TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue
terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.4
3.2 Epidemiologi
Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tapi konfirmasi virology baru pada tahun 1970. Pada saat ini infeksi
virus dengue sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975
penyakit ini sudah berjangkit di pedesaan. Pada tahun 2007 dilaporkan 150.000
kasus dengue fever terjadi di indonesia diantaranya 25.000 kasus terjadi di jakarta
dan jawa barat. Pada tahun 2008 kasus DHF dapat ditemukan di seluruh propinsi
di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DHF.
Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kab./Kota.
Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan sejak tahun
2004 kasus meningkat sangat tajam.2,3
3.3 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses)
yang dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, genus flavivirus yang berukuran
50 nmini memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid
dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Genome
(rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan
terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C),
membrane-associated protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein
non struktural (NS).5 Virus dengue memiliki 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Di indonesia DEN-3 merupakan serotype yang paling
terbanyak. dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
12
13
14
sebenarnya
tentang
patofisiologi,
hemodinamika,
dan
15
klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih
menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential
infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang
setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan
virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis
lain yaitu The Immunological Enhancement Hypothesis mennyatakan antibodi
yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat
peningkatan
replikasi
virus
dalam
monosit,
yaitu enhancing
16
dinding
embuluh
darah,
menurunnya
volume
plasma,
Gejala Klinis
Nyeri Kepala
Muntah
Mual
Demam Berdarah
Dengue (DBD
+
++
+
17
++
++
++
+
+
++
+
0
0
+
++++
0
++
+
++
0
Nyeri Otot
Ruam Kulit
Diare
Batuk
Pilek
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
Obstipasi
Uji torniquet positif
Petekie
Perdarahan saluran cerna
Hepatomegali
Nyeri perut
Trombositopenia
Syok
+
+
+
+
+
+
+
++
+
++
+++
+
+++
+++
++++
+++
18
b. Fase kritis
Pada fase kritis yang terjadi pada hari 3 7 ditandai dengan penurunan suhu
tubuh menjadi 37,5 38oC disertai kenaikan permeabilitas kapiler, peningkatan
hematokrit & timbulnya kebocoran plasma (plasma leakage). Kebocoran
plasma sering didahului oleh terjadinya leukopeni progresif & penurunan
jumlah trombosit. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura dan asites dapat
dideteksi pada fase ini. Pada fase kritis ini, pasien dapat mengalami dengue
syok syndrome.8
c. Fase pemulihan
Fase pemulihan akan terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Proses tersebut
membuat keadaan umum penderita semakin membaik, ditandai dengan nafsu
makan yang pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik. Pada
fase ini peningkatan jumlah leukosit terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan
peningkatan jumlah trombosit.8
3.7 Diagnosis
Berdasarkan WHO 1975 diagnosis DBD ditegakkan jika terdapat demam
tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari ditambah 1 kriteria klinis dan 1
kriteria laboratorium yaitu:8
1. Klinis
Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:
a. Manifestasi perdarahan, minimal uji bendung (Tourniquet Test) positif dan
salah satu bentuk perdarahan lain (Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan
mukosa, epistaksis, perdarahan gusi) Hematemesis dan/ atau melena
b. Hepatomegali
c. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi ( 20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah, sianosis disekitar mulut
2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, yang
ditandai adanya:
c. Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit 10% dari data baseline saat
pasien belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia (hipoalbuminemia).
Tabel 3.2 derajat demam berdarah dengue.8
19
terletak
pada keterampilan dokter dalam mengatasi peralihan fase, dari fase demam ke
fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.1,8,9
20
peningkatan
permeabilitas
kapiler
yang
menyebabkan
fase
awal
terjadinya
kegagalan
sirkulasi,
dengan
hemostasis.
Prognosis
DBD
terletak
pada
pengenalan
awal
tourniquet: apabila
21
dan lakukan pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit setiap kali selama anak masih
demam. Bila terjadi
penurunan kadar
Ht,segera rawat. Beri nasehat kepada orang tua : anak dianjurkan minum
banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain lain, serta diberikan
obat antipiretik golongan parasetamol (kontraindikasi golongan salisilat). Bila
klinis menunjukkan tandatanda syok seperti anak menjadi gelisah, ujung
kaki/tangan dingin, muntah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke
dokter atau ke puskesmas, dan rumah sakit. 1,9 seperti yang telah dijelaskan pada
gambar 3.3
22
dansuportif
yaitu
pemberian
cairan
oral
untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak
mau minum,
muntah
atau
nyeri
perut
yang
berlebihan,
maka
cairan
23
3-5
fase
demam.
Pemeriksaan
kadar
hematokrit
berkala
yaitu
menggambarkan
derajat
kebocoran
plasma
dan
24
25
suhu
dasar pengobatannya
(fase
adalah
a-febris,
penggantian
fase
krisis,
volume
fase
plasma
syok)
yang
maka
hilang.
26
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan,
apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2
ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20%
atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%).1,9
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai
dengan derajat
hemokonsentrasi.
Pada
anak
gemuk,
kebutuhan
cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Jumlah cairan
rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan
(perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume
cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma,
yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume
yang berlebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat
perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat
terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila
pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres
pernafasan. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda
syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan
nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan
peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat
terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.1
27
3.10
Komplikasi
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak dan
alkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat
ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3.
Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8
jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak
diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10
mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat
diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.1
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting
dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis
diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi
dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok
28
berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis,
ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.1,10
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem
paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih
(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto
rontgen dada. Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome.1