai tidak tumbuhnya rambut (kebotakan) disebut aloplesia. Bila
seluruh tubuh disebut aloplesia universalis, bila seluruh rambut kepala disebut aloplesia
areata. Pada laki-laki sering didapatkan aloplesia androgenika, ditandai oleh kerontokan
rambut kepala secara bertahap mulai dari bagian verteks san frontal pada awal umur
30 sehingga dahi menjadi terlihat lebar.
Kelebatan rambut dapat bertambah. Bila rambut bertambah pada tempat-tempat
yang biasa ditumbuhi rambut disebut hipertrikosis. Bila pertumbuhan rambut yang
merupakan tanda seks sekunder, seperti kumis, janggul, atau jambang tumbuh
berlebihan pada wanita dan anak-anak disebut hirsutisme. Pada pasien miksedema
akibat hipotiroidisme akan didapatkan rambut yang jarang, kasar dan kering, dan
tampak tidak bercahaya.
Palpasi
1. Kekuatan rambut: mudah dicabut atau tidak
MATA
Pemeriksaan mata dapat dimulai dengan mengamati pasien waktu masuk ke ruang periksa,
misalnya apakah pasien dibimbing keluarganya, atau memegang satu sisi kepalanya yang
menunjukkan adanya nyeri kepala yang hebat, atau mataa merah atau mata berdarah.
Inspeksi
1. Bentuk: bola mata menonjol/cekung/normal, deformitas di sekitar mata
Eksoftalmus: bola mata keluar karena fisura palpebra melebar, dapat dijumpai pada
tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus atau tumor orbita.
Enoftalmus: bola mata tertarik ke dalam, biasanya didapatkan pada dehidrasi atau
sindrom horner. Sindrom horner disebabkan oleh kerusakan saraf simpatis pada mata.
2. Warna: Konjungtiva (normal/tidak anemi, pucat), Sklera (putih bersih,
ikterik)
Konjungtiva adalah selaput mata yang melapisi palpebra (konjungtiva tarsal superior
dan inferior) dan bola mata (konjungtiva bulbi). Pada keadaan anemi, konjungtiva akan
22

3.

4.

terlihat pucat. Pada radang konjungtiva (konjungtivitis), tampak konjungtiva berwarna


merah, mengeluarkan air mata dan kadang-kadang sekret mukopurulen.
Sklera: pada pasien kelainan metabolisme bilirubin sklera yang ikterik yaitu
sklera yang berwarna kekuningan. Pasien osteogenesis imperfekta sklera berwarna
biru. Reaksi hipersensitivitas episkleritis (reaksi radang jaringan ikat vaskular antara
konjungtiva dan permukaan sklera) & skleritis (radang sklera yang bersifat bilateral,
mata merah berair, fotofobia dan penurunan visus, nyeri hebat yang menjalar ke dahi,
alis, dagu).
Refleks Pupil (menggunakan penlight): Refleks Cahaya Langsung dan Tidak
Langsung
Bentuk pupil normal bulat dengan ukuran 4-5 mm pada penerangan sedang. > 5 mm
midriasis. <2 mm meiosis. Ukuran pupil sangat kecil pin point pupil. Ukuran
pupil kiri kanan sama isokor. Ukuran pupil kiri kanan tidak sama anisokor. Posisi
normal ditengah, bila agak eksentrik ektopia.
Refleks pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada mata. Refleks langsung
cahaya diarahkan langsung pada pupil dan memberikan hasil meiosis. Refleks pupil
tidak langsung cahaya diarahkan pada pupil dan didapatkan meiosis pupil
kontralateral.
Gerakan Bola Mata
Pergerakan bola mata perlu diperiksa untuk mencari kelainan pada N. III, IV, dan VI.
Gerak bola mata yang normal adalah gerak terkonyugasi yaiut gerak bola mata kiri dan
kanan yang selalu bersama-sama. Lirikan yang terkonyugasi dapat berlangsung cepat
sebagai suatu respon terhadap stimulus visual di perifer yang mendadak disebut
saccade. Pemeriksaan dapat juga dengan menyuruh pasien mengikuti jari pemeriksa
yang digerakan ke lateral, medial, atas, bawah, atas lateral, medial bawah, atas medial
dan bawah lateral sehingga terjadi lirikan mata yang mulus yang disebut pursuit.

TELINGA
Inspeksi
1. Bentuk daan warna
Suruh pasien duduk dengan posisi badan agak condong sedikit ke depan dan kepala
lebih tinggi sedikit dari pemeriksa sehingga pemeriksa dapat melihat liang telinga luar
dan mambran timpani. Pertama-tama perhatikan daun telinga, kemudian kebagian
belakang telinga, daerah mastoid, adakah tanda peradangan atau sikatriks. Lihat
bentuk dan warna apakah normal atau ada kelainan. Pada pasien gout terdapat
benjolan keras pada daun telinga berupa penimbunan kristal monosodium urat. Untuk
melihat liang telinga dan membran timpani, tarik daun telinga ke atas belakang
sehingga liang telinga lebih lurus. Bila terdapat serumen, maka harus dibersihkan dulu.
Setelah telinga bersih, perhatikan membran timpani, apakah masih utuh atau tidak,
apakah sifat tembus sinar normal, adakah retraksi membran timpani yang
menunjukkan perlekatan di telinga tengah.

2.

Tulang mastoid
Tulang mastoid: dilihat warnanya apakah normal atau kemerahan (mastoiditis, bisa
diyakinkan dengan palpasi untuk mengetahui ada nyeri atau tidak).
Palpasi
1. Penekanan pada Tragus: normal, kalau nyeri berarti ada peradangan di liang
telinga atau di telinga tengah
2. Palpasi pada tulang mastoid: normal,
kalau nyeri berarti ada
peradangan/mastoiditis
SINUS PARANASALIS
sinus paranasalis adalah rongga-rongga di sekitar hidung dengan benuk bervariasi yang
merupakan hasil pneumatisasi tulang kepala. Ada 4 pasang sinus: sinus maksilaris, sinus
frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis. Semua sinus mempunyai muara (ostium)
ke dalam rongga hidung. Fungsinya pengatur kondisi udara pernapasan, penahan suhu,
membantu keseimbangan suara, membantu resonasi suara, peredam perubahan tekanan
udara, membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
Inspeksi
1. Dilihat daerah sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis
normal, kemerahan (kemungkinan ada peradangan kemudian bisa diyakinkan dengan
palpasi apakah ada nyeri atau tidak). Perhatikan adanya pembengkakan pipi dan
kelopak mata bawah yang menggambarkan adanya sinusitis maksilaris akut,
pembengkakan kelopak mata atas menunjukkan sinusitis frontalis akut.
Palpasi
1. Palpasi daerah sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis
normal, nyeri (berarti ada peradangan). Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketok pada gigi
menunjukkan adanya sinusitis maksilaris, nyeri tekan pada medial ata orbita
menunjukkan adanya sinusitis frontalis, nyeri tekan daerah kantus medius
menunjukkan adanya sinusitis etmoidalis.
BIBIR
Inspeksi
1. Bentuk: normal, deformitas, ulkus, kering dan pecah-pecah, benjolan.
Tambahan
Bibir tebal terdapat pada pasien akromegali dan miksedema. Bibir yang retak-retak
pada pasien demam dan avitaminosis. Luka pada sudut mulut menandakan
ariboflavinosis. Radang pada bibir disebut keilitis.
2. Warna: pucat, merah, sianosis.

23

MULUT
Inspeksi (pakai penlight)
1. Warna: Mukosa (normal/tidak). Lidah (kemerahan
tua dan nyeri
2.

3.

A-7 PUNGSI VENA

normal, pucat anemi, merah

defisiensi asam nikotinat)

Bentuk: Mukosa (normal tidak terdapat ulkus). Lidah: lihat ukurannya


normal/tidak, kalau lebih besar disebut makroglosus kalau lebih kecil mikroglosus.
Kadang-kadang terdapat kelainan kongenital dimana lidah bercabang yang disebut
lingua bifida. Papil lidah terlihat kasar/tonjolan terlihat normal. papil halus tidak
normal. Lihat distribusi papil kalau merata berarti normal.
Gerakan lidah
Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah kemudian dilihat apakah lidah keluar secara
simetris (tidak cenderung ke arah kiri atau kanan), kemudian pasien diminta untuk
menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan.

GIGI
Inspeksi (pakai penlight)
1. Jumlah Gigi: Lengkap/ normal, tidak lengkap.
2. Kondisi: Bentuknya normal atau tidak, terdapat karies/ gigi berlubang atau tidak. Lihat
oklusi gigi, normal bila barisan gigi pada rahang atas dan bawah dapat saling
menangkap secara tepat. Lihat juga kondisi gusi apakah terjadi radang (ginggivitis)
atau tidak.
3. Warna: gigi putih/ kuning/ plak hitam, gusi normal berwarna kemerahan

1.

Dasar Teori
Pungsi vena juga disebut venous puncture, venopuncture, venepuncture, venipuncture,
phlebotomy, atau flebotomi. Fungsi dari pungsi vena adalah mengambil sampel darah
yang selanjutnya akan digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Prosedur yang
sama ini dapat dilakukan untuk injeksi intravena.
Vena yang paling sering digunakan adalah vena mediana cubiti, vena cephalica, vena
basillica, vena mediana basillica, atau vena mediana cephalica karena letaknya
superfisial, mudah dicari dan tidak dekat dengan serat saraf besar (jika salah tusuk, ga
begitu bahaya).
Sebenarnya, vena-vena lain juga boleh ditusuk asal tempatnya gampang dicari dan
ditusuk. Biasanya, vena yang ditusuk selain di tangan adalah di kaki, yaitu vena
saphena magna dan vena saphena parva.
Itu untuk anak-anak dan dewasa. Pada bayi, pungsi dilakukan di daerah tumit.
Areanya? Yang warna ijo di gambar bawah ini yaaa

Ga begitu dapat referensi tentang vena apa yang ditusuk di daerah itu. Mungkin karena
vena di daerah ini sangat terlihat, coba cek tumit teman-teman deh.
Pada pungsi vena dilakukan pemasangan karet pembendung (tourniquet), pengepalan
tangan, dan menekan-nekan vena berkali-kali. Hal ini bertujuan agar vena makin
menggembung dan jadi lebih mudah terlihat. Pemasangan pembendung ini tidak boleh
terlalu ketat karena dapat menyebabkan hemokonsentrasi. Jadi bolehkah melakukan
prosedur ini? Boleh dooong
24

Namun, tourniquet ini tidak boleh digunakan untuk memeriksa kadar elektrolit darah.
Karena pembendungan darah akan menyebabkan elektrolit ini keluar ke kompartemen
interstitial (karena tekanan hidrostatik meninggi di bendungan) sehingga pemeriksaan
kadar elektrolit jadi kehilangan kevalidannya. Pelepasan tourniquet dilakukan sebelum
spuit dicabut, mengapa? Agar darah vena mengalir ke atas dan saat dicabut tidak
banyak yang keluar.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pungsi vena adalah: infeksi, inflamasi (phlebitis)
dan hematoma subkutis. Komplikasi ini dapat kita turunkan resikonya dengan tindakan
antisepsis, asepsis, dan prosedur yang dilakukan secara benar.
2.

Tujuan Pemeriksaan/Tindakan
Tujuan dari dilakukannya pungsi vena bermacam-macam:
Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
Injeksi intravena (obat, infus)
Donor darah (menurut guideline WHO, donor darah itu termasuk dari phlebotomy)

3.

Indikasi dan Kontraindikasi


Kontraindikasi untuk prosedur ini adalah terapi infeksi di daerah penusukan,
hematoma, dan pasien yang sedang kejang.

4.

Tips KKD
1. Menutup spuit harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai sang dokter
tertusuk spuit karena penyakit pasien bisa saja tertransmisi ke darah dokternya.
Untuk itu, tutup spuit dengan satu tangan saja sesuai dengan teknik yang sudah
diajarkan. Ingat kan caranya? Taruh tutup spuit di meja, masukan spuit tanpa
memegang tutupnya. Di sseeeettt gitu masuk, ngerti kan yaa?
2. Dokter mengajarkan posisi spuit dan tangan adalah sekitar 30. Perlu ditekankan
bahwa spuit harus stabil tertancap di vena. Jika tidak, maka pasien akan terasa
sangat nyeri. Dan dengan posisi 30 ini, sebenarnya resiko spuit bergerak masih
sangat tinggi, dan pasien pun akan terasa nyeri.

Untuk memudahkan, tempelkan spuit pada permukaan kulit (spuit berposisi sejajar
0 terhadap tangan) dan fiksasi kulit beserta spuit dengan tangan kiri. Hasilnya
adalah posisi yang lebih stabil.
3. Jangan lupa jaga kebersihan!!! Sebelum melakukan pungsi vena harus cuci
tangan, jangan lupa pakai handscoon, dan tentu saja sampah medis harus
dibersihkan! Jangan jadi dokter jorok hehe
4. Selalu berhati-hati karena kita bermain-main dengan darah. Komplikasi yang
terjadi pada pasien bisa membahayakan, dan juga praktisi klinis dapat kena
imbasnya kalau tidak berhati-hati. Jadi, hati-hati ya!!
5. Kalau misalnya terjadi sesuatu saat pungsi vena, jangan panik. Lakukan hal-hal
berikut ini!
Misalnya tidak ada darah yang keluar saat inspirasi, bisa jadi terlalu dalam
atau terlalu dangkal nusuknya, jadi dicoba ditarik keluar atau ditusuk lebih
dalam lagi (jadi jangan lupa inspirasi sedikit untuk ngetes udah masuk vena
atau belum ya).
Kalau misalnya aliran darah dari vena (jadi lagi diinspirasi trus darahnya ga
keluar lagi di tengah inspirasi) bisa jadi venanya collapse. Lepas tourniquet,
atau keluarkan spuit dan ulangi prosedur apabila setelah dilepas
tourniquetnya tidak ada perubahan.
Kalau misalnya terjadi hematom, lepas tourniquet, tarik spuit keluar, lalu beri
penekanan pada daerah yang hematom.
Apabila warna darahnya merah segar, tandanya kita salah tusuk ke arteri.
Berikan tekanan selama kurang lebih 5 menit. Nah, anehnya di sumber tidak
diberitahu nih spuit dikeluarin apa engga, tapi kayaknya sih dikeluarin ya..
masa iya ditanem gitu spuitnya -__(nah, poin 5 ini sumbernya internet, sumber ketiga, semoga valid amin)
Yak, sekian dari tentir KKD pungsi vena ini. Maaf banget kalo masih banyak kurangnya
karena nyari sumber yang dapat dipercaya (kan katanya jangan asal dari internet, dan di
bates ga ada ) agak sulit.
Jadi, sumber materinya:

Pengetahuan saat KKD kelompok

Guidelines phlebotomy dari WHO yang dapat diunduh di:


http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241599221_eng.pdf

Phlebotomy. Diunduh dari


http://library.med.utah.edu/WebPath/TUTORIAL/PHLEB/PHLEB.html

(gini lho posisi spuitnya)

25

A-8 PEMERIKSAAN MUSKULOSKLETAL EKSTREMITAS ATAS


Nah, untuk pemeriksaan ekstremitas atas, akan dibagi menjadi 3 garis besar yaitu: (1)
struktur anatomi bahu (untuk pemeriksaan bahu), (2) struktur anatomi siku (untuk
pemeriksaan siku), dan (3) struktur anatomi tangan (untuk pemeriksaan perglangan tangan
dan tangan).
1.

STRUKTUR ANATOMI BAHU


Sendi bahu dapat bergerak karena struktur yang kompleks dari 3 buah tulang besar, 4
buah sendi, 3 buah otot utama. Ketiga struktur yang saling berhubungan ini sering
dikenal dengan istilah lengkung bahu (shoulder girdle). Dengan adanya strukturstruktur ini, sendi bahu mmiliki kisaran gerak yang luas.

1a. Struktur tulang


Struktur tulang pada bahu meliputi :

Os. Humerus

Os. Klavikula

Os. Scapula
1b. Struktur sendi(Artikulasio)
Ada 3 buah sendi yang saling mengadakan artikulasio pada bahu, yaitu :

Artiukalasio glenohumeralis : pada sendi ini, kaput humeri yang bulat


membentuk persendian dengan cavitas glenoidalis skapulayang dangkal. Sendi ini
terletak dalam dan normalnya tidak dapat diraba. Artikulasio glenohumeralis
merupakan sendi peluru( ball and socket) sehingga memungkinkan lengan
bergerak dengan lengkungan gerak yang luas, yaitu fleksi, ekstnsi,
abduksi(gerakan menjauhi batang tubuh), adduksi(gerakan mendekati batang
tubuh), rotasi dan sirkumduksi.

Artikulasio sternoklavikularis : ujung medial klavikula yang cembung


membentuk persendian dengan rongga sendi yang cekung pada sternum bagian
atas. Sendi ini termasuk jenis sendi synovial dua sumbu.

Artikulasio akromioklavikularis :
ujung lateral klavikula membentuk
persendian dengan prosesu akromialis os scapula. Sendi termasuk ini termasuk
jenis sendi synovial.

sendi skapulotorasik : sendi ini bukan merupakan sendi yang sejati. Jadi
sebenarnya os skapula berhubungan dengan skelton aksial hanya melalui
artikulasio sternoklavikularis dan otot-otot yang berinsersio pada tulang tersebut.
1c. struktur otot
Ada 3 kelompok otot yang melekat pada bahu, yaitu :

Kelompok Skapulohumeri : kelompok ini membentang dari skapula ke humerus danmeliputi


otot yang berinsersio langsung pada os humerus. Kelompok otot tersebut dikenal dengan
istilahSITS Muscles of the rotator cuff. Kelompok otot ini meliputi :
M. supraspinatus berjalan di atas artikulasio glenohumeralis. Otot ini berinsersio
pada tuberkulum mayus.
M. infraspinatus dan teres minor menyilang artikulasio glenohumeralis di sebelah
posterior. Otot ini berinsersio pada tuberkulum mayus.
M. subskapularis(tidak diilustrasikan) berorigo pada permukan anterior skapula
dan menyilang sendi di sebelah anterior. Otot ini berinsersio pada tuberkulum minus.
Kelompok skapulohumeri memutar bahu ke lateral (rotator cuff) dan menekan serta
memutar humeri.

Kelompok Aksiokapula : kelompok ini melekatkan batang tubuh dengan skapula


dan meliputi muskulus trapezius,romboideus, seratus anterior, dan levator skapula.
Otot-otot ini memutar skapula.

Kelompok Aksiohumeri : kelompok ini melekatkan batang tubuh dengan humerus


dan meliputi muskulus pektoralis mayor serta minor dan muskulus latisimus dorsi, otot
ini menghasilkan gerakan rotasi internal bahu.
Muskulus biseps dan triseps yang menghubungkan skapula dengan tulang lengan bawah,
juga terlibat dalam gerakan bahu, utamanya gerakan abduksi.
GERAKAN
1d. Struktur tambahan :
Hal yang juga penting untuk gerakan bahu adalah kapsula sendi dan bursa artikularis.
Bursa utama pada sendi bahu adalah bursa subakromialis yang terletak di atas tendon
m.supraspinatus. abduksi bahu akan menekan bursa ini. Normalnya, tendon
m.supraspinatus dan bursa subakromilasi tidak dapat diraba. Namun, jika permukaan
bursa mengalami inflamasi(bursitis subakromialis), bisa terjadi nyeri tekan tepat
dibawah ujung akromion, nyeri pada gerakan abduksi serta rotasi, dan kehilangan
gerakan yang halus.
2. STRUKTUR ANATOMI SIKU
Sendi siku ini membantu pengaturan posisi tangan dalam ruang dan menstabilkan kerja
mengungkit pada lengan bawah .Sendi siku dibentuk oleh os. humerus (bagian distal)
dan dua buah lengan bawah yaitu, os radius (bagian proksimal) dan ulnar (bagian
proksimal). Tulang-tulang ini mmiliki 3 buah artikulasio, yaitu : 1) artikulasio
humeroulnaris, 2) artikulasio humeroradialis, dan 3) artikulasio radioulnaris. Oiya..pada
saat melakukan pemerisaan jangan lupa mengidentifikasi epikondilus medilalis dan
lateralis os humerus, serta prosesus olekranon os ulna.
26

Otot-otot yang berjalan melintasi sendi siku meliputi :

M.
Pada gambar diatas, perhatikan juga bursa olekranon di antara prosesus olekranon dan
kulit. bursa tersebut normalnya tidak dapat diraba tetapi jika mengalami inflamasi maka
bursa tersebut akan membengkak dan nyeri ketika ditekan. Perhatikan juga Nervus Ulnaris,
nervus ini berjalan turun kebawah di sisi medial arteri brakhialis sampai di pertengahan
lengan atas dan kemudain berjalan ke posterior di antara epikondilus medialis dan prosesus
olekranon. Sedangkan Nervus Radialis pada saat meninggalkan aksila, langsung masuk ke
ruang fascial posterior lengan atas dan kembali ke ruang anterior tepat diatas epikondilus
lateralis. Pada permukaan ventral lengan bawah, Nervus Medianus berada tepat di bawah
medial arteri brakialis.
3.

STRUKTUR ANATOMI PERGELANGAN TANGAN DAN TANGAN


Terdiri dari Tulang :

Radius dan ulna distal

8 Tulang Karpal

Ujung distal radius dan ulna

5 metakarpal

Jari 2-5 : falangs proksimal, tengah, distal

Jempol : tidak memilki falang tengah


Sendi :

Pergelangan tangan :

Radiokarpal

Radio-ulnar distal

Interkarpal

Tangan dan jari

Falangs metacarpal (MCP)

Interfalangs (PIP)

Interfalangs (DIP)
Otot:

Fleksor

Ekstensor

Pronator

Supinator

Intrinsik (lumbrikal dan interosseus)


Lain-lain:

Tendon dan sarung tendon

Carpal Tunnel
Saraf

PEMERIKSAAN BAHU
Inspeksi
Perhatikan bahu dari:

Depan, samping, dan belakang

Bentuk sendiri bahu: dilihat simetrisitasnya dan perbedaan tingginya

Perhatikan penonjolan tulang (bony prominence) klavikula, scapula

Kontur otot deltoid, trapezius, dan supraspinatus

Perhatikan adanya pembengkakan, deformtias, atrofi otot, fasikulasi

Perubahan warna kulit, gambaran pembuluh darah


Palpasi
Minta pasien menunjuk daerah yang sakit:

Nyeri pada puncak bahu: sendi akromioklavikular

Nyeri pada aspek lateral: rotator cuff

Nyeri bagian anterior: tendon bisipital


Raba tonjolan-tonjolan tulang: adanya nyeri tekan

Inspeksi kontur bahu & lingkar bahu dari depan & belakang Dapat ditemukan: atrofi
otot, dislokasi anterior atau posterior kaput humerus.
Kaji area nyeri/nyeri tekan:

Sendi akromioklavikular: Lakukan palpasan; adduksikan


lengan menyilang di dada (uji persilangan) Dapat
ditemukan: arthritis, inflamasi

Bursa subakromial dan subdeltoid: Angkat siku ke arah


posterior; palpasi area anterior hingga ke akromion dan
sekitar bursa subdeltoid Dapat ditemuka: bursitis
subakromial/subdeltoid

Rotator cuff: Angkat siku ke arah posterior; palpasi kaput


humerus untuk menilai nyeri tekan sekitar insersi tendon
pada otot SITS (Supraspinatus, Infraspinatus, Teres
minor; Subskapularis tidak dapat dipalpasi) Dapat
ditemukan: tendonitis rotator cuff

Sulkus dan tendon bisipitalis: Rotasikan humerus ke arah


eksternal; palpasi sulkus bisipitalis: secara bergantian, dengan posisi lengan bawah
fleksi pada sudut kanan, supinasikan lengan bawah melawan tahanan Dapat
ditemukan: nyeri tekan bisipital

27

PEMERIKSAAN SIKU
Inspeksi

Kedua siku harus dapat terlihat dari depan, samping, dan belakang

Perhatikan bentuk siku dalam ekstensi dan fleksi

Perhatikan adanya benjolan atau bengkak


Palpasi

Raba prosesus olekranon

Raba epikondilus lateral dan medial

Raba adanya nyeri tekan, bengkak, dan penebalan

Raba N. Ulnaris antara prosesus olekranon dan epikondilus medialis

Inspeksi dan palpasi

Prosesus olekranon Dapat ditemukan: Bursitis olekranon; dislokasi posterior


akibat trauma langsung atau fraktur suprakondilar

Epikondilus medial dan lateral Dapat ditemukan: nyeri tekan pada epikondilitis
(medial siku tenis; lateral siku pitcher)

Permukaan ekstensor ulna Dapat ditemukan: nodulus rheumatoid

Sulkus yang mendasari sendi siku Dapat ditemukan: nyeri tekan pada kasus
arthritis
PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN TANGAN
Inspeksi
Perhatikan posisi tangan:

Dalam gerakan wajar (gerakan normal, wajar, dan lentur)

At rest, jari-jemari dalam sedikit fleksi dan parallel satu dengan lainnya
Permukaan dorsal dan palmar:

Pergelangan tangan

Tangan dan jari

Perhatikan adanya pembengkakan pada sendi


Deformitas pergelangann tangan, tangan, jari jemari
Perhatikan kontur permukaan palmar:

Tenar

Hipotenar
Palpasi
Pergelangan tangan: perhatikan pembengkakan, nyeri

Permukaan lateral dan medial (distal ulna & radial)

Palpasi lekuk pada daerah dorsal dengan ibu jari dan jari-jari lain pada palmar

Raba prosesus styloideus radii

Raba anatomical snuffbox (distal dari prosesus styloideus radii)

Raba ke-8 os carpalia, metacarpal, dan falanges

Kompresi medial-lateral daerah MCP dengan genggaman ibu jari dan jari lainnya

Raba bagian distal dan sisi-sisi buku jari dengan ibu jari sambil jari telunjuk
meraba kaput metacarpal pada daerah palmar
Raba ibu jari dan jari lainnya dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk anda:
bagian medial dan lateral PIP, DIP

Inspeksi

Kontur pergelangan tangan, tangan, dan jari tangan Dapat ditemukan:


deformitas pada arthritis rheumatoid dan degenerative, pembengkakan pada
arthritis, ganglia; gangguan kesejajaran jari pada gangguan tendon fleksor
Kontur telapak tangan Dapat ditemukan: atrofi tenar pada kondisi kompresi
nervus medianus (sindrom carpal tunnel); atrofi hipotenar pada kompresi nervus
ulnaris

Palpasi

Sendi pergelangan tangan Dapat ditemukan: pembengkakan pada arthritis


rheumatoid, infeksi genokokus pada sendi atau sarung tendon ekstensor

Radius dan ulna distal Dapat ditemukan: nyeri tekan pada ulnar stiloid yang
dapat dijumpai pada fraktur Colles
Anatomical snuffbox, bagian distal berlekuk sampai tulang stiloid radial Dapat
ditemukan: bila ada nyeri tekan dicurigai terdapat fraktur skafoid

Anatomical snuffbox memiliki nama latin foveola radialis. Merupakan struktur yang
penting krn di dalamnya terdapat v.cephalica, a.radialis, dan n.radialis.
Sendi metakarpofalanges Dapat ditemukan: pembengkakan pada arthritis
rheumatoid

28

Namun, sebelum membahas teknik-teknik pemeriksaannya, ada sedikit kilas balik struktur
pergelangan secara singkat, seperti yang telah kita dapat di modul muskuloskeletal dulu.
Pergelangan tangan (wrist) merupakan bagian yang cukup kompleks (tapi tidak rumit kok)
dan menjabat sebagai daerah yang sangat aktif selama kita bekerja. Bersamaan dengan
banyaknya struktur penting yang melewati daerah ini, diperlukan proteksi yang lebih untuk
mencegah kemungkinan disabilitas akibat trauma. Struktur tulang yang ada di daerah
tersebut antara lain:

Sendi interfalanges proksimal dan distal Dapat ditemukan: nodulus proksimal


yang dijumpai pada arthritis rheumatoid (nodus Bouchard), nodulus distal pada
osteoarthritis (nodus Heberden)

Pergelangan tangan adalah sendi yang dibentuk oleh distal radius dan ulna
dengan ke delapan tulang karpal yang imut-imut (apa aja yah? Tuh ada jawabannya di
samping). Perhatikan juga nama-nama sendi-sendi metakarpal-jari serta antarphalanges
(maksudnya nama-nama MCP, PIP, dan DIP). Ingat juga bahwa ibu jari hanya terdiri atas
MCP dan IP.
Tangan mencakup tulang-tulang metakarpal dan phalanges. Sendi MCP dapat
dilihat dengan mengepalkan tangan seperti gambar berikut.

Movement dan Tes Khusus Pergelangan Tangan dan Jari


Movement dan test khusus pada
pergelangan
tangan
meliputi
fleksi/ekstensi, deviasi radial dan
ulnar, serta kekuatan genggam
tangan. Semua tes ini didasarkan
pada kemampuan normal dari
pergelangan
tangan
untuk
mendeteksi adanya kelainan seperti
ruptur
tendon(mengingat
kebanyakan
tendon
otot-otot
penggerak jari berada di lengan
bawah
dan
melintas
melalui
pergelangan ini) atau fraktur tulangtulang pergelangan dan struktur di
dekatnya, seperti tulang karpal, distal
radial dan ulnar (paling sering pada
orang-orang dengan osteoporosis).
Seperti
biasa,
pemeriksaannya
meliputi inspeksi, palpasi, serta range
of motion (ROM) dan manuver.

Struktur tambahan yang bersifat proteksi, yaitu fleksor retinakulum, berfungsi untuk
melindungi dan memfiksasi tendon-tendon dan selubungnya (tendon sheats) ataupun arteri
dan nervus yang melintas di pergelangan tangan. Liang/terowongan yang terbentuk oleh
fleksor retinakulum ini dinamakan carpal tunnel (masih inget dengan carpal tunnel
syndrome kan yang melibatkan nervus medianus di dalamnya?). Untuk menunjang
pemeriksaan nanti, kita juga harus tahu nervus-nervus yang mempersarafi daerah tersebut
karena nanti akan ada tes sensoris jari-jari tangan. Nih gambarnya, dibuat sendiri ya
jembatan keledainya, mau 2 atau 1 atau aja terserah deh.

29

Struktur tambahan (lagi) yang perlu diketahui yaitu si anatomical snuffbox. Gambarnya
seperti ini.

Nah, sekian dulu pemanasannya, mari kita masuk ke pemeriksaannya...hahaha...


30

Inspeksi
Perhatikan: (1) posisi tangan, apakah dalam gerakan wajar dan lentur. Dalam keadaan
istirahat, jari-jari akan terfleksi sedikit dan segaris hampir pararel satu dengan yang lain.
Kemudian, (2) lihat permukaan dorsal dan palmar, apakah terdapat pembengkakan pada
sendi-sendi, khsususnya interphalanges, perhatikan juga tangan, jari, serta pergelangan
tangan. Jangan lupa (3) sebutkan apakah ada deformitas pergelangan tangan, tangan, dan
jari jemari. Perhatikan juga (4) kontur permukaan palmar, mulai dari otot tenar dan
hipotenar yang harus sedikit lebih menonjol (tidak sama rata) dengan daerah yang berada
di antaranya (jadi ada sedikit cekungan di tengah sisi palmar). Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan meletakkan tangan pasien di atas salah satu tangan saudara karena
hanya menginspeksi, tidak perlu raba-raba dulu.
Palpasi (FEEL)
Kadang ada pembengkakan yang tidak dapat terdeteksi hanya dengan inspeksi saja, jadi
perlu ditekan untuk mengecek apakah ada benjolan di bawah kulit atau timbunan cairan.
Salah satu contohnya clubbing finger (mantra yang selalu muncul hampir ditiap
pemeriksaan fisik, terutama yang berkaitan dengan oedema). Secara umum, metode ini
dilakukan dengan meraba menggunakan ujung-ujung jari gently. Agar sistematis, kita perlu
mulai memeriksa dari: (1) permukaan lateral dan radial (dari distal ulnar dan radial, dan
ingat jika pasien merasa nyeri ketika dipalpasi pada daerah tersebut, mungkin ada Colles
fracture. Namun, kalau , lalu (2) palpasi lekukan pada daerah dorsal dengan ibu jari,
sementara jari-jari lain pada palmar. Kemudian (3) meraba prosessus styloideus radii
(hayoo, bagian apa itu? Itu loh bagian tajem dari ujung dista radius yang seakan-akan jadi
maleolus atau mata kaki buat tangan kita). (4) raba anatomical snuffbox (seperti yang
telah dijelaskan pada gambar sebelumnya, bisa juga dilihat pada gambar di bawah).
Anatomical snuffbox adalah depresi dangkal yang terletak distal di bawah prosesus
styloideus radii dan dibentuk oleh tendon muskulus abduktor dan ekstensor hallucis longus,
akan lebih terlihat jika ibu jari di ekstensikan dari jari-jari lainnya, (5) raba ke delapan os
carpalia, metakarpal, dan phalanges. (6) raba bagian distal dan sisi-sisi knuckles dengan ibu
jari sambil jari telunjuk meraba kaput metakarpal pada daerah palmar (lihat gambar). Yang
terakhir adalah (7) raba ibu jari dan keempat jari lainnya dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk Saudala: bagian medial dan lateral PIP dan DIP.

Meraba distal radius dan ulnar

Meraba anatomical snuffbox

Meraba knuckles dengan ibu jari sembari telunjuk meraba kaput MCP pada daerah
palmar (ada di bawahnya tuh...). Perhatikan bahwa sendi MCP pasien agak sedikit
ditekan ke arah tengah untuk mendeteksi apakah ada boggy dan nyeri pada sendi
MCP oleh karena rheumatoid arthritis (jarang pada osteoarthritis)
ROM dan Manuver
Sekarang kita akan menilai ROM dari pergelangan tangan, jari, dan ibu jari. Masih ingat kan
gerakan apa saja yang dapat dilakukan di sendi pergelangan tangan ? (jawab: fleksi,
ekstensi, deviasi ulnar/adduksi dan deviasi radial/abduksi). Dalam menilai ROM, ada yang
namanya gerakan aktif dan pasif. Geraka aktif dilakukan oleh pasien sendiri berdasarkan
instruksi dari pemeriksa dan sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum gerakan pasif.
Gerakan pasif dilakukan dengan bantuan pemeriksa manakala pasien tidak mampu
menggerakkan volunter karena adanya keterbatasan yang diakibatkan oleh trauma,
deformitas, nyeri, dsb. Ingat, jangan dipaksakan yahh kalau sudah nyeri sekali. ROM untuk
pergelangan tangan :

31

1.

2.

Fleksi dan Ekstensi


Pemeriksaan ini dilakukan dengan menstabilkan lengan bawah dengan cara memegang
siku. Setelah itu pergelangan tangan pasien di ekstensikan dan ujung-ujung tangan
kita berada di telapak tangan pasien gently. Mintalah pasien memfleksikan secara aktif
pergelangan tangannya untuk melawan gaya gravitas terlebih dahulu (masih dalam
posisi horizontal kok), baru kemudian diminta untuk melawan tahanan bergradasi yang
kita berikan. Sama juga halnya pada pemeriksaan ROM ekstensi pasien. Perhatikan
gambar ilustrasi berikut.

Deviasi Ulnar dan Radial


Minta pasien untuk menggerakkan pergelangan tangan ke arah lateral dan medial.

3.

Kekuatan genggaman
Kekuatan genggaman ini dapat dicek dengan meminta pasien untuk menggenggam
sekuat mungkin jari telunjuk ketika, setelah itu pemeriksa akan berusaha menarik jari
telunjuk keluar dari genggaman. Dari sini dapat dinilai (mungkin agak subjektif)
kekuatannya.

ROM untuk jari-jemari antara lain:


1. Fleksi dan Ekstensi
Minta pasien untuk membuat kepalan yang kuat dan ketat pada tiap tangan dengan ibu
jari melintang di hadapan sendi-sendi, dan kemudian direntangkan kembali. Jari-jemari
harus dapat diekstensikan kembali dengan lembut, begitupula ketika dikepalkan. Pada
sendi MCP, jari-jemari dapat diekstensikan melebihi posisi netralnya (jadi lebih
melengkung ke atas gitu...), dan jangan lupa untuk mencoba fleksi-ekstensi ini pada
tiap sendi interphalanges.

2.

Abduksi dan adduksi


Mintalah pasien untuk melebarkan jari-jemari menjauhi satu sama lain (untuk gerakan
abduksi) dan kembali mendekatkan jari-jemari (adduksi). Perhatikan gerakan yang
lembut dan terkoordinasi. Lihat pula kalau jari ketiga (jari tengah) akan menjadi
sumbu pergerakan abduksi dan adduksi ini. Untuk gambar gerakan abduksi-adduksi
ini saya rasa udah sangat bagus sih di penuntun KKD, lihat sendiri ya...(bikin bete
nih..hahaha).
ROM untuk ibu jari: (ibu jari kita tampil beda dari jari lainnya, karena dia ada
gerakan tersendiri). Minta pasien untuk memfleksi-ekstensikan, abduksiadduksi, dan oposisi (hayo..masih inget kan?). Bedakan fleksi-ekstensi dan
abduksi-aduuksi. Jika fleksi-ekstensi, ibu jari akan melintasi dan menyentuh basis jari
kelima, dan untuk ekstensi, ibu jari akan menjauhi basis ini. Untuk abduksi, ibu jari
akan bergerak ke arah ANTERIOR, sedangkan adduksi adalah lawannya, yaitu
kembali ke tempat semula. Perhatikan gambar. Jangan lupakan oposisi yahh...
32

Yahh,sekian pemeriksaan tangan yahh..semoga menyenangkan dan membuantyuu,,


BAHU
MOVE/RANGE OF MOTION
Terdapat 6 gerakan sendi bahu (=shoulder girdle)
fleksi (=forward flexion) : 0-1650
ekstensi (=backward extension) : 0-600
abduksi : 0-1700
adduksi : 0-500
rotasi internal (r.i.) dalam adduksi ri dalam abduksi 90
rotasi eksternal (r.e.) dalam adduksi re dalam abduksi 90
TEST KHUSUS :
Apley scratch test : pasien meraih skapula kontralateral. Tes ini menguji abduksi
serta rotasi eksternal dan adduksi serta rotasi internal.
SIKU
MOVE/RANGE OF MOTION
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
(jangan lupa saat tes pronasi supinasi siku harus dalam posisi fleksi900)
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara S. The Musculoscletal System in Bates Guide to Physical Examination and
History Taking. 8th ed.(pdf) P: 478-482
2. Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Student. 6st Ed. USA: Lippincott Williams
& Wilkins Inc. 2000. P: 443-449
Test Sensoris
Berdasarkan pembahasan inervasi tangan sebelumnya, tes sensoris dilakukan untuk
mendeteksi integritas saraf perifer. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengelus lembut
permukaan tangan sambil meminta pasien menutup mata atau menusuk sedikit tangan
pasien (jangan pake needle spuit yahh..). Minta feedback pasien akan sensasi tusukan.
Sebaiknya diselingi dengan beberapa penipuan, misalnya tidak ditusuk, tapi ditanyain ada
rasa ketusuk ato ga...ternyata pasien menjawab yoo..ada dok. Amburadul dah...
1. Nervus medianus di pulpa jari telunjuk
2. Nervus ulnaris di pupla jari kelima
3. Nervus radialis di bagian dorsal webspace antara ibu jari dan telunjuk
33

B-1 PEMERIKSAAN FISIK EKSTREMITAS BAWAH


Panggul
I. Inspeksi
Pada inspeksi daerah panggul, disarankan untuk melepas pakaian yang menutupi daerah
panggul, agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan lengkap.
1. Inspeksi gaya berjalan
Bertujuan untuk mengetahui gambaran umum keadaan muskuloskeletal
pasien, khususnya panggul dan ekstremitas bawah. Pasien diminta berjalan seperti
biasa, mendekati dan menjauhi pemeriksa. Yang perlu diperhatikan saat pasien
berjalan: laju, irama, dan gerakan lengan. Dengan memperhatikan hal tersebut,
pemeriksa dapat menentukan apakah terdapat kelainan pada gaya berjalan pasien.

II. Palpasi
1. Minta pasien berbaring telentang, kemudian
palpasilah
i. Krista iliaka
ii. SIAS spina iliaka anterior superior
iii. SIPS spina iliaka posterior superior
iv. Regio inguinal

dimulai dari SIAS hinga tuberkulum


pubikum. Vena, arteri, dan nervus
femoralis membagi dua ligamentum
ingunale (lihat ) di bagian medial dari
daerah ini, terdapat nodus limfe.

Apakah pasien mempunyai gaya jalan terhuyung- huyung? apakah kaki diangkat dan
dijatuhkan dengan mantap? apakah langkahnya pendek dan terseret- seret?
2.

3.

Inspeksi daerah lumbal saat berjalan


Inspeksi dilakukan saat pasien bergerak menjauhi pemeriksa. Perhatikan apakah
terdapat deformitas pada daerah lumbal saat berjalan. Sembari melihat keadaan
lumbal, pada saat berjalan, dapat terlihat profil tulang belakang pasien secara
keseluruhan. Oleh karena itu, dapat diketahui apakah terdapat kelainan pada tulang
belakang pasien.
Inspeksi kulit sekitar panggul, kesimetrisan, kontur otot
Untuk inspeksi warna kulit sekitar panggul, perlu juga membandingkannya dengan kulit
di bagian tubuh lain. Untuk ketidaksimetrisan, dapat berupa nodus, massa, atau
deformitas. Selain itu dapat juga dijumpai tanda peradangan, seperti bengkak,
kemerahan, hangat atau nyeri tekan. Pada kontur/ permukaan kulit dapat diperhatikan
adanya elevasi, deperesi, atau dalam keadaan normal.

[mnemonic: NAVEL: nervus, vena, empty space, lymph node]

Pembesaran nodus limfe menunjukan adanya infeksi pada


ekstremitas atas atau pelvis.

Jika ditemukan tonjolan di sepanjang ligamentum inguinale,


mungkin disebabkan oleh: hernia ingunalis, atau yang lebih
jarang lagi aneurisma.
2. Lalu pasien diminta menghadap ke samping dengan kaki ditekuk. Palpasilah:
i.
Trokanter mayor

Nyeri namun tanpa adanya bengkak pada permukan posterolateral trokanter

mayor menunjukan tendinitis lokalisata atau spasme otot (akibat adanya nyeri
alih dari daerah panggul lain).
ii.

Tuberositas ischium

Gambar 2.2. Bursa ischiogluteal (ki) dan bursa trokanterika (ka)

Di gambar ini, perhatikan cara palpasi! Kedua telapak tangan mendorong ke


arah yg berlawanan.
Tujuannya utk memprovokasi adanya nyeri.
34

III. Move
Terlentang :
Fleksi
Letakan tangan di daerah lumbar pasien. Lalu minta pasien mendekatkan
lutut ke dada dan tarik sedekat mungkin ke abdomen.
Jika pasien normal, dokter akan merasakan lumbar yg sewaktu berdiri
terlihat lordosis ketika panggul difleksikan lumbar akan terasa lurus
atau rata. Lihat sudut fleksi, biasanya paha hampir menyentuh dinding
dada.
Jika terjadi deformitas di daerah sekitar panggul atau pinggang, maka saat
kaki ditekuk, punggung dan pelvis akan ikut naik utk mengurangi
pergerakan panggul dengan demikian lordosis lumbar akan semakin jelas
(ruang antara tempat tidur dan punggung pasien menjadi besar) dan pelvis
anterior akan naik (anterior pelvic tilt).

Rotasi internal dan eksternal


Lihat gambar.

Restriksi rotasi internal merupakan indikator sensitif adanya kelainan panggul


artritis. Biasanya ketika rotasi internal terbatas, rotasi eksternal juga akan
terbatas

Tengkurap :
Ekstensi
Tarik paha ke arah posterior

Abduksi
Stabilkan pelvis dengan menahan SIAS sementara satu tangan lain
memegang pergelangan kaki. Lalu abduksikan kaki ke arah lateral. Tandai
keterbatasan gerakan abduksi.
Alternatif lain adalah dengan melebarkan kaki secara maksimal. Pasien
diminta berdiri dekat kaki meja, lalu melebarkan kakinya semaksimal
mungkin. Metode ini berguna utk melihat perbandingan keterbatasan
pergerakan kedua kaki. Namun jika ROM nya tidak terbatas, metode ini
tidak praktis karena pasien bisa melebarkan kakinya sejauh mungkin.

Gerakan abduksi yang terbatas umum ditemukan pada penyakit panggul


osteoarthritis.

Lutut
Anatomi
Lutut merupakan bagian dari ekstrimitas bawah pada tubuh manusia. Lutut terdiri dari
tulang patella, dan pertemuan antara tulang femoralis, tibia dan fibula. Lutut
merupakan suatu sendi synovial yang bertipe sendi engsel. Sendi ini disokong
pergerakannya oleh beberapa otot, namun terutama disokong oleh otot hamstring dan
quadriceps.
Pergerakan lutut hanya 1 (oleh karena itu termasuk ke dalam sendi engsel) yaitu
fleksi dan ektensi. Akan tetapi, saat pergerakan di sendi lutut juga akan terjadi
pergerakan di tulang-tulang penyokongnya yang berupa rotasi internal dan eksternal. Saat
lutut dalam kondisi fleksi, akan terjadi rotasi internal tibia di femur, sedangkan ketika lutut
dalam kondisi ekstensi, tibia akan berganti berotasi eksternal terhadap femur (Gambar A
dan B). Selain itu terdapat juga pergerakan translasi dari tulang femur pada permukaan
tulang tibia, dimana pergerakan terjadi saat fleksi lutut yaitu tulang femur yang bergeser ke
belakang (Gambar C). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar di bawah.

Adduksi
Stabilkan pelvis dengan menahan SIAS sementara satu tangan lain
memegang pergelangan kaki. Lalu adduksikan kaki ke arah medial.
35

Otot juga berperan dalam pergerakan sendi lutut yaitu otot hamstring yang berkontraksi
saat fleksi lutut dan otot quadriceps yang berkontraksi saat ekstensi lutut.

Pemeriksaan
I. Inspeksi

Perhatikan cara dan ritme jalan pasien ketika memasuki ruangan. Pelurusan lutut
hanya terjadi dalam fase heel-strike, sedangkan pada fase lainnya lutut berada
dalam posisi tertekuk. Usaha meluruskan lutut dengan tangan selama fase heelstrike menunjukan adanya kelemahan quadriceps

Periksa kesegarisan dan kontur lutut. Perhatikan apakah terdapat kelemahan otot
quadriceps seperti pada genu varum dan genu valgum

Perhatikan hilangnya cekungan normal disekitar patella yang merupakan tanda


pembengkakan di sendi lutut dan kantung suprapatellar. Pembengkakan pada
patella menunjukan adanya prepatellar bursitis. Bengkak di atas tuberkul tibial
menandakan adanya infrapatellar atau, pada daerah yang lebih medial, anserine
bursitis

II. Palpasi
Mintalah pasien untuk duduk di tepi meja pemeriksaan dengan lutut pada posisi fleksi. Pada
posisi ini, tulang-tulang akan lebih mudah terlihat, dan otot, tendon, dan ligamen lebih
rileks sehingga lebih mudah untuk dipalpasi. Perhatikan jika terdapat tanda bengkak.
Nyeri merupakan keluhan umum pada masalah di lutut sehingga penting untuk melokalisasi
struktur yang menyebabkan nyeri.
a. Sendi Tibiofemoral:
Palpasi sendi tibiofemoral. Tempatkan jempol pada depresi jaringan lunak pada salah
satu sisi patellar tendon. Indentifikasi lekukan dari sendi tibiofemoral. Patella terletak di
atas garis sendi tersebut. Tekan jempol pada permukaan ke arah bawah, sehingga
dapat dirasakan tepi tibia. Lakukan ke arah medial dan lateral hingga berhenti pada
pusat femur dan tibia. Dengan menggerakkan jempol ke atas melalui garis tengah ke
bagian atas patella, dapat diikuti pula permukaan sendi dari femur dan mengidentifikasi
batas sendi.
Periksa bagian medial dan lateral kompartemen sendi tibiofemoral dengan lutut
ditekuk 90. Lacak apakah terdapat rasa nyeri.

Kompartemen media
Gerakan ibu jari ke arah atas
untuk mempalpasi kondilus
femoral
medial.
Tuberkul
adduktor berada di posterior
kondilus
femoral
medial.
Gerakan ibu jari ke arah
bawah untuk mempalpasi
tibialis
medialis.
Palpasi
sepanjang batas sendi dan
identifikasi
ligamentum
kolateral
medial
yang
menghubungkan
epikondil
medialis femur dengan kondil
medial dan permukaan superior medial tibia. Lakukan palpasi dari bagian origin ke
insersio.

Kompartemen lateral
Pada lateral tendon patellar, gerakan ibu jari ke arah atas untuk mempalpasi
tibialis lateral. Ketika lutut difleksi, epikondil femoral berada lateral dari kondil
femoralis. Pada permukaan lateral, minta pasien untuk menyilangkan kaki
sehingga kita bisa menemukan ligamentum kolateral lateralis
b.

Kantung Suprapatellar, Bursa Prepatellar, dan Bursa Anserina

Carilah penebalan atau pembengkakan pada kantung suprapatellar dan daerah


sepanjang patella melalui perabaan.
36

Palpasi dimulai pada 10 cm di atas batas superior patella. Rasakan jaringan lunak
diantara ibu jari dan jari.
Gerakan telapak tangan ke bagian distal secara perlahan. Identifikasi kondisi
kantung suprapatellar.
Lanjutkan palpasi sepanjang sisi patella. Catat apabila terdapat rasa nyeri atau
hangat, bandingkan dengan jaringan sekitarnya.

c.

The balloon sign (pada efusi mayor)


Letakan ibu jari dan jari telunjuk kanan pada tiap sisi patella. Lakukan kompresi
kantung supratellar melawan posisi femur dengan tangan kiri. Rasakan apabila
terdapat cairan yang masuk ke daerah sekitar patella yang berada di bawah ibu
jari dan telunjuk. Pada kondisi efusi hebat di lutut, kompresi suprapatellar
menggerakan fluida ke dalam ruang disekitar patella. Gelombang yang terasa
melalui palpasi menunjukan balloon sign positif yang
signifikan. Gelombang cairan yang kembali ke kantung
suprapatellar menandakan anefusi.

Periksa tiga bursa lainnya, apakah terdapat pembengkakan. Lakukakn palpasi


pada bursa prepatellar, bagian atas bursa anserina pada sisi posteromedial lutut
diantara ligamentum kolateral medial, dan tendon di daerah medial tibial. Pada
permukaan posterior, periksa aspek medial fossa popliteal dengan posisi kaki
diluruskan.

Tes Palpasi pada Efusi di Sendi Lutut


Terdapat tiga jenis tes pada sendi lutut: the bulge sign, the balloon sign, dan balloting
patella.

The bulge sign (pada efusi minor)


Dalam posisi ekstensi lutut, letakan tangan kiri di atas lutut dan berikan tekanan
pada kantung suprapatellar sehingga terjadi displacing cairan ke bagian distal.
Lakukan penekanan ke bawah pada aspek medial lutut dan berikan penekanan
untuk menggerakan cairn ke bagian alteral.Tepuk lutut pada margin lateral patella
dengan tangan kanan. Gerakan fluida pada sisi medial diantara patella dan
femuris mengindikasikan positif bulge sign yang konsisten dengan efusi

Balloting patella
Pemeriksaan ini dilakukan pada efusi besar. Kompresi
pada kantung suprapatellar dan ballote atau
pendorongan patella secara kuat melawan femur juga
bisa dilakukan. Perhatikan aliran balik cairan ke kantung
suprapatellar.
37

III. Range of Motion


Periksa range of motion (ROM) lutut, sesuai dengan petunjuk tabel di bawah ini
Pergerakan Lutut

Otot Utama yang Bekerja

Fleksi
Ekstensi
Rotasi Internal
Rotasi Eksternal

Hamstring: biceps femoris, semitendinosus, and semimembranosus


Quadriceps: rectus femoris, vastus medialis, lateralis, dan intermedius
Sartorius, gracilis, semitendinosus, semimembranosus
Biceps femoris

Manuver
Stabilitas ligament dan integritas meniskus perlu diperiksa apabila terdapat riwayat trauma
atau timbul rasa nyeri dengan palpasi. Bandingkan antara lutut kanan dan kiri

Ankle & Kaki


Anatomi
Macam2 sendi yg ada di sini (terutama yg no 1 & 2):
1. tibia-fibula & talus (talocrural) : ini sendi sinovial engsel, yang membuat ankle bisa
bergerak dorso & plantar fleksi
2. talus & calcaneus (subtalar) : ini sendi sinovial plane (sori ga tau indo nya apa, sendi
geser kali ya), persendian ini yg bikin ankle bisa inversi & eversi
3. tarsal-metatarsal : juga plane, geraknya sangat terbatas
4. metatarsal-phalang proksimal : kondiloid (sendi telur, bisa gerak ke 2 sumbu), bisa
fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi , kl jempol kaki bisa sirkumduksi juga

5.

antar phalangs : sendi engsel, bisa fleksi & ekstensi

Tulangnya:
1. tibia, fibula, talus (udah tau lah ya..)
2. bonus kalo2 ditanya: di daerah tarsal ada 2 garis horisontal imajiner yg membatasi
antara tulang : linea CHOPARTI (membatasi talus-calcaneus & navicularecuboideum), linea LISFRANCI (lbh distal, membatasi tarsal (ciboideum, cuneiform III-III) & metatarsal)
Gerakan (biar tau kl geraknya terganggu otot mana yg terganggu):
1. dorsifleksi : pake otot tibialis anterior
2. plantarfleksi: pake gastrocnemius & soleus
3. inversi : tibialis posterior & anterior (iya lah kan inversi geraknya ke sisi tibia, jdnya
otot2 yg di sisi tibia yg kontraksi/memendek)
4. eversi : pake trio otot fibularis (longus, brevis, tertius), kan eversi geraknya ke sisi
fibula jd otot2 yg di sisi fibula yg kontraksi
5. oya slain faktor otot, bisa juga gerakan terganggu krn nervus rusak (kl kaya gini
biasanya ototnya skalian atrofi krn disuse), mis: N. peroneus communis kl rusak jd ga
bisa dorsifleksi (jd bikin foot drop), kl N. tibialis rusak jd ga bisa plantarfleksi
6. trus mungkin juga tendon yg putus (yg ini sih biasanya udah keliatan ada deformitas di
sendinya pas inspeksi), mis. tendon achilles (calcaneal) rusak jd ga bisa plantarfleksi
Teknik pemeriksaan: spt biasa pakai urutan look, feel, move
1. Inspeksi/look
(Biar gampang liatnya diurutin dari paling luar ke dalam aja) mulai dari kulit (warna
ada sianosis atau tidak, scar, bengkak, kapalan, nodul, mata ikan, kutil, ulkus/luka),
otot (atrofi/tidak), sendi (deformitas atau tidak), saraf, tulang (pokoknya lihat dalam 3
dimensi, apakah ada deformitas: rotasi, angulasi, perpendekan)
Kelainan bentuk di jari kaki ada hallux valgus (ujung distal metatarsal I
besar/nonjol, sedangkan phalangs I proksimal jd ke lateral), hammer toes (deformitas
sendi interphalangs proksimal, jd jari kakinya bengkok scr permanen kaya palu)

38

2.

3.

Palpasi / feel
Palpasi bagian ankle untuk merasakan sendi pergelangan kaki. Rasakan juga tendon
achilles pasien dan palpasi setiap sendi metatarsal-phalang I-V, serta palpasi bagian
telapak kaki. Carilah apakah ada nyeri tekan, rasa hangat pada kulit, massa, dan
kelainan lainnya. Bila ada massa, deskripsikan massa tsb: regionya, ukurannya
(sebesar apa), mobilitasnya (gerak atau tidak), konsistensi (kenyal/tidak), nyeri
(ya/tidak), batasnya (jelas/tidak), dll (deskripsi normal massa).
Jangan lupa palpasi PULSASI (selain cek capilary refill, cek juga pulsasi a.
dorsalis pedis dan a. tibialis posterior. Ingat juga untuk meraba dan
membandingkan kekuatan denyut dan frekuensi kedua arteri tersebut (siapa
tau terjadi fraktur yang hanya merusak a. dorsalis pedis saja, a. tibialis posterior saja,
maupun dua-duanya). Jangan lupa juga untuk membandingkan kekuatan denyut
dan frekuensi arteri kiri-kanan (bandingkan a. tibialis posterior kiri kanan, kalau
denyut melemah di salah satu sisi mungkin terjadi compartement syndrome ataupun
trombosis arteri)
Move/range of motion
Minta pasien melakukan gerakan inversi, eversi, dorso & plantar fleksi,, tapi kalau
sudah jelas pasiennya patah kaki di fibula/tibia ato di daerah deket ankle ya JANGAN
DILAKUKAN (risiko tambah parah). Sebagai gantinya bila ingin mengecek apakah
sarafnya rusak atau tidak akibat fraktur tsb, minta pasien menggerakkan sendi yang
lebih distal, misalnya minta pasien menekuk jari-jari kaki.

Sumber: Slide Anatomi Modul Muskuloskeletal


Panduan KKD Muskuloskeletal
Bates B.

B-2 PEMERIKSAAN FISIK FRAKTUR TULANG PANJANG DAN LOWER BACK


A.
1.

Pemeriksaan Fraktur Tulang Panjang1,2,3


Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

2.

Tujuan
Mampu melakukan diagnosis fraktur, antara lain:

Memastikan ada atau tidaknya tanda tanda:


o Syok (akral dingin, nadi lemah dan cepat) atau melihat pendarahan
o Penurunan kesadaran (gangguan otak), medula spinalis atau viscera dan juga
penyakit penyerta lainnya.

Menangani jaringan atau ekstremitas yang terkena cedera dengan gentle. Tanda
krepitus atau gerakan abnormal akan menimbulkan rasa nyeri.

Melakukan inspeksi/look: bengkak, memar, deformitas, luka.

Melakukan palpasi/feel: nyeri tekan, nyeri goyang, nyeri sumbu (pada fraktur
incomplete), NVD (neurovascular disturbance).

Melakukan move/ROM

3.

Patofisiologi

Rudapaksa/trauma/tenaga fisik/pukulan keras.

Perdarahan/syok jika terjadi fraktur dan diskontinuitas jaringan serta pada luka
dan fraktur yang masih basah.

Aliran darah ke kapiler menurun sehingga merangsang pengeluaran kimia darah


dengan mengeluarkan serotinin, bradikinin, dan histamin.

4.

Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan hubungan dunia luar.

Fraktur terbuka (Open atau Compound), bila terdapat hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur
terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R Gustillo), yaitu :
Derajat I :

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal
Derajat II

Laserasi > 1 cm
39

5.

6.

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas


Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang

Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
o Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
o Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif
o Luka pada pembuluh arteri atau saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jarigan lunak

Tanda dan Gejala

Adanya nyeri/nyeri tekan

Deformitas

Hematom

Edema berat

Fungsio laesa

Asimetris

Krepitasi

Nyeri bila digerakkan


Pemeriksaan umum
Kita harus mampu melakukan diagnosis fraktur. Hal pertama yang dilakukan adalah
memastikan ada atau tidaknya tanda-tanda syok berupa: akral yang dingin, nadi
yang lemah dan cepat; melihat adanya perdarahan; penurunan kesadaran (gangguan
otak); gangguan pada medulla spinalis dan juga penyakit penyerta lainnya. Kemudian
kita harus mampu melakukan penanganan pada jaringan atau ekstremitas yang
mengalami cedera dengan gentle. Hal yang harus dilakukan adalah:
A.

LOOK
Cari apakah terdapat:

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur


kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan. Lihat juga
pada kulit apakah terdapat bengkak, memar, luka yang terbuka, dll.

Functiolaesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa


berjalan.
Ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai
bawah meliputi apparenth length ( jarak antara umbilikus dengan maleolus
medialis ) dan true lenght (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )

B.

FEEL

Apakah terdapat nyeri. Bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan:


o Nyeri tekan lokal, lakukan penekanan pada daerah yang terlihat
mengalami deformitas.
o Nyeri goyang, yaitu dengan menggoyangkan secara gentle daerah
sekitar yang dicurigai mengalami fraktur.
o Nyeri sumbu (dilakukan pada fraktur yang inkomplit). Pemeriksaan
dilakukan dengan cara: misalnya frakturnya di paha atau betis, nah nyeri
sumbu ini dilakukan dengan melakukan penekanan pada telapak kaki dan
agak didorong gitu. Rasanya akan sakit sekali. Pemeriksaan nyeri sumbu
TIDAK DIANJURKAN dilakukan lagi karena akan menambah trauma.
Jadi kalo udah kelihatan itu fraktur ya udah ga usah cek ini lagi.

C.

MOVE
Dilakukan untuk mencari:

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena akan menambah trauma.

Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun pasif

Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak


mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan
sendi ), dan kekuatan.

7.

Kontraindikasi
Kemaren dibilangin sama dokternya apabila saat palpasi pasien merasa sakit karena
ada fraktur maka kita tidak boleh gerakin bagian-bagian itu karena nanti malah kita
ngelukain orangnya ato bikin tambah parah.

8.

Tambahan dari dokternya


Tidak perlu dilakukan nyeri goyang dan nyeri sumbu kalo emang waktu nyeri tekan tuh
udah terasa sakit

40

B.

Pemeriksaan Lower Back3,4,5


1. Tujuan:
Secara umum, pemeriksaan lower back dilakukan untuk melihat kondisi punggung
bagian bawah yang utamanya berkaitan dengan adanya keluhan nyeri punggung
bawah (low back pain). Dengan begitu, identifikasi penyebab utamanya nyeri
punggung tersebut dapat dilakukan. Selain pemeriksaan fisik, sebenarnya riwayat
kelainannya sangat penting untuk digali apalagi kalau ada red flag atau yellow
flag. Meskipun ada banyak penyebab, prevalensi degenerasi diskus yang
simptomatik merupakan yang prevalensinya tertinggi dalam kasus low back pain.
Jika memang pasien mengalami keterbatasan saat melakukan pemeriksaan,
manuver dalam pemeriksaan tidak boleh dipaksakan. Hal tersebut justru menjadi
sebuah catatan bagi kita dalam mengetahui kondisi pasien. Misalnya, pasien
merasa terlalu sakit saat melakukan gerakan ekstensi atau fleksi. Jika ada
kecurigaan fraktur tulang belakang, tentunya manuver-manuver dalam
pemeriksaan yang beresiko semakin mencederai tulang belakang tersebut tidak
boleh dilakukan.
Mampu melakukan pemeriksaan fisik Lower back meliputi:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Move
4. Test Khusus
2.

Berbaring kesamping
Ischiadicus.

fleksi

panggul

dan

lutut

perhatikan

Nervus

ROM
Fleksi dan Ekstensi

Rotasi ke kiri dan kanan


Lateral bending

Dasar Teori:
Inspeksi
1. Perhatikan postur pasien, gaya berjalan saat masuk.

Apakah condong miring ke kiri,kanan, atau depan belakang?


Apakah ada tanda-tanda pincang, jalan diseret dsb?
2.
3.

4.

Kemudian Pasien membuka baju ke atas


Dari belakang
Perhatikan kesegarisan kepala, leher, punggung dan sacrum ( Apakah
ada lordosis, kifosis, atau skoliosis)
Bagaimana dengan kurvaturanya?
Perhatikan pula bahunya, dan lihat condong ke kiri atau kanan?
Dari samping perhatikan apakah ada lordosis atau tidak?

Palpasi
Perhatikan apakah ada nyeri tekan pada prosesus spinosus dan sendi
sakroiliaka.
Gentle percussion pada vertebra.
Pada otot paraspinal perhatikan nyeri tekan, dan spasme.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.

Slide slide kuliah selgen


Guyton bab 24 halaman 293 - 296, 557
Catatan saat KKD
Nair K. Lower Back Pain. Diunduh dari http://physicalexamination.org/?q=node/86. Diakses 17
Juni 2011
Silber jr. Decision Making in Spinal Care:Lumbal Disk Disease and Low Back Pain. United States:
Thieme; 2007.

41

B-3 PEMERIKSAAN FISIK LEHER


Pemeriksaan fisik leher terdiri dari pemeriksaan tekanan vena jugularis (JVP),
pemeriksaan kaku kuduk, dan pemeriksaan kelenjar tiroid.
Indikasi PF leher
Pasien dicurigai adanya infeksi yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening,
edema jugular, dan kelainan kardiovaskular (seperti dekom kanan misalnya).
Kontraindikasi
Apabila dicurigai adanya trauma leher karena apabila PF ini tetap dilakukan pada trauma
leher dapat memperparah trauma tersebut.

Dasar Teori
Untuk tujuan deskriptif,
daerah
leher
dibagi
menjadi dua area segitiga
yang dibatasi oleh otot
sternomastoid.
Kedua area tersebut adalah
segitiga anterior dan
segitiga posterior (lihat
gambar).

Sekarang identifikasi struktur berikut:


1) Tulang hyoid yang mobile, terletak tepat di bawah mandibula
2) Kartilago thyroid, dapat diidentifikasi melalui tonjolan (notch) pada batas superiornya
3) Kartilago krikoid
4) Cincin tracheal
5) kelenjar thyroid.

Untuk segitiga anterior,


dibatasi
mandibula
(superior),
otot
sternomastoid
(lateral),
dan garis tengah leher
(medial). Sedangkan untuk
segitiga posterior dibatasi
oleh otot sternomastoid dan trapezius, dan klavikula.
Di dalam sternomastoid, berjalan pembuluh darah besar leher: arteri karotid dan vena
jugularis interna. Vena jugularis eksterna melewati bagian atas permukaan sternomastoid
secara diagonal dan dapat membantu pada percobaan untuk mengidentifikasi tekanan vena
jugularis.

Isthmus kelenjar thyroid terletak melintang melintasi trachea di bawah krikoid. Lobus
lateral pada kelenjar ini melengkung ke posterior mengelilingi sisi trakea dan esofagus.
Kecuali di garis tengah, kelenjar thyroid ditutupi oleh otot pelilit yang tipis. Pada bagian ini,
hanya sternomastoid yang terlihat. Pada perempuan, kelenjar ini lebih besar dan lebih
mudah dipalpasi.
42

Nodus limfa kepala dan leher diklasifikasikan dalam banyak cara. Salah satunya ditunjukkan
pada gambar, dengan arah drainasenya. Aliran cervical profunda sebagian besar ditutupi
otot sternomastoid, tetapi pada ujungnya, nodus tonsillar dan supraklavikular dapat
terpalpasi. Nodus submandibular terletak superfisial terhadap kelenjar submandibular, oleh
karena itu harus dapat dibedakan. Nodus biasanya bulat atau oval, halus, dan lebih kecil
daripada kelenjar. Kelenjar lebih besar dan berlobus, memiliki permukaan yang cukup
irregular.
Pengetahuan tentang sistem limfatik
penting untuk klinis Kapanpun
keganasan atau inflamasi terobservasi, lihat
keterlibatan nodus limfa regional yang
melaluinya; kapanpun nodus membesar atau
nyeri, lihat sumbernya, seperti infeksi pada
area yang dilaluinya.

Nah, sekarang mari kita ulangi kembali hal-hal apa saja yang dilakukan pada PF leher.
I. Pemeriksaan JVP
a. Perkenalkan diri, beri penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan kita lakukan,
dan meminta izin kepada pasien.
b. Minta pasien untuk tidur telentang dengan bantal yang ditumpuk (kira-kira sudut
300-450)
c. Tekan vena dengan 1 jari di sebelah atas klavikula
d. Kemudian, tekan vena di sebelah atas dekat mandibula dengan jari yang lain
e. Lepaslah tekanan vena sebelah bawah (dekat klavikula tadi)
f. Perhatikan kedut terisinya vena
g. Hitung jarak dengan bidang datar yang melalui angulus ludovici (bagian datar di
bawah klavikula), pake penggaris 2 buah yah.. ^^
h. Tinggi tekanan vena yang diukur nilai normalnya = 5-2 cm H20. Kalo nilainya 5-1,
5+2, 5-3, dll itu gak normal. Dari catatan, kalau 5-3 cm H2O berarti pasiennya
terkena dehidrasi. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan dengan gentle dan
menyenangkan.

II. Pemeriksaan kaku kuduk


a. Seperti biasa, perkenalkan diri, kasih penjelasan, dan minta izin ke pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
b. Minta pasien telentang tanpa bantal dengan posisi tungkai lurus ke depan
c. Letakkan tangan kita di belakang kepala pasien dan lakukan fleksi leher pada
pasien
d. Laporkan hasil pemeriksaan, contoh: kalo pasiennya bisa fleksi, laporkan kalau tidak
ditemukan kelainan pada pasien.
III. Pemeriksaan kelenjar tiroid
a. As usual, perkenalkan diri, kasih penjelasan, dan minta izin ke pasien tentang
pemeriksaan
b. Minta pasien untuk duduk dan sedikit mengekstensikan kepalanya
c. Lakukan inspeksi. Yang dilihat: apakah ada pembesaran tiroid (kalau ada laporkan
panjang, lebar, dan dalam tiroidnya), perhatikan tanda radang.
d. Berdiri di belakang pasien
e. Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari dari kedua tangan dimulai dari
mandibula, submentalis, preauricular, retroauricular, dan occipital. Pemeriksaan ini
untuk memeriksa kelenjar getah bening. Apabila teraba benjolan, laporkan
lokasinya, panjang, lebar, tebal, konsistensi, mobile/immobile, apakah ada nyeri
tekan.
f. Lakukan palpasi pada regio tiroid dengan menggunakan ujung jari. Periksa apakah
ada benjolan/tidak. Jika ada, laporkan karakteristik benjolannya.
g. Minta pasien untuk menelan. Yang normal: Tiroid bergerak seirama dengan
gerakan menelan. Apabila ada benjolan biasanya tidak bergerak seirama dengan
gerakan menelan.
h. Memeriksa seluruh kelenjar tiroid pada daerah segitiga anterior dan posterior
(gambar bisa dilihat di bagian dasar teori paling atas). Laporkan apakah ada
benjolan/tidak
i. Auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Apabila terdengar adanya bruit
(bunyi seperti bunyi angin yang memasuki celah sempit), artinya terdapat aliran
yang terhambat di pembuluh darah.
j. Laporkan semua hasil pemeriksaan dengan benar

Jangan lupa yaa untuk meriksa dengan benar, gentle, dan menyenangkan
NB: Kalau ada yang kurang atau ada kritik tentang tentir PF leher, ditunggu loh ^^
Daftar Pustaka
1. Checklist KKD dan pesan dari dokter fasilitator
2. Bates physical examination
43

B-4 PEMERIKSAAN JALAN NAPAS


Teman-teman 2009 tercinta, belum bosen kan baca tentirnya? Ayo semangad:D. Nah untuk tentir
KKD kali ini, kita akan membahas pertolongan pertama pada orang yang mengalami sumbatan jalan
napas dan juga sekalian oksigenasi. Saluran napas yang biasanya tersumbat adalah saluran napas
atas. Oleh karena itu, intip dulu yuk anatomi saluran napas atasnya

Hidung 1
Hidung memiliki bagian eksternal yaitu yang bisa dilihat dari luar termasuk kartilago
septal nasal, kartilago nasal lateral, dan kartilago alar. Namanya juga kartilago, makanya
mereka dibentuk oleh tulang dan hyalin. Tulang dan kartilago hyalin ini dilapisi oleh otot
dan kulit serta membran mukosa. Hidung bagian eksternal memiliki fungsi:
menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk
mendeteksi stimulus olfaktori
memperbesar vibrasi suara ketika melewati ruang resonansi
Hidung bagian internal bergabung dengan hidung bagian eksternal di bagian depan, dan
terhubung dengan faring di bagian belakang melalui 2 bukaan yaitu nares internal atau
choanae. Hidung bagian internal terdiri dari rongga hidung yang pada bagian anterior
langsung berbatas dengan lubang hidung yang disebut vestibulum nasalis. Rongga
hidung ini dibagi menjadi 2 oleh septum nasalis menjadi bagian kanan dan kiri.

dalam sistem respirasi dan pencernaan. Orofaring ditempati oleh 2 pasang tonsil yaitu
tonsil palatin dan lingual.
Laringofaring atau hipofaring dimulai dari bagian tulang hyoid dan ujung bawahnya
berbatas dengan esofagus di bagian posterior dan laring di bagian depan. Sama
halnya dengan orofaring, laringofaring juga merupakan saluran untuk sistem
pencernaan dan respirasi.
Jadiringkasannya, jalan napas atas terdiri
dari mulut dan hidung pharynx .
Umumnya manusia bernafas melalui
hidung, namun bila terpaksa manusia
bernafas melalui mulut. Udara yang berasal
dari lingkungan memiliki suhu dan
kelembaban yang berbeda dengan tubuh.
Ketika melalui hidung udara pernafasan
dilembabkan dan dihangatkan. Udara juga
mengalami penyaringan dari debu dan
kotoran oleh rambut-rambut hidung. Udara
yang melewati hidung atau mulut akan
melewati
pharynx
(orofaring
dan
nasofaring).

Eitssjangan lupakan saluran napas bawah juga, cek:


Faring 1
Berbentuk tabung (corong) berukuran 13
cm yang dimulai dari nares internal dan
memanjang ke kartilago krikoid, dan di
bagian paling bawahnya terdapat laring
(kotak suara). Faring berfungsi sebagai
saluran untuk udara dan makanan lewat,
menjadi ruangan untuk resonansi suara
dan tempat tonsil. Faring dibagi menjadi
tiga yaitu nasofaring, orofaring dan
laringofaring.
Nasofaring terletak di posterior
rongga hidung dan memanjang ke
palatum mole (bagian yang lunak). Nasofaring menerima udara melalui nares internal,
dan mempertukarkan sedikit udara tersebut dengan tuba auditorius untuk
menyeimbangkan tekanan udara antara faring dan telinga bagian tengah.
Orofaring merupakan bagian tengah faring, yang terletak di posterior rongga mulut
dan memanjang dari palatum molle menuju tulang hyoid ke arah bawah. Fungsinya
sebagai saluran untuk udara, air, dan makanan. Dengan kata lain, orofaring berfungsi

Pada akhir faring saluran bercabang menjadi dua. Bagian depan/anterior adalah laring yang
merupakan saluran nafas, sedangkan bagian belakang/posterior adalah esophagus yang
merupakan baguan dari saluran cerna. Sebelum melewati laring akan didapatkan epiglotis
(katup memisahkan saluran nafas dan cerna). Setelah melewati laring udara masuk ke
trakea bronkus bronkeolus alveolus.1

Back to the topic, sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama
yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan
gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa
menggunakan alat yang canggih. Kita dapat mengetahui adanya sumbatan jalan nafas
dengan cara sebagai berikut: 2

LOOK: lihat pergerakan dada atau perut

LISTEN: dengarkan suata pernapasan dari mulut atau hidung, perhatikan apakah ada
suara yang abnormal

FEEL: rasakan aliran udara yang keluar dari hidung atau mulut
Selain itu, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan:

Penurunan kesadaran dan agitasi (gaduh dan gelisah) hipoksia

Sianosis
44

Pada korban yang mengalami luka bakar harus dicurigai adanya trauma inhalasi atau
terhirupnya gas beracun.
Pada korban yang menolak berbaring karena alasan tidak nyaman dicurigai adanya
gangguan saluran nafas

Nah, gangguan napasnya itu tandanya apa? Ini dia:

Adanya suara nafas tambahan baik saat ekspirasi maupun inspirasi.

Adanya retraksi (penarikan ke dalam) otot bantu pernafasan : suprasternal,


intercostal, sternomasitoid, dan pernafasan cuping hidung.

Sianosis yang dapat dilihat di ujung jari dan bibir.


Jenis sumbatan dapat berupa benda padat, cair, atau bagian tubuh itu sendiri. Contoh
sumbatan yang sering:

Makanan

Gigi palsu

Muntahan

Lidah pada orang yang tidak sadar.

Jaringan tubuh disepanjang jalan nafas yang mengalami pembengkakan dan luka
potensial.
Sumbatan jalan napas ada yang total ada yang parsial. 2,5
1. Pada sumbatan jalan nafas total tidak terdengar suara nafas atau tidak terasa
adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan yaitu
adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih bisa
bernafas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada sumbatan
jalan nafas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan walaupun
dengan tehnik yang benar. Selain itu memperlihatkan tanda-tanda universal
(universal sign of choking):

Korban memegang lehernya

Tidak bisa bicara, bernafas ataupun batuk

Kesadaran dapat dengan cepat menurun.

Yang berusaha bernafas, tampak sebagai gerakan paradoksal dada dan perut
(see-saw breathing).
2.

Pada sumbatan jalan nafas parsial terdengar aliran udara yang berisik dan
kadang-kadang disertai retraksi. Bunyi lengking menandakan adanya laringospasme,
dan bunyi seperti orang kumur menandakan adanya sumbatan oleh benda asing.
Tambahannya:

Masih bisa bernafas dan bicara (bagi yang sadar) tidak adekuat dan kurang
memadai.

Pada pasien yang pernafasannya masih baik punya reflek batuk

Terdengar suara nafas tambahan baik ekspirasi maupun inspirasi. Suara nafas
tambahan pada sumbatan airway parsial antara lain:
o Mengorok (snoring)
Biasanya disebabkan jatuhnya pangkal lidah ke belakang pada korban yang
tidak sadarkan diri. Suara mengorok biasanya terdengar terutama saat
mengeluarkan nafas.
o Berkumur-kumur (gurgling)
Dihasilkan bila cairan atau benda semi cair (ex: darah, muntah, lendir)
menyumbat jalan nafas.
o Stridor
Suara keras mirip burung gagak yang terdengar saat inspirasi. Terjadi bila ada
peradangan dan pembengkaan laring. Dapat ditemukan pada bayi yang
mengalami infeksi saluran nafas, luka inhalasi atau terhirupnya gas beracun,
cedera langsung pada laring.

Kalo di batuk-batukin ga keluar juga sumbatannya, kita bisa lakukan dua hal: 2

Back blow: Lakukan 3 sampai 5 kali pukulan dengan pangkal telapak tangan diatas
tulang belakang korban diantara kedua tulang belikatnya. Jika mungkin rendahkan
kepala dibawah dadanya untuk memanfaatkan gravitasi.

Heimlich Manuever: Bila dengan back blow tidak berhasil, segera lakukan maneuver
ini.

Segera penolong berdiri di belakang korban,


satu kaki penolong letakkan diantara kedua kaki
korban, rangkul korban dari belakang. Tujuan
kaki diletakkan di anatar kedua kaki korban
adalah karena korban bisa saja tiba-tiba
pingsang, sehingga dengan posisi seperti ini
akan membantu penolong untuk dapat berdiri
dengan stabil.

Letakkan genggaman pada titik hentak,


letakkan sisi ibu jari dari tangan yang terkuat
(kanan atau kiri) lalu letakkan telapak tangan
yang satunya pada tangan yang terkuat tadi.
Letakkan di atas pusar

Berikan tekanan ke arah atas dan dalam


(upward and inward)

Lakukan hentakan 5 kali


Sebelum melakukan kedua hal ini, JANGAN LUPA IZIN KE KORBAN TERLEBIH
DAHULU!!, karena tindakan ini lumayan bikin sakit. Heimlich maneuver akan mengangkat
diafragma dan memaksa udara keluar dari paru-paru dan membuat batuk buatan.
45

Jika korban tidak sadar?

Tes dulu kesadarannya dengan AVPU:


o Alert: diguncang2kan korbannya
o Voice: dipanggil2, diajak bicara
o Pain : beri ransang nyeri pada sternum, atau pada tulang alis
o Unresponsive: korban tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yangdiberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama
sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.

Jika ternyata positif tidak sadar, langsung aktifkan SPGDT

Lalu kita buka jalan napasnya (Open airway): bisa dengan head tilt chin lift, atau
triple airway maneuver (head tilt, chin lift, open mouth). Namun, perhatian untuk
yang mungkin dicurigai adanya cedera servikal, buka jalan napas dengan jaw thrust.

Jika sumbatan padatan terlihat, ambil segera dengan sapuan jari. Jika ternyata
cairan, dapat diambil dengan memasukkan tangan yang sudah dilapisi kassa untuk
menyerap cairan yang berada di dalam mulut, atau kepala korban dapat dimiringkan ke
samping (jika tidak ada cedera servikal) untuk dapat mengeluarkan cairan. Atau lebih
bagus lagi kalo ada alat suction, langsung bisa disedot cairannya.. Ingat ya ! tindakan
ini dilakukan HANYA jika penolong dapat melihat adanya sumbatan, sehingga jangan
dipaksakan jika memang sumbatan tidak terlihat.

Jika ternyata sumbatan sudah keluar, kita perhatikan korban, apabila ternyata ia tetap
sulit bernapas, kita dapat memberikan napas tambahan sebanyak 2 kali. Caranya?
o Pertahankan posisi jalan napas (triple airway
maneuver)
o Tutup hidung korban
o Berikan napas buatan dengan mulut penolong
menutupi seluruh mulut korban karena
tujuannya adalah ingin memasukkan udara ke
paru-paru korban, sehingga JANGAN sampai
ada udara yang bocor.
o Berikan pernapasan biasa, penolong jangan
memaksakan dengan inspirasi maksimal
o Jarak antara satu napas tambahan dengan
napas tambahan selanjutnya jangan terlalu
cepat, berikan kesempatan dada mengembang
dan mengempis terlebih dahulu.
o Jika korban sudah mulai bernapas kembali,
untuk membantu pernapasan korban kita dapat
menggunakan oropharyngeal tube.
o Oropharyngeal tube harus diukur terlebih
dahulu
o Lalu mulai masukkan oropharyngeal tube

dengan ujung tube menghadap langit2 mulut, lalu diputar ke bawah. Bingung? Liat
gambar..
Pemasangan tube ini dapat membuat muntah, sehingga pasien harus tidak sadar
Nah, tadi kan jika sumbatan terlihat, jika sumbatan
tidak terlihat kita dapat melakukan abdominal thrust.
Caranya mirip2 kayak CPR.2
Abdominal thrust dilakukan terus sampai 5 atau 6 kali.
Bagaimana tanda sumbatan sudah keluar? Yaaaa
sumbatannya tau2 nanti mental dari mulutnya. Atau
jika pasien sudah bisa mulai bernapas spontan.

Wah, tadi banyak juga ya alat-alatnya, biar ga bingung, pelajari yuk satu per satu
Alat bantu jalan napas adalah peralatan yang dirancang
khusus untuk membantu mempertahankan terbukanya
jalan napas, dapat digunakan pada awal penanganan
pasien yang tidak responsif dan dilanjutkan sepanjang
perawatan. Alat bantu jalan napas yang paling umum
digunakan pada penderita adalah pipa orofaring dan
pipa nasofaring. Oro - berarti mulut, naso - berarti
hidung dan faring berarti tenggorokan. Pipa orofaring
dimasukkan ke dalam mulut dan membantu menjaga
agar lidah tidak jatuh ke belakang ke arah faring. Pipa
nasofaring dimasukkan melalui hidung dan berhenti di
faring, juga membantu menjaga lidah menutupi jalan
napas. 3,4
Beberapa kaidah umum penggunaan pipa orofaring dan pipa nasofaring:
1) Gunakan alat bantu jalan napas pada semua pasien yang tidak sadar yang tidak
menunjukkan adanya gag reflex (reflek muntah).
2) Buka jalan napas pasien secara manual terlebih dahulu sebelum menggunakan
alat bantu jalan napas.
3) Masukkan pipa secara hati-hati jangan sampai mendorong lidah pasien ke dalam
faring.
4) Jangan melanjutkan memasukkan pipa jika pasien mulai menunjukkan reflek
muntah.
5) Jika pipa telah terpasang pada tempatnya, Anda harus mempertahankan head-tilt,
chin lift atau jaw-thrust dan memonitor jalan napas.
46

6)
7)

Lakukan penghisapan jalan napas pasien untuk membersihkan sekresi yang timbul
saat pipa telah terpasang pada tempatnya.
Jika pasien mulai sadar atau reflek muntah mulai muncul, lepaskan pipa
secepatnya.

Pipa Orofaring 3,4


Pipa orofaring adalah peralatan berbentuk kurva, biasanya terbuat dari plastik yang
dapat dimasukkan ke dalam mulut pasien. Penggunaan yang benar dari alat ini dapat
mengurangi kemungkinan jalan napas penderita mengalami obstruksi. Alat ini tidak
efektif jika ukuran yang digunakan tidak sesuai. Ukuran yang sesuai dapat diukur
dengan membentangkan pipa dari sudut mulut pasien ke arah ujung daun telinga
(bagian lobulus) sisi wajah yang sama. Metode lain untuk mengukur pipa yaitu dengan
mengukur dari tengah mulut pasien ke arah sudut tulang rahang bawah.
Langkah-langkah memasukkan pipa orofaring:
1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift-head
tilt/jaw thrust untuk mengamankan jalan napas secara manual.
2. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi
bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari Anda untuk
membuka rahang pasien ( teknik crossed - finger ).
3. Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan
sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari
belakang (uvula), atau hingga anda menemukan tahanan melawan palatum mole.
4. Putar pipa 180 o dengan hati-hati, sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke
faring pasien.
5. Tempatkan pasien non-trauma dalam posisi head-tilt . Jika ada kemungkinan
cedera spinal, pertahankan stabilisasi leher sepanjang waktu manajemen jalan
napas.
6. Periksa dan lihat respon penderita setelah pipa terpasang. Pertimbangkan apakah
pipa sudah terpasang dengan baik. Jika pipa terlalu panjang atau pendek, lepas
dan ganti dengan ukuran yang sesuai.
7. Tempatkan masker yang akan Anda gunakan untuk ventilasi pasien di atas alat
bantu jalan napas.
8. Monitor pasien dari dekat. Jika ada gag reflek, lepaskan alat bantu jalan napas
segera. Lepaskan alat bantu jalan napas dengan mengikuti lekukan anatomis.
Anda tidak perlumemutar alat saat melepasnya.
Metode ini akan mencegah terdorongnya lidah pasien ke belakang. Cara lain,
masukkan pipa dengan ujung yang telah mengarah ke bawah ke arah faring pasien,
gunakan depressor lidah untuk menekan lidah ke bawah depan untuk mencegahnya

menyumbat jalan napas. Metode ini lebih dipilih untuk memasukkan pipa pada
bayi atau anak.
Pipa Nasofaring 3,4
Pipa nasofaring lebih menguntungkan karena sering tidak menimbulkan reflek muntah.
Sehingga diperbolehkan digunakan bagi pasien dengan kesadaran yang menurun
namun reflek muntahnya masih baik. Keuntungan lain adalah dapat digunakan walau
gigi mengatup rapat atau terdapat cedera pada mulut. Agar efektif, ukur pipa
nasofaring dari lubang hidung pasien ke lobulus telinga atau ke sudut rahang pasien.
Memilih panjang yang benar akan memastikan diameter yang sesuai. Peringatan:
Jangan mencoba menggunakan pipa nasofaring jika ada bukti keluarnya
cairan bening (cairan serebrospinal) dari hidung atau telinga. Keadaan ini
mengindikasikan fraktur tulang tengkorak pada daerah yang akan dapat dilalui pipa.
Pada keadaan darurat pada waktu tidak dijumpai pipa nasofaring dapat menggunakan
pipa endotrakheal yang dimodifikasi (dipendekkan).
Untuk memasukkan pipa nasofaring ikuti langkah-langkah berikut:
1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift-head
tilt/jaw thrust untuk mengamankan jalan napas secara manual.
2. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum
dimasukkan. Substansi seperti jelly dan bahan lain dapat merusak jaringan yang
melapisi rongga hidung dan faring dan meningkatkan resiko infeksi.
3. Dorong dengan hati-hati ujung hidung ke atas. Hampir semua pipa nasofaring
dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian sudut ujung
selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau septum nasi.
4. Masukkan pipa ke dalam lubang hidung. Majukan terus hingga bagian pinggir pipa
berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien. JANGAN PERNAH
MENDORONG KUAT, jika sulit untuk memajukan pipa tarik keluar dan coba pada
lubang hidung yang lain.
Rebreathing Mask 3,4
Masker dengan lubang pada sisinya, pemakainnya pada pemberian oksigen lebih baik
dibandingkan pada kanul hidung karena konsentrasi oksigen yang dihasilkan lebih
tinggi yaitu sekitar 35-60%.

Non Rebreathing Mask 3,4


Masker nonrebreather adalah cara terbaik bagi penolong untuk memberikan oksigen
konsentrasi tinggi pada pasien yang bernafas. Peralatan ini harus dipasang dengan
benar pada wajah pasien sehingga benar-benar tersegel dan dihantarkan oksigen
konsentrasi tinggi. Reservoir bag harus dikembangkan sebelum masker dipasang pada
wajah pasien. Untuk mengembangkan reservoir bag , gunakan jari Anda untuk
47

menutup exhaust port atau penghubung antara masker dan reservoir. Reservoir
harus selalu terisi dengan oksigen yang cukup sehingga tidak akan mengempis lebih
dari sepertiga saat pasien melakukan inspirasi terdalam. Ini dapat dipertahankan
dengan aliran oksigen yang tepat (10-15 liter per menit). Udara yang dikeluarkan
pasien tidak dapat kempali ke reservoir (tidak untuk bernafas lagi non rebreathed ).
Udara ekspirasi akan keluar melalui katup flutter pada bagian wajah. Masker ini akan
memberikan konsentrasi oksigen bervariasi antara 80-90%. Laju aliran minimal 8 liter
per menit. Aliran maksimal bervariasi antara 12-15 liter, tergantung pada perusahaan
pembuatnya. Desain baru dengan satu lubang darurat pada masker, sehingga pasien
dapat tetap menerima oksigen atmosfer jika sistem penyuplai oksigen gagal. Model ini
akan menjaga masker tetap bisa menghantarkan oksigen 100% namun keamanan
didapatkan. Masker ini sangat baik untuk digunakan pada pasien dengan pernapasan
yang tidak adekuat atau yang mengalami sianosis (biru atau abu -abu), dingin, lembab,
nafas pendek, atau menderita nyeri dada, atau perubahan status mental.

Setelah dipasang alat-alat untuk tetap membuka jalan napas, diharapkan korban dapat
bernapas sendiri dengan lancar. Namunkalau tidak bisa, kita harus melakukan oksigenasi.
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara melancarkan
saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2) sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh. Tujuannya untuk mempertahankan oksigen yang adekuat
pada jaringan, menurunkan kerja paru-paru dan jantung. Indikasinya apa saja? Mangga
atuh disimak 3,4
1.

2.

PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi O2 89% pada salah satu keadaan:

Edema karena CHF

P pulmonal terjadi pada pemeriksaan EKG (gel P >3mm pd lead II, III, aVF)

Eritrosemia (hematokrit >56%)


Pemberian Oksigen tidak kontinyu pada saat:
Selama latihan : PaO2 <55mmHg atau Sat O2 <88%
Selama tidur : PaO2 <55mmHg atau sat O2 <88% dengan komplikasi seperti
hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia
Jangan salah teman, ternyata suplementasi oksigen ini tidak direkomendasikan pada:

Pasien dg keterbatasan jalan napas yg berat dengan keluhan utama dispneu, tapi
dengan PaO2 >60mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis

Pasien yg meneruskan merokok kemungkinan prognosis buruk dan dapat


meningkatkan risiko kebakaran

Pasien yg tidak dapat menerima terapi adekuat

Nasal Kanula dan Masker Oksigen

Nasal Kanula dan Selang Oksigen

Terapi oksigen jangka pendek


Hipoksemia akut (PaO2 <60mmHg; Saturasi O2 <90%)
Cardiac arrest dan respiratory arrest
Hipotensi (TD sistolik <100 mmHg)
Curah jantung rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat <18 mmol/L)
Respiratory distress (frek napas >24x/menit)
Terapi oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen secara kontinyu pada saat:
PaO2 istirahat <55mmHg atau saturasi O2 <88%
48

Ventilasi dengan Bagging: 3,4,5


1. Pasti kan aiway dengan head tilt dan chin lift, singkirkan semua sumbatan yang ada
2. Jika perlu gunakan OPA jika saluran napas tersumbat atau pasien tidak sadar
3. Tentukan ukuran OPA dengan melihat ukuran dari sendi rahang bawah
4. Masukan OPA dari samping mulut dengan bagian yang cembung berhadapan dengan
lidah, setelah masuk sampai faring, putar OPA 180 derajat.
5. Ambil masker bagging yang cocok, sambungkan dengan supply oksigen dengan flow
rate 15 L permenit
6. Pasang masker dengan tangan kiri dan membentuk huruf C, dimana jempol akan
menahan yang bagian hidung dan sisa keempat jari berada pada dagu. Dilakukan tetap
pada posisi head tilt dan chin lift.
7. Gunakan tangan yang bebas untuk kompresi dengan kecepatan 10 kompresi permenit

Wuahhakhirnya selesai juga pembahasan mengenai pemeriksaan jalan napas:D. Sekian


persembahan dari kami, kelompok KKD B4, ada Adiba, Herli, Irsa, Jeffry, Lyries, Rido dan
William. Mohon maaf ya jika banyak kekurangan. Semoga membantu. Selamat belajar,
teman-teman semuanya. Tetap semangad lanjut baca bagian berikutnya ya

Referensi:
1. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology: the respiratory
system. 12th ed. Vol 2. Asia: John Wiley & Sons, Inc; 2009, p. 875-9.
2. Burton NL, Birdi K. Clinicals Skill for OSCEs. 2nd edition. UK: Informa Health Care;
2006. p. 275-95
3. http://www.scribd.com/doc/4031584/OKSIGENASI
4. http://www.scribd.com/doc/12878839/2Terapi-Oksigen-Dan-Penatalaksanaan-JalanNapas
5. http://www.scribd.com/doc/14563519/Prosedur-Penatalaksanaan-Obstruksi-PadaJalan-Nafas-Remaja

B-5 TENTIR INJEKSI INTRAMUSKULAR


Obat dapat diserap melalui injeksi intramuskular bergantung pada besarnya aliran darah ke
tempat injeksi dan komposisi lemak dibandingkan otot ditempat tersebut. Obat dapat
dimodulasi sampai batas tertentu akbat adanya panas lokal, massage, atau olahraga.
Secara umum, tingkat penyerapan di otot deltoid atau vastus lateralis lebih cepat dari pada
injeksi pada otot gluteus medius. Tingkat penyerapan di otot gluteus medius lebih lambat
lagi pada wanita. Kelebihan injeksi intramuskular adalah obat yang disuntikkan dalam
bentuk solution, oil, atau depot akan diserap dengan lambat dan konstan. Pertimbangan
utama dalam pemilihan lokasi injeksi intramuskular adalah memilih lokasi yang jauh dari
pembuluh darah besar, saraf dan tulang.1
-

Indikasi untuk injeksi intramuskular


o pasien yang tidak kooperatif
o obat tidak dapat diberikan secara peroral

Kontraindikasi untuk injeksi intramuskular adalah


o daerah yang inflamasi, udem, teriritasi, tahi lalat, tanda lahir, jaringan parut
o kelainan koagulasi
o penyakit vaskuler perifer
o syok
o pasca terapi trombolitik
o acute myocardial infarction

Komplikasi yang dapat terjadi pada injeksi intramuskular :

Rasa tidak nyaman dan nyeri; bisa terjadi memar atau bengkak pada tempat
injeksi

Berpotensi mencederai nervus yang berdekatan dengan situs injeksi

Jangka panjang: fibrosis otot dan kontraktur, abses pada tempat injeksi, gangrene
dan cedera saraf (nervus radialis), infeksi hepatitis B dan C atau HIV

Tidak merotasi lokasi pada pasien dengan injeksi berulang mengakibatkan obat
yang tidak terabsorbsi. Deposit tersebut efek farmakologi yang diinginkan
sehingga menyebabkan abses atau fibrosis jaringan

Tabel availabilitas (Table from Katzung)


Rute pemberian

Bioavailabilitas (%)

Intravena (IV)
Intramuskular (IM)
Subkutan (SC)
Oral (PO)
Rectal (PR)
Inhalasi
Transdermal

100
75 sampai 100
75 sampai 100
5 sampai < 100
30 sampai < 100
50 sampai < 100
80 sampai <100

Karakteristik
Onset paling cepat
Untuk volume besar; mungkin terasa sakit
Volume < IM; mungkin terasa sakit
Paling nyaman; first-pass metabolism (+)
First pass metabolism lebih rendah dibanding oral
Onset cukup cepat (masih di bawah IV)
Absorpsi sangat lambat, durasi kerja panjang,

49

Terdapat 4 tempat utama Injeksi Intramuskular, yaitu:3


Deltoid

Volume suntikan ideal adalah antara 2-4 ml.


Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut sedikit fleksi.
Indikasi : dosis 1 3 cc, ( 5 cc), 20 23 gauge, 1 inch jarum, sudut 90
KontraIndikasi: anak < 2 tahun atau OP berbadan kurus
Langkah:
OP berbaring miring atau telentang, kemudian menekuk lutut dr sisi injeksi atau
memutar ke arah dalam jari kaki untuk merotasi paha.
Temukan spina iliaka posterior garis penghubung ke trochanter terbesar atau 5 7,6
cm di bawah puncak iliaka. Area: di atas dari titik tengah garis khayal tersebut

Ventro Gluteal (M. Gluteus Medius)

Mudah dan dapat dilakukan pada berbagai posisi, Namun kekurangannya adalah area
penyuntikan kecil, jumlah obat yang ideal (antara 0,5 1 mm).
Volume suntikan ideal adalah antara 1 4 ml dan maksimal 5 ml.
Jarum disuntikan kurang lebih 2,5 cm tepat dibawah tonjolan akromion.
Organ penting yang dapat terkena adalah arteri Brachialis atau nervus radialis. Hal ini
terjadi apabila kita menyuntik terlalu jauh kebawah.
Minta pasien untuk meletakkan tangan di pinggul seperti gaya seorang pragawati,
dengan demikian tonus ototnya akan berada pada kondisi yang mudah disuntik dan
dapat mengurangi nyeri.

Dorso Gluteal (M. Gluteus Lateralis)

Indikasi : org dewasa dan anak < 7 bulan


Dosis obat 1 3 cc, 20 23 gauge, 1 inch jarum
Langkah :
o Posisikan OP telentang lateral
o Letakan tangan kanan anda pada pinggul kiri pasien pada Trochanter Mayor atau
sebaliknya posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian gerakkan
jari tengah anda sejauh mungkin menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca.
Maka jari telunjuk dan jari tengah anda akan membentuk huruf V. Suntikan
jarum ditengah-tengah huruf V, maka jarum akan menembus M.Gluteus Medius.
o Volume suntikan ideal antara 1 4 ml
o Lokasi ini cocok untuk anak di atas usia 7 tahun dan dewasa. Posisi saat injeksi
telungkup, telentang atau miring. Namun paling memudahkan dalam posisi miring
dengan lutut di tekuk dan agak dinaikkan menuju dada.

Paling mudah dilakukan, namun angka terjadinya komplikasi paling tinggi


Hati-hati terhadap n.sciatus dan arteri glutea superior.
50

Vastus Lateralis

sampai gelembung udaranya tidak ada lagi atau pindah ke atas. Kenapa gak boleh ada
udara? Soalnya. Udara itu kalo masuk ke pembuluh darah bisa bikin emboli.
Setelah syringe diisi dengan jumlah obat yang dibutuhkan, lokasi penyuntikan harus
terlebih dahulu ditentukan, apakah gluteus medius, ventrogluteal, atau vastus lateralis.
Kemudian, daerah suntikan yang ditentukan harus diantisepsis dengan pengusapan alkohol.
Pengusapan ini dilakukan untuk mensterilkan tempat penyuntikan untuk menghindari
masuknya bakteri baik flora normal maupun bakteri patologis ke dalam tubuh akibat trauma
suntikan. Dalam hal ini, digunakan alkohol 70% karena kadar alkohol tersebut merupakan
kadar alkohol yang bersifat bakterisidal. Setelah diusap, tunggu hingga alkohol tersebut
kering. Jangan mengipas atau memberikan angin sehingga alkohol tersebut cepat kering
karena hal tersebut hanya mendorong bakteri ke tempat yang telah dilakukan antisepsis.
Setelah dilakukan tindakan antisepsis, daerah suntikan diregangkan dengan jari jempol
dan telunjuk. Hal ini bertujuan untuk memfiksasi kulit di atas tempat suntikan.
Kemudian, jarum ditusukkan ke tempat suntikan dengan sudut 900 dengan cepat dan
lurus hingga ke otot. Gerakan ini dilakukan oleh pergelangan tangan. Panjang jarum yang
dimasukkan yaitu sekitar panjangnya supaya mencapai daerah otot.

Pada orang dewasa M. Vastus Lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian
luar.
Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit diatasnya perlu ditarik atau sedikit
dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
Indikasi : bayi dan anak < 7 mo
Dosis obat 1 4 ml (1 3 ml u/ bayi)
Langkah:
o Posisikan OP telentang atau duduk
o Temukan trochanter terbesar dan kondilus femur lateral. Area suntik : 1/3 tengah
dan aspek antero lateral paha
o Volume ideal antara 1 5 ml (untuk bayi 1 - 3 ml).

Injeksi Intramuskular4,5,6
Penyuntikan intramuskular merupakan cara memasukkan obat/zat lain ke dalam tubuh
melalui jalur parenteral. Parenteral berasal dari bahasa Yunani, yaitu para enteron (selain
pencernaan) yang bisa melalui jalur intravena, sublingual, dan salah satunya intramuskular.

Cara penyuntikan intramuskular


Nah, sebelum kita menginjeksikan obat yang sudah kita ambil dari ampulnya. Cek terlebih
dahulu syringenya. Pastikan tidak ada udara didalamnya. Kalo ada, spuitnya disentil-sentil

Sumber: Immunization Action Coalition. Diambil dari www.immunize.org/catg.d/p2020.pdf.

Kemudian dilakukan aspirasi, yaitu menarik plunger syringe sedikit dengan tangan yang
satunya atau tangan yang sama kalau bisa, dan dinilai apakah ada darah yang terisap atau
tidak. Bila terdapat darah, hal tersebut berarti lubang jarum berada di pembuluh darah. Hal
ini tidak seharusnya dilakukan karena perbedaan sediaan obat untuk intramuskular dan
intravena, sehingga jarum harus cepat ditarik kembali dan jarumnya diganti dengan yang
baru. Bila darah yang diisap masih sebatas di jarumnya, belum masuk ke barrel syringenya
dan obatnya belum tercemar, jarumnya saja yang diganti tidak apa-apa. Tapi, kalau
darahnya lebay masuk sampai barrel syringe, sebaiknya obatnya dan jarumnya juga diganti.
51

Bila tidak ada yang terisap, berarti lubang jarum berada dalam otot sehingga
penyuntikan bisa dilanjutkan. Pemasukan obat ini sebenarnya tergantung obatnya, harus
diberi secara cepat atau lambat. Tapi jangan memasukkan obatnya terlalu cepat karena
bisa membuat sakit.
Setelah semua obat dimasukkan, jarum ditarik kembali dengan cepat lalu daerah bekas
suntikan ditekan dengan kapas alkohol dan ditekan selama sekitar - 1 menit. Hal ini juga
bertujuan mensterilkan luka dan menghindari infeksi pada daerah suntikan. Setelah itu,
syringe yang telah digunakan ditutup dan dibuang bersama kapas alkohol yang telah
digunakan ke tempat sampah medis.
Daftar Pustaka
1. Goodman and Gilman
2. Katzung 10th edition
3. Meirina CP, Amala AN, Latifah SE, Maelani N, Jacha F, Septani D, et al. Injeksi
intramuscular [internet]. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung.
2010. Available from: http://www.scribd.com/doc/56160175/RESPONSI-OS
4. http://www.ivf1.com/intramuscular-injections/
5. http://www.drugs.com/cg/how-to-give-an-intramuscular-injection.html
6. http://www.immunize.org/catg.d/p2020.pdf

B-6 PEMASANGAN KATETER


Definisi :
Kateterisasi adalah tindakan memasukkan tabung panjang ke dalam kantung kemih pasien
via uretra.
Kegunaan :
Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih.

Untuk pengumpulan spesimen urine.


Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih.
Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan.

Perhatian :
Pelaksana harus memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan
sterilitas dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi
nosokomial.
Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud

Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan pasien, melakukan tindakan harus


sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati .
Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan
tujuan tindakan.
Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang
akan dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent

Persiapan Alat:
Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Set kateter
Sarung tangan steril
Set bengkok + pinset steril
Spuit
Alas / perlak alas
Handuk kecil + baskom
Lampu
Duk bolong steril
Perban
Urine bag

Bahan

1.
2.
3.

Kapas + cairan sublimate


Jelly
Plester + aqua steril + isi air hangat
+ sabun

Jenis Kateter :
Kateter Foley (kateter yang biasa kita pakai) dipertahankan dengan cara
mengembangkan balon di ujung yang mengembang dengan air steril. Balon ada
52

dalam dua ukuran yang berbeda: 5 cc dan 30 cc. Kateter terbuat dari karet silikon
dan karet alam. Untuk drainase pada kasus hematuria bisa digunakan kateter yang
three way.
Kateter intermitten Robinson adalah kateter fleksibel yang digunakan untuk
drainase jangka pendek urin.Berbeda dengan kateter Foley, ia tidak memiliki balon
pada ujungnya dan karena itu tidak bisa dipertahankan di tempat kecuali dengan
bantuan. Kateter bisa dilapisi lapisan hidrofilik atau non hidrofilik.
Kateter Coud memiliki bentuk dengan ujung melengkung yang membuatnya lebih
mudah untuk melewati lengkungan uretra prostat.

Diameter kateter berukuran skala kateter Perancis (F).Ukuran paling umum adalah 10 F
(3.3mm) sampai 28 F (9.3mm). Ukuran yang lebih besar dapat menjadi diperlukan bila urin
tebal, berdarah atau mengandung sejumlah besar sedimen. Namun, kateter yang lebih
besar, menyebabkan kerusakan pada uretra.
Kontraindikasi Kateter Uretra

Absolut:
o Trauma uretra (terbukti atau dicurigai). Trauma uretra biasanya ditemui pada
pasien dengan trauma pelvis atau fraktur pelvis. Contohnya yaitu:
1. Meatus bleeding and gross hematuria ditemukan pada 90 % kasus disrupsi
uretra.
2. High-riding prostate dapat tertutupi oleh hematoma pelvis yang besar atau
bahakan tidak terdeteksi bila pasien menolak untuk diperiksa bila ada
tenderness di area ini.
3. Perineal Hematoma
o Bila curiga adanya trauma uretra, periksa dengan uretrografi!!

4.

Kateter dimasukkan ke bagian orificium uretra eksterna/ OUE (nama Indonesia: penis
bagian ujung)
5.
Asepsis dan antisepsis daerah penis sebaiknya dilakukan minimal 2 kali
6.
Setelah memasukkan jelly dengan tangan kanan, langsung tutup OUE selama 5 menit
untuk memastikan bahwa daerah tersebut telah teranestesi (sebenarnya obat sudah
bekerja dalam 2-3 menit).
7.
Jangan gunakan betadine untuk melumuri kateter karena meningkatkan resiko
terjadinya laserasi
8.
Memastikan kateter masuk ke dalam kandung kemih dengan cara spuit atau urin
biasanya akan langsung keluar ketika kateter dimasukkan
9.
Mengisi balon kateter dengan cairan sebanyak 15-25 cc yang berfungsi untuk fiksasi
10. Fiksasi penis harus ke atas untuk menghindari terjadinya striktur/ nekrosis
11. Kateter ada yang memiliki 3 cabang yaitu untuk pembilasan/ lanset pada hematuria,
balon, dan untuk keluar urin. Biasanya, hanya terdapat 2 cabang yaitu hanya untuk
keluar urin dan balon
12. Kateter silicon dapat digunakan sampai 1 bulan

Relatif: Striktur uretra, operasi kandung kemih atau uretra yang baru dilakukan, dan
pasien yang tidak bisa berkoordinasi.

Indikasi Kateter Uretra


1. Retensi urin
2. Monitoring produksi urine
3. Drainase pada neurogenic bladder
4. Pengambilan sample urine
5. Pasien tidak sadar
Catatan Tambahan Dokter :
1.
Jelly yang digunakan berfungsi sebagai anastesi lokal dan analgesic
2.
Kateter ada 2 jenis yaitu yang 2 way dan 3 way
3.
Kateter ukuran 16/18 untuk dewasa
53

B-7 RECTAL TOUCHE


(yang diberi italic artinya tambahan yang diberikan oleh tutor KKD yang pernah mengajar di B7)

Rectal Touche adalah salah satu pemeriksaan fisik yang mudah dilakukan (karena gak pake
alat special).
A. Alat yang diperlukan adalah:
tempat tidur
sarung tangan
jeli
lampu
selimut/linen penuntup/celana khusus
Kain kassa
Jangan lupa kalau pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan di ruangan yang tidak dilihat orang
lain dan memiliki penerangan yang cukup.
B.

Indikasi dan Kontraindikasi


Rectal touch diindikasikan pada hampir semua kelainan pada abdomen. Sedangkan
untuk kontraindikasinya, katanya sih hampir tidak ada.

C.

Persiapan pasien
Beberapa hal dalam pasien harus dikondisikan. Pertama ya perkenalkan diri dulu dan
jelaskan pemeriksaan ini (terkadang pasien ada yang menolak karena mereka tidak

mengerti apa itu colok dubur, oleh karena itu sebaiknya kita menjelaskan dengan
bahasa yang mudah dimengerti, misalnya Pak, saya mau periksa lubang pantat bapak
ya). Minta pasien buka celananya. Persiapan yang penting adalah posisi pasien.
Terdapat beberapa posisi yang dipakai antara lain:
SIMS/left lateral prone
Knee-chest position
Lithotomi
Posisi, kelebihan, serta kekurangan masing-masing posisi dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

54

Langkah pemeriksaannya adalah:


Posisi Terlentang diatas meja periksa dengan kedua lutut ditekut dan sedikit terbuka
dengan celana yang telah dibuka kemudian ditutup dengan selimut
Pemeriksa menggunakan sarung tangan sesuai ukuran berdiri disisi kanan pasien
Dilakukan inspeksi daerah regio-anal dengan penerangan yang cukup (apakah terdapat
benjolan, ulkus, atau pun inflamasi)
Jari telunjuk kanan pemeriksa diberi bahan pelicin dan dioleskan ditepi anus, tangan
kiri pemeriksa letakan didaerah subrasimpisis, jari telunjuk kanan dimasukan kedalam
anus (pencet-pencet dulu daerah di sekeliling anus sebelum dicolok, katanya biar
pasiennya tidak terlalu kaget)
Penilaian yang dilakukan adalah:
1. Tonus sprincter ani (pasien disuruh seolah memotong feses) :
Jepitan kuat atau lemah
2. Ampula recti :
Kolaps atau tidak kolaps (kalau kolaps, biasanya ada obstruksi pada usus besar
atau rektumnya)
3. Mukosa rekti :
Ada benjolan atau tidak ada
Jika ada benjolan sirkuler pada jam berapa (biasanya kalau benjolannya sirkuler
itu keganasan)
Rapuh atau tidak rapuh (lesinya mobile atau tidak mobile)
Jarak dari anocutanline (ini berguna untuk menentukan terapi, misalnya jika
diperlukan pembedahan)
4. Prostat teraba pool atas atau tidak dan teraba nodul / keras atau tidak ( ukuran normal

5.
6.
7.

prostat itu 2-3 cm, lebih dari itu mungkin terjadi pembesaran, dan normalnya prostat
itu smooth dan firm, serta memiliki konsistensi seperti bola karet yang keras kalau
kata dokternya susah buat mendeskripsikannya, mendingan langsung cobain pegang
prostat orang aja pas lagi jaga)
Ada benjolan diluar lumen atau tidak (biasanya kalau benjolannya di luar lumen,
terasanya bakal licin, tapi kalau di dalam lumen, tidak licin)
Ada nyeri atau tidak bila ada pada jam berapa (yang jadi patokan itu alat kelamin, alat
kelamin itu pokoknya terletak pada jam 12)
Jari telunjuk kanan dikeluarkan
Penilaian sarung tangan :
ada feces atau tidak bila ada nilai warnanya
Ada darah atau tidak
Ada lendir atau tidak

Setelah selesai melakukan rectal touch, bersihkan anus pasien dengan kain kassa. Kemudian
pemeriksaan selesai dan kita dapat menjelaskan penemuan kita kepada pasien serta menulis laporan.

B-8 INSPEKSI ABDOMEN


Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
inspeksi abdomen, antara lain:
1. Bentuk Abdomen

Simetris: Dalam keadaan normal, dinding perut terlihat simetris dalam posisi
terlentang. Adanya tumor, abses, atau pelebaran setempat lumen usus membuat
bentuk perut tidak simetris.

Membuncit atau tidak: Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat
terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan
perut membuncit adalah ileus paralitik, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan
graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan organ
yang dibawahnya.
2. Dinding Perut

Keadaan kulit: Perhatikan apakah ada sikatriks akibat ulserasi/operasi/luka tusuk


pada kulit. Pada tempat insisi operasi, sering terdapat hernia insisialis.

Vena dan umbilikus: Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di
sekitar umbilikus disebut juga dengan kaput medusa yang terdapat pada sindrom
Banti.
3. Pergerakan Dinding Perut akibat peristaltik dalam keadaan normal/fisiologis tidak
terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus, dapat dipastikan adanya
hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor,
perlengketan, strangulasi, maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
PALPASI ABDOMEN
Palpasi abdomen dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya, penekanan dilakukan oleh ruas
terakhir dan ruas tengah jari-jari (bukan dengan ujung jari). Palpasi superfisial
dilakukan pada seluruh abdomen. Palpasi ini sering disenut sebagai palpasi awal untuk
orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi kepada pasien.
2. Palpasi Dalam
Tujuan dilakukannya palpasi dalam, antara lain:

mengidentifikasi kelainan/rasa nyeri yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial

lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi superfisial

palpasi organ secara spesifik, misalnya palpasi hati, limpa, dan ginjal.
Selain itu, palpasi dalam juga sangat penting untuk dilakukan pada pasien yang gemuk
atau pasien dengan otot dinding yang tebal.

55

PALPASI HEPAR DAN LIMPA


Hati adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dan dalam perkembangan, ukurannya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia: rata-rata bertambah 5 cm (satu jengkal)
pada umur 5 tahun dan mencapai ukuran dewasa pada usia 15 tahun. Ukuran ini
bergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, serta bentuk dan ukuran tubuh.
Berat hati pada perempuan dewasa mencapai 1200-1400 gram dan pada laki-laki dewasa
1400-1500 gram.
Untuk pemeriksaan hati, kita inspeksi dulu apakah ada penonjolan di region
hipokondrium kanan. Jika ada pembesaran hati yang ekstrim (missal pada tumor), akan
terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri.
Untuk memudahkan perabaan hati itu diperlukan:
1. dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut
sudut 45-60
2. pasien diminta untuk menarik napas panjang
3. pada saat ekspirasi maksimal, jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik
4. jika hati membesar, diharapkan akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi maksimal.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai dilipat membentuk sudut 45-60
supaya dinding abdomen lebih lentur. Sebelumnya, minta pasien untuk bernapas teratur
dahulu supaya kita nanti mudah memeriksanya. Setelah itu, kita lakukan palpasi pada
dinding abdomen dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung
jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus.
Pasien diminta untuk menarik napas dalam. Lalu, kita lakukan palpasi dari region iliaka
kanan menuju tepi lengkung iga kanan untuk memeriksa lobus kanan hati. Dinding
abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat
menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari
ke arah lengkung iga. Ingat, digeser, jangan diangkat dari dinding abdomen! Bila pada
palpasi kita meraba adanya pembesaran hati, kita deskripsikan sebagai berikut:

Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?

Keadaan tepi hati? Tajam hepatitis akut, tumpul tumor hati

Konsistensinya? Kenyal normal, keras tumor hati

Permukaannya? Berbenjol tumor hati

Ada nyeri tekan? Ada abses hati, tumor hati.


Nah, tadi kan daerah di lobus kanan. Kalau di lobus kiri, cara pemeriksaannya sama, tetapi
tempatnya berbeda. Palpasi dilakukan pada garis tengah abdomen ke arah epigastrium.
Normalnya, batas hati terdapat pada sela iga 6. Pada beberapa keadaan patologis, misalnya
emfisema paru, batas ini akan lebih rendah.
Normalnya hati tidak teraba, kecuali pada beberapa kasus dengan tubuh yang kurus
(sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal

tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma
(misal emfisema paru).
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Normalnya, limpa juga tidak
teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai
regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai
dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung
iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang
dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di SIAS
kanan. Garis tersebut terbagi menjadi 8 bagian yang sama. Setelah tepi bawah limpa
teraba, kita deskripsikan yaitu:

Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai S-VIII)?

Konsistensinya? Kenyal splenomegali karena hipertensi portal. Keras malaria.


Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
insisuranya.
PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): SHIFTING DULLNESS
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menentukan adanya redup yang berpindah. Teknik ini
dilakukan dengan perkusi dari tengah ke lateral. Dicari letak ada perubahan bunyi.
PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): TEKNIK GELOMBANG CAIRAN
Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup berat dan perut yang agak
tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada
satu sisi, sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.
Sementara itu, untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri,
tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan
di tengah-tengah perut dengan sedikit tekanan.
PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): KNEE-CHEST POSITION
Tujuan:
Untuk
memeriksa
adanya cairan yang tidak telalu
banyak, tepatnya yang masih
belum bisa terdeteksi secara
pasti
dengan
pemeriksaan
asites lainnya, seperti shifting
dullness dan teknik gelombang
cairan.
Tata Cara: Meminta pasien
untuk
mengambil
posisi
tengkurap dan menungging.
Kemudian lakukan perkusi di
56

bagian abdomen pasien dimulai dari daerah umbilikus menuju ke lateral. Setelah itu,
dengarkan ada/tidaknya perubahan bunyi yang dihasilkan dari perkusi tersebut. Lakukan
untuk kedua sisi: dari umbilikus menuju sisi lateral kanan dan juga lateral kiri. Bandingkan
suara dari keduanya. Jika ada perubahan bunyi redup ke timpani, tandanya ada cairan
asites.
PEMERIKSAAN CAIRAN BEBAS (ASITES): PUDDLE SIGN
Tujuan: Untuk mendengarkan
suara cairan dalam rongga
abdomen
secara
langsung
dengan auskultasi abdomen.
Tata Cara: Meminta pasien
untuk
mengambil
posisi
tengkurap dan menungging
seperti
pada
knee-chest
position. Kemudian letakkan
stetoskop di daerah perut paling bawah (pada posisi knee-chest dengan harapan cairan
akan cenderung ke daerah paling bawah akibat gravitasi). Ketuk sisi perut lainnya dan
dengarkan suara cairan yang ditimbulkan akibat ketukan tersebut. Bila ada perubahan
suara, ada kemungkinan terdapat cairan dalam rongga abdomen (asites).
PALPASI TITIK MC BURNEY
Pemeriksaan pada titik Mc Burney bertujuan untuk mendiagnosis apendisitis. Titik Mc
Burney terletak di sepertiga lateral garis yang menghubungkan umbilikus dan SIAS
(sepertiga jalan menuju umbilikus dari SIAS). Apendiks biasanya terletak di sekitar titik ini,
kecuali pada pasien dengan appendiks retrocecal.
Teknik Pemeriksaan: Pasien dalam posisi berbaring dan perut terbuka. Lakukan
palpasi untuk mencari daerah yang sakit bila ditekan (abdominal tenderness) di sekitar titik
Mc Burney. Tanda ini bisa saja tidak ditemukan pada beberapa pasien, misalnya pasien
dengan apendiks retrocecal. Juga dapat dicari apakah ada rasa sakit saat tekanan
dilepaskan (rebound tenderness) yang menandakan keterlibatan peritoneum. Perhatikan
juga ekspresi wajah pasien: apakah ada fleksi pada pinggul kanan dan gerakan melindungi
sebagai bukti adanya rasa sakit.
PEMERIKSAAN BALLOTTEMENT
Ballottement adalah tes untuk memeriksa benda padat yang terapung dalam cairan.
Normalnya, ginjal tidak teraba, kecuali pada orang kurus. Perbesaran ginjal bisa disebabkan
oleh hidronefrosis, kista, dan tumor.
Teknik Pemeriksaan: Pasien dalam posisi berbaring dan perut terbuka. Untuk ginjal
kanan, letakkan tangan kanan di kuadran kiri atas, lateral, dan paralel terhadap m. rektus
abdominis. Tangan kiri diletakkan di belakang pasien, tepat di bawah dan paralel terhadap

iga ke-12. Lakukan penekanan mendadak dan rasakan ginjal dengan tangan lainnya. Ginjal
kiri dapat diperiksa dengan menjangkau sisi kiri pasien dari kanan.

AUSKULTASI ABDOMEN
Auskultasi adalah suatu tahap pemeriksaan abdomen setelah 3 tahap terakhir itu atau bisa
juga dilakukan pada saat bersamaan ketika inspeksi pertama kali. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendengarkan
beberapa suara, yaitu:
1. Suara Peristaltik
Suara peristaltik (bising usus) normalnya dapat didengar tanpa stetoskop, setelah
makan atau dalam keadaan lapar. Bising usus ini terdengar lebih dari 3 kali/menit.
Namun, bila terdapat obstruksi usus, bising ini dapat meningkat, apalagi pada saat
timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan ini disebut borborigmi. Pada keadaan
kelumpuhan usus (paralisis), misalnya pada pasien pasca-operasi atau keadaan
peritonitis umum, suaranya sangat melemah bahkan menghilang.
Selain itu, suara ini bisa terdengar pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana
usus sangat melebar dan atoni (tidak dapat berkontraksi). Pada ileus obstruksi, kadang
terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam (metallic sound).
2. Suara Pembuluh Darah
Suara sistolik dan diastolik atau murmur dapat didengar dengan auskultasi abdomen.
Bruit sistolik dapat didengar pada pasien aneurisma aorta atau pembesaran hati karena
hepatoma. Bising vena juga terdengar dan biasanya disertai getaran (thrill), terdengar
di umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal,
kadang-kadang terdengar murmur juga.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.

Bates Guide to Physical Examination and History Taking


Harrisons principles of internal medicine, 17th edition
Markum, HMS. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Pusat Informasi dan Penelitian Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
dalam FKUI; 2010.
Buku IPD jilid I bab 12: Pemeriksaan abdomen, urogenital, dan anorektal

57

C-1 PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT GINJAL DAN EKSTREMITAS

II. Pemeriksaan Kaki

1. Inspeksi kaki kanan dan kiri (otot, kulit)


I. Inspeksi Tangan
Pada inspeksi kita harus memperhatikan di daerah palmar kedua tangan pasien dan
juga ujung jari. Apakah ada eritem palmar, edema atau juga clubbing finger.
ERITEMA PALMAR yaitu kondisi kulit memerah di daerah palmar biasanya di daerah
tenar, hipotenar dan jari. Eritema palmar lebih tepat disebut marker daripada tanda
untuk menentukan diagnosis.
Penyebab Eritema Palmar:
Idiopatik

Sirosis
Penyakit Hati kronik
konsumsi alkohol berlebihan
kehamilan
kelainan jaringan ikat
Rheumatoid artritis
sarcoidosis
SLE
tirotoksikosis

o
o
o

polisitemia
leukimia
eksem dan psoriasis

CLUBBING FINGERS atau jari tabuh atau digital clubbing adalah kelainan bentuk jari dan
kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki membulat yang berkaitan dengan
penyakit jantung dan paru-paru.
Penyebab : penambahan jaringan ikat yang terjadi pada bagian jaringan lunak di
dasar kuku yang berkaitan dengan kekurangan oksigen kronik/hipoksia kronik.
Tanda-tanda clubbing fingers yaitu :

Setiap jari membulat dan mengembung (adanya penebalan pada seluruh distal
jari tangan).
Bantal kuku menjadi cembung dan melengkung.

Ketika dipalpasi terasa seperti busa.


Perubahan sudut antara kuku dan dasar kuku lebih dari 180 derajat (susut kuku
normal : 160 derajat)

Timbul aspek mengkilap pada jari dan kulit

Pada inspeksi, kita harus memperhatikan beberapa aspek umum:


1.
Warna
Warna yang dimaksud di sini adalah pigmentasi, kemerahan, pucat, sianosis,
ataupun kekuningan.
Kemerahan dapat menunjukkan inflamasi lokal ataupun nekrosis yang
segera terjadi. Kemerahan juga bisa tanda garukan, lihat juga ada
ekskoriasi atau tidak.
Warna yang pucat menunjukkan anemia atau menurunnya aliran darah
(seperti pada insufisensi arteri). Bisa juga sianosis/kebiruan yang tampak
jari kaki dan kukunya tanda venous return yang abnormal pada kaki
ataupun gagal jantung kongestif yang berakibat sianosis perifer.
Warna kuning menunjukkan adanya jaundice yang bisa disebabkan kelainan
hati atau hemolisis sel darah merah. Karotenemia juga menunjukkan gejala
kulit kuning namun tidak mempengaruhi warna sclera, biasanya
dikarenakan konsumsi wortel atau sayuran kuning yang tinggi.
Pada pigmentasi, mungkin ditemukan cafe-au-lait (makula kecoklatan
dengan
batas
tidak
jelas,
0,5-1,5
cm
yang
menunjukkan
neurofibromatosis), atau panu (bintik putih atau hitam dengan batas tegas,
akibat infeksi fungus Tinea versicolor). (hiperpigmentasi seperti pada tahi
lalat) juga dapat ditemukan. Dapat bersifat jinak maupun ganas (pada
melanoma maligna)
2.
Bekas luka dan deformitas
Bekas luka, scar, atau jahitan diperhatikan di bagian kaki, terutama betis.
Scar merupakan penggantian jaringan normal yang rusak dengan jaringan
fibrosa.
Deformitas terjadi mungkin akibat trauma langsung pada kaki bisa akibat
kecelakaan. Bekas jahitan juga diperhatikan yang merupakan tanda pernah
dioperasi.
3.
Kontur otot
Bandingkan kontur otot kiri dan kanan, apakah simetris atau tidak. Salah satu
oto mungkin terlihat lebih kecil dari satu kaki yang lain Atrofi. Pada atrofi,
ditemukan penipisan kulit dan hilangnya alur otot yang normal. Kulit menjadi
lebih terang dan translusen, contohnya pada insufisiensi arteri
4.
Pembuluh darah
Kelainan pembuluh darah salah satunya Telangiectasiasis yang merupakan
dilatasi pembuluh darah (bisa venula, arteriol, kapiler) bisa terlihat biru atau
merah. Bisa muncul sendirinya atau bersamaan dengan penyakit lain seperti
karsinoma sel basal atau radiodermatitis. Lihat juga adakah penonjolan vena di
betis varises.
58

2. Palpasi di daerah pretibia (edema)

Landasan Teori
Edema adalah kelebihan cairan interstitium yang menyebabkan pembengkakan
jaringan. Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori umum:
- Penurunan konsentrasi protein plasma
- Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
- Peningkatan tekanan vena
- Penyumbatan pembuluh limfe
Edema digolongkan menjadi 2:
- Nonpitting edema: tidak melekuk bila ditekan, biasanya disebabkan oleh
limfedema akibat penyumbatan pembuluh limfe.
- Pitting edema: melekuk (pitting) bila ditekan (penyebabnya ya selain
limfedema dari keempat penyebab itu). kenapa dia bisa menyisakan pitting
kalau ditekan? Di guyton disebutkan bahwa cairan bebas di interstitial
biasanya menyebabkan filament2 proteoglikan yang fungsinya menstabilkan
area interstitial biar kayak gel malah pada terpisah-pisah sehingga cairan
bebas tadi bisa dengan bebasnya berpindah di area space jaringan (karena
udah nggak dalam bentuk gel lagi).
Patofisiologi edema akibat kelainan ginjal
Kita tau sekitar sepertiga dari jumlah total air dalam tubuh terdapat di bagian
ekstraseluler. Sekitar 20% cairan ekstraseluler berupa plasma dan sisanya (80%)
adalah cairan interstitial. Jadi sebenarnya, pada ujung arteriolar kapiler, tekanan
hidrostatik (yang ditimbulkan oleh cairan) dalam pembuluh darah dan tekanan
osmotik koloid (yang ditimbulkan oleh zat2/elektrolit) di dalam jaringan
interstitial menyebabkan cairan bergerak keluar dari pembuluh darah ke dalam
jaringan. Setelah pada keluar ke jaringan, normalnya dalam tubuh kita akan ada
mekanisme pengembalian cairan ke vaskular yang terjadi di ujung venous kapiler
dan saluran limfatik. Di ujung venous kapiler dan dalam saluran limfatik, tekanan
hidrostatik dalam jaringan interstitial serta tekanan onkotik protein plasma
menyebabkan pengaliran cairan kembali ke dalam pembuluh. Sejumlah keadaan
klinis akan mengganggu keseimbangan ini sehingga terjadi edema.
Pada bebepara penyakit ginjal, permeabilitas kapiler glomerulus meningkat
dan protein dapat ditemukan di urin dalam jumlah yang lebih besar dari pada
normal (proteinuria). Jumlah protein bisa sangat besar, dan khususnya pada
sindrom nefrotik, kehilangan protein melalui urin dapat melampaui kemampuan
hati menyintesis protein plasma sehingga terjadilah hipoproteinemia.
Hipoproteinemia yang timbul ini menurunkan tekanan onkotik, dimana itu akan
mengakibatkan filtrasi cairan berlebihan keluar dari pembuluh darah (protein
plasma kan salah satu fungsinya juga mengikat air, jadi ketika jumlahnya

menurun maka semakin banyak air yang bebas shg filtrasi keluar pembuluh
darah pun makin besar) sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari
normal (karena pada tekanan onkotik rendah kan cuma ada sedikit protein yang
bisa narikin air kembali ke pembuluh darah) sehingga terjadilah edema. Biasanya
edema yg terjadi karena kelainan ginjal itu pitting edema.
Mengapa edema pertama terlihat di tungkai? Ya karena efek gravitasi.

Teknik Pemeriksaan:
Lakukan penekanan yg cukup kuat tetapi tetap hati2 memakai ibu jari Anda
selama sedikitnya 5 detik pada permukaan anterior samping tibia yaitu daerah
pretibia. Penekanan dilakukan di pretibia bagian bawah, karena apa? Karena
sekali lagi gravitasi membuat cairan menumpuk dibagian bawah.

3. Palpasi arteri dorsalis pedis di dorsal pedis dan membandingkan denyutan kanan dan
kiri
Palpasi denyut merupakan pemeriksaan yang penting untuk mengetahui suplai
darah arteri pada ekstremitas bawah. Pada praktik klinis, pemeriksaan ini dapat
memberikan petunjuk mengenai gangguan sirkulasi, misalnya intermittent
claudication, yaitu kondisi pada kaki yang disebabkan oleh ateroma arteri. Pada
kondisi ini, nyeri pada ekstremitas bawah akan terasa selama pasien berjalan, dan
akan menghilang ketika beristirahat. Pasien dengan intermittent claudication dapat
memiliki denyut ekstremitas bawah yang lemah atau bahkan tidak ada. Pada
pemeriksaan, ekstremitas dapat terasa dingin dan sianosis, dan dapat terjadi local
hair loss.
Terdapat 4 denyut arteri yang biasa diraba pada ekstremitas bawah, yaitu arteri
femoralis, arteri poplitea, arteri tibialis posterior, dan arteri dorsalis pedis. Pada
praktik klinis, denyut ekstremitas bawah diraba dengan posisi pasien berbaring
menghadap ke atas dan rileks di atas ranjang pada ruangan yang hangat. Pemeriksa
berdiri di kanan pasien. Denyut arteri dipalpasi dengan menekan lokasi arteri-arteri
tersebut secara gentle menggunakan ujung jari telunjuk dan jari tengah (ada juga
yang mengatakan dengan 3 jari, yaitu jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis). Nah,
waktu KKD, yg diajarin itu cuma arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior,
soalnya lokasinya paling distal, jd klo ada kelainan di mana pun di sepanjang
pembuluh darah ekstremitas bawah, akan mengubah denyut pada bagian distalnya,
yaitu 2 arteri itu. Lokasi kedua arteri tersebut, yaitu:

Arteri dorsalis pedis


Tempatkan jari di tengah punggung kaki pada area yang keras (bertulang) di
antara jari pertama dan kedua, atau di lateral tendon ekstensor hallucis longus.
Tulang yang teraba pada lokasi tersebut adalah bagian dorsal dari tulang
59

navicular dan tulang cuneiform intermediet. Denyut arteri dorsalis pedis dapat
dipalpasi pada area ini.
Arteri tibialis posterior
Denyut arteri ini dapat diraba pada 2-3 cm di bawah dan sedikit di belakang
malleolus medialis, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Arteri ini terletak
sedikit lebih di dalam daripada dorsalis pedis, sehingga membutuhkan
konsentrasi yang lebih untuk merasakannya.

Pemeriksaan denyut ekstremitas bawah selalu dimulai dengan palpasi pada dorsalis
pedis dan tibialis posterior pada kedua kaki. Jika kedua denyut kaki ini dapat teraba,
maka sangat tidak mungkin terjadi iskemia yang signifikan di kaki. Jika salah satu
atau keduanya tidak teraba, maka palpasi dilanjutkan pada arteri poplitea dan
femoralis. Perlu diperhatikan apakah denyut arteri-arteri tersebut simetris atau tidak.
Jika denyut pada salah satu kaki lebih lemah, mungkin terjadi sumbatan pada arteri
kaki tersebut.
III.
Nyeri Ketok CVA
Tujuan
Pemeriksaan nyeri ketok CVA ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi
keabnormalitasan pada ginjal yang biasanya berupa distensi kapsul ginjal akibat infeksi,
biasanya pielonefritis.
Dasar Teori
CVA sendiri merupakan sudut yang dibentuk oleh tulang rusuk ke-11/12 dan tulang
vertebrae pada bagian tubuh
bagian posterior (bisa liat
gambar
di
halaman
berikutnya).
Cara
untuk
mengetahui daerah ini adalah
bisa dilakukan dengan cara
menghitung
dari
posesus
spinosus
vertebrae
C7
(prominens) kemudian turun
ke bawah dan hitung hingga
vertebrae torak ke 11 atau 12
kemudian geser ke lateral kiri
atau kanan dan disitulah kira-kira letak CVA, atau bisa juga diraba dari bagian depan tubuh
yaitu dengan patokan tulang rusuk. Tapi untuk yang sudah mahir, biasanya cukup dikirakira saja sudah tau letakn CVA ini.

Nyeri ketok ini disebabkan karena distensi ginjal (paling sering karena infeksi/ pielonefritis
atau obstruksi bisa juga)
sehingga membuat saraf
lebih mudah teregang lagi
ketika diketok yg akhirnya
akan merangsang saraf
aferen
T11-L2
yang
mempersarafi ginjal. Nyeri
yang dirasakan biasanya
unelicited,
dull,
nyeri
pinggang konstan di lateral
otot sacrospinal dan di
bawah kosta ke-12, biasanya rasa sakit juga menjalar ke anterior di wilayah subcostal
menuju umbilikus. (ingat kembali letak ginjal dan serabut saraf yg mempersarafinya, letak
anatominya bisa lihat gambar di bawah). Kupas tuntas tanda-tanda dan gejala lain.
Misalnya, jika pasien mengalami nyeri di panggul, perut, atau punggung, kapan ia pertama
kali menyadari rasa sakit? Seberapa parah itu, dan di mana itu berada? Cari tahu apakah
pasien atau anggota keluarga memiliki riwayat infeksi saluran kemih, kelainan kongenital,
kalkulus, atau nephropathies obstruktif lain atau uropathies. Juga, tanya tentang riwayat
gangguan renovaskular seperti oklusi arteri renalis atau vena.
Amati tanda-tanda vital pasien. Demam dan menggigil pada pasien dengan nyeri CVA dapat
menunjukkan pielonefritis akut. Jika pasien memiliki hipertensi dan bradikardia, waspada
untuk efek otonom, seperti diaforesis dan pucat. Waspada untuk distensi abdomen, bising
usus hypoactive, dan massa teraba.
Jika nyeri konstan mengganggu pasien, segera kasih obat nyeri, dan pantau tanda-tanda
vital pasien. Kumpulkan sampel darah dan urin, dan kemudian persiapkan pasien untuk
studi radiologis, seperti urografi ekskretoris, arteriografi ginjal, dan CT scan jika memang
dibutuhkan.
Bagaimana cara melakukannya?
Seperti yang kita tahu, ginjal adalah organ retroperitoneal, artinya berada di posterior
tubuh. Oleh karena itu, tentu dibutuhkan suatu pemeriksaan dengan pendekatan di bagian
posterior (punggung) pasien untuk mengetahui kelainannya.

Pertama-tama, minta pasien untuk duduk membelakangi kita (pemeriksa). Namun,


jika pasien kesulitan, cukup minta ia untuk tidur tengkurap (prone position). (ingat
legal artist-nya yaaah, meriksanya tetep dari sisi kanan pasien! Jadi kalau terhalang
tempat tidur, usahakan meriksa dari sisi kanan belakang pasien.)

Letakkan telapak tangan kiri dengan sisi palmar kita yang menempel ke punggung di
CVA kiri pasien (dimana tuh? Liat gambar di atas yah!)
60

Pukul (jangan terlalu keras, makanya dinamakan ketuk) bagian punggung tangan
kiri kita tadi dengan permukaan ulnar dari pergelangan tangan kanan.
Ulangi teknik perkusi ini pada CVA kanan pasien.
Nah, jika pasien merasakan nyeri, artinya ada tanda2 dia terkena infeksi ginjal
(pielonefritis). Bagaimana kita tahu kalau pasien nyeri? Yaa setiap kita ketok CVA-nya
jangan lupa untuk selalu menanyakan ke pasien sakit atau tidak. Atau kalau nyerinya
sudah hebat, pasien sendiri yang otomatis merespon (dengan mengerang atau
mengaduh -.-)

Apakah setelah mendapati nyeri CVA, artinya sudah bisa ditentukan


diagnosisnya?
Tentu tidak, karena perlu dicari tahu kemungkinan tingkat kerusakan ginjal itu sendiri.
Misalnya, berdasarkan riwayat: apakah pasien memiliki gejala2 disfungsi urologis atau ginjal
yang lain? Tanyakan mengenai kebiasaan berkemih: seberapa sering (frekuensi) dan
kuantitas urinnya?; Apakah ada perubahan input dan output cairan? Kapan perubahan
jumlah urin itu mulai terjadi?; apakah pasien mengalami nokturia? Nyeri saat berkemih?
Sulit untuk memulai berkemih? Warna urin? Dan hal-hal janggal lainnya yang berkaitan
dengan kebiasaan berkemih.
Selain itu, tanyakan juga apakah ada nyeri di abdomen, punggung, dan panggulnya?
Riwayat keluarga yang mengalami UTI, nefropati, uropati, dan kelainan kongenital ginjal.
Jangan lupa juga untuk memeriksa kondisi tanda vital pasien, misalnya bila pasien demam
atau menggigil artinya sudah terkena pielonefritis akut.
Memang apa saja penyakit2 ginjal yang bisa diketahui melalui pemeriksaan ini?
Banyak! Nih ya: (untuk penjelasan masing2 penyakitnya bisa dibaca sendiri ya di sumber
yang sudah saya cantumkan)
Kalkuli (batu ginjal)
Abses perirenal
Pielonefritis akut
Oklusi vena renalis
Oklusi arteri renalis

Alhasil, sulit untuk mendeskripsikan intensitas nyerinya


(atau bahkan tidak
merasakan sama sekali). bahaya kan nih kalau tenyata pielonefritisnya sangat akut!

Daftar Pustaka
1. Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. 2003. Jakarta: EGC
2. Sherwood L. fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008. h.
324-5
3. Bickley LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009. h. 465, 474
4. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008. h. 752
5. Ebook Guyton Edisi 11, halaman 305.
6. Anonymous.
Pulses
of
the
lower
limb.
Diunduh
dari
http://www.gla.ac.uk/ibls/US/fab/tutorial/generic/sapulse.html. Diakses pada 16
Juni 2011.
7. Edmonds ME, Foster AVM, Sanders LJ. A practical manual of diabetic foot care.
John Wiley and Sons; 2008. p. 9-10.
8. Williams ME. Assessing the lower extremities in the geriatric patient: assessment of
lower
extremity
circulation.
Diunduh
dari
http://www.medscape.com/viewarticle/731813_3. Diakses pada 16 Juni 2011.
9. Ebook Bates page 445.
10. Website:
http://www.wrongdiagnosis.com/c/closed_angle_glaucoma/bookdiseases-8b.htm --> alamat websitenya mungkin aneh, tapi sebenernya judul
tulisannya adalah Costovertebral angle tenderness

Namun, ada catatan khusus ni untuk pasien2:


PEDIATRI: bayi atau anak kecil yang mengalami pembesaran kapsul ginjal (salah
satu tanda infeksi ginjal), justru tidak akan mengalami nyeri CVA. Tapi ia akan
menunjukkan gejala dan tanda non-spesifik, seperti: mual, muntah, diare, demam,
mudah menangis, perfusi kulit yg buruk, warna kulit jadi kuning atau abu2. Meski
begitu, pada anak yang usianya lebih tua, nyeri CVA memiliki signifikansi yang sama
layaknya orang dewasa.
GERIATRI: another rentan people! Para beliau2 ini ternyata sudah berkurang
kesensitivannya terhadap rasa nyeri akibat faktor usia dan degenerasi kognitif.
61

C-2 NASOGASTRIC TUBE (PIPA NASOGASTRIK)


MENGAPA HARUS DIPASANG NGT?
Pemasangan pipa nasogastric adalah bentuk intubasi gastrointestinal yang dilakukan untuk
tujuan diagnostik dan terapi berdasarkan indikasi tertentu.1 Pipa NGT dimasukkan dari
lubang hidung melalui faring ke esophagus, sampai ke gaster dan duodenum. Indikasi dari
pemasangan pipa nasogastrik yakni:
a. Indikasi diagnostik terutama untuk menilai perdarahan gastrointestinal, aspirasi cairan
gaster, dan pemeriksaan radiologi (misalnya untuk memasukkan kontras ke dalam
gaster dan usus).1
b. Indikasi terapi yakni1
Pemberian nutrisi pada pasien yang tidak bisa makan atau memiliki kelainan pada
saluran pencernaan bagian atas.1 Pemasangan NGT langsung diberikan pada
pasien malnutrisi dengan gangguan saluran cerna atas, atau pasien yang tidak
mendapat nutrisi/ kesulitan intake selama kurang lebih seminggu sebelum
pemasangan NGT.2
Pemberian obat-obatan
Aspirasi cairan lambung pada kondisi keracunan enteral.
Kontra indikasi pemasangan pipa nasogastrik antara lain:1
a. K. absolut : Obstruksi mekanik pada saluran NGT mulai dari hidung faring (naso, oro,
laringo), esophagus (pada stenosis esophagus), gaster dan duodenum.2 Selain itu pipa
NGT dikontraindikasikan pada pasien dengan cedera muskuloskeletal pada wajah
bagian tengah, atau pasien yang akan/ baru saja menjalani bedah nasal.2
b. K. Relatif yakni pada pasien dengan kelainan koagulasi darah (misalnya hemophilia,
takut nanti terjadi perdarahan massif kalau pemasukan pipa NGTnya mengakibatkan
trauma), serta varises esophagus.1

a.

Kalau mau batuk atau mau muntah, pasien ngasih kode tertentu sama dokternya,
misalnya mengangkat tangan atau gimana. Pada keadaan ini pipa NGT harus dicabut
dengan gentle, pasien batuk/ muntah, tunggu pasien tenang, masukkan lagi.3
Pada saat pipa hendak memasuki orofaring (ujung pipa terasa mentok), dokter
memberikan kode kepada pasien untuk menelan pisang (salah, menelan ludah)
untuk membantu memasukkan pipa dari nasofaring ke orofaring dan sampai ke
laringofaring.

b.

Dengan melakukan hal diatas, maka pasien akan lebih terbantu mengatasi
ketidaknyamanan, dan meminimalisasi juga komplikasi di bawah ini1
a. Aspirasi terjadi bila pada pemasangan, pasien kurang kooperatif atau operator tidak
cermat, sehingga pipa NGT masuk saluran nafas. Aspirasi juga bisa terjadi bila pipa
tidak difiksasi dengan baik setelah masuk ke lambung sehingga bisa tertarik ke atas
dan masuk ke saluran nafas.
b. Perforasi esophagus bisa terjadi pada pasien dengan striktur esophagus, atau
esofagusnya udah cedera misalnya pada GERD, atau esofagusnya normal tapi
pipanya gak dimasukkan dengan gentle. Jadi masukkanlah pipa NGT dengan
berempati, jangan asal dorong.
c. Epistaksis bila ujung pipa merobek vessel di hidung, lagi lagi terutama karena
ketidakcermatan operator.
d. Gak nyaman sama sekali, bisa diatasi dengan pemberian lidokain 2% sebanyak 10 ml
dimasukkan lewat rongga hidung.1 Pasien diminta menghirup lidokain itu dan
memasukkannya ke orofaring. (Ini tidak ada di checklist, siapa tau ditanya aja).
BILA PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN SUDAH MANTAP (lihat checklist), INFORMED
CONSENT UDAH BERES, NEXT?

1.
APA GAK TAKUT PASIENNYA KENAPA-KENAPA KALAU DIPASANG NGT, BISA AJA
PASIENNYA LUKA, ATAU SESAK NAFAS GARA GARA NGT?
Prosedur pemasangan NGT memerlukan informed consent dari pasien, dan pasien berhak
menolak dipasang NGT.2 Sebelum menanyakan kesediaan pasien, kita harus menjelaskan
tujuan pemasangan NGT (indikasi), menggunakan apa (pipa NGT), bagaimana (pipa
dimasukkan dari nasal ke faring, esophagus dan seterusnya), serta apa yang kira-kira
dirasakan pasien (tidak nyaman, batuk, mau muntah, mau bersin).1,2,3
Setelah pasien memberikan informed consent, untuk meminimalisasi ketidaknyamanan
atau kemungkinan komplikasi, kita meminta pasien untuk memilih posisi yang paling
nyaman ketika dipasang NGT (duduk atau berbaring telentang), meminta kerjasama pasien
untuk mengikuti beberapa petunjuk yang diberikan dokter terutama saat pemasangan NGT,
misalnya:

2.

Prosedur yang benar dan logis dalam memasukkan pipa NGT


Prosedur pemeriksaan NGT, fiksasi dan edukasi pasca pemasangan NGT.

Ad.1 UDAH BACA CHECKLIST BELUM?


Prosedur yang benar itu sesuai checklist yang ada. Ada beberapa tambahan keterangan
pada poin checklistnya
1. Saat mengukur panjang pipa, jangan menyentuhkan pipa pada kulit wajah pasien
(ingat pipa NGT itu harus sterile dan disposable). Ukuran pipa ditentukan dengan
mengukur dari ujung hidung ke arah daun telinga, kemudian turun ke xiphisternum
(bagian bawah processus xyphoid). Jangan lupa diberi tanda pada pipa sesuai hasil
pengukuran.3
2. Pasien memakai kain/ selimut menutupi dada untuk menghindari pakaiannya kotor
kalau misalnya selama proses pemasangan pasien muntah. Jadi bukan supaya
pasiennya gak kedinginan.
62

3.
4.

5.

Masukkan pipa NGT dengan gentle, pelan tapi pasti ke atas, kemudian ke posterior
mengikuti kanal hidung sampai ke nasofaring.
Pada saat memasuki orofaring, minta pasien menelan (menelan apa? Lihat
sebelumnya). Tujuannya membantu memasukkan pipa ke esophagus, dan menghindari
masuknya pipa ke saluran nafas (saat menelan, epiglottis menutup saluran nafas).
Kalau pada tahap ini pasien tiba-tiba susah bernafas atau sianosis, cepat cabut pipanya
(dengan gentle), karena biasanya hal ini terjadi bila pipa memasuki saluran nafas. 3
Pipa dimasukkan sampai titik yang ditandai berada di ujung hidung. Kemudian fiksasi
dengan perekat, biasanya difiksasi dua tempat yakni ke bagian atas dan kesamping.

Ad.2YAKIN UDAH MASUK PIPANYA KE LAMBUNG, JANGAN JANGAN UDAH


SAMPAI KOLON?
Pipa harus benar benar dicek masuk atau tidak ke dalam lambung. Sebenarnya gold
standardnya adalah foto polos torakoabdominal.3 Tapi secara umum bisa diperiksa dengan
pemeriksaan yang lebih sederhana seperti.
1. Auskultasi udara di lambung. Kalau pipa sudah sampai lambung, artinya apa yang
dimasukkan dari luar juga harus sampai di lambung. Caranya dengan
menginjeksikan udara dari spuit sebanyak 5-10 ml kepangkal pipa (yang ada di luar
tubuh) dengan cepat dan tegas, sambil mendengarkan masuk atau tidaknya udara di
lambung dengan auskultasi. Cirinya yakni bunyi bushhh, shhhh (bunyi udara masuk).3
2. Ph-metri sederhana.3 Kalau pipa sudah di lambung, artinya apa yang ada di
lambung harusnya bisa diakses dari luar. Lambung berisi cairan lambung yang
bercampur dengan makanan. Ph lambung asam 2. Standarnya digunakan ph-metri,
tetapi sebagai konfirmasi bisa digunakan kertas lakmus. Cairan diaspirasi dari lambung
melalui pipa, kemudian dimasukkan ke dalam cawan berisi kertas lakmus. Kertas
lakmus bertransformasi jadi merahasam, jadi birubasa, gak berubahanda
belum beruntung (netral maksudnya).
!!!!!
Pasien mengonsumsi PPI (omeprazole atau teman-temannya), H2RA,
atau antacid, ph lambung biasanya lebih besar, dan pemeriksaan ph lebih baik
memakai ph-metri yang langsung menunjukkan berapa ph lambung. Kalau harus
dipastikan karena masih ragu apakah sudah di lambung atau tidak, terpaksa foto
polos.3

PENUTUP3
Kalau pemasangan NGT harus dibatalkan karena kontraindikasi atau keadaan pasien tidak
memungkinkan (batuk terus, muntah terus, bersin terus, terus terus), usahakan
menggunakan metode lain untuk membantu asupan nutrisi pasien.
Cek selalu posisi pipa NGT di lambung atau tidak, pada keadaan berikut
a. Pemasangan awal NGT
b. Sebelum pemberian nutrisi/obat melalui pipa NGT
c. Adanya tanda pergeseran pipa, misalnya perekat pipa lepas, atau pipa makin
panjang keluar, titik yang ditandai tidak lagi berada di ujung hidung
d. Pasien batuk atau muntah
e. Minimal sekali sehari pada pemberian nutrisi setiap harinya.
Daftar Rujukan
1. Shlamovitz
GZ,
Kulkarni
R.
Nasogastric
Tube.2011.
Artikeldarihttp://emedicine.medscape.com/article/80925-overview#showall
2. Kirby DF, Delegge MH, Fleming CR. American Gastroenterology Association technical
review on Tube feeding for enteral nutrition. Gastroenterology Journal;108.1995. p
1282-1301
3. Guidelines for NGT Insertion and position checking.Clinical Nutrition Service Mater Dei
Hospital 2011.

63

C-3 ELEKTROKARDIOGRAFI
EKG merupakan standar emas dari diagnosa aritmia jantung. EKG digunakan untuk pasien
yang
kita
curigai
ada
MI,
abnormalitas
konduksi,
gangguan
elektrolit
(hiperkalemia/hipokalemia), dan mendeteksi penyakit bukan jantung. Yang perlu
digarisbawahi, EKG tidak menilai kontraktilitas jantung seara langsung. Yang jelas, saya
belum menemukan jurnal yang menunjukkan bahwa EKG ada kontraindikasinya.

Sadapan ektremitas menghasilkan enam sadapan, keenam sadapan ekstremitas ini dapat
dibayangkan seperti melihat jantung pada bidang vertikal atau frontal. Sadapan I, II, dan
AVL melihat ke permukaan lateral kiri jantung, sadapan III dan AVF ke permukaan inferior,
dan sadapan AVR ke atrium kanan. Sedangkan untuk sadapan prekordial, elektrodeelektrodenya merupakan elektrode positif ditempatkan secara horizontal dari berbagai sudut
di dada (merekam kegiatan listrik yang bergerak pada bidang anterior dan posterior).

Cara-cara pemasangan EKG bisa dilihat di checklist masing-masing.


Dasar Elektrokardiogram
Dalam keadaan istirahat sel jantung berada dalam keadaan terpolarisasi, dimana bagian
dalam bermuatan lebih negatif dan diluar lebih positif. Hlangnya kenegativitasan dari
jantung disebut dengan depolarisasi. Nah, kalo repolarisasi kebalikannya, kembalinya
kenegativitasan dari jantung. Nah, depol maupun repol dua-duanya menggambarkan aliran
listrik jantung, hal inilah yang dideteksi sama elektroda-elektroda yang nanti dipasang.
Sadapan EKG
Sadapan adalah suatu gambaran elektrik tentang jantung dari suatu sudut pandang
tertentu. EKG ini menggunakan 12 sadapan untuk pencatatan. Pencatatan tersebut
menggunakan satu elektroda aktif dan elektroda indeferent pada potensial 0 (unipolar
recording) atau dengan menggunakan dua elektroda aktif (bipolar recording). Bipolar
recording terdiri atas sadapan I, II dan III, yang merupakan beda potensial antara dua
ekstremitas dan akan membentuk segitiga Einthoven. Pada sadapan I, elektroda dipasang
dengan pada tangan kiri, elektroda lebih positif dibandingkan dengan tangan kanan. Pada
sadapan II, elektroda dipasang pada tangan kanan dan kaki kiri, dengan kaki kiri lebih
positif, dan pada sadapan III, elektroda dipasang pada tangan kiri dan kaki kiri, di mana
kaki kiri lebih positif. Unipolar sadapan terdiri atas dua macam, yaitu 6 sadapan dada
unipolar yaitu V1 V6 dan 3 sadapan ekstremitas unipolar ( aVR, aVL, dan aVF).

Prinsip defleksi
Dalam membuat gelombang pada EKG, prinsipnya saat depolarisasi aliran listrik mendekati
elektrodanya, akan terjadi defleksi positif. Kalo menjauhi jadi negatif. Kalo ditengah2,
gambarannya jadi bifasik. Untuk repolarisasi, semakin mendekati elektroda positif, maka
akan memberikan gambaran defleksi negatif dan semakin menjauhi elektroda positif,
gambarannya jadi defleksi negatif. Makanya, buat sadapan-sadapan yang memberikan
gambaran defleksi positif saat depolarisasi (gelombang P, atau QRS), repolarisasinya
(gelombang T) juga akan memberikan gambaran defleksi postif. Begitu pula sebaliknya. Hal
ini bisa dilihat pada sadapan AVR dan V1 yang memberikan gambaran defleksi negatif pada
saat depol maupun repol.
Satu, lagi semakin searah/berlawanan arah suatu aliran listrik terhadap sadapannya,
maka gambaran defleksinya juga semakin tinggi. Pada sadapan apa ayo yang memberikan
gambaran defleksi paling positif buat gelombang P? Sadapan II. Kalo yang paling negatif
buat gelombang P? Sadapan AVR. Untuk penjelasan sadapan yang lebih lengkap, sudah
banyak dijelaskan di tentir kuliah maupun praktikum, jadi tidak kami ulang di sini. Tapi
prinsipnya seperti itu y.
ANALISIS EKG
Menganalisis EKG dalam dunia klinik FKUI biasanya menggunakan jembatan keledai
ILAHI, yaitu irama, laju, axis, hipertrofi/dilatasi, dan iskemi/infark. Analisis yang saya
paparkan dibawah ini adalah analisis secara superfisial yang memudahkan kepentingan
klinis. Apabila teman-teman ingin mempelajari secara lebih mendalam bisa membaca buku
tentang fisiologi jantung atau EKG.
Irama.
Irama jantung normal atau irama sinus, mempunyai 4 syarat yaitu:
Terdapat gelombang P normal. Gelombang P normalnya menangkap defleksi positif,
kecuali pada sadapan AVR yang menangkap gelombang negatif
Komleks QRSnya sempit
Ada satu gelombang P untuk setiap kompleks QRS
Iramanya teratur. Menentukan teratur tidaknya irama jantung cukup sederhana, yaitu
dengan menghitung selisih titik P-P atau R-R pada dua siklus berdekatan dengan dua
siklus lain yang juga berdekatan. Biasanya secara sekilas akan terlihat apabila irama
64

tidak teratur, terdapat suatu siklus yang jaraknya lebih jauh atau dekat dibanding
selisih siklus lainnya.
Laju (frekuensi).
Frekuensi jantung normal sebanyak 60-100x per menit akan tetapi frekuensi ini akan
berubah dari pengaruh hormon, persarafan simpatis-parasimpatis, maupun aktivitas seperti
tidur atau olahraga. Sebelum menghitung kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa
setiap satu kotak kecil sama dengan 0.04 s sehingga setiap satu kotak besar (5 kotak kecil)
sama dengan 0.2 s. jadi, apabila terdapat 5 kotak di antara gelombang R, maka 1 siklus
jantung selama satu detik, yang berarti 60 siklus per menit. Jadi, dapat melakukan
perhitungan frekuensi dengan cara membagi 300 dengan jumlah kotak besar di antara
gelombang R. contoh, apabila terdapat 4 kotak besar, maka perhitungannya adalah 300 : 4
sama dengan 75 bpm.

bergantian didominasi oleh atrium kanan pada paruh pertama dan atrium kiri pada paruh
kedua.
Apakah yang terjadi ketika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi/dilatasi? Ada tiga
hal yang bisa terjadi, yaitu peningkatan durasi (butuh waktu lebih untuk mendepolarisasi),
peningkatan amplitudo (butuh energi yang lebih besar), dan perubahan axis (jalur konduksi
listrik lebih besar mengarah ke bagian yang hipertrofi/dilatasi).
Iskemi/Infark

Axis.
Axis adalah arah dari vektor rata-rata jalur konduktansi listrik di jantung.

Untuk mendiagnosis iskemi/infark secara sederhana bisa dilihat dari 3 episode berurutan,
yaitu: 1) pemuncakan gelombang T yang segera dilanjutkan oleh inversinya (gambar A
kemudian B); 2) elevasi segmen ST (gambar C); dan Q patologis (gambar D) yang lebih
besar daripada 1/3 R.

Yang dilihat disini biasanya jumlah QRS kompleks di sadapan I dan AVF. Karena R
bermakna positif dan S negatif, maka jumlah disini sebenarnya adalah selisih. Hasil
penjumlahan di sadapan I kemudian diarahkan di 00 (mulai dari titik tengah) dan
dilanjutkan hasil sadapan AVF ke arah 900 (atau sebaliknya), sesuai dengan vektor yang
dulu pernah dipelajari di SMA, maka arah axis adalah vektor garis dari titik awal hingga titik
akhir.
Hipertrofi/Dilatasi. EKG tidak bisa membedakan gambaran hipertrofi ataupun dilatasi,
namun seringnya apabila terjadi pada ventrikel (kompleks QRS) maka disebut hipertrofi,
dan apabila terjadi pada atrium (gelombang P) maka disebut dilatasi. Untuk diingat,
kompleks QRS biasanya didominasi oleh ventrikel kiri, sedangkan gelombang P secara

Analisis lainnya:
1. Gelombang P (voltase, lama gelombang)
Voltase yang dihasilkan dari gelombang P relatif kecil, ini mungkin disebabkan karena
atrium yang berukuran kecil juga. Amplitude gelombang P pada semua sadapan
biasanya tidak melebihi 0,25 mV (2,5 mm atau dua setengah kotak kecil), dan yang
paling positif pada sadapan II dan paling negative pada sadapan AVR. Sedangkan lama
gelombang P tidak lebih dari 0.12 s.
2. Interval PR
Waktu dimulainya depolarisasi atrium sampai awal dari depolarisasi ventrikel dapat
digambarkan dari interval PR. Interval ini mencakup perlambatan konduksi yang terjadi
pada nodus AV, sehingga biasanya berlangsung selama 0,12 s sampai 0,2 s.
3. Interval kompleks QRS
Interval ini menggambarkan durasi kompleks QRS, yang normalnya berdurasi mulai
dari 0.06 s sampai 0.1 s.
65

4.

5.

6.

7.

Sumbu listrik rata-rata kompleks QRS (aksis)


Aksis normal berkisar -30 sampai +180 yang dapat ditentukan dengan menghitung
jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata-rata di sadapan I
sebagai sumbu X dan sadapan AVF sebagai sumbu Y.

Deskripsi kompleks QRS (sadapan prekordial)


Pada bidang horizontal, sadapan V1 dan V2 yang berada diatas ventrikel kanan
merekam gelombang S yang dalam
karena aliran listrik bergerak menjauhi
sadapan ke arah kiri. Sedangkan
sadapan V5 dan V6 yang berada di
atas
ventrikel
kiri
merekam
gelombang R yang positif tinggi, dan
V3 serta V4 merekam gelombang
bifasik (zona transisi). Amplitudo
kompleks QRS jauh lebih besar dari
gel P karena massa nya jauh lebih
besar sehingga mampu menghasilkan
potensial listrik yang jauh lebih besar
Deskripsi segmen ST
Segmen ST yang normal dapat dilihat dari terjadinya iso-elektrik. Hal ini dapat kita
pastikan dengan melihat garis yang menghubungkan gelombang T (dari siklus
sebelumnya) dengan gelombang P. Apabila terletak pada garis horizontal yang sama
maka dikatakan segmen ST iso-elektrik.
Polaritas gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran dari repolarisasi ventrikel. Pengaruh repolarisasi
pada EKG serupa dengan pengaruh depolarisasi, namun muatannya terbalik. Jadi,
apabila apabila gelombang T positif selalu dapat dijumpai pada sadapan dengan
gelombang R yang tinggi, dan sebaliknya. Semua gelombang T normalnya mempunyai
polaritas positif, namun tidak pada V1 dan AVR karena sadapan tersebut memandang
aliran listrik bergerak mendekati arah repolarisasi sejingga ia merekam defleksi
negative murni.

8.

Sumbu listrik gelombang T


Penetapan axis gelombang listrik T mempunyai prinsip yang sama dengan penetapan
axis gelombang QRS, namun yang dihitung disini hanyalah amplitude gelombang T.
batas normalnya yaitu tidak melebihi 70

Setelah mengetahui bagaimana EKG normal, kita beranjak ke analisis EKG abnormal.
1. Gelombang P

P-pulmonal
P-pulmonal adalah suatu kelainan gelombang P akibat arus depolarisasi atrium kanan
yang lebih besar dari normal. Gambaran ini ditemukan pada pasien penyakit jantung
bawaan, infark miokard, angina pektoris, penyakit katup trikuspid dan hipertensi
pulmonal yang disertai hipertrofi atau pembesaran atrium kanan. Bisa juga pada orang
normal, tapi sementara.
P-pulmonal dapat disebabkan oleh peningkatan rangsangan saraf simpatis jantung
dan letak diafragma yang rendah. P-pulmonal sering terlihat pada sadapan inferior dan
anterior.

Kriteria untuk mendiagnosis pembesaran atrium kanan:


a. Gelombang P yang tingginya lebih dari 2,5 mm pada sadapan II, III, aVF dengan
lebar yang normal
b. Aksis P pada bidang frontal lebih besar dari 750
c. Defleksi positif gelombang P di sadapan V1 dan V2 lebih besar dari 1,5 mm.
P-mitral
P-mitral adalah gelombang P yang berbentuk bifida dengan lebar lebih dari 3 mm.
Gambarannya menunjukkan hipertrofi atrium kiri yang disebabkan oleh penyakitpenyakit katup mitral atau aorta. Bisa juga ditemukan pada pasien dengan fibrosis di
Bachmann bundle (jar. konduksi yg menghubungkan atrium kiri dan kanan) tanpa
pembesaran atrium.
P-mitral terbentuk karena pada atrium kiri yang hipertrofi, arus depolarisasi yang
ditimbulkan menjadi lebih besar sehingga waktu depolarisasi jadi lebih lama. Atrium kiri
yang hipertrofi biasanya bergeser ke posterior, jadi sebagian dari arus depolarisasi
akan berjalan menjauhi sadapan V1 dari bagian posterior di sadapan V1 terlihat
66

gelombang P negatif atau bifasik dengan amplitudo defleksi negatif lebih dari 1 mm
dan durasinya lebih dari 0,04 s.

Kriteria untuk mendiagnosis pembesaran atrium kiri:


a. Terdapat gambaran P-mitral pada berbagai sadapan
b. Gambaran P negatif atau defleksi negatif pada bagian akhir gelombang P di
sadapan V1
c. Rasio antara lebar gelombang P dan interval segmen PR lebih dari 1,6
d. Terjadi deviasi aksis gelombang P ke kiri (lebih dari 150) pada bidang frontal
Gabungan P-pulmonal dan mitral.
Kriteria diagnosis pembesaran biatrial:
a. Peningkatan amplitudo
dan durasi
gelombang P pada sadapan
ekstremitas
b. Gelombang P bifasik pada sadapan V1 dengan defleksi positif pada bagian awal
sedangkan defleksi negatif pada bagian akhir lebih dari 1 mm dan
durasinya
c. P-mitral pada sadapan kiri dengan gelombang P tingginya
pada sadapan
prekordial bagian kanan.
Gelombang P yang berbentuk aneh atau terbalik
Ekstrasistol atrium, terjadi jika fokus di luar nodus SA mencetuskan potensial aksi.
Ekstrasistol yang timbul sekali-kali tidak memiliki arti klinis. Jika terjadi pada orang
dengan stenosis mitral, ekstrasistol atrium menunjukkan akan segera terjadi
fibrilasi atrium baru.
Nodus ritmik, terjadi jika pacemaker diambil alih oleh nodus AV. Jika impuls dari
nodus AV dikonduksi secara retrograde ke atrium, atrium akan mengalami
depolarisasi dengan gelombang P terbalik.
Tidak terdapat gelombang P
Tidak adanya gelombang P menunjukkan bahwa denyut jantungnya tidak berirama
sinus. Contohnya pada henti sinus (sinus arrest), blok SA derajat 3, atau fibrilasi
atrium. Jika gelombang P menghilang hanya beberapa detik atau menit, disebut sinus
pause. Gelombang P bisa saja ada tapi tertutup kompleks QRS yang lebar, misalnya
pada junctional tachycardia dan takikardia supraventrikular.
Gelombang Ta (auricular T-wave)
Merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh arus depolarisasi atrium. Gelombang ini
biasanya tidak tampak karena tertutup oleh kompleks QRS dan tidak memiliki arti klinis
penting. Biasanya baru tampak pada blok AV derajat 3 berupa gelombang kecil yang
berlawanan arah dengan gelombang P.

2.

Kompleks QRS
Terminologi: R defleksi positif yang mengikuti gelombang R; S defleksi negatif
yang mengikuti S. Huruf besar menandakan defleksi besar, huruf kecil menandakan
defleksi kecil
Blok cabang berkas kanan (Right bundle branch block, RBBB)
Pada RBBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri normal, tapi depolarisasi ventrikel
kanan terjadi perlambatan akibat blok di RBB. Kriteria RBB: deviasi aksis kanan;
interval QRS lebih dari 0,12 detik; bentuk rSR di sadapan V1 dan V2 dengan
gelombang S yang besar di sadapan V5 dan V6; segmen ST dan T terbalik di sadapan
V1; amplitudo kompleks QRS besar.
Blok cabang berkas kiri (left bundle branch block, LBBB)
Jika konduksi di LBB terganggu, arus depolarisasi septum hanya dibentuk dari
komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel kiri. Kriteria LBBB: deviasi aksis kiri;
interval QRS lebih dari 0,12 s; tidak ada gelombang q dan gelombang R besar di
sadapan I, V5, dan V6; depresi segmen ST dan T terbalik di V4-V6; amplitudo
kompleks QRS yang besar.
Aritmia ventrikel
Ekstrasistol ventrikel terjadi karena tercetus impuls dari dinding ventrikel di luar impuls
nodus SA (biasanya merupakan kontraksi ventrikel prematur). Karakteristi ekstrasistol
ventrikel: interval QRS melebihi 0,12 s; amplitudo besar; gelombang T berlawanan
arah dengan kompleks QRS; jarak antara 2 siklus jantung termasuk denyut ekstrasistol
sama dengan jarak antara 2 siklus normal.
Amplitudo kecil
Amplitudo kecil: kurang dari 5 mm pada ketiga sadapan ekstrimitas baku. Biasanya
ditemukan pada penyakit koroner yang difus, gagal jantung, efusi perikardial,
miksedema, kerusakan miokard luas, emfisema, edema generalisata, dan obesitas.
Amplitudo besar
Amplitudo 25-30 pada sadapan prekordial biasanya dianggap maksimum. Amplitudo
QRS yang besar biasanya terjadi pada ekstrasistol, takikardi ventrikel, RBBB, LBBB,
hipertrofi/dilatasi ventrikel, overload sistolik atau diastolik di ventrikel.
Kriteria hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan: deviasi aksis kanan; gelombang R
yang besar pada prekordial sadapan sebelah kanan; gelombang S yang dalam pada
sadapan prekordial kiri; rotasi jarum searah jarum jam; defleksi intrinsikoid (jarak
antara permukaan gelombang Q sampai ke puncak gelombang R) yang terlambat
(lebih dari 0,03 ms) pada sadapan V1 dan V2; segmen ST dan gelombang T yang
abnormal pada sadapan prekordial dan inferior.
Kriteria hipertrofi/dilatasi ventrikel kiri: amplitudo kompleks QRS yang lebih
besar terutama pada sadapan prekordial kiri; jumlah tinggi gelombang R pada V5 dan
V6 dengan tinggi gelombang S pada V1 atau V2 melebihi 35 mm; defleksi intrinsikoid
yang terlambat pada sadapan V6; segmen ST dan gelombang T yang abnormal pada
sadapan prekordial kiri; tendensi deviasi aksis kiri.
67

3.

4.

Kriteria hipertrofi/dilatasi biventrikular: deviasi aksis kanan; tanda


hipertrofi/dilatasi ventrikel kiri pada sadapan prekordial; rotasi jantung berlawanan
arah jarum jam.
Karakteristik overload sistolik: gelombang R yang tinggi di sadapan V1-V2 dan
V5-V6, depresi segmen ST dan T terbalik, perpanjangan defleksi intrinsikoid.
Karakteristik overload diastolik: gelombang R dan T yang tinggi disertai
gelombang Q di V5-V6, sedikit elevasi segmen ST (ventrikel kiri); gambaran RBBB
(ventrikel kanan).
Gelombang Q patologis
Lebar melebihi 0,04 s, dalamnya melebihi sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks
QRS yang sama, gelombang T terbalik.
Gelombang T
Gelombang T patologis dapat terjadi pada keadaan penyakit jantung (infark
miokard/iskemia atau perikarditis), keadaan yang menyebabkan kerusakan miokard
(anemia, infeksi berat hepatitis, asidosis, uremia), dan penderita yang menggunakan
obat-obatan (digitalis, insulin, atau ementin).
Setiap gangguan proses depolarisasi juga selalu diikuti dengan gangguan
repolarisasi, yang selanjutnya akan menggambarkan gambaran gelombang T
abnormal. Pada gelombang T yang patologis, yang dilihat bukan bentuk
abnormalitasnya, akan tetapi perubahan arah defleksinya dari positif ke negatif atau
sebaliknya. Gelombang T yang patologis berbentuk simetris, sangat tinggi, datar, atau
terbalik. Munculnya gelombang T patologis dapat bersifat sementara atau permanen
tergantung reversibilitas penyakit.
a. Gelombang T terbalik yang lebar dan dalam
Bila terdapat T terbalik yang lebar dan dalam pada sadapan I, II, atau sadapan
V4-V6, maka hampir dapat dipastikan adanya suatu iskemia miokard transmural
atau aneurisma. Pada keadaan pasca serangan Stokes-Adam dengan AV derajat
tiga selalu diberikan gambaran T terbalik yang lebar dan dalam. Gambaran ini juga
terdapat pada takikardia dan hipokalemia.
b. Gelombang T yang sangat tinggi
Gelombang T yang sangat tinggi biasanya terjadi pada hiperkalemia dan
hiperkalsemia.
Gelombang U merupakan bagian akhir dari fase repolarisasi yang sebenarnya
masih bagian dari gelombang T. Gelombang U yang terbalik pada sadapan I, II,
V5, dan V6, paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan tekanan
darah tinggi.
Interval PR
a. Perpanjangan interval PR
Disebabkan oleh gangguan konduksi didalam nodus AV. Kelainan ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu interval PR tetap pada setiap kompleks EKG atau biasanya

5.

6.

disebut blok AV derajat 1 dan nilai interval tidak tetap pada setiap kompleks EKG
atau disebut blok AV derajat 2.
b. Perpendekan interval PR
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh impuls dari nodus SA yang diharapkan
melalui jalur tambahan (accessory pathway) sehingga akan lebih cepat mencapai
berkas his. Contoh yang khas adalah Wolf-Parkinson-White syndrome.
c. Interval PR yang berubah-ubah
Kelainan ini disebabkan oleh wandering pacemaker (pace maker yang
mengembara), irama nodus AV yang mengalami konduksi retrogade atau AV
dissociation.
d. Segmen PR
Pada infark atrial atau perikarditis akut dapat terjadi elevasi atau depresi segmen
PR.
Interval QT
Walaupun dalam praktek ada dua kelainan inetrval QT, yaitu memanjang dan
memendek, namun yang memiliki makna klinis adalah perpanjangan interval QT.
a. Kongenital atau idiopatik
Dikenal sebagai long QT syndrome, misalnya Romano-Ward syndrome.
b. Acquired atau didapat
Dikarenakan pengaruh obat-obatan, gangguan keseimbangan elektrolit, dan
penyakit-penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark/iskemik miokard, dan
prolaps katup mitral.
Segmen ST
Segmen ST yang abnormal baru akan memiliki nilai diagnostik bila disertai gejala klinis
atau disertai bentuk abnormal dari kompleks EKG yang lain. Segmen ST abnormal
dapat dibagi menjadi elevasi segmen ST dan depresi segmen ST.

Gambaran EKG pada Beberapa Kasus Kardiovaskular


1. Infark Miokard Akut
Jadi, pada dasarnya disebut bahwa infark miokard, yang mana adalah kerusakan
jaringan miokard akibat iskemia hebat, dan lagi karena ini akut, berarti terjadinya tibatiba, bisa ditegakkan lewat tiga kriteria diagnosis, yaitu gejala klinis (nyeri dada), lab
(enzim jantung, dll), dan juga EKG. Oleh karena itu, pengetahuan EKG ini akan jadi
penting.
Sebelum IMA, kan biasanya ada iskemia dulu kan, nah itu biasanya belum ada
pengaruh ke QRS nya, tapi masih ke segmen ST atau T nya aja, tergantung diliat dari
sadapan mananya, bisa aja ada penyempitan atau peninggian T, depresi / elevasi
segmen ST, dll.
Nah, khusus untuk IMA ini, perubahan EKG nya cukup khas, biasanya patokannya
itu perubahan kompleks QRSnya, segmen STnya, atau gelombang T nya.
68

Kalau pada IMA transmural (endokardium epikardium), gambaran EKG kalau di


gambar 1 itu normal kan, tapi ya T nya mulai agak tinggi. Nantinya, dia biasanya
berubah nih dari awalnya normal jadi elevasi segmen ST (2), biasanya katanya 1 jam
juga udah mulai, berarti bisa jadi udah mulai ada nekrosis / infark di miokardnya. Bisa
juga nanti ada progresi yang ditandai dengan hilangnya gelombang R sampai terbentuk
gelombang Q yang patologis.
Nah kalau di gambar itu, kira kira ilustrasi kalau ternyata dikasih pengobatan
trombolitik dan sukses, jadinya dia bakal kembali ke normal lagi. Untuk T bisa terjadi
inversi sebelum nanti kembali ke normal lagi. Untuk segmen STnya, perlahan lahan
kembali ke isoelektrik, ya kira kira 1 atau beberapa minggu. Tapi, Q nya tetap begitu,
artinya emang udah sempet ada yang rusak bagian jantungnya, dan ya emang bakal
tetep begitu aja Q nya terus terusan, jadinya sebenarnya susah juga untuk jadiin Q
ini patokan infark miokardnya itu akut atau ga, bisa emang baru ada, bisa udah lama.

Nah dari sini nanti lebih lanjut kalau mau jadi lebih expert, kita bisa menerka kira kira
di mana letak infarknya terjadi, kurang lebih terangkum dalam tabel ini: (sayang sekali
ga ketemu gambarnya, tapi ya bisa dibayangin lah ya dari posisi tiap sadapan dan
posisi tiap arteri koronaria yang udah kita pelajari di anatomi jantung)
Lokasi Infark
Antero-septal
Anterior
Lateral

Lokasi Q / Elevasi ST
V1 dan V2
V3 dan V4
V5 dan V6

Anterior-ekstensif

I, aVL, V1-6

High-lateral

!, aVL, V5-6

Posterior
Inferior
Ventrikel kanan

V7-9
II, III, aVF
V2R-V4R

A. Koroner yang Kena


Desendens anterior
Desendens anterior
Circumflex sinistra
Desendens anterior
Circumflex sinistra
Circumflex sinistra
Circumflex sinistra
Ventrikular sinistra posterior
Desendens posterior
Koronaria dekstra

2.

Aritmia
o Fibrilasi / flutter atrium, yang bisa telihat jelas biasanya adalah laju jantung
cepat sekali, bahkan bisa sampai 228x/menit. Khusus untuk flutter, dikatakan
kadang terlihat adanya gelombang P terbalik di sadapan II, III, dan aVF.
o Takikardia atrium, biasanya disebabkan oleh adanya re-entri yang bukan dari
SA atau AV, jadinya nanti P yang muncul pun tidak sama dengan yang normal
o Takikardia Supraventrikular Paroksismal, ditandai dengan:

Laju jantung regular, 150-250x/menit

Kompleks QRS normal, meskipun jadinya biasanya jadi agak sempit karena
lajunya cepat sekali

Gelombang P agak tertanam di dalam kompleks QRS.


o Wolff-Parkinson-White Syndrome, yang pasti terlihat sekali adanya
gelombang delta sebagai akibat take-off dari kompleks QRS yang terjadi lebih awal
dari biasanya, karena pada kejadian ini si ventrikel diaktivasi oleh impuls melalui
jalur tambahan.
o Ekstrasistol ventrikel, ditandai dengan kompleks QRS yang tidak didahului oleh
gelombang P dan dalam hal ini, QRS nya biasanya lebar.
o Takikardia ventrikel, tandanya adalah kompleks QRS nya melebar juga (>0,12
detik), laju ventrikelnya 100-250x/menit (namanya takikardia kan), plus disosiasi
AV.
o Blok AV

Derajat satu: ada pemanjangan interval PR tapi QRSnya masih normal (kan
PR itu menggambarkan konduksi AV, kalau keblok ya nantinya tambah
panjang kan)

Derajat dua:
Mobitz tipe 1 (Weckenbach), tandanya itu interval PR nya memanjang
(dan bisa juga salah satu gelombang P ga lagi dibarengi sama QRS.
Mobitz tipe II,tandanya adalah adanya 2 atau 3 denyutan normal dan
secara tiba tiba ada P yang tidak QRS.

Derajat tiga: Interval PRnya waktunya udah kacau, udah ga jelas lagi,
soalnya hambatannya sekarang sudah komplit.

69

C-4 PEMERIKSAAN FISIK PREKORDIAL


Pemeriksaan fisik prekordial meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Teknik untuk melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi telah diajarkan di
pemeriksaan fisik umum. Pada KKD kali ini yang diajarkan adalah cara melakukan
pemeriksaan prekordial pada keadaan normal, namun mulai disempil- sempilin nih yang
patologis.
Nah, buat mahir melakukan pf prekordial ini, kita harus paham dulu nih teori tentang
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi prekordial.
INSPEKSI PREKORDIAL
1. Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki pasien untuk menentukan
apakah simetris atau tidak simetris.
2. Inspeksi habitus (misal atleticus dengan melihat dari arah samping atau kaki pasien)
dan kelainan yang ditemukan (misal pectus carinatum dan excavatum, barrel chest,
penonjolan, edema, kelainan warna kulit).
3. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding depan
dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi.
4. Perhatikan daerah apeks kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak

Pada akhirnya, apa yang ditulis ini ga menutup kemungkinan salah tafsir atau keterbatasan
pemahaman dari penulisnya, apalagi ini sebenernya kompetensi KKD anak tingkat 3. Jadi,
kalau ada yang pernah baca / ngartiin lain, segera dikoreksi ya di milis, thanks sebelumnya.
Oh iya, ada baiknya kalau mau dapet pengertian yang lebih mendalam, baca juga gimana
fisiologi terjadinya kelainan2nya, soalnya kan ini cuma gambaran EKGnya aja.
Daftar Pustaka:
1. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Alih bahasa, Wahab AS;
editor, Teuku IMP, Aryandhito WN. Edisi ke 5. Jakarta: EGC, 2009
2. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC, 2009.
3. Karim S, Kabo P. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk
Dokter Umum. Jakarta: FKUI; 1996.hal.51-182.
4. Guyton, Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2006.
5. http://www.nottingham.ac.uk/nursing/practice/resources/cardiology/acs/changes.p
hp
6. http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100690

PALPASI PREKORDIAL1,2,3
Palpasi memiliki pengertian sebagai suatu pemeriksaan pada permukaan tubuh yang
mencakup pemeriksaan ukuran, bentuk, serta pergerakan dari organ internal dengan
meletakkan tangan secara datar pada kulit. Sementara, precordial sendiri itu merupakan
suatu area yang terletak pada bagian depan dari jantung dan berada pada sekitar bagian
tengah dan kiri pada dada.1
Palpasi pada region toraks biasanya digunakan untuk 4 keperluan, yakni
mengidentifikasi bagian-bagian yang tender, menilai abnormalitas yang ditemukan pada
saat inspeksi, penilaian lebih lanjut pada ekspansi dada (dinilai seberapa jauh toraks
membesar saat menarik napas dalam dan apakah simetris dada kanan dan dada kiri) serta
memeriksa fremitus (tremor atau vibrasi pada suatu area di tubuh) yang dilakukan dengan
permukaan ulnar dari tangan, pada bates dikatakan bahwa pada area precordium, biasanya
fremitus berkurang atau malah tidak ada.1
Pada palpasi precordial, yang perlu dinilai juga adalah apeks kordis, dicari pulsasi serta
posisinya. Pada sebagian besar pemeriksaan,pulsasi pada apeks biasanya merupakan
pulsasi maksimal sehingga dapat dinilai jantung dari pasien, tapi pada kasus seperti
perbesaran ventrikel kanan, anurisme aorta, atau dilatasi arteri pulmonal, biasanya pulsasi
maksimal bukan pada apeks kordis. Apabila pulsasi apeks tidak dapat ditemukan pada
posisi pasien supinasi, maka minta pasien untuk miring ke posisi kirinya ( left lateral
decubitus), apabila masih belum dapat ditemukan, minta pasien untuk membuang napas
kuat-kuat dan tahan napasnya untuk beberapa detik. Pada pasien wanita, dapat diminta
70

untuk mengangkat payudara kirinya ke atas atau ke lateral bila perlu. Penilaian yang perlu
dilakukan pada pulsasi apeks adalah lokasi, diameter, amplitudo, serta durasinya.1
Untuk menilai pulsasi apeks kordis, apabila kita merasa kurang dapat menilai hanya
dengan menggunakan jari kita, dapat dilakukan aksentuasi, dimana kita menggunakan tinta
pulpen, atau suatu hal yang panjang dan memiliki ujung tumpul dan ujung runcing, lalu kita
letakkan bagian yang tumpul itu di posisi terabanya apeks kordis, bentuk sudut sekitar 45600 dengan dada pasien, perhatikan pergerakan dari ujung runcing tinta pulpen tersebut,
maka dapat terlihat bagaimana sebenarnya pergerakan dari jantung itu dan dapat dinilai
lebih lanjut.
Kualitas denyut apex yang normal dan yang tidak, hanya bisa didapatkan dengan
banyak latihan. Apex yang berdenyut keras menunjukkan adanya peningkatan cardiac
output (misalnya pada pasien yang demam atau setelah olah raga). Apex yang difus
menandakan adanya kerusakan muskulus ventrikel, yang biasanya disebabkan karena
inkark myocard atau cardiomyopathy. Impuls difus ini dapat dilihat dengan inspeksi
precordium. Sifat impuls jantung pada hipertrofi ventrikel kiri sangat khas, yaitu sangat kuat
dan menetap, bukan impuls tajam dan pendek. Pada stenosis mitral, apex jantung berupa
tepukan (tapping). Hal ini disebabkan ventrikel kiri membesar sehingga bergeser menjadi
lebih dekat ke dinding dada. Selain itu suara jantung pertama menjadi keras, sehingga
dapat dipalpasi. Hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi, dirasakan dekat dengan garis
sternal kiri.
Jenis denyutan apeks yang mungkin didapatkan pada palpasi: Menghilang: obesitas,
hiperinflasi, efusi pleura; Tergeser: kardiomegali, pneumotoraks; Tapping (menyentak):
stenosis mitral; Ganda: hipertrofi ventrikel; Heaving (sangat kuat dan stabil):
kelebihan tekanan hipertensi, stenosis aorta; Parasternal heave: hipertrofi ventrikel
kanan. Thrill adalah murmur yang teraba karena bersifat kuat, biasanya pada stenosis
katup atau aneurisme.
PERKUSI PREKORDIAL

Perkusi dilakukan untuk menetapkan batas-batas jantung :


Batas kiri jantung
Batas kanan jantung

Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri. Pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari
untuk menentukan gambaran besamya jantung.

Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan.

Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah.

Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah
lateral.

Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/
atau ke kiri atas.
Pada perikarditis pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri.
Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada
emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar
ditentukan.

AUSKULTASI PREKORDIAL
Auskultasi Jantung: S1&S2
Selama diastol, tekanan pada atrium yang dipenuhi darah melebihi tekanan pada ventrikel
yang terelaksasi. Hal ini menyebabkan terjadi aliran darah dari atrium masuk ke dalam
ventrikel, membuka katup mitral. Pengosongan darah akan terjadi secara perlahan dan
menurunkan tekanan atrium.
Pada sistol, ventrikel kiri mulai berkontraksi dan
menghasilkan tekanan yang melebihi tekanan pada atrium dan menutup katup mitral.
Penutupan dari katup ini akan menghasilkan bunyi jantung S1.
Kontraksi ventrikel akan diikuti dengan pengosongan darah dari ventrikel yang
menyebabkan penurunan tekanan. Saat tekanan pada ventrikel kiri jatuh di bawah tekanan
pada aorta, katup aorta akan menutup menghasilkan suara jantung S2, sekaligus memulai
diastol selanjutnya.

Auskultasi Jantung: Bunyi Lain


Selama diastol katup mitral akan terbuka karena tekanan di atrium lebih tinggi
dibandingkan tekanan di ventrikel. Biasanya suara ini tidak terdengar kecuali jika terjadi
kondisi patologis yang menghambat gerakan katup tersebut, misalnya pada stenosis mitral.
Suara ini disebut opening snap.

Bayangkan jika anda membuka dua buah pintu dengan kekuatan yang sama. Yang satu
kecil dan mulus, sedangkan yang satunya besar, tebal dan engselnya tidak dilumasi. Yang
mana yang akan menimbulkan suara lebih besar?
71

Setelah pembukaan katup mitral terdapat periode di mana ventrikel terisi darah secara
cepat. Pada anak kecil dan dewasa muda dapat terdengar adanya suara jantung yang
dihasilkan oleh aliran darah yang membentur dinding ventrikel. Suara ini disebut suara
jantung S3, atau pada orang tua disebut S3 gallop.

Bayangkan setelah anda membuka pintu, tiba-tiba ada aliran air yang masuk dan
membentur dinding. Mana yang akan menghasilkan suara lebih keras dinding yang tipis
atau dinding yang lebih tebal?

APA ITU MURMUR?


Murmur adalah kondisi dimana saat diauskultasi, jantung mengeluarkan bunyi lain selain
keempat bunyi normal tadi.
Apa saja penyebab kelainan bunyi jantung (murmur)?
aliran darah bertambah cepat
penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Bagaimanakah aspek penilaian dari murmur (bising jantung abnormal)? Ada 6
poin, yaitu:
1. Lokalisasinya
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling
keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan
penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
2.

Suara jantung S4 adalah suara jantung yang terjadi karena adanya kontraksi atrium, dan
suara ini biasanya terdengar pada orang tua atau pada kelainan atrium.

Penjalarannya
Bising jantung itu biasanya masih terdengar sampai ke daerah penjalaran tertentu.
Misalnya :
Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
72

3.

4.

5.

Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh


precordium.
Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.

Intensitasnya
Untuk intensitas ada 6 kelas menurut klasifikasi Levine, yaitu :

Jenisnya
Jenis bising tergantung pada fase bising timbul, bisa:
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2), ada yang :
o Bising sistole tipe ejection (mid-diastolik), timbul akibat aliran darah
yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian
fase sistole. Didapatkan pada kasus stenosis aorta/pulmonal.
o Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase
systole. Misalnya pada insufisiensi mitral/trikuspid.
Bising diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
o Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada
stenosis mitral.
o Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya
pada insufisiensi aorta.
o Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral.
Bising sistole dan diastole (berlanjut/continous), terdengar secara berlanjut
baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pada PDA
Perbedaannya dengan bising fisiologis
Tidak semua bising merupakan pertanda kelainan, selama terjadi 5 prasyarat di awal
tadi. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya bising fisiologis : demam,
anemia, hamil, dan stress. Selain itu, bising juga dapat menjadi pertanda
atherosklerosis, beri-beri, dan hipotiroidisme.

6.

Kualitasnya
Dari kualitasnya, dapat ditentukan apakah bising yang terdengar itu bertambah keras
(crescendo) atau bertambah lemah (decrescendo), juga sifatnya apakah meniup
(blowing) atau menggenderang (rumbling).

Langkah-langkah PF Prekordial
1. Memperkenalkan diri, memberikan informasi tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
dan meminta ijin.
Menyebutkan nama, tujuan pemeriksaan, menerangkan apa yang akan dilakukan
(inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), meminta persetujuan pasien
2. Pemeriksaan Inspeksi Jantung
Inspeksi letak iktus kordis dan menyebutkan dengan benar letak iktus kordis
Bila iktus kordis tidak terlihat normal (jantung tidak membesar)
Inspeksi habitus, bentuk dada, dan kelainan yang ditemukan
Habitus ada 3 (astenikus, atletikus, piknikus)
Bentuk dada yang diinspeksi: kesimetrisan dada statis dan dinamis, barrel chest
(perbandingan lebar dan tebal dada 1:1 biasanya pada PPOK), pektus
karinatum (dada menonjol seperti dada burung jantung besar), pektus
ekskavatum (dada cekung), ginekomastia (bisa karena aldosteron naik, hormon,
obat, atau tumor), venektasi
Kelainan: luka (kelainan kulit, bekas operasi, bekas tusukan), sikatrik
3. Pemeriksaan Palpasi Jantung
Pasien diminta mengangkat lengan kiri lateral dekubitus
Posisi left lateral decubitus: telentang ke kiri agar jantung teraba
Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks dengan tekanan yang
lembut dan menyebutkan letak iktus kordis
Biasanya teraba di sela iga 4, di bawah papilla mammaria
Pada palpasi iktus kordis, apakah ada thrill, heaving, lifting, atau tapping
Thrill: bergetar sistol atau diastole. Jika thrill (+) menandakan adanya
regurgitasi atau bocor, normalnya (-).
Heaving: permukaan yang tidak rata teraba
Lifting: permukaan dada tampak mengangkat-ngangkat, tapi tanpa heaving
kardiomegali
Tapping: jantung tampak memukul-mukul ke kulit stenosis
4. Perkusi Jantung
Perkusi pada linea aksilaris anterior kiri untuk mencari batas paru dengan lambung
(sonor timpani)
Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan lambung dilakukan perkusi kea rah
medial untuk menentukan batas kiri jantung
Perkusi pada linea parasternalis kiri ke bawah pinggang jantung (kalau
pinggang jantung naik artinya jantung membesar / bengkak)
73

Perkusi pada linea midklavikula kanan untuk mencari batas paru dengan hati
(sonor pekak)
Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan hati dilakukan perkusi ke arah medial
untuk menentukan batas kanan jantung
Pemeriksaan Auskultasi Jantung
Auskultasi dilakukan dengan membandingkan dengan pulsasi arteri karotis
Auskultasi pada sela iga 4 5 linea midclavicula kiri untuk mendengar bunyi katup
mitral
Auskultasi pada sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengar bunyi katup
pulmonal
Auskultasi pada sela iga 2 linea parasternalis kanan untuk mendengar bunyi katup
aorta
Auskultasi pada sela iga 4 5 linea parasternalis kanan untuk mendengar bunyi
katup trikuspid bandingkan ketika inspirasi dan ekspirasi (jika mengeras saat
inspirasi murmur bocor)
Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dan menyenangkan
Membuat laporan hasil pemeriksaan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

C-5 BUNYI JANTUNG

5.

6.
7.

Untuk
-

mendapatkan auskultasi yang baik perlu diperhatikan hal berikut:2


di dalam ruangan yang tenang,
perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah,
sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising secara teliti.

Sumber:
1
Blacks Medical Dictionary
2
Bates Guide to Physical Examination, Bab 6. The Thorax and Lungs
3
Bates Guide to Physical Examination. Bab 7. The Cardiovascular System

Tempat mendengarkan bunyi jantung tidak tepat di atas katup yang didengarkan.1 Berikut
lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah:2
Apeks ventrikel kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
Sela iga IV-V sternal kiri dan sternal kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang
berasal dari katup trikuspidal
Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila
ada kelainan ASD atau VSD
Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
Katup pulmonalis bunyinya terdengar di atas aorta karena penghantaran suara naik
ke arteri pulmonalis.
Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Katup aorta bunyinya terdengar di atas aorta karena penghantaran suara naik ke
aorta.
Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari
katup aorta.ataupun bila terdapat stenosis di arteri karotis sendiri.
74

C-6 PEMERIKSAAN THT DAN SWAB TENGGOROK


Anatomi Telinga
Ga pake lama, langsung liat aja gambarnya (btw kita ga akan bahas dalem banget, paling
beberapa struktur penting):

Murmur dapat dibedakan dari suara jantung dari durasi nya. Murmur berdurasi lebih
panjang dibandingkan bunyi jantung biasa.
Suara jantung 1 (S1) terdiri dari 2 suara, yaitu suara katup mitral yang lebih dulu muncul
dan suara katup tricuspid yang muncul belakangan.
Suara jantung 2 (S2) terdiri dari 2 komponen, tertutupnya katup semilunar pulmonary dan
aorta.
Di buku bates saya tidak menemukan adanya indikasi atau kontraindikasi khusus pada
pemeriksaan auskultasi. Pada dasarnya, pemeriksaan ini semua dilakukan bila kita memiliki
kecurigaan terhadap kelainan suara jantung atau hanya sekedar memastikan tidak adanya
masalah pada jantung.

Telinga kebagi jadi telinga luar (isi: pinna alias daun telinga ato auricula dan meatus
akustikus eksternus), telinga tengah, (isi: ruang timpani) telinga dalam (isi: kanalis
semisirkularis, vestibulum, koklea).
Daun telinga ad beberapa bagian yang harus kita lihat dan palpasi, seperti tragus,
antitragus, helix, antihelix, daerah preaurikuler, dan daerah retroaurikuler (ga ada di
gambar, kupingnya tarik ke arah depan nah daerah belakang kuping itulah daerah
retroaurikuler).
Meatus akustikus eksternus: panjang 2,5 cm, 1/3 luar kartilago 2/3 dalam tulang.
Di bagian kartilago ada folikel rambut, kelenjar pilosebasea, kelenjar seruminosa (penghasil
serumen alias berbahan dasar wax, bakalan jadi kotoran telinga kalo tambah keratin yang
lepas-lepas dan debris).
Bagian telinga tengah bakal tersambung dengan tuba eustakius ke daerah
nasofaring (u/ keseimbangan tekanan, biasanya saluran ini teruttup kecuali saat menelan
ato menguap huamm).2 Membran timpani jadi batas telinga tengah dengan telinga luar,
berbentuk tipis dan semitransparan. Membran ini nempel sama tulang-tulang pendengaran
dan seolah-olah tulang ini terproyeksi di membran (liat gambarnya membrannya ga
mulus gitu). Permukaan membran ini ga mulus dan punya puncak (daerah yang paling
tinggi alias muncul ke arah luar)yang disebut umbo.
75

Membran timpati terdiri atas 2 bagian: pars flaccida dan pars tensa. Pars flaccida letaknya
di atas dan lebih kecil ukurannya. Pars tensa itu menyusun membran sisanya dan di pars
tesna keliatan tonjolan tulang malleus yang ngebagi pars tensa jadi lipat anterior dan lipat
posterior.1 Nah, kalo disenter pake pen-light atau lebih jelas lagi pake otoskop, kelihatan
ada pantulan yang berkilau seperti mutiara, mengkilap, yang disebut dengan daerah refleks
cahaya. Di kuping kanan relfeks cahaya ini biasanya di arah jam 5, sedangkan di kuping kiri
di jam 7 (http://www.entusa.com/flash/normal_eardrum/normal_eardrum.htm, gambarnya
bagus-bagus)

Gangguan pendengaran yang sering kali dikeluhkan pasien terdiri atas perubahan
ketajaman pendengaran, tinitus, vertigo, dan nyeri. Tinitus adalah suara mendengung,
bunyi ceklekan,atau suara berdering yang didengar oleh pasien secara terus-menerus atau
terputus-putus baik unilateral maupun bilateral. Tinitus disebabkan oleh kelainan yang
letaknya proksimal terhadap foramen ovale dan mempunyai banyak penyebab
diantaranya salisilat dalam dosis yang tinggi.
Nyeri yang timbul pada waktu manipulasi tragus berarti peradangan kanalis eksterna

Nyeri di belakang telinga menunjukkan peradangan mastoid


Nyeri yang terasa jauh di dalam telinga, dan diperberat dengan membungkuk,
disebabkan oleh penyakit telinga tengah

Pengeluaran sekret kronis dari telinga paling sering berasal dari kanalis eksterna.
Pengeluaran cairan secara tiba-tiba yang diikuti dengan hilangnya nyeri biasanya terjadi
kalau gendang telinga pecah dengan spontan. Nyeri karena penyakit pada tuba eustachius
atau peradangan telinga tengah dapat dialihkan ke leher, tepat dibawah angulus
mandibula. Vertigo merupakan iritasi pada labirin yang menimbulkan gejala pusing
berputar.
Kanalis eksternus pada anak-anak lurus, sedangkan kanalis eksterna pada dewasa
membentuk sudut, sehingga daun telinga perlu ditarik ke atas dan belakang untuk
memvisualisasikan gendang telinga. Nervus Arnold(cabang n.Vagus) mempersarafi kanalis
eksternus, jika terdapat iritasi pada nervus ini dapat ditandai dengan timbulnya batuk pada
saat spekulum dimasukkan dalam kanalis eksternus.
Membran timpani yang normal berwarna abu-abu seperti mutiara dan cekung. Pada
peradangan akut, membran timpani tampak merah dan tampak pembuluh darah kecil
berjalan dipermukaannya. Untuk memeriksa mobilitas membrana timpani, dapat dilakukan
dengan cara meminta pasien untuk menjepit hidungnya dan memintanya meniup dengan
bibir terkatup. Membran timpani yang normal akan menonjol ke luar sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan yang dihantarkan sampai ke tuba eustachius. Akan tetapi
jangan lakukan tes ini pada pasien yang sedang flu atau terdapat penyakit dalam
telinganya.
PEMERIKSAAN HIDUNG
Riwayat penyakit
Gangguan fungsi hidung dapat berupa kehilangan kemampuan mencium,
ketidakmampuan
mencium,
ketidakmampuan
untuk
menyaring
atau
membersihkan udara, atau masalah melembabkan udara inspirasi. Jikaditemukan
sekret, sifat secret juga penting. Secret yang jernih mengarah ke alergi, infeksi virus,
atau respon vasomotor. Sekret purulent mengarah ke superinfeksi oleh bakteri. Jikapasien
mengeluh nyeri kalau bernafas di udara dingin mungkin menderita pengeringan mukosa
hidung. Gejala nyeri yang ditimbulkan oleh hidung biasanya berkaitan dengan sinus.
Epistaksis adalah suatu pengamatan yang mengejutkan tapi tidaknyeri (dapat
berhubungan dengan trauma ringan, infeksi saluran nafas atas, iritasi). Mendengkur
dapat disebabkan oleh obstruksi hidung. Cairan spinal seperti keluarnya cairan yang jernih
atau meningitis berulang dapat disebabkan oleh fraktur dasar tengkorak dengan
robekankecilpada lamina krobrosa (sehinggacairan serebrospinaldapat mengalir bebas)
Hidung sebaiknya diperiksa dengan menggunakan speculum hidung serta sumber
cahaya yang kuat melalui lampu kepala. Sumbu saluran hidung, tegak lurus dengan muka,
bukan sejajar batang hidung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan visualisasi yang baik,
76

kepala pasien dimiringkan 45o, lalu ujung hidung diangkat menggunakan ibu jari kiri.
Normalnya, septum nasal membagi saluran udara kira-kira menjadi dua ruang yang sama
besar dan membran mukosa hidung berwarna merah muda merah. Pada bagian lateral
rongga hidung akan terlihat beberapa struktur bulat, yang terletak paling bawah yaitu
ujung anterior konka inferior, dan di atasnya adalah ujung anterior konka media. Ceruk
yang terlihat seperti celah di antara kedua konka tersebut dinamakan meatus media.
Meatus media ini merupakan tempat keluar/mengalirnya sekret purulen/nonpurulen/serosa
dari sinus2 di wajah menuju tenggorokan pada pasien sinusitis.
Inspeksi apakah terdapat lesi yang berbentuk massa, perubahan membran mukosa
(merah-lembabiritasi/infeksi, merah pucat-basahalergi), keadaan konka (hipertrofi
[mukosanya tidak licin], atrofi, normal, udem[mukosanya licin karena isinya cairan]),
ulserasi, perforasi, polip(massa seperti anggur, merah muda,pucat, relatif mobile),
keganasan(putih keabu-abuan, rapuh, relatif tidak sensitif). Palpasi pada sinus frontal,
ethmoid, dan maksila. Pada penderita sinusitis palpasi ini akan menimbulkan nyeri yang
hebat. Perforasi septum merupakan penyebab tersering epistaksis dapat disebabkan iritasi
atau trauma.
PEMERIKSAAN DAN SWAB TENGGOROK
Anatomi tenggorok
1. vestibule
2. hard palate
3. soft palate
4. uvula
5. palatoglossal arch
6. palatine tonsil
7. palatopharyngeal arch
8. posterior wall of oropharynx
9. pterygoid hamulus

Lidah warna dan arsitekturnya (papil-papilnya lengkap nggak..)


Mukosa pipi warna, hiperemis atau tidak
Palatum durum (bagian yang keras) warna dan arsitekturnya
Palatum mole (bagian yang lunak) warna dan arsitekturnya
Uvula Periksa apakah uvulanya benar2 ada di tengah2 arkus faring.
Arkus faring periksa arkus faringnya simetris atau tidak

Kemudian tekan lidah pada 2/3 anterior, tapi menekannya tidak boleh membentuk sudut,
harus sejajar sama lidahnya. Setelah ditekan, inspeksi lagi:

Tonsil (Amandel) Dilihat ukurannya. Skala pengukurannya itu dari T0 T4,


normalnya T1. Kalau T0 itu ditemukan pada orang-orang yang tonsilnya sudah diangkat
(operasi). T4 ciri-cirinya adalah tonsil kanan dan kirinya sudah menyatu (disebut
kissing tonsil). Orang-orang dengan kissing tonsil ini biasanya tidurnya mendengkur
dan suka lupa (menurut narasumber sih karena oksigen yang sampai ke otak kurang).
Selain itu dilihat juga arsitektur dari tonsilnya. Pada beberapa kasus bisa ditemukan
kriptus (tonsilnya seperti melipat-lipat). Di lipatan-lipatan ini bisa nyangkut sisa
makanan dan akhirnya bikin pasiennya sering sakit tenggorokan (karena di situ jadi
tempat hidupnya kuman) dan bau mulut. Adanya kissing tonsil dan kriptus ini adalah
tanda dari tonsilitis akut. Selain itu tonsilnya juga akan membengkak dan merah,
kadang ditemukan pus.

Dinding faring posterior Lagi-lagi warnanya, hiperemis atau tidak. Lalu kadang
ditemukan granul-granul yang disebabkan oleh peradangan yang lama. Pada pasien
sinusitis atau rhinitis juga dapat ditemukan Post-nassal Drip, yaitu mucus (baca: ingus)
berlebihan yang mengalir ke daerah ini. Biasanya hal ini bisa dirasakan sama
pasiennya, terus biasanya malah ditelen. Alhasil, pasiennya malah jadi sering infeksi
gastrointestinal (diare) karena bakteri di mucus dari masuk semua.
Kalau untuk swabnya, tinggal swab
kapas steril ke daerah faring
posterior atau tonsil. Yang harus
diperhatikan
cuma
nempelin
swabnya jangan lama-lama. Kalau
lama2, bisa2 pasiennya malah
muntah. O.o

Langsung ke check list no. 3 ya... Pasien disuruh membuka mulut, kemudian kita inspeksi:
77

C-7 PEMERIKSAAN JASMANI PARU


Tujuan dari pemeriksaan jasmani paru adalah menetukan ada tidaknya kelainan struktural
jaringan. Dasar pemeriksaan jasmani paru adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi (lakukan dengan benar dan sistemastis).
Pemeriksaan jasmani pada paru didasarkan pada:
1. Adanya udara di alveoli dan saluran napas
2. Terjadinya aliran (arus) udara di saluran napas
3. Terdapatnya saluran-saluran pernapasan terbuka (patent)
4. Adanya penghalang.
Persiapan pemeriksaan jasmani paru:
1. Bangku periksa sebaiknya datar dan dilapisi kasur tipis
2. Pemeriksa berdiri di samping kanan bangku periksa
3. Sikap pemeriksa harus tenang
4. Sikap subyek yang diperiksa sebaiknya berbaring lurus telentang, kedua kaki
berdempetan, kedua lengan di samping badan atau lurus ke atas dan kepala
menghadap ke depan
5. Bila subyek yang diperiksa tidak dapat berbaring, misalnya pada serangan asma,
maka subyek dapat diperiksa dalam posisi duduk dengan kaki tergantung ke
bawah (tidak menyentuh lantai) di pinggir bangku periksa
6. Subyek yang diperiksa sebaiknya membuka pakaian atas (telanjang dada) sampai
batas pinggang. Pada perempuan, perlu dijelaskan maksud membuka bagian dada
tersebut, yaitu untuk pemeriksaan jasmani paru dengan baik dan tepat.
INSPEKSI

Kata William Osler, Jangan sentuh pasienmu, catatlah dahulu apa yang kamu lihat.
Inspeksi merupakan pemeriksaan yang sangat penting, berhentilah, dan lihatlah keadaan
pasien sebelum menyentuhnya.
Setelah semua persiapan dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai dengan pertama-tama
menilai:
1) Keadaan umum
1. Perhatikan apakah penderita tampak sesak (waktu berbicara atau bahkan saat
diam juga uda sesak)
2. Stridor dan suara sesak
3. Terdengarnya mengi dengan telinga biasa menunjukkan adanya bronkospasme
yang berat
4. Perhatikan dahak yang dibatukkan (warna, kekentalan, bau, dan bongkahan
mukus)
5. Bunyi gemericik lendir menandakan adanya retensi sekret.

2) Warna Kulit
Perhatikan tanda sianosis atau pucat.
1. Sianosis warna kulit menjadi kebiruan atau kelabu akibat kurangnya oksigen
dalam darah
2. Kulit pucat berarti anemia atau penyakit kronis
** Pada orang kulit gelap, sianosis pada kulit sulit dinilai, jadi lihat bibir dan warna kuku.

3) Ekstremitas
Perhatikan adanya jari tabuh (clubbing fingers).
** kelainan ujung jari yang menggembung. Pada jari normal, antara kuku dan kulit ujung jari
membentuk sudut 160.

Jari Tabuh (Clubbing Fingers)

Penyakit paru yang sering menimbulkan jari tabuh: bronkiektasis, kanker paru, abses paru,
fibrosis kistik, dan fibrosis paru.
Penyakit di luar paru yang sering menimbulkan jari tabuh: sirosis hati, penyakit jantung
kongenital, endokarditis bakteri subakut, dan kolitis ulseratif kronik.
Pada stadium awal pembentukan jari tabuh, sudut 160 ini akan menghilang (B). Cara
pemeriksaan untuk mengetahui jari tabuh dapat dilakukan dengan mempertemukan kedua
ujung jari dengan merapatkan sisi dorsalnya (D).

78

5) Dada belakang
Daerah interskapula. Ujung bawah skapula setinggi iga ke-7 atau torakal ke-8. Korpus
vertebra dihitung dengan pedoman vertebra prominens (C7),, itu loh yg nonjol di
blakang leher.
Garis-garis vertikal yang perlu diketahui: (lgsg liat gbr aja uda jelas)
1. Garis skapula kanan dan kiri
2. Garis midspina

4) Dinding dada
Dalam rongga dada terdapat jantung dan paru. Untuk memudahkan pendeskripsian
kelainan pada pemeriksaan, dada diproyeksikan pada beberapa titik, sudut, dan garis
sebagai patokan.

* Garis midsternum: garis vertikal yang melalui tengah sternum


* Garis sternum: garis vertikal yang melalui perlekatan iga-iga dengan sternum
* Garis parasternum: garis vertikal yang melalui pertengahan antara garis midklavikula dengan garis
sternum
* Garis midklavikula: garis vertikal yang melalui tengah klavikula, biasanya mengenai papila mammae
* Garis aksila posterior dan anterior
* Garis aksila media: garis vertikal yang melalui pertengahan garis aksila anterior dan aksila posterior.

6) Inspeksi dada
Statik dan dinamis
Dada dalam keadaan tidak bergerak (statik) adalah melihat dada tanpa
memperhatikan pergerakan napas. Perhatikan kesimetrisan dada kiri dan kanan.
Pada keadaan bergerak (dinamis), melihat pergerakan dada kiri dan kanan saat
bernapas, perhatikan kesimetrisan pergerakan tersebut.
** Kelainan pada permukaan dinding dada, sela iga, dan bentuk dada.
Pada permukaan dinding dada, adakah kelainan kulit, edema subkutis,
bendungan vena, benjolan (tumor), enfisema subkutis, atau spider nevi.
Lihat kesimetrisan payudara, ginekomasti, atau adanya perlekatan.
Sela iga dilihat melebar atau menyempit. Sela iga yang melebar dijumpai pada
enfisema dan sela iga yang menyempit dapat dijumpai pada schwarte (fibrosis
pleura).
** Bentuk dada dilihat normal atau abnormal.
Bentuk dada normal bila diameter antero-posterior lebih kecil daripada diameter
lateral (sagital) dengan rasio 5:7 sampai 1:2.
Bentuk dada abnormal:
79

1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Dada paralitik: sela iga sempit, iga-iga lebih miring. Angulus costae < 90.
Dada emfisema: dada mengembang, diameter besar (diameter antero-posterior
dan sagital hampir sama/sama), tulang punggung melengkung, dan angulus
costae > 90.
Dada kifosis
Skoliosis
Lordosis
Kifoskoliosis
Pektus ekskavatum: kelainan kongenital sternum yang mencekung ke dalam.
Pektus karinatum: sternum mencembung ke depan, seperti dada burung.

2.
3.

4.
5.
6.

Sifat pernapasan. Torakal, abdominal, atau lebih sering torakoabdominal.


Irama (ritme) napas:
a. Normal
b. Kussmaul: pernapasan yang cepat dan dalam, pada asidosis metabolik
terutama ketoasidosis diabetikum (koma diabetikum).
c. Biot: pernapasan dengan irama dan amplitudo yang tidak teratur, diselingi
oleh periode apnu, pada kerusakan otak, meningitis spinal, gangguan sistem
saraf pusat.
d. Cheyne-Stokes: pernapasan dengan amplitudo yang mula-mula kecil dan
makin membesar lalu surut lagi, diseling apnu, juga pada gangguan saraf
pusat, tekanan intrakranial meningkat, gagal ginjal, meningitis, drug
overdose, CHF.
e. Pernapasan sighing: pola pernapasan normal yang diselingi inspirasi dalam,
biasanya oleh karena tekanan emosi (stress).
Kedalaman: pernapasan yang dangkal, misalnya pada emfisema.
Keserasian: pernapasan asimetri, misalnya pada schwarte (fibrosis pleura).
Tanda dari Hoover: retraksi abnormal tanpa disertai pengembangan dada,
merupakan petunjuk kontraksi diafragma yang buruk pada penderita dengan
obstruksi jalan napas.

Pektus ekskavatum

A. Skoliosis

B. Kifosis

C. kifoskoliosis

** Pada keadaan dada bergerak (dinamis), lihat pergerakan napas:


1. Frekuensi. Normal 12-18x/menit. Kalo <12x/menit bradipneu; kalo >18x/menit
takipneu. Pada anak, frekuensi napas lebih cepat adalah normal.
80

PALPASI
Perabaan dengan menggunakan telapak tangan dan jari untuk mencari kelainan yang tidak
terlihat pada inspeksi atau mengkonfirmasi dan mendapatkan data yang lebih detail dari
kelainan pada inspeksi.
Leher, periksa:
1. Pembesaran kelenjar getah bening (limfe)
Perabaan pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula, sepanjang
sternokleidomastoideus, dan supraklavikula. Pembesaran kelenjar getah bening di
daerah tersebut dapat memberi petunjuk bagi kelainan di paru, seperti
pembesaran kelenjar getah bening di supra klavikula pada kanker paru,
pembesaran kelenjar getah bening di daerah sepanjang sternokleidomatoideus
pada tuberkulosis dan infeksi saluran napas atas.
2. Posisi trakea
Menetapkan adanya deviasi trakea sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya
pergeseran mediastinum. Pada fibrosis paru atau penebalan pleura atau
atelektasis, mediastinum dan trakea akan tertarik ke sisi yang sakit, sedangkan
pada efusi pleura atau penumotoraks atau massa tumor yang mendorong
mediastinum, maka trakea dan mediastinum akan terdorong ke sisi yang sehat.

Dada
a. Ekspansi Dada
Normalnya dinding dada ekspansi simetrik saat inhalasi dalam. Ekspansi tersebut
dapat dievaluasi pada dada depan dan dada belakang. Pada dada depan, tangan
pemeriksa diletakkan sepanjang anterolateral dada dengan kedua ibu jari saling
berhadapan (lihat gambar). Dari garis tengah dapat dilihat perbedaan relatif
gerakan dada (lihat gambar).

Pemeriksaan ekspansi dada depan


Pada dada belakang, tangan pemeriksa diposisikan sepanjang posterolateral dada dengan
kedua ibu jari bertemu pada daerah vertebra T8.

Pemeriksaan posisi trakea, dengan meletakkan jari telunjuk pada daerah kiri dan
kanan antara m. sternokleidomasteoideus dan trakea.
Cara lain adalah dengan meletakkan ujung-ujung jari telunjuk, jari tengah, dan jari
manis kanan (jangan lupa sebelumnya ratakan ujung jari) pada daerah
suprasternal notch dan meraba posisi trakea di tengah (ujung jari tengah) atau
bergeser ke kanan (jari telunjuk ) atau ke kiri (jari manis)..

Pemeriksaan ekspansi dada belakang


81

b.

Fremitus
Fremitus vokal adalah vibrasi yang ditimbulkan pita suara selama fonasi.
Fremitus taktil (tactile fremitus) adalah vibrasi di atas ditransmisikan turun ke
cabang trakeobrokial terus ke alveoli dan dinding dada. Pada saat vibrasi, dinding
dada diraba dengan telapak tangan dan rasakan. Fremitus ditentukan dengan
kedua telapak tangan yang diletakkan di dada kiri dan kanan, lalu meminta pasien
untuk menyebutkan angka tujuh puluh tujuh (77) atau sembilan puluh sembilan
(99) berulang-ulang. Vibrasi fremitus raba tersebut dapat melemah, normal, atau
mengeras. Fremitus yang meningkat (mengeras) disebabkan transmisi vibrasi
melalui media yang lebih padat. Struktur paru normal adalah kombinasi dari padat
dan jaringan yang berisi udara. Segala kondisi yang menimbulkan peningkatan
densitas paru, seperti konsolidasi pneumonia, menyebabkan peningkatan fremitus
(fremitus mengeras). Bila area konsolidasi tidak berhubungan dengan bronkus,
fremitus dapat melemah.
Fremitus taktil akan melemah (berkurang) pada penderita obese atau otot yang
tebal, rongga pleura terisi udara (pneumotoraks), rongga pleura terisi cairan (efusi
pleura), fremitus vokal menurun bermakna atau tidak ada fremitus vokal.
Fremitus taktil adalah relatif suatu penilaian kasar, tetapi sebagai teknik panduan
pemeriksaan fremitus taktil dapat membantu agar pemeriksa memperhatikan
kemungkinan abnormalitas. Kemudian akan dikonfirmasi/ dicek dengan
mendengarkan suara napas secara auskultasi.

PERKUSI
Perkusi adalah pemeriksaan dengan mengetok permukaan dada untuk mengevaluasi
struktur di bawahnya. Perkusi dada menghasilkan bunyi dan vibrasi raba ( palpable
vibration). Perkusi dapat mengevaluasi paru sampai kedalaman 5-7 cm di bawah dinding
dada.
Perkusi dilakukan dengan cara mengetok jari tengah kiri yang diletakkan pada permukaan
dada depan/ dada belakang dengan ujung jari tengah kanan tangan kanan. Sendi
pergelangan bertindak sebagai aksis. Suara yang ditimbulkan oleh ketukan tersebut
merupakan karakteristik perkusi:
1. Sonor, pada jaringan paru yang normal/ sehat
2. Hipersonor, pada paru yang banyak mengandung udara, seperti emfisema dan
pneumotoraks
3. Redup, bila mengenai jaringan padat massa, konsolidasi atau atelektasis, atau
cairan
4. Pekak, mengenai jaringan yang sangat padat, massa luas atau cairan masif
5. Timpani, terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung,
dapat terdengar juga pada pneumotoraks yang luas atau lokal.

** Dengan perkusi dapat ditentukan batas organ rongga dada dan abdomen:
a)

b)

c)

d)

Batas paru hati. Perkusi pada garis midklavikula kanan, bising ketok sonor
menjadi redup, normal pada sela iga ke-6. Peranjakan antara inspirasi dan
ekspirasi umumnya dua jari.
Batas paru lambung. Perkusi pada garis aksilaris anterior kiri, bising ketok sonor
menjadi timpani (biasa kalo abis makan), atau sonor ke redup (kalo lambung
kosong). Normal pada sela iga ke-8.
Batas jantung/ mediastinum kanan. Sebagaimana batas paru hati, perkusi pada
garis midklavikula kanan, bising ketok sonor menjadi redup kemudian 2 jari di
atas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi ke arah medial (sternum) sampai
terdengar perubahan dari sonor menjadi redup, normal antara garis midsternum
dan sternum kanan
Batas jantung/ mediastinum kiri. Sebagaimana batas paru lambung, perkusi
pada garis aksilaris anterior kiri, bising ketok sonor menjadi timpani kemudian 2
jari di atas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi ke arah medial (sternum)
sampai terdengar perubahan dari sonor menjadi redup, normal sedikit sebelah
medial dari garis midklavikula kiri.

A. Pemeriksaan fremitus menggunakan permukaan palmar dari ujung-ujung jari


B. Penggunaan bersamaan tangan kanan dan kiri

82

Stetoskop
Teknik perkusi
Daerah kronig yaitu daerah supraklavikula didapatkan perkusi yang sonor, seluas tiga
sampai empat jari di pundak. Kelainan di dalam puncak paru dapat menyebabkan hilangnya
daerah kronig.
Batas paru belakang bawah ditentukan pada garis skapula, dilakukan perkusi ke bawah
sampai mendapatkan perubahan bising ketok sonor menjadi redup. Pada paru kiri belakang
biasanya setinggi vertebra T10 dan satu jari lebih tinggi pada paru kanan.
AUSKULTASI
Merupakan pemeriksaan terpenting dari seluruh pemeriksaan jasmani paru yang harus
dikuasai benar dalam mengenal dan menilai kelainan paru. Dasar auskultasi paru:
1. Pendengaran
Kebanyakan suara napas berada pada daerah frekuensi dimana telinga kurang sensitif
dalam menerima frekuensi tersebut. Rata-rata orang muda dapat mendengar getaran
suara frekuensi 16 - 10.000 Hz. Sensitivitas itu menurun pada frekuensi di bawah 1000
Hz. Suara napas normal umumnya berada pada 500 Hz atau kurang, oleh karena itu
mudah dimengerti bila telinga menjadi kurang peka menangkap suara tersebut. Untuk
dapat mendengar suara napas dengan baik, perlu ruangan yang sunyi, tenang, dan
kadang-kadang dengan mata tertutup supaya lebih konsentrasi.
2. Stetoskop
Digunakan untuk membantu mendengar lebih baik. Stetoskop modern terdiri dari
gabungan dua jenis stetoskop, tipe bell dan tipe membran (Bowles). Tipe bell
digunakan terutama untuk nada rendah (low pitched). Tipe membran yang
berdiameter lebih lebar, lebih cocok untuk nada tinggi (high pitched).

3.

Sumber bunyi
Turbulensi aliran udara pernapasan merupakan sumber suara utama. Walaupun ada
dua jenis aliran udara lainnya, yaitu aliran laminer dan vortices. Aliran udara turbulen
terutama terjadi pada trakea, bronkus-bronkus, dan bronkus segmental. Pada bronkus
perifer, aliran yang lambat menjadi laminer yang lemah.

Cara-cara melakukan auskultasi


Auskultasi harus dilakukan baik pada posisi berbaring dan posisi duduk tegak.
Membandingkan paru kiri dan kanan harus selalu dilakukan. Stetoskop harus dipindahkan
dari satu sisi dada ke sisi lain pada lokasi yang sama. Jangan sekali-kali menggerakkan satu
sisi ke bawah dan pada sisi lain ke bawah. Setiap daerah di auskultasi dengan seksama
pada waktu penderita bernapas melalui mulut pada pernapasan yang agak kuat dan dalam.

Auskultasi mulai dari apeks paru dan sitematik dibandingkan kanan dan kiri , turun
kebawah, dibandingkan kiri kanan setiap lokasi.
83

Mulai konsentrasi pada inspirasi :


Perhatikan panjangnya inspirasi, kualitas bunyi, dan kerasnya. Selanjutnya, bandingkan
dengan ekspirasi. Hindari menempatkan stetoskop di atas bulu atau pakaian. Hindarkan
seluruh bagian stetoskop dari benda-benda lain yang memungkinkan pergesekan, karena
akan menimbulkan bunyi-bunyi artifisial.

Auskultasi dada belakang


**Bunyi napas pokok
Bunyi napas pada paru normal
1. Vesikuler
Bunyi yang relatif lembut, nada rendah (low pitched), seperti desah, didengar di bagian
perifer paru. Fase inspirasi jauh lebih panjang dari ekspirasi dengan rasio 3:1. Ekspirasi
lebih lemah dari inspirasi, hampir tidak terdengar. Istilah vesikuler dulu dianggap
timbul oleh udara di alveoli, kemudian terbukti bahwa bunyi tersebut ditimbulkan oleh
aliran turbulensi di bronkus lobus dan segmental, bukan di alveoli.
2. Bronkial
Bunyi ini bersifat keras, bernada tinggi (high pitched), kasar, mirip bunyi udara yang
ditiup melalui pipa yang bolong. Bila diteliti ternyata ada gap. Tidak ada bunyi antara
akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Fase ekspirasi lebih keras dan lebih panjang dari
inspirasi. Pada keadaan yang normal, dapat didengar di atas manubrium sterni, ada
gap antara fase inspirasi dan fase ekspirasi. Adanya suara bronkial di bagian perifer
paru berarti adanya hantaran bunyi yang abnormal oleh karena jaringan paru yang
memadat.
3. Bronkovesikuler
Bunyi campuran dari bronkial dan vesikuler. Rasio inspirasi dan ekspirasi kira-kira 1:1.
Pada keadaan normal, dapat didengar di dua tempat: anterior dekat bronkus utama

4.

kanan kiri pada sela iga 1 dan 2 dan posterior di antara skapula. Bila didengar di
tempat lain berarti ada pemadatan atau keadaan abnormal lainnya.
Trakeal
Bunyi ini umumnya tidak diperiksa rutin auskultasi. Sangat keras, nada tinggi sekali,
dan besar. Fase ekspirasi sedikit lebih panjang dari inspirasi. Lebih mirip dengan suara
bronkial, dapat digunakan untuk pedoman dalam menentukan apakah suara napas
yang didengar vesikuler atau bronkial, bila ada keragu-raguan antar keduanya.

Diagram bunyi napas normal Vesikuler


Garis ke atas menunjukkan inhalasi, garis ke bawah ekshalasi. Panjang garis menunjukkan
durasi, tebal garis menunjukkan intensitas bunyi, dan sudut antara garis ke atas dan garis
horizontal (putus-putus) menunjukkan nada, semakin besar sudut semakin tinggi nada,
semakin kecil sudut semakin rendah nada bunyi napas.

84

Pada umumnya bunyi napas abnormal dapat digolongkan:


1. Bunyi napas pokok yang mengalami hantaran abnormal, yaitu bronkofoni, egofoni,
pectariloquy, bunyi napas bronkial, amforik, dan bunyi napas yang melemah.
Bunyi napas tambahan (adventitious lung sound), yaitu: continuous: wheezing,
stridor, ronki kering (low pitch wheezing/ wheezing dengan nada rendah); dan
discontinuous: ronki basah (crackles).
2. Bunyi lain: pleural friction rub (bunyi gesekan kering saat inspirasi dan ekspirasi antara
pleura viseral dan parietal pada peradangan intrapleura/ pleuritis), succusio
Hypocrates.

* Succio hypocrates, adalah bunyi yang dapat didengar apabila dada penderita digoyanggoyang. Biasanya terdapat pada keadaan hidro pneumotoraks. Bunyi yang terdengar
seperti botol terisi air yang tidak penuh.

Bunyi napas pokok dikaitkan dengan kelainan paru.

* Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh cairan/
mukus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi.
* wheezing: bunyi ngiik... terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi karena penyempitan
bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma dan bronkitis.
* bronkofoni: bunyi kata-kata yang diucapkan di atas suatu bronkus. Kalau terdengar di
tempat lain, hal ini menunjukkan konsolidasi.
* egofoni: Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita diminta mengucapkan
i maka akan terdengar suara e sengau.
* pectariloquy: mengacu pada fenomena yang terjadi ketika auskultasi paru, dimana
resonansi meningkat. Jenis termasuk egophony dan bronchophony.
* amforik: bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol. Amforik merupakan suara
resonansi dari rongga-rongga cavernae yang dalam paru.
Mengi (Wheezing)
Ditimbulkan melalui vibrasi dinding saluran napas yang menyempit, saat udara lewat
dengan velositas yang tinggi. Penyempitan saluran napas dapat disebabkan berbagai hal
seperti bronkospasme, edema mukosa, dan benda asing dalam bronkus. Nada wheezing
tidak bergantung kepada panjang saluran napas yang menyempit, tetapi bergantung
kepada derajat penyempitan saluran napas. Semakin berat derajat penyempitannya,
semakin tinggi nada wheezing. Saat wheezing diidentifikasi, identifikasi pula nadanya,
intensitasnya, dan siklus pernapasan yang terlibat (inspirasi dan/atau ekspirasi). Semakin
berat penyempitan saluran napas, semakin tinggi nadanya, semakin keras intensitasnya,
dan melibatkan 2 siklus pernapasan.

Wheezing dapat polifonik atau monofonik. Polifonik menunjukkan multiple saluran napas
Temuan pemeriksaan jasmani paru dikaitkan dengan gambaran foto toraks.

yang menyempit (obstruksi), misalnya pada asma. Pada monofonik, saluran napas yang
menyempit dapat single atau multiple. Contoh single monofonik adalah obstruksi pada
single jalan napas, misalnya tumor bronkus.
85

*velositas: kecepatan yang diukur dalam satuan jarak persatuan waktu.


**Ronki kering (Ronchi = low pitch wheezing)
Mekanisme terjadinya dihubungkan dengan adanya sputum yang banyak pada jalan napas.
Vibrasi lapisan sputum (sputum flap) saat udara lewat menghasilkan bunyi tambahan
kontinu dengan nada rendah, dikenal dengan ronki kering, yang dapat berubah/menghilang
dengan batuk.
**Ronki basah (crackles)
Dihasilkan akibat pergerakan sekret yang banyak saat udara lewat. Pada kondisi ini,
biasanya ronki basah terdengar pada inspirasi dan ekspirasi. Dapat menghilang/ berubah
dengan batuk.

Bunyi Hantaran Abnormal


1. Bunyi napas bronkial (yang di atas)
2. Bronkofoni
Suara kata-kata yang dikeluarkan menjadi lebih terang didengar, karena frekuensi/
nada-nada tinggi dihantarkan lebih baik. Terjadi pada konsolidasi dimana hantaran
menjadi lebih baik
3. Amforik
Bunyi napas yang ditimbulkan bila ada rongga di jaringan yang berhubungan langsung
dengan bronkus, terdengar seperti meniup botol kosong.
Cara: Stetoskop diletakkan di atas daerah konsolidasi, bila penderita mengatakan tujuhtujuh dan kata-kata dapat terdengar jelas, dikatakan bronkofoni positif.

Ronki basah dapat pula terjadi pada keadaan tanpa sekret yang banyak, yaitu melalui
mekanisme terbukanya secara mendadak (akibat perbedaan tekanan saat inspirasi/ udara
masuk) jalan napas kecil yang kolaps, dikenal dengan pop open, terdengar saat inspirasi,
misalnya pada pneumonia. Dahulu dikenal dengan krepitasi.
Stridor
** Stridor merupakan suara abnormal, high-pitched, yang dihasilkan oleh aliran tubulen
yang melewati saluran yang mengalami obstruksi sebagian di supraglottis, glottis,
subglottis, dan atau trakea.
Stridor terjadi melalui mekanisme yang sama dengan wheezing, yang terjadi pada
saluran napas atas. Terdengar walau tanpa stetoskop karena nada tinggi dan intensitas
keras dengan lokasi pada saluran napas atas. Penyempitan diameter saluran napas atas
dapat disebabkan edema mukosa/ epiglotitis karena infeksi akut (infeksi virus/ croup pada
usia anak), inflamasi setelah ekstubasi, penyempitan karena adanya tumor laring, dll.
Stridor lebih sering terdengar saat inhalasi, karena saluran napas atas cenderung
menyempit saat inspirasi kuat (inspiratory effort).
Gesekan Pleura (Pleural friction rub)
Gesekan pleura yang ditimbulkan oleh gesekan pleura viseral dan parietal yang menjadi
kasar oleh karena permukaannya mengalami inflamasi dan menjadi kasar sehingga
bergesekan selama bernapas. Sering terdengar hanya pada inhalasi, tetapi bukan tidak
mungkin terdengar pada inhalasi dan ekshalasi. Bunyinya sering sukar dibedakan dengan
ronki basah kasar, terutama didengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi, dan tidak
berubah dengan batuk (ronki basah kasar berubah dengan batuk).

86

C-8 ENDOTRACHEAL INTUBATION


Intubasi endotrakea merupakan prosedur menjaga jalan napas menggunakan endotracheal
tube (ETT) yang dimasukan kedalam trachea. Intubasi sering dilakukan untuk memfasilitasi
ventilasi paru baik secara manual maupun menggunakan ventilator.
Dasar Teori Anatomi
Ini anatomi singkat mengenai intubasi
endotrakea. Jadi si benda ETT itu akan
dimasukan melalui mulut dengan tujuan
sampai ke paru. Kalo diliat di gambar, dia
akan melewati pita suara, larynx, dan
trachea. Perhatiin trachea itu ada di
anterior esophagus (kerongkongan), jadi
kalau pasiennya tidur terlentang, trachea itu
ada di bagian langit2, jangan salah masuk
lobang ya :P
Tujuan1

Proteksi jalan nafas

Membebaskan jalan nafas

Melakukan terapi oksigen dan ventilasi


mekanik

Mengurangi usaha pernapasan

Memfasilitasi penghisapan sekret saluran nafas dan pencucian bronkus.


Indikasi

Pasien gagal nafas membuka jalan nafas & langkah awal dalam terapi oksigenasi
dan ventilasi mekanik

Pasien tidak sadarkan diri mencegah lidah yang jatuh menutup jalan napas serta
mengantisipasi hilangnya reflex yang menyebabkan regurgitasi muntah & darah

Pasien luka bakar udara panas yang dihirup dapat menyebabkan inflamasi &
obstruksi sepanjang saluran napas

Pasien hiperventilasi pada cidera intrakranial

Pasien dengan mukus yang menghalangi bronkus1

Anafilaksis & infeksi yang disertai pembengkakkan saluran napas atas

Trauma wajah atau leher yang disertai perdarahan orofaring dan hematoma2
Pemasangan ETT penting pada pasien yang tidak sadarkan diri karena biasanya lidah
pasien akan jatuh ke belakang dan mengganggu jalan nafas.

Kontraindikasi
Menurut dokternya sih tidak ada kontraindikasi dari ETT, karena tindakan ini kan lifesaving.
Tapi dari sumber lain disebutkan bahwa kalau pada pasien cedera leher jangan dilakukan,
karena pada saat tindakan leher akan diekstensikan, cedera lehernya bisa jadi tambah
parah.
Selain itu dikatakan kontraindikasi absolut jika: (1) terjadi obstruksi saluran napas atas
total; (2) tidak terlihatnya oropharyngeal landmarks seperti uvula dan palatum mole. Kalau
terjadi kedua hal ini, sulit untuk dlakukan intubasi dan lebih disarankan untuk operasi untuk
buka jalan napasnya.2
Tambahan aja nih, siapa tau ditanya. Secara cepat, kita bisa tau kalau masang ETT ini
bakal sulit pake hukum LEMON:

L: Look externally secara penampilan fisik bisa tau kalau bakal susah, contohnya:
mandibulanya kecil, lidahnya besar, & lehernya pendek.

E: Evaluate the 3-3-2 rule kemungkinan berhasil masang EET akan meningkat kalau
pasien bisa masukin 3 jarinya sendiri diantara gigi, 3 jari antara thyroid dan mentus,
dan 2 jari antara tulang hyoid & tulang rawan thyroid. Kalau gak kebayang, buka
videonya yang super jelas di http://vimeo.com/9319522

M: Mallampati score dikatakan bahwa


terdapat hubungan antara yang terlihat
langsung dengan mata dan yang nanti
akan terlihat dengan laryngoscope. Lihat
di gambar samping, intinya kalau semakin
jelas keliatan lobang ke tenggorokan &
kerongkongan
ya
semakin
mudah
kesulitannya.

O: Obstruction kalau ada benda yang


menghalangi jadi semakin sulit.

N: Neck mobility kalau pasien ada


arthritis atau cedera cervix, jadi susah
kalau mau diekstensikan lehernya.3
Komplikasi
Tindakan intubasi ini banyak komplikasinya,
makanya penting sebelum tindakan ini untuk
minta informed consent dulu (tips dari
dokternya, biar gak kena tuntut :P).

Hipoksia, hipkapnea ini kalau prosedur pemasangan terlalu lama

Gangguan kardiovaskular (peningkatan refleks vagal takikardi, hipertensi, nyeri hebat)


oleh karena itu tidak boleh dilakukan pada pasien yang sadar.
87

Trauma pada gigi, bibir, dan gusi akibat prosedur yang salah
Malposisi pipa endotrakea kalau terlalu dalam dan masuk ke salah satu cabang
bronkus bisa terjadi kolaps paru (karena paru yang satunya gak dapet oksigen)
Trauma pada faring, laring, dan trakea
Distensi lambung dan aspirasi isi lambung ini kalo salah masuk lobang :P
Spasme bronkus/ spasme laring saat tindakan

Prosedur
Untuk lengkapnya lihat checklist masing2 ya, yang akan dibahas disini hanya yang penting2
aja. Tindakan pertama yang dilakukan adalah memeriksa kelengkapan alat-alat yaitu: alat
pelindung diri (masker, handskun, goggle), boneka intubasi, obat yang diperlukan (spray
anastesi lokal, sedasi, anelgesik, pelumpuh otot), monitor (EKG, oksimetri denyut, NIBP),
pengganjal kepala, laringoskop dewasa, pipa endotrakea, stylet, forsep magill, suction unit,
spuit 10 cc untuk inflasi balon, lubrikan, plester, dan bag-mask-valve. Harus hapal ya!

Sellick Maneuver
Sellick maneuver ini merupakan
metode penekanan pada tulang
rawan cricoid untuk menutup
lumen esofagus dan menghindari
regurgitasi pada saat pasien
dibius. Anatominya bisa lihat di
bawah:
Terminologi ini sering ketuker
sama backward-upward-rightward
pressure (BURP) maneuver. Kalo
BURP itu tujuannya untuk membantu supaya laring itu lebih mudah terlihat waktu
kita mau intubasi. Gambarnya dibawah ini:4

ETT harus disiapkan sesuai ukuran pasien. Biasanya ukuran ETT untuk laki-laki 7-7.5,
sedangkan perempuan 6-6.5, dan pada ibu hamil biasanya lebih kecil lagi. Terdapat juga
ETT khusus yang dilapisi perak yang memiliki efek antimikrobial.

Yang penting lagi dan sering lupa itu memeriksa apakah balonnya berfungsi atau tidak.
Caranya disuntik pake spuit 10 cc beberapa kali, lalu
dikempeskan lagi. Sebelum dimulai tindakan juga
jangan lupa preoksigenasi dengan oksigen
100% selama 2-3 menit.
Pada langkah memposisikan kepala pasien, sebaiknya
leher diekstensikan dengan headtilt (jangan kalau
curiga cedera tulang belakang) karena posisi ini
meluruskan jalur yang akan dilewati oleh ETT.
Setelah laringoskop berhasil dimasukan, laringoskop
diangkat dengan arah 45 derajat. Jangan menjadikan
lekukan laringoskop sebagai tuas, kalau gak , gigi atas
pasien bisa patah!
Kalau ETT sudah berhasil dimasukkan dan balon sudah
dikembangkan. Jangan lupa auskultasi untuk memeriksa
apakah ada suara di lambung (kalau ada, berarti salah
masuk lobang!). Kalau di pipa terlihat pengembunan
berarti sudah benar.

Nah yang terakhir itu, algoritme apabila sudah kita lakukan penilaian mengenai jalan napas
pasien. Sederhananya sih kalau pasien kita itu ventilasi spontan tapi susah napasnya (ada
gangguan), kita langsung siapin buat intubasi kalau masih gagal, pake prosedur operasi.
Kalau pasiennya gak kooperatif atau lagi emergensi boleh kasih sedasi sama pelumpuh
otot baru deh di intubasi.
REFERENSI
1.
2.
3.

4.

Penuntun KKD Tatalaksana Jalan Nafas II


Lafferty KA. Rapid Sequence Intubation [Internet]. 2011 [updated 2011 Jun 3; cited 2011 Jun 17].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/80222-overview#showall
Birnbaumer DM, Pollack. The Difficult Airway: Evaluation of the Difficult Airway. Semin Respir Crit
Care
Med
[Internet].
2002
[cited
2011
Jun
17];
23(1).
Available
from:
http://www.medscape.com/viewarticle/430201_2
Esper RC, Ramirez BV, Bahena M. The BURP maneuver. Rev Mex Anesth [Internet]. 2008 [cited
2011 Jun 17];31(1):63-65. Available from: http://www.csen.com/burp.pdf

88

Terima kasih banyak atas kontribusi yang temanteman berikan sehingga tentir KKD ini dapat selesai.
Semoga tentir ini bisa berguna dalam persiapan
menghadapi ujian logbook KKD kita.
Terakhir, pesan dari ibu ketua Siepend:
Model ujian kkd itu (untuk tingkat dua), kita akan dapat
beberapa pos tergantung di skill lab 1, skill lab 2, atau di

IASTH. Dapatnya salah satunya ajah kok. Di tiap station

kalian bakal lebih banyak ditanya mengenai teori-teori KKD


atau urutan checklist, jadi jangan lupa untuk juga membaca

checklist. Ujian KKD menurut para senior tidak begitu

menegangkan karena kebaikan hati para pengurus KKD, jadi


teman-teman harus maksimal supaya bisa dapat nilai bagus.
Lumayan lowh 3 sks hehe.. yowes semangat belajar."

JANGAN LUPA BACA


CHECKLIST KKD!

2009 BISA!

Anda mungkin juga menyukai