PENDAHULUAN
Latar Belakang
TB Paru adalah salah satu penyakit
menular dimana merupakan penyakit
yang tersebar hampir di sebagian besar
negara di seluruh dunia dan menjadi
masalah kesehatan dimasyarakat, karena
angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Sumber penularan TB Paru
adalah penderita tuberkulosis BTA
(Basil Tahan Asam) positif yang sangat
berpotensi menularkan penyakit yang
berasal dari lingkungan dan dapat
merusak
kesehatan
lingkungan
(Kemenkes, 2014).
Dalam laporan WHO tahun 2013
diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
Tuberkulosis pada tahun 2012 dimana
1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah
pasien TB dengan HIV positif. Sekitar
75% dari pasien tersebut berada di
wilayah
Afrika
(Kementerian
Kesehatan, 2014). Tuberkulosis salah
satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah serius khususnya di
negara berkembang. Direktur Jenderal
Pengawasan Penyakit dan Pengelolaan
Lingkungan
(P2PL)
mengatakan
berdasarkan
data
yang
dimiliki
Kementerian Kesehatan
bahwa
prevalensi Tuberkulosis di Indonesia
pada tahun 2013 ialah 297 per 100.000
penduduk dengan kasus baru setiap
tahun
mencapai
460.000
kasus.
Indonesia saat ini merupakan Negara
dengan pasien Tuberkulosis terbanyak
ke-4 di Dunia setelah Tiongkok , India,
dan Afrika Selatan (Kompas.com.2014).
Indikator nasional yang dipakai untuk
memantau pencapaian target program
penanggulangan Tuberkulosis adalah
angka penemuan penderita atau Case
Detection Rate (CDR) yakni presentase
jumlah pasien BTA positif yang
diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Indikator ini masih digunakan
sampai akhir tahun 2015 (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Target Program
Nasional Pengendalian Tuberkulosis
minggunya
mereka
datang
ke
puskesmas,
keadaan
tersebut
bertentangan, seharusnya yang ingin
berobat atau kontrol akan sembuh. oleh
karena itu peneliti ingin menindaklanjuti
dengan penelitian terhadap kondisi
kesehatan rumah dengan kasus yang
sama untuk melihat kondisi fisik rumah
pasien tersebut karena Penyebaran
penyakit ini erat kaitannya dengan
kondisi lingkungan tempat masyarakat
tinggal.
Hasil
pengamatan
kondisi
fisik
lingkungan rumah dari pasien dengan
kasus TB paru tidak memenuhi syarat.
Selain itu perilaku penduduk yang tidak
memperhatikan kesehatan, lingkungan
dan
hygiene
individu,
turut
berkontribusi
positif
terhadap
peningkatan kejadian penyakit di
masyarakat dengan kondisi ekonomi
yang lemah cenderung lebih tinggi
dengan kejadian TB paru (Lap.
Observasi, 2016).
Peningkatan kejadian TB Paru di Jawa
Barat setiap tahun semakin meningkat
yaitu Kota Bogor (35%) dan kota
Cianjur
(50%),
sedangkan
kota
sukabumi sendiri (90,66%), berdasarkan
masalah tersebut Kondisi fisik rumah
memiliki peranan yang sangat penting
dalam penyebaran bakteri tuberkulosis
paru ke orang yang sehat. Sumber
penularan
penyakit
ini
melalui
perantaraan ludah atau dahak penderita
yang
mengandung
Mycobacterium
tuberkulosis. Pada saat penderita batuk
atau bersin butir-butir air ludah
beterbangan di udara dan akan hidup
beberapa jam lamanya (Naga, 2014) di
dalam ruangan lembab dan kurang
cahaya. Penyebaran bakteri tuberkulosis
paru akan lebih cepat menyerang orang
yang sehat jika berada di dalam rumah
yang lembab, gelap dan kurang cahaya
(Kemenkes, 2011). Mengingat dengan
berbagai faktor risiko tersebut diatas
peneliti ingin melakukan penelitian
tentang
hubungan
kondisi
fisik
lingkungan rumah dengan kejadian TB
METODOLOGI PENELITIAN
Instrumen Penelitian
Dalam
penelitian
ini
adalah
pengumpulan
data
dengan
cara
menggunakan
lembar
kuesioner.
Kuesioner adalah data primer yang
digunakan peneliti untuk mengukur
suatu kondisi fisik lingkungan rumah
yang dilihat berdasarkan kelembaban,
pecahayaan, kepadatan hunian, jenis
lantai Data sekunder yaitu data kejadian
TB paru yang diambil berdasarkan data
diagnosa dokter.
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
Variabel Independen ini yaitu kondisi
fisik lingkungan rumah (kelembaban,
pecahayaan, kepadatan hunian, jenis
lantai) dan Variabel
dependen
penelitian ini yaitu kejadian TB paru.
Rancangan Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelatif, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menemukan ada
tidaknya hubungan (Sugiyono, 2014).
Metode korelatif yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat
hubungan antara
dua variabel atau lebih. Tanpa
melakukan perubahan, tambahan atau
manipulasi terhadap data yang memang
sudah ada (Sugiyono, 2014). Pada
penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui hubungan kondisi fisik
lingkungan rumah dengan kejadian TB
Paru.
Pendekatan Waktu
Pendekatan waktu pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional. Cross sectional.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
orang yang memeriksakan TB paru ke
Puskesmas Tipar Kota Sukabumi
sebanyak 96 orang.
Sampel dengan teknik yang digunakan
pada penelitian ini yaitu teknik total
sampling, maka Jumlah sampel diambil
secara keseluruhan dari jumlah populasi,
dalam penelitian jumlah sampel yang
diambil sebanyak 96 orang yang
ditentukan berdasarkan Kriteria Insklusi
: Responden yang berobat TB paru ke
Puskesmas Tipar, Responden yang
berada di Wilayah Puskesmas Tipar.
HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
DAN
Analisis Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Kejadian TB Paru, Kelembaban,
Pecahayaan, Kepadatan Hunian,
Jenis Lantai Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tipar Kota Sukabumi
Tahun 2016.
Variabel
Kejadian TB Paru
TB paru
BTA
Negatif
TB paru
BTA
Positif
Kelembaban
Baik
Kurang
Pencahayaan
Baik
Kurang
Kepadatan Rumah
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
Jenis Lantai
Kermaik
Tegel
Semen
Total
f
(n=96)
46
47.9
50
52.1
47
49
49.0
51.0
37
59
38.5
61.5
62
64.6
34
35.4
52
27
17
n=96
54.2
28.1
17.7
100
Kejadian TB Paru
BTA
Positif
BTA Negatif
Kelembaban
OR
(CI
95%)
Total
Baik
38
82,6
18,0
47
49,0
Kurang
17,4
41
82,0
49
51,0
21,63
(7,5761,8)
Kejadian TB Paru
Pencahayaan
BTA
Negatif
Total
OR
(CI
95%)
P
value
3,77
(1,579,00)
0,004
BTA
Positif
Baik
25
54,3
12
24,0
37
38,5
Kurang
21
45,7
38
76,0
59
61,5
Memenuhi
syarat
Tidak
memenuhi
syarat
BTA
Negatif
Total
OR
(CI
95%)
P
value
2,22
(0,935,27)
0,105
BTA
Positif
34
73,9
28
56,0
62
64,6
12
26,1
22
44,0
34
35,4
BTA
Negatif
OR
95%
Total
pvalue
BTA
Positif
Lantai
tanah
41
89,1
38
76,0
79
82,3
Non lantai
tanah
10,9
12
24,0
17
17,7
2,58
(0,838,03)
0,157
paru
positif
dibandingkan
pada
responden yang memiliki rumah jenis
lantai lantai tanah tidak TB paru atau
negatif. Hal ini diketahui dari jenis
lantai kondisi fisik lingkungan hampir
seluruhnya menggunakan lantai tanah .
Selaras dengan hasil penelitian Anggie
(2014) yang menyatakan hasil bahwa
tidak ada hubungan antara jenis lantai
lantai tanah dengan kejadian TB paru.
Akan tetapi memiliki hubungan yang
signifikan dengan pencahayaan rumah
yang kurang dan kelembaban.
Menurut Depkes (2007) menyatakan
bahwa lantai yang tidak memenuhi
syarat dapat dijadikan tempat hidup dan
perkembangbiakan kuman dan vektor
penyakit, menjadikan udara dalam
ruangan lembab, pada musim panas
lantai menjadi kering sehingga dapat
menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya. Keadaan lantai rumah
perlu dibuat dari bahan yang kedap
terhadap air seperti tegel, semen atau
lantai tanah dan hipotesis jenis lantai
rumah memiliki peran terhadap proses
kejadian
tuberkulosis,
melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai
tanah
cenderung
menimbulkan
kelembaban, dengan demikian viabilitas
kuman tuberkulosis di lingkungan juga
sangat dipengaruhi. Pada penelitian ini
jenis lantai yang ditentukan adalah tegel,
lantai tanah , semen.
Kesimpulan akhir dari penelitian ini
yaitu paling banyak dengan kejadian TB
Paru Positif dan keadaan kondisi fisik
yang tidak baik seperti pencahaayan
yang
kurang,
sehingga
dapat
menyebabkan kelembaban yang kurang
dan kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat rumah sehat. Pada
responden yang memiliki uberkulosis
paru BTA positif, apabila memenuhi
minimal 1 kriteria yaitu sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif dan
hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan
gambaran
10
Kemenkes
RI,
2014.
No.
829/Menkes/Sk/Vii/1999
Tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan, Depkes Ri, Jakarta
Khadijah, 2013. Psikologi Pendidikan.
Palembang. Grafika Telindo
Press.
Mandal, 2006. Bibhat K., Wilkins,
Edmund G.L., Dunbar, Edward
M., Mayon-White, Richard T.
Lecture Notes. Penyakit Infeksi.
Jakarta. Erlangga.
Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014
(pp. II.277). Jakarta. Bappenas.
Naga, 2012. Buku Panduan Lengkap
Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta:
Diva Press.
Nizar,
2010.Pemberantasan
dan
Penanggulangan Tuberkulosis.
Edisi
Pertama.
Yogyakarta.
Gosyen Publishing.
Notoadmodjo, 2003. Prinsip-Prinsip
Dasar
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat. Cetakan Kedua.
Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
2010.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta .
PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2012. lmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta . PT Rineka
Cipta
Nursalam 2014. Pendekatan praktis
metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta. Info Medika
Nursalam, 2013. Pendekatan praktis
metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta. Info Medika
Pedoman
Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis, 2011
Riyanto, 2011. Aplikasi Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Yogyakarta. Nuha Medika.
Ruswanto, 2010. Analisis Spasial
Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru
Ditinjau dari Faktor Lingkungan
Dalam dan Luar Rumah di
Kabupaten Pekalongan. Tesis
Program
Pascasarjana
Universitas
Diponegoro
Semarang
10
11
11