Diktat PSD Versi 05
Diktat PSD Versi 05
PENGOLAHAN SINYAL
DIGITAL
Waveform
1
0.5
0
-0.5
Magnitude (dB)
-1
0.2
0.4
0.6
Time (Seconds)
0.8
20
40
60
Frequency (Hertz)
80
100
40
20
0
-20
-40
Pustaka :
1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer Discrete Time Signal Processing,
Prentice Hall, second edition, 1999.
2. J. G. Proakis, Digtital Signal Processing, Prentice Hall,
3. Monson H. Hayes, Digtital Signal Processing, Schaums Outlines
Series, 1999.
4. L. C. Ludeman, Fundamentals of Digital Signal Processing, Harper &
Row, 1986.
Evaluasi :
1. Tugas
2. Kuis
3. UTS
4. UAS
()
ADC
converter
()
()
: 10%
: 10%
: 40%
: 40%
()
( )
Sistem diskrit
( )
()
DAC
converter
( )
()
= ()
= ()
CONTOH REALISASI
DSK TMS320C6416T
Bab 1
Sinyal dan Sistem Diskrit
1.1 Pendahuluan
Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada
notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi
sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini
juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier time invariant (LTI), bila diberi input maka
outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifatsifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan
persamaan beda akan dibahas pada bab ini.
1.2 Sinyal Diskrit
Sinyal diskrit didefinisikan sebagai deretan bilangan real atau kompleks yang diberi
tanda (indeks) yang menyatakan deretan waktu. Selanjutnya sinyal diskrit dinyatakan
sebagai fungsi variabel integer yang dinotasikan dengan (). Secara umum sinyal
diskrit () merupakan fungsi waktu . Sinyal diskrit () tidak didefinisikan untuk
nilai non integer. Sebagai ilustrasi sinyal diskrit () dapat dilihat pada gambar 1.1.
43 2 1
1 2
3 4
5 6
7 8 9 10
(1.1)
Bab I - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(1.2)
atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya,
= () exp[ () ]
(1.3)
Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai
berikut:
() =
2 x n
(1.4)
+ {x(n)}
{()
{()
(1.5)
{()} = () exp[ () ]
(1.6)
1
0
=0
0
(1.7)
Bab I - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
0
0
<0
(1.8)
Terdapat hubungan antara sinyal impuls dengan sinyal unit step yaitu
= ( 1).
Bentuk sinyal unit step dapat dilihat pada gambar 1.3.
1
(1.9)
merupakan bilangan real atau komplek. Dalam kasus ini bisa berupa 0
sehingga sinyal eksponensial menjadi = 0 , dimana 0 merupakan
bilanagan real. Sinyal () tersebut dinamakan sinyal eksponensial kompleks
dan dapat dinyatakan dalam bentuk lain
= 0 = 0 + j0 .
Sinyal eksponensial kompleks merupakan sinyal sinus dengan komposisi
komponen bagian real dan imajiner. Ilustrasi sinyal ekponensial dengan real
dapat dilihat pada gambar 1.4. Pada gambar 1.4 nilai = .
1
= 1/2
1/2
1/4
1/8
1
Bab I - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(1.10)
(1.11)
(1.12)
(1.13)
Bab I - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
10
12
14
16
12
14
16
10
Bab I - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
10
12
14
16
1 . 2
gcd(1 , 2 )
dimana gcd(1 , 2 ) artinya the greatest common divisor dari 1 dan 2 . Teori ni
berlaku juga untuk perkalian dua sinyal periodik yaitu sinyal diskrit 1 ()
dengan periode 1 dan sinyal diskrit 2 () dengan periode 2 , maka sinyal
diskrit hasil perkalian
= 1 . 2 ()
Bab I - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
10
20
30
40
50
60
70
Bab I - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 1.1
Tentukan periode sinyal diskrit berikut :
a. = cos(0.5)
b. = cos(0.75)
c. = 0.25
d. = cos 0.5 + cos(0.75)
e. = cos 0.5 . cos(0.75)
f. = 16 . cos( )
17
g. =
12
+ 18
Penyelesaian:
a. 0 = 0.5, maka periode sinyal diskrit sebagai berikut
0 0.5 1
=
=
=
2
2
4
Periode dasar sinyal = 4 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
b. 0 = 0.75, maka periode sinyal diskrit sebagai berikut
0 0.75 3
=
=
=
2
2
8
Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat tiga siklus dalam satu periode dasar.
c. 0 = 0.25, maka periode sinyal diskrit eksponensial kompleks sebagai
berikut
0 0.25 1
=
=
=
2
2
8
Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
d. Pada soal tersebut merupakan penjumlahan dua sinyal periodik dengan
periode 1 = 4 dan 2 = 8 sehingga periode sinyal dasar sinyal hasil
penjumlahan adalah
=
1 . 2
4 . (8)
32
=
=
=8
gcd(1 , 2 ) gcd(4,8)
4
e. Karena berlaku juga untuk perkalian dua sinyal diskrit maka periode dasar
hasil perkalian dua sinyal diskrit periodik dengan periode 1 = 4 dan 2 = 8
adalah = 8.
Bab I - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
f. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 32 dan 2 = 34 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
=
1 . 2
32 . (34)
32 . (34)
=
=
= 544
gcd(1 , 2 ) gcd(32,34)
2
g. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 24 dan 2 = 36 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
=
1 . 2
24 . (36)
24 . (36)
=
=
= 72
gcd(1 , 2 ) gcd(24,36)
12
(1.14)
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.6. Harga level 1 0 = 1 dijumlahkan
dengan harga level 2 0 = 1 hasilnya 0 = 2, berikutnya harga level 1 1 = 1/2
dijumlahkan dengan harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1, dan seterusnya sampai
sampling terakhir, hasil penjumlahannya adalah sinyal diskrit ().
1 ()
= 1 + 2 ()
1
1/2
3/2
2 ()
1/2
1/2
Bab I - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(1.15)
Sebagai ilustrasi hasil perkalian sinyal diskrit 1 () dan 2 () yang ada pada gambar
1.6 dapat dilihat pada gambar 1.7. Level 1 0 = 1 dikalikan dengan harga level
2 0 = 1 hasilnya 0 = 1, selanjutnya harga level 1 1 = 1/2 dikalikan dengan
harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1/4, dan seterusnya sampai sampling terakhir,
hasil perkaliannya adalah sinyal diskrit ().
= 1 . 2 ()
1
1
1/2
1/4
1/4
(1.16)
Sebagai ilustrasi konstanta dimisalkan = 1/2 dan hasil perkalian skalar = 1/2
dengan 1 () yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.8. Setiap sampling
dari sinyal diskrit 1 () dikalikan dengan konstanta = 1/2.
= 1/2. 1 ()
1/2
1/4
Bab I - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
d. Refleksi
Proses refleksi suatu sinyal diskrit () adalah merefleksikan sinyal tersebut dalam
domain waktu terhadap = 0. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
=
(1.17)
5 4 3 2 1
(1.18)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 () pada gambar 1.6 digeser kekanan sebesar = 2
sampling, hasilnya dapat dilihat pada contoh 1.10, artinya bahwa sinyal diskrit 1 ()
mengalami delay 2 sampling.
= 1 ( 2)
1
1/2
Bab I - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(1.19)
Sistem yang memiliki persamaan beda yang menyatakan hubungan input-ouput seperti
pada pers (1.19) menunjukkan bahwa sistem mempunyai algoritma seperti pada pers
(1.19), artinya bahwa output sistem () tergantung pada sinyal input () saat yang
sama ditambah dengan setengah kali output satu sampling sebelumnya. Sebagai contoh
bila diinginkan output pada saat = 1 yaitu (1), maka output ditentukan oleh input
(1) ditambah dengan setengah kali (0).
()
= [ ]
[. ]
= 1
+ [2 ]
(1.20)
Bab I - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1 ()
2 ()
1 = [1 ]
2 = [2 ]
12 = 1 + 2 ()
[. ]
12 = 1 + 2 ()
Gambar 1.12. Ilustrasi proses sistem linier
Selain sifat superposisi, terdapat syarat perlu yaitu bila inputnya nol, maka outputnya
nol. Artinya bila sistem tidak diberi input maka keluaran sistem tidak ada.
Contoh 1.3
Sistem diskrit dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut
a. = 2 + 0.2 + ( 1)
b. = 0.3 + 0.5( 1)
Apakah sistem tersebut linier?
Penyelesaian:
a. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.a diperoleh
output = 2. Jadi sistem tersebut tidak linier.
b. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.b diperoleh
output = 0. Selanjutnya kita cek dari sifat superposisi.
o Sistem diberi input 1 () maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
o Sistem diberi input 2 () maka outputnya
2 = 0.32 + 0.52 ( 1)
o Sistem diberi input 12 = 1 + 2 () maka outputnya
12 = 0.3{1 + 2 } + 0.5{1 1 + 2 1 }
12 = 0.31 + 0.51 1 + 0.32 + 0.52 1
12 = 1 + 2
Jadi sistem pada soal 1.3.b bersifat linier.
1.3.3 Sistem time-invariant
Sistem diskrit dikatakan time-invariant jika berlaku sifat
0
= ( 0 )
(1.21)
Artinya sistem diberi input sama pada saat ini atau berikutnya, output sistem akan
tetap, dengan kata lain sistem tidak berubah terhadap waktu.
Bab I - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 1.4
Apakah sistem pada soal 1.3.b mempunyai sifat time-invariant?
Penyelesaian:
Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem diberi input 1 () = ( 0 ) maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
1 = 0.3( 0 ) + 0.5( 0 1)
(1.22)
Untuk setiap urutan input akan menghasilkan urutan output dengan nilai terbatas
positif tetap untuk semua yaitu
() < untuk semua
(1.23)
Bab I - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
= ()
= ()
[. ]
(1.25)
( )
(1.26)
()
4 3 2 1 0
5 6
7 8 9 10
(1.27)
Bila sistem LTI diberi input sinyal diskrit () maka output sistem
= [ ] = [
( )] =
=
[ ( )]
(1.28)
Bab I - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
[( )] =
=
=
=
( )
(1.29)
( ) = ()
(1.30)
()
1
1
1/2
1/2
0 =
= + 1 1 + 0 0 + 1 1 +
=
= 1 (1) = 1
1 =
1 = + 0 1 + 1 0 + = 1 0.5 + 1 (1)
=
= 3/2
Bab I - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
2 =
2 = + 0 2 + 1 1 + 2 0 +
=
3 =
3 = + 1 2 + 2 1 +
=
4 =
4 = + 2 2 + = 0.5 1 = 1/2
=
5 = 0, 6 = 0, dst
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6 a. sebagai berikut
2
()
3/2
5/4
1
1/2
()
1
1
1/2
1/2
-3
-2
-1
(2) =
2 = + 2 0 + = 1 1 = 1
=
Bab I - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1 =
1 = + 2 1 + 1 0 +
=
1 = 1 0.5 + 0.5 1 = 1
0 =
= + 2 2 + 1 1 + 0 0 +
=
1 =
1 = 2 3 + 1 2 + 0 1 + 1 (0)
=
2 =
2 = 1 3 + 0 2 + 1 1 + 2 0
=
2 = 0 + 1 (1)+(0.5)(0.5)+(1)(1)=2.25
3 =
3 = + 0 3 + 1 2 + 2 1 +
=
3 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 = 1
4 =
4 = + 1 3 + 2 2 + = 0+ 1 1 = 1
=
5 =
5 = 0, 6 = 0, 7 = 0, dst
=
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6.b sebagai berikut
()
2.25
1.5
3 2 1
Bab I - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
()
1
4
()
c. = (1/4) { 21 }
d. = (1/4) { 5 21 }
Penyelesaian :
a. Karena () sinyal terbatas, maka output sistem dapat menggunakan sifat-sifat
konvolusi yaitu sifat identitas dan sifat konvolusi sinyal () dengan impuls
tertunda .
= + 0.6 1 = + 0.6 1
=
1
2
() + 0.6
1 1
2
( 1)
( )
=
()
1/4
k
3
1/2
Bab I - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(1.31)
b. Asosiatif
Secara matematis sifat asosiatif
1 2 = {1 2 }
(1.32)
c. Distributif
Secara matematis sifat distributif
{1 + 2 } = 1 + 2
(1.33)
()
a. Sifat komutatif
1 ()
2 ()
1 2 ()
b. Sifat asosiatif
1 ()
1 + 2 ()
2 ()
c. Sifat distributif
Gambar 1.15 Interpretasi sifat konvolusi dari sistem diskrit
d. Urutan identitas
= = ()
(1.34)
(1.35)
Bab I - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
() <
(1.33)
Pembuktian:
Output sistem LTI :
( ) = = ()
(1.34)
( )
=
( )
(1.35)
() . ( )
(1.36)
() <
(1.37)
Bab I - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
=
=0
( )
(1.38)
=0
Jika sistem tersebut kausal maka kita dapat menyusun persamaan (1.38) menjadi
=
=1
+
0
=0
( )
0
(1.39)
Output sistem saat ke ditentukan oleh input saat ke , input saat sebelumnya
1, 2, , dan output saat sebelumnya 1, 2, , .
Contoh 1.8:
Sistem diskrit LTI dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut :
0.5 1 = ()
Diasumsikan = 0, untuk semua < 0
a. Berapa orde sistem LTI tersebut.
b. Tentukan respons impuls sistem ().
Penyelesaian :
a. Berdasarkan persamaan beda pada soal terlihat bahwa = 1, maka termasuk
orde ke-1
b. Evaluasi untuk = () maka output sistem
Ditulis kembali
= 0.5 1 + ()
input sistem adalah impuls, maka
= 0, 0 = 0.5 1 + 0 = 0.5
= 1, 1 = 0.5 0 + 1 = 0.5 .
= 2, 2 = 0.5 1 + (2) = 0.5 .
= 3, 3 = 0.5 2 + (3) = 0.5 .
0 + 1 = 1 = (0.5)0
1 + 0 = (0.5)1
0.5 + 0 = (0.5)2
0.5 2 + 0 = (0.5)3
= (0.5) , untuk 0
= 0.5 ()
Bab I - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
()
()
(1/4)
1
1/4
(1/4)2
1
4
{ 101 }.
Penyelesaian:
Pada contoh tersebut respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai
= 100, sehingga disebut sebagai sistem FIR.
Contoh 1.11
Sistem diskrit dengan input () dan output () dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier
= + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)
Penyelesaian:
Apabila sistem diberi input impuls = () maka output sistem
= () = + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)
Sehingga terlihat respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai = 4,
sehingga disebut sebagai sistem FIR.
Bab I - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
SOAL LATIHAN
1. Sinyal diskrit () berikut
()
1
1/2
1/4
d. ( + 2)
e. ( 2)
b. + 2
f. (2)
c.
2. Tentukan periode sinyal berikut
a. = 2 Sin(20 )
b. = 3 cos(0.055)
c. = 2 sin 0.05 + 3 sin(0.12)
d. = 2 sin 0.05 cos(0.05)
(ii)
(iii)
1
3
1
3
1
3
()
6
{ 6 56 }
Bab I - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
==================================================
Rumus bantu:
2
=
=1
1 2 +1
, 1
1
Rumus trigonometri:
sin + = sin cos + cos sin
cos + = cos cos sin sin
2cos cos = cos +
2cos sin = sin +
2sin cos = sin +
2sin sin = cos
+ cos( )
sin( )
+ sin( )
cos( + )
Bab I - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Bab 2
Analisa Frekuensi
2.1 Pendahuluan
Representasi dalam kawasan frekuensi dari sinyal dan sistem diskrit merupakan analisa
penting dalam pengolahan sinyal digital. Metode yang sering digunakan untuk analisa
sinyal dan sistem diskrit dalam domain frekuensi adalah menggunakan transformasi
Fourier. Transformasi Fourier mampu mempermudah proses komputasi konvolusi
sehingga komputasi menjadi lebih sederhana. Pada bagian ini akan dijelaskan
representasi output sistem LTI apabila diberi input sinyal eksponensial kompleks
maupun sinyal sinus. Transformasi Fourier dan sifat-sifatnya juga akan dijelaskan
secara detail. Pengantar tentang filter digital dan jenis filter dibahas juga pada bagian
ini. Interkoneksi sistem diskrit dan aplikasinya dibahas dibagian akhir bab ini.
2.2 Representasi Frekuensi dari Sinyal dan Sistem Diskrit
Sistem LTI dikarakterisasi dengan respons impuls (), sinyal () dijadikan sebagai
input sistem tersebut menghasilkan respons sistem () yang ditunjukkan pada
gambar 2.1. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan sistem LTI yang diberi input sinyal
eksponensial kompleks dan sinyal sinus.
()
= = =
( )
(2.1)
0 = 0 ( 0 )
(2.2)
0 ()
( 0 ) =
(2.3)
)=
(2.3a)
Dimana
sistem tersebut.
dan
2 + 2
(2.4)
(2.5)
= {
}
1
(2.6)
=
=
(0,5) =
=0
(0,5 )
=0
1
1 0,5 cos + j0,5sin()
Bab II - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
1,25 cos
0,5 sin
1 0,5 cos
Magnitude (dB)
10
5
-5
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
Phase (degrees)
0
-10
-20
-30
Gambar
Dari contoh tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa respons frekuensi sistem diskrit
mempunyai sifat:
Respons frekuenasi bernilai kontinyu disetiap dan selalu periodik dengan periode
2
Harga Respons magnitud merupakan fungsi genap pada = 0 untuk interval
Harga Respons fasa merupakan fungsi ganjil pada = 0 untuk interval
Bab II - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(2.7)
( +) ( +)
0
0
+
2
2
(2.8)
( +)
0
( 0 ) + ( 0 +) ( 0 )
2
2
(2.9)
Suku pertama dan kedua pers (2.9) saling konjugate maka menjadi
= 2{ ( 0 +) 0 }
2
(2.10)
= 2{ ( 0 +) 0 ( ) }
2
(2.11)
= . 0 . ( 0 + +
(2.12)
= . 0 . cos(0 + + )
(2.13)
= . cos(0 + )
(2.14)
Dari pers (2.13) terlihat bahwa output steady-state berupa sinyal sinus dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input 0 , amplitudonya berubah menjadi
perkalian antara amplitudo sinyal input dengan respons magnitud sistem pada
frekuensi sinyal input 0 dan fasanya menjadi penjumlahan antara fasa sinyal
input dengan respons fasa sistem pada frekuensi sinyal input .
Contoh 2.2
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 (). Tentukan output steadystate sistem bila diberi input sebagai berikut:
a. = 2 cos 0,25 + 0,5 ()
b. = 3 + 2 cos 0,25 + 0,5 ()
Bab II - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Penyelesaian:
Respons frekuensi sistem LTI adalah
(0,5)
(0,5 )
=0
=0
1 0,5
1 0,5
1
1 0,5 cos + j0,5sin()
1
(1 0,5 cos )2 + (0,5 sin )2
1
1,25 cos
(2.15)
0,5 sin
1 0,5 cos
(2.16)
a. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input = 0,25 adalah
1
0,25 =
= 2,935
1,25 cos(0,25)
0,5 sin(0,25)
0,25 = 1
= 0,159
1 0,5 cos(0,25)
Output steady-state sistem LTI adalah
= 2. 2,935 . cos 0,25 + 0,5 0,159 ()
= 5.87cos(0,25 + 0.341)()
b. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 1 = 0 dan
2 = 0,25 adalah
1
0 =
=2
1,25 cos 0
0,5 sin(0)
0 = 1
=0
1 0,5 cos(0)
Untuk frekuensi 2 = 0,25 sama dengan jawaban (a)
Jadi output steady-state sistem LTI adalah
= 3. 2 + 5,87 cos 0,25 + 0,341
= 6 + 5,87 cos 0,25 + 0,341
Bab II - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
(2.17)
Dimana dan berturut-turut merupakan bilangan real dan nilai real sebagai
fungsi . Fasa dari adalah
=
untuk 0
untuk < 0
(2.18)
Selanjutnya secara umum, filter dikatakan mempunyai fasa linier jika mempunyai
bentuk umum
= . ( )
(2.19)
Pers (2.19) dapat dikatakan juga sebagai filter dengan group delay konstan. Group delay
didefinisikan
=
{ +}
(2.20)
Artinya bahwa sinyal yang melewati sistem dengan respons fasa ( + ) mengalami
delay sebesar .
2.3.2 Filter Allpass
Filter digital dikatakan allpass jika respons magnitud dari sistem adalah konstan dan
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
(2.21)
Contoh 2.3
Buktikan bahwa respons frekuensi dibawah ini merupakan sistem allpass.
0,5
=
1 0,5
Penyelesaian:
=
0,5
cos sin 0,5
=
1 0,5
1 0,5 cos + 0,5sin
Bab II - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1,25 cos
1,25 cos
=1
Jadi sistem tersebut termasuk allpass karena, respons magnitud sistemnya bernilai
konstan.
2.3.3 Filter selektif frekuensi
Bedasarkan pemilihan frekuensi yang diloloskan, terdapat beberapa jenis filter
diantaranya LPF (Low Pass Filter), HPF (High Pass Filter), BPF (Band Pass Filter), BSF
(Band Stop Filter). Interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 1 atau
konstan disebut daerah passband (pita lolos) sedangkan interval frekuensi pada
respons magnitud yang bernilai 0 disebut daerah stopband. Frekuensi yang membatasi
passband dan stopband disebut frekuensi cutoff. Filter digital ideal mempunyai respons
fasa 0 disemua frekuensi dan mempunyai respons magnitud sebagai berikut:
a. Low Pass Filter (LPF)
LPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.2 dan selalu periodik dengan
periode 2. LPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis
=
= 2
1
0 <
(2.22)
sin
(2.23)
Bab II - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
= 2
1
0
<
(2.24)
sin
(2.25)
1
0
1 2
< 1 dan 2 <
(2.26)
2 1
= 2
sin 2
sin 1
(2.27)
Bab II - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
= 2
1
0
< 1 2 <
1 2
sin 2
(2.28)
sin 1
(2.29)
2 1
()
1 ()
()
2 ()
(2.30)
(2.31)
. 2 2
= 1 . 2 . (1
+2 )
(2.32)
(2.33)
Bab II - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
= 1 . 2
(2.34)
= 1 + 2
(2.35)
Pada pers (2.34) dan (2.35) terlihat bahwa respons magnitud sistem ekivalen cascade
merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua.
Respons fasa sistem ekivalen merupakan jumlahan respons fasa sistem pertama dengan
respons fasa sistem kedua.
1 ()
()
()
2 ()
(2.36)
(2.37)
+ 2 2
= {1 + 2 } + j{1 + 2 }
(2.38)
(2.39)
Jika kedua sistem LTI yang tersusun secara paralel masing-masing mempunyai respons
fasa 0 disemua frekuensi, maka respons frekuensi ekivalennya merupakan jumlahan
respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Apabila respons fasa masingmasing sistem LTI tidak nol, maka respons frekuensi ekivalennya dapat diselesaikan
menggunakan pers (2.39) dengan respons magnitud ekivalen dan respons fasa ekivalen
sebagai berikut
{1 + 2 }2 + {1 + 2 }2
1 + 2
1 + 2
(2.40)
(2.41)
Bab II - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 2.4
Dua sistem LTI dengan respon frekuensi seperti pada gambar 2.8, kedua sistem tersebut
dipasang secara serial (cascade).
H1( )
H2( )
-3/4
-/4
/4
3/4
-/3
/3
-3/4
-/3
/3
3/4
1
0
/3 3/4
< /3 dan 3/4 <
(2.42)
Bab II - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Agar transformasi Fourier sinyal diskrit ada, maka penjumlahan pada pers
(2.42) harus konvergen. Hal ini terpenuhi bila () dapat dijumlahkan secara absolut:
=<
(2.43)
Hal yang harus diingat bahwa transformasi Fourier diskrit mempunyai sifat selalu
periodik dengan periode 2.
2.6 Transformasi Fourier Diskrit Balik
Transformasi Fourier Diskrit Balik dari spektrum sinyal diskrit dapat diperoleh
cara yang sama dengan saat mendapatkan respons impuls sistem LTI, sehingga ()
diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier Diskrit Balik
1
=
2
(2.44)
No
1
2
3
2( + 2)
1 ( < < )
=
() ( < 1)
()
6
7
8
9
1
1 j
1
+
1 j
( + 2)
=
1
1 j 2
1
1 2cos0 j + 2 j2
1
=
0 <
sin[( + 1)/2] /2
sin(/2)
( + 1) () ( < 1)
sin 0 + 1
() ( < 1)
sin 0
sin
1 0
=
0 lainnya
10
j 0
2( 0 + 2)
11
cos(0 + )
[ 0 + 2
=
+ + 0 + 2 ]
Bab II - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
2 ( ( )
Perkalian
1 . 2
2 1
1
2
( )
2
Teori Parseval
2
=
a. Linieritas
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka jumlahan dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1 + 2
1 + 2
c. Modulasi
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka sinyal () dikalikan dengan
eksponensial komplek 0 menghasilkan pergeseran frekuensi
0
( ( 0 ) )
Bab II - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
d. Konvolusi
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka konvolusi dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1 2
1 . 2
e. Perkalian
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka perkalian dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1 . 2
1
2
1 2 (
f. Teori Parseval
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka kita dapat menghitung energi
suatu sinyal diskrit dalam domain waktu maupun domain frekuensi dengan
formula sebagai berikut
1
2
2=
( )
2
=
Untuk menghitung energi sinyal bila diketahui kuadrat spektrum magnitud suatu
sinyal diskrit, dapat kita integralkan dalam satu periode 2.
2.8 Aplikasi
Pada bagian ini kita menjelaskan beberapa aplikasi transformasi Fourier untuk analisa
sistem LTI.
a. Respons frekuensi sistem LTI
Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan hubungan input () dan output ()
yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai
berikut
( ) =
=0
( )
(2.45)
=0
Respons frekuensi sistem dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier pers
(2.45) sebagai berikut
Bab II - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
=
=0
(2.46)
=0
=0
(2.47)
=0
=0
=
=
1+
=1
(2.48)
Contoh 2.5
Sistem LTI mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier sebagai berikut
= 0,25 1 + 0,3 2 + 1,5 + 0,4 1 0,6( 2)
Tentukan respons frekuensi sistem tersebut.
Penyelesaian:
Kita lakukan transformasi Fourier sehingga menjadi
= 0,25 + 0,3 2 + 1,5 + 0,4
0,6 2
[1 0,25 0,3 2 ] = [1,5 + 0,4 0,6 2 ]
1,5 + 0,4 0,6 2
=
=
1 0,25 0,3 2
b. Konvolusi
Transformasi Fourier (TF) diskrit memetakan konvolusi dalam domain waktu ke
perkalian dalam domain frekuensi. TF diskrit memberikan solusi alternatif untuk
mempermudah analisa respons sistem. Contoh berikut memberikan prosedur
penyelesaiannya.
Bab II - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 2.6
Respons impuls sistem LTI =
=
1
3
1
2
()?
Penyelesaian:
Karena respons sistem merupakan konvolusi antara () dengan (), maka kita dapat
menyelesaikan dengan TF yaitu berupa perkalian antara dan ,
selanjutnya dilakukan invers dari TF.
= .
=
1
1
.
=
+
1
1
1
1
1 2 1 3 1 2 1 3
1
1
2
1
1
3
=3
3
1
1 2
1
= 3
2
=
1
=2
1
1
1 3
1
1
1 2
2
1
1 3
1
2
3
=3
=2
= 2
=3
Bab II - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
0,25 = 2
{1 0,25 } = {1 2 }
=
1 2
1
2
=
=
1 0,25 1 0,25 1 0,25
1
=
4
1
4
Contoh 2.8
Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda 0,75 1 + 0,125( 2) = 0,5( 1).
Sinyal = 0,75 () dijadikan sebagai input sistem tersebut.
a. Tentukan respons frekuensi sistem tersebut, termasuk respons magnitud dan
fasa.
b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem tersebut.
c. Sistem tersebut termasuk jenis filter apa? LPF, HPF, BPF atau BSF?
d. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
e. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal input.
f. Gambar spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal input tersebut.
g. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal output tersebut.
h. Tentukan sinyal output sistem tersebut.
i. Gambarkan spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal output
tersebut.
Penyelesaian:
a. Respons frekuensi sistem, respons magnitud dan fasa:
0,75 + 0,125 2 = 0,5
{1 0,75 + 0,125 2 } = {1 0,5 }
=
1 0,5
=
1 0,75 + 0,125 2
1 0,5
1 0,5
=
=
1 0,75 + 0,125 2
1 0,5 1 0,25
=
1
1
=
1 0,25
1 0,25 cos + 0,25 sin
Bab II - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Respons magnitud:
1 0,25
+ 0,25()
1
17
16 0,5 cos
Respons fasa:
= 0 1
0,25 sin
1 0,25 cos
Magnitude (dB)
4
2
-2
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
Phase (degrees)
0
-5
-10
-15
Bab II - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
=
4
1
1 0,75
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal input seperti terlihat pada gambar
-37.35
Magnitude (dB)
-37.4
-37.45
-37.5
-37.55
-37.6
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
400
Phase (degrees)
300
200
100
1
1
.
1 0,75 1 0,25
Bab II - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
1
.
=
+
3
1
1 0,75
1 0,25
1 4
1 4
3
1
4
1
1
1 4
3
2
=4/3
1
1
=
3
2
=4
1 4
=4
3/2
1/2
=
3
1
1 4
1 4
3 3
1 1
1
=
=
2 4
2 4
i.
1
1
4
=4/3
clear all;
b=[1]
a=[1 -1 3/16]
freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal output seperti terlihat pada gambar
Bab II - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
15
Magnitude (dB)
10
5
0
-5
-10
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
Phase (degrees)
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
Bab II - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
LATIHAN BAB II
1. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
dan respons fasa digambarkan sebagai beikut
1
/3
/3
/3
/3 0
/3
/3
+ 2 ()
b. = 3 + 2 sin
c. = 2 sin
+ 2 cos
d. = 2 + 2 sin
+ 2 ()
+ 2 ()
+ 2 ()
2. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
seperti gambar dibawah dan respons fasa nol disemua frekuensi.
20
10
0
+2
b. = 2 + 2 sin
c. = cos
+2
Bab II - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
3. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
1
= ( 1)
2
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan persamaan dan gambar respons magnitud sistem.
c. Tentukan persamaan dan gambar respons fasa sistem.
4. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
3
1
= + 1 ( 2)
4
8
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan output sistem bila inputnya.
1
i. = 2 ( 1)
ii. =
iii. =
1
4
()
1 2
4
( 2)
7. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang paralel.
1
/4
1 =
0 /4 <
2 =
a.
b.
c.
d.
e.
1
0
3/4
< 3/4
8. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada gambar dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang seri (atau kaskade),
H1( )
H2( )
1
-3/4
-/4
/4
3/4
-/3
/3
H1( )
H2( )
/2
3/8
/8 /4
-3/4
-/4-/8
/6
3/4
-/6
-3/8
a.
b.
c.
d.
/3
-/3
-/2
-3/4
-/4
/4
X( )
3/4
-3/4
-/4
/4
3/4
e. Jelaskan apa yang dialami sinyal input setelah melewati sistem-1 dan
sistem 2?
f. Tentukan output steady state bila inputnya = 2 cos 0,25 () +
3(0,5)()
Bab II - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
9. Tentukan respon impuls filter digital yang mempunyai persamaan respons frekuensi
sebagai berikut:
=
2
0
<
10.
Bab II - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Bab 3
Sampling dan Rekonstruksi Sinyal
3.1 Pendahuluan
Sinyal diskrit diperoleh dengan melakukan proses sampling pada sinyal kontinyu.
Banyak contoh aplikasi pengolahan sinyal digital yang dijumpai pada sistem relay
protection, pengolahan sinyal suara dan sinyal audio, sistem radar dan sonar,
pengolahan sinyal seismic dan biologi, pengolahan sinyal multimedia dan lain
sebagainya. Sinyal kontinyu disampling secara periodik dengan periode sampling
tertentu, sehingga sinyal diskrit merupakan urutan sinyal kontinyu yang tersampling.
Proses sampling sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit/digital disebut konversi analog
ke digital (analog to digital converter ADC), sedangkan proses dari sinyal digital ke
sinyal analog/kontinyu disebut konversi digital ke analog (digital to analog converter
DAC). Rangkaian ADC dan DAC biasanya dipakai pada sistem pengolahan sinyal digital
seperti terlihat pada gambar 3.1. Pada bab ini akan didiskusikan tentang proses
sampling yang terjadi pada ADC dan proses rekonstruksi sinyal yang terjadi pada DAC,
termasuk fenomena aliasing yang terjadi pada sinyal pita tak terbatas atau ketika
menggunakan laju sampling yang begitu rendah.
()
ADC
converter
()
Filter digital
()
()
DAC
converter
()
Gambar 3.1 Komponen ADC dan DAC pada sistem pengolahan sinyal digital pada sistem
kontinyu ekivalen
()
()
C/D
converter
()
()
Quantizer
Encoder
(3.1)
( )
(3.2)
= (). () =
. ( )
(3.3)
()
()
Konversi deretan
impuls ke diskrit
= ()
()
()
()
. ( )
=
0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
()
()
( )
= ()
0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
0 1 2 3 4
5 6 7 8
()
()
( )
(3.4)
Bab III - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
=
1
=
(3.5)
( )
(3.6)
Kita dapat menyatakan transformasi Fourier kontinyu dari sinyal () dalam bentuk
lain, karena transformasi Fourier dari ( ) adalah , maka transformasi
Fourier kontinyu dari sinyal:
. ( )
=
adalah
(3.7)
(3.8)
Kita bandingkan pers. (3.7) dan pers. (3.8), maka terdapat hubungan bahwa
= ()
=/
(3.9)
1
=
2
(
)
(3.10)
Bab III - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
()
= 2
()
= 2 = 2/
()
2/
()
()
= .
1/
( + )
( )
( )
( + )
()
= .
( )
1/
2
(2 + )
(2 )
(2 )
2
(2 + )
()
sinyal informasi pita terbatas (band limited) = 0 untuk > dapat dilihat
pada gambar 3.4 (a). Rentang spektrum sinyal informasi dari 0 s/d rad/detik
sehingga sinyal informasi tersebut mempunyai frekuensi maksimal . Spektrum
deretan impuls () adalah () berbentuk deretan impuls juga dan muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (b). Bentuk spektrum
sinyal tersampling () yaitu () yang merupakan konvolusi antara () dan
() berbentuk seperti spektrum sinyal informasi () yang muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (c), sedangkan bentuk
spektrum sinyal diskrit yang merupakan hasil konversi dari deretan impuls sinyal
tersampling menjadi deretan sinyal diskrit ( ) juga berbentuk seperti spektrum
sinyal informasi () yang muncul disetiap kelipatan 2 seperti terlihat pada gambar
3.4 (d).
Apabila frekuensi sampling < 2 atau ( ) < , maka bentuk spektrum
sinyal () akan menjadi seperti pada gambar 3.5. Bentuk spektrum yang menumpuk
satu sama lain tersebut dinamakan terjadi aliasing. Bila terjadi aliasing, kandungan
frekuensi sinyal () akan mengalami kehilangan sebagian kandungan frekuensinya
atau bisa dikatakan tidak bisa diperoleh kembali secara lengkap kandungan frekuensi
sinyal informasi tersebut.
()
1/
/2 0
/2
Jika () merupakan sinyal pita terbatas dengan frekuensi maksimal , maka dengan
frekuensi sampling
2
(3.11)
Proses pada ADC tidak akan terjadi aliasing dan () dapat diperoleh kembali dari
sampel-sampelnya () menggunakan filter rekonstruksi yaitu LPF (low pass filter).
Berikut pernyataan teorema sampling Nyquist:
Teorema sampling: Jika () merupakan sinyal dengan frekuensi lebar pita terbatas,
= 0
2
2
Penyelesaian:
a) Frekuensi sinyal analog adalah 1 = 100 dan 2 = 400 atau dalam
pernyataan lain 1 = 200 rad/det dan 2 = 800 rad/det.
b) Frekuensi Nyquist = 800 rad/det.
c) Laju Nyquist 2 = 1600 rad/det.
d) Sinyal diskrit = () = 2 sin 0.2 + cos(0.8)
e) Frekuensi digital sinyal () adalah 1 = 0.2 rad dan 2 = 0.8 rad
f) Sistem ADC tersebut tidak terjadi aliasing karena frekuensi sampling
= 21000 = 2000 rad/det lebih besar dari laju Nyquist 2 = 1600
rad/det.
g) Ya, terjadi aliasing karena frekuensi sampling = 2600 = 1200 rad/det
kurang dari laju Nyquist 2 = 1600 rad/det.
Bab III - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
()
()
()
()
()
= /
2
()
Gambar 3.6 (a). Konverter discrete-to-analog (D/C), (b) Respons frekuensi filter
rekonstruksi ideal
( )
(3.12)
Selanjutnya () difilter dengan filter rekonstruksi yang berupa filter LPF ideal yang
mempunyai respons frekuensi pers (3.13) dan ditunjukkan pada gambar 3.6.b.
=
,
0
/
> /
(3.13)
Bab III - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Sistem ini disebut sebagai konverter discrete-to-analog (D/C) atau DAC. Transformasi
Fourier kontinyu balik dari pers. (3.13) merupakan respons impuls filter rekonstruksi
yaitu
=
sin( )
(3.14)
( ) =
=
sin[( )/]
( )/
(3.15)
() = ( )
(3.16)
Bab III - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
. ( ) < /
0
lainnya
(3.17)
1/
( + )
( )
()
( + )
()
= /
2
()
()
1/
/2 0
/2
()
()
/2
2 /2
()
Bab III - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Proses rekonstruksi sinyal dapat juga dilihat dalam kawasan frekuensi. Bentuk
spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal dijelaskan pada gambar 3.8. Spektrum
deretan impuls sinyal () yaitu () difilter dengan filter rekonstruksi berupa LPF
ideal dengan respons frekuensi () yang mempunyai frekuensi cutoff /2 atau
/ seperti terlihat pada gambar 3.8.a. Output filter rekonsruksi mempunyai bentuk
spektrum () yang sama dengan bentuk spektrum sinyal aslinya () yang dapat
dilihat pada gambar 3.8.b. Apabila frekuensi sampling tidak memenuhi kriteria Nyquist
maka spektrum sinyal asli tidak dapat diperoleh kembali, sehingga dikatakan terjadi
aliasing, seperti terlihat pada gambar 3.8.c dan 3.8.d.
3.4 Pengolahan Dalam Waktu Diskrit dari Sinyal Analog
Salah satu aplikasi penting konverter ADC dan DAC adalah pengolahan sinyal analog
menggunakan sistem diskrit, seperti terlihat pada gambar 3.9. Pada sistem ini tersusun
secara serial konverter ADC, sistem diskrit dan konverter DAC. Kita mengasumsikan
sinyal digital merupakan sinyal diskrit yang tidak dikuantisasi dan dikodekan,
melainkan deretan sinyal tersampel. Filter rekonstruksi yang digunakan pada konverter
DAC diasumsikan berupa filter LPF ideal. Sistem keseluruhan bisa dikatakan sistem
waktu kontinyu karena sinyal input () dan output () berupa sinyal analog/
kontinyu. Kita dapat menganalisa sistem ini dengan melihat output sinyal di masingmasing tahapan. Konverter ADC menghasilkan output sinyal diskrit () yang
mempunyai transformasi Fourier diskrit :
1
=
2
(
)
(3.18)
Jika sistem diskrit merupakan sistem linier time-invariant (LTI) dengan respons
frekuensi ( ), maka ouput sistem diskrit mempunyai transformasi Fourier diskrit
sebagai berikut
()
ADC
converter
()
1
.
Sistem diskrit
( )
2
(
)
()
DAC
converter
(3.19)
()
Bab III - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
sin[( )/]
( )/
(3.20)
Contoh 3.2:
Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit seperti pada gambar 3.9. Sinyal
= cos(2300) sebagai input ADC dan sistem diskritnya berupa filter allpass.
a. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 1 kHz dan
tentukan output .
b. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 500 Hz dan
tentukan output .
Penyelesaian:
a. Spktrum sinyal analog ():
()
600
600
2600
1400 600
600
1400
2600
2,6
1,4 0,6
0,6
1,4
2,6
= 1000
2
1000
()
2600
1400 600
600
1400
2600
()
600
600
600
600
1600
400 0
600
400 600
1600
Bab III - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
( )
-2 1,20,8 0
0,8 1,2 2
500
()
= 500
2
()
1600
600400 0
400 600
1600
()
400
400
Bab III - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 3.3:
Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Xa( f )
1
f (kHz)
-4
frekuensi cutoff = 4 .
Penyelesaian:
Bab III - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
LATIHAN BAB 3
1.
Sinyal informasi mempunyai spektrum frekuensi pada rentang 0 4000 Hz. Berapa
Hz frekuensi sampling minimum agar tidak terjadi aliasing.
2.
10
12
14
16
18
20
a. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dengan frekuensi
sampling 1 kHz. Berapa Hz frekuensi sinyal informasinya.
b. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dari sinyal
informasi 10 kHz. Berapa Hz frekuensi sampling ADC tersebut.
3.
Data digital dengan laju data 64 kbps, bila data tersebut hasil pengkodean 8 bit per
sampling. Sistem digital tersebut menggunakan frekuensi sampling berapa Hz?
4.
Tentukan dua sinyal kontinyu lain yang akan menghasilkan sinyal diskrit
= cos(0,5) bila disampling dengan frekuensi 8 kHz.
5.
Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
()
ADC
converter
()
Sistem digital
( )
()
DAC
converter
()
Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
Jika sistem digital diatas mempunyai respons impuls =
sin (0,3 )
, dan sinyal
input = + 2 250 +
(500).
a. Berapa Hz kandungan frekuensi analog sinyal informasi ()
b. Berapa Hz laju Nyquist
c. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ()
tersebut? Jelaskan!
d. Tentukan sinyal diskrit ()
e. Tentukan sinyal diskrit ()
f. Tentukan output steady state ()
7.
Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Xa( f )
1
f (kHz)
-8
Bab III - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
8.
Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
()
-4
f (kHz)
9.
Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
()
1
-8
-4
f (kHz)
8
-8
-4
f (kHz)
Bab III - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
3
4
dan
Bab III - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Bab 4
Transformasi-Z
4.1 Pendahuluan
Transformasi-Z merupakan suatu alat bantu pada analisis sinyal dan sistem waktu
diskrit, begitu sebaliknya pada analisis sinyal dan sistem kontinyu menggunakan
transformasi Laplace. Transformasi-Z dapat digunakan untuk menyelesaikan
persamaan beda koefisien konstan linier, mengevaluasi respon sistem LTI (Linier TimeInvariant) bila diberi sinyal masukan (input) dan merencanakan filter digital linier.
Pada bab ini akan menjelaskan transformasi-Z dan menguji bagaimana transformasi-Z
dapat digunakan untuk menyelesaikan macam-macam permasalahan yang berbeda.
4.2 Definisi Transformasi-Z
Pada bab sebelumnya, transformasi Fourier dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan
sebagai berikut:
()
(4.1)
(4.2)
()
=
=
()
Transformasi-Z dapat ditinjau sebagai transformasi Fourier diskrit (TFD) dari sinyal
diskrit terbobot secara eksponensial. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai
berikut:
=
=
(4.3)
Kita dapat melihat pers. (4.3) bahwa () merupakan transformasi Fourier dari
Bab IV - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
()
()
<
(4.4)
yaitu daerah konvergensi (DK) dari deret daya pada pers. (4.2) terdiri dari semua nilai z
agar berlaku pertidaksamaan pada pers. (4.4). Misalnya, nilai = 1 berada pada DK,
maka semua nilai z pada lingkaran yang berpusat di titik asal tersebut didefinisikan
= 1 juga berada pada DK. Jadi DK berupa lingkaran yang berpusat di titik asal.
Transformasi-Z merupakan fungsi variabel komplek z, maka transformasi-Z dapat
digunakan untuk menggambarkan kegunaan bidang-z komplek, yaitu dengan
= + =
maka aksis-aksis bidang-z merupakan bagian real dan imajiner z seperti yang
diilustrasikan pada gambar 4.1. Contour pada gamabar 4.1 berhubungan dengan = 1
yang merupakan sebuah lingkaran berjari-jari satu yang disebut sebagai lingkaran satu
(unit circle). Transformasi-z telah mengevaluasi pada lingkaran satu berhubungan
dengan TFD,
=
Secara spesifik, kita mengevaluasi () pada titik-titik sekitar lingkaran satu adalah
memulai = 1 = 0 , melalui = = /2 , ke = 1 = , yang berarti kita
memperoleh nilai-nilai ( ) pada 0 . Sinyal diskrit () mempunyai TFD,
apabila lingkaran satu harus berada pada DK dari ().
()
Lingkaran satu
()
=0
=0
(4.5)
=0
=0
=
1
1
() konvergen apabila dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga yaitu
bila 1 < 1 atau > , sehingga DKnya: > .
Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya gambar bidang-z dapat
dilihat pada gambar 4.2. Daerah yang diarsir menunjukkan DK, yaitu nilai z yang
membuat () konvergen.
()
Lingkaran satu
()
Bab IV - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Contoh 4.2: Sinyal diskrit eksponensial sisi kiri atau tak kausal.
Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = ( 1) dan tentukan polezeronya serta gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < 1.
Penyelesaian:
1
=
=
1
=1
=1
=1
=0
1
1
=
=
1
1
1 1
() dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga bila 1 < 1 atau
< , sehingga DKnya: < .
Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.3.
()
Lingkaran satu
b 1
()
1
1
2 + 1
2
=
+
=
x
1 1 1 1
1 1 1 1 2
Bab IV - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
2 2 + 2 +
=
=
Harga pole-zero: () mempunyai pole pada 1 = dan 2 = , sedangkan zero pada
1 = 0 dan 2 = + /2
Daerah konvergensi () adalah < < , selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.4, dalam contoh ini > 1
()
Lingkaran satu
()
+ /2
dan
Penyelesaian:
9
=
=2
=2
1 2 1
1 1
10
10
10
2 8 10 2 8 8
= 10
= 9x
9
()
()
Pasangan transformasi-Z dari beberapa sinyal diskrit umum dapat dilihat pada tabel
4.1. Berdasarkan pasangan transformasi-Z tersebut dapat membantu untuk
mengevaluasi bentuk-bentuk sinyal diskrit lainnya.
4.3 Sifat-sifat Daerah Konvergensi
Berdasarkan contoh-contoh sebelumnya bahwa DK tergantung pada sinyal diskrit ().
Pada bagian ini akan dijelaskan sifat-sifat DK ini disertai diskusi dan justifikasi intuitif.
Kita mengasumsikan secara spesifik bahwa pernyataan aljabar transformasi-Z
merupakan fungsi rasional dan sinyal diskrit () mempunyai amplitude terbatas,
mungkin kecuali pada = atau = .
Sifat-sifat DK dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. DK merupakan suatu lingkaran pada bidang-z yang terpusat pada titik asal, yaitu
0 < < , artinya merupakan jari-jari dalam dan lebih besar
sama dengan nol, sedangkan merupakan jari-jari luar dan kurang dari sama
dengan tak hingga.
2. Transformasi Fourier dari sinyal () konvergen jika dan hanya jika DK dari
transformasi-Z sinyal () tersebut termasuk lingkaran satu.
3. DK tidak dapat mengandung pole-pole, artinya pole-pole tidak termasuk DK.
4. Jika () merupakan sinyal diskrit durasi terbatas 1 2 , maka DK
tersebut semua bidang-z, kecuali pada = 0 atau = .
5. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan atau kausal, maka DKnya
berada diluar pole terluar (pole terbesar) menuju = pada bidang-z.
Bab IV - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
6. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kiri, maka DKnya berada didalam
pole terdalam (pole terkcil) menuju = 0 pada bidang-z.
7. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan dua sisi, maka DKnya berupa cincin
pada bidang-z, yang dibatasi oleh pole dalam dan pole luar dan DK tidak
mengandung pole-pole, sesuai dengan sifat 3.
Tabel 4.1 Pasangan Transformasi-z Umum
Sinyal Diskrit
Transformasi-Z
Daerah Konvergensi
()
Semua nilai z
()
1
1 1
>1
1
1 1
<1
( )
Semua z kecuali 0
()
1
1 1
>
1
1 1
<
()
1
1 1
>
1
1 1
0 ()
1 (0 ) 1
1 2 0 1 + 2
>1
0 ()
1 (0 ) 1
1 2 0 1 + 2
>1
1 . (0 ) 1
1 2. 0 1 + 2 2
>
. (0 ) 1
1 2. 0 1 + 2 2
>
1 1 2 2
1 1
Semua z kecuali 0
0 ()
0 ()
1 ( 2 )
<
Bab IV - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Transformasi-Z balik merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kembali sinyal
diskrit () dari (). Metode ini sangat membantu dalam mengevaluasi sinyal dan
sistem diskrit menjadi lebih mudah. Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode
transformasi-z balik diantaranya metode inspeksi, ekspansi pecahan parsial dan
ekspansi deret daya.
1
1
1 1
4
dan
mempunyai
DK:
1
4
()
=0
=0
(4.6)
=0
=0
(4.7)
Persamaan (4.7) menunjukkan bahwa akan ada zero dan N pole pada lokasi tidak nol
pada bidang-z. Sebagai tambahan, ada pole pada = 0 bila > atau
( ) zero pada = 0 jika > . Dengan kata lain, bentuk transformasi-z pada
pers. (4.6) selalu mempunyai jumlah pole dan zero yang sama pada bidang-z dan tidak
ada pole dan zero pada = . Bentuk () pada pers. (4.6) dapat dinyatakan dalam
bentuk
Bab IV - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
=1(1 )
1
=1(1 )
(4.8)
Dimana merupakan zero dari () yang tidak nol dan merupakan pole dari ()
yang tidak nol.
Jika < dan semua pole merupakan orde pertama, maka () dapat dinyatakan
sebagai
=
=1
1 1
(4.9)
(4.10)
Contoh 4.6:
Transformasi-z dari sinyal diskrit () adalah
1
1
1 4 1
>
1
1 2 1
1
2
dimana:
1
2
+
1
1
1 4 1
1 2 1
1 1
1 = . (1 )
4
1 1
2 = . (1 )
2
1 =4
1 =2
1
1
1 2 1
1
1
1 4 1
= 1
1 =4
=2
1 =2
sehingga :
() =
1
2
+
1
1
1 4 1
1 2 1
Bab IV - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Seperti terlihat pada tabel 4.1 dengan melihat pasangan transformasi-z masing-masing
suku, maka sinyal diskrit () menjadi
=
1
4
+ 2.
1
2
()
Jika , maka pers (4.6) dinyatakana ke dalam bentuk ekspansi pecahan parsial
lengkap seperti berikut:
=
=0
=1
1 1
(4.11)
Pers (4.11) dapat diperoleh dari pers (4.6) dengan cara membagi pembilang dengan
penyebutnya sampai menghasilkan polinomial 1 berpangkat (M-N). Suku pertama
per (4.11) sisi kanan merupakan hasil pembagian pers (4.6) dan suku keduanya
merupakan rasio sisa dari pembagian pers (4.6) dengan penyebutnya.
Contoh 4.7:
Transformasi-z dari sinyal diskrit () adalah
1
1 + 2 1
1
1 + 3 1
1
1 4 1
1
1 2 1
5
1
1 + 6 1 + 6 2
3
1
1 4 1 + 8 2
>
1
2
= +
1
2
+
1
1
1 4 1
1 2 1
3
1
5
1
1 1 + 2 1 + 1 + 2
4
8
6
6
4
1 2
1
+
3
6
Bab IV - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1 11
+ 1
3 6
Setelah pangkat dari sisa pembagian polinomial 1 lebih kecil dari pembagi, maka
dapat dinyatakan dalam bentuk:
1 11
1 11
3 + 6 1
3 + 6 1
4
4
= +
= +
1 1
1 1
3 1 3 1 + 1 2 3
1
4
8
4
2
4
1
2
+
+
1
1
3
1 4 1
1 2 1
1 11
3 + 6 1
1
1 4 1
1
1 2 1
1 11
3 + 6 1
1
1 4 1
1
1 2 1
1
1 1
4
1
1 1
2
=-
20
1 = 4
=
1 = 2
20
3
Selanjutnya menjadi:
20
20
3
4
3
= +
+
1 1
1 1
3
1 4
1 2
Dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1 dan DK dari adalah
1
> 2 maka sinyal diskrit () merupakan urutan sisi kanan dan diperoleh sebagai
berikut:
4
20 1
= ()
3
3 4
20 1
() +
3 2
()
Jika mempunyai pole jamak dan maka selanjutnya pers (4.11) harus
dimodifikasi. Jika mempunyai pole orde pada = dan semua pole-pole
lainnya merupakan orde pertama, maka pers (4.11) menjadi
Bab IV - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
=
=0
=1,
+
1 1
=1
(1 1 )
(4.12)
Koefisien dan dapat dicari dengan cara yang sama dengan sebelumnya,
sedangkan dicari dengan cara sebagai berikut:
=
1
!
1 1
= 1
(4.13)
(),
DK =
1 (),
DK = 1
2 (),
DK = 2
maka:
1. Linieritas
Sifat linier dapat dinyatakan
1 + 2
1 + 2 ,
DK = 1 2
DK dari penjumlahan dua sinyal diskrit merupakan irisan dari kedua DK sinyal
tersebut. Pada contoh 4.3 menunjukkan sifat linieritas.
2. Penggeseran waktu (Time Shifting)
Sifat penggeseran waktu dapat dinyatakan sebagai berikut:
Bab IV - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
( )
(),
DK =
Apabila nilai positif maka sinyal () mengalami waktu tunda (delay) sebesar
dan bila negatif maka sinyal () mengalami penggeseran maju (digeser ke
kiri). Penurunan sifat ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
transformasi-z, misalnya = ( ), maka transformasi-z dari () adalah
( )
=
=
()
( +)
()
= ()
Contoh 4.8:
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit =
1 3
2
( 3).
Penyelesaian:
3
=
1
1 2 1
1
(/),
DK =
() =
1
1
() + ()
2
2
() =
1
2
() +
1
2
()
Dari bentuk tersebut kita bisa melihat pada tabel 4.1 sehingga transformasi z
dari adalah:
1/2
1/2
+
1
1
1 1
1
1
1 1 + 2 1 1
2
=
1 1 1 1
=
1 . 1
=
1 2. 1 + 2 2
()
dimana DK =
1
1
=
=
1 1
1 1
dimana DK =
( )
dimana DK = 1/
(1/ )
Jika sinyal real atau sinyal tersebut tidak memilki konjugasi sinyal komplek,
hasilnya menjadi
dimana DK = 1/
(1/)
Contoh 4.11:
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit berikut:
= ()
Penyelesaian:
sinyal tersebut merupakan sifat time reversal dari (),
time reversal diperoleh
dengan
sifat
1
1
1 2 ()
dimana DK = 1 2
() =
1 . 2 ( )
=
Bab IV - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
() =
=
= =
() =
1 . 2 ( )
2 ( )
1
=
() =
2 () ( +)
1
=
=
() =
=
2 = 1 . 2 ()
=
Contoh 4.12:
Tentukan transformasi z dari keluaran sistem LTI yang mempunyai respons
impuls bila diberi sinyal input , dimana dan sebagai berikut:
1
= (2) () dan
= (3) ()
Penyelesaian:
1
1
.
1
1
(1 2 1 ) (1 3 1 )
DK
>2
DK
>2
2
1
1
( 2) 3
1/3
1/2
()
Bab IV - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Sifat
Sinyal diskrit
Transformasi-z
Daerah
konvergensi
Linieritas
1 + 2 ()
1 + 2 ()
1 2
( )
()
2
3
Pergeseran
waktu
Perkalian
eksponensial
()
()
Diferensiasi
()
Konjugasi
()
( )
Refleksi
waktu
()
( 1 )
1/
Konvolusi
1 2 ()
1 . 2 ()
1 2
=
=0
(4.14)
=0
() =
=0
()
(4.15)
=0
Bab IV - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Fungsi transfer dari sistem LTI menjadi dapat diperoleh dari pers (4.15) sebagai
berikut:
=
=0
=0
(4.16)
Berdasarkan fungsi transfer () kita dapat mengevaluasi sistem LTI dengan melihat
DKnya, yaitu:
1. Kausalitas
Sistem LTI dikatakan kausal apabila DK dari () berada diluar pole terluar.
2. Stabilitas
Sistem LTI dikatakan stabil BIBO apabila lingkaran satu termasuk DK dari ().
Contoh 4.13:
Sistem linier time-invariant bersifat kausal mempunyai fungsi transfer :
1
(1 2 1 )
=
1
3
(1 + 3 1 )(1 4 1 )
Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan.
(4.17)
Penyelesaian:
Sistem tersebut mempunyai pole-zero sebagai berikut:
1
1
(1 2 1 )
( 2)
2
=
. =
1 1
3 1 2
1
3
(1 + 3 )(1 4 )
( + 3)( 4)
Nilai zero pada 1 = 0 dan 2 = 1/2 sedangkan nilai pole terdapat pada 1 = 1/3 dan
2 = 3/4. Fungsi sistem bersifat kausal maka DKnya berada diluar pole terbesar/terluar
sehingga DKnya > 3/4, sehingga lingkaran satu termasuk DK dari (). Gambar
pole-zero beserta DK dari () dapat dilihat pada gambar 4.6.
()
Lingkaran satu
1 0
3
1 3 1
2 4
()
Bab IV - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
SOAL LATIHAN
4.1 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
a. =
b. =
c. =
1
4
1
5
1
4
()
d. = ( 2)
( 1)
e. = ( + 3)
()
f. = 1/2
2 ( 12)
4.2 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
a. = ,
b. =
0< <1
1, 0 1
0,
-1
1
2
3
2
()
1
1
1 + 4 1
1
1
b.
1 + 4 1
1
1 2 1
c. () =
3
1
1 + 4 1 + 8 2
() =
d. () =
e. () =
1
1 + 3 1
1
1 2 1
1 2 1
1 2
>
1
4
<
1
4
>
1
2
>
1
2
>
1
2
= 1 +
1
2
() akan
() =
1
2 1
1
1 2 1
1 + 1
1
3
()
1 + 1
1
1 2 1
1
1 + 4 1
= 3 4
3 2 ( 1)
1
3
+ 2 ( 1)
1
3
2
3
()
2 1 + 2 = ( 1)
Tentukan nilai yang mungkin pada respons impuls sistem () pada = 0.
4.11 Sistem LTI kausal mempunyai fungsi sistem
() =
1 + 2 1 + 2
1
1 1 1 + 2 1
Bab IV - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
/2
, 0
0, < 0
1, 0 1
0,
dan input
a.
b.
c.
d.
>
1
2
1
1
1 2 1 1 4 1
Tentukan respons impuls sistem.
Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input () dan output
() sistem.
4.15 Perhatikan sinyal () urutan sisi kanan yang mempunyai transformasi-z berikut
=
1
1 1 1 1
2
=
Bab 5
Perencanaan Filter Digital
5.1 Pendahuluan
Filter digital merupakan suatu sistem diskrit yang digunakan untuk memfilter
(frekuensi) sinyal input digital menjadi sinyal output digital sesuai yang diinginkan oleh
disainer. Filter digital dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier
orde ke-N, selain itu dapat juga dinyatakan dalam respons impuls. Berdasarkan panjang
deretan (durasi) respons impuls, filter digital dikelompokkan menjadi filter FIR (Finite
Impulse Response) dan filter IIR (Infinite Impulse Response). Banyak contoh aplikasi
filter digital yang dapat dijumpai pada bidang kedokteran, sistem komunikasi digital,
sistem proteksi relay pada sistem kelistrikan, robotika, radar, sistem audio digital dan
lain sebagainya. Disain filter digital dengan fasa linier dilakukan dengan metode
pendekatan. Filter FIR didisain dengan pendekatan filter digital ideal sedangkan filter
IIR didisain dengan pendekatan filter analog.
5.2 Filter Digital
Filter digital merupakan sistem linier time-invarian (LTI) yang melakukan proses dari
input sinyal digital menjadi sinyal output digital (). Sistem LTI dapat
dikarakterisasi dengan respon impuls (), fungsi sistem () dan persamaan beda
koefisien konstan. Jika sistem tersebut mempunyai persamaan beda koefisien konstan
linier orde-N sebagai berikut:
=
=0
( )
(5.1)
=0
=0
=0
(5.2)
=0
=0
(5.3)
(band stop filter). Filter digital H(z) diaplikasikan pada struktur analog-to-digital-H(z)digital-to-analog {ADC-H(z)-DAC} seperti terlihat pada gambar 5.1. Sinyal input
kontinyu () diproses oleh analog-to-digital converter (ADC) menjadi sinyal diskrit
() dengan laju sampling 1/, dimana merupakan periode sampling. Sinyal diskrit
() sebagai input filter digital () untuk diproses yang menghasilkan output sinyal
diskrit (). Selanjutnya sinyal () dikonversi oleh digital-to-analog converter (DAC)
menjadi sinyal kontinyu ().
()
()
ADC
converter
Filter digital
()
Filter analog ekivalen
1/
()
DAC
converter
()
1/
, 1 2
0,
(5.4)
(5.5)
Respons impuls () pers (5.4) dapat dibentuk dari per (5.5) bila menggunakan fungsi
window persegi (rectangular) yaitu
=
1, 1 2
0,
(5.6)
1
2
. (
) = ( )
(5.7)
Bab V - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
( )
( )
4/
2/
Gambar 5.2 Respons Frekuensi hasil perkalian respons impuls () ideal dengan
window persegi
Beberapa fungsi window yang sering digunakan secara umum yaitu window persegi,
Barlett, Hanning, Hamming, dan Blackman. Secara matematis fungsi window dengan
panjang deretan N adalah:
1. Window persegi (rectangular)
=
1, 0 1
0,
(5.8)
2. Window Barlett
2
, 0 ( 1)/2
1
2
1
=
2
,
1
1
2
0,
(5.9)
3. Window Hanning
0.5. 1 cos[
2
] ,
1
0,
0 1
(5.10)
4. Window Hamming
=
2
, 0 1
1
(5.11)
Bab V - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
5. Window Blackman
=
2
4
+ 0.08 cos
, 0 1
1
1
(5.12)
,
0,
< <
(5.13)
sin[ ( )]
( )
(5.14)
Filter FIR kausal dengan respons impuls () dapat diperoleh dengan cara mengalikan
() dengan sebuah fungsi window pada titik asal dan diakhiri pada titik 1
sebagai berikut
sin
. , 0 1
=
0,
(5.15)
Respons impuls () mempunyai fasa linier bila dipilih agar menghasilkan () yang
simetris. Fungsi sin /( ) pada pers (5.14) simetris pada = dan
fungsi window simetris pada = ( 1)/2, sehingga filter () pada pers (5.15)
mempunyai fasa linier jika simetris dan
=
1
2
Bab V - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
20
0
passband
Transition
band
(rad)
stopband
Lebar
transisi
4/
8/
8/
8/
12/
Redaman stopband
minimal (dB)
21
25
44
53
74
Konstanta
()
2
4
4
4
6
2. Menentukan panjang deretan window N (orde filter) agar memenuhi lebar band
transisi sesuai dengan tipe window yang digunakan. Jika merupakan lebar
band transisi, maka harus dipenuhi kondisi
2
= .
Bab V - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
1
2
1
2
sin
. ()
0 1
(1)/2
1
.
+
2
fasa linier
(3)/2
2 cos[(
=0
1
)]
2
magnitud
Penyelesaian:
Spesifikasi filter LPF berdasarkan data yang diketahui sebagai baerikut
20
0
-3 dB
-50 dB
0.3
0.45
(rad)
pada 1 = 3
pada 2 = 50
Langkah 1:
Untuk memperoleh redaman stopband minimal 50 dB, berdasarkan tabel 5.1
maka kita bisa menggunakan window Hamming atau Blackman. Sebagai contoh
dalam hal ini, kita pilih menggunakan window Hamming.
Langkah 2:
Menentukan ukuran window (orde filter) berdasarkan lebar pita transisi pada
tabel 4.1 sesuai dengan tipe window yang digunakan, dalam contoh ini
menggunakan Hamming, sehingga
.
2
2
= 4.
= 53.3
0.45 0.3
Bab V - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Langkah 4:
Menggunakan nilai-nilai untuk menggambar respons magnitud dari filter
hasil disain dengan menggunakan persamaan pada langkah ke-4 disain filter FIR.
Selain itu dapat juga dengan tahapan berikut:
Menghitung respons impuls () seperti pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Nilai respons impuls ()
()
0
54
0.0003
1
53
-0.0006
2
52
-0.0012
3
51
-0.0008
4
50
0.0006
5
49
0.0021
6
48
0.0023
7
47
-0.0000
8
46
-0.0036
9
45
-0.0052
10
44
-0.0021
11
43
0.0048
12
42
0.0098
13
41
0.0069
14
40
-0.0043
15
39
-0.0156
16
38
-0.0157
17
37
0.0000
18
36
0.0220
19
35
0.0308
20
34
0.0120
21
33
-0.0278
22
32
-0.0588
23
31
-0.0445
24
30
0.0319
25
29
0.1495
26
28
0.2567
27
0.3
= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)
() = 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 54
( ) = 0 + 1 + + 27 27 + + 54 54
Bab V - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
27
. 27 +
2 cos[( 27)]
=0
fasa linier
magnitud
Gambar respons impuls dan respons magnitud hasil disain dapat dilihat pada
gambar 5.4 dan 5.5 sedangkan persamaan bedanya adalah
= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)
0.35
0.3
0.25
0.2
h(n)
0.15
0.1
0.05
0
-0.05
-0.1
10
15
20
25
30
waktu n
35
40
45
50
55
linier pada rentang frekuensi tersebut. Sinyal diskrit yang frekuensinya berada pada
daerah passband maka sinyal tersebut akan diloloskan tetapi akan mengalami delay
sesuai dengan respons fasa filter pada frekuensi sinyal input. Sebagai contoh bila sinyal
input mempunyai frekuensi 0.2 maka akan mengalami delay sekitar 1000 degrees.
Magnitude (dB)
50
0
-50
-100
-150
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
Phase (degrees)
0
-500
-1000
-1500
-2000
Gambar 5.5 Respons magnitud dan fasa filter FIR hasil disain
Bab V - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
SOAL LATIHAN
1.
1/2{1 cos
0,
2
sin[0.2 50)
}. {
} , 0 100
100
50)
1/2{1 cos
0,
2
sin[0.9 5)
}. { 5
} , 0 10
10
5)
4.
Bab V - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Y (Z )
H(Z)
X (Z )
b z
a z
k 0
N
k 0
k 0
k 0
Y (Z). ak z k X(Z). bk z k
N
a y[n k ] b x[n k ]
k 0
k 0
Untuk ao = 1, maka :
M
k 0
k 1
2. FILTER IIR
Syarat :
Kausal : Respons impuls h[n] = 0, untuk n < 0
Stabil :
h[n]
Transformasi - Z :
M
H( Z)
h[n]z
b
k 0
N
z k
1 a k z k
k 1
Syarat H(z) :
Minimum salah satu ak 0
Akar-akar dari penyebut tidak dihilangkan oleh akar-akar dari pembilang
Zero dapat berada disetiap tempat, pole harus terletak didalam lingkaran
satuan
MN
H(e j ) H(z)H(z1 ) ,
z e j
Respons fasa
ImH(z)
e j tan1
,
Re H(z)
atau
e j
untuk ,
1 H(z)
ln
,
2 j H(z 1 )
untuk, z e j
untuk,
z e j
Group delay :
d(e j )
g (e j )
d
Group delay artinya :
Berapa lama / cuplikan sinyal didelay.
2 1 z1
S
;
T 1 z 1
Bila ;
S = j ,
Untuk :
= 0,
= ,
Bila ;
2 S
z T
2 T S
2 j
z T
2 T j
S = + j
maka :
maka :
z = 1,
z = -1,
maka :
2 j
z T
2 T j
Bila < 0 (bidang S sebelah kiri) maka Z 1 sehingga daerah konvergensi didalam
linkaran satu
Fungsi transfer filter digital H(z) didapat dengan Transformasi Bilinier.
H(z) H(S)
Bidang S
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
Bidang Z
Im
Re
Hubungan Non-Linier :
Bila
S = j
j
z = ejT
dan
2 1 e jT
2 e jT / 2 e jT / 2
T 1 e jT
T e jT / 2 e jT / 2
2
T
j tan
T
2
2
T
tan
, linier bila
T
2
T kecil, yaitu
2
tan , normalisas i T 1
T
2
Spesifikasi digital
1, 2, . . ., N
K1, K2, . . . , KN
i = 2/T . tan(i/2)
Spesifikasi analog
1, 2, . . ., N
K1, K2, . . . , KN
Digunakan
Transformasi Bilinier
Dinginkan
H(z)
Ha(S)
S = 2/T. (1-z-1)
(1+z-1)
pendekatan
BUTTERWORTH
filter
analog
Transf. ke Analog
dB
dB
0
K1
0
K1
K2
K2
1
i i T
LPF Normalisasi
2fi
;
fs
dB
0
K1
K2
1
tan i ;
T
2
2
1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a ( S ) H LPF ( S )
s
S
c
= . . . . . ., dimana : c
10
1
K 1 / 10
1 2n
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
=........
pendekatan
BUTTERWORTH
filter
analog
Transf. ke Analog
dB
dB
0
K1
0
K1
K2
K2
1
i i T
LPF Normalisasi
dB
0
K1
K2
2fi
;
fs
1 2
tan i ;
T
2
2
1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a ( S ) H LPF ( S )
c
s
= . . . . . ., dimana : c
10
K 1 / 10
1 2n
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
=........
pendekatan
BUTTERWORTH
filter
analog
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi
dB
0
K1
0
K1
K2
K2
dB
0
K1
K2
r min A , B
i tan i ;
T
2
2fi
;
i i T
fs
2
1
L U
1 U L
1 L U 2
1 L U 2
2
2
L U
2 U L
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
Ha (S) HLPF (S)
s 2 L U
s U L
=......
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
S .
T (1 z 1 )
=........
pendekatan
BUTTERWORTH
filter
analog
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi
dB
0
K1
0
K1
K2
K2
0
K1
K2
1
L 1 2 U
L 1 2 U
i i T
dB
2fi
;
fs
r min A , B
tan i ;
T
2
A
B
1 U L
12 L U
2 U L
22 L U
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
s U L
s 2 L U
=......
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
=........
H()
H()
1
1 2
1
1 2
1
A2
1
A2
1
n ganjil (n=3)
n genap (n=4)
1
1 2
2
1
H() 2
A
2
H()
Polinomial Chebyshev dapat dilihat pada tabel Tabel 3.3 pada buku :
L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
Untuk memperoleh fungsi transfer H n(s) stabil dan kausal maka harus
mendapatkan pole-pole dan memilih pole-pole Hn(s) pada LHP (Left Half Plane).
k2 k2
2 1
a2
b
dimana :
1
b 1
2
a
1 /
1/n
2
1
1
1 1 2 /
1 1
2
2
1 / n
2
1
1 1
2
1 / n
1/n
k aSin 2k 1 / 2n
k bCos2k 1 / 2n
k 1,2,3,...,2n
s s k Vn (s)
LHP
pole
Vn (s) s n b n1 s n1 ... b1 s b 0
n ganjil
b 0 ,
K b0
,
n genap
2
1
Dapat dilihat pada tabel 3.4 buku :
L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
Penentuan orde filter n :
log g g2 1
log r r2 1
dimana : A
1
Hn j r
dan g
A2 1
2
1-rad/det
dengan
Penyelesaian :
20 logH(j1) = 20 log[1/(1 + 2)]1/2 = 10 log [1/(1 + 2)] = -2
20 logH(j1,3) = 20 log(1/A2)1/2= 20 log (1/A) = -20
Sehingga diperoleh :
A
= 10
= 0,76478
maka :
g = 13,01
n = 4.3 5
Transf. ke Analog
dB
dB
K1
K1
K2
K2
i i T
dB
0
K1
K2
1 2
1 r
1 2
2
i tan i ;
T
2
2fi
;
fs
2
1
- g
LPF Normalisasi
K1 / 10
( A 2 1)
- 20 log (1/A) = K2
A = 10-K2/20]
10 K 2 / 10 1
10 K1 / 10 1
- n
log[g g2 1]
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a (S ) H n (S )
s =......
c
2 (1 z 1 )
S .
T (1 z 1 )
=........
Transf. ke Analog
dB
dB
K1
K1
K2
K2
1 2
dB
0
K1
K2
i i T
1 r
1 2
2fi
;
fs
tan i ;
T
2
2
1
- g
LPF Normalisasi
K1 / 10
( A2 1)
- 20 log (1/A) = K2
A = 10-K2/20]
10 K 2 / 10 1
10 K1 / 10 1
- n
log[g g2 1]
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a (S ) H n (S )
c
s
=......
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
S .
T (1 z 1 )
=........
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi
dB
dB
0
K1
0
K1
K1
K2
K2
K2
1 L
U 2
1 L
1 r
U 2
r min A , B
2
2
L U
2 U L
- g
2
1
L U
1 U L
i tan i ;
T
2
2fi
;
i i T
fs
K1 / 10
- 20 log (1/A) = K2
A = 10-K2/20]
( A 2 1)
2
- n
log[g g2 1]
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
Ha (S) Hn (S)
s 2 L U
S
s U L
=......
H(z) Ha (S)
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 17
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi
dB
dB
0
K1
0
K1
K1
K2
K2
K2
L 1 2 U
i i T
1 r
L 1 2 U
2fi
;
fs
r min A , B
tan i ;
T
2
A
B
2 U L
22 L U
- 20 log (1/A) = K2
A = 10-K2/20]
10K1 / 10 1
- g
1 U L
12 L U
( A 2 1)
2
- n
log[g g2 1]
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
Ha (S) Hn (S)
s U L
s 2 L U
=......
2 (1 z 1 )
.
T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 18
LATIHAN
Disain Filter Digital IIR
1. Disain filter digital IIR yang memenuhi spesifikasi sbb :
HPF dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff = 45 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 120 KHz.
Pendekatan ke filter Butterworth
a) Tentukan H(z)
b) Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier filter tersebut.
c) Gambarkan realisasi filter
2. Rencanakan filter digital IIR yang dispesifikasikan dengan H(z) bila digunakan pada Prefiltering struktur A/D-H(z)-D/A yang memenuhi spesifikasi sebagai berikut :
Filter low-pass dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff 500 Hz
Redaman stop band minimal 15 dB pada frekuensi 750 Hz
Laju sampling 2000 sampel/detik
Monotonic passband (Butterworth)
a. Tentukan fungsi sistem H(z)
b. Tentukan persamaan beda sistem hasil desain
c. Gambarkan struktur realisasi filter hasil desain saudara
3. Disain filter digital yang memenuhi spesifikasi sbb :
LPF dengan redaman ripple 2 dB pada frekuensi cutoff = 15 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 100 KHz.
Pendekatan filter Chebyshev
a) Tentukan H(z)
b) Tentukan persamaan beda
c) Gambarkan realisasi filter
Bab 6
Realisasi Filter Digital
6.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang disain filter digital baik filter FIR maupun
IIF. Filter digital biasanya digunakan pada sistem digital yang mempunyai struktur
rangkaian A/D H(z) D/A dan dapat diimplementasikan dari persamaan beda
koefisien konstan linier orde ke-N, yang diperoleh dari () atau (). Persamaan beda
dapat diimplementasikan dengan program komputer, rangkaian digital atau IC yang
dapat diprogram, misalnya menggunakan TMS instrument. Pada bab ini menjelaskan
beberapa realisasi alternatif dari filter digital atau sistem diskrit yaitu dalam bentuk
langsung, serial (cascade) dan paralel.
6.2 Raelisasi Bentuk Langsung Filter IIR
Sistem diskrit paling umum dari sistem linier-time invariant (LTI) dapat dikarakterisasi
dengan fungsi sistem untuk :
=
=0
+
=1
(6.1)
Berdasarkan fungsi sistem pada persamaan (6.1) dan sifat transformasi-z, sistem
dengan input dan output digital (). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
+
=1
( )
(6.2)
=0
Realisasi filter menggunakan persamaan (6.2) disebut sebagai realisasi bentuk langsung
I. Output () dinyatakan dengan jumlahan input () saat ke-n (saat ini) yang diberi
bobot, input-input sebelumnya ( ), untuk = 1,2, , dan output sebelumnya
( ), untuk = 1,2, , . Realisasi bentuk langsung I dapat dilihat pada gambar
6.1. Blok delay merepresentasikan bentuk strorage (penyimpanan) atau delay (waktu
tunda), blok multiplier (pengali) merepresentasikan penguatan sinyal dan blok adder
(penjumlah) merepresentasikan penjumlahan sinyal.
Realisasi bentuk lain dari persamaan (6.2) dapat diperoleh dengan memecah ()
menjadi perkalian dua fungsi transfer 1 () dan 2 (), dimana 1 () hanya
mengandung penyebut atau pole-pole sedangkan 2 () hanya mengandung pembilang
atau zero-zero seperti berikut:
Bab V - 1
= 1 . 2 = ()/()
(6.3)
1 = 1/(1 +
(6.4)
=1
2 =
(6.5)
=0
0
()
()
1
1
1
1
2
()
()
1 ()
2 ()
= 1 . ()
(6.6)
= 2 . ()
(6.7)
Substisusikan pers. (6.4) dan pers. (6.5) ke pers. (6.6) dan pers. (6.7) sehingga menjadi
=
=1
1+
. ()
(6.8)
. ()
(6.9)
=0
Dengan mentransformasi-z balik pers. (6.8) dan pers. (6.9) menghasilkan pasangan
persamaan beda seperti pada pers. (6.10) dan pers. (6.11). Selanjutnya realisasi sistem
diskrit dari dua sub sistem 1 dan 2 tersusun serial seperti pada gambar 6.3.
(6.10)
( )
=1
(6.11)
( )
=0
()
()
()
Gambar 6.3 terlihat bahwa ada dua cabang elemen delay yang dapat digabung menjadi
satu saja dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung II yang ditunjukkan pada
gambar 6.4. Pada realisasi bentuk langsung II, jumlah elemen blok delay sebanyak N,
sesuai dengan orde persamaan beda. Rangkaian ini merupakan salah satu bentuk
realisasi yang mengandung elemen delay minimum. Bentuk ini bukan berarti yang
terbaik, akan tetapi merupakan pertimbangan penting dalam implementasi sistem
digital dalam kaitannya dengan permasalahan kuantisasi.
0
()
()
1
1
1
2
Bab V - 4
= . ()
(6.12)
(6.13)
(6.14)
(6.15)
Output () diperoleh dari sinyal input yang melewati proses pada subsistemsubsistem secara serial sebanyak subsistem seperti terlihat pada gambar 6.5. Output
masing-masing subsistem didefinisikan sebagai 1 (), 2 (), . . . , 1 (). Fungsi sistem
() dipecah menjadi beberapa subsistem yang disusun secara seri, biasanya subsistem
tersebut merupakan fungsi biquadratic. Bentuk biquadratic dapat dinyatakan dalam bentuk
umum () adalah
=
0 + 1 1 + 2 2
1 + 1 1 + 2 2
= 1,2,3 ,
(6.16)
()
()
1 ()
1 ()
2 ()
2 ()
1 ()
Bab V - 5
()
()