Anda di halaman 1dari 3

Sinopsis Film 3 Idiots

Film 3 Idiots berkisahkan mengenai dua sahabat bernama Farhan [R. Madavhan] dan
Raju [Sharman Joshi] yang berangkat untuk mencari kawan lama mereka yang hilang. Dalam
perjalanannya, mereka menghadapi sebuah pertaruhan lama yang sudah mereka lupakan, sebuah
acara pernikahan yang harus mereka datangi dan acara pemakaman yang berakhir tak karuan.
Saat mereka berangkat menuju tempat berbahaya, suatu perjalanan lain dimulai: yakni perjalanan
pribadi mereka mengarungi kenangan dan kisah tentang kawan mereka Rancchoddas "Rancho"
Shyamaldas Chanchad [Aamir Khan] dengan cara berpikir beda dari masyarakat luas yang
dengan caranya tersendiri telah menyentuh dan mengubah kehidupan mereka.Sebelumnya, ayah
Farhan begitu bersikeras agar anaknya menjadi insinyur. Semua daya dan upaya seorang ayah dia
kerahkan agar sang anak bisa sukses menjadi insinyur. Saya hanya mampu membeli satu alat
pendingin di rumah ini. Dan itu saya pasang di kamar Farhan agar dia bisa belajar dengan baik.
Agar dia kelak menjadi insinyur, ujar ayah Farhan yang marah ketika Rancho, sahabat Farhan,
nyeletuk bahwa Farhan memiliki bakat yang luar biasa dalam urusan memotret.
Ayah Farhan marah pada Rancho yang dianggapnya sudah meracuni pikiran Farhan
dengan pilihan lain di uar keinginan ayahnya agar Farhan menjadi insinyur. Bahkan, pada saat
berhadapan dengan Farhan, ayahnya tak henti-henti menjejali pikiran Farhan akan betapa sukses
hidupnya kelak jika dia menjadi insnyur.
Karena itu, ketika Farhan memohon agar ayahnya mengijinkan dia untuk tidak mengikuti
keinginan ayahnya untuk menjadi insiyur, dan memilih mengikuti kata hatinya untuk menjadi
seorang fotografer, meledaklah amarah sang ayah. Kalau kamu menjadi insinyur, kamu akan
dapat memiliki mobil bagus, rumah bagus, dan gaji besar. Hidupmu akan bahagia, ujar sang
ayah mencoba meyakinkan Farhan. Tetapi, nun jauh di lubuk hatinya, ternyata Farhan tidak
bahagia menjalani kuliahnya di jurusan teknik. Sejak lama dia jatuh cinta pada dunia fotografi.
Namun minatnya itu dipendamnya dalam-dalam, kalah oleh keinginannya untuk berbakti pada
orangtuanya yang berkehendak lain.
Bahkan keinginannya untuk melamar kerja sebagai asisten seorang fotografer profesional
ternama, terpaksa disimpannya dalam-dalam. Surat lamaran yang sudah ditulisnya, tak pernah
berani dikirimkan ke alamat sang fotografer.

Sampai kemudian Rancho, sahabatnya, menemukan surat itu tersimpan di dalam ransel
Farhan. Kamu harus berani mengirimkannya. Kamu punya bakat memotret. Ikuti kata hatimu,
ujar Rancho. Tapi, Farhan tak punya nyali untuk melakukannya. Dia anak baik yang taat pada
orangtua. Dia ingin membahagiakan orangtuanya walau hatinya menderita. Nun jauh di dalam
hatinya, Farhan iri melihat Rancho selalu mendapat nilai tinggi untuk semua mata pelajaran
teknik di kampusnya. Rancho memang memperlihatkan betapa dia sangat meminati dan
menikmati pelajaran-pelajaran teknik. Keinginannya untuk terus menekuni dunia teknik sangat
kuat. Itu bisa dilihat dari jawaban-jawabannya saat ditanya dosen dan juga kemampuannya
memperbaiki helikopter mini berkamera yang sebelumnya gagal diselesaikan oleh seorang
mahasiswa yang akhirnya bunuh diri.
Berbahagialah mereka yang bekerja di bidang yang dia sukai. Sebab dia tidak merasa
sedang bekerja, tetapi sedang bermain-main dan dibayar, ujar Rancho. Sampai pada satu titik,
Ranco berhasil meyakinkan Farhan untuk berterus terang pada ayahnya betapa hatinya lebih
ingin menjadi seorang fotografer ketimbang insinyur. Maka Farhan lalu menghadap sang ayah.
Kamu akan mendapat uang sedikit. Rumahmu sempit dan mobilmu kecil, ujar sang
ayah mengomentari niat Farhan untuk menjadi mat kodak profesional. Farhan lalu berlutut dan
membuka dompetnya. Di dompet itu terselip foto ayah dan ibu Farhan. Rancho meminta aku
untuk memajang foto ini di dompet, dan melihatnya sebelum aku memutuskan untuk bunuh
diri, ujar Farhan. Ayah Farhan tercenung sejenak. Pandangannya nanar. Hatinya bergejolak.
Bukan rahasia bahwa di India banyak anak muda yang bunuh diri akibat tekanan di dalam
keluarga dan di kampus. Banyak orangtua yang menginginkan anaknya menjadi seperti apa yang
mereka inginkan. Bukan apa yang diinginkan sang anak. Sementara kampus hanya menekankan
pada keberhasilan menggapai nilai akademis yang tinggi dan bukan pada kreativitas. Akibatnya,
banyak anak muda memilih jalan singkat: bunuh diri.
Hati ayah Farhan terguncang. Selama ini dia sudah mengumpulkan uang yang cukup
beser untuk membeli sebuah laptop guna menunjang keberhasilan Farhan sebagai calon insinyur.
Terutama menghadapi saat-saat rekrutmen pegawai yang dilakukan sebuah perusahaan besar di

kampus Farhan. Sekarang, di hadapannya, sang anak berlutut dan meminta agar dia mengijinkan
anaknya untuk menjadi seorang fotografer.
Adegan dalam film 3 Idiots itu menguras airmata saya. Apalagi pada saat-saat di mana
ayah Farhan bangkit dari duduknya, menuju ke meja dan mengusap-usap laptop yang tergeletak
di atas meja. Dia lalu menyebut harga laptop yang dibelinya dengan susah payah itu. Setelah
terdiam sesaat, dia bergumam. Berapa harga sebuah kamera? Seakan tak membutuhkan
jawaban, sang ayah melanjutkan, Jual laptop ini, uangnya belikan kamera. Kalau kurang, bilang
ayah.
Tak kuasa menahan haru, Farhan memeluk ayahnya. Jadilah apa yang kamu inginkan.
Bukan yang ayah inginkan, ujar sang ayah dengan suara bergetar. Sang ibu yang berdiri tak jauh
dari mereka, tak kuasa membendung tangis bahagia.
Film 3 Idiots memang sarat dengan pesan. Salah satunya adalah pesan kepada para
orangtua agar tidak memaksakan keinginan pada anak-anak mereka. Sebab sampai saat ini masih
banyak orangtua yang ingin anak-anaknya menjadi sebagaimana yang mereka inginkan. Bukan
sesuai keinginan sang anak. Sebaliknya, film ini juga mengajarkan kepada para anak muda untuk
mencari dan mengejar lentera Jiwa mereka. Passion mereka. Berbahagialah mereka yang
mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan kata hati mereka. Sesuai keinginan mereka. Sebab
mereka tidak merasa bekerja, tetapi bermain-main dan untuk itu mereka dibayar.
Dalam film itu, Farhan beruntung memiliki orangtua yang akhirnya menyadari bahwa
ukuran kebahagiaan bukan melulu mobil bagus dan rumah mewah. Banyak orang yang memiliki
jabatan bagus dengan gaji besar tetapi tidak bahagia.
Air mata saya belum lagi kering ketika film usai. Saya masih membayangkan berapa
banyak anak-anak muda yang saat ini masih terjebak dalam situasi seperti yang dirasakan
Farhan. Anak-anak muda yang terpaksa menjalankan keinginan orangtua mereka. Anak-anak
muda yang tidak berani mengungkapkan perasaan mereka. Anak-anak muda yang tidak bisa
mengejar lentera jiwa mereka. Anak-anak muda yang terjebak dalam ketidakbahagiaan.

Anda mungkin juga menyukai