Anda di halaman 1dari 37

Tugas Manufacture Lanjut

Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

TUGAS

Journal Review
1. Thermo-mechanical Control Process
2. Warm Forming
3. Superplastic Forming

Oleh :
RAFDI ABDUL MAJID

: 150 677 5191

M. ARIF ISMANTO

: 150 669 5026

LEONARDO BAYU ADI P. : 150 669 5000

PROGRAM PASCASARJANA
DEPARTMENT TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Journal Review
Thermo-mechanical Control Process
Journal 1:
Judul

: Effect Of Thermo-mechanical Processing on the Microstructure and


Mechanical Properties Of Low Carbon Steel

Penulis

: Shao zhenyao, Wang zhichao, et all.

5th International Conference on Advanced Design and Manufacturing Engineering (ICADME 2015)

Latar Belakang
Cold-heading-quality bars adalah penggunaan utama pada komponen penyambung misalnya
baut, nuts, dan rangkaian pada banyak area industry misalnya automobiles, machineries,
electronic, dan konstruksi. Umumnya, material cold forging kelas high-strength telah dibuat dari
medium-carbon steel. Namun, tingginya kandungan karbon membawa penurunan cold
formability/mampu bentuk yang sangat besar. Hal ini perlu digunakan low carbon steel untuk
mendapatkan deformability tinggi selama proses cold forging. Karena dengan metode
theermomechanical treatment menjadi alasan dasar dalam biaya produksi yang lebih rendah dan
menjadi teknologi yang lebih ekonomis.
Thermo-mechanical proses dapat meningkatkan mikrostruktur dan mechanical properties dari
low carbon steel. Konrol temperature rolling di mulai selama perubahan kritis untuk
memprosuksi keseragaman bidang dari ultrafine equiaxed ferrite.
Proses Perlakuan material
Specimens (ingot 80x80x30) di panaskan di atas 1150 0C dan ditahan selama 1 jam untuk
mendapatkan struktur single austenitic. Kemudian specimens di rolling pada temperature awal
10000C menjadi 4 mm. Empat buah slabs di rolling dengan intervals selama dau perubahan yang
dilewati pada hot rolling untuk mendapatkan jenis akhir temperature rolling. Setelah rolling,
empat slabs yang didinginkan dengan air pada 12,63 37,50C/s diatas meja keluar 5500C, lalu
didinginkan ke temperature ruang. Parameter TMCP dapat dilihat pada table 2.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Pengaruh Hasil Perlakuan Materials


1. Microstructure
Fig. 1 dan 2 mewakilkan bentuk hasil mikrostruktur dari jenis temperature akhir rolling.
Morfologi perlit dan ukuran butir ferit pada specimens dengan jenis TMCP agk berbeda.
Meskipun, mikrostruktur dari semua specimens setelah hot rolling terdiri dari ferrite dan
perlite.

2. Mechanical Properties
Fig. 5 menampilkan ultimate tensile strength (UTS), yield strength (YS), dan total elongation
(TEL) dari specimens dengan jenis TMCP. Prosedur control hot rolling disertai oleh
pendinginan pada specimens dengan cara mencapai percepatan pendinginan yang dapat
memperbaiki nilai properties cold forging steel.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Standard persyaratan dari cold forging steel dapat dilihat pada table berikut:

Specimens 2 menampilkan nilai UTS yang tinggi (520 MPa), artinya mechanical properties dari
specimens 2 yang dilakukan melaui TMCP lebih tinggi dari standard persyaratan ML30.
Specimens 3 dan 4 melebihi standard persyaratan dari ML25 steel sehubungan dengan
temperature rendah rolling (8500C dan 8200C). sebagai catatan pad fig.5, total elongation (TEL)
dari 1 dan 3 mencapai nilai tertinggi (33% dan 34%), meskipun mechanical properties dari
specimens 1 hanya mencapai standard persyaratan dari ML20 steel.

Kesimpulan
Low karbon steel mempunyai jenis mikrostruktur berdasarkan variasi dari kondisi rolling dan
cooling. Percepatan pendinginan setelah rolling merupakan pengaruh utama dari proses
thermomechanical treatment dan dengan proses TMCP meningkatkan kekuatan material.
Journal II
Judul
Penulis

: Optimization of Mechanical Properties of Low Carbon Bainitic Steel Using


TMCP and Accelerated Cooling
: Xiangwei Kong, Liangyun Lan

School of Mechanical Engineering and Automation, Northeastern University


11 th International Conference on Technology of Plasticity, ICTP 2014
Latar Belakang
Syarat pada plate logam kekuatan tinggi (high strength) dan kuatnya peningkatan kondisi
penggunaan merangsang pengembangan dari teknologi produksi. Thermo-mechanical control
process yang digabungkan dengan percepatan pendinginan mejadi sebuah metode yang efektif
untuk mengontrol mikrostruktur selama produksi logam telah digunkan secara luas untuk produk
logam plate kekuatan tinggi (high strength) di banyak industry pengolahan baja/logam.
Pada penelitian ini, proses TMCP dan percepatan pendinginan digunakan untuk produk plate low
carbon bainitic steel kekuatan tinggi dengan penambahan dari multi-microalloys. Sebagaimana
pada penelitian lain yang memberikan pengaruh pada hasil pendinginan cepat dan penambahan
beberapa element seperti niobium, vanadium, titanium, etc.
Proses Perlakuan materials

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
1. Materials
Materials di melting pada 150 kg vacuum-induction-furnace. Kemudian ingots di forging
pada hot rolling billet dengan ukuran gesekan bidang adalah 130x110 mm.
Komposisi kimia dari material adalah sebagai berikut :

2. TMCP dan Proses Pendinginan Cepat


Pada proses ini dilakukan dengan temperature awal 1150 0C selama 1 jam dan proses control
dibagi dalam 2 tahap untuk menghaluskan perubahan struktur austenitic. Step pertama
dengan perubahan 55% yang memberikan recrystallization pada temperature 11500C ke
10500C dan step kedua dengan perubahan 69% tanpa recrystallization pada temperature
8400C ke 8000C. Percepatan air pendingin dengan perbedaan temperature akhir pendinginan
digunakan untuk mengontrol perilaku perubahan fasa. Seperti pada table berikut :

Pengaruh Hasil Perlakuan


1. Microstructure Observation
Sehubungan dengan aplikasi technology percepatan pendinginan, semua plate baja
mempunyai jenis-jenis temperature perubahan mikrostruktur dengan penurunan pada
temperature akhir percepatan pendinginan yang terdiri dari granular bainite, degenerate
upper bainite, lath bainite, lath martensite, dan juga partikel kedua (misalnya : karbida dan
martensite-austenitic constituent; MA) seperti pada gambar 1. Mikrostruktur utama dari
steels dengan ketebalan 20 mm dan temperature akhir pendinginan cepat 350 0C. adalah
granular bainite dengan distribusi partikel kedua relative homogen (gam.1a). dengan
penurunan dari temperature akhir pendinginan, mikrostruktur utama berubah ke lath bainite
dan dan partikel kedua menjadi padat dan halus (gam.1b).

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 1 : Mikrostruktur optic dari sampel dengan perbedaan kecepatan pendinginan


2. Tensile Strength

Dari gambar 3 di atas menampilkan jenis dari yield strength dan tensile strength, elongation
dan strain hardening dengan nilai n sebagai fungsi dari temperature pendinginan cepat.
Yield dan tensile strength meningkat dengan penurunan dari temperature akhir pendinginan
(gam. 3a), dimana sesuai dengan evaluasi mikrostruktur yang dijelaskan sebelumnya.
Artinya, fraksi volum dari perubahan fasa keras pada temperature rendah di granular bainite,
merosot atas bainite, dan lath bainite meningkat dengan penurunan temperature akhir
pendinginan. Dibandingkan dengan variasi kekuatan, sebuah tren terbalik diharapkan akan
diamati sehubungan elongasi sebagai sebuah fungsi dari temperature akhir pendinginan.

3. Charpy Impact Test


Table dibawah merupakan hasil rata-rata dari impact specimen dengan temperature pengujian
-20 dan -400C.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Kesimpulan
Penurunan temperature akhir percepatan pendinginan berpengaruh terhadap mikrostruktur dari
granular bainite ke lath bainite. Sehingga meningkatkan yield dan tensil strength, sedangkan
impact toughness berbanding terbalik sehubungan dengan penurunan tempertaur laju
pendinginan. Hal ini disebabkan karena formasi model cleavage fracture.

Journal III
Judul

: Effect of TMCP Parameters on Microstructure and Mechanical Properties of Hot


Rolled Economical Dual Phase Steel in CSP

Penulis

: TAN Wen, HAN Bin, et.all

Lembaga

: Research and Development Centre Of Wuhan Iron and Steel, China

Journal of Iron and Steel Research, International 2012

Latar Belakang
Logam dual fasa atau dual phase (DP) steel merupakan salah satu jenis material yang memiliki
mechanical properties sangat baik (low yield/tensile ratio, continuous yielding, high hardening
rate) dan banyak digunakan pada fabrikasi komponen automobile. DP steel biasanya didesign
sebagai C-Mn-Mo atau C-Mn-Nb seri yang membutuhkan kapasiitas pendinginan lebih rendah
untuk peralatan laminar. Mo dan Nb merupakan jenis material yang cukup mahal, sehingga
untuk mengembangkan steel generasi baru yang lebih rendah biaya, ringan, dan ramah
lingkungan. Maka hot rolled ferrite-martensite dual phase steel di produksi menggunakan C-MSi tanpa penembahan alloys seperti Nb dan Mo. Namun, harus tersedia cooling capacity yang
cukup pada runout table ketika C-Mn-Si DP diproduksi. Dibandingkan dengan hot rolling
konvensional lebih sulit untuk memproduksi C-Mn-Si DP steel yang sebagian besar tidak
mempunyai cooling capacity yang cukup. Sehingga untuk meningkatkan cooling capacity, maka
digunakan ultra fast cooling (UFC) pada Baogang CSP. Selain cooling capacity yang cukup,
ketepatan komposisi kimia, dan parameter proses rolling dan cooling juga menjadi bagian yang
sangat penting. Sehingga pada proses ini dilakukan optimalisasi parameter-parameter tersebut.

Proses Perlakuan materials


-

Komposisi material
Samapel yang digunkan adalah 3 jenis material dengan komposisi kimia sebagai berikut:

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Thermo-mechanical process
Pada proses ini dilakukan rolling terhadap slab dengan ketebalan 70 mm hingga didapatkan 4
mm (fig. 1). Pendinginan dilakuakan setelah proses rolling pada temperature 790-860 oC, dan
proses pendinginan dilakukan secara bertahap seperti pada gambar.

Note : FT7 = finish rolling temperature


Hasil proses di atas, kemudian dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisis metallography
dan mechanical properties.

Pengaruh Hasil Perlakuan


-

Steel chemistry

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Dari gambar diatas adalah mikrostruktur yang didapatkan dari pertengahan potongan dengan
perbedaan kandungan Mn dan Si. Diamana, FT7 adalah 835 oC, isothermal hold temperature
700oC, cooling temperature 200oC, dan ketebalan 4 mm.
Dari ketiga sampel terlihat kesamaan pada ukuran butir ferrite, hal ini tidak berpengaruh
terhadap komposisi kimia. Namun fraksi volume martensite meningkat antara 18%, 21,11%,
dan 20% dengan peningkatan kandungan Mn dan penurunan Si. Dimana peningkatan Mn
mengasilkan transformasi austenitit pada ferrite berkurang, sehingga austenite sisa ditahan
untuk formasi martensite. Sedangkan Si memberikan inisiasi transformasi austenite ke ferrite.
-

Finish rolling temperature (FT7)


Finish rolling temperature menjadi rekomendasi, karena dari temperature 790-860oC
memeberikan pengaruh terhadap mikrostruktur dan mechanical properties. Sebagaimana
dapat dilihat pada gambar berikut

Dari fig.3 terlihat bahwa mikrostruktur C-Mn-Si DP berpengaruh terhadap varisai


temperature FT7 yaitu menghaluskan butir ferrite dan meningkatkan fraksi volum
martensite. Sedangkan tensile strength lebih bergantung fraksi volum martensite dan
martensite matrix strength, dan yield strength lebih bergantung pada ukurun butir ferrite dan
ferrite matrix strength.
Kesimpulan
-

Kandungan Mn dan Si memberikan pengaruh yang signifikan terhadap formasi banding


microstructure pada logam C-Mn-Si DP.
Finish rolling temperature (FT7) antara 780-860oC.

Journal IV

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Judul

: Optimalization of mechanical properties of high strength bainitic steel using


thermo-mechanical control and accelerated cooling process

Penulis

: Xiangwei Kong, Liangyun Lan, et.all

Lembaga
: school of mechanical engineering & automation Northeastern University,
Shenyang China
Journal Material processing Technology 217 (2015)

Latar Belakang
Kebutuhan terhadap material pada plates baja dengan performance tinggi menghasilkan banyak
teknologi. Dimana, TMCP di kombinasi dengan percepatan pendinghinan menjadi salah satu
metode yang efektif untuk mengontrol mikrostruktur dan meningkatkan kekuatan plate baja.
Banyak parameter yang berpengaruh terhadap proses thermo-mechanical proses misalnya
temperature pemanasan awal, temperature akhir rolling dan metode pendinginan. Penambahan
baberapa unsur seperti Nb, Ti, dan V juga memberikan pengaruh terhadap strengthening dan
toughening dari hasil kombiasi rolling dengan cooling. Namun penambahan unsur tersebut juga
tidak mudah karena dapat meningkatkan segregasi selama proses solidifikasi, sehingga dapat
berdampak pada impact energy dan cleavage fracture toughness.
Proses mikroalloyed telah banyak dilakukan dengan proses TMCP, sehingga pada paper ini
dilakukan kombinasi TMCP dan percepatan pendinginan untuk memproduksi higt strength
bainite steel dengan pengaruh dari unsur mikroalloyed yaitu Ti dan B.

Proses Perlakuan
-

Material
Sampel yang digunkan adalah inghot yang dirolled dengan komposisi kimia seperti pada
table berikut:

Proses
Material hasil rolled dengan diameter 8 mm dan panjang 15 mm dipanaskan pada
temperature 1200oC kemudian di dinginkan ke 820oC dengan laju 10oC/s dan ditahan selama
15 sec. pada umumnya proses thermo-mechanical proses dilakukan dengan beberpa step

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
untuk menghaluskan perubahan mikrostruktur austenite yaitu dengan kondisi 55% untuk
temperature 1150oC ke 1050oC dan pada kondisi 65% dengan range temperature 840-800oC.
kemudian dilakukan proses pendinginan cepat dilakukan dengan perbedaan temperature
pendinginan akhir untuk mengontrol perilaku transformasi fasa, dan didinginkan pada
temperature ruang. Rata nilai temperature akhir pendinginan dapat dilikat pada table berikut :

Pengaruh Hasil Perlakuan


Sampel hasil perlakuan dilakukan beberapa pengujian seperti tensile, impact, dan
metallography untuk mendapatkan informasi tentang perubahan sifat-sifat tertantu.

Microstructure
Dengan kondisi pendinginan cepat pada plate baja didapatkan mikrostruktur yang kompleks
yaitu ferrite, granular bainite, degenerate upper bainite, lath bainite, lath martensite, dan juga
unsur utama martensite-austenite seperti pada kedua gambar berikut.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 2 dan 3 merupakan pengaruh temperature akhir pendinginan dari mikrostruktur B-free
steel dan Ti-B steel. Dimana, Ti-B steel mempunyai mikrostruktur yang lebih halus dibandingkan
dengan B-free steel dengan kondisi proses yang sama seprti pada gambar 2b dan 3a.
- Tensile properties

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Dari gambar diatas terlihat variasi dari yield strength dan tensile strength, elongation dan
strain hardening. Yield strength dan tensile strength dari kedua sampel mengalami
peningkatan secara berangsur-angsur dengan penurunan temperature akhir pendinginan
-

Charpy impact test

Dari gambar di atas terlihat crack propagation dari sampel B free steel lebih besar dari Ti-B
steel, sehingga Ti-B steel memiliki crack propagation energy yang lebih rendah. Untuk steel
yang sama, normalnya puncak beban dan final defleksi dari specimen mengalami penurunan
dengan tempertur akhir percepatan pendinginan, dimana impact toughness nya memburuk
khususnya crack propagation energy. Rendahnya crack propagation energy dari Ti-B steel
daripada B-free steel karena berhubungan dengan precipitate kasar yang terbentuk pada
matriks.

Kesimpulan
-

Penurunan temperature akhir pendinginan cepat meberikan pengaruh pada peningkatan


kekuatan secara bertahap dari kedua sampel. Selanjutnya kombinasi dari penambahan Ti dan
B meningkatkan yield dan tensile strength.
B-free steel mempunyai impact load yang tinggi dan deflection yang luas pada kurva impact
load-deflection dibandingkan dengan Ti-B steel.

Journal V
Judul

: Microstrukture and mechanical properties of a novel 1000 MPa grade TMCP


low carbon microalloyed steel with combination of high strength and excellent
toughness

Penulis

: Hui Xie, Lin-Xiu Du, et. all

Lembaga

: Northeastern University, Shenyang China dan University of Louisiana USA

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Material Science and Engineering A 612 ( 2014 )

Latar Belakang
HSLA merupakan material yang banyak digunakan pada berbagai component misalnya
automotive, building, bridge, offshore structure, dan pipelines. HSLA dibuat dengan tujuan
meningktakan kekuatan dan mengurangi massa, sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar
pada kendaraan, meningkatkan safety dan lebih ekonomis. Banyak metode yang digunakan
untuk menigkatkan kekuatan HSLA steel dan yang efektif dengan biaya rendah adalah
meningkatkan kandungan karbon, tetapi mengurangi sifat ductility. Sehingga banyak studi yang
dilakukan untuk mengurangi kandungan karbon, tapi dengan kekuatan tetap misalnya alloying,
proses off-line quenching dan tempering, dll. Pada jurnal ini difokuskan pada hot rolled HSLA
steel low karbon dengan yield strength 1000 MPa dan dengan proses thermo-mechanical control
process (TMCP).

Proses Perlakuan
-

Material
Sampel yang digunakan adalah material hasil casting dengan komposisi kimia 0.08-0.11C,
0.4 Si, 1.0-1.9Mn, 0.8 Cr,0.28Mo, 0.12(Nb+V+Ti), 0.0013B, dan Fe balance.

Proses
Sampel slabs dengan ketebalan 40 mm di panaskan hingga 1200oC, kemuidian di rolling
hingga ketebalan 6 mm dengan temperature akhir 840oC (fig. 1). sampel yang digunakan
adalah A dan B.

Hasil proses TMCP kemudian dilakukan proses karakterisasi mikrostruktur dan pengujian
mechanical properties.
Pengaruh Hasil Proses Perlakuan
-

Mechanical properties

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Dari kedua sampel, yaitu sampel A dengan yield strength, tensile strength, yield ratio, dan
elongation-to-fracture mengalami peningkatan. Sedangkan sampel B terjadi pada yield
strength dan tensile strength, namun elongation-to-fracture mengalami penurunan.
Deflection-load dan deflection-energy dapat dilihat pada gambar berikut.

Dari kedua sampel terdapat crack initiation dan crack propagation, walaupun pada sampel A
lebih besar dari sampel B. Beban pada sampel A menurun secara perlahan setelah mencapai
puncak, sedangkan pada sampel B mengalami penurunan secara drastis.

Microstructure

Hasil analisa mikrostruktur menunjukan beberapa perubahan, misalnya pada sampel A


dengan zona temperature deformasi pada austenite non-recrystallization dan cooling
temperature di atas 372oC (Mx), menekan butir austenite dan mendapatkan banded structure.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Sampel A dengan mikrostruktur lath-bainite, aricular ferrite, dan fine M/A (fig. 4a dan b).
sedangkan sampel B dengan struktur martensite dan sedikit aricular ferrite (fig.4c dan d),
karena dengan cooling temperature dibawah M x (260-280oC). Perubahan temperature
pendinginan (cooling temperature) dan alloying memberikan pengaruh yang signifakan
terhadap perubahan mikrostruktur
-

Hubungan mikrostruktur dan mechanical properties


Ketepatan komposisi kimia dan parameter TMCP mencegah formasi dari marteniste brittle,
besarnya unsur pokok M/A, dan cementite kasar. Selain itu besarnya fraksi dari besarnya
misorientasi batas butir pada acicular bainite dan rendahnya bainite efektif menahan
propagasi cleavage crack yang memberikan impact toughness terbaik pada temperature
rendah.

Kesimpulan
-

Proses TMCP memberikan perubahan mikrostruktur maupun mechanical properties pada


material hasil perlakua.
Tempertaur akhir pendinginan memberikan pengaruh yang signiffikan terhadap sifat material
material baik struktur maupun mechanical properties.

Review Journal
Warm Forming Process
Keywords: Isothermal Warm Forming, alumunium alloy, ductibility, formability, die temperature,
stainless steel, sheet metal, air bending, springback

1. Warm Forming
Warm Forming adalah proses deformasi metal yang dipanaskan pada suatu temperatur yang
memaksimalkan kelunakan material (materials malleability) tanpa melewati re-kristalisasi,
pertumbuhan butir (grain growth) ataupun retakan metalurgi. Proses ini menyebabkan metal
berhasil dibentuk dengan secara keseluruhan pada toleransi optimal dengan mengeliminasi
operasi machining sekunder. Temperatur ini ditentukan dari jenis material metal, geometri,
spesifikasi final dan toleransinya.
Warm forming telah dilakukan dengan forming machine, terutama pada industri ruang angkasa
dikarenakan material-material seperti titanium. Secara historical mesin-mesin dengan tipe 3-blow
2-die atau double stroke (2-die, 2 blow) menggunakan induksi panas yang ditambahkan padanya.
Saat ini mesin-mesin khusus seperti FORMAX dibuat dengan teknologi unggul yang didisain
khusus untuk aplikasi warm-forming.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Temperatur pada industri ruang angkasa ini berkisar antara 200-850 derajat Celcius. Coolant dan
peralatan berubah pada temperatur yang melebihi 6000C. Material aplikasi yang memungkinkan
diantaranya:
Stainless Steels komersial
FA 286 SS
High Carbon dan Alloy Steels
Inconel
Waspalloy
Titanium (6-2, 6-4)
Tujuan warm forming diaplikasikan untuk proses forming dengan slugs dipanaskan pada
temperatur 550 dan 8500Celcius dimana reduksi signifikan dari forming forces dapat dicapai
relative terhadap cold forming.
Warm forming umumnya melibatkan ferrous metals dengan relative kandungan high carbon
(lebih dari 0.3%) dan kandungan paduan lebih tinggi (lebih dari 3%). Untuk baja austenitic
dimana tidak terdapat blue brittleness, diaplikasikan panas pada kisaran 400 hingga 450 0 Celcius.
Kisaran temperature antara 550 dan 8500 Celcius tidak direkomendasikan untuk baja austenitic
dikarenakan tidak terdapat pelumas yang cocok untuk aplikasi ini, namun warm forming dari
baja austenitic lebih sulit dibanding warm forming pada baja ferrous sehingga jarang dilakukan.
2. Aplikasi Warm Forming pada Industri Otomotif
Metal flow forming/forging telah berperan penting secara luas dalam manufacturing produk
untuk industri automobile. Sebagai tambahan pada teknik konvensional hot forging dan cold
forming, pada dua puluh tahun terakhir telah berkembang aplikasi dari teknologi warm forming,
terutama dari segi penghematan biaya yang dicapai dengan teknik warm forming.
Untuk warm forming komponen otomotif tertentu, biasanya akan digabungkan dengan cold
forming, yang menjadi alternative manufacturing sangat ekonomis terutama pada volume
tahunan yang cukup besar seperti di USA, Eropa, Jepang dan Korea.
Industri otomotif banyak menggunakan metal ringan baik untuk struktur maupun bagian-bagian
bodinya. Penggunaan paduan alumunium (seri 5000 dan 6000) menjadi special karena
penggunaan materialnya dapat menghemat pembiayaan sekaligus pencapaian terhadap kekuatan
struktur dan resistance terhadap benturan
Paduan alumunium bersifat low formability dibandingkan draw-quality steel, tetapi saat ini
stampers menampilkan tantangan baru untuk menghasilkan piranti yang lebih baik (corner dan
fillet radii, draw depth) dan formability yang lebih baik (terutama kesalahan dikarenakan retakan
atau wrinkling) saat mengerjakan paduan alumunium ini.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Warm forming pada lembaran alumunium telah menjadi suatu cara meningkatkan ductility dan
formability. Pada kenyataannya, peningkatan temperature (warm forming) dari lembaran
alumunium pada rate produksi yang reasonable dengan acceptable cost menjadi suatu alternatif
yang realistis untuk straight stamping.
2.1. Alumunium dan Peningkatan Temperatur
Beberapa studi dilakukan untuk mengetahui property mekanis dari paduan alumunium, studi ini
mengindikasikan bahwa diantara 20 derajat C hingga 320 derajat C total elongasi material
bertambah dari sekitar 20 hingga 80 percent pada seri 5000 dan 6000. Dengan menggunakan
biaxial bulge testing, yang dapat mengemulasi kondisi yang lebih baik pada stamping operation.
Peneliti menemukan bahwa true strains 0.6 dapat dicapai pada 200 derajat C.
Paduan alumunium menunjukkan peningkatan formability pada temperature yang meningkat.
Namun proses ini juga memiliki beberapa challenges, seperti heating the blank, pengontrolan
temperature die, lubrication, pemilihan forming press yang tepat, cycle time dan penambahan
biaya.
Warm forming dapat dilakukan pada kondisi isothermal atau nonisothermal. Pada first case,
alumunium blank dan semua komponen tooling (seperti die, blank holder, punch) dipanaskan
pada temperatur forming yang sama. Pada second case, komponen tooling memiliki temperature
berbeda terhadap blank, seperti terlihat pada skema tooling yang digunakan untuk deep drawing
pada gambar 1.

Gambar 1 Pada nonisothermal warm forming, pendinginan die corner dan punch meningkatkan drawability

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Pada gambar 1 skema dari lembaran terbagi dalam lima zona deformasi (A-B, B-C, C-D, D-E, EF). Bagian dari blank diantara blank holder dan die (E-F) dipanaskan untuk mereduksi
compressive stresses pada area pinggiran. Namun, satu kali lembaran memasuki die corner (E-D)
dan mulai menyentuh punch wall (D-C) dan area sudut punch (C-B), temperature lembaran turun
dengan adanya transfer panas ke punch yang mendingin.
Dalam warm forming, performa lubricant dipengaruhi oleh tekanan dan temperature interface
antara sheet/die. Saat temperature forming melewati 200 derajat C, untuk pembentukan paduan
alumunium pada lubricant diperlukan komponen seperti molybdenum disulfide, boron nitride,
colloidal graphite atau PTFE (polytetrafluoroethylene).

2.2. Nonisothermal Warm Cup Drawing dalam suatu Servo Drive Press.
Satu dari studi laboratorium awal untuk nonisothermal drawing dari diameter 40mm mangkuk
paduan aluminum dilakukan AIDA dan Center for Precision Forming pada Universitas Ohio.
Tooling yang digunakan pada studi ini dilustrasikan pada gambar 2 di bawah ini

Gambar 2 Round tool yang digunakan pada warm deep drawinguntuk alumunium cup

Die dan blank holder dipanaskan hingga sekitar 300 derajat Celcius dengan cartridge heaters,
sementara punch didinginkan dengan sirkulasi air. Piranti diletakkan dalam suatu AIDA servo
drive press untuk mendapatkan flexibility maksimum dalam ram motion seperti terlihat pada
gambar 3 di bawah ini.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 3 Diagram slide motion dari servo press digunakan dalam warm forming (TDC adalah top dead center,
BDC adalah bottom dead center)

Test dan simulasi finite elemen ditunjukkan dalam warm forming, kedalaman dari drawn cup
dapat bertambah sebagaimana diindikasikan dengan pertambahan LDR yang dicapai (limiting
draw ratio = maximum blank diameter/punch diameter).

2.3. Isothermal Warm Forming dalam Dies yang dipanaskan


Untuk membentuk bagian yang kompleks, seperti panel-panel bagian dalam dari pintu, liftgates
dan deck lids, aplikasi initial termasuk warm forming (200 hingga 300 derajat Celcius) dari
paduan alumunium dipanaskan dan disesuaikan dengan die sets. Dalam aplikasi ini digunakan
hydraulic pressed. Namun proses disertai dengan beberapa kesulitan seperti mempertahankan
heated dies, cycle time yang relative rendah, lubrication dan control temperatur blank dan die
dan beberapa isu terkait blank heating.
Dalam suatu studi yang dilakukan US Automotive Materials Partnership, beberapa perbaikan
signifikan dalam formability Al 5182-0 telah dicapai, termasuk pengembangan dari
Persamaan constitutive
Lubricant yang cocok
System untuk rapid-conduction blank preheating
Warm forming trials menggunakan pintu bagian dalam sebagai contohnya
Model finite elemen untuk dan testing suatu pan die
Suatu model biaya teknikal
Hasilnya menunjukkan draw depth dapat ditambah ketika forming pada sekitar 300 derajat
Celcius.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
2.4. Isothermal Superplastic Forming (SPF) dan Quick Plastic Forming (QPF)
Di kedua proses ini, heated blank di press terhadap permukaan heated die menggunakan tekanan
udara atau gas. Sementara SPF digunakan untuk forming bentuk-bentuk yang sangat kompleks,
ini memerlukan paduan dengan mikrostruktur superplastic khusus yang harus dibentuk pada
kecepatan deformasi rendah. QPF dapat menggunakan AL 5083 dengan ukuran butiran kecil
untuk membentuk piranti komplek moderate pada cycle time relative pendek (sekitar 3 menit).
Peningkatan temperatur dari 300 hingga 400 derajat C memperbaiki formability dan hasil dalam
pengurangan springback.
Sebelum tahun 2008, teknologi ini digunakan untuk memproduksi parts dari berbagai kendaraan
GM termasuk Envoy liftgate, Oldsmobile Aurora deck lid, Chevrolet Malibu liftgate dan
Cadillac deck lid menggunakan paduan Al 5083 seperti terlihat pada gambar 4

2.5. Warm Hydroforming


Lembaran hydroforming pada temperatur ruang digunakan
untuk produksi dengan volume rendah dari bagian automotive
dengan baja. Warm hydroforming dari paduan alumunium
dikombinasikan dengan keunggulan dari warm forming
dengan hydromekanikal deep drawing dan telah diuji pada
studi laboratorium.

Gambar 4. QPF pada Chevrolet panel

Dalam proses ini, die set, blank dan fluida digunakan untuk pressurizing blank dipanaskan
hingga 200 ke 300 derajat C. Sama dengan QPF, blank ditekan terhadap die cavity menggunakan
tekanan fluida (heated oil). Proses ini menghasilkan perbaikan formability dan distribusi
ketebalan yang lebih homogen dalam bagian yang dibentuk. Namun akan menjadi kesulitan
untuk mendapatkan temperatur yang uniform dalam tooling, juga cycle time relatif lebih
panjang. Proses ini akan ekonomis hanya untuk aplikasi khusus dan untuk produksi dalam
volume rendah.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
2.5. Preforming, Annealing dan Finish Forming
Proses ini dijajaki untuk pembentukan automotif panel dari Al5182 dan Al5754 seperti terlihat
pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Skema proses dari preform-anneal

Proses ini terdiri atas tiga tahapan yaitu:


1. Preform, bagian draw part sedalam mungkin tanpa necking ataupun splitting
2. Anneal bagian pada sekitar 350 derajat C untuk mengeliminasi cold work
3. Draw panel untuk final shape.
Forming pada langkah 1 dan 3 dilakukan pada temperature ruang. Proses ini diperlihatkan dalam
studi terkini pada forming satu inner liftgate (gambar 6) dengan Al 5182-O3. Kedua preform dan
final dilakukan pada die yang sama.

Gambar 6. Proses preform-anneal digunakan untuk membuat 1.15 mm inner door panel terbuat dari Al5182-O3

Metode alternatif annealing diuji, dimana annealing dalam suatu convection oven pada 350
derajat C dan induksi berbeda pada annealing cycle di posisi tertentu dilakukan. Pemeriksaan

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
detail dari property bagian yang telah selesai dan variasi thinning menunjukkan bahwa kedua
metode annealing memberikan hasil yang sama.
Pengukuran hardness menunjukkan bahwa baik annealing konveksi maupun induksi dapat
memberikan anneal penuh terhadap panel, dengan beberapa pengecualian yaitu hardness original
dari incoming material tidak dapat tercapai. Sementara urutan preform-anneal meningkatkan
drawability, biaya terkait langkah extra proses membuat proses ini berbiaya terlampau tinggi.
2.6. Nonisothermal Forming (Warm Blank dan Cold Dies)
Studi terkini yang dilakukan USCAR, didasarkan pada pengetahuan yang didapat dari project
R&D sebelumnya dimana dua teknik berbeda digunakan untuk meningkatkan formability dari
paduan alumunium yaitu heated dies dan warm blank dengan cold preform, anneal dan finish
form. Sebagaimana hasil metode tersebut masih menyisakan problem dalam menetapkan suatu
proses yag robust dan cost-effective.
Studi USCAR yang paling terkini ditujukan pada pengembangan metode nonisothermal dari
warm forming paduan aluminum dengan low-cost tooling. Sebagai suatu bagian uji, suatu door
inner die yang berasal dari baja digunakan dan dimodifikasi dengan simulasi analisa finite
element untuk membentuk Al5182.
Dalam suatu cell produksi otomatis, cell yang mengandung preheater untuk memanaskan paduan
aluminum dengan tebal 1.5 mm antara 200 hingga 300 derajat C dalam 180 detik. Heated blank
ditransfer oleh suatu robot pada suatu 1500 ton kapasitas press dan dibentuk dalam dies pada
temperatur ruang menggunakan bantalan gaya 270 tons. Pengujian menunjukkan bahwa panel
yang bagus terbentuk pada suhu 240 hingga 260 derajat C, dan tidak terbentuk pada temperatur
yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Dari investigasi proses disimpulkan bahwa pembentukan dari heated blank dalam dies pada
temperatur ruang terbukti lebih praktikal dan cost-effective dari metode sebelumnya. Pada rate
produksi yang tinggi, temperatur dari dies meningkat dengan meningkatnya jumlah hits.
Studi-studi ini diperlukan untuk mengevaluasi bagaimana peningkatan temperatur die akan
mempengaruhi formability dari heated blanks dan bagaimana robustness dari proses dapat
dicapai dengan proses control yang tepat.
2.7. Simulasi Proses
Simulasi warm forming dapat dilakukan dengan beberapa paket software komersial. Tergantung
pada tipe proses, simulasi dapat berupa isothermal maupun nonisothermal (pada gambar 7)

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 7. Parameter Input untuk Simulasi Nonisothermal

Pada temperature yang meningkat, kurva stress-strain (flow stress) dari material lembaran
seharusnya merupakan temperature dan strain rate. Pada simulasi nonisothermal, transfer panas
antara blank dan die seharusnya secara realistic dimodelkan.
Saat parameter yang tepat ditentukan, defect (cacat) pada bagian-bagian (cracks, wrinkles) dapat
diprediksi dengan simulasi. Perbaikan yang diperlukan dapat dilakukan pada tahap simulasi dan
ini dapat menghindari biaya rework dari dies.
Dua contoh simulasi dari warm forming adalah studi-studi yang dilakukan Harrison dan
Ichikawa. Harrison mensimulasikan kondisi warm blank-cold die menggunakan suatu geometri
inner pintu dan dapat memprediksikan beberapa cracks dengan simulasi. Ichikawa
mensimulasikan suatu proses dengan suatu heated die pada 200 derajat C dan suatu cooled punch
pada 50 derajat C dan kalibrasi friksi dan yield criteria berdasarkan eksperiment. Distribusi
wrinkles dan thickness dari part dapat diprediksikan.
2.8. Future Outlook
Penggunaan paduan alumunium terutama seri 5000 dan 6000, terus meningkat pada industri
otomotif. Material-material ini beserta paduan high-strength (seri 2000 dan 7000) memiliki
formability yang rendah dan menjadi tantangan dalam stamping complex parts yang memerlukan
draws lebih dalam dan sudut lebih tajam.
Pada aplikasi ini, warm forming pada paduan alumunium tertentu dapat efektif secara biaya
karena teknik ini dapat mengurangi berat kendaraan dan konsumsi bahan bakar. R&D yang
dilakukan universitas dan berbagai perusahaan terus mengembangkan kapasitas dari stamp
paduan alumunium untuk mendapatkan bagian dengan bentuk kompleks pada biaya yang
acceptable.
3. Warm Forming pada lembaran Stainless Steel
Penggunaan lembaran stainless steel meningkat untuk pembuatan berbagai piranti dikarenakan
sifatnya yang resistive terhadap korosi tinggi dan penampilannya yang baik. Namun dalam

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
kondisi cold forming, kandungan tinggi martensite dalam material dikarenakan akumulasi strain
dalam proses forming akan memberikan resiko dalam pengaruh gaya yang bekerja suatu
penurunan resistant terhadap korosi, magnetisasi dan delayed cracking. Untuk menghindari
transformasi martensitic dan mengabaikan proses annealing, warm forming akan berguna
dikarenakan transformasi martensitic berkurang dengan peningkatan temperature.
Tujuan dari proses warm sheet metal forming adalah untuk meningkatkan plastic flow dari
material bersamaan dengan mengurangi efek springback. Pengamatan terhadap efek temperature
dalam interval 200C hingga 7000C pada parameter dasar logam material stainless steel seperti
yield stress, ultimate strength, total dan uniform elongation, parameter strain hardening dan
factor anisotropy plastic. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan akan bermanfaat untuk preparasi
proses deep drawing dan modifikasi, terutama pertimbangan penentuan temperature forming
yang tepat.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa temperature yang paling tepat untuk warm forming
dari lembaran stainless steel AMS 5604 adalah 5000C. Pengujian terhadap pengaruh temperature,
ketebalan lembaran dan metode heating material (hanya pemanasan lembaran, pemanasan
lembaran dan pemanasan forming die, kondisi isothermal) pada kuantitas springback dilakukan
dalam uji air bending. MSC Marc Mentat kode computer komersial digunakan untuk simulasi
numerik dari proses anlisa forming

3.1. Prosedure Material dan Experimental

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 8. BendingSetup dengan pemanasan induksi metal (atas) specimen dibawah bending load(kiri bawah)
dan setelah springback (kanan bawah)

Test V-die air bending dilakukan untuk specimen lembaran dengan lebar 20mm dan ketebalan
1.0 dan 1.2 mm menggunakan setup sederhana dengan 25mm diameter punch (gambar 8). Empat
metode heating specimen diaplikasikan:
Tanpa heating-cold forming
Pemanasan pada satu lembaran specimen
Pemanasan induksi lembaran metal dan forming die flame heating
Pemanasan listrik dalam kondisi isothermal
Temperatur bending berkisar pada 5000C. Proses bending dilakukan bertahap, untuk masingmasing specimen dilakukan empat bending depth yang berbeda. Geometri specimen (bending
depth, angle dan radius) ditentukan pada saat loading dan setelah loading release, disaat
terjadinya spring back.
3.2. Diskusi dan Hasil

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 9. Sudut lekukan specimen setelah springback berbanding dengan sudut lekukan dibawah beban untuk
kondisi die heating yang berbeda

Seperti yang telah diperkirakan bahwa forming temperatur akan mempengaruhi kuantitas
springback selama pelekukan lembaran specimen dalam semua kedalaman bending (gambar 9).
Reduksi yang paling efisien terhadap springback dicapai pada warm forming dalam kondisi
isothermal, dimana specimen, bending die dan punch diletakkan dalam ruangan pemanasan
listrik tertutup. Pada warm bending menggunakan pemanasan induksi lembaran specimen dalam
udara terbuka sulit mengisi regime temperature dan reduksi springback dalam perbandingan
terhadap cold forming kurang dapat dibuktikan.
Kesesuaian yang memuaskan antara perhitungan numeric dan hasil eksperimen didapat dalam
bending warm and cold pada ketebalan lembaran specimen 1.0 dan 1.2 mm (gambar 10
dibawah). Dalam kesemua hal karakteristik springback mendekati linier. Nilai koefisien
springback yang lebih besar (ditentukan dari rasio bend radius specimen dibwah beban dan
setelah lepas beban) untuk specimen lembaran tebal 1.2 mm menghasilkan bentuk plastic zone
yang lebih luas terhadap ketebalan lembaran. Efek temperature reduksi springback lebih terlihat
pada ketebalan lembaran 1.0 mm

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Gambar 10. Koefisien Springback sebagai suatu fungsi dari bending radius perbandingan antara pengukuran
eksperimen(exp) dan simulasi numeric (FE) dari proses air bending pada kondisi cold (20 0C) dan warm 500 0C
untuk ketebalan lembaran stainless 1.0 dan 1.2 mm AMS 5604

Referensi Jurnal:
1. T. Altan and A.E. Tekkaya, Warm Forming of Magnesium and Alumunium Alloys, Sheet
Metal Forming Fundamental, Processes and Applications, Vol 2, Ch 5, ASM International 2012
2. S.E. Hartfield-Wunch et al, Formability Analysis Predictions for Preform Annealing of
Alumunium Sheet, SAE paper 2011-01-0533
3. N.R. Harrison et al, Optimization of High-Volume Warm Forming for Lightweigth Sheet,
SAE paper 2013-01-1170
4. T. Ichikawa and A. Yokoi, Verification of Warm Press Simulation of Alumunium, PAM
Users Conference Asia (PUCA) 2010, Tokyo, Japan, November 2010
5. F. STACHOWICZ, T. TRZEPIECISKI, Politechnika Rzeszowska, ul. W. Pola 2, 35-959
Rzeszw, Poland.
6. T. PIEJA, WSK PZL Rzeszw S.A., ul. Hetmaska 120, 35-078 Rzeszw, Poland.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
7. Frechard S., Redjaimia A., Lach E., Lichtenberger A.: Mechanical behaviour of
nitrogenalloyed, austenitic stainless steel hardened by warm rolling, Materials Science and
Engineering, Vol. A415, 2006, pp. 219224.
8. Lange K. (ed.): Handbook of metal forming, McGraw-Hill Book Co., New York, 1985.
9. Erbel S., Kuczyski K., Marciniak Z.: Obrbka plastyczna, PWN, Warszawa, 1981.
10. Marciniak Z.: Non-uniformity of strains in shearing within the warm-forming temperature
range, International Journal of Mechanical Sciences, Vol. 29, No. 1011, 1987, pp. 721731.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Journal Review
Superplastic Forming
Jurnal 1
Determination of Material Parameters during Superplastic Forming of
AA 5086 Alloy
S.Ramesh Babu*,a, S. Deivanayagamb, M. Aravind
Masalah utama dalam Super plastic forming (SPF) sheet metal adalah belum jelasnya dalam
menentukan specific time yang diperlukan untuk mencapai keadaan yang steady pada
temperature, forming time pada sheet metal untuk sampai pada ukuran (thickness distribution)
yang diperlukan setelah parameter yang diinputkan seperti pressure dan temperature.
Steady state equation diperoleh untuk menentukan perkiraan waktu dimana sheet metal mencapai
temperature dan tekanan yang diperlukan untuk menerima deformasi dimana ketebalan
(thickness) dari proses tersebut sudah ditentukan.
Material yang diuji adalah AA5086 aluminium alloy.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

The superplastic forming on as received AA 5086 Aluminium alloy was done and the following
conclusion was arrived.
1. Penambahan temperature, waktu yang diperlukan untuk mencapai tinggi dome berkurang.
Hal ini disebabkan karena flowstress dari material berkurang pada temperature yang lebih
tinggi. (temperature eksperimen pada 400 dan 450C).
2. Pada temperature tersebut, dengan penambahan tekanan mengakibatkan waktu yang
diperlukan untuk mencapai tinggi dome berkurang. Hal ini disebabkan oleh penambahan
strain rate sehingga forming time berkurang.
3. Penambahan cavitation density seiring penambahan strain rate.
4. Forming temperature pada material untuk menunjukan super plastic behavior sebesar
4500C.

Jurnal 2
The influence of tool steel microstructure on friction in sheet metal
forming
L. Kirkhorn n, V. Bushlya, M. Andersson, J.-E. Sta hl
Untuk menghasilkan to-quality produk sheet metal perlu memperhatikan pemahaman tentang
perilaku friksi yang memengaruhi formability dari sheet metal yang disebabkan oleh distribusi
strain pada variasi permukaan tool. Kesalahan seperti keausan, crack dll dapat direduksi dengan
mengendalikan tribological condition.
Tribotester yang digunakan meiliki kelebihan daripada alat sebelumnya adalah dilengkapi
dengan fully control pada kecepatan force drawing selama pengujian untuk mensimulasikan true
tribological condition secara akurat
Perbedaan mikrostruktur pada dua tool yang berbeda memperlihatkan perbedaan yang mencolok.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Hasil dari surface extraction.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Jurnal 3
Micro structure and texture evolution during super plastic deformation
of MgRe extruded alloy
Li Li
Department of Mechanical Engineering, Hunan Institute of Technology, Hengyang 421002, PR China

Investigasi evolusi mikrostruktur dan tekstur selama deformasi plastis pada Mg-Gd-Y-Zr
extrudes rod telah diinvestigasi.
Evolusi mikrostruktur yang terjadi:

Tensile test dibawah super plastic deformation telah diujikan dalam variasi level strain.
Static annealing test dilakukan untuk mengungkap struktur mikro yang hanya dipengaruhi oleh
thermal load.
Analisa grain structure membuktikan bahwa awal dari grain refinement selama tahap preheating
yang terjadi oleh store energy dari ekstrusi deformasi.
Dari analisa mikrostruktur dan tekstur, deformasi mekamis berawal dari batas butir sliding dan
subsequent slip creep. Betha-phase (Mg5(Gd,Y)) dalam (sub) grain boundaries menghalangi
sliding pada batas butir dan rekristalisasi dynamic kontinyu.
Makro tekstur memperlihatkan komponen tekstur bervariasi menurut transisi mekanisme
deformasi.
Makro teksture dalam pengukurannya menggunakan EBSD yang membuktikan bahwa Betha
phase mengalami deformasi yang parah sebelum terjadi elongasi to failure.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA

Jurnal 4
Fabrication of lattice truss structures by novel super-plastic forming and
diffusion bonding process in a titanium alloy
Zhunli Tana*, Lishuo Baia, Bingzhe Baia, Bing Zhaob, Zhiqiang Lib, Hongliang Houb

Metode superplastic forming/diffusion bonding telah dikembangkan dalam produksi lattice truss
structure dari Ti6Al4V titanium alloy (3 layer lattice sandwich).
Hasil dari finite element memperlihatkan hubungan antara shear stress dan strain dari struktur
baru berbeda dibandingkan struktur yang dibuat dengan metoe brassing/proses welding.
Fluktasi stress terjadi pada compressive stress-strain curve dan tidak ditemukan platform yield
pada stress strain curve. Pola compressive finite element simulation konsisten sesuai dengan
hasil, disamping adanya deviasi yang cukup besar diantara simulasi shear dan thasil test.
Permukaan sheet core interface memiliki bond strength yang cukup dan tidak ada node failure.
Node robustness disebabkan terutama oleh homogenitas dari fine microstructure pada posisi
node.

Jurnal 5
A numerical simulation of super-plastic die forging process for Zr-based
bulk metallic glass spur gear
Zhihao Zhang, Jianxin Xie
Proses pembuatan bulk metallic glasses (BMGs) sangat sulit meskipun dikerjakan dengan
machining maupun plastic forming. Hal ini disebabkan karena sifatnya memiliki high strength
dan kekerasan yang tinggi pada temperature ruang. Pengembangan super plastic forming secara
presisi memerlukan sifat viscous flowing dari BMGs.
Proses die forging yang berbeda dan deformation behavior dari roda gigi lurus
Zr41.25Ti13.75Ni10Cu12.5Be22.5 BMG dianalisa dengan simulasi FEM. Simulasi menghasilkan
perbandingan dari kedua eksperimen tersebut.
Hasil eksperimen menunjukan perbedaan signifikan pada kurva antara forming dengan load time
dan aliran pada ketiga proses; prbandingan dengan kedua proses lain, 2-stage hole forming
dengan forming pressure yang lebih rendah dan cavity filling effect yang lebih baik.
Ketika proses 2-stage hole forming diaplikasikan, inadequate filling state pada cavity sangat
membantu untuk mengurangi beban hole forming pada stage ke 2.

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Perbndingan pada ketiga proses:

Simulasi FEM pada proses A:

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Simulasi FEM pada proses B:

Simulasi FEM pada proses C:

Hasil:

Tugas Manufacture Lanjut


Pengajar: Prof. Dedi Priadi, DEA
Kesimpulan:
Perbedaan signifikan terjadi antara kurva forming load-time dan flowing behavior pada ketiga
proses. 2-stage hole forming memerlukan forming pressure yang lebih rendah dan memiliki
cavity filling yang lebih baik, dengan kata lain memiliki lower sress concentration dibawah
forming load yang sama.

Anda mungkin juga menyukai