Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari
a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid
diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal
dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid
berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring
yang tepat di atas istmus, dan ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi
bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).
sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam
proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat
mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.
Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap
tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak
keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid.
Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko,
lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.
yang berbeda. (contoh. jika hasil TSH tidak menunjukkan hubungan dengan status
klinis pasien, maka lebih baik diikuti dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan
ahli laboratorium dapat lebih dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan
tidak menunjukkan hubungan dengan status klinis yang ditemukan.
3. Histologi Kelenjar Tiroid
Secara histologis, kelenjar tiroid tersusun dari
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa
koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih
aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon
tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang
dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel
pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi
hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan
dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
Mikroskopis:
Terdiri dari acini/folikel thyroid, dilapisi epitel kuboid. Lumen berisi massa koloid,
dikelilingi sel parafolikular atau sel C, dan kaya akan pembuluh darah (Gambar)
dengan
adanya
pembesaran
kelenjar
tiroid;
nodular
atau
Krisis tiroid adalah suatu kondisi kegawatdaruratan endokrin yang mengancam nyawa
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana hipertiroid yang mengalami eksaserbasi yang
ditandai dengan dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ dengan status
hipermetabolik. Pada umumnya, krisis tiroid merupakan komplikasi dari penyakit Grave.
Namun, krisis tiroid juga dapat ditemukan pada keadaan akut seperti trauma, infeksi,
tindakan operatif, pemberian iodine berlebih, atau kehamilan. Tidak ada nilai rujukan
kadar hormon tiroid yang dapat mendefinisikan krisis tiroid. Oleh karena itu krisis tiroid
perlu didiagnosa secara cepat dan diatasi secara adekuat untuk membatasi morbiditas dan
mortilitas.
Diagnosis utama pada krisis tiroid adalah dengan gambaran klinis, yang merupakan
manifestasi dari dekompensasi organ dan sistem organ. Pada sebagian besar kasus, krisis
tiroid diawali dengan adanya faktor pencetus. Beberapa diantaranya adalah infeksi,
pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung
yodium, penghentian obat antitiroid, amiodaron, konsumsi hormon tiroid, ketoasidosis
diabetikum, gagal jantung kongestif, hipglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres
emosi berat, emboli paru, gangguan serebrovaskular, infark usus, trauma, ekstraksi gigi,
serta palpasi kelenjar tiroid berlebihan. Tindakan atas krisis tiroid dapat dilakukan
dengan dasar tanda-tanda tersebut dan perlu dilakukan secara agresif karena mortilitas
yang tinggi.
1. Epidemiologi dan Patogenesis
Penyebab tersering dari tirotoksikosis pada krisis tiroid adalah penyakit Grave.
Penyakit ini dimediasi oleh antibodi reseptor TSH yang menstimulasi sintesis hormon
tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua
jenis kelamin dan usia, namun lebih sering pada wanita dengan usia muda. Selain itu,
krisis tiroid juga dapat muncul pada adenoma soliter toksik atau toksik multinoduler
goiter. Pada kondisi yang lebih jarang, krisis tiroid juga dapat disebabkan karena
hipersekresi karsinoma tiroid, thyrothropin-secreting pituitary adenoma, teratoma, dan
sekresi HCG pada kehamilan mola hidatiform. Krisis tiroid dapat pula terjadi karena
tirotoksikosis yang terpacu oleh faktor pencetus yang disebutkan sebelumnya. Krisis
tiroid juga dapat terjadi karena penghentian obat antitiroid atau dosis obat yang
inadekuat, atau pemberian iodine intravena eksogen yang berlebihan.
Perbedaan kualitatif krisis tiroid dengan hipertiroidisme biasa adalah pada sebagian
besar kasus krisis tiroid, ditemukan demam sebagai salah satu gejalanya. Sedangkan
yang
menyebabkan
hipersensitivitas
jaringan
terhadap
katekolamin.
Katekolamin akan meningkatkan sintesis hormon tiroid sehingga pada kondisi atau
keadaan stress yang menyebabkan terjadi peningkatan kadar katekolamin, krisis tiroid
dapat terjadi pada pasien dengan faktor resiko. Penelitian lain juga menyebutkan
peningkatan kadar hormon terjadi karena kelenjar tiroid yang terganggu saat operasi
atau palpasi yang terlalu kencang.
2. Peningkatan kadar hormon tiroid serum secara cepat merupakan penyebab utama
terjadinya krisis tiroid dibandingkan jumlah konsentrasi hormon tiroid di darah.
Mekanisme terjadinya perubahan kadar hormon ini disebabkan oleh perubahan kadar
protein peningkat (binding protein). Pengamatan pada beberapa pasien pasca operasi
tanpa gangguan tiroid menunjukkan bahwa penurunan afinitas pengikatan hormon tiroid
berbanding dengan peningkatan kadar hormon tiroid bebas.
2. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi
tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini
menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,5-cyclic
adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake
iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
3. Faktor resiko
Faktor resiko krisis tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik,
belum eutiroid), medical crisis (stres fisik ataupun psikologik, infeksi, dsb).
Faktor-faktor presipitasi biasanya merupakan penyebab transisi dari tirotoksikosis
menjadi krisis tiroid. Krisis tiroid dapat dipresipitasi oleh pembedahan, trauma, infark
miokard, emboli paru, gangguan serebrovaskular, DKA, toksemia gravidarum, dan
infeksi yang berat. Krisis tiroid juga dilaporkan dapat disebabkan oleh penghentian obat
anti-tiroid, atau dosis obat yang inadekuat (biasanya dikarenakan kepatuhan pasien yang
buruk). Kelebihan mengkonsumsi/ pemberian iodine intravena eksogen (zat kontras
teriodinasi dan amiodaron) dan palpasi kelenjar tiroid yang terlalu kuat. Penggunaan
salisilat juga dilaporkan meningkatkan kadar tiroid hormon bebas. Pada beberapa dekade
lalu, operasi tiroid pada pasien hipertiroidisme yang tidak terkontrol, merupakan
penyebab utama krisis tiroid. Namun pengobatan, dan persiapan yang tepat sebelum
operasi tiroid dapat menurunkan, namun tidak menghilangkan kejadian krisi tiroid
perioperatif.
4. Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia
lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung
pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang
sering timbul antara lain adalah :
katekolamin
Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
Gangguan reproduksi
Tidak tahan panas
Cepat letih
Tanda bruit
Haid sedikit dan tidak tetap
Mata melotot (exoptalmus).
Manifestasi klinis yang sering muncul pada Graves disease, adalah sebagai berikut :
Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis,
berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf
simpatis. Thyrotoxicosis itu akan memunculkan manifestasi anxietas, tremor,
takikardia, palpitasi, hiperrefleksi, tidak tahan panas, bertambah nafsu makan,
5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis terhadap krisis tiroid ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Burch dan
Wartofsky membuat skala nilai diagnosis untuk membedakan tirotoksikosis tanpa
komplikasi, krisis tiroid yang mengancam, dan krisis tiroid nyata atas dasar
semikuantitatif.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kadar T4 total pada pasien dengan krisis tiroid
dan tirotoksikosis tidak memiliki perbedaan yang berarti, sehingga untuk pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan untuk memastikan hipertiroidisme. Hasil laboratorium
lainnya juga dapat menunjukkan adanya gangguan lain seperti, hiperglikemia,
leukositosis, peningkatan kadar kalsium, transaminase, dehidrogenase laktat, kinase
kreatinin, fosfatase alkali, dan bilirubin.
Tabel 1. Skala nilai diagnosis krisis tiroid oleh Burch dan Wartofsky
6. Tata Laksana
Terdapat tiga komponen utama dalam pengobatan krisis tiroid, yaitu:
1. Koreksi hipertiroidisme
a. Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dapat digunakan:
- PTU (profiltiourasil) menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Dosis: nasogastrik dosis awal 600-1000 mg kemudian 200-250 mg/4 jam (dosis total
-
1200-1500 mg/hari).
Metimasol
7. Komplikasi
Komplikasi
hipoparatiroidisme,
dapat
ditimbulkan
kerusakan
nervus
dari
tindakan
laringeus
bedah,
rekurens,
yaitu
antara
hipotiroidisme
lain
pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati
berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis
laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita
Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah
sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya.
Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar
asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik
menunjukkan
keadaan
normotermi
hipoglikemik
dan
asidosis
laktat,
perlu
dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini
memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsipprinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
8. Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian
yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
9. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7
hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan
sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri.
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada
setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid.
Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3
hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya.
Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan
efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan
fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami
hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).
C. Hipertiroid
1. Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid adalah sebagai berikut:
a. Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan merupakan penyebab
hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali
lebih sering daripada pria. Di duga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana
antibodi
yang
ditemukan
dalam
peredaran
darah
yaitu
tyroid
Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul
apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
2. Patofisiologi
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
menyerupai TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 1015 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi
yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada
sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun
yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola
mata terdesak keluar.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan
tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita,
sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam
Pengobatan Umum
Pengobatan Khusus
Pengobatan dengan Penyulit
Pengobatan Umum:
Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.
Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran
balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di
Rumah Sakit.
Diet.
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain
karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
keseimbangan kalsium yang negatif.
Obat penenang.
Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di
samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.
Pengobatan Khusus
Obat antitiroid.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium,
perchlorat dan thiocyanat.
Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1
- methyl - 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini
bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan
menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta
menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga
menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah
sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.
Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga
pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di
plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang
diperlukan hanya satu persepuluhnya.
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60
mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis
tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau
carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.
Secara farmakologi perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah
o MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di
clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI 6 jam sedangkan PTU + 11/2 jam.
o Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU.
o MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin
serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu,13 sehingga
untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.
Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing pen- derita (6 - 24 bulan) dan
dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang
bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan
perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa ke- mungkinan yang dapat menggagalkan
pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan
yodium sebelumnya atau dosis kurang).
Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat
ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan.
Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic
jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar
pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar.13 20 21 22 23 Efek
samping lain yang jarang terjadi. a.l. berupa : arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis,
alopecia, sakit kepala, edema, limfadeno- pati, hipoprotombinemia, trombositopenia,
gangguan gastrointestinal.
Yodium.
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa
3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang
bersangkut- an, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibat- nya terjadi
penimbunan hormon dan pada saat yodium dihenti- kan timbul sekresi berlebihan dan
gejala hipertiroidi meng- hebat.
Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk mem- peroleh efek yang cepat
seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi,
biasanya diguna- kan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per
hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.9
Marigold dalam penelitian- nya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10
tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah operasi.17
o Tindakan pembedahan
Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang
berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan
berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak
mungkin diberi pengobatan dengan I (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan
dalam waktu dekat).
Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatan- nya, penderita yang
keteraturannya minum obat tidak teijamin atau mereka dengan struma yang sangat besar
dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami antara
keganasan, dan alasan kosmetik.
Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi kematian dapat
diturunkan sampai thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai ke- adaan eutiroid.
Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian larut- an Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol
dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium
dapat diberikan 10 hari sebelum ope- rasi.
Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen.
Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.
PG dan Kehamilan
Angka kejadian PG dengan kehamilan 0,2%. Selama ke- hamilan biasanya PG
mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan.
Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi
dapat terjadi hipotiroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversiil.
Beberapa peneliti memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali
sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis
dan gangguan fungsi tiroid dari bayi yang baru dilahirkan.14 Tetapi beberapa peneliti
lain mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, ter- ganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada bayi
yang baru lahir.
Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertiroidi dalam waktu
kurang dari 2 minggu bilamana diper- siapkan untuk tindakan operatif.
Eksoftalmus
Pengobatan hipertiroidi diduga mempengaruhi derajat pe- ngembangan eksoflmus. 2
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau
larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan
operasi; dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.
Krisis tiroid
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-konyong
menjadi hebat dan disertai a.l. adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat
dan dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan.
Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tiro- toksikosis dan
mengatasi komplikasi yang teijadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan
terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6
jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan
glukokortikoid (hidrokortison 300 mg).13 Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya
ter- gantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan hams secepatnya karena
angka kematian penderita ini cukup besar.
6. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar
yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 0F), dan apabila
tidak diobati dapat menyebabkan kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan.