Anda di halaman 1dari 33

USULAN PENELITIAN

PENENTUAN STRUKTUR KECEPATAN 1D GELOMBANG P


DAN RELOKASI GEMPABUMI SWARM DI HALMAHERA
BARAT (NOVEMBER-DESEMBER 2015)

Oleh

Sih Wahyunita
H1E012028

Diajukan sebagai pedoman penelitian pada Tugas Akhir


Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

2016

Judul Penelitian
PENENTUAN STRUKTUR KECEPATAN 1D GELOMBANG P DAN
RELOKASI GEMPABUMI SWARM DI HALMAHERA BARAT (NOVEMBERDESEMBER 2015)
Lingkup Penelitians
KMK : Fisika Bumi
Identitas Mahasiswa
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. NIM
d. Angkatan/Semester
e. Jumlah Kredit/IPK

:
:
:
:
:

Sih Wahyunita
Perempuan
H1E012028
2012/VIII
138/ 3,35

Lokasi Penelitian
1.
BMKG Pusat
Jangka Waktu

: 3 bulan (Januari 2016 Maret


2016)

Diterima dan disetujui pada tanggal

: ............................................

Pembimbing I

Pembimbing II

Sehah, M.Si.,
NIP. 19710806 200003 1 003

Tatok Yatimantoro, S.Si., MDM


NIP. 19851019 200701 1 002

Mengetahui
Dekan Fakultas MIPA

Drs. Sunardi, M.Si


NIP. 19590715 199002 1 001

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3

Batasan Masalah........................................................................................3

1.4

Tujuan Penelitian.......................................................................................3

1.5

Manfaat Penelitian.....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4


2.1

Gempabumi...............................................................................................4

2.1.1

Pergerakan Lempeng .........................................................................4

2.1.2

Jenis-Jenis Gempabumi .....................................................................5

2.1.3

Parameter Gempabumi.......................................................................6

2.2

Gempabumi Swarm...................................................................................6

2.2.1

Jenis Gempabumi Swarm ..................................................................7

2.2.2

Ciri-Ciri Gempabumi Swarm ............................................................8

2.3

Lempeng Tektonik.....................................................................................9

2.4

Gelombang Seismik..................................................................................9

2.4.1

Gelombang Badan .............................................................................9

2.4.2

Gelombang Permukaan ...................................................................10

2.5

Tektonik Maluku.....................................................................................11

2.6

Metode Geiger.........................................................................................13

2.7

Model Kecapatan 1D Gelombang P........................................................14

2.8

Relokasi Gempa......................................................................................17

BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................19


3.1

Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................19

3.2

Alat dan Bahan........................................................................................19

3.3

Tahapan Penelitian..................................................................................20

ii

3.3.1

Pengumpulan Data ..........................................................................20

3.3.2

Pengubahan Format Data Gempabumi ...........................................20

3.3.3

Inversi dengan Metode Geiger di Velest33 .....................................21

3.3.4

Pemetaan .........................................................................................24

3.4

Diagram Alir Penelitian...........................................................................25

3.5

Jadwal Penelitian.....................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kepulauan Maluku merupakan salah satu daerah wilayah timur Indonesia

yang rawan terjadi gempabumi dan tsunami karena terletak pada batas pertemuan
3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng
Pasifik serta satu lempeng mikro yaitu lempeng Filipina. Kerentanan ini juga
diperparah dengan terdapatnya Zona Tumbukan Maluku, Subduksi Busur Banda
(busur gunungapi aktif Halmahera dan Sangihe), dan patahan Kolaka yang
menyebabkan potensi terjadi gempabumi menjadi cukup tinggi (Amarullah dan
Tobing, 2005). Meskipun demikian, potensi gempabumi dan tsunami di wilayah
Maluku belum banyak diketahui dan diteliti. Tingkat ketelitian penentuan
parameter gempabumi sangat bergantung pada kualitas model kecepatan
gelombang seismik yang digunakan (Puspito, 1995). Gempa-gempa dangkal
terkonsentrasikan dibawah puncak punggungan tersebut, dan berdasarkan analisis
mekanisme fokus menunjukkan tipe sesar naik (Fitch, 1970).
Catatan sejarah menunjukkan bahwa kawasan Maluku Utara-Sangihe sudah
beberapa kali terjadi gempabumi merusak. Gempabumi Sangir 1 April 1936
adalah catatan gempabumi paling dahsyat yang pernah terjadi di zona ini, karena
guncangannya yang mencapai VIII-IX MMI hingga menyebabkan sebanyak 127
bangunan rumah mengalami kerusakan. Selain itu, gempabumi Pulau Siau pada
27 Pebruari 1974 juga memicu longsoran dan kerusakan bangunan rumah di
berbagai tempat. Selanjutnya adalah gempabumi Sangihe-Talaud yang terjadi
pada 22 Oktober 1983. Gempabumi ini dilaporkan telah merusak beberapa
bangunan rumah (BMKG, 2016).
Penentuan parameter gempabumi dengan menggunakan metode Single
Event Determination (SED) dalam Sistem Peringatan Dini Gempabumi di dunia
dianggap kurang akurat. Hal ini dikarenakan dalam penentuan hiposenter model
kecepatan struktur gelombang P masih menggunakan model kecepatan global.
Untuk memperbaiki posisi hiposenter perlu dilakukan relokasi hiposenter
1

gempabumi dengan menggunakan program Velest33. Metode yang digunakan


adalah metode Geiger untuk model Coupled Velocity-Hypocenter yang merupakan
metode relokasi gempa, penentuan model kecepatan bawah permukaan 1D dan
koreksi stasiun secara simultan menggunakan algoritma permodelan inversi nonlinier dengan pendekatan linier (Rachman dan Nugraha, 2012).
Penelitian tentang gempa bumi diseluruh Indonesia sebelumnya pernah
dilakukan oleh Puspito (1996) dengan menggunakan data teleseismik, Puspito
berhasil mengembangkan model struktur kecepatan global gelombang primer dan
harga koreksi untuk stasiun-stasiun seismik di wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Jannah (2010) tentang analisis model
kecepatan gelombang P 1D dan koreksi stasiun di Kepulauan Maluku.
Penentuan lokasi sumber gempabumi menggunkan input parameter
gelombang P. Dimana untuk data gempabumi di Indonesia disediakan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Dalam hal ini BMKG masih
menggunakan model struktur kecepatan global sehingga untuk penentuan lokasi
gempabumi dalam skala lokal diperlukan koreksi model struktur kecepatannya.
Model kecepatan gelombang P yang merupakan suatu fungsi dari kedalaman (h)
terhadap kecepatan gelombang P (Vp) dan relokasi hiposenter merupakan koreksi
dari lintang, bujur, dan kedalaman dari gempa bumi. Koreksi dari parameter
hiposenter digunakan untuk memperbaruhi informasi yang dikeluarkan secara
cepat saat terjadi gempa bumi.
Dalam Tugas Akhir ini dibahas Gempabumi Jailolo yang terjadi pada
tanggal 1 November-31 Desember 2015 dan Gempabumi pada tahun 2012-2015,
dengan koordinat epicenter 0,50LU-1,50LU dan 1270BT-1280BT, magnitude serta
kedalaman yang rata-rata tidak besar dan dangkal. Gempabumi ini dikategikan
sebagai Gempabumi Swarm yang layak diteliti aktivitas tektoniknya mengenai
distribusi hiposenter gempa yang terjadi di sekitar daerah tersebut agar diperoleh
relokasi hiposenter yang lebih baik. Hal ini akan meningkatkan tingkat akurasi
hiposenter sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengkajian geodinamika daerah
tersebut.

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan diteliti dalam
penelitian tugas akhir ini sebagai berikut :
1. Bagaimana cara menentukan struktur kecepatan 1D gelombang P di Halmahera
Barat.
2. Bagaimana cara merelokasi gempabumi swarm (November-Desember 2015) di
Halmahera Barat.
1.3.

Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan membatasi masalah pada :


1. Data yang digunakan hanya menggunakan gelombang P.
2. Struktur kecepatan yang dihitung adalah 1D.
3. Daerah penelitian Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat
1.4.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini


adalah sebagai berikut :
1. Menentukan struktur kecepatan 1D gelombang P di Halmahera Barat
2. Merelokasi dan menganalisis karakteristik gempabumi swarm (NovemberDesember 2015) yang terjadi di Jailolo, Halmahera Barat.
1.5.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Memberikan informasi nilai struktur kecepatan 1D gelombang P dan posisi
hiposenter yang lebih akurat pada kejadian gempabumi Swarm di Jailolo,
Halmahera Barat (November-Desember 2015).
2. Memberikan informasi lebih lanjut mengenai aktivitas tektonik Halmahera
yang

diharapkan

mampu

menjadi

selanjutnya.

acuan

untuk

penelitian-penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gempabumi
Gempabumi adalah rangkaian gelombang getaran atau kejutan (shock
wave) yang berasal dari suatu tempat dalam mantel atau kerak bumi (Bullen,
1965). Gempabumi akan terjadi apabila adanya penumpukan energi pada batas
lempeng atau pada sesar dan blok batuan yang tidak mampu lagi menahan
elastisitasnya, sehingga akan dilepaskan sejumlah energi dalam bentuk rangkaian
gelombang seismik yang dikenal sebagai gempabumi (Santoso, 2002).

Gambar 2.1

Skematik Proses Gempabumi

Gambar (a) menjelaskan pada keadaan ini suatu lapisan belum terjadi
perubahan bentuk struktur bumi. Gambar (b) lapisan batuan telah mendapat dan
mengandung tegangan (stress), dimana telah terjadi perubahan bentuk. Daerah A
mendapat tegangan ke atas, sedang daerah B mendapat tegangan ke bawah. Dalam
kurun waktu lama, lapisan batuan tidak akan mampu lagi untuk menahan
tegangan, sehingga terjadi pergerakan atau perpindahan (Winardi, 2006).
2.1.1 Pergerakan Lempeng
Ada tiga jenis pergerakan lempeng tektonik, yaitu :
1. Saling mendekat dan bertubrukan (Convergent)
Pergerakan ini dapat menyebabkan salah satu lempeng menyusup ke
bawah lempeng yang lainnya, membentuk zona subduksi atau menyebabkan
lempeng-lempeng saling bertumbukan ke atas, membentuk zona tumbukan.
Pematang gunung-api (Vulcanic Ridges) dan parit samudra (Oceanic Trenches)
juga terbentuk di wilayah batas konvergen ini (Blakely, 1995).
2. Saling menjauh (Divergent)
Pergerakan dua buah lempeng tektonik atau lebih yang bergerak saling
menjauh satu sama lainnya yang mengakibatkan material mantel naik keatas atau
4

terjadi pergerakan manter (mantel convection) membentuk lantai samudra (sea


floor spreading). Pergerakan mantel ini terjadi karena adanya pendinginan dari
atas dan pemanasan dari bawah sehingga mantel akan bergerak ke atas.
3. Saling berpapasan (Transform)
Pergerakan yang ketiga yaitu transform atau konservatif yaitu pergerakan
lempeng yang bergerak lateral satu sama lainnya atau bergerak saling bergesekan
tanpa membentuk atau merusak lithosfer.

Gambar 2.2 Pergerakan Lempeng Tektonik (Takagi, 1999)

2.1.2 Jenis-jenis Gempabumi


Berdasarkan penyebabnya, gempabumi dapat dibedakan menjadi:
1. Gempabumi Tektonik
Disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng
tektonik secara mendadak.
2. Gempabumi Vulkanik
Disebabkan akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung
api meletus.
3. Gempabumi Runtuhan
Disebabkan oleh pergerakan permukaan tanah (longsor), gua runtuh dan lain
sebagainya yang menimbulkan getaran-getaran.
Menurut Seismolog asal Jepang, Kiyoo Mogi (1967) membagi gempa menjadi
tiga tipe, yaitu :
1. Tipe I, adalah gempabumi utama (main shock) yang tanpa didahului gempa
permulaan (fore shock), tetapi diikuti dengan banyak gempabumi susulan (after
shock).

2. Tipe II, adalah gempabumi yang terjadi pada tipe ini didahului dengan adanya
gempa pendahuluan (fore shock) dan kemudian diikuti gempa susulan yang
cukup banyak jumlahnya.
3. Tipe III, adalah gempabumi dimana tidak terdapat gempabumi (main shock
maupun fore shock), biasanya dikenal dengan gempabumi Swarm.
2.1.3 Parameter Gempabumi
Parameter gempabumi meliputi :
a. Hypocenter
Hypocenter adalah pusat gempa di dalam bumi, yaitu tempat terjadinya
perubahan pelapisan batuan di dalam bumi.
b. Epicenter
Epicenter adalah tempat di permukaan bumi yang letaknya tegak lurus dengan
hypocenter. Lokasi Epicenter dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur.
c. Origin Time
Waktu saat terjadinya gempa di hiposenter (Origin Time) adalah waktu
terlepasnya akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang
bumi.
d. Magnitude
Magnitude adalah besarnya kekuatan gempabumi yang menggambarkan energi
yang terlepas pada saat gempabumi (Arifin, 2013).

2.2. Gempabumi Swarm


Gempabumi Swarm adalah gempabumi yang terjadi pada daerah yang sudah
patah (fracture), mungkin pernah dilanda gempabumi yang besar di masa lalu.
Gempabumi ini terjadi terus menerus selama lebih dari dua bulan dan tidak
memiliki gempa utama (main shock). Gempabumi Swarm biasanya didominasi
oleh gempa-gempa kecil dengan magnitude di bawah 4 Skala Richter. Oleh karena
itu gempabumi ini tidak berbahaya bagi keselamatan manusia. Gempabumi
Swarm dapat dirasakan pada jarak maksimum sekitar 40 km dari pusat
gempabumi, dan dianggap sebagai gempa lokal (Geller, 1997).
Berdasarkan data gempabumi di seluruh dunia, gempabumi swarm biasanya
disebabkan oleh proses vulkanik dan sedikit yang disebabkan oleh proses tektonik
lempeng. Gempabumi swarm vulkanik terjadi karena adanya gerakan fluida

magmatik yang mendesak dengan tekanan yang besar ke atas dan ke samping
tubuh gunung melalui saluran magma (conduit) atau bagian yang lemah (fracture)
dari gunung tersebut (Natawidjaya, 1995). Intrusi magmatik yang memotong
lapisan batuan pegunungan ini disebut dyke (Somali, 2008). Energi dorong dan
tekanan dyke ke atas terus menerus melewati tubuh gunung, maka akan terjadi
proses pecahnya perlahan-lahan dan teputus-putus (staccato) batu-batuan dalam
tubuh gunung tersebut yang disertai bunyi dentuman keras dari dalam tanah
(brust), sehingga mengakibatkan gempa yang berulang-ulang.
Penelitian tentang gempabumi Swarm telah banyak dilakukan, antara lain
oleh Wood dan Kienle (1990) di Coso, California. Pada penelitian tersebut
gempabumi Swarm terjadi dalam kaitannya dengan aktivitas geothermal di
daratan. Lin et al (2007) mengadakan penelitian tentang gempabumi swarm dalam
kaitannya dengan aktivitas vulkanik barat daya Palung Okinawa. Sedangkan Stein
(2003), Toga dan Sagiya (2002) menyelidiki hubungan antara aktivitas
gempabumi swarm dengan laju stressing yang mempengaruhi seismisitas di Pulau
Izu, Jepang tentang terjadinya gempabumi swarm yang dikaitkan dengan aktivitas
vulkanik dan tektonik.
2.2.1 Jenis Gempabumi Swarm
Gempabumi Swarm dapat dikelompokkan menjadi :
1. Gempabumi Swarm Vulkanik
a. Disebabkan peningkatan aktifitas fluida magnetik gunung api (instrusidyke).
b. Ukuran tubuh gunung bertambah gemuk (swell)
c. Pada saat magma mendesak tubuh gunung lewat condoit atau fracture/fault,
batuan dinding perut gunung pecah/rontok, sehingga menyebabkan gempa
terus menerus dan terputus-putus (staccato).
d. Pada saat batuan-batuan dinding pecah dan rontok, terdengar bunyi keras
(brust).
e. Magnitude kecil (<5 skala Richter)
2. Gempabumi Swarm Tektonik
a. Disebabkan oleh aktifitas gerakan lempeng tektonik (subduction atau
collison)

b. Tidak ada gempa besar (Major)


c. Periode gempa tidak terlalu panjang
d. Terjadi di batas-batas lempeng
3. Gempabumi Swarm Vulkano-Tektonik
a. Disebabkan oleh aktivitas vulkanik dan tektonik
b. Periode panjang
c. Frekuensi gempa tinggi
d. Magnitude maksimum <5 skala Richter
e. Terdapat noise seismik frekuensi rendah apada seismogram

2.2.2 Ciri Gempabumi Swarm


Gempabumi Swarm mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Gempabumi ini bukan merupakan gempabumi yang kuat karena lapisan kulit
buminya sudah patah, sehingga tidak dapat menyimpan energi yang besar.
2. Gempabumi ini tidak mempunyai gempa utama (main shock)
3. Ditandai dengan adanya suara gemuruh dan magnitudenya < 5 skala Richter
4. Kedalamannya dangkal yaitu 100 km dari Seismograph
5. Mempunyai getaran yang lama serta radiusnya 10-20 km
6. Terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama dan dalam frekuensi yang
tinggi.
7. Karena lamanya, gempabumi swarm ini diiringi oleh isu-su yang menyebabkan
masyarakat panik

2.3. Lempeng Tektonik


Teori Lempeng Tektonik berasal dari hipotesis Continental Drift yang
dikemukakan oleh Alfred Wegener tahun 1912. Dan dikembangkan lagi dalam
bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Pergerakan
Lempeng dibuktikan dengan adanya arus konveksi di dalam mantel bumi
(Husein, 2008).

Gambar 2.3 Tatanan Tektonik Kepulauan Indonesia

2.4. Gelombang Seismik


Gelombang seismik adalah gelombang yang menjalar di dalam bumi.
Gelombang seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave).
2.4.1 Gelombang Badan
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar melalui media elastik
yang penjalarannya merambat ke segala arah dalam bagian bumi. Gelombang
badan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Gelombang P atau gelombang primer, yaitu gelombang yang gerakan
partikelnya searah dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang ini tiba
terlebih dahulu di permukaan bumi. Kecepatan Gelombang P adalah sekitar 5
7 km/s di kerak bumi, 8 km/s di mantel dan inti bumi, 1,5 km/s di dalam
air, dan 0,3 km/s di udara.
2. Gelombang S atau gelombang sekunder, yaitu gerakan yang gerakan
partikelnya menjalar dengan arah tegak lurus terhadap arah penjalarannya.
Gelombang S tiba di permukaan bumi setelah Gelombang P. Kecepatan
Gelombang S adalah sekitar 3 4 km/s di kerak bumi, 4,5 km di mantel bumi
dan 2,5 3 km/s di inti bumi.
2.4.2 Gelombang Permukaan

Gelombang permukaan adalah gelombang dengan frekuensi rendah dan


amplitudo yang besar yang menjalar akibat adanya efek free surface karena
adanya perbedaan sifat elastik. Berdasarkan sifat gerakan partikel media elastik,
gelombang permukaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Gelombang Rayleigh (R)
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang menjalar di permukaan bumi
yang mempunyai gerakan partikel elliptik.
2. Gelombang Love (L)
Gelombang Love adalah gelombang yang merambat pada batas lapisan dan
bergerak pada bidang horizontal.
3. Gelombang Stonley
Gelombang Stonley merupakan gelombang yang terpadu pada bidang batas
antara dua medium. Gerakan partikel serupa dengan gerakan shear vertical
waves.

Gambar 2.4 Sifat Penjalaran Gelombang Seismik

Gambar 2.5 Penjalaran Gelombang P dan S di dalam bumi

10

2.5. Tektonik Maluku


Topografi Maluku umumnya bergunung dan berbukit yang menjulang
langsung dari permukaan laut (Ananda, 2011). Tektonik Maluku berada pada
Busur Banda yang ditandai oleh zona Benioff berbentuk seperti sendok yaitu
dimana terjadi penunjaman dari arah selatan, arah timur, dan arah utara dengan
kedalaman yang melebihi 600 km (Hamilton, 1979). Cardwell dan Isacks
menemukan gempa dangkal yang ditunjukkan pada pola sesar strike-slip, sesar
normal, dan sesar naik (Widiyantoro, 1995).

Gambar 2.6 Kepulauan Maluku

Daerah Maluku Utara merupakan salah satu daerah aktif gempa di Indonesia
Daerah tektonik yang kompleks ini dibangun oleh interaksi antara lempeng
Filipina di utara, lempeng Pasifik di Timur, lempeng Eurasia di Barat, dan
lempeng Indo-Australia di Selatan. Batas selatannya merupakan sistem patahan
Sorong dari Papua ke Sulawesi yang panjangnya sekitar 800 km ke arah Sulawesi
dan 1500 km sepanjang tepi utara Papua ke arah Papua Nugini. Sebelah barat
dibatasi oleh Laut Maluku dan di timurlaut dibatasi oleh ujung selatan palung
Filipina serta timur berbatasan dengan perluasan ke utara Patahan Sorong.

11

Ga
mbar 2.7 Tektonik Maluku dan sekitarnya (Silver dan Moone, 1978)

Sistem Halmahera yang sangat aktif dan kompleks maka intensitas gempa
yang terjadi sangat tinggi. Hal ini dikarenakan adanya suatu pola patahan
Halamahera yang disubduksi oleh lempeng Oceanic Pasifik sehingga lempeng
bergerak ke barat dan menunjam ke arah lempeng Maluku yang didesak pula oleh
lempeng Kontinen yang bergerak ke timur. Sementara itu lempeng Halmahera
juga mengalami sesar transform dextral di sebelah selatan dengan lempeng
Eurasia serta sesar transform sinistral dengan lempeng Oceanic Pasific di sebelah
timur. Maluku Utara dan sekitarnya merupakan daerah yang aktif dan sering
terjadi gempabumi.
Secara geologi dan tektonik Halamahera cukup unik, karena pulau ini
terbentuk dari tiga pertemuan lempeng sejak zaman kapur. Lempeng laut Maluku
saat ini merupakan contoh dari basin yang mengalami penutupan akibat subduksi
lempeng samudera yang mendesaknya dari dua arah yang berlawanan. Interaksi
ketiga lempeng ini mengakibatkan terjadinya

collision subduction dan

terbentuknya central ridge ditengah lempeng yang tersubduksi ke dua arah.

12

2.6. Metode Geiger


Prinsip yang digunakan adalah Metode Geiger, yaitu dengan menghitung
residual antara waktu pengamatan (observed) dan waktu perhitungan (calculated).
(2.1)
Keterangan :
= selisih antara hasil observasi dan hasil kalkulasi pada stasiun ke-i
= waktu tempuh gelombang seismik pada stasiun ke-i (xi, yi, zi) dari
hiposenter
= waktu tempuh yang dikalkulasi berdasarkan model kecepatan bawah
permukaan
Berikut adalah perhitungan Metode Geiger (Geiger, 1910 dalam Havskov &
Ottemoller, 2010) :
(2.2)
Atau bisa dibuat dalam bentuk matriks sebagai berikut :

(2.3)
Atau r = G x
Keterangan :

13

= G = turunan parsial waktu tempuh kalkulasi terhadap lokasi

hiposenter inisial
,

= x = perubahan lokasi hiposenter dan waktu tiba

= residu atau selisih antara hasil observasi dan hasil kalkulasi pada stasiun ke-i
N = jumlah stasiun
Metode Geiger merupakan metode dengan inversi damped least square yang
dihitung berdasarkan iterasi sebelumnya (Nishi, 2005).

2.7. Model Kecepatan 1D Gelombang P


Model kecepatan gelombang primer merupakan suatu fungsi dari kedalaman
(h) dan kecepatan gelombang primer (Vp). Model struktur kecepatan gelombang
gempa dapat ditentukan dengan memanfaatkan seperangkat data pengamatan
gempa yang meliputi data waktu tiba (arrival time) atau waktu tempuh (travel
time). Penentuan model struktur kecepatan gelombang gempa semacam ini
dikenal sebagai metode inversi (Puspito, 1996). Salah satu metode dalam metode
inversi ini adalah metode Coupled Velocity-Hypocenter menggunakan program
VELEST versi 3.3.
Metode Coupled Velocity-Hypocenter merupakan metode yang digunakan
untuk memecahkan permasalahan menentukan model kecepatan 1D gelombang,
relokasi gempa dan koreksi stasiun secara bersamaan menggunakan prinsip
metode Geiger. Jumlah parameter modelnya (m) adalah 5 + N, (x, y, z, t0, koreksi
stasiun dan N adalah jumlah lapisan model kecepatan 1D). Definisi m0 yaitu
parameter (x, y, z, t0) model kecepatan 1D dan koreksi stasiun. Selanjutnya
forward modeling dilakukan dengan ray tracing dari gempa ke stasiun sehingga
memperoleh tcal (waktu tempuh kalkulasi).
Hasil dari inversi modeling adalah vektor pembaharuan parameter model (
m) yang selanjutnya diperoleh nilai parameter hiposenter, model kecepatan 1D,

14

dan koreksi stasiun. Dalam tahapan berikutnya nilai-nilai tersebut di forward


modeling untuk memperoleh nilai tcal baru yang akan dibandingkan misfitnya
dengan tcal sebelumnya dan demilikanlah tahapan dalam VELEST untuk satu
iterasi.
Dalam setiap iterasinya, tercantum nilai RMS antara data waktu tempuh
observasi dan waktu tempuh perhitungan, sehingga jumlah iterasi dapat diatur
hingga memenuhi kriteria RMS yang diharapkan. Diagram alir pembaharuan
kecepatan dengan menggunakan VELEST ditunjukkan pada Gambar.
Perolehan model kecepatan sendiri menggunakan persamaan (Kissling,
1994) :
(2.4)
Keterangan :
r = residual waktu tempuh observasi dan waktu tempuh kalkulasi
tobs = waktu tempuh observasi; tcal = waktu tempuh kalkulasi
f = fungsi terhadap (s, h, m); s = lokasi stasiun
h = lokasi hiposenter dan waktu tiba (origin time); m = model kecepatan
e = koreksi stasiun; k = jumlah hiposenter; i = jumlah stasiun
Dengan menggunakan persamaan diatas, diperoleh inversi model kecepatan
m dari residual waktu tempuh observasi dan kalkulasi ditambah dengan koreksi
stasiun (koreksi elevasi). Koreksi stasiun adalah koreksi yang terjadi akibat
pengaruh struktur batuan yang ada dari elevasi stasiun terhadap datum tertentu
(misalnya mean sea level), yang misalnya terjadi akibat pelapukan atau bentukan
tanah/ batuan lainnya.
Model struktur kecepatan gelombang gempa yang biasa dipergunakan dalam
studi seismologi adalah model Jeffrey-Bullen dan Herrin. Kedua model ini adalah
model 1-dimensi struktur kecepatan gelombang gempa yang dihasilkan dari
pengamatan sejumlah gempa yang terjadi di seluruh dunia.

15

Gambar 2.8 Model Kecepatan Untuk Inversi. Model awal yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari model Jeffrey-Bullen

Data Gempa memberikan penjelasan mengenai data model kecepatan


gelombang seismik berupa kecepatan awal dan akhir gelombang P terhadap
kedalaman dan relokasi hiposenter gempabumi.

Gambar 2.9 Struktur kerak bumi, fase gelombang dan penjalarannya untuk: a). Kerak
benua, dan b). Kerak samudra

Gambar diatas menggambarkan struktur kerak bumi yang umum, yakni


struktur kerak benua (continental crust, gambar a) dan struktur kerak samudra
(oceanic crust, gambar b). Dimana OO adalah permukaan kerak bumi, CC adalah
diskontinuitas Conrad yaitu diskontinuitas antara lapisan atas (granit) dan lapisan

16

bawah (basalt), dan MM adalah diskontinuitas Mohorovick (Moho). Dalam hal


ini, kecepatan gelombang seismik di dalam material mantel lebih besar dari pada
di dalam basalt, dan kecepatan gelombang di dalam basalt lebih besar daripada di
dalam granit.
Pembaharuan model kecepatan 1D gelombang P dan relokasi hiposenter
dengan nilai RMS dan GAP. RMS (Root Mean Square) merupakan selisih antara
travel time kalkulasi dan travel time observasi. Nilai RMS ini menunjukkan
tingkat ketelitian dalam penelitian yang dihasilkan harus < 1 untuk mendapatkan
hasil yang presisi. Data waktu tiba gelombang P dari gempa lokal dengan kualitas
baika akan memberikan nilai RMS travel time residual yang kecil. Hal ini
dikarenakan penentuan waktu tiba gelombang P akan mempengaruhi besarnya
nilai travel time gelombang P observasi dan menghasilkan travel time residual
yang mendekati nol. Sedangkan GAP bernilai antara 1220 sampai 1800 (Kissling
et al, 1995).
2.7 Relokasi Gempa
Relokasi hiposenter merupakan koreksi dari parameter hiposenter gempa
bumi. Relokasi hiposenter dilakukan untuk memperbaharui lokasi hiposenter
gempa bumi dari data BMKG. Faktor penting untuk menentukan hiposenter
gempa bumi adalah waktu tiba gelombang primer (tp), kecepatan gelombang
primer (Vp) dan origin time. Hiposenter mempengaruhi nilai Episenter, sehingga
pada saat nilai hiposenter didapatkan nilai yang lebih akurat maka akan
mengakibatkan perubahan nilai lintang dan bujur dari dugaan sebelumnya.
Kontrol dari relokasi adalah kesesuaian dengan kondisi keseismotektonik dan
nilai RMS. Posisi sumber gempa yang terletak ditengah dan terkepung jaringan
seismoter/penerima merupakan posisi ideal dalam penentuan koordinat hiposenter.
Koreksi stasiun merupakan perbaikan waktu penjalaran gelombang
seismik gempabumi untuk sampai pada stasiun seismik. Stasiun referensi
memiliki nilai nol, sedangkan stasiun-stasiun lainnya bernilai negatif atau positif.
Koreksi stasiun yang bernilai negatif (-) karena gelombang P (Vp) yang ditangkap
oleh stasiun lebih cepat dari nilai gelombang P (Vp) pada outpul model dan
kandungan material sekitar stasiun tersebut adalah batuan padat (hardrock),
17

dimana dalam medium padat gelombang primer akan dapat menjalar lebih cepat.
Sedangkan koreksi stasiun yang bernilai positif (+) karena kecepatan gelombang P
(Vp) yang ditangkap oleh stasiun lebih lambat dari nilai kecepatan P (Vp) pada
output model dan kandungan material di sekitar stasiun tersebut adalah sedimen
atau pasir. Pada nilai koreksi stasiun dengan nilai koreksi 0 ini dikatakan sama
karena menunjukkan bahwa kecepatan gelombang primer untuk sampai ke stasiun
perekam adalah sama dengan kecepatan yang diperkirakan oleh model dengan
waktu yang sama. Koreksi stasiun 0 menunjukkan bahwa jenis batuan penyusun
juga merupakan batuan padat (Gunawan, 1985)

18

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 5 bulan (Januari 2016 Mei 2016) di
Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat Jakarta
khususnya di bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami, di Jalan Kemayoran No.2
Jakarta Pusat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang diperlukan pada Penelitian ini adalah :
Alat :
1. Notebook Aspire One 10.1
2. Software Velest Versi 3.3
3. Microsoft Office
4. Note pad++
5. Software Arc View GIS Versi 9.3
Bahan :
1. Data gempabumi Halmahera Barat, Maluku Utara pada bulan NovemberDesember 2015 pada Koordinat 0,50-1,50 LU dan 1270-1280 BT
2. Model Kecepatan Awal Gelombang P (EK280993)
3. Data Koordinat Stasiun pencatat gempabumi

19

3.3 Tahapan Penelitian


Secara umum, tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

20

3.3.1 Pengumpulan Data


Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapatkan dengan cara
men-download dari server BMKG pusat di Jakarta. Data tersebut berupa data
waktu tiba gelombang P dari gempa-gempa lokal pada bulan November-Desember
2015. Koordinat lokasi penelitian yaitu 0,50-1,50 LU dan 1270-1280 BT. Data-data
tersebut meliputi tanggal, origin time, arrival time, lintang, bujur, kedalaman,
magnitudo, dan stasiun yang mencatat gempa yang terjadi. Selain itu data input
Velest33 yang lain adalah list stasiun seismik dan model awal kecepatan
gelombang P. Kemudian akan dikaji lebih lanjut mengenai identifikasi Swarm
dengan menganalisis model kecepatan 1D gelombang P dan relokasi gempa di
Jailolo, Halmahera Barat.
3.3.2 Pengubahan Format Data Gempabumi
Data awal gempabumi yang akan direlokasi masih berupa data dengan
format *.txt (Lampiran 1). Untuk melakukan relokasi dengan metode Geiger
menggunakan program Velest33, maka data tersebut harus diubah terlebih dahulu
ke dalam format data input Velest33. Proses pengubahan format data ini
menggunakan software Convert Data BMKG to Velest. Hasilnya berupa data
format *.cnv seperti Gambar 3.1

Gambar 3.1 Contoh arrival time gempa lokal Jailolo


Data tersebut meliputi tahun, bulan, tanggal, origin time, lintang, bujur,
kedalaman, magnitudo, nama stasiun yang mencatat dan arrival time. Data *.cnv
ini lebih sederhana daripada data BMKG sebelumnya. Data ini digunakan sebagai
salah satu input pada program Velest33.
3.3.3 Inversi dengan Metode Geiger di Velest33
21

Pengolahan Data dilakukan menggunakan perangkat lunak Velest33 yang


dikembangkan oleh Freddy Aldersons. Velest33 dapat digunakan untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan, salah satunya yaitu masalah Coupled
Velocity-Hypocenter untuk gempa lokal. Pada dasarnya program Velest33
merupakan program trial and error untuk memperoleh kesesuaian antara data
teoritis dengan data observasi. Untuk model simultan seperti masalah Coupled
Velocity-Hypocenter, tipe file input yang diperlukan untuk Velest33 antara lain ;
1. File format *.cnv yang berisi data gempabumi seperti Gambar. Data yang
digunakan adalah data yang memiliki waktu tiba gelombang P yang tercatat
minimal di 3 stasiun.
2. File format *.sta yang berisi nama dan posisi stasiun geofisika BMKG
(Lampiran 2)
3. File format *.mod yang berisi model kecepatan awal global (Lampiran 3)
4. File format *.cmn yang berisi parameter control untuk menjalankan program
Velest33 (Lampiran 4)

Gambar 3.2 Contoh Parameter Control dalam pemograman Velest33

Parameter Control pada Gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :

22

olat dan olon : koordinat lintang dan bujur stasiun referensi, dalam
penelitian ini stasiun seismik yang digunakan sebagai stasiun referensi
adalah TNTI
neqs : jumlah gempa yang akan dirrelokasi
dmax : jarak maksimal tiap episenter terhadap stasiun pencatat
itopo : bernilai 1, berarti menggunakan nilai topografi stasiun
nsp : bernilai 1, berarti data menggunakan gelombang P
vpvs : rasio Vp dan Vs yang bernilai 1,73
othet : redaman origin time
xythet : redaman koordinat horizontal hiposenter
zthet : redaman kedalaman gempa
stathet : redaman koreksi stasiun
vthet : redaman model kecepatan
ittmax : jumlah iterasi yang dilakukan
Proses relokasi hiposenter dan penentuan model kecepatan program
Velest33 menggunakan metode iterasi Jacobi. Prosedur utama untuk model
simultan dapat digambarkan dengan diagram alir pada Gambar 3.3. Pada diagram
tersebut dilakukan permodelan ke depan dan akan diperoleh data awal. Kemudian
data tersebut akan disusun dalam bentuk matrik dan dilakukan permodelan ke
belakang untuk mendapatkan model baru. Model baru ini merupakan perbaikan
hiposenter, model kecepatan dan koreksi staiun. Selanjutnya dilakukan
permodelan ke depan untuk mendapatkan data baru dan dicek solusinya. Jika data
yang dihasilkan memiliki kualitas kurang baik yakni fit dengan data observasi
maka akan dijadikan output, sedangkan jika data yang dihasilkan memiliki
kualitas kurang baik maka akan dilakukan iterasi Jacobi sampai diperoleh data
yang baik. Jika data output tersebut masih memerlukan iterasi yang lain maka
akan dilakukan lagi, jika tidak maka akan dijadikan sebagai output akhir. Jumlah
iterasi Jacobi bergantung pada jumlah iterasi yang di-input-kan di parameter
control, proses ini merupakan proses trial and error.

23

Output utama program Velest33 berformat *.out menggambarkan prosedur


termasuk ringkasan file-file input dan memberikan informasi detail tentang
beberapa langkah perhitungan lanjutan bahkan dalam satu langkah iterasi. Dalam
setiap iterasinya, tercantum nilai RMS travel time residual, sehingga jumlah
iterasi dapat diatur hingga memenuhi kriteria RMS yang diharapkan. Selain itu,
file output lainnya yaitu hasil relokasi hiposenter gempa, koreksi stasiun dan
model kecepatan gelombang P 1D baru dimana masing-masing formatnya adalah

*.cnv, *.out, dan *.mod.

Gambar 3.3 Flowchart program Velest33 (Kissling, 1994)


24

3.3.4 Pemetaan
Data hasil relokasi gempabumi, koreksi stasiun dan model kecepatan
gelombang P baru yang diperoleh dengan Velest33 dipetakan menggunakan
ArcView 9.1 dan di-plotting menggunakan Ms. Excel.

25

2.1 Diagram Alir Penelitian


Mulai

List Stasiun
Seismik

Data
Gempabumi

Model Awal
Kecepatan

Pengubahan Format Data


Data Gempabumi
Baru

Inversi Metode Geiger di Velest33

Koreksi
Stasiun

Data relokasi
gempabumi

Model Baru
Kecepatan

RMS
0,99?

Pemetaan di Arc View 9.3


Peta Koreksi Stasiun

Plotting dengan Ms. Excel


Histogram
Perbandingan

Peta Sebelum Relokasi


Kurva Iterasi
Peta Sesudah Relokasi
Interpretasi
Peta Overlay
Gambar 3. 4

Diagram alir penelitian.

26

Selesei

2.2 Jadwal Penelitian


Perkiraan jadwal kegiatan penelitian ini dirangkum pada Tabel 3.1
Tabel 3. 1 Jadwal kegiatan penelitian Tugas Akhir.

Bulan (minggu)
Mei
No. Jenis kegiatan
Januari
Februari
Maret
April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi pustaka
2 Persiapan
pengambilan
data gempa
3 Akuisisi Data
4 Pengolahan
Data
5 Interpretasi
Data
6 Penyusunan
laporan
7 Seminar hasil

27

DAFTAR PUSTAKA
Ananda, T., (2011). Kondisi Umum Pulau Maluku Ditinjau dari Geologi,
Geomorfologi, Hidrologi dan Pengembangan Potensi. Universitas Negeri
Malang.
Arifin, Ja., (2013). Sistem Monitering Gempabumi JISView 1.1. Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Blakely, R.J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications,
Cambridge University Press, USA.
Bullen, K. E dan Bruce, A. B., (1965). An Introduction To The Theory Of
Seismology,. Cambridge University Press, USA.
Djoko, Santoso., 2002. Pengantar Teknik Geofisika. ITB, Bandung
Fitch, TJ., (1970). Earthquake Meachanism Sand Islandarc Tectonic Sinthe
Indonesian-Philippine Region. Bull. Seismol. Soc. Amer., 6 0 , 5 6 5 - 5 9 1
Geller dkk. (1997) Geller, R.J., D.D. Jackson, Y.Y. Kagan, F. M ulargia,
Earthquakes Cannot Be Predicted, Science,v. 275.
Gunawan., (1985). Penentuan Hyposenter dan Origine Time Gempa Lokal
dengan Metode Geiger. Thesis. UGM Jogjakarta
Hamilton, W., (1979). Tectonic of the Indonesia Regional.
Herrin, E., (1968). Seismological Tables for P Phases. Bulletin of Seismological
Society of America, 58, 1193-1241.
Husein, S., (2008). A Short Note on the Seismic History of Yogyakarta Prior to the
May 27, 2006 Earthquake. Star Publishing Company Inc.
Jeffrey, H and Bullen, K. E., (1956). Seismological Tables. British Association for
the Advancement of Science. London.
Kissling, E., (1988). Geotomography with local earthquake data, Rev. Geophysic,
26, 659-698.
Mogi, K., (1967). Earthquakes and Factures. Tectophysics Elsweir Scientific
Publishing Company. Amsterdam.
Natawidjaya D.H., 1995. Evaluasi Bahaya Patahan Aktif, Tsunami, dan
Goncangan Gempa. Laboratorium Riset Bencana Alam Geoteknologi. LIPI.
Jakarta.
Puspito, N. T., (1995). Mantle Structure and Seismotectonics of the Sunda and

28

Banda arcs, Tectonophysics, 251: 215-228.


Silver, E. A. & Moore, J.C., (1981). The Molucca Sea collision zone, Indonesia. I
n : Barber & Wiryosujono, The Geologyand Tectonicsof Eastern Indonesia,
GRDC Special Publication : 327-340.
Somali, Lili., (2008). Analisis Gempabumi Swarm Kemiling Bandar Lampung
Tahun 2006. Akademi Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Widiyantoro, S. & Van der Hilst, R.D., (1996), Structure and evolution of
lithospheric slab beneath the 5unda arc, Indonesia, Science, 271,1566-1570..
Winardi, A., (2006). Gempa Indonesia dan Dunia. Gramedia. Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai