1. Mrs. Ani , 43 years old woman presents with a history of a insidious onset of joint
pain since three month ago. Affected are all small joints of the hands, wrists, knees,
and forefeet.
a. Mengapa yang terkena hanya sendi-sendi kecil (makna klinis)?
Rheumatoid arthritis biasanya terjadi di beberapa sendi dan mempengaruhi
kedua sisi tubuh, oleh karena itu, disebut sebagai polyarthritis simetris. Sendi
yang terlibat pada RA sebagian besar merupakan sendi-sendi kecil, misalnya
yang paling banyak ditemukan adalah pada sendi metakarpofalangeal,
metatarsofalangeal, dan interfalanges proksimal. Makin besar pannus maka
tonjolan pada sendi-sendi tersebut makin terlihat nyata dan akan terjadi deviasi
ulnar (jari dan pergelangan tangan bengkok ke arah ulna). Rheumatoid
arthritis bahkan dapat mempengaruhi sendi yang bertanggung jawab untuk
pengetatan pita suara untuk mengubah nada suara yaitu sendi cricoarytenoid.
Ketika sendi ini meradang, hal ini dapat menyebabkan suara serak.
2. A steroid dose-pack and 400 mg dose of ibuprofen three times a day relieved all
symptoms for one month month, but was followed by a slow return of joint pain, now
with clearly swelling , and morning stiffness lasting two hours.
a. Bagaimana hubungan konsumsi obat dengan riwayat perjalanan
penyakit?
Pada kasus, Mrs. Ani hanya mengkonsumsi obat steroid dan ibuprofen.
Kortikosteroid dan NSAID dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan
dan nyeri pada RA. Kortikosteroid dan NSAID tidak memperlambat
terjadinya kerusakan sendi, sehingga tidak dapat diberikan sebagai terapi
tunggal untuk mengobati RA. Kortikosteroid dan NSAID digunakan sebagai
terapi penunjang DMARD. Sedangkan, DMARD dapat digunakan untuk
memperlambat reaksi autoimun sehingga dapat meringankan gejala dan
memperbaiki kondisi secara keseluruhan. Pengobatan dengan DMARD
sebaiknya dimulai selama 3 bulan pertama sejak diagnosis rheumatoid arthritis
ditegakkan. Kombinasi dengan NSAID dan/atau kortikosteroid dapat
diberikan untuk mengurangi gejala. Pengobatan dengan DMARD sejak dini
dapat mengurangi mortalitas. NSAID juga dapat diberikan untuk mengurangi
pembengkakan dan nyeri pada RA.
b. Mengapa obat yang dikonsumsi berpengaruh selama satu bulan pertama
saja?
Karena pengunaan obat steroid dan ibuprofen tanpa kombinasi DMARD tidak
dapat memperlambat reaksi autoimun sehingga tidak memperbaiki kondisi
secara keseluruhan. Pemberian steroid memang efektif namun efeknya hanya
bersifat sementara, sehingga apabila pemberian steroid dihentikan maka gejala
bisa muncul kembali. Sedangkan, pada skenario belum diberikan DMARD
sehingga gejala-gejala rheumatoid artritis masih bermunculan, karena
DMARD berperan dalam menghambat perkembangan penyakit rheumatoid
artritis.
3. In the afternoon , she often felt low grade fever, fatique and less appetite. There is no
back pain. She works halftime in a flower shop, and is having diffuclty cutting
flowers and picking up anything over five pounds.
a. Bagaimana mekanisme demam yang tidak tinggi, kelelahan, dan kurang
nafsu makan?
Depresi dan kelelahan adalah salah satu gejala sistemik penderita RA. Hal
tersebut berkaitan dengan keberadaan TNF-, IL-1, dan IL-6. Ketiga sitokin
itu menyebabkan disregulasi hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA axis)
sehingga muncullah gejala depresi (kurang napsu makan) dan kelelahan.
Peradangan pada membran sinovial, mediator inflamasi Interleukin-1 dan
interleukin-1 memicu demam.
4.
5.
6.
7.
4. Physical exam reveals boggy synovitis at the metacarpal phalangeal joints with
tenderness. There is tenderness but no synovitis at the knees and metatarsal
phalangeal joints. Her BMI is in the normal range.
a. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana cara pemeriksaan dari synovitis dan nyeri terkait kasus?
Menilai Lengan (ARMS)
Lakukan penekanan pada
masing-masing sendi dengan
jari-jari tangan, besar tekanan
4-5 kg/cm2.
Orang
normal
tidak
merasakan nyeri dengan
tekanan sebesar itu. Jika
terjadi keradangan
maka
pasien akan merasa nyeri.
lateral condyle
tibial tuberosity
Sendi metatarsophalang
(MTP I)
lateral condyle
5. Laboratory evaluation reveled that her rheumatoid factor was positive, anticyclic
citrullinated peptide (CCP) negative, 60 mm/ hour of sedimentation rate and 35 mg/dl
of C reactive protein. All other routine laboratory finding were normal. X-rays of her
affected joint show minimal periarticular osteopenia and no erosions.
a. Bagaimana gambaran X-rays terkait kasus?
6. Aspek Klinis
a. DK
Rheumatoid arthritis
b. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon et al., 2002). Menurut
American College of Rheumatology (2012), rheumatoid arthritis adalah
penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
pembengkakan serta keterbatasan gerak dan fungsi banyak sendi.
c. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi
seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut Smith dan Haynes (2002),
ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita
rheumatoid arthritis yaitu :
1). Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya
rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh
persen orang kulit putih yang menderita rheumatoid arthritis
mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di
permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5
kali lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.
2). Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada
laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena
pengaruh dari hormon namun data ini masih dalam penelitian. Wanita
memiliki hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset
rheumatoid arthritis terjadi pada orang- orang usia sekitar 50 tahun.
3). Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah
terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu
rheumatoid arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia
burgdorferi.
4). Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid
arthritis seperti merokok.
Ada beberapa teori penyebab rheumatoid arthritis antara lain infeksi
streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus, endokrin,
autoimun, metabolik dan faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. Pada
saat ini, rheumatoid arthritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup
difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita (Alamanos dan Drosos, 2005; Rindfleisch dan Muller, 2005).
d. Manifestasi Kinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung
pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,
penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak
aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan
pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala
penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika
penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux &
Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi
dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari.
Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi
dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri,
pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran
klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah,
lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif
mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang
belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral
dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari
g. Pemeriksaan penunjang
1). Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan
adanya proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah
untuk RA. Tes ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan
responnya terhadap pengobatan (NHMRC, 2009).
2). Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu).
Pada beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu).
RhF ini terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF
jika dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan
tingkat keparahan penyakit (NHMRC, 2009).
3). Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip
dengan tes RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi
dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit
yang erosif (NHMRC, 2009).
4). Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai inflamasi dan anemia yang berguna sebagai
indikator prognosis pasien (NHMRC, 2009).
5). Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid
arthritis ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan
jumlahnya yang meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil
dari sendi (lutut), untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda
peradangannya (Shiel, 2011).
6). X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi
adanya erosi dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk
membedakan dengan jenis artritis yang lain, seperti osteoartritis (Shiel,
2011).
7). MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan
X-Ray (Shiel, 2011).
8). USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan
abnormal di jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011).
9). Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi
pada tulang (Shiel, 2011).
10). Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang
mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Shiel, 2011).
11). Tes Antinuklear Antibodi (ANA) (Shiel, 2011).
h. Tatalaksana, edukasi, pencegahan, follow up
1). Tujuan terapi rheumatoid arthritis
Pengobatan penderita rheumatoid arthritis bertujuan untuk :
atrofi otot. Pasien hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam diri
terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien duduk lama,
pasien mungkin dapat beristirahat sejenak setiap jam, berjalan-jalan sambil
meregangkan dan melenturkan sendi (Schuna, 2008).
(3). Pengurangan berat badan
Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada
sendi dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal juga
dapat mencegah kondisi medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan
diabetes. Pasien hendaknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi,
dengan memperbanyak buah dan sayuran, protein tanpa lemak dan produk
susu rendah lemak. Berhenti merokok akan mengurangi risiko komplikasi
rheumatoid arthritis (Shiel, 2011).
(4). Pembedahan
Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat kerusakan
sendi, tindakan pembedahan mungkin dapat dipertimbangkan untuk
memperbaiki sendi yang rusak. Pembedahan dapat membantu
mengembalikan kemampuan penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit dan
mengurangi kecacatan. Pembedahan yang dilakukan antara lain sebagai
berikut (Harms, 2009):
(a). Artoplasti (penggantian total sendi). Bagian sendi yang rusak akan
diganti dengan prostesis yang terbuat dari logam dan plastik.
(b). Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi dapat menyebabkan
tendon di sekitar sendi menjadi longgar atau pecah. Untuk itu, perlu
dilakukan perbaikan tendon di sekitar sendi.
(c). Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi). Lapisan sendi yang
meradang dan menyebabkan nyeri dapat dihilangkan.
(d). Artrodesis (fusi sendi). Fusi sendi mungkin direkomendasikan untuk
menstabilkan atau menyetel kembali sendi dan dapat mengurangi nyeri
ketika penggantian sendi tidak menjadi suatu pilihan.
Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi dan nyeri,
sehingga sebelum dilakukan tindakan, harus diperhitungkan dulu manfaat
dan risikonya.
b). Terapi farmakologi
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA, yaitu obat
fast acting (lini pertama) dan obat slow acting (lini kedua). Obat- obat fast
acting digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan, seperti aspirin
dan kortikosteroid sedangkan obat-obat slow acting adalah obat antirematik
yang dapat memodifikasi penyakit (DMARD), seperti garam emas,
metotreksat dan hidroksiklorokuin yang digunakan untuk remisi penyakit
dan mencegah kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek
anti-inflamasi.