Anda di halaman 1dari 18

MATA MERAH DENGAN VISUS MENURUN

I.

Kornea
Kornea dapat dipengaruhi oleh peradangan (keratitis) dengan atau tanpa adanya
komponen infektif. Hal ini diikuti perbaikan jaringan , dengan pembentukan luka dan
pembuluh darah, yang berakibat pengapuran kornea dan astigmatisma, sehingga
terjadi penurunan visus.
1. Infeksi Kornea (Keratitis)
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan
epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).
a. Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
- Keratitis pungtata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster,
dan vaksinia.
-

Keratitis flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan

untuk menyerang kornea.


Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar

lakrimal atau sel goblet yang berada di konjungtiva.


Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
juga keratitis neuroparalitik.

Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel
dan banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Superfisialis

Keratitis Herpes Simpleks


Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa rongga hidung,
rongga mulut, dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus.
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu
epitelial dan stromal; pada yang epitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitel
dan membentuk ulkus kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi
imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang reaksi antigen-antibodi
yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stromal di
sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya
sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi
radangnya.
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya
berupa konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang
ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita
juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada
dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan
tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga
bentuk lain. Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak
dikeluhkan oleh penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit
membengkak atau mata berair yang bila sering diusap menyebabkan lecet
kulit palpabra. Secara objektif didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah,
berair, dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan
keratitis stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea
adalah lesi disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik
2

dan lazim disebut keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang
dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan
didapatkan injeksi konjungtiva dan silier, penderita menutup matanya karena
silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis
dan hipopion.
Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan
yang lain. Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakkan
atas dasar gambran klinik infeksi kornea yang relatif tenang, dengan tandatanda peradangan yang tidak berat serta riwayat penggunaan obat-obatan
yang menurunkan resistensi kornea seperti anestesi lokal, kortikosteroid dan
obat-obatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur
virus dari jaringan epitel, dan lesi troma.
Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks antara lain keratitis zoster,
vaksinia, dan keratitis stafilokokus.
Pengobatan topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula
dilakukan kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5%
dalam larutan alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel
yang sakit dan mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih
dalam

lagi. Adapula

yang

melakukan

debridement

dengan

tujuan

menghilangkan sel-sel yang sakit. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi


untuk segala tingkatan keratitis herpes simpleks. Untuk menekan proses
radang pada keratitis stroma sebaiknya diberikan anti inflamasi non steroid.
Bila terdapat uveitis diberikan pengobatan untuk uveitisnya.

Keratitis Herpes Zoster


Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf
kranial V, VII, dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara
pons dan ganglion Gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N
V. Biasanya yang terganggu adalah cabang oftalmik.
3

Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di


daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai
vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan
sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah
hidung dan kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit
varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan
rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi
kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai
edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas
serta sudah disertai dengan vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis
median. Rima palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami
pembengkakan. Bila cabang nasosiliaris nervs trigemnus yang terkena, maka
erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup
rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka timbul
lakrimasi, mata yang silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang
parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang
tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila
infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan
iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaukoma sekunder.
Komplikasi lain adalah paresis otot penggerak mata serta neuritis optik.
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas
untuk infeksi oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan kelenjar preaurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang terkena.
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila
disertai infeksi sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan
4

pula obat-obatan yang meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan


neurotropik, serta dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil
selulose, siklopegia.
Pemberian kortikosteroid oral maupun topikal merupkan kontraindikasi
karena dapat meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang perjalanan klinik
penyakit, serta memicu infeksi bakteri atau jamur.
Keratitis Vaksinia
Keratitis Vaksinia kadang-kadang dijumpai sebagai suatu kecelakaan atau
komplikasi dari imunisasi terhadap variola.
Vaksinia dapat pula mengenai kelopak mata dan apabila hal ini terjadi
maka perlu dicegah penyebaran infeksi terhadap kornea antara lain dengan
pemberian suntikan gamma globulin intra muskuler.
Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang
paling penting untuk ditempuh.
Bila kornea sudah terkena maka pemberian injeksi gamma globulin tidak
boleh dilakukan karena akan meningkatkan bertambahnya infiltratnya
sehingga tampak lesi kornea melebar.
Keratitis Flikten
Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm
pada limbus, dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan
sel limfoid, dan ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan
untuk menyerang kornea. Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada
anak-anak yang mengalami kurang gizi dan menderita TBC sistemik,
karenanya penyakit ini diduga sebagai alergi terhadap tuberkulo-protein
(kuman TBC tidak pernah dijumpai dalam benjolan flikten). Sekarang diduga
juga merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes
imiitis serta bakteri patogen lainnya.

Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya air


mata. Secara subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih
kemerahan di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena,
maka mata berair, silau, dan dapat disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus
yang dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis.
Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang
bermacam-macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas
adalah terbentuknya papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena
itu penyakit ini biasanya disebut kerato konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder.
Penyembuhan yang terjadi pada keratitis flikten biasanya akan
meninggalkan jaringan parut yang disertai neovaskularisasi kornea.
Pengobatan dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang
memuaskan. Steroid oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC
yang mendasari.
Pada tukak dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh
kurangnya sekresi kelnjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit atau keadaan sebagai berikut :
-

Defisiensi kelenjar air mata


(Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor kelenjar air mata, obat-obat
diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).

Defisiensi komponen lemak dari air mata


(blefaritis menahun, pembedahan kelopak mata).
Defisiensi komponen musin
(Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia, defisiensi vitamin A).
Penguapan air mata yang berlabihan
(Keratitis karena lagoftalmos, hidup di lingkungan yang panas dan
kering).
6

Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea


(trauma kimia)
Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva

dan kornea hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah,
tear break-up time berkurang, sukar menggerakan kelopak mata.
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau
pungtata. Pada kerusakan kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea
dengan segala komplikasinya.
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air
mata tiruan; sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka
diberikan lensa kontak.
Keratitis Lepra
Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan
kerusakan pada kornea melalui 4 cara :
i.

Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf

ii.

kornea oleh mikobakterium lepra.


Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea

iii.

sehingga menyebabkan keratitis pajanan.


Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit

iv.

trakoma yang menyebabkan entropion dan trikiasis.


Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan
sindrom mata kering.

Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah


membesar dan membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam
benang (bead on a string). Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik
untuk infeksi oleh mkobakterium lepra pada mata ataupun dapat
mengindikasikan adanya suatu infeksi sistemik.
Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya,
diduga melalui saluran pernapasan.
Secara subjektif, penderita datang karena adanya pembengkakan yang
kemerahan pada palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar
mata.
7

Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna


putih seperti kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan
sekelilingnya menjadi seperti berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di
sebelahnya dan menyebabkan kekeruhan sub-epitelial seperti nebula. Dalam
nebula ini terdapat sebaran seperti deposit kalsium dan sering disertai
destruksi membran Bowman. Pada fase lanjut terjadi neovaskularisasi
superfisial yang disebut plannus lepromatosa.
Pembengkakan saraf kornea disertai bead on a string adalah khas untuk
keratitis lepra. Gambaran klinis pada bagian tubuh lain akan lebih
memperkuat keyakinan diagnosis.
Terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan rifampisin. Apabila
terdapat deformitas palpebra yang akan mengkibatkan kerusakan kornea
dilakukan koreksi pembedahan.
Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat
bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat,
sering kali unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja
di sawah.
Secara subjektif, pasien mengeluh silau.
Secara objektif, mata yang terserang tampak merah karena injeksi siliar,
disertai lakrimasi.
Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian
superfisial biasanya tidak menyebabkan ulserasi.
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu
hilangnya tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi
dalam waktu yang lama, dapat 1-2 tahun.
b. Keratitis Profunda
Bentuk klinis :
- Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
- Keratitis sklerotikans
8

Keratitis Interstisial Luetik


Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada
anak berusia 5-15 tahun. Keratitis Interstisial Luetik adalah suatu reaksi
imunologik terhadap treponema palidum karena kuman ini tidak dijumpai di
kornea fase akut.
Peradangan berupa edema, infiltrasi limfosit, dan vasularisasi pada stroma.
Proses peradangan kornea ini sembuh sendiri.
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias
Hutchinson, yaitu Keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli,
dan kelainan pada gigi seri atas (Hutchinson teeth).
Pada fase akut , infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat
mengenai seluruh kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh
kuadran dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi
kornea merah, sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran
ini disebut bercak Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke
dalam stroma menjadi kecil dan kosong. Gejala iritasi menghilang dan tajam
penglihatan membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada
pemeriksaan selalu ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses
beningnya kembali kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus.
Pada fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam
bentuk uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai
kekeruhan badan kaca.
Diagnosis peradangan pada kornea ini pada dasarnya akan sembuh sendiri.
Pemberian penisilin atau derivatnya untuk sifilis sistemik perlu, tetapi tidak
banyak pengeruhnya pada kondisi peradangan mata. Pengobatan mata
9

ditujukan pada uveitis yang dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan iris


dengan pemberian tetes mata kotikosteroid dan sulfas atropin atau
skopolamin.
Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Keadaan dimana terjadi peradangan skelra dan kornea, biasanya unilateral,
disertai dengan infiltrasi sel radang menahun pada sebagian sklera dan
kornea. Keratitis sklerotikans akan memberi gejala berupa kekeruhan kornea
lokal berbentuk segi tiga dengan puncak mengarah ke kornea bagian sentral.
Apabila proses peradangan berulang, kekeruhan dapat mengenai seluruh
kornea.
Secara Subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada
sekret.
Secara objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas,
unilateral, kornea terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis
non granulomatosa.
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti
randang non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis,
selain kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.
2. Ulkus Kornea
Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus
yang kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan
menimbulkan sikatriks kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih
berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
a. Tukak karena Bakteri
Tukak streptokokus
Bakteri ini sering dijumpai pada kultur dari infeksi tukak kornea adalah :
- Streptokokus Pneumonia, Streptokokus Viridans, Streptokokus Pyogenes,
Streptokokus Faecalis.
10

Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi tukak yang menggaung. Tukak cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
Streptokokus Pneumonia.
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi
subkojungtiva, dan intravena.
Tukak stafilokokus
Di antara Stafilokokus Aureus, Epidermidis, dan Saprofitikus, yang
pertamalah yang paling berat, dapat dalam bentuk infeksi tukak kornea
sentral, infeksi tukak marginal, dan tukak alergi.
Infeksi tukak kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila
ada faktor pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes
simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.
Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai
infiltrat secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal. Tukak kornea marginal biasanya bebas
kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap Stafilokokus
Aureus.
Tukak Pseudomonas
Berbeda dengan yang lain, bakteri tukak ini ditemukan dalam jumlah yang
sedikit. Bakteri ini bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang
menghambat sintesis protein, Keadaan ini menerangkan mengapa jaringan
kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri ini dapat hidup dalam
kosmetika, cairan fluoresein, dan cairan lensa kontak.
Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan
infiltrat berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil
ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea.
Tukak mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan diberikan Gentamaisin, tobramisin, karbensilin yang diberikan
secara lokal subkonjungtiva serta intravena.

11

b. Tukak Virus
Tukak kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuiti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yang bila
pecah akan menimbulkan tukak. Tukak dapat juga terjadi pada bentuk diiform
bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

c. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini
dimungkinan oleh :
-

Penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau

pemakaian kortikosteroid jangka panjang


Fusarium dan sefalosporim menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang
terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda
atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan

jamur yang berada di lingkungan hidup.


Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik,
maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Kontak dengan pertanian atau trauma yang terjadi di luar rumah bukan

merupakan faktor timbulnya tukak atau keratitis oleh kandida.


Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas.

Apabila

memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas


untuk dapat memilih obat jamur yang spesifik.
d. Tukak karena Hipersensitifitas
Tukak Marginal
Tukak marginal adalah kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular dapat satu atau banyak dan terdapat daerah
kornea yang sehat antara tukak dengan limbus.

12

Pada biakan hasil kerokan tukak, tidak ditemukan mikroorganisma penyebab sehingga diduga terjadi oleh karena proses alergi
terhadap kuman stafilokokus.
Tukak marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering
dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi
bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh
Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vilgaris. Pada bebrapa keadan
dapat berhubungan dengan alergi terhadap makanan.
Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses epitelial/sub
epitelial.
Secara subjektif penglihatan pasien dengan tukak marginal dapat
menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia.
Secara objektif terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva,
infiltrat, atau tukak yang sejajar dengan limbus.
Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3-4 hari,
tetapi dapat rekurens.
Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokokus atau kuman
lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokok dapat memberikan
penyembuhan yang efektif.
Tukak Cincin
Tukak ini unilateral, letak tukak tepat di bagian dalam limbus dan
hampir mengelilingi limbus. Berbeda dengan tukak marginal pada tukak
cincin tidak ada hubungan dengan konjungtivitis atau blefaritis. Tukak
cincin biasanya berhubungan dengan penyakit sistemik seperti disentri
basiler, arhritis rematoid, dan poliarthritis nodosa.
Pemberian steroid lokal memberikan hasil yang baik.
II.

Uvea
Radang uvea
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau antigen dari
dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos

13

yang tampak pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebi jelas bila
menggunakan slit lamp, berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel
kornea. Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic
precipitate. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut
Koeppe nodules, bila di permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa
ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga
menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel0sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil. Bila terjadi seklusio dan oklusio total, cairan di dalam bilik mata
belakang tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam bilik mata
belakang lebih besar dari tekanan dalam bilik mata depan sehingga iris tampak
menggelembung ke depan yang disebut iris bombans.
Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel-sel radang
dapat berkumpul di sudut bilik mata depan terjadi penutupan kanal Schlemm
sehingga terjadi gaukoma sekunder.
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut
bilik depan, sedang pada fase lenjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya
seklusio pupil.
Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat perna asetilkolin
dan prostaglandin.
Uveitis Anterior
Gejala Subjektif Iridosiklitis
Keluhan pasien pada awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia,
dan lakrimasi.

14

Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan
sangat hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita dan mata
serta bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.
Derajat fotofobia bervariasi dan dapat demikian hebat sampai kelopak mata tidak
bisa dibuka pada waktu pemeriksaan mata.
Lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fofobia.
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas, gelisah,
menggigil, dan sebagainya.
Gejala Objektif Iridosiklitis
Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, fler serta sel dalam bilik mata depan serta
endapan fibrin pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia posterior.
Pada jenis granulomatosa didapatkan presipitat keratik Mutton fat pada endotel
kornea, nodul Koeppe atau nodul Busacca pada iris.
Pada uveitis intermediate didapatkan vitreitis anterior.
Pengobatan Iridosiklitis
- Tetes mata sulfas atropin 1 %, prinsipnya untuk membuat pupil selebar-

lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu.


Midriatikum yang lain : hydrobromas-scopolamine
Hal yang harus diingat pada pemberian atropin adalah serangan glaukoma.
Karena atropin melebarkan pupil, maka sudut bilik mata depan menjadi
sempit, aliran cairan keluar menjadi insufisiensi sehingga menimbulkan
serangan glaukoma.
o Bila terjadi glaukoma, atropin tetap diberikan, tetapi di samping itu
diberikan diamox.
o Bila atropin tidak berhasil meebarkan pupil, karena adhesi iris pada
lensa sudah kuat, maka beri midriatikum yang lebih kuat : Sol
sulfat atropin 1% + kokain 5%
o Untuk membuat midriasis lebih kuat lagi dapat diberi injeksi

III.

subkonjungtival atropin atau adrenalin 1 permil.


Tetes mata steroid 4-6 x sehari tergantung pada beratnya penyakit.
Bila tetes mata steroid forte frekuensi penggunaanya akan lebih sedikit.
Kortikosteroid oral diberikan apabila pemberian lkal dipertimbangkan

tidak cukup.
Antibiotik diberikan apabila mikro-organisme penyebab diketahui.

Glaukoma Kongestif Akut

15

Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan seperti
orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain atau
dipapah. Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai
selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang penderita
dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari
penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di
dalam dan di sekitar mata. Penglihantannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi
di sekitar lampu.
Pada pemeriksaan, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi yang
sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan
dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping.
Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir total.
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung
jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah
cukup.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan
tinggi sekali. Mereka yang tidak biasa untuk mentransfer harus dipakai cara digital.
Diagnosis banding :
- Iritis akut
o Nyeri mata pada iritis tidak sehebat glaukoma akut
o Fotofobia lebih hebat daripada glaukoma akut
o Kornea masih mengkilat
o Pupil kecil
o Bilik mata depan tidak terlalu dangkal atau normal
o Tekanan bola mata biasa atau rendah
- Konjungtivitis akut
o Tak ada nyeri atau mungkin hanya sedikit
o Tak ada perubahan tajam penglihatan
o Ada sekret mata
o Hiperemi konjungitva berat; tidak ada hiperemi perikorneal.
Diagnosis banding penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan.
Glaukoma diobatai dengan miotikum, pada iritis harus diberi midriatik. Bila salah
diberikan, akan berabahaya.
Penyulit Glaukoma Akut
- Sinekia anterior perifer

16

Apabila glaukoma akut tidak cepat diobati, terjadilah perlengketan antara


iris bagian tepi dan jaringan trabekulum. Akibatnya adalah bahwa
penyaluran keluar humor lebih terhambat.
-

Katarak
Di atas permukaan kapsul depan lensa acapkali terlihat bercak putih
sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti yang tertumpah di atas
meja. Gambaran ini dinamakan Glaucomfleckle yang menandakan pernah

terjadi serangan akut pada mata tersebut.


Atrofi saraf optik
Karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optik mengalami
pukulan yang berat hingga menjadi atrofi. Kalau glaukomanya tidak
diobati dan berlangsng terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi. Unsur-

unsur saraf di retina pun sangat menderita.


Glaukoma kongestif kronik atau glaukoma tidak terkendali atau terabaikan
dipakai untuk glaukoma akut yang tidak diobati dengan tepat atau
mungkin tidak diobati sama sekali karena kesalahan diagnosa.
Keadaan ini sering dijumpai, pada pemeriksaan akan ditemukan
penglihatan yang sudah sangat buruk (goyang tangan atau hanya melihat
cahaya saja). Penderita tampak tidak terlalu kesakitan seperti pada waktu
serangan akut. Kelopak mata sudah tidak begitu membengkak,
konjungtiva bulbi hanya menunjukkan hiperemi perikornea tanpa edema,
kornea agak suram, pupil sangat lebar. Tekanan bola mata walaupun masih
tinggi tetapi sudah lebih rendah daripada waktu serangan. Dianggap

bahwa mata sudah menyesuaikan diri pada keadaannya.


Glaukoma absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang sudah
terbengkalai sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja
karena tekanan bola mata yang masih tinggi tetapi juga karena kornea

mengalami degenerasi hingga mengelupas (keratopati bulosa).


Pengobatan
Harus diingat bahwa kasus glaukoma akut adalah masalah pembedahan.
Pemberian obat hanya untuk tindakan darurat agar segera dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas pembedahan mata.
Pengobatan dengan obat :

17

Miotik : pilokarpin 2-4 % tetes mata yang diteteskan setiap menit 1 tetes
selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasilnya
adalah liosis dan karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum.

Sudut mata depan akan terbuka.


Carbonic Anhidrase Inhibitor : asetazolamid @ 250 mg, 2tablet sekaligus,
kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Kerja obat ini adalah

dengan mengurangi pembentukan akuos humor.


Obat hiperosmotik :
o larutan gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1.5 gram/kg BB
(0.7-1.5 cc/kgBB). Untuk praktisnya dapat dipakai 1 cc/kgBB.
Obat ini harus diminum sekaligus.
o Mannitol 20% yang diberikan per infus 60 tetes/menit.
Kerja obat hiperosmotik adalah mempertinggi daya osmosis

plasma.
Morfin : injeksi 10-15 mg mengurangi sakit dan mengecilkan pupil.

18

Anda mungkin juga menyukai