Anda di halaman 1dari 4

CONDITIO SINE QUA NON LINGKUNGAN HIDUP,

REKONSTRUKSI FIQH AL-BIAH MELALUI REGULASI ORGANIK


Oleh : Ahmad Mufid Bisri, S.H.I.*

Secara umum tujuan pemberlakuan Hukum Islam (maqashid as-syariah)


adalah untuk mewujudkan maslahat dan menghindari mafsadat. As-Syatibi dalam Almuwafaqat telah memformalitaskan maqashid as-asyariah melalui teori maslahah
dengan membaginya menjadi lima konsep, hifdzu ad-din, hifdzu an-nafs, hifdzu al-aql,
hifdzu al-mal dan hifdzu an-nasl. Kelima konsep tersebut secara spesifik terbagi dalam
tiga

level,

dharuriyyat

(elementer),

haajiyyat

(suplementer)

dan

tahsiniyyat

(komplementer).
Selanjutnya,

para

intelektual

muslim

merumuskan

konsep

baru

dan

memasukkannya sebagai bagian dari konsep maqashid as-asyariah, yaitu hifdzu albiah (menjaga lingkungan), hingga muncul apa yang disebut fiqh lingkungan (fiqh albiah; environment islamic law). Sayangnya, di Indonesia yang mayoritas muslim,
konsiderasi mengenai fiqh al-biah baru muncul pada tahun 1960 melalui seminarseminar.

Rekonstruksi fiqh al-biah


Signifikansi rekonstruksi fiqh al-biah ditengarai paling tidak oleh tiga faktor.
Pertama, kondisi obyektif krisis lingkungan yang makin parah. Kedua, umat Islam
memerlukan kerangka pedoman komprehensif tentang paradigma di dalam masalah
lingkungan, sedangkan Fiqh klasik dipandang belum mengakomodir kerangka
operasional dalam perspektif lingkungan modern. Ketiga, fiqh al-biah belum dianggap
sebagai disiplin dalam ranah studi Islam. Akar-akar ontologis dan epistemologisnya
juga masih diperdebatkan.
Lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap manusia.
Mengamini hal tersebut, UUD 1945 (amendemen kedua, tahun 2000) pasal 28H ayat
(1) menyebutkan Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan spirit itulah wawasan mengenai
lingkungan hidup masuk dalam agenda besar pembangunan ekonomi nasional di satu
sisi.
Di sisi lain, ekosistem yang semakin menurun telah mengancam tidak saja
kelangsungan perikehidupan manusia, namun juga makhluk hidup lainnya. Eskalasi

pemanasan global makin meningkat hingga berpotensi terhadap perubahan iklim yang
pada gilirannya akan memperparah penurunan kualitas lingkungan. Menipisnya lapisan
ozon, kerusakan mangrove, padang lamun, gambut, karst, dumping limbah, kegagalan
mitigasi, instabilisasi mutu emisi dan udara ambien adalah ancaman serius yang perlu
segera mendapatkan penyelesaian. Dalam konteks ini, perlu dilakukan perlindungan
dan pengelolaan secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diimplementasikan
secara sistematis dan terpadu. Sistematis dalam arti dilakukan secara bertahab. Step
by step. Terpadu karena perlu diketengahkan term kombinasi lintas aspek (interside
combination). Untuk itu dibutuhkan semangat melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan (mafsadat). Laiknya pola
dalam problem solving, perpaduan aspek lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum yang
saling

bertautan

merupakan

strategi

penjamin

keutuhan

lingkungan

hidup,

keselamatan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.
Proyeksi dan proteksi
Sumber daya alam sebagai salah satu representasi dari lingkungan hidup
memiliki daya dukung dan daya tampung. Kedua istilah ini merupakan entitas yang
dihasilkan

dan

dapat

dimanfaatkan

oleh

makhluk

sekitarnya

dengan

tetap

mempertahankan eksistensi, fungsi, produktivitas, keselamatan, dan mutu.


Diperlukan inventarisasi lingkungan untuk melacak identitas sumber daya alam
sehingga dapat diketahui potensi yang dapat dimanfaatkan (functionable potency),
bentuk penguasaan (authority), pengelolaan (management), kerusakan (faulty) dan
konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup dari pencemaran dan/atau
kerusakan, perlu diupayakan preventifikasi, proteksi dan rehabilitasi. Pemerintah telah
mencanangkan program konservasi sumber daya alam, pencadangan dan pelestarian
fungsi atmosfer. Pada tahun 1970 telah dibentuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(KSDA) di bawah Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian
Kehutanan yang terdiri dari 27 delegasi di tingkat propinsi. Balai ini bertugas mengelola
kawasan-kawasan

konservasi,

khususnya

hutan-hutan

suaka

alam

(suaka

margasatwa, cagar alam) dan taman wisata alam.


Persoalan krusialnya ada pada perusahaan yang melakukan kegiatan tertentu
untuk mengelola sumber daya alam dengan motif profit oriented. Di mana seringkali
keselamatan lingkungan dinomorduakan dan menjadi tergadaikan oleh ekspansi

kepentingan perusahaan. Sebut saja Exxon Mobile di blok Cepu, Chevron di Riau,
Total di blok Mahakam Kaltim, ConocoPhillips di blok Corridor, Jambi dan tentu saja
Freeport di Papua.
Meskipun telah dilakukan pengawasan, nampaknya sanksi yang ada tidak
serta merta membuat mereka sadar bahwa menurunnya kualitas sumber daya alam
secara tidak langsung dapat mengurangi keuntungan mereka. Lebih jauh dari itu,
keberlangsungan lingkungan hidup adalah di atas segalanya (Conditio Sine Qua Non).

Konstruksi hukum
Kementrian Lingkungan Hidup telah menyusun juklak Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai salah satu instrumen inovatif yang membantu
perusahaan untuk peka dan adaptif terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat
sehingga dapat bersikap lebih sensitif terhadap lingkungan dan selaras dengan
dinamika masyarakat sekitarnya.
Selain itu, guna mencapai kepastian hukum agar program dicanangkan bisa
berjalan secara tegas dan efektif, pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan
peraturan perundang-undangan, di antaranya :
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 19 tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention On Persistent
Organic Pollutants (Konvensi Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang
Persisten)
UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP No. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan
PP No. 52 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku
pada Kemententerian Negara Lingkungan Hidup
PP No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan Surat Edaran sebanyak 13 (2006), 12
(2007), 17 (2008), 34 (2009), 17 (2010), 17 (2011), 26 (2012) dan 7 (2013).
Disadari atau tidak, negara melalui alat-alatnya telah mengimplementasikan
konsep fiqh al-biah sebagai instrumen penting dalam menyongsong kegiatan
berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, dibutuhkan supporting unit dari semua
kalangan. Termasuk peran agama dalam menyikapi isu-isu lingkungan dari perspektif
yang lebih praktis.

Fiqh al-bi`ah tumbuh dengan kompleksitas problem ekologi secara multidisipliner. Berbeda dengan fiqh al-zakah dan fiqh al-hajji misalnya, fiqh al-bi`ah dapat
menjadi disiplin ilmu keislaman yang mengekspansi seluruh bidang-bidang
kehidupan.
Menurut Yusuf Qaradhawi, menjaga lingkungan (hifdzu al-bi`ah) sama dengan
menjaga agama (din), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (mal).
Rasionalitasnya adalah bahwa jika aspek-aspek agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta rusak, maka eksistensi manusia di dalam lingkungan menjadi ternoda. Oleh
sebab itu, dislokasi fiqh al-bi`ah bisa menjadi oportunitas yang konfrontatif jika diikuti
oleh paradigma epistemologi yang komprehensip.
Melindungi dan mengelola lingkungan hidup tentu bukan hal mudah. Namun
bukan juga hal sulit jika kita bersama berusaha dan bekerja keras karena tidak ada
fenomena lingkungan yang bersifat unpredicable. Kendati apa yang kita lakukan
terhadap lingkungan tidak langsung dapat terasa manfaatnya. Sebuah adegium
mengatakan bahwa cara paling cepat mencapai sebuah tujuan adalah dengan kerja
keras dalam waktu yang relatif lama (asrau at-Thariq li al-ghayah tuulu az-zaman fi aljiddah). Setidaknya, aksi nyata kita adalah dengan tidak berbuat kerusakan terhadap
lingkungan sekitar (ifsad fi al-ard), meski kita belum bisa melindungi dan mengelolanya
dengan baik (ma la yudroku kulluh la yutroku kulluh). Semoga.

* Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Darul Ulum, Mantan Redaktur Majalah


Tebuireng dan sekarang menjadi Calon Hakim Pengadilan Agama Kab. Kediri.

Anda mungkin juga menyukai