Anda di halaman 1dari 31

REFRESHING

EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA SERTA CARA


PEMERIKSAAN DAN 2 PENYAKIT TERBANYAK PADA TELINGA

Pembimbing: Dr. Denny P Machmud , Sp.THT

Nama
Nim

: Meutia Anita Bakti


:2010730069

KEPANITERAAN KLINIK THT


RSIJ PONDOK KOPI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan serta memenuhi
tugas refreshing Embriologi, anatomi, fisiologi, cara pemeriksaan dan 2 penyakit terbanyak
pada telinga pada Stase THT (Telinga Hidung Tenggorokan) di RS Islam Jakarta Pondok
Kopi. Bahan-bahan dalam pembuatan tugas ini didapat dari buku-buku yang membahas
mengenai ilmu penyakit THT.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di RS Islam Pondok Kopi Jakarta, dr. H.
Denny P Machmud , Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing yang telah membantu dalam
terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tersusunnya tugas ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga refreshing ini
dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Terima kasih,
Wassalamualaikum wr wb
Penulis

28 Mei 2014

EMBRIOLOGI TELINGA
Secara anatomis telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: telinga dalam, telinga
tengah dan telinga luar. Dimana pembentukannya dimulai dari pembentukan telinga dalam,
telinga tengah dan terakhir pembentukan telinga luar.
a. Telinga Dalam
Perkembangan telinga dimulai pada minggu ke ketiga, dimana terjadi
penebalan pada surface ectoderm yang diinduksi oleh sinyal induksi dari paraxial
mesoderm dan notochord. Kemudian setelah menebal, terbentuklah otic placode. Otic
placode kemudian berinvaginasi dan terbenam ke surface ectoderm dan menembus
jaringan mesenkim dan membentuk otic pit. Kedua ujung dari otic pit kemudian
bersatu dan membentuk otic vesicle dan pada otic vesicle terjadi pertumbuhan
diverticulum dan pemanjangan.

Vesicle yang terus berkembang pada bagian ventralnya akan membentuk sacculus
yang kemudian menggulung dan membentuk cochlear duct. Cochlear duct yang menggulung
sekitar 2,5 putaran akan membentuk membran cochlear dan terdapat penghubung dengan
sacculus yaitu ductus reuniens. Sedangkan pada bagian dorsal terjadi pembentukan dari
endolymphatic

duktus (tinggi kalium rendah natrium), utricle dan semicircular duktus

dengan ampulla pada salah satu ujungnya. Duktus semisirkularis, duktus utrikulus, duktus

sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi dengan cairan endolimfe sehingga semua
struktur membran dari saluran tersebut dinamakan membran labirin. Dinding sel membran
labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal yang ditutupi oleh lapisan serabut
jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya.
Stimulasi dari otic vesicle akan membuat mesenchyme di sekitarnya berkondensasi dan
berdiferensiasi membentuk cartilagoneus otic capsule. Karena pembesaran dari membranous
labirynth, vakuola muncul di cartilagoneus otic capsule dan segera membentuk perilymphatic
space. Perilympha

(tinggi natrium, rendah kalium) yang berhubungan dengan cochlear

duktus berkembang menjadi dua bagian yaitu scala tympani dan scala vestibuli.
Cartilagoneus otic capsule kemudian berosifikasi dan membentuk tulang labirin di telinga
dalam.

b. Telinga Tengah
Bagian telinga tengah berkembang dari tubotympanic recess dari first
pharingeal pouch. Bagian proksimalnya akan membentuk pharyngothympanic tube
(auditory tube). Sedangkan bagian distalnya akan membentuk tympanic cavity yang
nantinya akan meluas dan menyelimuti tulang kecil telinga tengah/ auditory ossicles
(malleus, incus dan stapes), tendon dan ligament serta chorda thympani nerve.

c. Telinga Luar
Eksternal acoustic meatus terbentuk dari perkembangan first pharingeal
groove bagian dorsal. Pada awal bulan ke tiga, terjadi proliferasi sel-sel epitel di
bawah meatus yang nantinya akan membentuk sumbat meatus. Lalu pada bulan ke
tujuh, sumbat meluruh dan lapisan epitel di lantai meatus berkembang menjadi
gendang telinga definitif.Dimana gendang telinga itu dibentuk dari lapisan epitel
ektoderm di dasar acoustic meatus, lapisan epitel endoderm di tympani cavity dan
lapisan intermediate jaringan ikat yang membentuk stratum fibrosum. Sedangkan
aurikula terbentuk dari hasil proliferasi mesenkim di ujung dorsal first and secondary
pharyngeal arch yang mengelilingi first pharyngeal groove dan membentuk auricular
hillock yang berjumlah tiga di masing-masing sisi eksternal acoustic meatus dan
kemudian auricullar hillock akan bersatu lalu membentuk auricula definitif. Pada
awalnya, telinga luar berada di regio leher bawah.Setelah terbentuk mandibula,
telinga luar naik ke samping kepala setinggi dengan mata.

ANATOMI TELINGA
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara
yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa
yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita
sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas
tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.

Telinga, menurut anatominya dibagi menjadi 3 bagian, yakni:


A. Telinga luar (auris eksterna)
B. Telinga tengah (auris media)
C. Telinga dalam (auris interna).

A. Telinga luar
1. Daun Telinga (AURICULA)
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus.
Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan
getaran udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis
yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik,
yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.

2. Meatus Akustikus Eksterna (MAE)


Panjang pada orang dewasa sekitar 2- 2, 5 cm. 1/3 bagian luar MAE terdiri
dari tulang rawan (pars kartilagineus), banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar
serumen dan 2/3 bagian sisanya terdiri dari tulang ( temporal ) dan sedikit kelenjar
serumen. Rambut halus dan serumen pada MAE berfungsi untuk mencegah serangga
kecil masuk. MAE ini juga berfungsi sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban
dan temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran tympani.
B. Telinga Tengah
1. Membrana Tympani
Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya pada tulang
pendengaran. Terdiri dari jaringan fibrosa elastis, berbentuk bundar dan cekung dari
luar terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa dan umbo. Reflek cahaya
ke arah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan.. Membran timpani dibagi menjadi 4

kwadran ; atas depan, atas belakang, bawah depan dan bawah belakang.

2. Ossicula Auditiva
Maleus-Inkus-Stapes
3. Tuba Auditiva
Berfungsi

untuk

menjaga

keseimbangan

tekanan

udara

di

luar

tubuh

Menghibungkan cavum timpani dengan nasofaring. Terdiri dari 2 bagian, yaitu:


a. Pars osseus : 1/3 bagian lateral ( panjang 12 mm ) selalu terbuka
b. Pars cartilaginosa / pars membranacea: 2/3 bagian medial , selalu tertutup.
Tuba pada anak lebih pendek, lebih lebar, dan lebih horisontal. Oleh karena itu anak
sering mengalami otitis media akut karena kuman mudah masuk.

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :


Batas Luar
Batas Depan
Batas Bawah
Batas Atas
Batas Belakang

: Membran timpani
: Dinding carotis, tuba eustasi
: Bulbus jugularis
: Segmen timpani
: Mastoid, stapedius, aditus ad antrum

C. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani
di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.Ion dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa.Hal ini penting untuk
pendengaran.Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.Pada membran ini
terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar ini terdiri dari dua macam proses yaitu proses konduksi dan
proses sensorineural. Yang pertama adalah proses konduksi. Pada proses konduksi disini
gelombang bunyi dikumpulkan dan ditentukan arahnya oleh aurikulum; kemudian
diteruskan dan diresonansi melalu meatus akustikus eksternus (MAE); kemudian
diteruskan ke mambrana timpani dan tulang-tulang pendengaran (meleus, inkus, stapes),

disini gelombang suara diperkuat sekitar 27 kali, setelah itu dilanjutkan dengan proses
sensorineural.
Pada proses sensorineural disini terdiri dari proses yang terjadi pada koklea dan
retrokoklea. Dimulai dari proses pada koklea yaitu gerakan cairan perilimfe yang
terdapat pada skala timpani dan skala vestibuli yang akan menggetarkan membrana
reisner yang akan mendorong endolimfe sehingga menjadikan gerakan relatif terhadap
membrana basilaris dan membrana tektoria. Gerakan-gerakan ini merupakan rangsang
mekanik yang akan menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menyebabkan

proses

depolarisasi

pada

sel

rambut,

sehingga

melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius (n. koklearis, n. akustikus) yang akan meneruskan impuls listrik ke nukleus
auditorius di batang otak sampai ke pusat pendengaran korteks serebri lobus temporalis
(Wernike) area 39-40.

Fisiologi Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan
proprioseptif.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya


dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan.

Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung
berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin

Pemeriksaan telinga
Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas
keluhan utama pasien.

Keluhan utama telinga dapat berupa 1). Gangguan pendengaran/pekak (tuli), 2)


suara berdenging (tinitus), 3) rasa pusing yang berputar (vertigo), 4) rasa nyeri didalam
telinga (otalgia), 5) keluar cairan dari telinga (otore).
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering
terlewat.Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi cairan
begitu pula ukuran simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri.Bila manuver ini terasa
nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut.Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula
posterior.Terkadang, kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada
pinna.Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya
dermatitis seboroik dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.Untuk
memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit
dijauhkan dari pemeriksa.
Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang, dengan
tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar, Cara
ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa
melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan
perlahan ke kanalis telinga,dan mata didekatkan ke lensa pembesar. otoskop untuk
melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke
telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal
dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel
yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan
nyeri.Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius
eksternus dicatat.
Membrana timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda
harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya, umbo, manubrium mallei, dan
prosesus brevis. Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh
pada lipatan malleus dan daerah perifer, dan warna membran begitu juga tanda yang tak
biasa atau deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau massa di
telinga tengah harus dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana
timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar.
Serumennya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu
pemeriksaan otoskop. Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau

pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan
kembali lagi.

Uji Ketajaman Auditorius


1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya


tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang

meatus akustikus

eksternus). Setelah pasien tidak mendengarbunyinya, segera garpu tala kita


pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya

Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada
dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika
pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya
tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus
lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Kesalahan pemeriksaan pada tes
rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari
pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala
mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga
bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari
pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat
kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Tes Weber
Tujuan dilakukannya tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala

512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut
pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien
mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi
telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama
mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi. Getaran melalui tulang akan dialirkan
ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada
keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misalnya otitis media purulenta
pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan
bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
3. Tes Schwabach
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada
puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama
makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat
garputala tidak mendengar suara garpu tala, maka penguji akan segera memindahkan
garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi :
akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

TEST
WEBER
Tidak ada lateralisasi
Lateralisasi ke telinga yang
sakit
Positif
Lateralisasi ke telinga yang
sehat
Catatan
Pada tuli konduktif < 30
dB, Rinne bisa masih
positif
Tabel 1. Kesimpulan hasil tes penala
RINNE
Positif
Negative

TES BERBISIK

DIAGNOSIS
SCHWABACH
Sama dengan pemeriksa Normal
Memanjang
Tuli konduktif
Memendek

Tuli sensorineural

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.


Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter.
Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6.

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata
itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita
dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata - kata yang dibisikan dengan
benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6
s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila
penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf

lunak , berarti tuli konduksi.

Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau
percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter 2
Penilaian (menurut Feldmann) :

Normal : 6-8 m

Tuli ringan : 4 - <6m

Tuli sedang : 1 - <4 m

Tuli berat : 25 cm - <1 m

Tuli Total : <25 cm

AUDIOMETRI
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada setiap frekuensi
ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai presentasi dari
pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan
gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh..
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah sebuah alat yang

digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang
disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes
audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yang akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya
instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: 1) audiometri
nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada
sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan 2)
audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan
mendengar dan membedakan suara.
Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal
mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis
auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara.
Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi
(osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri
dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang
dinamakan audiogram.

Frekuensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik
siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan
kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara.
Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan frekwensi 100
Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit
untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang
ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur dalam desibel, yang merupakan
fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh intensitas suara yang biasa
termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan
rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. 1
Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 40008000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui earphone dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran
udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan
kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata
sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai
ambang baku pendengaran untuk nada murni.
Tabel 2
Derajat ketulian Iso
Kehilangan
(Desibel)

Klasifikasi

0-15

Pendengaran normal

>25-40

Kehilangan pendengaran ringan

>40-55

Kehilangan pendengaran sedang

>55-70

Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90

Kehilangan pendengaran berat

>90

Kehilangan pendengaran sangat berat

Pemeriksaan keseimbangan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan yang
sederhana yaitu :
a. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat pada dada, mata ditutup, orang normal
dapat berdiri lebih dari 30 detik.
b. Uji berjalan (Strepping Tes) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah
melebihi jarak 1 meter dan badan berputar melebihi 30 derajat berarti sudah
terdapat kelaianan. Pemeriksaan keseimbangan secara obyektif dilakukan dengan
Posturografi dan ENG.
Posturografi
Alat pemeriksaan keseimbangan dapat menilai secara objektif dan kuantitatif kemampuan
keseimbangan postural seseorang. Untuk menadapatkan gambaran yang benar tentang

gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan
menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas tumpuan yang
tidak stabil.
Elektronistagmografi (ENG)
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan
potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang
ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris.Digunakan untuk mengkaji sistem
okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya.Misalnya, pada
bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke
kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan
sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi
dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak
meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol,
begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG
dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius
internus atau fosa posterior.Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki
kemampuan mengontrol postural.Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan
proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota
bawah.Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi
ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana.Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam
tingkat desibel di mana suara masih terdengar.pasien terhadap enam kondisi yang berbeda
diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan
pada ENG.
Percepatan harmonsinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi
berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata
kopensatoris sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam.
Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral,
namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses
penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.
Dua Penyakit Terbanyak Pada Telinga

1. Otitis Media Akut


Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Etiologi
Kuman penyebab pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan
juga Hemofilus influenza, Eshericia colli, Streptokokus anhemoliticus, Proteus
vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.
Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5
tahun. Hal tersebut dikarenakan Tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebih
horizontal dan relatif lebih lebar daripada dewasa.
Faktor Risiko
Faktor risiko terhadap tuan rumah (host) diantaranya usia, prematuritas, ras,
alergi, abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan
predisposisi genetik.

Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level
sosial ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.

Riwayat Infeksi Saluran Napas Atas.

Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin

Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan


insiden.

Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah
satu faktor risiko penyebab OMA.

Riwayat OMA pada usia 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA


berulang.

Patofisiologi
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran
nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius.

Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba
eustakiusyaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium,
stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi,
stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang
membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh
pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)


Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Akibat terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan

suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.


Apabila tekanan nanah di dalam kavum timpani tidak berkurang,
menyebabkan terjadi iskemia, akibatnya tekanan pada kapiler-kapiler, serta
timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan

submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium
ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang (perforasi tidak mudah
menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani terjadi karena beberapa sebab, antara lain
karena terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi.
Setelah terjadi ruptur, nanah akan keluar dan mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan menjadi kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang terus
menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)
berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa
terjadinya perforasi.
Gejala Klinik OMA
Gejala klinik tergantung dari stadium serta usia pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang
lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tinggi hingga mencapai 39,50 C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejangkejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur

membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak
tertidur tenang.

Terapi
Pengobatan pada OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Sehingga terapi yang
diberikan pun tepat.
a. Stadium Oklusi
Pada stadium ini, tujuan pengobatan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan begatif di telinga hilang. Dapat diberikan obat tetes hidungberupa HCl
efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologik untuk yang berumur > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Disamping itu, sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
b. Stadium Presupurasi
Dapat diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran timpani
sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
dianjurkan adalah golongan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan
minimal selam 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/ kg BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin
40 mg/ kg BB/ hari.
c. Stadium Supurasi
Diberikan antibiotika dan lebih baik disertai miringotomi, bila membran timpani
masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
d. Stadium Perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H 2O2 3 % selama
3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

e. Stadium Resulosi
Pada stadium ini akan terlihat Membran timpani berangsur kembali normal, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah.
Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu
setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Subakut. Bila perforasi menetap
dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini
disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.

2. Otitis Media Supuratif Kronik


Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata (OMP) atau
dalam sebutan sehari-hari adalah congek.
Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsillitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kelainan

humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom


kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lainlingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi
saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius. Beberapa faktorfaktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.


Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi.


Perjalanan Penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi ottis media supuratif
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,
maka disebut Otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor penyebab OMA menjadi
OMSK ialah terapi yang terlambat diberika, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang
terletak di pars flaksida.Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi:
a. Perforasi Sentral kecil

b. Perforasi Sentral (Sub Total)

c.

Perforasi Atik

d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

Jenis OMSK
Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna. Berdasarkan
aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan OMSK tenang.
a. OMSK aktif, merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif.
b. OMSK tenang, ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninyaterlihat basah
atau kering.
a. OMSK tipe Benigna
Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
kolesteatoma.
b. OMSK tipe Maligna
Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah
suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). OMSK tipe maligna
dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada
OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
maligna.
Diagnosis OMSK
Untuk mendiagnosis OMSK dapat ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang

pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous),
tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau
polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita
datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada
kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

Gejala Klinik OMSK Tipe Maligna


Mengingat OMSK tipe maligna seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya,
maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di
kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK
tipe maligna, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan
tanda dini dari OMSK tipe maligna, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat;
abses atau fistel retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang
telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah
(sering terlihat di epitimpanium), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma
kolesteatom) atau terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.

Terapi OMSK
Terapi OMSK terkadang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,
karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:
a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
d. Gizi dan higiene yang kurang.
Tipe Benigna
Prinsip terapi ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar
terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari.
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang mengandung
antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes telinga jangan
diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi
terhadap penisilin). Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resistensi terhadap
ampisilin, dapat diberikan ampisilin asam klavulat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Tipe Maligna
Prinsip terapi ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler,

maka

insisi

abses

sebaiknya

dilakukan

tersendiri

sebelum

kemudian

dilakukan

mastoidektomi.

Jenis Pembedahan Pada OMSK


Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien
harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.
d. Miringoplasti
Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

e. Timpanoplasti
Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai
dengan 12 bulan.
f.

Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)


Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan
kolesteatom.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatom, sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya
infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan
kombinasi dari jenis operasi tersebut atau modifikasinya.

Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian.Tendensi
otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan,
akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe

maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang
virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
1. Komplikasi ditelinga tengah
a. Perforasi persisten membrane timpani
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi telinga dalam
a. Fistel labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf ( sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hindrosefalus otitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher edisi 6. Jakarta: FKUI. 2007
2. Guyton, AC, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. EGC: Jakarta.1997.
3. Adams, George L. M.D et all. BOIES Fundamentals of otolaryngology. Edisi VI.
EGC: Jakarta. 1997.
4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004

5. Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16, Hipokrates,
Jakarta,1994.
6. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.13th Ed. Jilid 1.
Alih bahasa staf ahli bagian THT RSCM-FK UI. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.h.
391-6.

Anda mungkin juga menyukai