Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 22 TAHUN 2016

Disusun oleh:
Kelompok A1
Anggota:
Dhanty Muksina

04011381320009

Rosyila

04011181419008

Thalia Tri Atikah

04011181419012

Dita Andini

04011181419034

Agung Budi Pamungkas

04011181419046

Muhammad Arma

04011181419056

Muhamad Taufan Kurniawan

04011181419062

Dani Gemilang Kusuma

04011181419068

Tutor: Dr. dr. Legiran, M. Kes


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario A Blok
Muskuloskeletal ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini, serta berbagai sumber yang telah penulis gunakan sebagai data
dan fakta pada makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada Dr. dr. Legiran, M. Kes,
yang telah memberikan pedoman dalam melakukan tutorial, membuat makalah hasil tutorial
dan telah memberi bimbingannya sebagai tutor sehingga kami dapat menyelesaikan masalah
skenario yang telah diberikan.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu,
kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi dari makalah
ini.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, serta penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan penulisan dalam makalah ini.Akhir kata, apabila ada kesalahan
kata-kata, penulis meminta maaf dan diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palembang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................................5
SKENARIO.....................................................................................................................5
A.
A.
B.
C.
D.
E.

KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................................6
IDENTIFIKASI MASALAH...................................................................................7
ANALISIS MASALAH...........................................................................................8
LEARNING ISSUE...............................................................................................34
KERANGKA KONSEP.........................................................................................47
SINTESIS...............................................................................................................48

BAB III. PENUTUP..............................................................................................................48


A. KESIMPULAN......................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................49

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blok Muskuloskeletal adalah blok ke-22 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Kasus yang dipelajari
adalah mengenai tuberkulosis.
B. Maksud dan Tujuan
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
C. Data Tutorial
1. Tutor
2. Moderator
3. Sekretaris
4. Waktu

: Dr. dr. Legiran, M. Kes


: Muhamad Taufan Kurniawan
: 1. Thalia Tri Atikah
2. Dita Andini
: 1. Senin, 14 November 2016
2. Rabu, 16 November 2016
Pukul 10.00 12.30 WIB
Pukul 10.00 12.30 WIB

BAB II
PEMBAHASAN
Skenario A Blok 22 Tahun 2016
Mrs. Ani , 43 years old woman presents with a history of a insidious onset of joint pain since
three month ago. Affected are all small joints of the hands, wrists, knees, and forefeet. A
steroid dose-pack and 400 mg dose of ibuprofen three times a day relieved all symptoms for
one month month, but was followed by a slow return of joint pain, now with clearly swelling ,
and morning stiffness lasting two hours. In the afternoon , she often felt low grade fever,
fatique and less appetite. There is no back pain. She works halftime in a flower shop, and is
having diffuclty cutting flowers and picking up anything over five pounds.
Physical exam reveals boggy synovitis at the metacarpal phalangeal joints with tenderness.
There is tenderness but no synovitis at the knees and metatarsal phalangeal joints. Her BMI
is in the normal range.
Laboratory evaluation reveled that her rheumatoid factor was positive, anticyclic
citrullinated peptide (CCP) negative, 60 mm/ hour of sedimentation rate and 35 mg/dl of C
reactive protein. All other routine laboratory finding were normal. X-rays of her affected
joint show minimal periarticular osteopenia and no erosions.

A. Klarifikasi Istilah
5

No.
Istilah
1.
Morning stiffness
2.
Joint pain
3.
Steroid dose pack

Kekakuan sendi di pagi hari


Nyeri pada sendi
Steroid oral yang mencegah pengeluaran substansi yang

4.

menyebabkan inflamasi dalam tubuh


Sebuah obat antiinflamasi nonsteorid yang berguna sebagai

Ibuprofen

Arti

analgetik dan antipiretik yang diberika secara oral pada


pengobatan nyeri, demam, dismenorhea, dan rheumatoid
arthritis dan rhematik lainnya dan sebagai profilaksis dari
5.

nyeri kepala vascular.


Suatu keadaan dimana peningkatan ketidaknyamanan dan

Fatigue

berkurangnya efisiensi sebagai hasil dari usaha yang


6.
7.

Appetite
Boggy synovitis

berlebihan
Keinginan natural akan makanan
Synovitis : radang membran sinovial biasanya nyeri
terutama

pada

pergerakkan

sendi

ditandai

dengan

pembengkakan yang hilang timbul akibat efusi kedalam


kantung sinovial.

8.

Metacarpal

9.

joint
Synovitis

phalangeal

Boggy : tekstur abnormal pada jaringan yang ditandai

dengan rasa seperti spon karena tinggi kandungan cairan.


Sendi yang dibentuk diantara 5 tulang metacarpal dan basis
tulang proksimal phalang
Radang membran synovial biasanya menimbulkan nyeri
terutama pada pergerakan sendi ditandai dengan
pembengkakan yang hilang timbul akibat efusi ke dalam

10.
11.

Rheumatoid factors

kantong synovial
Immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul Ig yang

Anticyclic

berlebih, menimbulkan reaksi auto antibody


Tes ini digunakan untuk mendiagnosis rheumatoid arthritis

citrullinated

peptide (CCP)

dengan spesifisitas yang tinggi yang terlihat di awal proses


menyakit dan memiliki kemampuan mengidentifikasi

12.

Periarticular osteopenia

keparahan dan kerusakan irreversible


Pengurangan massa tulang akibat penurunan kecepatan sintesis
osteoid sampai tingkat yang tidak cukup lagi, untuk

13.
14.

Erosions
C reactive protein

mengkompensasi proses lisis normal tulang pada sekitar sendi


Kehilangan secara progresif dari suatu permukaan jaringan
Suatu protein yang dihasilkan oleh hati terutama saat terjadi
infeksi atau inflamasi di dalam tubuh
6

15.

Tenderness

Suatu tanda dimana terdapat rasa nyeri atau ketidaknyamanan


ketika area yang terkena disentuh

B. Identifikasi Masalah
No.
1.

Masalah

Prioritas

Mrs. Ani , 43 years old woman presents with a


history of a insidious onset of joint pain since three
month ago. Affected are all small joints of the hands,

VVV

wrists, knees, and forefeet


2.

A steroid dose-pack and 400 mg dose of ibuprofen


three times a day relieved all symptoms for one
month month, but was followed by a slow return of

VV

joint pain, now with clearly swelling , and morning


stiffness lasting two hours.
3.

In the afternoon , she often felt low grade fever,


fatique and less appetite. There is no back pain. She
works halftime in a flower shop, and is having

VV

diffuclty cutting flowers and picking up anything


over five pounds.
4.

Physical

exam reveals boggy synovitis at the

metacarpal phalangeal joints with tenderness. There


is tenderness but no synovitis at the knees and

metatarsal phalangeal joints. Her BMI is in the


normal range.
5.

Laboratory evaluation reveled that her rheumatoid


factor was positive, anticyclic citrullinated peptide
(CCP) negative, 60 mm/ hour of sedimentation rate
and 35 mg/dl of C reactive protein. All other routine
laboratory finding were normal. X-rays of her
affected joint show minimal periarticular osteopenia
and no erosions
7

C. Analisis Masalah
1. Mrs. Ani , 43 years old woman presents with a history of a insidious onset of joint
pain since three month ago. Affected are all small joints of the hands, wrists, knees,
and forefeet.
a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan?
Jawab :
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada lakilaki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena pengaruh
dari hormon namun data ini masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon
estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset rheumatoid arthritis
terjadi pada orang-orang usia sekitar 50 tahun.
b. Mengapa yang terkena hanya sendi-sendi kecil (makna klinis)?
Jawab :
Rheumatoid Artritis biasanya menyebabkan masalah di beberapa sendi dalam
waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil
seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam
perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut,
panggul, rahang dan leher.

Beberapa lokasi sendi yang dapat terserang Rheumatoid Artritis


Tanda dan gejala Rheumatoid Artritis dapat berupa :
Nyeri dan pembengkakan sendi.
Sendi yang membengkak akan terlihat kemerahan, hangat dan nyeri bila
disentuh atau di tekan.
Kekakuan sendi sering dirasakan pada pagi hari (saat bangun tidur) yang bisa
berlangsung selama sekitar 30 menit hingga beberapa jam.
Benjolan-benjolan keras pada jaringan di bawah kulit di lengan (nodul
reumatoid).
8

Kelelahan, demam, dan penurunan berat badan.


Alasan mengapa di sendi kecil masih belum tahu. Pada awal perjalanan
penyakit biasanya sendi kecil dahulu yang terkena. Sendi yang terkena
biasanya simetris (kiri dan kanan).
c. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme nyeri sendi pada kasus?
Jawab :

Organ indra untuk nyeri terdiri dari ujung-ujung saraf telanjang yang dapat
dijumpai pada hampir semua jaringan tubuh. Impuls nyeri nantinya akan
dihantarkan p susunan sistem saraf pusat oleh 2 sistem serabut. Yaitu:
1. Sistem nosiseptor yang terbentuk dari serabut-serabut A kecilbermielin
dengan diameter 2-5 m yang akan menghantar dengan kecepatan sebesar 1230 m/det.
2. Serabut C tak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 m, serabut yang terakhir
akan bertemu di lateral radiks dorsalis sehingga serabut ini disebut juga
serabut C radiks dorsalis yang akan menghantar dengan kecepatan 0,5-2 m/det.
Kedua kelompok serabut ini berakhir di kornu dorsalis; serabut A berakhir
terutama di neuron-neuron lamina I dan V, sementara serabut C radiks dorsalis
berakhir di neuron di lamina I dan II. Transmitter sinaps yang disekresi oleh
serabut aferen primer yang menhantarkan nyeri ringan cepat adalah glutamate,
dan transmitter yang menghantarkan nyeri hebat lambat adalah substansi P.
Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos sampai
terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan
kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu : transduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi.
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh
stimulus noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nosiseptor dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah menjadi
potensial aksi. Proses ini disebut disebut transduksi atau aktivasi reseptor.
Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron
9

susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi
adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medula
spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron
susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di
medula spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi
hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak yang mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan
nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri
dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat
proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut,
tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis
medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri di relai
menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan.
Nyeri Inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena
stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi.
Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologi yang dimulai oleh adanya
antigen yang kemudian diproses oleh antigen presenting cels (APC) yang
kemudian diekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang
sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui
reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler.
Kompleks trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunologi
dengan pelepasan berbagai sitokin sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan
proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan menghasilkan
berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja merangsang makrofak
untuk meningkatkan aktifitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan
aktifitas sel B untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan mengaktifkan sel
radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolit
asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim protease, yang akhirnya akan
menyebabkan kerusakan pada organ target tersebut.
Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin seperti PGE1, PGE2,
PGI2, PGD2 dan PGA2, dapat menimbulkan fasodilatasi dan demam. Diantara
berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI2, merupakan fasodilator terkuat.
Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pada proses inflamasi
ternyata lebih kompleks. Pemberian PGE pada binatang percobaan tidak
terbukti dapat memprofokasi nyeri secara langsung, tetapi harus ada kerja
sama sinergistik dengan mediator inflamasi yang lain seperti histamine dan
bradikinin.
Selain itu, tidak dapat terbukti bahwa prostaglandin dapat menimbulkan
kerusakan jaringan secara langsung. Seagian kerusakan jaringan pada proses

10

inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksil bebas yang terbentuk selama


konfersi enzimatik dari PGG2 menjadi PGH2,atau pada proses fagositosis.
Pada proses inflamasi, terjadi interaksi empat sistim imun yaitu system
pembekuan darah, sistim kinin, sistim fibronolisis dan sistim komplemen,
yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif baik amin faso aktif
maupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel radang kedaerah
inflamasi.
Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonuklear, terjadi peningkatan
konsumsi O2 dan produksi radikal ogsigen bebas seperti anion superoksida
(O2-) dan hydrogen peroksida (H 2O2). Kedua radikal oksigen bebas akan
membentuk radikal hidroksil reaktif yang dapat menyebabkan depolimerisasi
hialuronat sehingga dapat merusak rawan sendi dan menurunkan viskositas
cairan sendi.
Nyeri Psikogenik
Nyeri dapat merupakan keluhan utama berbagai kelainan pisikiatrik,
pisikosomatik dan depresi terselubung. Pasien nyeri kronik akibat trauma yang
berat, misalnya kecelakaan, peperangan dan sebagainya, sering kali
menunjukkan gambaran posttraumatic stress disorder, dimana pasien selalu
merasa dirinya sakit walaupun secara medic kelainan fisiknya sudah sembuh.
Dalam hal ini, pasien harus diyakinkan bahwa keadaan psikologi ini sering
terjadi dan dia harus berusaha untuk mengatasinya dengan baik karena
keadaan fisiknya sebenarnya sudah sembuh.
Nyeri merupakan salah satu kelainan psikosomatik, dimana pasien
mengekspresikan konflik yang tidak disadarinya sebagai keluhan fisik.
Keluhan dapat sedemikian beratnya sehingga mempengaruhi aktifitas sehariharinya. Pasien dengan nyeri psikosomatik akan mengeluh nyeri pada satu
bagian tubuhnya atau lebih sedemikian beratnya sehingga membutuhkan
perhatian dokter.
d. Bagaimana dampak penyakit yang bertahan selama 3 bulan pada kasus?
Jawab :
Dengan bertahan penyakit selama 3 bulan tanpa mendapatkan terapi yang
adekuat maka proses progresivitas penyakit dapat meningkat seiring
bertambahnya waktu.
2. A steroid dose-pack and 400 mg dose of ibuprofen three times a day relieved all
symptoms for one month month, but was followed by a slow return of joint pain, now
with clearly swelling , and morning stiffness lasting two hours.
a. Bagaimana hubungan konsumsi obat dengan riwayat perjalanan penyakit?
Jawab :
Tidak ada pengobatan tunggal bekerja untuk semua pasien. Banyak orang
dengan rheumatoid arthritis harus mengubah pengobatan setidaknya sekali
dalam seumur hidup. Pasien dengan diagnosis rheumatoid arthritis memulai
pengobatan dengan DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs)
seperti metotreksat, sulfasalazin dan leflunomid. Obat ini tidak hanya
11

meringankan gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit. Seringkali


dokter meresepkan DMARD bersama dengan obat anti-inflamasi atau NSAID
dan/atau kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi pembengkakan, nyeri
dan demam (Arthritis Foundation, 2008).
Kortikosteroid berguna untuk mengontrol gejala sebelum efek terapi DMARD
muncul. Dosis rendah secara terus-menerus dapat diberikan sebagai tambahan
ketika pengobatan dengan DMARD tidak
dapat mengontrol penyakit.
Kortikosteroid dapat disuntikkan ke dalam
sendi dan jaringan lokal untuk mengendalikan peradangan lokal.
Kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan sebagai monoterapi dan
penggunaannya secara kronis sebaiknya dihindari (Schuna, 2008).
NSAID juga dapat diberikan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri pada
RA. NSAID tidak memperlambat terjadinya kerusakan sendi, sehingga tidak
dapat diberikan sebagai terapi tunggal untuk mengobati RA. Seperti
kortikosteroid, NSAID digunakan sebagai terapi penunjang DMARD (Schuna,
2008).
b. Bagaimana interaksi steroid dengan obat NSAID?
Jawab :
Interaksi tipe moderate, yaitu penggunaan bersama obat ini biasanya dihindari
kecuali untuk terapi pada penyakit tertentu yang memiliki manfaat tinggi.
Dapat meningkatkan terjadinya perdarahan saluran cerna (GI tract bleeding)
dan ulkus peptikum. Selain itu juga obat ini dapat mengakibatkan insufisiensi
klirens dari fungsi ginjal.
c. Mengapa obat yang dikonsumsi berpengaruh selama satu bulan pertama saja?
Jawab :
Pemberian NSAID dan steroid dosis rendah berguna untuk mengontrol
gejala dan tanda proses peradangan local, dan digunakan sebagai lini pertama
untuk memperingan gejala. Penyakit ini bersifat kronik hilang timbul. NSAID
mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator
peradangan. Menghambat sintesa prostaglandin. Timbulnya erosi tulang atau
bukti radiologik hilangnya tulang rawan merupakan bukti nyata potensi
dektruktif proses peradangan dan dibutuhkan pengobatan lini kedua (obat anti
rematik: senyawa emas, anti malaria, D-penisilamin, sulfasalazin). Karena
NSAID tidak dapat melindungi sendi dan tulang dari proses dektruktif akibat
AR.
d. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme nyeri sendi yang timbul perlahan,
bengkak, dan kaku sendi di pagi hari?
Jawab :
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta
jaringan penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama
yang tampak pada kasus rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya
12

paparan antigen. Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus
atau protein antigen endogen (Schuna, 2005). Paparan antigen akan memicu
pembentukan antibodi oleh sel B. Pada pasien rheumatoid arthritis ditemukan
antibodi yang dikenal dengan Rheumatoid Factor (RF). Rheumatoid Factor
mengaktifkan
komplemen kemudian memicu kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin
oleh sel mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T
CD4+
. Sitokin yang dilepaskan merupakan sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis seperti TNF-a, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel
T CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang mengalami
inflamasi. Makrofag akan melepaskan prostaglandin dan sitotoksin yang akan
memperparah inflamasi. Protein vasoaktif seperti histamin dan kinin juga
dilepaskan yang menyebabkan edema, eritema, nyeri dan terasa panas. Selain
itu, aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga dapat menstimulasi
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) sehingga terjadi
peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita RA.
Inflamasi kronis yang dialami pasien rheumatoid arthritis menyebabkan
membran sinovial mengalami proliferasi berlebih yang dikenal dengan pannus.
Pannus akan menginvasi kartilago dan permukaan tulang yang
menyebabkan erosi tulang dan akhirnya kerusakan sendi (Schuna, 2005).
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus) menginfeksi sendi
akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada membran sinovial dan
terjadi peradangan yang berlangsung terusmenerus. Peradangan ini akan menyebar ke tulang rawan, kapsul fibroma
sendi, ligamen dan tendon. Kemudian terjadi penimbunan sel darah putih dan
pembentukan pada jaringan parut sehingga membran sinovium menjadi
hipertrofi dan menebal. Terjadinya hipertrofi dan penebalan ini menyebabkan
aliran darah yang masuk ke dalam sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti
ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri
hebat dan deformitas (Schuna, 2005).

13

14

e. Apa makna klinis dari kaku sendi di pagi hari selama 2 jam?
Jawab :
Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari tersebut merupakan petunjuk
bahwa seseorang mungkin memiliki rheumatoid arthritis, karena sedikit
penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis
paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi yang berkepanjangan
(American College of Rheumatology, 2012).
3. In the afternoon , she often felt low grade fever, fatique and less appetite. There is no
back pain. She works halftime in a flower shop, and is having diffuclty cutting flowers
and picking up anything over five pounds.
a. Bagaimana mekanisme demam yang tidak tinggi, kelelahan, dan kurang nafsu
makan?
Jawab :
Demam
Sebagai respon terhadap adanya inflamasi, sel-sel fagositik tertentu (makrofag)
mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang
selain efek-efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus sekarang
mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di
suhu normal tubuh. Jika, sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik
patokan menjadi 102o F (38,9oC), maka hipotalamus mendeteksi bahwa suhu
15

normal pra demam terlalu dingin sehingga bagian otak ini memicu
mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu menjadi
102oF. Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas
segera meningkat dan mendorong vasokontriksi kulit untuk mengurangi
pengeluaran panas. Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan
menyebabkan demam. Namun pada kasus ini, pasien tidak menggigil karena
pirogen endogen yang dikeluarkan hanya sedikit sehingga menyebabkan
pengeluaran prostaglandin juga sedikit maka tidak menyebabkan demam
menggigil (mengalami demam subfebris).
Penurunan nafsu makan
Inflamasi kronis mempunyai resiko untuk terjadi malnutrisi oleh karena
menahan sakit yang menyebabkan nafsu makan menurun. Dengan demikian
jumlah kalori yang didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping
obat-obatan juga mempengaruhi penurunan nafsu makan . Obat-obatan yang
dapat menurunkan nafsu makan antara lain OAINS, klorokuin. Penyebab lain
penurunan nafsu makan adalah adanya peradangan pada temporo mandibula.
Peradangan dapat menyebabkan nafsu makan berkurang serta penurunan berat
badan.
b. Apa makna klinis dari demam yang tidak tinggi, kelelahan, dan kurang nafsu
makan?
Jawab :
Demam dan kurangnya nafsu makan disebabkan oleh adanya interleukin
karena respon inflamasi sendi yang berperan sebagai pirogen endogen yang
mengubah set point suhu di hipothalamus dan menurunkan nafsu makan.
Sedangkan kelelahan, merupakan salah satu gejala sistemik dari rheumatoid
arthritis yaitu fatigue dan gangguan mood (depresi) akibat adanya sitokin
inflamasi yang mempengaruhi sistem neurologis melalui HPA axis.
c. Apa hubungan sulit memotong bunga dan mengangkat barang lebih dari 5
pons terhadap kasus?
Jawab :
Hal tersebut disebabkan oleh kerusakan sendi yang diawali dari proliferasi
makrofag dan fibroblast synovial yang biasanya diawali oleh factor pencetus
berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivascular dan
terjaid proliferasi sel-sel endotel, dan selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuanbekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada
jaringan synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan
panus. Jaringan panus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang,
berbagai macam sitokin, interleukin , proteinase dan factor pertumbuhan
dilepaskan sehingga menyebabkan destruksi sendi dan berbagai komplikasi
sistemik.
d. Apa makna klinis tidak ada nyeri punggung?
Jawab :
16

Tidak ada nyeri punggung berarti belum ada inflamasi RA pada sendi-sendi
tulang belakang. Juga dapat menyingkirkan DD osteoarthritis karena arthritis
yang banyak mengenai punggung adalah osteoarthritis.
4. Physical exam reveals boggy synovitis at the metacarpal phalangeal joints with
tenderness. There is tenderness but no synovitis at the knees and metatarsal
phalangeal joints. Her BMI is in the normal range.
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
Kasus

Normal

Interpretasi

Boggy synovitis di sendi


metacarpal phalangeal
disertai dengan nyeri

Tidak ditemukan sinovitis


dan nyeri pada sendi
metacarpal phalangeal

Abnormal

Nyeri tanpa disertai


sinovitis pada lutut dan
sendi metatarsal
phalangeal

Tidak ditemukan sinovitis


dan nyeri pada lutut dan
sendi metatarsal
phalangeal

Abnormal

Underweight = <18.5
Normal weight = 18.5
24.9
BMI
Normal
Overweight = 2529.9
Obesity = BMI of 30 or
greater
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
Struktur yang terganggu pada kasus ini adalah pada bagian persendian
terutama pada cairan sinovial. Dalam keadaan normal , setiap ujung dari tulang
dilapisi oleh lapisan kartilago yang sangat halus dengan permukaan yang licin.
Lapisan ini memperbolehkan setiap gerakan yang terjadi antara ujung-ujung
tulang tidak terjadi gesekan. Sendi dikelilingi oleh sebuah membran sinovium
yang memproduksi sejumlah kecil cairan yang disebut dengan cairan sinovial.
Cairan ini berfungsi untuk memberi nutrisi pada kartilago dan lubrikasi dari
sendi. Membran sinovium memiliki lapisan terluar yang disebut kapsul yang
bersamaan dengan ligamen mempertahankan sendi dan tulang pada tempatnya.
Tendon (keras, pita fibrosa dan cord) menghubungkan otot dengan tulang.
Perubahan yang terjadi pada sendi di kasus ini adalah terdapat pada
struktur sinovium, dimana terjadi proses inflamasi. Sehingga dapat muncul
tanda-tanda peradangan seperti merah, bengkak, dan nyeri. Kemerahan terjadi
karena peningkatan aliran darah, yang juga akan menyebabkan sendi yang
mengalami inflamasi terasa lebih hangat dibandingkan normal. Fungsi yang
terganggu adalah dalam sistem motorik, dimana seseorang yang mengalami
peradangan pada sendi akan mengalami kesulitan dalam beraktivitas terutama
17

dalam aktivitas yang memerlukan gerakan sendi yang banyak. Hal ini
dikarenakan setiap gerakan yang terjadi akan menimbulkan rasa nyeri nyeri
bergantung pada letak terjadinya peradangan pada sendi.
c. Mengapa synovitis ada di sendi metacarpal phalang tetapi tidak ada di lutut
dan metatarsal phalang?
Jawab :
Frekuensi keterlibatan sendi metacarpophalangeal pada penyakit RA lebih
besar yaitu dengan persentase 85%, sedangkan keterlibatan sendi lutut dan
metatarsophalangeal yaitu tidak sebesar sendi metacarpophalangeal yaitu
masing-masing hanya sebesar 75%. ? (PAPDI)
d. Mengapa ada nyeri tetapi tidak ada bengkak pada sendi lutut dan sendi
metatarsal phalang?
Jawab :
Umumnya nyeri disebabkan oleh sinovitis yang bisa mengenai sendi mana
saja. namun terjadi bengkak atau ditemukannya nodul itu tidak memerlukan
interversi khusus. Biasanya nodul ditemukan di daerah ulna, olecranon, jari
tangan, tendon Achilles atau bursa olecranon. Dan biasanya ditemukan pada
pasien yang memiliki kadar factor rheumatoid yang positif(titernya tinggi).
e. Bagaimana cara pemeriksaan dari synovitis dan nyeri terkait kasus?
Jawab :
Menilai Lengan (ARMS)
Lakukan penekanan pada Orang
normal
tidak
masing-masingsendi dengan merasakan nyeri dengan
jari-jari
tangan,
besar tekanan sebesar itu. Jika
tekanan 4-5 kg/cm2.
terjadi keradangan maka
pasien akan merasa nyeri.
Menilai Tungkai (LEGS)
Sendi lutut(art. Genu)

Rasakan krepitasi pada sendi


lutut.
Periksa adanya efusi, dengan
melakukanpenekanan pada
kedua sisi sendi lutut dengan
tangan kanan,tangan kiri
mendorong cairan dari atas.
Balloon sign positif bila
terasa cairan mengisi celah
sendi
pada jempol dan
telunjuk tangan kanan.

medial condyle of the tibia

18

medial condyle
the tibia
lateralofcondyle

medial condyle of the tibia


lateral condyle

tibial tuberosity

Sendi metatarsophalang I Pada penderita artritis gout,


(MTP I)
biasanya terdapat tandatandakeradangan yang hebat
seperti kemerahan, bengkak
dan nyeri yang hebat.
5. Laboratory evaluation reveled that her rheumatoid factor was positive, anticyclic
citrullinated peptide (CCP) negative, 60 mm/ hour of sedimentation rate and 35
mg/dl of C reactive protein. All other routine laboratory finding were normal. X-rays
of her affected joint show minimal periarticular osteopenia and no erosions.
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab :
1. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya
proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes
ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan (NHMRC, 2009).
2. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada
beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini
terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF jika
dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit (NHMRC, 2009).
3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan
tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat
terhadap perkembangan penyakit yang erosif (NHMRC, 2009).
4. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya
erosi dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan
dengan jenis artritis yang lain, seperti osteoartritis (Shiel, 2011).
peradangan yang ditimbulkan dari penyakit RA ini bersifat sistemik tidak
hanya mempengaruhi sendi tapi juga seluruh tubuh ,zat yang menimbulkan
peradangan (IL-6) ternyata mampu menyebabkan erosi tulang, (IL-6) ini
bersifat menghambat zat pembentukan tulang dan mengaktifkan zat yang
menyebabkan kerusakan tidak hanya di tulang rawan tapi juga tulang di
19

b.

c.

seluruh tubuh sehingga RA ini juga mampu menyebabkan Osteoporosis.


Namun pada kasus belum sampai osteoporosis, yang terjadi adalah osteopenia
periartikular yaitu penurunan massa tulang atau penipisan tulang ringan
disekitar sendi. Osteopenia merupakan awal dari osteoporosis.
Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab :
Rheumatoid factor positif
Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang
bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam
serum, maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini
belum diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi
RF dengan IgG memegang peranan yang penting pada rematik artritis
(rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif.
Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA. Kadar
RF yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan
sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik.
RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma,
dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF
pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit
non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun).
Anti-CCP negative
Ketika hasilnya negatif untuk tes antibodi CCP tetapi memiliki RF positif,
maka tanda-tanda klinis dan gejala lebih penting dalam menentukan apakah
mereka memiliki RA atau beberapa kondisi inflamasi lainnya.
LED 60 mm/dL
Laju endap darah tinggi merupakan indikasi adanya peradangan/infeksi. LED
eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pasien
dengan arthritis rheumatoid nilainya dapat tinggi (100mm/jam) atau lebih
tinggi. Hal ini dapat berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau
aktivitas penyakit.
C reactive protein 35mg/dL
CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama dipengaruhi
oleh Interleukin 6 (IL-6). CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi
dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti IL6,Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting Factor _(TNF-). Laju endap
darah (LED) dan C-Reactive Protein(CRP) menunjukkan adanya proses
inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini
berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan (NHMRC, 2009).
Bagaimana gambaran X-rays terkait kasus?
Jawab :

20

Gambar 1. Erosi dini dan pembengkanan pada PIP

Gambar 7 : (A) tangan kanan dengan PIP sendi bengkak jari keempat dan
kapsul menggembung. (B) Hand scintigraphy scan, menunjukkan peningkatan
penyerapan 99mTc-anti-TNF-a pada jari keempat kanan (PIP) (panah), PIP kiri
jari ketiga dan keempat dan pergelangan tangan. (C dan D) MRI kanan tangan
coronal (C) dan aksial (D) iris menunjukkan sinovitis PIP jari keempat.
(Sumber : Zeman dan Scott, 2012)
6. Aspek Klinis
a. DD
Jawab :

21

b. DK
Jawab :
Artritis reumatoid
c. Definisi
Jawab :
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang
membran sinovium, tulang rawan dan tulang.
d. Algoritme Penegakkan diagnosis
Jawab :
1. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan pasien ?
- Sudah berapa lama ?
- Bagaimana sifat nyerinya ?
- Apakah nyerinya bertambah saat beraktivitas ? Apakah berkurang setelah
beristirahat ?
- Apakah nyerinya disertai kekakuan sendi di pagi hari? dan berapa lama
durasinya?
- Apakah disertai demam ?
- Apakah ada bengkak dan kemerahan ?
- Apakah nyerinya dirasakan terus - menerus atau hilang timbul ?
b. Riwayat penyakit dahulu
- Apakah sebelumnya pernah mengalami trauma ?
- Apakah sebelumnya pernah menjalanin operasi ?
- Apakah sebelumnya pernah memiliki riwayat tumor ?
- Apakah ada riwayat penyakit lain ( misalnya diabetes, gagal ginjal kronik,
hiperparatiroid, dll ) ?
c. Riwayat penyakit keluarga
- Adakah keluarga yang menderita suatu penyakit tertentu misalnya
rheumatoid
arthritis ?
22

2. Pemeriksaan Fisik
- Nodul nodul
- Hiperemis
3. Pemeriksaan Penunjang
- C - reactive protein ( CRP )
Umunya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL, bisa digunakan untuk
monitor perjalanan penyakit.
- Laju endap darah ( LED )
Sering meningkat . 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan
penyakit.
- Hemoglobin / hematokrit
Sedikit menurun, Hb rata - rata 10 g/dL, anemia normokromik, mungkin juga
mikrositik.
- Jumlah lekosit
Mungkin meningkat.
- Jumlah trombosit
Biasanya meningkat.
- Faktor reumatoid (RF)
Hasilnya negatif pada 30%, penderita reumatoid artritis dini.
- Fungsi hati
Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat
- Antinuclear antibody (ANA)
Tidak terlalu bermakna untuk penilaian reumatoid artritis.
- Foto polos sendi
Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi
pada stadium dini penyakit.
- MRI
Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto
polos, tampilan struktur lebih rinci. Gambaran : erosi tulang, edema tulang,
sinovitis.
e. Epidemiologi
Jawab :
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan
tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik.
Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara
0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita,
dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1. Perbandingan ini mencapai
5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan
wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih
23

sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid
yang dibandingkan dengan 600.000 pria.
f. Etiologi
Jawab :
- Autoimun
- Faktor genetik
- Hormon sex
Perempuan dengan hormon estrogennya lebih berpeluang terserang RA
dibandingkan pria. Hormon estrogen sangat penting untuk menjaga kepadatan
tulang. Kekurangan hormon estrogen mengakibatkan lebih banyak
penghancuran tulang dari pada pembentukan tulang. Keadaan ini mempercepat
dan memperberat penyakit RA.
- Faktor infeksi
Infeksi dibagian persendian akibat infeksi bakteri, mikoplasma atau koloni
jamur dan virus bisa menimbulkan sakit yang secara mendadak. Biasanya
disertai juga dengan tanda-tanda peradangan, seperti : panas, nyeri, bengkak,
dan gangguan fungsi. Infeksi dan peradangan merupakan gejala yang khas
sebagai tanda timbulnya RA
g. Faktor Risiko
Jawab :
- Jenis kelamin (perempuan)
- Riwayat keluarga yang menderita RA
- Usia (usia lebih tua)
- Paparan salisilat dan merokok
h. Manifestasi Kinis
Jawab :
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram.

24

5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan


perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di
sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodulanodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodulanodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan
lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organorgan lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan
pembuluh darah dapat rusak.
i. Patogenesis
Jawab :

Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan


komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta
jaringan penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama
yang tampak pada kasus rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya
25

paparan antigen. Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus
atau protein antigen endogen.
Paparan antigen akan memicu pembentukan antibodi oleh sel B. Pada pasien
rheumatoid arthritis ditemukan antibodi yang dikenal dengan Rheumatoid
Factor (RF). Rheumatoid Factor mengaktifkan komplemen kemudian memicu
kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel mononuklear sehingga
dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+. Sitokin yang dilepaskan
merupakan sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya inflamasi pada
rheumatoid arthritis seperti TNF-, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel T CD4+ akan
memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang mengalami inflamasi. Makrofag
akan melepaskan prostaglandin dan sitotoksin yang akan memperparah
inflamasi. Protein vasoaktif seperti histamin dan kinin juga dilepaskan yang
menyebabkan edema, eritema, nyeri dan terasa panas. Selain itu, aktivasi
makrofag, limfosit dan fibroblas juga dapat menstimulasiangiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru) sehingga terjadi peningkatan
vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita RA. Inflamasi kronis
yang dialami pasien rheumatoid arthritis menyebabkan membran sinovial
mengalami proliferasi berlebih yang dikenal dengan pannus. Pannus akan
menginvasi kartilago dan permukaan tulang yang menyebabkan erosi tulang
dan akhirnya kerusakan sendi.
Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus) menginfeksi sendi
akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu pada membran sinovial dan
terjadi peradangan yang berlangsung terusmenerus. Peradangan ini akan
menyebar ke tulang rawan, kapsul fibroma sendi, ligamen dan tendon.
Kemudian terjadi penimbunan sel darah putih dan pembentukan pada jaringan
parut sehingga membran sinoviummenjadi hipertrofi dan menebal. Terjadinya
hipertrofi dan penebalan ini menyebabkan aliran darah yang masuk ke dalam
sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya
nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas.
j. Patofisiologi
Jawab :
Dari penelitian mutakhir (menurut Harris E D 1993 dan Dessureault
1989 ) diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa
imunologis sebagai berikut.
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis
sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya
mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah
diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan
HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk
suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
26

Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan


mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama
antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah
teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon,
tumor necrosis factor (TNF-), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4),
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa
mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan
aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan
akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam
ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem
komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponenkomplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan
permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear
(PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis
membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR
adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi
sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin
dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan
erosi rawan sendi dan tulang Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan
terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga
merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2( PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan
TNF. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen
penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR,
antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur
persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak
terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi
terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor
reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri,
sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun
juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan
terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi
jalur asam arakidonat.
27

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan


kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen
yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan
granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan
berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan
sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai
kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan. ( Daud R, 1996 )
k. Pemeriksaan penunjang
Jawab :
Pemeriksaan cairan synovial
1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang
didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding
terbalik dengan cairan sinovium.
Pemeriksaan darah tepi
1. Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat
splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Feltys Syndrome.
2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
Pemeriksaan kadar sero-imunologi
1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul
subkutan.
2. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
Foto Rontgen, biasanya ditemukan deformitas dan diarsitektur tulang.
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra,
tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis
bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
Protein C-reaktif biasanya positif.
LED meningkat.
Leukosit normal atau meningkat sedikit.
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
Trombosit meningkat.
28

Kadar albumin serum turun dan globulin naik.


l. Tatalaksana, edukasi, pencegahan, follow up
Jawab :
Penderita RA memulai pengobatan mereka dengan DMARDs (Disease
Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan
leflunomid (American College of Rheumatology Subcommittee, 2012).

29

30

Selain itu, penderita RA dapat diberikan terapi lainnya seperti,


31

NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri


dan kekakuan sendi.
Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok
obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit
Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang
yang serius. Penggunaan glukokortikoid kurang dari 10 mg per hari cukup
efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi.
Pemberiannya harus diimbangi dengan pemberian kalsium dan vitamin D.
Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk
pasien dengan penyakit sistemik.
m. Komplikasi
Jawab :
- Anemia
- Kanker
- Komplikasi kardiak
- Pembentukan fistula
- Peningkatan infeksi dan deformitas sendi lainnya
n. Prognosis
Jawab :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor funsional yang
rendah dan status sosial ekonomi.
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien.
Kebanyakan penyakit rheumatoid arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan
kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi
secara menetap.
o. SKDI
Jawab :
Indikasi Merujuk
Sebagai dokter umum kita memiliki SKDI 3A :
Mampu menegakkan diagnosa, pemeriksaan tambahan, dan terapi awal.
Selanjutnya pasien dapat kita rujuk.

D. Learning Issue
32

1. Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal


Ekstremitas Superior :

Gambar 1. Anatomi Ekstremitas Superior


Tulang-tulang pada ekstremitas superior :
Tulang selangka (Clavicula) berhubungan dengan tulang lengan atas (humerus) untuk
membentuk persendian yang menghasilkan gerakan lebih bebas, ujung yang satu
berhubungan dengan tulang dada sedangkan ujung lainnya berhubungan dengan
tulang belikat.
Tulang belikat (Scapula) berukuran besar, bentuk segitiga dan pipih, terletak pada
bagian belakang dari tulang rusuk.
Fungsi utama dari gelang bahu adalah tempat melekatnya sejumlah otot yang
memungkinkan terjadinya gerakan pada sendi.
Humerus / tulang lengan atas. Termasuk kelompok tulang panjang /pipa, ujung
atasnya besar, halus, dan dikelilingi oleh tulang belikat. pada bagian bawah memiliki
dua lekukan merupakan tempat melekatnya tulang radius dan ulna
Radius dan ulna / pengumpil dan hasta. Tulang ulna berukuran lebih besar
dibandingkan radius, dan melekat dengan kuat di humerus. Tulang radius memiliki
kontribusi yang besar untuk gerakan lengan bawah dibandingkan ulna.
Carpal / pergelangan tangan. tersusun atas 8 buah tulang yang saling dihubungkan
oleh ligamen
Metacarpal / telapak tangan. Tersusun atas lima buah tangan. Pada bagian atas
berhubungan dengan tulang pergelangan tangan, sedangkan bagian bawah
berhubungan dengan tulang-tulang jari (palanges)
Phalanges (tulang jari-jari). tersusun atas 14 buah tulang. Setiap jari tersusun atas tiga
buah tulang, kecuali ibu jari yang hanya tersusun atas 2 buah tulang.
Articulatio ekstremitas superior :
Articulatio acromioclavicularis, Articulatio humeri, Articulatio humeroulnaris,
Articulatio radioulnaris proximalis, Articulatio humeoradialis, Articulatio radioulnaris
33

distalis, Articulatio
radiocarpalis, Articulatio
mediocarpalis, Articulatio
carpometacarpalis, Articulatio metacarpophalangeae, Articulatio interphalangeae
manus proximales, dan Articulatio interphalangeae manus distales.
Musculus ekstremitas superior :
Otot dorsal lengan atas
M. Triseps brakii , otot daging berkepala tiga, melapisi punggung lengan.
Kaput longus bersendi dua, serabut yang melintas longitudinal pada olekranon
Kaput lateral bersendi satu, serabut yang terarah ke medial dan distal olekranon
Kaput medial bersendi satu, tertarik miring ke arah distal pada olekranon
M. Ankoneus, otot triangular kecil di sisi distal trisep lengan atas dan pada permukaan
lateral sisi proksimal tulang ulna di siku.
Otot ventral lengan atas
M. Bisep brakii, otot berkepala dua pada bagian depan lengan, membentu tonjolan
besar di atas lengkuk siku.
Kaput longum, tuberositas radii melalui apponerosis bisep brakii
Kaput brevis
M. Korakobrakialis, perpanjangan otot kecil yang membentang dari scapula ke
lengan.
M. Brakialis, otot dalam di bawah bisep lengan yang melapisi separuh ke bawah
lengan bagian depan.
Otot radial lengan bawah
M. Brakioradialis, otot superfisial pada sisi radial (sisi ibu jari) siku dan lengan
bawah.
M. Ekstensor karpi radialis longus, otot terletak di sisi radial ( ibu jari tangan) lengan
bawah, parallel dengan brakioradialis.
M. Ekstensor karpi radialis brevis, lebih pendek di bandingkan, dan di tutupi oleh,
ekstensor pergelangan tangan radialis longus.
Otot-otot dorsal lengan bawah kelompok superfisial
M. Ekstensor digitorum, melitas ke dalam aponeurosis dorsal jari 1 sampai dengan V
M. Ekstensor digiti minimi, aponerosis dorsal lima jari tangan
M. Ekstensor karpi ulnaris, otot panjang bagian belakang lengan bawah sepanjang sisi
tulang ulna (jari kelingking)antara humerus distal dan tangan.
Otot-otot lengan bawah kelompok dalam ulnaris
M. Ekstensor polisis longus, falang terakhir pada ibu jari tangan
M. Ekstensor indisis, aponerosis dorsal jari telunjuk
Otot dorsal lengan bawah kelompok dalam radial
M. Abduktor polisis longus, nervus radialis
M. Ekstensor polisis brevis, lebih pendek di bandingkan, dan di tutupi oleh, ekstensor
pergelangan tangan radialis longus.
M. Palmaris brevis, kulit palmar manus pada sisi ulna
Otot-otot jari
M. abductor digit minim, aponerosis dorsal jari tangan V
Fleksor digit minimi, falang proksimal jari tangan ke V
34

M. Abduktor polisis brevis, falang proksimal ibu jari, bagian radial tulang sesamoid
M. Fleksor polisis brevis, os sesamoid bagian radial, falang proksimalis ibu jari
M. Adduktor polisis, os sesamoid bagian ulnar, falang proksimalis ibu jari
Interossei dorsalis, aponerosis dorsal jari tangan II-V
M. Interosei Palmaris, aponerosis dorsal jari tangan II-V

Arteri pada ekstremitas superior :


A. axillaris, A. brachialis, A. profunda brachii, A. radialis, A. ulnaris, A. princeps
pollicis, A. radialis indicis, Aa. digitales palmares propriae.
Nervus-nervus ekstremitas superior :
N. cutaneus brachii medialis, N. cutaneus antebrachii medialis, N. medianus, N.
axillaris, N. musculocutaneus, N. radialis, N. ulnaris, N. cutaneus antebrachii
posterior, Nn. digitales palmares communes, Nn. digitales palmares proprii.
Ekstremitas Inferior :

Gambar 2. Anatomi Ekstremitas Inferior


Tulang-tulang pada ekstremitas inferior :
Pelvis
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih.
Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan
ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra
sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian
inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest).
Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis.
Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis disebut
acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.
Femur
35

Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis
dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal
terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan
oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan
condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di
bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar.
Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana
keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga
facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki
tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan
tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian
distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulangtulang tarsal.
Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia di
proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus,
talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan sebagai tulang
penyanggah berdiri.
Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan
dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2
tulang sesamoid.
Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3
phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki,
menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.

Musculus-musculus ekstremitas inferior :


M. Gluteus maksimus, M. Gluteus medius, M. Piriformis, M. Obturatorius internus,
M. Gemelus superior dan inferior, M. Quadratus femoris, M. Sartorius, M. Rektus
femoris, M. Vastus, M. Artikularis genu, M. pektineus, M. adduktor longus, M.
adduktor brevi, M. adduktor magnus, M. adduktor minus, M. grasilis, M. biseps
femoris, M. semi tendinosus, M. semi membranosus, M. Tibialis anterior,
M.Ekstensor halusis longus, M. Ekstensor digitorum longus, M. Trisep surae, M.
Plantaris, M. Popliteus, M. Tibiallis posterior, M. Fleksor digitorum longus, M.
Fleksor lalius longus, M. Ekstensor halusis brevis, M. Interosei dorsalis I-IV, M.
Interosei plantaris I-III, M. Abduktor halusis, M. Abduktor digiti minimi, Fleksor
digitorum brevis.
Articulatio ekstremitas inferior :
36

Articulatio sacroiliaca, Articulatio coxae, Articulatio genus, Articulatio femorotibialis,


Articulatio femoropatellaris, Articulatio tibiofibularis, Articulatio talocruralis,
Articulatio
calcaneocuboidea,
Articulatio
subtalaris,
Articulatio
talocalcaneonavicularis, Articulatio cuneocuboidea, Articulationes intercuneiformes,
Articulatio tarsometatarsalis, Articulationes metatarsophalangeae, dan Articulationes
interphalangeae pedis.
Arteri pada ekstremitas inferior :
A. femoralis, A. obturatoria, A. profunda femoris, A. poplitea, Aa. surales, A. media
genus, A. fibularis, A. tibialis posterior, A.tibialis anterior, A. malleolaris anterior
lateralis, A. dorsalis pedis, Aa. metatarsales dorsales.
Nervus-nervus ekstremitas inferior :
N. femoralis, N. obturatorius, N. saphenus, N. fibularis comunis, N. tibialis, N.
cutaneus surae medialis, N. suralis, N. digitales dorsales pedis, N. plantaris medialis,
N. plantaris lateralis, N. cutaneus dorsalis lateralis. (Paulsen, 2012)
2. Artritis Reumatoid
Definisi
Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik terutama
mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian
besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, dan apabila tidak
diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang
progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Kelainan ini juga
dihubungkan dengan adanya manifestasi ekstra-artikular dan autoantibodi terhadap
immunoglobulin dalam sirkulasi, dikenal sebagai faktor reumatoid. Ekstra-artikular
keterlibatan organ seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata bisa menjadi signifikan.
Faktor genetik, hormon seks, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat
dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini, hingga etiologi artritis reumatoid yang
sebenarnya belum dapat diketahui pasti. Diagnosis dari artritis reumatoid berdasarkan
gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologik. Prinsip terapi
dari artritis reumatoid meliputi pengobatan simtomatik, modifikasi penyakit yang
mendasari, terapi ajuvan dengan kortikosteroid. Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan
artritis reumatoid pada setiap pasien tidak dapat diprediksi.
Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun faktor genetik seperti
produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR4) dan faktor infeksi telah
lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Epidemiologi
Di seluruh dunia, kejadian AR pertahun adalah sekitar 3 kasus per 10.000 penduduk,
dan tingkat prevalensi sekitar 1% dari populasi. AR mempengaruhi semua populasi dari
37

semua ras, meskipun penyakit ini jauh lebih umum di beberapa kelompok (misalnya, 5-6%
dalam beberapa kelompok penduduk asli Amerika) dan kurang dikelompok
tertentu (misalnya, orang hitam dari kawasan Karibia). Apabila seseorang menderita penyakit
artritis rematoid maka kemungkinan besar anak atau keturunannya akan terkena
juga. Penyakit artritis reumatoid 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. Insidens puncak adalah antara usia 40-60 tahun.
Patofisiologi
Patogenesis AR dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada
membrane synovial. Pada membran sinovial tersebut, antigen tersebut akan diproses oleh
APC yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel synoviocyte A, sel dendritik atau makrofag
dan semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membrane selnya. AR memiliki
komponen genetik yang signifikan, dan berbagi epitop dari cluster HLA-DR4/DR1 sampai
dengan 90% dari pasien dengan RA, meskipun juga muncul lebih dari 40% dari kontrol.
Hiperplasia sel sinovial dan aktivasi sel endotel adalah kejadian pada awal proses patologis
yang berkembang menjadi peradangan yang tidak terkontrol dan mengakibatkan kerusakan
pada kartilago dantulang. Faktor genetik dan kelainan sistem kekebalan turut berkontribusi
terhadap propagasi penyakit.
CD4 T sel, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan neutrofil berperan penting
dalam patofisiologi AR, sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi. Produksi abnormal
sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya, tumor necrosis faktor alpha [TNFalpha], interleukin (IL)1, IL-6, transforming growth faktor beta, IL-8, fibroblast growth
faktor, platelet-derived growth faktor) telah ditunjukkan pada pasien dengan AR. Fagositosis
kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal
oksigen
bebas,
leukotrien,
prostaglandin
dan
protease
neutral (collagenase danstromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.
Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang
terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa
imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan
menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus.
Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop
fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan
dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan
berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast
cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat
pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen
yang paling destruktif dalam patogenesis AR.
38

Peradangan dan proliferasi sinovium (yaitu, pannus suatu jaringan granulasi inflamasi
yang menebal dan merupakan lesi patologis yang khas pada AR serta menghasilkan protease
dan kolagenase) menimbulkan kerusakan dari berbagai jaringan, termasuk kartilago, tulang,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Destruksi kartilago menyebabkan subluksasi,
kerusakan mekanis dan akhirnya menyebabkan ketidakstabilan sendi yang menyebabkan
artropati destruktif AR yang khas baik secara klinis maupun radiologis. Meskipun struktur
artikular adalah situs utama yang terlibat oleh AR, tetapi jaringan lain juga terpengaruh.
Gejala
Tanda dan gejala rheumatoid arthritis meliputi:
Nyeri bilateral kanan dan kiri
Pembengkakan bilateral kanan dan kiri
Terdapat benjolan dari jaringan di bawah kulit pada lengan Anda (nodul reumatoid)
Kelelahan
Kaku pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 30 menit
Demam
Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
Kriteria
1. Kaku pagi hari
2. Artritis pada 3 daerah

3.Artritis
pada persendian
tangan
4. Artritis simetris

Definisi
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,
sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih
efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya
3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang
dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang
memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku
pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian
tangan seperti yang tertera diatas.

Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada


kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau
MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat
simetris.
5. Nodul rheumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh
seorang dokter.
6.Faktor
rheumatoid Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang
serum
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang
dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
7. Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi
arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan
posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
39

berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan


dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak
memenuhi persyaratan).
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia
sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus
terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan.
Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible
tidak perlu dibuat.
*
PIP
: Proximal
Interphalangeal,
MTP: Metatarsophalangeal.

MCP

: Metacarpophalangeal,

Tanda dan gejala muncul pada sendi yang lebih kecil pertama.
Rheumatoid arthritis biasanya menyebabkan masalah dalam beberapa sendi pada saat yang
sama. Awalnya rheumatoid arthritis cenderung mempengaruhi sendi yang lebih kecil seperti,
sendi pergelangan tanga dan tangan, pergelangan kaki dan kaki. Sebagai penyakit yang
kronis, menyerang bahu, siku, lutut, pinggul, rahang dan leher juga bisa terlibat.
Manifestasi Klinis
1. Awitan (onset)
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15%
dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai
beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis
poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala
muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti oleh
kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa
penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan
demam ringan.
2. Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak
sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi
saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba hangat)
mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan
perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.
Penyebab arthritis pada AR adalah synovial yaitu adanya inflamasi pada membrane
synovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian
besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris,
meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi
peermukaan sendi sehingga terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang
(destruksi sendi disertai kolaps dan pertummbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi di
beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan
40

hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan netakarpofalangeal.
Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.
3. Manifestasi Ekstaartikular
Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan
penyakit sistemik sehingga banyak juga mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasi
ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer factor
rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling
sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intrvensi khusus. Nodul rheumatoid
umumnya ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa
olekranon. Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada pendrita AR dengan factor rheumatoid
positif dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion, tendon xanthoma atau
nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD. Manifestasi paru juga bisa
didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa
manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering
memerlukan terapi spesifik.
4. Deformitas
Kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat
terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas
boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai
pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi matatersal. Sendi sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan
mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
Nodul nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertigao
rang dewasa penderita Artritis reumato id. Lokasi yang paling sering dari doformitas ini
adalah bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstenso r dari lengan,
walaupun demikian nodul nodul ini dapat juga timbul pada tempat tempat lainnya.
Adanya nodul nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih
barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat
menyerang organ organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru -paru (pleuritis),
mata, dan pembuluh darah dapat rusak
Manifestasi Ekstraartikuler dari Arthritis Rheumatoid
Organ
Manifestasi
Kulit
Nodula subkutan
Vaskulitis, menyebabkan bercak bercak coklat.
Lesi lesi skimotik.
Jantung
Perikarditis
Temponade pericardium (jarang)
Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung
Paru paru
Pleuritis dengan atau tanpa efusi
Peradangan pada paru paru
Mata
Skleritis
System saraf
Neuropati perifer
41

Sistemik

Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom carpal tunner,


neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan abnormalitas
vertebra servikal.
Anemia (sering)
Osteoporosis generalisata
Sindrom felty
Sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika)
Amiloidosis (jarang).

Diagnosis banding
Artritis reumatoid harus dapat dibedakan dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan
poliartritis yaitu :
Ankilosing spondilitis.
Penyakit Reiter
Artritis gout.
Demam reumatik
Osteoartritis.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Tidak ada tes diagnostic tunggal yang definitif untuk konfirmasi diagnosis AR. The
American collage of rheumatology subcommittee on rheumatoid arthritis (ACRSRA)
merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasr untuk evaluasi antara lain : daerah
perifeer lengkap, factor rheumatoid (RF), laju cepat darah. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal
juga direkomendasikan karena akan membantu dalam pemilihan terapi. Bila hasil
pemeriksaan RF dan anti-CCP negative, dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk
membedakan penderita AR yang mempunyai risiko tinggi mengalami prognosis buruk.
Selain itu pemeriksaan pencitraa, yaitu foto polos dan MRI juga dapat dilakukan. Foto polos
bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan sendi secara
longitudinal,dan bila diperlukan terapi pembedahan. Sedangkan MRI mampu mendeteksi
adanya erosi lebih awal dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi konvensional dan
mampu menampilkan struktur sendi secara rinci.
Penatalaksanaan
Modalitas terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologi dan farmakologi.
Tujuan terapi pada penderita AR adalah:
a. Mengurangi nyeri
b. Mempertahankan status fungsional
c. Mengurangi inflamasi
d. Mengendalikan keterlibatan sistemik
e. Proteksi sendi dan struktur ektraartikular
f. Mengendalikan progresivitas penyakit
g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi
1.

Farmakologi
a. Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)
NSAID, salisilat, atau siklooksigenase-2 inhibitor yang digunakan untuk
pengobatan awal arthritis reumatoid untuk mengurangi nyeri sendi dan
42

pembengkakan. Namun, karena tidak mengubah perjalanan penyakit, maka tidak


boleh digunakan secara tunggal. Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko
dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius dari penggunaan NSAID
dibandingkan pasien dengan osteoarthritis, dan mereka harus diperhatikan dengan
seksama untuk efek samping gastrointestinal. (Rindfleisch dan Muller, 2005)
b. Glukokorticoid
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10 mg per hari
cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat keruksakan sendi.
Dosis steroid harus diberikan dengan dosis minimal karena resiko tinggi mengalami
efek samping seperti osteoporosis , katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan kadar
gula darah. The American College of Rheumatology ( ACR ) guidelines
merekomendasikan bahwa pasien yang diobati dengan glukokortikoid harus disertai
dengan pemberian 1.500 mg kalsium dan 400-800 IU vitamin D per hari.
Bila artritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas maka
injeksi glukokortikoid aman dan efektif , namun efek bersifat sementara .Infectious
arthritis harus disingkirkan sebelum injeksi. Gejala mungkin akan kambuh dengan
penghentian steroid , terutama ketika dosis tinggi digunakan penggunaan. Sehingga
kebanyakan Rheumatologist menghentikan steroid secara perlahan dalam satu bulan
atau lebih untuk menghindari rebound effect. Steroid sering digunakan sebagai
brigdging therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari
DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relatif
cepat. (Rindfleisch dan Muller, 2005)
c. DMARD
Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk semua penderita AR.
Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit,
pengalaman dokter dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum
digunakan adalah methotrexate (MTX), hidroksiklorokuin, sulfasalazin, leflunomide,
infliximab dan etanercept. Sulfasalazin atau hidroksiklorokuin sering digunakan
sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat MTX atau kombinasi terapi
mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukan bahwa
kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuan
pasangan usia subur harus menggunakan alat kontrasepsi yang adekuat bila sedang
dalam terapi MNARD karena DMARD membahayakan fetus.
Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular
yang diperlukan untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi.
Leflunomide memperlambat perburukan kerusakan sendi yang diukur secara
radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru pada 80% penderita dalam
periode 2 tahun. Antagonis tumor necrosis factor (TNF) menurunkan konsentrasi
TNF-, yang konsentrasinya ditemukan meningkat pada cairan sendi penderita AR.
Etanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion protein, dmn efek jangka
panjangnya sebanding dengan MTX, tetapi lebih cepat dalam memperbaiki gejala,
sering dalam 2 minggu terapi. Antagonis TNF yang lain adalah infliximab, yang
merupakan chimeric IgGI anti-TNF- antibody. Penderia AR dengan respon buruk
terhadap MTX, mempunyai respon yang lebih baik dengan pemberian infliximab
43

dibandingkan plasebo. Adalimumab merupakan rekombinan human IgG1 antibody,


yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan MTX. Pemberian antagonis
TNF berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya infeksi khususnya reaktivasi
tuberkulosis.
Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor interleukin-1. Beberapa uji
klinis tersamar ganda mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan
dengan plasebo, baik diberikan secara tunggal maupun dikombinasi dengan MTX.
Efek sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan
resikoinfeksi dan leukopenia. Rituximab merupakan antibodi terhadap reseptor
interleukin-6 juga sedang dalam evaluasi.
2. Non Farmakologi
Beberapa terapi non farmakologi telah dicoba pada penderita AR. Terapi
puasa, suplementasi asam lemak essensial, terapi spa dan latihan, menunjukan
hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak (cod liver oil) bisa digunakan
sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan
pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat
jangka pendek. Penggunaan terapi herbal, acupunture dan splinting belum
didapatkan bukti yang meyakinkan.
3. Pembedahan
Pembedahan harus dipertimbangkan bila :
1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif
2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
3. Ada ruptur tendon
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita artritis reumatoid
dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplasti dan penggantian total
sendi dapat dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang paling sukses adalah
operasi pada pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah
mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas.
o Artroplasti (penggantian sendi): Penggantian sendi dengan cara membuang
sebagian atau seluruh sendi yang rusak dan diganti dengan komponen sintesis.
o Arthrodesis: Arthrodesis adalah prosedur dengan cara membuang sendi dan
menyatukan dua tulang menjadi satu kesatuan yang immobil, sering
menggunakan cangkok tulang dari pelvis pasien. Meskipun prosedur ini
menyebabkan keterbatasan gerakan, hal ini berguna untuk meningkatkan
stabilitas dan meredakan nyeri di sendi yang terkena. Sendi yang sering
disatukan adalah pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sendi di jarijari atau ibu jari.
o Sinovektomi: pengangkatan jaringan sinovial yang terinflamasi untuk
mencegah destruksi tulang rawan dan tulang.
o Osteotomy: pengangkatan tulang. ini mungkin menjadi pilihan jika deformitas
tulang berdekatan dengan sendi menjadi masalah.
o Eksisi: meliputi pengangkatan semua atau bagian dari jaringan atau organ
yang sakit. (Australian Institute of Health and Welfare, 2009)
Prognosis
44

Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang
bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya
akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis
reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh
beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan
menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas
fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Ny. Ani, 43 Tahun

E.

Menderita
Rheumatoid
Arthritis Konsep
Kerangka

Proses autoimun
di daerah sendi

Respon Inflamasi

Kecenderungan
Immobilisasi Persendian

Aktivasi Limfokin dan


Mediator Inflamasi

Penumpukan Asam
Hyaluroniglikan

Morning Stiffness

Proliferasi &
Aktivasi Sel T

LED & CRP


Meningkat

Aktivasi
Fagosit

Proliferasi &
Aktivasi Sel B

Terbentuk
Antibodi

Antigen

Rheumatoid Factor
Meningkat

Kompleks Imun yang


mengendap di sel target

Manifestasi Ekstraartikular
Rheumatoid Arthritis

Pelepasan Mediator Sel


Radang (Sitokin)

Pengaturan Hipotalamus
Pituitaric Axis (HPA)
Terganggu

Demam
Subfebris

45

Anoreksia

Kelelahan

F. Sintesis
Ibu Ani adalah wanita berusia 43 tahun yang memiliki keluhan nyeri pada sendi-sendi
kecil dan memiliki hasil rheumatoid factor positif didiagnosis menderita penyakit
rheumatoid arthritis. Ibu Ani memiliki resiko menderita RA karena RA lebih sering
terjadi pada wanita berusia diatas 40 tahun dibandingkan laki-laki yaitu sekitar 3: 1.
Penyebab dari RA masih belum diketahui pasti. Beberapa penelitian menyampaikan
RA disebabkan oleh pengaruh Gen dan pengaruh hormonal yang dimiliki seseorang.
Gen HLA-DR bisa menjadi pencetus terjadinya autoantigen di dalam tubuh penderita
yang dapat menyebabkan inflamasi pada daerah-daerah sendi. Sendi-sendi yang
mengalami inflamasi akan menghasilkan sitokin-sitokin yang dapat membuat
terjadinya erosi pada tulang keras dan tulang rawan oleh karena aktivitas osteoklas,
dapat menyebakan terjadinya pertumbuhan fibroblast pada membran synovium yang
membentuk panus, dapat menyebabkan neovaskularisasi, vasokonstriksi dan
vasodilatasi pada daerah-daerah tertentu pembuluh darah sendi yang membuat
semakian banyaknya sel darah putih yang keluar dari pembuluh darah sehingga
menyebabkan bengkak serta meningkatkan aktivitas inflamasi. Inflamasi pada
membran sinovium ini terbukti pada pemeriksaan fisik. Semua aktivitas inflamasi
tersebut akan menyebabkan gejala intraartikular dan gejala ekstraartrikular pada RA.
Gejala-gejala intraartikular yang terjadi pada ibu Ani adalah nyeri dan bengkak pada
sendi-sendi kecil, terasa kaku di pagi hari yang berlansung sampai 2 jam. Gejala
ekstrartikular yang dialami ibu ani adalah demam dengan derajat rendah, merasa lelah
dan penurunan nafsu makan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
terdapatnya rheumatoid factor, peningkatan laju endap darah menjadi 60 mm/ jam,
peningkatan jumlah c reactive protein menjadi 35 mg/dl, serta ditemukannya
gambaran osteopenia minimal di sekitar sendi pada gambaran X-ray.
46

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ny. Ani 43 tahun, mengeluh nyeri sendi kecil sejak 3 bulan yang lalu, menderita
artritis reumatoid karena reaksi autoimun.
DAFTAR PUSTAKA
Daud, R. Artritis Reumatoid. Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.Simadibrata, M.
Setiati, S.Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006:p. 1184-91.
Gossman M, Sahrmann S, Rose S. Review of length associated changes in muscle. Physical
Therapy 62:1799-1808, 1982.
Gifford L. Fluid movement may partially account for the behaviour of symptoms associated
with nociception in disc injury and disease. Shacklock MO. Moving in on Pain.
Australia, Butterworth-Heinemann, 1995.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
kedokteran Indonesia
Lipsky, P.E. Rheumatoid Arthritis. In: Braunwald. Fauci. Hauser. Eds.Harrisons Principals
of Internal Medicine. 17th Ed. USA: McGraw-Hill. 2008:p. 2083-92.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Penyakit Dalam. Jakarta: RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Hlm
1385-1390. Jakarta: EGC
Robbins L.S., Kumar V . 1995. Buku Ajar Patofisiologi II Edisi 4. EGC. pp: 464-6.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Hlm 450-454. Jakarta: EGC
Snell,Richard S . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta
47

Sudoyo. Aru W., Setiyohadi. Bambang. 2009. Buku Ajar Ilnu Penyakit Dalam. Hlm 23532510. Jakarta: Interna Publishing

48

Anda mungkin juga menyukai