Anda di halaman 1dari 51

KERTAS POSISI

KAJIAN DAN TUNTUTAN

Disusun oleh:
Mahasiswa-Mahasiswi
Universitas Jenderal Soedirman
2016

BAB I
POIN DAN SIKAP

Berikut adalah poin dan sikap dari kami, Mahasiswa Universitas Jenderal
Soedirman (Unsoed), kepada pimpinan universitas untuk ditindaklanjuti dengan
sungguh-sungguh. Adapun analisa pokok dan permasalahan dari poin-poin ini
akan dipaparkan dalam BAB II. Poin dan sikap yang kami maksud yaitu:
1. Menolak

ditariknya

Uang

Pangkal

dan

cabut

SK

Rektor

No.

491/UN23/KM.02/2016 tentang Uang Pangkal bagi mahasiswa baru mulai


tahun angkatan 2016
a. Dasar hukum yang tidak jelas
b. Urgensi Unsoed menerapkan Uang Pangkal
c. Manajemen dan pengelolaan keuangan di Unsoed masih berantakan
2. Menolak kenaikan UKT 2016 dan menyamakannya dengan nominal UKT
2015
a. Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur Unsoed
harus menerapkan UKT level 1-8
b. Dasar penyusunan BKT & UKT 2016 yang tidak jelas
3. Unsoed harus meninjau ulang pelaksanaan pemberlakuan sistem UKT dan
benahi hingga menjadi sistem yang ideal dan tidak memberatkan mahasiswa
a. Transparansi BOPTN, BKT, UKT, dan alokasinya
b. Mekanisme penyusunan
c. Pemenuhan kuota level 1 & 2 yang kurang dari 5% tiap program studi
d. keringanan UKT bagi mahasiswa tingkat akhir
4. Menolak tindakan represifitas terhadap mahasiswa
a. Pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru (ospek)
b. Menjamin adanya kebebasan akademik

BAB II
ANALISA POKOK PERMASALAHAN

DARI ASPEK HUKUM

A. Uang Pangkal
Berdasarkan Permenristekdikti no 22/2015, pasal 9 menyatakan bahwa
PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT, dari
mahasiswa baru program sarjana dan program diploma. Adapun hal-hal yang
masih menjadi permasalahan umum terhadap Permenristekdikti No 22 Tahun
2015 sebagai aturan organik ialah sebagai berikut:
1. Secara historikal, adanya sistem UKT adalah untuk menjadikan sistem
pendanaan kuliah dalam satu pintu. Dan berdasarkan permendikbud no
55/2013 (peraturan yang mendasari adanya sistem UKT), menyebutkan bahwa
tidak boleh adanya pungutan lain selain UKT. Maka dengan diberlakukannya
sistem uang pangkal, maka secara tidak langsung menodai makna historikal
diciptakannya sistem UKT tersebut.
2. Tidak jelasnya perbedaan Uang Pangkal dalam Permenristek & dikti Nomor
22 Tahun 2015 dengan SPI dalam konsep sebelum diundangkannya UU No 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
a. Bahwa awal mula muncul sumbangan yang berkaitan dengan
infrastruktr pembangunan, ialah bermula pada diundangkannya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Tinggi yang diperbaharui oleh PP No 30 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi
b. Bahwa Secara yuridis normatif, pengaturan tentang pendidikan tinggi
mulai muncul dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60
Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Pada bab Pembiayaan pada PP

No 60 Tahun 1990 pasal 111 ayat (3) jo PP No 30 Tahun 1999


(Pendidikan Tinggi) pasal 114 ayat (3) menyatakan:
Dana yang diperoleh dari masyarakat adalah perolehan dana
perguruan tinggi yang berasal dari sumber-sumber sebagai berikut:
a. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP)
b. biaya seleksi ujian masuk perguran tinggi
c. hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi
perguruan tinggi
d. hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan
pendidikan tinggi
e. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga Pemerintah atau
lembaga non-Pemerintah, dan
f. penerimaan dari masyarakat lsain
c. Bahwa dapat dipahami sebelum munculnya UU No 12 Tahun 2012
tentang

Pendidikan

Tinggi,

khususnya

pengaturan

mengenai

pembiayaan pada perguruan tinggi (baik PTN maupun PTS) pada PP


tersebut, jelas terlihat banyaknya jenis item yang dibayarkan oleh
masyarakat khususnya pada mahasiswa sebagai salah satu sumber
pendanaan/ pembiayaan pada perguruan tinggi.
d. Bahwa Pada point f penerimaan dari masyarakat lain ini bisa
ditafsirkan penerimaan dalam bentuk yang sering kita kenal dengan
SPI/ Sumbangan Pembangunan Infrastruktur atau UP/ Uang
Pangkal, item ini berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan
fisik dan gedung. Inilah di mana eksistensi SPI sebelum rezimnya UU
No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

e. Bahwa Dengan diberlakukannya UU No 12 Tahun 2012 tentang


Pendidikan Tinggi, maka segala hal ikhwal yang berkaitan dengan
Pendidikan Tinggi mengacu pada regulasi ini
f. Bahwa Tahun 2015 muncul aturan organik dari UU No 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi yaitu Peraturan Menteri Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi tentang BKT dan UKT pada PTN di
Lingkungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, di
pasal 8 dan pasal 9 menyatakan
Pasal 8
PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT
dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Diploma
Pasal 9
(1) PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT,
dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma yang terdiri
atas:
a. mahasiswa asing;
b. mahasiswa kelas internasional;
c. mahasiswa yang melalui jalur kerja sama; dan/atau
d. mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri
(2) Jumlah mahasiswa baru Program Sarjana

dan Program Diploma

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 20% dari keseluruhan
mahasiswa baru
g. Bahwa jika dilihat secara seksama, antara pasal 8 dan pasal 9 ada
kontradiksi/ saling pertentangan. Namun intinya dalam regulasi ini,
PTN termasuk Unsoed diperbolehkannya memungut Uang Pangkal di
luar ketentuan UKT
h. Bahwa hal demikianlah sistem UP dan SPI sebelum dan sesudah
diundangkannya UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

3. Tidak jelasnya ransparansi alokasi dana uang pangkal 2016


a. Bahwa

diketahui

hakikat

Uang

Pangkal

(UP)/

Sumbangan

Pembangunan Infrastrutur (SPI) ataupun yang berkaitan dengannya,


alokasi anggaran ini ditujukan pada biaya yang sifatnya bukan biaya
operasional, tetapi ditujukan pada biaya fisik, pembangunan dan
investasi. Karena memang konsep UP/ SPI ini di luar koridor biaya
operasional mahasiswa yang dibayar (SPP), hal ini merujuk pada
regulasi terbaru yaitu Peraturan Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Permenristek & dikti) Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi pasal 40 ayat (2) dan (3)
mengatakan:
(2) Biaya investasi pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian dari biaya pendidikan tinggi untuk
pengadaan sarana dan prasarana, pengembangan dosen, dan
tenaga kependidikan pada pendidikan tinggi
(3) Biaya operasional pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian dari biaya pendidikan tinggi yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang
mencakup biaya dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya bahan
operasional pembelajaran, dan biaya operasional tidak langsung.
b. Bahwa dapat dilihat, konsep tersebut dipisah secara tegas mana yang
termasuk biaya operasional mana yang bukan biaya operasional (biaya
fisik, biaya investasi, maupun biaya yang berkaitan dengannya).
c. Bahwa tahun 2016 di mana unsoed telah diterapkan sistem UP, secara
regulasi terbaru memang tidak dilarang (pasal 9 ayat (1) Permenristek
& dikti Nomor 22 Tahun 2015), karena dalam substansinya ini sifatnya
kebolehan, bisa diterapkan, bisa juga tidak, ini tergantung kewenangan
dan kebijakan pimpinan PTN yang bersangkutan.

d. Bahwa bukan berarti dengan legalitasnya UP tersebut bebas berjalan,


harus juga diterapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas mengapa
sampai pimpinan PTN yang bersangkutan (Rektorat Unsoed) sampai
menerapkan UP.Bagaimanakah landasan yang kuat, lalu apakah
rasionalisasi penggunaan UP tersebut.Ini yang perlu diperhatikan
secara seksama.
e. Bahwa berkaitan dengan point-point yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka

pihak

rektorat

Unsoed

harus

benar-benar

memberikan

transparansi informasi ke depannya penggunaan dan alokasi dana UP,


agar jangan sampai adanya penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan
aturan yang berlaku.
4. UKT UNSOED tahun akademik 2016/2017 mengalami kenaikan yang
sangat signifikan, bahkan belum jelas legalitas hukum yang mengaturnya.
Orang tua mahasiswa atau pihak yang membiayai akan semakin merasa
terbebabani dengan ditariknya uang pangkal.
5. karena uang pangkal/uang sumbangan dicatutkan oleh mahasiswa pendaftar
saat melakukan pendaftaran SPMB Mandiri, buka setelah mahasiswa
dinyatakan diterima. Maka dapat diindikasikan akan terjadi proses jualbeli bangku kuliah/sistem lelah. Sehingga yang kaya-lah yang memiliki
kesempatan lebih besar untuk lolos ujian SPMB.
6. Program diploma (D3) dibuka pada jalur SPMB Mandiri. Maka dapat
dipastikan hampir sebagian besar mahasiswa D3 tahun akademik
2016/2017 akan ditarik uang pangkal. Padahal seyogyanya, tidak semua
mahasiswa D3 lahir dari keluarga yang berkecukupan.
Penerapan Uang Pangkal sebagai maksud sumbangan sukarela namun
wajib yang diterapkan oleh Universitas Jenderal Soedirman terhadap mahasiswa
tahun 2016 keatas yang masuk Unsoed melalui jalur seleksi mandiri melalui Surat
Keputusan Rektor No. Kep. 491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal
adalah bentuk nyata dari Unsoed telah menerapkan kebijakan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang komersil.

1. Surat Keputusan Rektor No. Kep. 491/UN23/KM.02/2016 Cacat Hukum


a. Bahwa surat keputusan Rektor No.491/UN23/KM.02/2016 merupakan
bentuk dari KTUN yang Berdasarkan Pasal 1 angka (9) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, merumuskan:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan tindakan yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
b. Bahwa Surat Keputusan Rektor yang dimaksud berdasarkan UU No. 51
Tahun 2009 adalah bersifat konkret, individual dan final yang memberikan
penjelasan sebagai berikut:
1) konkret,diartikan bahwa obyek yang diputuskan dalam keputusan
itu tidak abstrak,tetapi berwujud.
2) individu, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara tersebut
tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun
yang dituju.
3) Final, diartikan bahwa keputusan tersebut sudah definitif,keputusan
yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau
instansi lain.
c. Bahwa

surat

keputusan

Rektor

Universitas

Jenderal

Soedirman

No.491/UN23/KM.02/2016 tidak sesuai dengan sifat dari KTUN itu sendiri


sebagaimana dijelaskan di dalam penjelasan dictum nomor 2, yang bersifat
individual yang mana seharusnya dalam surat keputusan tersebut tidak
ditujukan untuk umum, melainkan tertentu baik alamat maupun yang dituju.
d. Bahwa surat keputusan Rektor tidak bersifat individu melainkan bersifat
umum yang mana SK Rektor tersebut mengatur uang pangkal untuk

mahasiswa baru Universitas Jenderal Soedirman 2016 jalur mandiri yang


seharusnya itu tidak diatur di dalam suatu Surat Keputusan;
e. Bahwa surat keputusan Rektor tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang
dimaksud berdasarkan pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009
yang merumuskan peruntukkan surat keputusan adalah bersifat individual
bukan untuk umum;
f. Bahwa berdasarkan UU No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang diubah menjadi UU Nomoer 12
Tahun 2011 semua keputusan yang bersifat mengatur itu diberi nama
peraturan;
g. Bahwa berdasarkan penjelasan dictum Nomor 5 dan Nomor 6 dapat
disimpulkan bahwa Surat Keputusan tidak diperuntukkan untuk mengatur
suatu hal yang ditujukan untuk umum melainkan individu;
h. Bahwa untuk mengatur pengadaan uang pangkal yang dilaksanakan
berdasarkan permenristekdikti No. 22 Tahun 2015 yang ditujukan kepada
seluruh mahasiswa baru 2016 yang diterima melalui jalur mandiri tidak
sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan
karena seharusnya untuk pengadaan uang pangkal tersebut diatur di dalam
sebuah peraturan;
i.

Bahwa berdasarkan penjelasan dictumNo. 8, Surat Keputusan Rektor No.


491/UN23/KM.02/2016 tidak sah secara hukum karena tidak sesuai
dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud
dalam UU No. 10 Tahun 2004 yang diubah menjadi UU Nomoer 12
Tahun 2011;

j.

Bahwa

oleh

karenanya,

dengan

diberlakukannya

SK

No.491/UN23/KM.02/2016 sejak ditetapkannya tanggal 29 April 2016


adalah cacat hukum sehinnga SK tersebut tidak dapat diberlakukan untuk
mengatur ketentuan Uang Pangkal Mahasiswa Baru 2016 Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Bertentangannya Materi Uang Pangkal dalam SK Rektor No.
491/UN23/KM.02/2016 dengan Peraturan Perundang-Undangan

a. Bahwa Uang Pangkal yang dimaksud dalam SK rektor No.


491/UN23/KM.02/2016 adalah uang yang dibayarkan satu kali pada
semester pertama oleh mahasiswa baru angkatan 2016 yang diterima
melalui jalur mandiri selain Uang Kuliah Tunggal (UKT);
b. Bahwa dalam konsideran SK rektor No. 491/UN23/KM.02/2016
mengacu pada pasal 9 ayat 1 Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015
Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada
Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset,
Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa:
Pasal 9
(1) PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain
UKT, dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma
yang terdiri atas:
a. mahasiswa asing;
b. mahasiswa kelas internasional;
c. mahasiswa yang melalui jalur kerja sama;
c. Bahwa acuan landasan penentuan adanya

penarikan uang pangkal

sebagaimana terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) Permenristekdikti Nomor 22


Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada
Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan
Pendidikan Tinggi adalah pada pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Pendidikan Tinggi, yang menjelaskan bahwa:
Pasal 84
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan Pendidikan Tinggi.
(2) Pendanaan Pendidikan Tinggi yang diperoleh dari Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Perguruan
Tinggi dalam bentuk:
a. hibah;
b. wakaf;
c. zakat;
d. persembahan kasih;

e. kolekte;
f. dana punia;
g. sumbangan individu dan/atau perusahaan;
h. dana abadi Pendidikan Tinggi; dan/atau
i. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
d. Bahwa dalam pasal 84 UU No. 12 Tahun 2012 yang diterjemahkan dalam
Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44
Tahun 2012, dalam pengertiannya tidak memberikan batasan atau ketetapan
waktu untuk memberikan uang sumbangan pendidikan atau yang dalam
Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal
Dan Uang Kuliah dan dalam SK No.491/UN23/KM.02/2016 disebut sebagai
Uang Pangkal;
e. Bahwa Uang Pangkal secara pengertiannya tidak ada penjelasan di dalam
pasal manapun, akan tetapi jika Uang Pangkal di samakan dengan
sumbangan, maka dalam pengertiannya dapat melihat dalam Pasal 1 Ayat
(3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012
sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau
barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan
atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat
sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dantidak ditentukan oleh satuan
pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya;
Dan dalam pasal 1 ayat 2, dijelaskan, pungutan adalah penerimaan biaya
pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan
pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali
secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka
waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
f. Bahwa dalam penjelasan tentang pengertian Sumbangan sebagaimana
dalam Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No
44 Tahun 2012 tidak memperbolehkan adanya:
1) Paksaan;
2) Mengikat;

3) penetapan waktu untuk adanya pemberian sumbangan yang bersifat


sukarela oleh Peserta didik atau Orang tua/wali.
g. Bahwa pengertian Uang pangkal dalam Permenristekdikti Nomor 22 Tahun
2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah juga tidak bersifat
memaksa, tidak mengikat serta tidak memberikan batasan akan adanya
waktu untuk pemberian sumbangan, yang artinya bahwa Uang Pangkal
dalam Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang
Kuliah sesuai dengan pengertian Sumbangan sebagaimana dalam Pasal 1
Ayat (3)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44 Tahun

2012.
h. Bahwa

sebagaimana

dijelaskan

dalam

SK

rektor

No.

491/UN23/KM.02/2016, Uang Pangkal yang dijelaskan dalam SK tersebut


bersifat:
1) Memaksa
Hal ini bisa dilihat dari ketentuan yang ada dalam SK rektor No.
491/UN23/KM.02/2016 KESATU yang menyebutkan bahwa Mahasiswa
baru Program Sarjana dan Program Diploma yang diterima melalui seleksi
jalur mandiri mulai tahun angkatan 2016 dikenakan uang pangkal.
Dari penjelasan tersebut bahwa untuk untuk angkatan 2016 keatas yang
diterima melalu jalur mandiri, Unsoed

mewajibkan

membayar uang

pangkal meskipun besarannya tidak ditentukan jumlahnya. Itu artinya bahwa


Uang Pangkal melalui SK rektor No. 491/UN23/KM.02/2016 untuk
mahasiswa 2016 keatas yang melalui seleksi jalur mandiri bersifat memaksa
(wajib).
2) Mengikat
Hal ini bisa dilihat dari ketentuan yang ada dalam SK Rektor No.
491/UN23/KM.02/2016 KESATU yang menyebutkan bahwa Mahasiswa
baru Program Sarjana dan Program Diploma yang diterima melalui seleksi
jalur mandiri mulai tahun angkatan 2016 dikenakan uang pangkal.
Dari penjelasan tersebut juga menunjukkan bahwa Uang Pangkal yang
ditetapkan untuk angkatan 2016 yang masuk melalui jalur seleksi mandiri
juga bersifat mengikat dikarenakan hal ini didasarkan pada ketentuan bahwa

untuk bisa masuk Unsoed, angkatan 2016 yang masuk melalui jalur mandiri
diwajibkan

membayar

Uang

Pangkal,

meskipun

besarannya

tidak

ditentukan. sehingga hal ini memberikan penjelasan yang rasional bahwa


Uang Pangkal melalui SK Rektor No. 491/UN23/KM.02/2016 juga bersifat
mengikat.
3) Adanya penetapan waktu
Hal ini bisa dilihat dari ketentuan yang ada dalam SK Rektor No.
491/UN23/KM.02/2016 KEEMPAT yang menyebutkan bahwa Uang
Pangkal dibayarkan satu kali pada tahun akademik pertama sebelum
menempuh pendidikan di Universitas Jenderal Soedirman yaitu pada saat
registrasi awal dan dapat ditarik kembali.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Unsoed juga memberikan
batasan waktu untuk mahasiswa angkatan 2016 yang masuk melalui jalur
mandiri pada saat registrasi awal. Sehingga Uang Pangkal yang ditetapkan
Unsoed juga memberikan ketetapan adanya batasan waktu.
i.

Bahwa dari penjelasan diatas yang menunjukkan bahwa Uang Pangkal yang
ditetapkan oleh Universitas Jenderal Soedirman untuk mahasiswa angkatan
2016 keatas yang masuk melalui jalur seleksi mandiri melalui SK Rektor
No. 491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal bersifat memaksa,
mengikat dan memberi adanya batasan waktu;

j.

Bahwa ketika melihat definisi Uang Pangkal dalam SK Rektor No.


491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal yang didasarkan pada Pasal
9 ayat (1) Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah
Tunggal Dan Uang Kuliah, Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012, dan Pasal 84 ayat (2) huruf g UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, namun dalam
penjelasannya

bertentangan

dengan

peraturan-peraturan

perundang-

undangan tersebut;
k. Bahwa pertentangan tersebut secara jelas dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat
(3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012,
yang menyebutkan Sumbangan bahwa penerimaan biaya pendidikan baik
berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik,

orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan


pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat,
dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun
jangka waktu pemberiannya. Namun, apa yang yang dimaksud Uang
Pangkal sebagai Sumbangan Sukarela yang ditetapkan berdasarkan melalui
SK Rektor No. 491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal bersifat
memaksa, mengikat dan ada batasan waktu;
l.

Bahwa

berdasarkan

penjelasan

dalam

SK

Rektor

No.

491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal yang diterapkan di Unsoed


pada tahun 2016, Uang Pangkal yang bersifat memaksa, mengikat dan ada
batasan waktu adalah sama dengan pengertian Pungutan menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, pasal 1 ayat 2,
dijelaskan, pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa
uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal
dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib,
mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan
oleh satuan pendidikan dasar.Dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi yang diperbolehkan adalah
sumbangan bukanlah pungutan sebagaimana dilakukan oleh Unsoed melalui
kebijakan Uang Pangkal. Serta dalam Pasal 6 Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 dibenarkan untuk Penyelenggaraan
Satuan Pendidikan Dasar yang diselenggarakan oleh Masyarakat (swasta),
akan tetapi tidak diperkenankan untuk Satuan Pendidikan Dasar yang
diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk Universitas yang berstatus
Badan Layanan Umum) berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, itu artinya secara
analogi hukum juga berlaku dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik
negeri maupun swasta;
m. Bahwa Universitas Jenderal Soedirman sebagai Universitas Negeri yang
penyelenggaraannya adalah oleh Pemerintah berdasarkan pada Pasal 5 dan 6
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tidak
diperbolehkan menarik Pungutan.Namun, dengan keberadaan SK Rektor

No. 491/UN23/KM.02/2016 Tentang Uang Pangkal yang memberikan


legitimasi adanya penarikan Uang Pangkal yang bersifat mengikat, memaksa
dan adanya pembatasan waktu yang jika melihat pengetian dalam Pasal 1
Ayat (2) Pemerintah berdasarkan pada Pasal 5 dan 6 Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 adalah merupakan
Pungutan. Sehingga, Unsoed telah secara nyata melanggar ketentuan Pasal
84 Undang-Undang Pendidikan Tinggi (dalam perluasan penjelasan dalam
Pasal 1, Pasal 5 dan Pasal 6 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012);

3. Unsoed

Komersil

Uang

Pangkal

dalam

SK

Rektor

No.

491/UN23/KM.02/2016 sebagai Bentuk Pelanggaran atas Pendidikan


Yang Demokratis
a. Bahwa dalam ketentuan Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa:
Penerimaan Mahasiswa baru Perguruan Tinggi merupakan seleksi
akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial.
b. Bahwa berdasarkan pada penjelasan dari ketentuan ketentuan Pasal 73
ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan
Tinggi memberikan penjelasan bahwa dalam penerimaan mahasiswa
baru dalam sebuah Universitas tidak diperbolehkan untuk tujuan
Komersil;
c. Bahwa dengan adanya penerapan Uang Pangkal melalui SK Rektor
No. 491/UN23/KM.02/2016 yang bersifat memaksa, mengikat dan
adanya batasan (dalam pengertian Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan
dan Sumbangan) sudah tentu bertentangan dengan Prinsip penerimaan
mahasiswa baru yang tidak komersil dengan adanya pungutan yang
bersifat memaksa (sebagaimana dijelaskan dalam Permendikbud
Nomor 44 tahun 2012) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 73 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi;
d. Bahwa Unsoed juga telah mengaitkan antara Uang Pangkal sebagai
Pungutan dengan Proses Penerimaan Mahasiswa Baru yang selain

bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan diatas juga


membuka peluang adanya kecurangan pada saat

penerimaan

mahasiswa baru jalur mandiri. Kecurangan itu adalah berkaitan dengan


persaingan untuk calon mahasiswa dari jalur seleksi mandiri;
e. Bahwa dengan penjelasan tersebut diatas membuktikan bahwa Unsoed
telah melakukan Komersialisasi Pendidikan.
Atas penjelasan yang ilmiah, logis dan didasarkan pada peraturan
perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan atas penerapan kebijakan
penerapan Uang Pangkal sebagai sumbangan sukarela yang wajib untuk
mahasiswa 2016 keatas yang masuk melalui jalur seleksi mandiri oleh Universitas
Jenderal Soedirman adalah bentuk nyata bahwa Unsoed telah melanggar
Peraturan Perundang-undangan; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan dan Peraturan Menteri
Riset dan Pendidikan Tinggi Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah
Tunggal dan Uang Kuliah Tungal, baik dari segi formal maupun materi muatan
peraturannya. Dan juga secara nyata bahwa Unsoed telah melakukan tindakan
komersil dalam penerimaan mahasiswa baru dengan menerapkan pungutan,
menunjukkna bahwa Unsoed nyata-nyata telah melakukan Komersialisasi
Pendidikan.
Sehingga atas landasan tersebut, Kami menuntut Unsoed melalui Rektor
untuk mencabut Surat Keputusan Rektor No. Kep. 491/UN23/KM.02/2016
Tentang Uang Pangkal dan tidak menerapkan kembali kebijakan Uang Pangkal.

B. Kenaikan UKT 2016


Berangkat dari masalah globalisasi di mana indonesia menyepakati
perjanjian internasional yakni GATS (General Agreement Trade of Service).
Dimana salah satu nya adalah pendidikan. Sehingga pendidikan menjadi barang
yang dapat dijual beli. Atau bisa dikatakan pendidikan sebagai suatu layanan
jasa yang dapat di perjual belikan. Maka, setiap instansi pendidikan seperti
Universitas jendral soedirman (Unsoed) sering mengalami pokok masalah yang
tidak bisa di hindarkan. Yaitu UKT yang naik. UKT yang naik ini merupakan

salah satu bentuk komersialisasi pendidikan. Dewasa ini, Unsoed sedang


meninjau kasus UKT pada tahun 2016. Dimana para mahasiswa baru tahun 2016
akan dihadapkan dengan kenaikan UKT 2016 yang di perkirakan akan lahir status
level hingga 8. Tetapi, rektor sebagai pejabat tidak mengeluarkan suatu produk
hukum. Terbitnya Permenristek dikti nomor 22 tahun 2015 ini diperkirakan
mengalami kenaikan nominal UKT di setiap fakultas. Ini menjadi masalah konkrit
pada mahasiswa baru 2016. otomatis, kertas posisi ini diharapkan untuk
menjawab kebutuhan analisis terkait kasus UKT maupun menjadi tuntutan konkrit
Gerakan Unsoed yakni Soedirman Melawan.
Latar Belakang:
Pada kasus kali ini, Unsoed mengalami kenaikan UKT 2016 dengan
landasan hukum masih kurang jelas. Karena tidak ada Produk hukum apapun yang
dikeluarkan rektorat perihal UKT. Tetapi, lahirnya peraturan yang dikeluarkan
oleh menteri yaitu SE Kemensitekdikti No.800/A.A1/KU/2016 tanggal 26
Februari adalah sebuah produk yang akan melanggengkan masalah UKT ini. Surat
edaran yang dikeluarkan oleh Menteri RistekDikti menyatakan bahwa Unsoed
dianjurkan untuk menerapkan Level UKT sebanyak 8 level. dan dalam lampiran
ada kolom hingga 8 dan di kolom ke delapan dikosongkan dengan tidak ada
penjelasan.
Dalam penentuan nominal UKT harus dilandasi dengan BKT dan BOPTN.
UKT merupakan sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan
kemampuan ekonominya. Sedangkan BKT adalah keseluruhan biaya operasional
mahasiswa per semester pada program studi di PTN. Kemudian BOPTN adalah
bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan pada perguruan tinggi negeri untuk
mengemban misi keterjangkauan layanan pendidikan tinggi. Dan ketiga aspek ini
merupakan turunan dari Undang Undang pendidikan tinggi nomor 12 tahun
2012.
Di unsoed sudah menjaring Mahasiswa baru tahun 2016 melalui jalur
undangan atau dikenal sebagai jalur SNMPTN 2016. Proses penjaringan ini telah
melakukan penarikan UKT. Dengan landasan hukum yaitu Surat Edaran ini,
sudah menarik uang dengan jumlah yang variatif. Dan cenderung naik Karena
angka yang keluar pun variatif. Maka, patut dipertanyakan UKT yang naik ini

akan dialokasikan ke mana? dan mengapa ukt menjadi naik? penjaringan pertama
ini merupakan awal dari jaringan selanjutnya. mahasiswa baru dapat dijaring dari
3 gelombang, yaitu dari SNMPTN, SBMPTN, dan SPMB atau ujian Mandiri
Unsoed. Kemudian mahasiswa baru yang memulai pendaftaran segi fisik adalah
penerimaan dari Undangan.
Unsur kenaikan ini pun sudah dirasakan oleh mahasiswa baru angkatan
2016. Mahasiswa baru tersebut dapat dilihat pada pendaftaran online pada tanggal
17 sampai 20 Mei 2016 dengan dilakukannya perpanjangan registrasi online dari
tanggal 21 Mei sampai 24 Mei 2016. Penerimaan mahasiswa baru tahun 2016
dilakukan oleh unsoed pada tanggal 31 mei lalu. Dimana mahasiswa baru yang
telah terjaring seluruh fakultas sebanyak sekitar 1343 pada registrasi fisik. dan
ternyata, data yang ditemukan aliansi soedirmanmelawan bahwa mahasiswa baru
membayar ukt dengan nominal yang variatif. Alhasil, beberapa dari mahasiswa
tersebut menyikapi kenaikan UKT ini dengan berbagai macam pendapat. Tetapi,
yang perlu ditanggapi adalah UKT mengalami kenaikan dan para mahasiswa baru
tersebut sulit untuk mengakses.
Dari penjabaran diatas, maka dapat diamati bahwa ukt terjadi kenaikan
yang sangat pesat untuk mahasiswa 2016. Sehingga penelitian ini ditujukan untuk
mengawali dan membedah secara tuntas yang rinciannya sebagai berikut:
1. Bahwa tahun akademik 2016 telah dibuka penerimaan mahasiswa baru
angkatan 2016 terkhususkan juga bagi Unsoed untuk menerima mahasiswa
baru;
2. Bahwa menurut permenristekdikti nomor 22 tahun 2015 tentang BIAYA
KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA
PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI disebutkan bahwa
adanya sistem pembayaran yaitu UKT dan BKT;
3. Bahwa Unsoed sebagai PTN yang berstatus BLU menerapkan sistem UKT
sebagai konsekuensi logis dan yuridis dari penerapan dan pelaksanaan
regulasi terbaru yaitu Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (Permenristek & dikti) No 22 Tahun 2015 tentang BKT dan UKT

pada PTN di lingkungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan


Tinggi.
4. Bahwa UKT merupakan Uang

Kuliah

Tunggal

yang

selanjutnya

disingkat UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa


berdasarkan kemampuan ekonominya;
5. Bahwa Penjelasan UKT tersebut yang terdapat pada permenristekdikti
nomor 22 tahun 2015 ini merupakan sistem pembiayaan yang sudah
diterapkan sejak 2012 telah mengalami perubahan;
6. Bahwa Biaya Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat BKT adalah
keseluruhan biaya operasional mahasiswa per semester pada program studi
di PTN;
7. Bahwa BKT merupakan sistem pembiayaan yang sama persis dengan UKT
yang sudah diterapkan sejak 2012;
8. Bahwa dari perkembangan ini, sudah diamati bahwa tidak terjadi perubahan
secara menyeluruh mengenai BKT dan UKT;
9. Bahwa data BKT ini sudah diterapkan tetapi tidak dapat diakses oleh
mahasiswa karena minim nya transparansi yang diberikan oleh rektorat
perihal status BKT untuk 2016;
10. Bahwa maka rektorat Universitas Jendral Soedirman tidak memberikan
ruang bagi mahasiswa untuk mendapat data BKT. Sehingga rektor sebagai
pejabat public telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AUPB) yakni asas transparansi. AUPB sebagai fondasi penting dalam
penyelenggaraan pemerintah yang baik Dalam Pasal 3 UU RI No. 28 Tahun
1999;
11. Bahwa melihat latar belakang kasus Kenaikan UKT pada mahasiswa baru
tahun 2016 Rektor Unsoed telah keliru menyikapi SE Kemensitekdikti
No.800/A.A1/KU/2016;
12. Bahwa kekeliruan ini dapat berakibat fatal jika terus dijalankan oleh rektorat
karena SE tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau dapat
dikatakan hanya sebatas anjuran;
13. Bahwa akar permasalahan UKT tidak boleh naik karena rektorat tidak
memberikan ruang untuk mengakses data baik BKT maupun BOPTN.

Sehingga tidak ada argumentasi konkrit yang menyebutkan bahwa UKT


dapat naik;
14. Bahwa UKT harus memiliki landasan teoritik yang kuat untuk dapat naik,
sebab tidak ada perubahan BKT dari 2012 hingga 2016;
15. Bahwa dalam penentuan status level, rektor akan menggunakan landasan
hukum yang tertera didalam Permenristekdikti nomor 22 tahun 2015 dimana
rektor menggunakan pasal 6 yang menyebutkan bahwa pemimpin PTN
dapat melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa
apabila terdapat:
a. ketidak sesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh
mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya;
dan/atau
b. pemutakhiran data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa,
atau pihak lain yang membiayainya;
16. Bahwa dari penjabaran poin 13 maka rektor akan menambah status level
UKT hingga level 1- 8;
17. Bahwa dalam menerapkan status level ini, rektor akan memberikan kerugian
kepada mahasiswa karena orientasi pendidikan tinggi telah dilanggar. Sebab
keberadaan asas keadilan yang termaktub pada bab penjelasan UU Dikti
pasal 3 huruf d. Dimana dijelaskan bahwa pendidikan tinggi menyediakan
kesempatan yang sama kepada semua warga negara indonesia tanpa
memandang suku, agama, ras, dan antar golongan, serta

latar belakang

sosial dan ekonomi;


18. Bahwa, akibat adanya status level tersebut akan membuat suatu range/jarak
antara pendapatan per kapita masyarakat semakin luas. Karena latar
belakang sosial dan ekonomi menjadi batasan bagi masyarakat untuk
mengakses pendidikan;
19. Bahwa dalam kasus Level ini, rektor dapat menyalahgunakan wewenang
(detourmenent de pouvoir) karena melanggar ketentuan asas keadilan yang
termaktub pada UU DIKTI nomor 12 tahun 2012;
20. Bahwa permasalahan ini pun sekaligus dapat mencederai Asas Umum
Pemerintah yang Baik (AUPB) yakni pada UU penyelenggaraan pemerintah

yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme nomor 28 tahun 1999 pada
pasal 3 ayat 1 yaitu asas kepastian hukum karena akan menerapkan status
level yang bertentangan dengan asas keadilan yang juga tertera didalam UU
Dikti Nomor 12 Tahun 2012.
21. Bahwa telah diketahui pada SK Rektor Unsoed tentang UKT yang
melampirkan data statistik nominal dan level UKT 2016 di semua program
studi pada Unsoed yang dikualifikasikan sebagai tindakan hukum publik
oleh pejabat tata usaha negara, untuk dapat menilai keabsahan dan legalitas
tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya harus dinilai dari 3 aspek yaitu
aspek wewenang, aspek prosedural dan aspek substantif.
22. Bahwa dalam Permenristek & dikti No 22 Tahun 2015 tentang BKT dan
UKT tersebut sebagai batu tulis dan dasar pengujian keabsahan legalitas SK
Rektor Unsoed tersebut, ada beberapa pasal dan ayat yang sangat berkaitan
dengan aspek wewenang, aspek prosedural dan aspek substantif yaitu antara
lain:
Pasal 3
(1) UKT sebagaimana dimaksud dalam pasla 2 ayat (2) terdiri atas
beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi
mahasiswa,

orang

tua

mahasiswa,

atau

pihak

lain

yang

membiayainya.
(2) Pengelompokkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
PTN kepada menteri untuk ditetapkan

Pasal 4
c. Lampiran III untuk mahasiswa pada PTN mulai tahun angkatan 2015

Pasal 5
(3) Pemberlakuan UKT kelompok 1 sampai dengan UKT kelompok VIII
kepada mahasiswa didasarkan pada kemampuan ekonomi mahasiswa,
orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakuan UKT sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Pemimpin PTN

23. Bahwa untuk dapat menilai keabsahan dan legalitasnya perlu ada penafsiran
dan penginterpretasian pada regulasi tersebut yaitu pada pasal 4 huruf c pada
redaksi mulai tahun angkatan 2015 dapat ditafsirkan bahwa permberlakuan
sistem UKT tersebut dapat untuk angkatan 2015 dan selanjutnya seperti
angkatan 2016 dan seterusnya terkecuai ada aturan yang mengatur sebaliknya.
24. Bahwa pada pasal 5 ayat (4) pada redaksi Pemberlakuan UKT sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yaitu (pemberlakuan level 1 sampai level 8 UKT
ditetapkan oleh Pemimpin PTN. Pasal ini dapat ditafsirkan bahwa untuk
memberlakukan sistem UKT pada level 1 sampai level 8 itu harus benar-benar
disesuaikan dengan kondisi kemampuan ekonomi mahasiswa, di mana untuk
mengakomodir konteks kemampuan ekonomi mahasiswa ini secara eksplisit
ditejermahkan sebagai SK Rektor aquo khususnya yang berisi pada bagian
range dalam lampirannya.
25. Bahwa dilihat dari beberapa point aturan tersebut, dapat dinilai keabsahannya
dari aspek prosedural dan aspek wewenang tidak terpenuhi. Melihat bahwa
tafsiran pada pasal 5 ayat (4) itu yang dimaksudkan pada SK Rektor aquo
pada lampiran range, bukan mengenai kewenangan rektorat untuk menerapkan
sistem UKT bagi mahasiswa angkatan 2016 dari level 1 sampai level 8. Secara
aspek wewenang, Rektorat tidak memiliki kewenangan dalam menetapkan
sistem UKT dari level 1 sampai level 8, namun yang menetapkan ialah
pemerintah pusat dalam hal ini melalui Kemenristekdikti yang diterjemahkan
dalam bentuk Peraturan Menteri. Rektorat hanya memiliki kewenangan
untuk merumuskan dan mengusulkan draft UKT tersebut, bukan menetapkan
melalui

SK

Rektor

aquo.

Lalu

mengenai

SE

Kemensitekdikti

No.800/A.A1/KU/2016, perlu diketahui bahwa SE ini hanya sebatas


pemberitahuan dan himbauan, tidak memiliki kekuatan yang sifatnya
mengatur dan mengikat. Maka sangatlah tidak logis jika Rektorat menetapkan
sistem UKT 2016 level 1 sampai level 8 yang ditetapkan cukup melalui SK
Rektor aquo, mengingat SE ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar atau legal
standing dalam tindakan hukum publik atau aturan organik yang berupa SK
Rektor khususnya.

26. Bahwa kemudian pada aspek prosedural, yaitu proses perumusan dan
penetapan sebuah SK Rektor aquo ini perlu dibedakan. Proses perumusan ini
yaitu yang merumuskan UKT itu kewenangannya ada pada pihak rektorat
beserta jajarannya yaitu dekanat dan kepala prodi. Untuk konteks penetepan
ini, dalam Permenristekdikti No 22 Tahun 2015 tidak mendelegasikan
kewenangannya sama sekali kepada pimpinan PTN yang dalam hal ini
Rektorat Unsoed untuk menetapkan SK Rektor UKT yang berisi level 1
sampai level 8. Lagi-lagi secara prosedural, Unsoed sebagai PTN-BLU
memiliki kewenangan non-akademik dalam hal ini kewenangan keuangan
yang terbatas khususnya dalam hal ini SK Rektor tentang UKT harus ada
persetujuan dan penetapan dari pemerintah pusat yaitu Kemenristekdikti.
Maka dari itu, aspek prosedural ini tidak terpenuhi.
27. Bahwa pada indikator penilaian terakhir yaitu aspek substantif ini mengacu
pada kemampuan ekonomi mahasiswa yang didasarkan pada pasal 5 ayat (3)
Pemberlakuan UKT kelompok 1 sampai dengan UKT kelompok VIII kepada
mahasiswa didasarkan pada kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua
mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Perlu diingat kembali pada
draft SK Rektor Unsoed tentang UKT dalam Lampiran data statistik level dan
nominal UKT, semua program studi telah mengalami kenaikan nominal di
semua level bahkan level 8 yang baru diterapkan pun juga di level yang tinggi.
Di sinilah permasalahan yang menjadi standing point, terkait dengan aspek
substanstif, padahal jika dilihat masing-masing level UKT terdapat nominal
yang dikatakan tinggi dan tidak disesuaikan dalam konteks kemampuan
ekonomi mahasiswa, ditambah lagi SK Rektor Unsoed tentang UKT dalam
lampiran range, begitu sempit dan kecil jarak range antara level dan nominal
di masing-masing kelompok 1, 2 dan 3.
28. Bahwa telah diketahui ada beberapa pihak fakultas yang dalam merumuskan
nominal dan level UKT 2016 dibuat dengan tidak berdasar khususnya
berdasarkan pada kemampuan ekonomi mahasiswai yang dijatuhkan pada
masing-masing level UKT.
29. Bahwa dapat dilihat bahwa nominal di masing-masing level dari level 1 dan
level 8 khususnya dari level 3 dan level 8 di mana level 3 di semua program

studi mengalami kenaikan yang jauh dari level 2 dan pola kenaikan masingmasing level tidak berpola serta tidak menyesuaikan dan memperhatikan
kemampuan ekonomi mahasiswa.
30. Bahwa dari aspek substantif ini di mana pasal 5 ayat (3) ini sebagai dasar
penilaiannya, ketentuan substantif mengenai nominal masing-masing level
UKT khususnya level 3 sampai level 8 tidak terpenuhi mengingat tidak
memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa. Maka dapat dikatakan
aspek substantif tidak terpenuhi.
31. Bahwa dari ketiga aspek yaitu aspek wewenang, aspek prosedural dan aspek
substantif di sini, ketiga aspek yang dimaksud sebelumnya tidak dipenuhi.
32. Bahwa mengingat sebuah tindakan hukum publik oleh pejabat tata usaha
negara harus memenuhi 3 aspek tersebut dalam arti keabsahan dan legalitas
baru terpenuhi jika 3 aspek tersebut telah terpenuhi, lalu mengenai SK Rektor
Unsoed tentang UKT yang belum diterbitkan dan diundangkan dengan
penilaian semua 3 aspek belum terpenuhi yaitu aspek prosedural, aspek
wewenang dan aspek substani materiil. Maka dapat dikatakan bahwa SK
Rektor Unsoed tentang UKT yang akan diterbitkan dan disahkan, dikatakan
tidak sah dan tidak legal.
Atas penjelasan yang Ilmiah dan Logis sebagaimana diatas, maka tidak
ada landasan yang ilmiah dalam segi hukum bagi Universitas Jenderal
Soedirman untuk menaikkan biaya Uang Kuliah Tunggal untuk angkatan 2016
termasuk penambahan level sampai dengan level 1-8.

C. Unsoed harus meninjau ulang pelaksanaan pemberlakuan sistem UKT


dan benahi hingga menjadi sistem yang ideal dan tidak memberatkan
mahasiswa
Penerapan Uang Kuliah Tunggal yang telah diterapkan Universitas
Jenderal Soedirman dari mulai 2012, 2013, 2014 dan 2015 juga tidak didalamnya
inheren dengan permasalahan-permasalahan yang berdampak dirugikannya
mahasiswa untuk bisa mengakses pendidikan yang murah dan terbebani untuk
bisa mengakses pendidikan bagi masyarakt luas, khususnya masyarakat
Banyumas.

Mulai dari tidak berlandaskan pada aturan hukum yang pasti, tidak
jelasnya penetuan indikator penetuan level, tidak adanya transparansi dan UKT
yang memberatkan semester akhir menjadi landasan yang ilmiah, logis dan kuat
untuk Unsoed melakukan peninjauan ulang terhadap penerapan UKT 2012, UKT
2013, UKT 2014 dan UKT 2015. Hal ini tentu melandaskan pada kewenangan
Universitas melalui Rektorat yang tertera di dalam Peraturan PerundangUndangan dan berlandaskan juga pada kajian yang Ilmiah dan Logis atas segala
permasalahan-permasalahan yang inheren dalam penerapan UKT 2012, UKT
2013, UKT 2014 dan UKT 2015 di Universitas Jenderal Soedirman.
1. Transparansi BOPTN, BKT, UKT, dan alokasinya
a. Transparansi dan alokasi penggunaan BOPTN
1) Tidak tersedianya informasi dari Kemenristekdikti tentang besaran
BOPTN tiap PTN.
a) Bahwa BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri)
ini merupakan salah satu bagian dari BKT (Biaya Kuliah
Tunggal) sebagai dasar penentuan besaran dan nominal
kebutuhan operasional mahasiswa yang dibutuhkan.
b) Bahwa item BOPTN ditafsirkan pertama kali pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 55
Tahun 2013 pasal (2) Biaya Kuliah Tunggal digunakan
sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada
mahasiswa

masyarakat

dan

pemerintah.

Redaksi

pemerintah ini yang memunculkan konsep BOPTN di mana


dalam kebutuhan biaya operasional yang dirumuskan, ada
alokasi subsidi dari pemerintah dalam Perguruan Tinggi Negeri
(PTN).
c) Bahwa tidak adanya informasi yang jelas mengenai berapa
besar BOPTN yang diterima Unsoed di tahun 2016 khususnya
di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Terakhirkali, informasi besaran BOPTN yang diterima oleh
PTN dapat diakses oleh publik pada tahun 2013.

d) Telah terjadi kenaikan UKT tahun akademik 2016/2017, dan


salah satu alasan yang mengakibatkan kenaikan UKT tersebut
selalu dikaitkan dengan besarnya BOPTN yang diterima oleh
unsoed. Padahal mahasiswa, selaku yang membayar UKT
tersebut tidak tahu secara pasti besaran BOPTN yang diterima
oleh unsoed setiap tahunnya. Sehingga mengingat point (3),
maka pihak pimpinan Unsoed harus memberikan transparansi
informasi mengenai besaran BOPTN yang diterima Unsoed
tahun 2016.

2) Tidak adanya transparansi penggunaan BOPTN di Unsoed


a) Bahwa sebagaimana dijelaskan BOPTN merupakan bagian dari
BKT yang esensinya merupakan biaya operasional mahasiswa.
Terkait besaran nominal BOPTN yang diterima Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) baik itu PTN-BLU dan PTN-BH pastilah
berbeda-beda, mengingat kebutuhan operasional mahasiswa di
masing-masing PTN pun juga berbeda.
b) Bahwa UNSOED yang notabene merupakan PTN-BLU, pasti
mendapatkan BOPTN sebagai dana subsidi operasional
mahasiswa dari pemerintah. Dari tahun ke tahun, besaran
nominal BOPTN yang diterima oleh UNSOED berbeda-beda.
Terakhir tahun 2013 UNSOED menerima BOPTN sebesar 16
miliyar, namun masih belum bisa dilihat apakah BOPTN ini
sesuai dengan peruntukan kebutuhan operasional mahasiswa
atau tidak.
c) Bahwa tahun sekarang 2016 UNSOED juga menerima
BOPTN, namun belum diketahui berapa besar jumlah yang

diterima. Inilah yang perlu diperhatikan, berapa besar nominal


yang diterima serta apakah sesuai pada peruntukan yang
dipergunakan.
d) Bahwa ada regulasi yang mengatur lebih khusus mengenai
BOPTN diatur selanjutnya dalam Peraturan Menteri Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek & dikti)
Nomor 6 Tahun 2016 tentang BOPTN. Regulasi ini yang
menjadi indikator dasar alokasi penganggaran dana BOPTN
sejatinya ditujukan untuk apa saja. Apakah alokasi anggaran
BOPTN dalam regulasi ini sudah sesuai diterapkan dan
dilaksanakan oleh Pihak Unsoed sebagaimana mestinya.
e) Bahwa

mengenai

point-point

yang

telah

dijelaskan

sebelumnya, maka pihak rektorat Unsoed harus memberikan


transparansi penggunaan BOPTN yang diterima Unsoed tahun
2016 ini, apakah sudah sesuai regulasi tersebut ataukah tidak.
Mengingat BOPTN ini juga merupakan hak mahasiswa yang
akan diterima sebagai kebutuhan biaya operasional mahasiswa.
b. Transparansikan alur dan mekanisme penyusunan Biaya Kuliah
Tunggal (BKT)
1) Perjelas alur pengajuan BKT dari Unsoed ke Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi
a) Bahwa pada pasal 88 UU No 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan

Tinggi

ayat

(1)

mengatakan

Pemerintah

menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan


Tinggi secara periodik dengan mempertimbangkan: capaian
Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis Program Studi dan
indeks kemahalan wilayah.
b) Bahwa dari regulasi tersebut, dapat dilihat redaksi pada jenis
program studi ini menunjukkan bahwa seberapa besar
kebutuhan operasional mahasiswa harus disesuaikan pada jenis
program studi, maka konsekuensi logisnya pimpinan atau
pejabat pada program studi yang bersangkutan lah yang

berwenang merumuskan seberapa besar total kebutuhan


mahasiswa

yang

bersangkutan,

karena

memang

yang

bersangkutan lah yang mengetahui kompleksitas kebutuhan


tersebut.
c) Bahwa dari aspek prosedural khususnya prosedur pengajuan
BKT ini, proses alurnya seperti apa? Apakah ada regulasi atau
aturan prosedurnya? apakah setelah pimpinan program studi/
jurusan telah merumuskan BKT dalam draft tersebut, lalu
diserahkan ke pihak Rektorat Unsoed diteruskan ke pusat
(Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi) ataukah
seperti apa.
d) Bahwa tidak diketahuinya alur yang jelas dalam proses
perumusan dan penentuan nominal BKT yang akan ditentukan
masing-masing program studi di Unsoed, maka pihak Unsoed
harus

memberi

penjelasan

mengenai

alur

mekanisme

perumusan dan penentuan BKT


2) Tidak adanya transparansi penentuan dan penggunaan BKT di
Unsoed
a) Bahwa regulasi terbaru yaitu Peraturan Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek & Dikti) No
22 Tahun 2015 pasal 1 angka 5 dijelaskan Biaya Kuliah
Tunggal (BKT) merupakan keseluruhan biaya operasional
mahasiswa per semester pada program studi di PTN.
b) Bahwa makna dari pada BKT yang telah dirumuskan dalam
regulasi tersebut memformulasikan bahwa esensi dari pada
BKT itu merupakan totalitas keseluruhan kebutuhan biaya
operasional mahasiswa per semester pada program studi di
PTN
c) Bahwa terakhir tahun ini 2016 pihak UNSOED beserta
jajarannya telah merumuskan dan mengusulkan BKT yang
termasuk juga UKT kepada pusat (Kemenristek & Dikti),
namun yang menjadi pertanyaan ialah berapa besar pihak pihak

UNSOED merumuskan BKT? Apakah penggunaan dalam BKT


benar-benar sesuai dirumuskan dalam konsep kebutuhan
operasional mahasiswa ataukah bagaimana.
d) Bahwa berdasar keterangan di atas sebelumnya, pihak Unsoed
harus memberikan transparansi berapa besar nominal BKT
yang telah ditetapkan serta alokasi dana dan penggunaan apa
saja yang terdapat dalam BKT yang telah dirumuskan dan telah
ditetapkan.
3) Tidak jelasnya komponen yang terkandung dalam BKT
a) Bahwa pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Permenristek & dikti) No 22 Tahun 2015
menyatakan Biaya Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat
BKT adalah keseluruhan biaya operasional mahasiswa per
semester pada program studi di PTN.
b) Bahwa berlanjut pasal 1 angka 6 Uang Kuliah Tunggal yang
selanjutnya disingkat UKT adalah sebagian BKT yang
ditanggung

setiap

mahasiswa

berdasarkan

kemampuan

ekonominya.
c) Bahwa makna dari BKT ini merupakan biaya operasional
mahasiswa per semester, di mana sebagian telah ditanggung
oleh mahasiswa melalui UKT, dan sisanya ditopang oleh
pemerintah melalui BOPTN.
d) Bahwa secara konseptual, konsep BKT ini terdiri dari UKT dan
BOPTN yang telah dirumuskan dalam regulasi tersebut.
Namun dalam tataran teknis dan operasional, komponen yang
terdapat dalam BKT tidak dijelaskan secara rigid dan jelas.
e) Bahwa idealnya komponen antara BKT, UKT dan BOPTN
harus memiliki komponen yang sama satu sama lain, karena
memang bentuk konseptualnya demikian. Yang berbeda
hanyalah nominal dalam setiap item dan komponen yang ada di
dalamnya,

karena

memang

menyesuaikan

kompleksitas

kebutuhan operasional mahasiswa di setiap program studi pada


PTN yang bersangkutan.
f) Bahwa untuk mengetahui apakah komponen-komponen yang
digunakan dalam BKT khususnya dikaitkan dengan UKT dan
BOPTN ada relevansi dan sinkronisasi atau tidak, maka pihak
Unsoed

harus

memberikan

informasi

dan

transparansi

komponen BKT di Unsoed apakah sesuai pada peruntukkannya


atau tidak.
4) Transparansikan alokasi penggunaan dana UKT yang jelas, detail
dan dapat diakses oleh mahasiswa dan orangtua (atau pihak lain)
yang membiayai
a) Bahwa Tahun ini 2016 pihak UNSOED beserta jajarannya
telah merumuskan UKT yang telah dicantumkan dalam draft
lalu diajukan ke pusat (Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi) walaupun sampai sekarang belum ada
penetapan ataupun keputusan yang turun dari pusat
b) Bahwa telah diketahui bersama semua fakultas di UNSOED
telah menaikkan UKT baik secara level maupun nominal. Hal
ini dapat dilihat di draft yang diajukannya.
c) Bahwa jika melihat draft pada semua fakultas di UNSOED,
ritme atau pola kenaikan baik secara level maupun nominal
UKT di semua prodi, jurusan dan fakultas berbeda-beda. Ada
yang naik secara signifikan masing-masing kelompok pada
nominalnya, ada juga yang polanya stabil.
d) Bahwa salah satu contoh pola yang tidak beraturan tersebut
dapat dilihat pada Fakultas Pertanian di mana nominal level 8
Faperta merupakan 50% nominal BKT, sedangkan di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis nominal level 8 FEB merupakan 100%
nominal BKT. Lalu data-data statistik nominal dan level UKT
untuk tahun akademik 2016 dapat dilihat di lampiran
e) Bahwa salah satu pola atau ritme kenaikan yang diasumsikan
tidak wajar ialah pola jarak antara level 2 dan level 3 di semua

program studi dan jurusan. Kenapa jarak nominal level 2 ke 3


di beberapa prodi cukup jauh. Jangan dirumuskan tanpa
landasan dan dasar yang tidak jelas dan asal-asalan.
f) Bahwa untuk mensinkronisasikan pola atau ritme jarak antar
level UKT di program studi terkait, harus ada landasan dan
dasar yang jelas dan tidak asal-asalan. Konsep pola tersebut
juga harus disesuaikan dengan konteks kemampuan ekonomi
mahasiswa sesuai amanat pada pasal 3 ayat (1) Peraturan
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek
& dikti) Nomor 22 Tahun 2015.
g) Bahwa untuk dapat menerapkan dan melaksanakan hal
demikian, pihak rektorat Unsoed harus mentransparansikan
informasi dan dasar serta pedoman yang jelas dalam penentuan
demikian, agar dapat melihat dasar pertimbangan yang jelas
dan rasional serta sesuai pada aturan yang ada dan berlaku
c. Transparansikan alur dan mekanisme UKT
1) Tentang Tanggung Jawab Unsoed atas Transparansi terkait UKT
a) Bahwa mahasiswa memiliki kewajiban untuk menanggung
Uang Kuliah Tunggal sesuai dengan kemampuan ekonominya.
Sebagaimana berdasarkan Pasal 1 angka 6 Permenristekdikti 22
tahun 2015 tentang BKT dan UKT, UKT adalah sebagian BKT
yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan
ekonominya;
b) Bahwa berdasarkan hal di atas, yang ditanggung mahasiswa
melalui UKT ialah berupa sebagian dari BKT saja. Hal ini
karena sebagian yang lain telah dibiayai oleh BOPTN,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permenristekdikti
No 6 Tahun 2016, BOPTN merupakan bantuan biaya dari
Pemerintah yang diberikan kepada perguruan tinggi negeri
untuk membiayai kekurangan biaya operasional sebagai akibat
adanya kenaikan sumbangan pendidikan di perguruan tinggi
negeri;

c) Bahwa

kemudian

berdasarkan

Pasal

angka

Permenristekdikti 22 tahun 2015, BKT adalah keseluruhan


biaya operasional mahasiswa per semester pada program studi
di PTN. Hal demikian menandakan, apa yang dibayar
mahasiswa

adalah

biaya

operasional

mahasiswa,

sebagaimana tersusun dengan berbagai komponennya di dalam


BKT;
d) Bahwa mendasarkan pada ketiga ketentuan di atas, UKT tidak
dapat berdiri bagi dirinya sendiri. UKT adalah hasil operasi
matematis dari BKT dikurangi BOPTN, atau jika dinotasikan
ialah, UKT = BKT BOPTN. Dengan demikian, secara logis
barang siapa hendak mengetahui nominal dan komponen UKT
untuk apa saja, sudah tentu sebelumnya komponen dan nominal
BKT dan BOPTN harus diketahui terlebih dahulu;
e) Bahwa Unsoed merupakan Badan Layanan Umum (BLU).
Pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yang dimaksud
dengan BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatarnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas;
f) Bahwa pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2005, BLU
dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Begitupun pula dengan
Unsoed, dalam hal ini dapat memungut biaya berupa UKT
sebagai imbalan atas layanan pendidikan tinggi yang diberikan.
Yang

perlu

diperhatikan

ialah,

yang

dijual

bukanlah

pendidikan, melainkan layanan pendidikannya;


g) Bahwa pada ketentuan tersebut, ada dua pihak yang saling
mengadakan hubungan, yaitu Unsoed sebagai BLU di satu
pihak dan mahasiswa sebagai pengguna layanan BLU di pihak

lain. Hubungan tersebut meletakkan hak dan kewajiban


diantara para pihak, atau dengan kata lain, hubungan tersebut
ialah berupa hubungan hukum (rechtverhouding). Unsoed
meletakkan kewajiban berupa penyerahan layanan pendidikan
tinggi, dan mendapat hak berupa biaya berupa UKT sebagai
imbalan. Di sisi lain, masyarakat pengguna layanan BLU
meletakkan kewajiban berupa membayar tarif berupa UKT, dan
mendapat hak berupa pelayanan pendidikan tinggi;
h) Bahwa konstruksi hukum di muka, telah memenuhi rumusan
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan. Artinya, mahasiswa sebagai pembeli
memiliki hak sebagai pembeli yang tidak hanya sekedar
mendapatkan layanan;
i) Bahwa salah satu hak pembeli ialah mendapat jaminan dari
pembeli berupa, barang yang diserahkan mestilah utuh dan
tidak mengandung cacat tersembunyi. (Pasal 1491, 1504, dan
1506 KUHPerdata). Pembeli dapat tidak berkewajiban untuk
menanggung cacat pada barang, jika kecacatan pada barang
tersebut dapat terlihat dari luar oleh pembeli (Pasal 1505 KUH
Perdata);
j) Bahwa artinya, di sini Unsoed memiliki kewajiban untuk
menjamin kepada mahasiswa selaku pembayar tarif UKT,
bahwa barang yang dijual berupa layanan pendidikan tinggi
ialah utuh dan tidak mengandung kecacatan. Mahasiswa
memiliki hak untuk melihat keutuhan layanan pendidikan
tinggi yang dijual Unsoed, dan memeriksa ada atau tidak
adanya kecacatan. Karena layanan pendidikan tinggi Unsoed
telah dituang berbagai komponennya dalam kebutuhan
operasional mahasiswa dalam BKT, maka mahasiswa berhak

untuk dapat melihat komponen BKT terdiri dari apa saja,


sebagai konsekuensinya sebagai pihak yang membayar tarif
berupa UKT. Dan karena UKT adalah hasil operasi matematis
dari BKT dikurangi BOPTN, maka mahasiswa juga berhak
untuk tahu BOPTN Unsoed untuk apa saja;
k) Bahwa hak mahasiswa Unsoed untuk mengetahui informasi
mengenai BKT, BOPTN, dan alokasi UKT mereka untuk apa,
ini dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mahasiswa berhak
mengetahui rencana encana pembuatan kebijakan publik,
program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan
publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik (Pasal
3);
l) Bahwa yang tidak menjadi hak mahasiswa Unsoed untuk
mengetahui informasi publik (informasi rahasia) ialah yang
berkaitan dengan (Pasal 17):
1] Proses tindak pidana,
2] hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat,
3] Pertahanan dan keamanan negara,
4] Kekayaan alam Indonesia,
5] Ketahanan ekonomi nasional,
6] Hubungan luar negeri,
7] Mengandung data pribadi
m) Bahwa menurut Pasal 18 huruf b, yang tidak termasuk dalam
kategori informasi yang dikecualikan adalah ketetapan,
keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan
lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke
dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak
hukum. Maka dalam hal ini, kebijakan Unsoed dalam alokasi
dan komponen BOPTN, BKT, dan UKT, haruslah bukan

informasi yang bersifat rahasia, sehingga menjadi hak


mahasiswa Unsoed untuk mengetahuinya;
n) Bahwa menurut Pasal 18 huruf b, yang tidak termasuk dalam
kategori informasi yang dikecualikan adalah ketetapan,
keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan
lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke
dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak
hukum. Maka dalam hal ini, kebijakan Unsoed dalam alokasi
dan komponen BOPTN, BKT, dan UKT, haruslah bukan
informasi yang bersifat rahasia, sehingga menjadi hak
mahasiswa Unsoed untuk mengetahuinya;
1] hak mencari. memperoleh. dan memberikan informasi
tentang penyelenggaraan negara;
2] hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari
Penyelenggara Negara;
3] hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung
jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan
4] hak

memperoleh

perlindungan

hukum

dalam

hal

melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf


a,b, dan c;
2) Indikator Penentuan Level Dan Keringanan Biaya UKT Bagi
Mahasiswa Di Atas Semester 9 Bagi S1 Dan Semester 7 Bagi D3
a) Pada mulanya Uang Kuliah Tunggal (UKT) diterapkan pada
tahun 2012 landasannya saat itu ialah Surat Edaran DIKTI No.
21/ E/T/2012, dan Surat Edaran Dikti No. 274/E/T/2012. Selain
itu juga ada Surat Edaran No. 305/E/T/2012 tentang Larangan
Kenaikan Biaya Kuliah. Setelah terbitnya aturan tersebut
akhirnya ada 3 universitas yang menjalankan sistem UKT,
yakni Unsoed, UNS, dan UNJ;
b) Bahwa UKT di tahun 2013 berlaku secara nasional dengan
didasari oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan

Uang Kuliah Tunggal (selanjutnya disebut Permendikbud UKT


2013). Di dalamnya terdapat lampiran yang berisi tarif UKT di
beberapa perguruan tinggi di lingkungan kemendikbud,
termasuk juga Unsoed, tarif uang kuliah tersebut terdiri dari
beberapa kelompok/level dari 1 (satu) sampai 5 (lima);
c) Bahwa pada tahun 2014, UKT kembali diterapkan tetapi
bertambah kelompok/level nominalnya dari 1 (satu) sampai
dengan 7 (tujuh). Landasannya Permendikbud Nomor 73 tahun
2014;
d) Bahwa pada tahun 2015 UKT kembali diberlakukan dengan
kelompok/level dan nominal yang sama dengan tahun
sebelumnya. Namun landasan hukumnya diubah menjadi
Permenristekdikti Nomor 22 tahun 2015;
e) Bahwa ditahun 2016 UKT diberlakukan kembali namun
kelompok/level dan nominalnya bertambah menjadi 1 (satu)
sampai 8 (delapan). walaupun belum terbit aturan yang
melandasinya (penerapannya tidak absah karena melanggar
asas legalitas);
f) Bahwa sistem level/kelompok yang ada didalam UKT pada tiap
tahunnya mengalami perubahan terutama berkaitan dengan
indikator level dan nominalnya;
g) Bahwa mulai tahun 2013 hingga 2015 indikator penetapan
level/nominal UKT yang ditanggung oleh mahasiswa adalah
berdasarkan pendapatan perkapita, dimana yang dimaksud
pendapatan perkapita merupakan pendapatan keluarga dalam
waktu satu bulan dibagi jumlah keluarga dalam KK. Berikut ini
tabel pendapatan perkapita yang diberlakukan di Unsoed;

Golongan UKT Rp 2.500.000 Rp 3.500.000

Level UKT

Pendapatan Perkapita

Level 7

> Rp. 500.000

Level 6

> Rp 475.000 Rp. 500.000

Level 5

> Rp 450.000 Rp. 475.000

Level 4

> Rp 400.000 Rp. 450.000

Level 3

> Rp 200.000 Rp. 400.000

Level 2

> Rp 125.000 Rp. 200.000

Level 1

> Rp 0 Rp. 125.000

Golongan UKT Rp. 3.500.000 Rp. 9.500.0000


Level UKT

Pendapatan Perkapita

Level 7

> Rp. 600.000

Level 6

> Rp 575.000 Rp. 600.000

Level 5

> Rp 550.000 Rp. 575.000

Level 4

> Rp 500.000 Rp. 550.000

Level 3

> Rp 300.000 Rp. 500.000

Level 2

> Rp 125.000 Rp. 300.000

Level 1

> Rp 0 Rp. 125.000

Golongan UKT Rp. 10.000.000 Rp. 17.500.000

Level UKT

Pendapatan Perkapita

Level 7

> Rp. 1.500.000

Level 6

> Rp 1.475.000 Rp. 1.500.000

Level 5

> Rp 1.400.000 Rp. 1.450.000

Level 4

> Rp 1.200.000 Rp. 1.400.000

Level 3

> Rp 300.000 Rp. 1.200.000

Level 2

> Rp 125.000 Rp. 300.000

Level 1

> Rp 0 Rp. 125.000

h. Bahwa jika kita melihat tabel diatas, sesungguhnya terdapat


range

yang

sangat

sempit

sehingga

berdampak

pada

menumpuknya mahasiswa yang mendapatkan level/nominal


yang tinggi. Hal itu sejatinya merupakan upaya dari Unsoed
untuk mendulang keuntungan yang sebesar-besarnya.
i) Bahwa range yang sangat sempit mengakibatkan UKT yang
dibayarkan oleh mahasiswa adalah tidak sesuai dengan
kemampuan ekonomi mahasiswa, dimana berdasarkan Pasal 88
ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa biaya kuliah yang harus
dibayarkan oleh mahasiswa di dalam Perguruan Tinggi harus
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi si mahasiswa,
sehingga dalamPermenristekdikti Nomor 22 tahun 2015 diatur
tentang kelompok atau level nominal UKT yang didasarkan
pada aspek kemampuan ekonomi mahasiswa, dapat dilihat
aspek kemampuan ekonomi mahasiswa merupakan aspek yang
paling pokok dalam penetapan UKT sehingga ketika Unsoed

tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa


maka Unsoed telah melanggar asas kepastian hukum yakni
setiap

kebijakan

penyelenggaraan

negara

harus

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan


yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN.
j) Bahwa jika mengacu kepada definisi UKT yang merupakan
biaya operasional mahasiswa per semester per program studi,
maka

logikanya

mahasiswa

semester

akhir

kebutuhan

operasionalnya akan lebih sedikit. Sebagai contoh bagi


mahasiswa S1 semester 9 dan mahasiswa D3 semester 7 akan
tetap

membayar

UKT

yang

sama

padahal

kebutuhan

operasional mahasiswa S1 semester 9 dan mahasiswa D3


semester 7 akan lebih sedikit daripada mahasiswa semester
awal. Dari hal ini keuntungan yang diperoleh Unsoed akan
bertambah besar.
k) Bahwa jika mahasiswa semester akhir tidak mendapatkan
keringanan UKT, maka Unsoed sebenarnya tidak konsisten
dengan konsep UKT itu sendiri dimana UKT adalah biaya
operasional mahasiswa per semester per program studi.
l) Bahwa sudah seharusnya Unsoed melakukan penyesuaian
(memberikan keringanan) terhadap mahasiswa semester akhir,
karena jika tidak Unsoed telah melanggar asas proporsionalitas
yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Penyelenggara Negara.
3) Permasalahan Penerapan Level (Kelompok Nominal) UKT dan
kemampuan Ekonomi
a) Bahwa di dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi pasal 88 ayat (4) disebutkan bahwa biaya
kuliah yang harus dibayarkan oleh mahasiswa di dalam
Perguruan Tinggi harus disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi

si

mahasiswa,

sehingga

dalam

Lampiran

Permenristekdikti No 22 Tahun 2015 pun diatur tentang


kelompok atau level nominal UKT yang didasarkan pada
kemampuan ekonomi mahasiswa;
b) Bahwa pengelompokan mahasiswa ke dalam level-level mulai
berlaku pada tahun akademik 2013 sampai sekarang (angkatan
2015);
c) Bahwa dalam Pasal 4 Permenristekdikti mengatur terkait
dengan pengelompokan mahasiswa berdasarkan kemampuan
ekonomi nya. Adapun pengelompokan tersebut diatur dalam
Lampiran Permeristekdikti No 22 Tahun 2015 yang tidak
terpisahkan

dari

Permenristekdikti

tersebut.

Adapun

pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:


1] Lampiran I untuk mahasiswa pada PTN dan PTN Badan
Hukum Tahun Angkatan 2013 sampai selesai masa studi;
2] Lampiran II untuk mahasiswa pada PTN mulai Tahun
Angkatan 2014; dan
3] Lampiran III untuk mahasiswa pada PTN mulai Tahun
Angkatan 2015 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
d) Bahwa lampiran I Permenristekdikri No 22 Tahun 2015
mengatur pengelompokan level UKT dalam 5 level untuk
angkatan 2013, lampiran II mengatur pengelompokan level
UKT dalam 7 level untuk angkatan 2014, dan lampiran III
mengatur pengelomokan level UKT dalam 7 level untuk
angkatan 2015;
e) Bahwa dalam Pasal 5 Permenristekdikti No 22 Tahun 2015
mengatur terkait dengan ambang batas minimal penentuan
level 1 dan 2 untuk angkatan 2013, 2014, dan 2015 yakni 5%.
Adapun bunyi dari Pasal 5 tersebut demikian :
1] UKT kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling

sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang


diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN.
2] UKT kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang
diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN.
3] Pemberlakuan UKT kelompok I sampai dengan UKT
kelompok VIII kepada mahasiswa didasarkan pada
kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa,
atau pihak lain yang membiayainya.
4] Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakuan UKT
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh
Pemimpin PTN.
f) Bahwa ketentuan batasan minimal penerapan level I dan level
II adalah terlepas dari mahasiswa Bidik Misi dari setiap
Universitas;
g) Bahwa penentuan dalam pengelompokan mahasiswa dalam
level I dan level II adalah dengan proporsi yakni 5% dari setiap
program studi dan bukan atas dasar jumlah keseluruhan
mahasiswa yang diterima dalam satu angkatan akademik;
h) Bahwa pengelompokan mahasiswa dalam level I dan II setiap
program studi akan menjadi penting karena setiap program
studi memiliki nominal UKT yang berbeda-beda khususya
dalam nominal UKT level I dan II;
i) Bahwa dengan begitu kesempatan mahasiswa yang memiliki
kemampuan ekonomi yang tidak mampu secara ekonomi akan
menjadi besar untuk masuk dalam level I dan II terlepas dari
perbedaan nominal level I dan II serta biaya operasional dari
setiap program studi;
j) Bahwa Universitas Jenderal Soedirman haruslah memenuhi
ambang batas minimal yakni 5% di setiap program studi dalam

mengelompokan mahasiswa ke Level I dan II sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku;
k) Bahwa dengan melihat ketentuan bahwa penerapan level UKT
adalah terlepas dari mahasiswa Bidik Misi, maka jumlah 5
(lima) persen untuk batasan minimal penerapan level I dan II
juga terlepas dari jumlah mahasiswa Bidik Misi;
l) Bahwa penting untuk melihat implementasi dari penerapan
pemenuhan kelompok level I dan level II di Universitas
Jenderal Soedirman
m) Bahwa jumlah mahasiswa Unsoed yang menerima Bidik Misi
dan Mahasiswa Kerja Sama adalah sejumlah 628;
n) Bahwa untuk menghitung 5 (lima) persen dari level I dan level
II adalah jumlah seluruh mahasiswa dikurangi mahasiswa
Bidik Misi dan Mahasiswa Kerja Sama, yaitu 4461 dikurangi
628, yaitu 3833;
o) Bahwa kuota minimal penerapan level I UKT berdasarkan
pasal 5 ayat (1) Permenristekdikti No. 55 Tahun 2015 adalah 5
(lima) persen dari seluruh jumlah mahasiswa di Unsoed,
sehingga kuota yang harus dipenuhi Unsoed dalam level I UKT
adalah sebesar 192 Mahasiswa;
p) Bahwa kuota minimal penerapan level II UKT berdasarkan
pasal 5 ayat (2) Permendikbud No. 22 Tahun 2015 adalah 5
(lima) persen dari seluruh jumlah mahasiswa di Unsoed,
sehingga kuota yang harus dipenuhi Unsoed dalam level II
UKT adalah sebesar 182 Mahasiswa;
q) Bahwa mahasiswa yang terdaftar di Unsoed dalam level I UKT
adalah sejumlah 85 atau sebesar 1,9 persen dari jumlah seluruh
mahasiswa angkatan 2014 dikurangi mahasiswa Bidik Misi dan
Kerjasama;
r) Bahwa mahasiswa yang terdaftar di Unsoed dalam level I UKT
adalah sejumlah 308 atau sebesar 6,9 persen dari jumlah
seluruh mahasiswa angkatan 2014 dikurangi mahasiswa Bidik

Misi dan Kerjasama dan dikurangi juga mahasiswa level I


UKT;
s) Bahwa apa yang diterapkan Unsoed untuk menerapkan kuota 5
(lima) persen sebagaimana diamanatkan dalam pasal 5
Permendikbud No. 55 Tahun 2013 adalah tidak terpenuhi
karena hanya sebesar 1,9 persen. Sehingga berdasarkan pada
uraian fakta yang telah disebutkan diatas, apa yang diterapkan
Unsoed dalam memenuhi kuota adalah bertentangan dengan
pasal 5 ayat Permendikbud No. 22 Tahun 2015 dan Pasal 88
ayat (4) UU No 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi;
t) Bahwa dengan melihat uraian fakta yang telah disebutkan
diatas maka Universitas Negeri Jenderal Soedirman telah
nyata-nyata

melanggar

ketentuan

peraturan

perundang-

undangan yang berlaku.


u) Bahwa karena tindakan penerapan batasan minimal level I
UKT adalah bertentangan dengan pasal 4 Permendikbud No.
55 Tahun 2013 atau tidak berdasarkan pada pasal tersebut,
maka secara konsekuen pula bertentangan dengan Asas-Asas
Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, yaitu asas
Kepastian Hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan

landasan

peraturan

perundang-undangan,

kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara


Negara;
4) Tidak adanya transparansi terkait data statistik penyebaran UKT di
tiap level (5) masing-masing program studi/ jurusan di Unsoed
a) Bahwa di tahun ini 2016 Unsoed dalam draft UKT 2016 telah
terjadi peningkatan secara nominal dan level UKT di mana
telah menaikkan sampai level 8.
b) Bahwa di tahun lalu 2015 Unsoed baru menerapkan level UKT
sampai 7, hal ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Riset
Teknologi dan Pendidikan Tingg (Permenristek & dikti)

Nomor 22 Tahun 2015 dalam Lampiran 3 untuk mulai tahun


akademik 2015.
c) Bahwa berdasarkan regulasi tersebut pada pasal 5 ayat (1) dan
(2) yang intinya level 1 dan level 2 UKT di masing-masing
program studi di Unsoed paling sedikit 5% dari total jumlah
mahasiswa yang diterima di setiap program studi pada setiap
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) termasuk Unsoed
d) Bahwa secara dikroscek dan survei di lapangan, untuk
mahasiswa angkatan 2015 ternyata di setiap program studi di
Unsoed tidak memenuhi kriteria minimum 5% baik pada level
1 dan level 2 sesuai pada regulasi tersebut.
e) Bahwa melihat fakta demikian, maka pihak Rektorat Unsoed
dituntut untuk memenuhi kuota level 1 dan level 2 minimun
5% dari total jumlah mahasiswa yang diterima di masingmasing

program

studi

di

Unsoed.

Khususnya

untuk

menghadapi tahun akademik 2016, harus memenuhi kuota


demikian.
f) Bahwa untuk dapat menunjang agar dapat terlaksanakannya
dan terpenuhinya kuota demikian, maka salah satu jalannya
ialah pihak rektorat Unsoed harus memperlebar range dalam
SK Rektor tentang UKT sebagai dasar penjaringan calon
mahasiswa masuk pada nominal dan level UKT berapa di
masing-masing program studi yang bersangkutan.

5) Pemberlakuan Sistem UKT bagi Mahasiswa S1 di Atas Semester 8 dan bagi


Mahasiswa Diploma di Atas Semester 6.

- Nominal pembayaran UKT dibebankan hingga akhir masa studi dengan


jumlah nominal yang tetap setiap semesternya. Akan tetapi, nominal biaya
UKT yang dibayarkan mahasiswa per-semester, sebenarnya dihitung untuk

semester 8. Artinya, semua kegiatan hingga mahasiswa lulus dihitung


maksimal hingga semester 8. [Berdasarkan Standar Satuan Biaya
Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (SSBOPTN) ]

- Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semua komponen kegiatan


akademik studi telah diperhitungkan hingga selesai dengan asumsi 8
semester. Dengan begitu, seharusnya pembayaran UKT pada mahasiswa
diatas semester 8 dan bagi mahasiswa diatas semester 6 tidaklah relevan.
Dibebankannya UKT pada mahasiswa yang hanya mengambil skripsi
ataupun mengulang SKS dengan biaya yang sudah dihitung pada semester
8 pada S1 dan semester 6 pada diploma dinilai kurang tepat. Penghitungan
didasarkan pada semua kegiatan selesai hingga semester 8 (S1) dan
semester 6 (Diploma).

- Suatu bentuk ketidakadilan apabila UKT tetap diberlakukan sampai


mahasiswa tersebut lulus, sehingga mahasiswa yang hanya mengambil
skripsi ataupun mengulang sks tetap membayar dengan nominal yang
sama. Akan bijaksana jika pembayaran UKT bagi mahasiswa diatas
semester 8 (S1) dan diatas semester 6 (Diploma) tidak lagi diterapkan.
Dengan kebijaksanaan pihak rektorat, kami mengusulkan suatu susulan
yang tentunya dinilai jelas dan tepat.

D. Menolak tindakan represifitas terhadap mahasiswa


1. Pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru (ospek)
Menuntut Wakil rektor bidang kemahasiswaan dan alumni agar
menyelenggarakan forum khusus untuk membahas proses penerimaan
mahasiswa baru (ospek) dan turut mengundang Wakil dekan bidang
kemahasiswaan dan alumni serta delegasi mahasiswa setiap fakultas di
Unsoed. Forum tersebut diselenggarakan selambat-lambatnya sebelum
tanggal 31 Mei 2016.
Tindakan pihak dekanat dalam membubarkan secara paksa
kepanitian ospek dari kelompok mahasiswa di beberap fakultas pada tahun

2015 menimbulkan banyak keluhan, dan ketidakjelasan masalah tersebut


tetap berlangsung hingga hari.

Forum tersebut

diperlukan agar

ditemukannya solusi yang tepat bagi kedua belah pihak.


2. Kebebasan Akademik
Pasal 8 ayat (1) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
menyatakan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan
mimbar akademik dan otonomi keilmuan. Lalu berlanjut pada ayat (3)
yang menerangkan bahwa pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan
mimbar akademik dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan
tanggung jawab pribadi yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh
Pimpinan Perguruan Tinggi.
Dari penjelasan regulasi tersebut menegaskan bahwa mahasiswa
sebagai salah satu entitias dalam civitas akademika yang memiliki hak
berupa kebebasan akademik harus dan wajib dilindungi oleh pimpinan
Peruguruan Tinggi yang dalam hal ini oleh Rektorat Unsoed. Hal ini
sebagai wujud pengejawantahan dari hak konstitusional warga negara
yang telah dilegitimasi dalam pasal 28 UUD 1945 Kebebasan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan UU.

DARI ASPEK EKONOMI


Hasil analisis pertama :
1. Di fakultas ekonomi, Nominal BKT dan UKT di level 8 sama. Di Fakultas
Ekonomi meliputi jurusan Manajemen dan Akuntansi yang memiliki nominal
BKT dan UKT di Level 8 sama yaitu 6.741.000 & 8.764.000. Dan juga
jurusan internasional yaitu ekonomi pembangunan, manajemen, dan akuntansi
sebesar 10.390.000.
Tidak ada subsidi dari BOPTN dan BLU UNSOED. Padahal di
permenristekdikti No.22 Tahun 2015 pasal 2 ayat 1 menyebutkan

BKT

digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat


dan pemerintah. Dalam hal ini dalam pembiayaan operasional mahasiswa
harus ada pembebanan biaya dari masyarakat dan juga pemerintah tanpa
terkecuali.

Seperti rumus:
BKT = UKT + BOPTN + BLU.

2. Usulan Nominal UKT dilakukan secara cepat dan dengan prediksi kira kira.
Besaran nominal UKT level 8 ditentukan secara singkat. Pada tanggal 26
Februari 2016, Unsoed menerima surat edaran Kemenristekdikti dengan
No.800/A.AI/KU/2016 tentang Penyesuaian Biaya Kuliah Tunggal (BKT) &
Usulan Tarif UKT Tahun Angkatan 2016.
Dalam surat edaran ini juga terdapat himbauan untuk perguruan tinggi
diperbolehkan menarik dan menentukan uang pakal seperti yang diatur dalam
permenristekdikti no. 22 tahun 2015 ayat 9. Unsoed baru menyebar SE
tersebut baru disebar oleh rektorat untuk dilakukan penghitungan nominal
UKT sampai level 8. Fakultas merumuskan nominal UKT 2016 hanya dalam
jangka waktu 3 hari yaitu yaitu tanggal 7,8,dan 10 karena tanggal 9 maret
libur nasional. Bahkan, di beberapa fakultas seperti FISIP contohnya
menentukan nominal UKT dalam hitungan jam di rapat dekanat. Dan dalam

penentuan tersebut tidak melibatkan mahasiswa. 10 April, fakultas


mengirimkan usulan ke rektorat.
Setelah pengusulan nominal tersebut, fakultas melakukan sosialisai kepada
mahasiswa. Tanggal 14 Maret 2016 Bem FMIPA keberatan dengan dekanat
karena mengatakan telah melibatkan mahasiswa dalam perumusan nominal.
22 Maret, Dekanat FH melakukan sosialisasi mengenai kenaikan UKT 2016.
BEM FH menolak kenaikan dan memberikan beberapa tuntutan kepada
dekanat. Dekanat mengirim usulan UKT dengan lampiran tuntutan mahasiswa
ke Rektorat. Dekanat, melalui WD 1, Setya Wahyudi mengatakan menghitung
dan menentukan UKT merupakan kewenangan universitas bukan mahasiswa.
Keesokan harinya, sosialisasi diadakan di Faperta dengan tawaran dari
dekanat nominal UKT 60% dari BKT. Dan mahasiswa memberikan tawaran
nominal UKT 50% dari BKT menyesuaikan masing masing jurusan. Diakhir
sosialiasi, tawaran dari mahasiswa disepakati. Tanggal 28 Maret, mahasiswa
FIKES menola kenaikan UKT saat sosialisasi. Namun, Dekanat menyuruh
membuat rumusan UKT sampai pukul 16.00, tetapi rumusan UKT mahasiswa
ditolak dekanat. Di tanggal yang sama dekanat FMIPA melakukan sosialisasi
dengan menaikan nominal UKT dari level 3 7. Dan menambah level 8 dan
juga dekanat berjanji akan mencukupi kebutuhan mahasiswa. 30 Maret,
dekanat FK mengundang hanya perwakilan yaitu 2 mahasiswa KU dan 3
Mahasiswa KG untuk mengikuti sosialisasi. Dan untuk mahasiswa FK yang
masuk jalur SPMB ditarik uang pangkal. Tanggal 31 Maret, FISIP melakukan
audiensi dengan dekanat untuk mempertanyakan bagaimana bisa UKT 2016
naik sebesar satu juta setiap jurusan di level 8 dengan prediksi kira kira. Di
hari yang sama mahasiswa FEB mengikuti sosialisasi dan nominal UKT pada
level 8 sama dengan BKT.

a. Jalur masuk SNMPTN


1) Pada saat registrasi online mahasiswa baru yang diterima melalui
SNMPTN terjadi beberapa kejanggalan. Tanpa permenristekdikti yang
baru tentang nominal UKT, Unsoed menarik pembayaran selama
registrasi yang dilakukan dari tanggal 17-19 Maret 2016. Pada tanggal

20 Maret, Unsoed menutup pembayaran yang dilakukan oleh


mahasiswa. Penutupan ini beralasan karena tidak ada permenristekdikti
yang baru sehingga sk rektor yang mengatur tentang UKT belum bisa
diterbitkan. Dari registrasi online ini, terdapat inkonsitensi Unsoed
dalam penarikan pembiayaan untuk kuliah dari mahasiswa. Untuk
besar nominal UKT yang ditarik di SNMPTN berdasarkan nominal
usulan yang sebelumnya telah disosialisasikan.
2) Saat Registrasi Fisik, Bem Fakultas melakukan pendataan terhadap
mahasiswa baru yang lolos melalui SNMPTN. Hal ini karena
inkonsistensi Unsoed dalam menarik UKT. Terdapat beberapa
kejanggalan yang terjadi. Untuk fakultas pertanian terdapat data yang
tidak sinkron, berdasarkan kesepakatan sosialisasi nominal UKT yaitu
50% dari BKT untuk setiap jurusan. BKT masing masing jurusan di
Faperta berbeda beda. Namun, data yang didapat dari pendataan
mahasiswa baru nominal UKT untuk semua jurusan sebesar 50% dari
BKT jurusan Agroteknologi tidak menyesuaikan BKT masing masing
jurusan. WD 2 Faperta, Joko Maryanto saat ditanyai mengenai
perbedaan data ini menyatakan pembayaran UKT masih sesuai dengan
kesepakatan saat sosialisasi yang lalu.
3) Dasar penentuan mahasiswa baru masuk di level 1 8 masih belum
jelas. Karena dasar penentuan tersebut juga harus diatur dalam Surat
Keputusan

Rektor

yang

berlandaskan

Permendikti.

Namun,

permendikti pun belum juga turun sehingga Unsoed dalam


menentukan level untuk mahasiswa baru tidak jelas.

Uang pangkal
1. Berdasarkan SK rektor yang mengatur tentang uang pangkal, didalam isinya
untuk besaran uang pangkal yang dibayarkan oleh orang tua mahasiswa adalah
sukarela. Penggunaan kata sukarela dapat dimaknai bermacam macam
(multitafsir). Uang pangkal di Unsoed boleh juga di isi nol rupiah sesuai
perkataan WR 4, Prihananto

2. Alokasi Uang Pangkal untuk masing masing fakultas berbeda beda. Di


biologi, untuk biaya operasional. Di Fmipa untuk pembangunan fasilitas. Dan
di fakultas pertanian bahkan belum terpikirkan uang pangkal digunakan untuk
apa.
3. Saat pendaftaran SPMB, dalam alur pendaftarannya selain mengisi formulir
pendaftar juga mengisi form uang pangkal. Dalam alur yang seperti ini, untuk
menerima mahasiswa didahulukan akademik setelah itu apabila terdapat nilai
akademik yang sama, maka besaran uang pangkal akan menentukan. Hal ini
maka uang pangkal dijadikan menjadi salah satu standar untuk penentuan
pendaftar lolos ke Unsoed, tanpa mempertimbangkan kemampuan non
akademik mahasiswa.

Bidik Misi
Unsoed mendapatkan Anggaran BOPTN sebesar 24 M turun sebesar 2M
dari tahun sebelumnya. Karena penurunan ini, jumlah bidik misi di Unsoed juga
berkurang. Kuota bidik misi yang diterima yaitu sebesar 342 mahasiswa. Bidik
misi hanya ada di jalur SNMPTN dan SBMPTN.

BAB III
TUNTUTAN

Atas dasar kajian dan analisa hukum yang Ilmiah dan Logis serta aspek
yang lain, maka kami Mahasiswa Unsoed yang tergabung dalam Soedirman
Melawan menuntut Rektor untuk:
1. Mencabut Surat Keputusan Rektor No. Kep. 491/UN23/KM.02/2016
tentang Uang Pangkal dan tidak menerapkan Uang Pangkal;
2. Tidak menaikkan Uang Kuliah Tunggal 2016 dan menyesuaikan ke Uang
Kuliah Tunggal 2015;
3. Tidak menerapkan 8 level untuk Uang Kuliah Tunggal 2016;
4. Meninjau ulang penerapan Uang Kuliah Tunggal yang telah diterapkan
sejak UKT 2012, 2013, 2014 dan 2015 dengan rinciaan:
a. Transparansi;
b. Indikator penentuan level UKT;
c. Pemenuhan kuota level 1 dan 2 sesuai dengan peraturan;
d. Menolak pemberlakukan sistem UKT bagi mahasiswa S1 diatas
semester 8 dan bagi mahasiswa diploma diatas semester 6.
5. Menuntut agar Rektorat Unsoed untuk tidak bertindak/ melakukan
represifitas terhadap mahasiswa

Purwokerto, 16 Juni 2016


Koordinator Aksi
Soedirman Melawan

Rektor Universitas Jenderal


Soedirman

Abdullah M. Ihsan

Dr. Ir. H. Achmad Iqbal, M.Si

Anda mungkin juga menyukai