Anda di halaman 1dari 25

Learning Issue

A. Kelenjar dan Hormon Tiroid


1. Anatomi Tiroid
Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat vaskular,
merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh
isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique cartilago
thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea kedua dan ketiga, sedangkan bagian
terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini
dibungkus oleh selubung yang berasal dari lapisan pretrachealis fascia cervicalis
profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa
pubertas, menstruasi dan kehamilan (Suen C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Di dalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah
besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnyaterletak pada
permukaan belakang kelenjar tyroid (Syamsuhidayat R, 1998).

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari
a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid
diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal
dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid
berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring
yang tepat di atas istmus, dan ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi
bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2. Fisiologi kelenjar dan hormon tiroid


Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan
pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel
tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan
untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang
tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak
terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan
meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas
yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan
kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam
jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi
sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di

sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam
proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat
mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.
Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap
tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak
keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid.
Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko,
lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.

1. Free Thyroxine (fT4) and Free Triiodothyronine


(fT3)
Pengukuran fT4 dan fT3 mengganti pengukuran
T3 dan T4. hasil laboratorium yang dilakukan
untuk mensubstitusi hormon free ketika T3 dan
T4 telah dilakukan. Pengukuran fT3 pada pasien
dengan gejala hipotiroid kadang-kadang dapat
diindikasikan. Pemeriksaan ini dilakukan pada
keadaan bila secara klinis diduga hipertiroid
dengan kadar TSH rendah, tetapi fT4 tidak
termasuk. Pengukuran fT3 bukan indikasi pada
hipotiroid.
Banyak frekuensi pengukuran dari fungsi tiroid
yang mungkin digunakan ketika ada perbedaan
antara hasil dari tes fungsi tiroid inisial dan penemuan klinis. Pada banyak kasus,
mengulangi test yang sama kurang berguna dibandingkan dengan melakukan test

yang berbeda. (contoh. jika hasil TSH tidak menunjukkan hubungan dengan status
klinis pasien, maka lebih baik diikuti dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan
ahli laboratorium dapat lebih dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan
tidak menunjukkan hubungan dengan status klinis yang ditemukan.
3. Histologi Kelenjar Tiroid
Secara histologis, kelenjar tiroid tersusun dari
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa
koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih
aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon
tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang
dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel
pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi
hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan
dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak

dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3


merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.

Gambar. Kelenjar Tiroid


Sel Parafolikular disebut juga clear cell atau cell C. Sel terletak diantara sel
folikel, antara folikel tiroid, atau antara sel folikel dengan membrana basalis folikel.
Bisa ditemukan sendirian atau dalam kelompok di anatara sel folikel. Sel parafolikular
tidak mencapai lumen.
Lebih besar dari sel folikel, inti besar, bulat, sitoplasma dengan granula terwarna
pucat, terdapat granula sekretoris kecil. Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormon
kalsitonin (tirokalsitonin). Hormon ini dilepaskan secara langsung ke dalam jaringan
ikat, segera masuk pembuluh darah. Fungsi hormon kalsitonin adalah menurunkan
konsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menekan resorpsi tulang oleh
osteoklas.

Mikroskopis:
Terdiri dari acini/folikel thyroid, dilapisi epitel kuboid. Lumen berisi massa koloid,
dikelilingi sel parafolikular atau sel C, dan kaya akan pembuluh darah (Gambar)

Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid


Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu kelainanradang,
hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.
Radang
Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan pada tiroid
dari radang akut supuratif sampai terjadinya proses kronik. Tiroiditis akut jarang
dijumpai.Berupa lesi berwarna merah, terasa nyeri, dan demam.Termasuk disini yakni
tiroiditis granulomatous (subakut, deQuervains), tiroiditis limfositik (Hashimotos
disease), dan struma Riedel.
Goiter atau Struma
Ditandai

dengan

adanya

pembesaran

kelenjar

tiroid;

nodular

atau

difus.Disebut juga adenomatous goiter, endemik goiter, atau multinodular


goiter.Keadaan ini biasanya disebabkan adanya hiperplasia kelenjar tiroid oleh karena
defisiensi iodine.Keadaan ini dapat mengenai keseluruhan daripada kelenjar atau
muncul secara fokal dan membentuk nodul yang soliter.Merupakan lesi yang paling
sering ditemukan pada biopsi aspirasi.
Neoplasma
Neoplasma tiroid mencakup neoplasma jinak (adenoma folikular) dan
neoplasma ganas (karsinoma).Nodul tiroid dapat diraba secara klinis sekitar 5-10%
populasi orang dewasa di Amerika Serikat.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut jinak atau ganas.
Beberapa hal yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara lain:

Ada riwayat keluarga menderita penyakit autoimun (Hashimoto tiroiditis) atau


menderita nodul tiroid jinak.

Adanya disfungsi hormon tiroid (hipo atau hipertiroidisme)

Nodul yang disertai rasa nyeri

Nodul yang lunak dan mudah digerakkan

Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan

Gambaran kistik pada USG.


Beberapa hal yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada nodul tiroid,
yaitu :
Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun
Jenis kelamin laki-laki
Disertai gejalagejala disfagi atau distoni
Adanya riwayat radiasi leher
Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid.
Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan
Adanya limfadenopati servikal
Gambaran solid atau campuran pada USG.
Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan.Tumor ini
banyak mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering ditemukan pada umur
belasan tahun dan ukuran tumor yang relatif kecil, bahkan sering tersembunyi atau
sulit diraba walaupun sudah terjadi metastasis.
Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan
penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, walau sebagian
kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang buruk.Tentunya
hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan secara cepat apakah nodul
tersebut jinak atau ganas.

B. Krisis Tiroid (Thyroid Storm)

Krisis tiroid adalah suatu kondisi kegawatdaruratan endokrin yang mengancam nyawa
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana hipertiroid yang mengalami eksaserbasi yang
ditandai dengan dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ dengan status
hipermetabolik. Pada umumnya, krisis tiroid merupakan komplikasi dari penyakit Grave.
Namun, krisis tiroid juga dapat ditemukan pada keadaan akut seperti trauma, infeksi,
tindakan operatif, pemberian iodine berlebih, atau kehamilan. Tidak ada nilai rujukan
kadar hormon tiroid yang dapat mendefinisikan krisis tiroid. Oleh karena itu krisis tiroid
perlu didiagnosa secara cepat dan diatasi secara adekuat untuk membatasi morbiditas dan
mortilitas.
Diagnosis utama pada krisis tiroid adalah dengan gambaran klinis, yang merupakan
manifestasi dari dekompensasi organ dan sistem organ. Pada sebagian besar kasus, krisis
tiroid diawali dengan adanya faktor pencetus. Beberapa diantaranya adalah infeksi,
pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung
yodium, penghentian obat antitiroid, amiodaron, konsumsi hormon tiroid, ketoasidosis
diabetikum, gagal jantung kongestif, hipglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres
emosi berat, emboli paru, gangguan serebrovaskular, infark usus, trauma, ekstraksi gigi,
serta palpasi kelenjar tiroid berlebihan. Tindakan atas krisis tiroid dapat dilakukan
dengan dasar tanda-tanda tersebut dan perlu dilakukan secara agresif karena mortilitas
yang tinggi.
1. Epidemiologi dan Patogenesis
Penyebab tersering dari tirotoksikosis pada krisis tiroid adalah penyakit Grave.
Penyakit ini dimediasi oleh antibodi reseptor TSH yang menstimulasi sintesis hormon
tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua
jenis kelamin dan usia, namun lebih sering pada wanita dengan usia muda. Selain itu,
krisis tiroid juga dapat muncul pada adenoma soliter toksik atau toksik multinoduler
goiter. Pada kondisi yang lebih jarang, krisis tiroid juga dapat disebabkan karena
hipersekresi karsinoma tiroid, thyrothropin-secreting pituitary adenoma, teratoma, dan
sekresi HCG pada kehamilan mola hidatiform. Krisis tiroid dapat pula terjadi karena
tirotoksikosis yang terpacu oleh faktor pencetus yang disebutkan sebelumnya. Krisis
tiroid juga dapat terjadi karena penghentian obat antitiroid atau dosis obat yang
inadekuat, atau pemberian iodine intravena eksogen yang berlebihan.
Perbedaan kualitatif krisis tiroid dengan hipertiroidisme biasa adalah pada sebagian
besar kasus krisis tiroid, ditemukan demam sebagai salah satu gejalanya. Sedangkan

suatu penelitian membandingkan perbedaan krisis tiroid dengan keadaan tirotoksikosis


dan mendapatkan bukti bahwa kadar T4 bebas pada pasien dengan krisis tiroid lebih
tinggi pada pasien tirotoksikosis. Sedangkan kadar T4 total pada kedua kelompok
cenderung sama.
Patofisiologi dari krisis tiroid ini belum sepenuhnya diketahui, namun beberapa teori
dan hipotesis telah diajukan sebagai patofisiologi dari krisis tiroid.
1. Krisis tiroid terjadi akibat peningkatan densitas resptor beta-adrenergik sel target
sehingga meningkatkan ekspresi adrenoreseptor selular atau modifikasi jalur signal postreceptor

yang

menyebabkan

hipersensitivitas

jaringan

terhadap

katekolamin.

Katekolamin akan meningkatkan sintesis hormon tiroid sehingga pada kondisi atau
keadaan stress yang menyebabkan terjadi peningkatan kadar katekolamin, krisis tiroid
dapat terjadi pada pasien dengan faktor resiko. Penelitian lain juga menyebutkan
peningkatan kadar hormon terjadi karena kelenjar tiroid yang terganggu saat operasi
atau palpasi yang terlalu kencang.
2. Peningkatan kadar hormon tiroid serum secara cepat merupakan penyebab utama
terjadinya krisis tiroid dibandingkan jumlah konsentrasi hormon tiroid di darah.
Mekanisme terjadinya perubahan kadar hormon ini disebabkan oleh perubahan kadar
protein peningkat (binding protein). Pengamatan pada beberapa pasien pasca operasi
tanpa gangguan tiroid menunjukkan bahwa penurunan afinitas pengikatan hormon tiroid
berbanding dengan peningkatan kadar hormon tiroid bebas.
2. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari

kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi
tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini
menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,5-cyclic
adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake
iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama

operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

3. Faktor resiko
Faktor resiko krisis tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik,
belum eutiroid), medical crisis (stres fisik ataupun psikologik, infeksi, dsb).
Faktor-faktor presipitasi biasanya merupakan penyebab transisi dari tirotoksikosis
menjadi krisis tiroid. Krisis tiroid dapat dipresipitasi oleh pembedahan, trauma, infark
miokard, emboli paru, gangguan serebrovaskular, DKA, toksemia gravidarum, dan
infeksi yang berat. Krisis tiroid juga dilaporkan dapat disebabkan oleh penghentian obat
anti-tiroid, atau dosis obat yang inadekuat (biasanya dikarenakan kepatuhan pasien yang
buruk). Kelebihan mengkonsumsi/ pemberian iodine intravena eksogen (zat kontras
teriodinasi dan amiodaron) dan palpasi kelenjar tiroid yang terlalu kuat. Penggunaan
salisilat juga dilaporkan meningkatkan kadar tiroid hormon bebas. Pada beberapa dekade
lalu, operasi tiroid pada pasien hipertiroidisme yang tidak terkontrol, merupakan
penyebab utama krisis tiroid. Namun pengobatan, dan persiapan yang tepat sebelum
operasi tiroid dapat menurunkan, namun tidak menghilangkan kejadian krisi tiroid
perioperatif.
4. Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia
lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung
pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang
sering timbul antara lain adalah :

Peningkatan frekuensi denyut jantung


Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap

katekolamin
Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran

terhadap panas, keringat berlebihan


Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
Peningkatan frekuensi buang air besar
Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

Gangguan reproduksi
Tidak tahan panas
Cepat letih
Tanda bruit
Haid sedikit dan tidak tetap
Mata melotot (exoptalmus).

Manifestasi klinis yang sering muncul pada Graves disease, adalah sebagai berikut :

Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis,
berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf
simpatis. Thyrotoxicosis itu akan memunculkan manifestasi anxietas, tremor,
takikardia, palpitasi, hiperrefleksi, tidak tahan panas, bertambah nafsu makan,

hipermotilitas usus, diare, malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.


Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.
Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.

5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis terhadap krisis tiroid ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Burch dan
Wartofsky membuat skala nilai diagnosis untuk membedakan tirotoksikosis tanpa
komplikasi, krisis tiroid yang mengancam, dan krisis tiroid nyata atas dasar
semikuantitatif.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kadar T4 total pada pasien dengan krisis tiroid
dan tirotoksikosis tidak memiliki perbedaan yang berarti, sehingga untuk pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan untuk memastikan hipertiroidisme. Hasil laboratorium
lainnya juga dapat menunjukkan adanya gangguan lain seperti, hiperglikemia,
leukositosis, peningkatan kadar kalsium, transaminase, dehidrogenase laktat, kinase
kreatinin, fosfatase alkali, dan bilirubin.

Tabel 1. Skala nilai diagnosis krisis tiroid oleh Burch dan Wartofsky

6. Tata Laksana
Terdapat tiga komponen utama dalam pengobatan krisis tiroid, yaitu:
1. Koreksi hipertiroidisme
a. Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dapat digunakan:
- PTU (profiltiourasil) menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Dosis: nasogastrik dosis awal 600-1000 mg kemudian 200-250 mg/4 jam (dosis total
-

1200-1500 mg/hari).
Metimasol

Dosis: 20 mg/4 jam (dosis total 60-100 mg/hari)


b. Menghambat sekresi hormon yang terbentuk
Obat yang digunakan:
- Kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes/6 jam
- Solusio lugol dengan dosis 30 tetes/hari (dibagi menjadi 4 kali pemberian)
c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan:
- PTU
- Ipodate atau Ioponat
- Propanolol (beta-bloker)
- Kortikosteroid
d. Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal
plasma perfusion
e. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal ataua total)
2. Menormalkan dekompensasi homeostasis
A. Terapi suportif
- Pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit
- Pemberian glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
- Pemberian multivitamin terutama vitamin B
- Kompres dingin dan pemberian asetaminofen untuk mengatasi hipertermia
- Pemantauan secara invasif
B. Obat antiadrenergik
Pemberian beta-bloker seperti propanol dengan dosis 20-40 mg oral atau 1-5 mg
intravena setiap 6 jam. Pada pasien dengan kontraindikasi terhadap beta-bloker, dapat
diganti dengan guanetidin dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari dosis terbagi atau reserpin
2,5-5 mg/4-6 jam.
3. Terapi untuk faktor pencetus bila diketahui
Pemberian antibiotik bila ditemukan infeksi
Pada kasus ini, urutan terapi yang dapat dilakukan adalah:
1. Rehidrasi dan tindakan suportif (kompres dingin)
2. Koreksi hipertiroidisme dengan menggunakan obat antitiroid (PTU atau tiorasil) dan
solusio lugol. Solusio lugol. Obat antitiroid tionamid dapat menghambat konversi T4
menjadi T3. Selain itu, tionamid juga dapan menekan antibodi reseptor TSH dan
menurunkan molekul-molekul imunologis seperti ICAM-1 dan IL-2.
3. Pada kasus ini, faktor pencetus krisis tiroid adalah infeksi, sehingga pemberian antibiotik
dapat dilakukan. Namun harus ditemukan bukti dan sumber dari infeksi tersebut.

7. Komplikasi

Komplikasi
hipoparatiroidisme,

dapat

ditimbulkan

kerusakan

nervus

dari

tindakan

laringeus

bedah,

rekurens,

yaitu

antara

hipotiroidisme

lain
pada

tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati
berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis
laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita
Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah
sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya.
Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar
asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik
menunjukkan

keadaan

normotermi

hipoglikemik

dan

asidosis

laktat,

perlu

dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini
memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsipprinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
8. Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian
yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
9. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7
hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan
sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri.
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada
setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid.
Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3
hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya.
Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan
efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan

fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami
hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).

C. Hipertiroid
1. Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid adalah sebagai berikut:
a. Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan merupakan penyebab
hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali
lebih sering daripada pria. Di duga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana
antibodi

yang

ditemukan

dalam

peredaran

darah

yaitu

tyroid

stimulating.Immunogirobulin (TSI antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO)


dan TSH receptor antibodies (TRAB).
b. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu atau
banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak terkontrol oleh
TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan.
c. Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke dokter
yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang yang minum
hormon tiroid dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping.
d. Produksi TSH yang Abnormal
Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
e. Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)
Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan,
dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiorid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala
hipotiroid.
f. Konsumsi Yoidum Berlebihan

Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul
apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
2. Patofisiologi
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
menyerupai TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 1015 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi
yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada
sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun
yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola
mata terdesak keluar.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan
tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita,
sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam

jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi


glikosaminoglikans.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien tiroid sangat bergantung pada stadiumnya. Pada
stadium yang ringan sering terjadi tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut,
lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Namun jika sudah
memasuki tahap selanjutnya sering timbul beberapa keluhan seperti :

Peningkatan frekuensi denyut jantung


Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap

panas, keringat berlebihan


Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
Peningkatan frekuensi buang air besar
Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
Gangguan reproduksi
Tidak tahan panas
Cepat letih
Tanda bruit
Haid sedikit dan tidak tetap
Mata melotot (exoptalmus).
Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor :
gugup berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpasi dan pembesaran tiroid.
4. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan tentang ada atau tidaknya
pembesaran di daerah leher dan tes darah. Dalam tes darah, bila kadar thyroxine
stimulating hormone (TSH) melebihi 20 mikro-unit per liter, berarti pasien terkena
hipertiroid. Normalnya, kadar TSH 1-5 mikro-unit per liter. Mengenai benjolan, perlu
diperhatikan bagaimana benjolannya, sebab pada penyakit gondok (hipotiroid), juga
terdapat benjolan. Hanya saja pembesaran di sekitar leher pada penyakit gondok tak
merata, yaitu biasanya di bagian depan leher, sedangkan pada hipertiroid, pembesaran
yang terjadi merata di sekitar leher sehingga kurang kelihatan. Pemeriksaan yang biasa
dilakukan adalah :

a. TSH serum (biasanya menurun)

b. T3, T4 (biasanya meningkat)


c. Test darah hormon tiroid
d. X-ray scan, CAT scan, MRI scan (untuk mendeteksi adanya tumor)
4. Penatalaksanaan
Beberapa faktor hams dipertimbangkan, ialah :

Faktor penyebab hipertiroidi


Umur penderita
Berat ringannya penyakit
Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai
Tanggapan penderita terhadap pengobatannya
Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter dan klinik yang
bersangkutan.
Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi :

Pengobatan Umum
Pengobatan Khusus
Pengobatan dengan Penyulit

Pengobatan Umum:

Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.
Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran
balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di
Rumah Sakit.

Diet.
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain
karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
keseimbangan kalsium yang negatif.

Obat penenang.
Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di
samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.
Pengobatan Khusus

Obat antitiroid.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium,
perchlorat dan thiocyanat.
Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1
- methyl - 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini
bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan
menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta
menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga
menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah
sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.
Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga
pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di
plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang
diperlukan hanya satu persepuluhnya.
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60
mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis
tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau
carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.
Secara farmakologi perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah

o MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di
clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI 6 jam sedangkan PTU + 11/2 jam.
o Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU.
o MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin
serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu,13 sehingga
untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.
Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing pen- derita (6 - 24 bulan) dan
dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang
bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan
perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa ke- mungkinan yang dapat menggagalkan
pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan
yodium sebelumnya atau dosis kurang).

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat
ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan.
Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic
jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar
pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar.13 20 21 22 23 Efek
samping lain yang jarang terjadi. a.l. berupa : arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis,
alopecia, sakit kepala, edema, limfadeno- pati, hipoprotombinemia, trombositopenia,
gangguan gastrointestinal.

Yodium.
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa
3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang
bersangkut- an, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibat- nya terjadi
penimbunan hormon dan pada saat yodium dihenti- kan timbul sekresi berlebihan dan
gejala hipertiroidi meng- hebat.
Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk mem- peroleh efek yang cepat
seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi,
biasanya diguna- kan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per
hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.9
Marigold dalam penelitian- nya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10
tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah operasi.17

Penyekat Beta (Beta Blocker).


Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas
pada sistim simpatis.16 Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat
meningkatnya ke- pekaan reseptor terhadap katekolamin.
Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh
hati.Reserpin, guanetidin dan pe- nyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih
diguna- kan.16 Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama
dalam kasus-kasus yang berat.24 Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan
tampak penurunan gejala.
Khasiat propranolol:

penurunan denyut jantung permenit

penurunan cardiac output


perpanjangan waktu refleks Achilles
pengurangan nervositas
pengurangan produksi keringat
pengurangan tremor
Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4
ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4 - 6 jam hipertiroid
dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal
propranolol sebagai persiapan operasi dapat me- nimbulkan krisis tiroid sewaktu
operasi.8 24 Penggunaan pro- pranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau
pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid.

Ablasi kelenjar gondok.


Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I 131

o Tindakan pembedahan
Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang
berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan
berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak
mungkin diberi pengobatan dengan I (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan
dalam waktu dekat).
Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatan- nya, penderita yang
keteraturannya minum obat tidak teijamin atau mereka dengan struma yang sangat besar
dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami antara
keganasan, dan alasan kosmetik.
Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi kematian dapat
diturunkan sampai thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai ke- adaan eutiroid.
Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian larut- an Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol
dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium
dapat diberikan 10 hari sebelum ope- rasi.
Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen.
Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.

Ablasi dengan I 131.


Sejak ditemukannya I 131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertiroidi.
Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena
harganya murah dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan.
Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi.
Sayangnya I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30
70% dalam jollow up 10 20 tahun) tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat
yang diberikan. Di samping itu terdapat pula peningkatan gejala pada mata sebanyak 1
5% dan menimbulkan kekhawatir- an akan terjadinya perubahan gen dan keganasan
akibat peng- obatan cara ini, walaupun belum terbukti.
Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya
kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro Ci/gram atau dengan dosis
rendah 80 micro Ci/gram.
Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain : dosis optimum yang
diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas
I131 di dalam jaringan dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131.
Pengobatan PG Dengan Penyulit

PG dan Kehamilan
Angka kejadian PG dengan kehamilan 0,2%. Selama ke- hamilan biasanya PG
mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan.
Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi
dapat terjadi hipotiroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversiil.
Beberapa peneliti memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali
sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis
dan gangguan fungsi tiroid dari bayi yang baru dilahirkan.14 Tetapi beberapa peneliti
lain mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, ter- ganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada bayi
yang baru lahir.
Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertiroidi dalam waktu
kurang dari 2 minggu bilamana diper- siapkan untuk tindakan operatif.

Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan pembedahan.


Untuk menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi penderita. PTU
merupa kan obat antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah
mungkin. Bila terjadi efek hipotiroidi pada bayi, pemberian hormon tiroid tambahan
pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon tiroid kurang menembus plasenta.
Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid tidak mungkin.
Sebaiknya pembedahan ditunda sampai tri- mester I kehamilan untuk mencegah
terjadinya abortus spontan.

Eksoftalmus
Pengobatan hipertiroidi diduga mempengaruhi derajat pe- ngembangan eksoflmus. 2
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau
larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan
operasi; dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.

Krisis tiroid
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-konyong
menjadi hebat dan disertai a.l. adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat
dan dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan.
Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tiro- toksikosis dan
mengatasi komplikasi yang teijadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan
terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6
jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan
glukokortikoid (hidrokortison 300 mg).13 Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya
ter- gantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan hams secepatnya karena
angka kematian penderita ini cukup besar.

6. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar

yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 0F), dan apabila
tidak diobati dapat menyebabkan kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai