2.1 PENDAHULUAN
Bila pengetahuan kita tentang sistem bilangan sejauh ini hanya terbatas pada sistem
bilangan real, maka jika kita berhadapan dengan persamaan x2 + 1 = 0, kita (mungkin)
cenderung mengatakan bahwa persamaan kuadrat ini tak memiliki pemecahan. Alasannya,
karena x2 = -1 adalah suatu pernyataan asing, mengingat kuadrat sebuah bilangan real, yang
selama ini kita ketahui, haruslah bernilai positif.
Perluasan sistem bilangan real agar menampung pula kasus kuadrat bilangan bernilai
negatif seperti di atas, merupakan pokok bahasan bab ini, di mana diperkenalkan sistem
bilangan kompleks. Sistem bilangan baru ini, ternyata memberikan pula keuntungan baru
dalam segi perumusan dan perhitungan persoalan fisika.
Dalam bab ini kita hanya membahas definisi dan aljabar bilangan kompleks, serta
beberapa fungsi kompleks sederhana, dan penerapannya pada superposisi gelombang, serta
rangkaian arus bolak balik (AC). Bahasan fungsi variabel kompleks secara terinci serta
diferensiasi dan integrasinya akan di bahas pada bab Fisika Matematika II.
(2.1)
4 = 2i
Definisi:
Lambang: a + ib, dengan a dan b real, dan i imajiner satuan, disebut sebuah
bilangan kompleks.
Sebuah bilangan kompleks akan kita lambangkan pula dengan sebuah huruf c misalnya, jadi:
c = a + ib
(2.2)
Jika: b = 0, maka c = a adalah sebuah bilangan real, sedangkan jika a = 0, maka c = ib disebut
sebuah bilangan imajiner.
Dengan notasi ini, a disebut bagian real bilangan kompleks c, sedangkan b disebut
bagian imajiner bilangan kompleks c. Kedua komponen bilangan kompleks c ini sering ditulis
dengan notasi:
a = Re (c),
b = Im (c)
(2.3)
(2.4)
Contoh 2.1 :
1.
2.
3.
4.
Catatan:
a. Pada keempat contoh ini, huruf i pada bilangan imajiner ditempatkan di belakang angka
realnya adalah sah, karena berlaku hubungan komutatif ib = bi.
b. Istilah imajiner (khayal) disini, tak ada kaitannya dengan arti katanya, yaitu tak ada yang
khayal dengan bilangan yang kuadratnya 3 misalnya.
(2.5a)
2. Perkalian:
(a1 + ib1) (a2 + ib2) = a1a2 + i a1b2 + i b 1a2 + i2 b1b2
= (a1a2 b 1b 2) + i (a1b2 + a2b1)
(2.5b)
3. Pembagian:
( a1 ib1 )
(a ib1 ) (a2 ib2 )
1
(a2 ib2 ) ( a2 ib2 ) ( a2 ib2 )
( a1 a 2 b1b2 )
2
( a 2 b2 )
( a1b2 a 2 b1 )
2
( a 2 b2 )
(2.5c)
Contoh 2.2 :
1. (2 + 5i) + (3 2i) = 5 + 3i
2. (4 7i) (2 + 3i) = 2 10i
3. (1 + 3i) (5 4i) = 5 4i + 15i 12i2
= 5 + 11i 12 (-1) = 17 + 11i
4.
5 4i
(1 3i )
(1 3i ) (1 3i )
(1 9)
Pada contoh (3) terlihat bahwa, (1 + 3i) (5 4i) = 17 + 11i; jadi perkalian ini memberikan
hasil yang berhubungan dengan pembagian pada contoh (4).
(2.6a)
1
1
1
; c 2 2 ...., c n n
1
c
c
c
(2.6b)
Dengan definisi ini, sifat (2.6b) dapat diperlihatkan berlaku pula untuk bilangan bulat negatif.
(2.7a)
dengan sifat,
a* = a;
sehingga
b* = b;
dan
i* = -i
c* = a ib
(2.7b)
(2.7c)
6. Modulus
Jika c = a + ib sebuah bilangan kompleks, maka modulus c, ditulis |c|, didefinisikan
sebagai:
|c| =
cc*
a2 b2
(2.8)
Dengan operasi konjuget ini, pembagian dua bilangan kompleks tersimpulkan menjadi:
c1
cc * cc *
1 2 1 22
c2 c2 c2 *
c2
(2.9)
memudahkan dari segi perhitungan, tetapi menyarankan suatu pernyataan geometris menarik
bagi bilangan kompleks.
Pada geometris analisis, kita ketahui bahwa pasangan bilangan terurut seperti (a,b)
menyatakan sebuah titik P pada bidang. Bila sebagai sistem koordinat bidangnya kita ambil
sistem tegak lurus xy, yang berpotongan dititik 0, titil asal, maka a adalah koordinat x, atau
absis P, dan b adalah koordinat y, atau ordinatnya seperti diperlihatkan pada Gambar (2.1a)
berikut;
y
P(a,b) = a + ib
P(x,y) = x + iy
Sejalan dengan ini, bilangan kompleks (a,b), secara geometris dapat pula kita pandang
sebagai sebuah titik P pada bidang xy dengan absis a dan ordinat b, sumbu-x dalam hal ini
disebut sumbu real sedangkan sumbu-y, yang tegak lurus sumbu-x, disebut sumbu imajiner
(Perhatikan: yang anda gambarkan adalah y bukan iy). Bidang-xy ini disebut Bidang
Kompleks.
Jadi, bagi setiap bilangan kompleks z = x + iy, yang menyatakan suatu variabel
kompleks, terkait sebuah titik (x,y) pada bidang kompleks dan sebaliknya.
Pernyataan bilangan kompleks (x,y) di atas dikatakan dalam bentuk siku (tegak lurus).
Dalam geometri analisis, kita ketahui bahwa jika r adalah jarak titik asal 0 ke titik P(x,y) dan
sudut positif yang diapit garis 0P dengan sumbu x positif, (lihat Gambar 2.1 b), maka letak
titik P dapat pula ditentukan oleh koordinat polar (r,) menggantikan pernyataan (x,y).
Hubungan antara keduanya, dari Gambar (b), adalah:
x = r cos ,
r =
x2 y2 ,
y = r sin
= tan 1
(2.10a)
y
x
(2.10b)
(2.11)
Bentuk terakhir ini disebut bentuk polar bilangan kompleks. Koordinat r disebut modulus z,
karena r = | z |, sedangkan disebut argumen z. Secara singkat ditulis, r = mod (z) dan
= arg (z).
Contoh 2.3 :
Nyatakan bilangan kompleks 2 2i dalam bentuk polar.
Jawab :
Menurut persamaan (2.10), r =
Jadi, 2 - 2i = 2 2 (cos
2
2 2 (2) 2 = 2 2 , dan = tan 1
= .
2 4
+ i sin )
4
4
(a). 2ix + 3 = y - i
Jawab :
(a). Tuliskan dahulu kedua belah ruas persamaannya dalam bentuk baku :
3 + i(2x) = y + i (-1).
Kemudian, samakan bagian real dan imajiner kedua belah ruas, kita peroleh dua
persamaan real, serempak berikut :
3 = y, dan 2x = -1
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 21
Contoh 2.5 :
1. Persamaan Kompleks:
Kurva apakah pada bidang kompleks yang himpunan titik (x,y)-nya memenuhi persamaan:
(a). | z (1 + 2i) | = 2
(b). Argumen z =
Jawab :
(a). Karena, | z (1 + 2i) | = | (x 1) + i(y - 2) | =
( x 1) 2 ( y 2) 2
(b). Dari definisi argumen bilangan kompleks, persamaan (b) di atas setara dengan
persamaan real:
y
y
tan 1
atau
tan , atau y tan x
x
x 3
3
3
Ini adalah persamaan garis lurus lewat titik asal (0,0) yang membuat sudut
c1 c 2 c3 ... c n ...
(2.12a)
n 1
dengan setiap suku cn adalah suatu bilangan kompleks yang bergantung pada bilangan
bulat n.
Dengan menuliskan setiap suku cn ke dalam bagian real dan imajinernya sebagai:
cn = an + ibn, deret kompleks (2.12a) dapat dinyatakan dalam dua deret real terhadap sukusuku an dan b n sebagai berikut:
n 1
cn
n 1
an i
(2.12b)
n 1
Contoh 2.7 :
n 1
(1 i )n
n
ke dalam kedua deret realnya, cukup hingga suku ke-3 nya saja.
Jawab :
Pertama kali tuliskan dahulu pernyataan uraian kompleksnya:
n 1
(1 i ) n
(1 i ) (1 i ) 2 (1 i )3
...
n
1
2
3
n 1
(1 i ) n
1 1
1
n
2 2
1 3
3 3
2 3 1
... i 1
2 3 3
...
(2.13a)
dengan
n
Sn
ck ' ,
Xn
k 1
ak ' ,
dan
k 1
Yn
bk '
(2.13b)
k 1
Didefinisikan:
Jika untuk n , Sn menuju limit S = X + iY, maka deret kompleksnya konvergen,
dengan S sebagai limit (jumlah)-nya.
Ini berarti pula bahwa: Xn X, Yn Y, yang mengatakan bahwa deret bagian real,
dan imajiner masing-masingnya konvergen.
Uji Konvergensi Mutlak:
Teorema:
Deret kompleks
n 1
cn
n 1
konvergen.
n 1
Dengan demikian, kita dapat menerapkan semua uji deret real positif untuk menguji
konvergensi mutlak sebuah deret kompleks.
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 24
Contoh 2.8 :
n 0
1
(1 i) n
Jawab :
Dengan uji nisbah, kita dapatkan;
r lim
n
(1 i ) n
(1 i ) n 1
1
1
1
(1 i )
2
n 0
in
n2
Jawab :
Dengan uji nisbah, kita dapatkan r = 1, karena itu kita harus mencoba dengan uji lainnya. Kita
tuliskan dahulu beberapa sukunya;
= i
1
i
1
i
1
2 2 2 2 ...
2
2
3
4
5
6
1
1
1
1
1
= 2 2 2 ... i 1 2 2 ...
4
6
5
2
Bagian real dan imajinernya, masing-masing adalah deret bolak balik, yang dapat
diperlihatkan dengan uji deret bolak balik, adalah konvergen.
C 0 C1 ( z z 0 ) C 2 ( z z 0 ) 2 ... C n ( z z 0 ) n ...
Cn ( z z0 ) n
(2.14)
n 0
z2
z3
zn
...
...
2 ! 3!
n!
2. 1 iz
(iz ) 2 ( zi ) 3
(iz ) n
...
...
2
3
n
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 25
3.
n 0
( z 2 i) n
(n 1) 2
Kekonvergenan mutlak deret pangkat kompleks juga diuji dengan menggunakan uji nisbah.
Contoh 2.10 :
Periksalah kekonvergenan mutlak pada contoh-contoh deret pangkat kompleks di atas.
Jawab :
zn
, jadi:
n!
rn
C n 1
Cn
z n 1 n !
1
z
n
( n 1) ! z
( n 1)
semua nilai z.
2. Suku ke-n deretnya adalah: Cn ( z )
rn
Cn 1
Cn
(iz )n
, jadi:
n
(iz ) n 1 n
( n 1) (iz ) n
n
i z
( n 1)
x2 y 2 1.
Secara geometris, ketaksamaan ini menyatakan bagian dalam lingkaran berjejari 1 pada
bidang kompleks dengan pusat di 0. Lingkaran ini disebut lingkaran konvergensi D, dan
jejarinya disebut jejari konvergensi. Semua nilai z yang berada di luar lingkaran
konvergensi memberikan deret pangkat divergen. Untuk nilai z pada lingkaran
konvergensi perlu diselidiki secara terpisah, namun di sini kita tak akan membahasnya.
rn
C n 1
Cn
( z 2 i) n
, jadi:
(n 1) 2
( z 2 i ) n 1 ( n 1) 2
((n 1) 1) 2 ( z 2 i ) n
( n 1) 2
z 2 i
(n 2) 2
z 2 i 1, atau
( x 2) 2 ( y 1) 2 1 .
-1
0
-1
(2, -1)
Gambar 2.2 Lingkaran konvergensi deret pada contoh (2), dan (3)
( z z o ) n f ( z ) , z di dalam D
n 0
Sebagai contoh, deret pada contoh-contoh deret pangkat kompleks yang adalah
konvergen mutlak untuk semua nilai z, mendefinisikan sebuah fungsi kompleks f(z) yang
berlaku pada seluruh bidang kompleks z. Karena untuk z = x real, diperoleh deret eksponensial
real ez, kita disarankan memberikan perluasan kompleksnya sebagai berikut:
Jika z = x + iy, maka fungsi eksponensial kompleks ez didefinisikan melalui deret
pangkat berikut:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 27
ez 1 z
z2
z3
zn
...
...
2 ! 3!
n!
(2.15)
x2
x3
...
2 ! 3!
(iy) 2 (iy) 3
...
2!
3!
y2
y4
y3
y5
... i y
...
2!
4!
3!
5!
Menurut uraian deret, bahwa masing-masing komponen adalah uraian Taylor dari fungsi cos y
(komponen real), dan sin y (komponen imajiner. Secara umum, jika real, maka:
e i cos i sin
(2.16)
yang dikenal sebagai rumus Euler. Sisipkan rumus Euler (2.16) ke dalam pernyataan polar
bilangan kompleks z pada persamaan (2.11), memberikan pernyataan ketiga bilangan
kompleks z dalam bentuk eksponensial:
z = rei
(2.17)
dan
z 2 x 2 i y 2 , maka:
e z1 e z2 e z1 z 2
(2.18)
Teorema ini dibuktikan dengan menggunakan definisi deret pangkat fungsi eksponensial e z
pada persamaan (2.15)
Dari teorema ini, dapatlah diturunkan rumus perkalian dan pembagian bilangan
kompleks dalam pernyataan eksponensial berikut;
Jika z1 r1 e i1 , dan z 2 r2 e i 2 , maka;
a) z1 z2 (r1 e i1 ) (r2 e i2 ) ( r1 r2 ) ei (1 2 )
(2.19a)
r
z1
r e i 1
1 i 2 1 ei ( 1 2 ) , jika r2 0
z2 r2 e
r2
(2.19b)
b)
(2.20)
maka seperti halnya dengan fungsi logaritma real, kita definisikan fungsi logaritman kompleks
sebagai;
w = ln z
(2.21)
(2.22)
(2.23)
dengan ln r di ruas kanan adalah logaritma real dari variabel real r. Tampak bahwa fungsi
logaritma kompleks bernilai jamak, bergantung pada nilai bulat n, yang tak-hingga banyaknya.
Untuk n = 0, kita tulis;
ln z = ln r + i,
<
(2.24)
Contoh 2.11 :
Untuk fungsi logaritma real kita ketahui bahwa ln (-1) tak terdefinisi. Hitunglah ln (-1).
Jawab :
Karena z = (-1) = ei ( + 2n), n = 0, 1, 2, , maka ln (-1) = ln (1) + i (2n+1) = i (2n+1).
Jadi, ln (-1) = i, -i, 3i, -3i,
Contoh 2.12 :
Hitunglah ln (1 i).
Jawab :
Untuk z = (1 i) =
0,347 ... + i (5/4 + 2n), yang bernilai jamak, bergantung pada semua nilai n.
(2.25)
Mengingat
| ei |n = | cos + i sin |n , dan ein = cos n + i sin n, maka untuk r =1, dari
persamaan (2.25) kita peroleh;
| cos + i sin |n = cos n + i sin n
(2.26)
Fungsi Akar
Misalkan z adalah sebuah bilangan kompleks sehingga;
wn = z
(2.27)
Maka, seperti pada bilangan real, kita definisikan fungsi akar pangkat n dari z sebagai:
w = z1/n
(2.28)
Karena e2im = 1, untuk sembarang nilai bulat real m, maka bila argumen kita batasi
dalam selang < , variabel kompleks z dapat pula ditulis sebagai;
z = rei = rei( + 2m).
Karena itu, dari persamaan (2.27), dan persamaan (2.28), kita peroleh;
z1/n = (r1/n) ei(/n + 2m/n), m = 0, 1, 2,
= | cos (/n + 2m/n) | + i | sin (/n + 2m/n) |
(2.29)
Contoh 2.13 :
Hitunglah (1 i)4.
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 30
Jawab :
Jika z = 1 i, maka r =
z=
2 ei5/4, sehingga;
(1 i)4 = ( 2 ei5/4)4 = 4 e5i = - 4.
Contoh 2.14 :
Hitunglah keempat akar persamaan : w4 = 1.
Jawab :
Jika z = 1, maka r = 1, dan = 2n, n = 0, 1, 2,
Jadi, w = z1/4 = | ei2n | = e in/2 = cos (n/2) + i sin (n/2), untuk nilai-nilai n berikut kita
peroleh:
n = 0;
w1 = cos 0 + i sin 0 = 1
n = -1;
n = 1;
n = -2;
n = 2;
w5 = cos + i sin = - 1
Untuk nilai-nilai n lainnya kita akan memperoleh salah satu dari keempat akar di atas.
Misalnya untuk n = -2, maka kita peroleh w5 = cos (-) + i sin (-) = -1, yang adalah sama
dengan w4. Jadi, w1 hingga w4 di atas adalah keempat yang ditanyakan.
(2.30)
Perhatikan!: Karena fungsi logaritma bernilai jamak, maka fungsi pangkat kompleks juga
bernilai jamak.
Contoh 2.15 :
Hitunglah ii.
Jawab :
Dari definisi: (2.30), maka:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 31
(2.31)
Pernyataan ini memudahkan kita untuk menghitung nilai suatu fungsi eksponensial secara
langsung tanpa menggunakan uraian deret pangkatnya. Sebagai contoh,
e2 + i = e2 (cos + i sin ) = - e2.
Dari rumus Euler (2.16), fungsi trigonometri cos q dan sin q dapat dinyatakan dalam
bentuk eksponensial yang berkaitan. Karena cos (-) = cos , dan sin (-) = - sin , maka dari
rumus Euler,
ei = cos + i sin ,
e- i = cos - i sin
cos
e i e i
;
2
e i e i
2i
sin
(2.32)
cos z
e iz e iz
;
2
sin z
e iz e iz
2i
(2.33)
Perlu dicatat bahwa berbeda dari fungsi real, cos x dan sin x, nilai kedua fungsi trigonometri
kompleks ini dapat lebih besar dari pada 1. Sebagai contoh, cos z = 2. Dalam hal ini, z bernilai
kompleks, seperti diperlihatkan pada contoh (2.16) di bawah ini:
Sama halnya dengan fungsi invers trigonometri real, kita definisikan fungsi invers
trigonometri kompleks:
z = cos-1 w
-1
z = sin w
jika
w = cos z
(2.33a)
jika
w = sin z
(2.33b)
Contoh 2.16 :
Hitunglah: sin ( + i ln 3).
Jawab :
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 32
sin ( i ln 3)
e i ( i ln 3) e i ( i ln 3)
2i
e i e ln 3 e i e ln 3
2i
Menurut definisi fungsi logaritma (2.18) dan (2.19): eln 3 = 3, dan e-ln 3 = 1/eln 3 = 1/3, sedangkan ei = cos + i sin = -1, dan e-i = 1/ ei = 1/(-1) = -1. Jadi,
sin ( i ln 3)
( 1)(1/ 3) ( 1)(3)
4
i
2i
3
dimana
1
i
i
Contoh 2.17 :
Hitunglah: z = cos-1 a.
Jawab :
Berdasarkan definisi (2.27) : z = cos-1 a, berarti cos z = a, atau
e iz e iz
a
2
Untuk memecahkannya, ambil u = e iz, sehingga dalam u, persamaan di atas menjadi:
u u 1
a
2
Perkalian dengan 2u, memberikan persamaan kuadrat:
u2 - 2au + 1 = 0
Kedua akarnya adalah:
u
atau
4a 2 4
2a
e iz a
a 2 1
a 2 1
iz ln a
atau
a 2 1
z 2n i ln a
ln a
a 2 1 2ni
a 2 1
Misalkan a = 2, maka:
z 2n i ln 2 3
n 1,317i
cos iy
e y e y e y e y
;
2
2
e y e y
e y e y
i
sin iy
2
2i
(2.35)
cosh y
e y ey
;
2
sinh y
e y e y
2
(2.36)
sinh y = - i sin iy
(2.37)
ez ez
cosh z
;
2
e z ez
sinh z
2
(2.36)
Sama halnya dengan fungsi invers trigonometri, kita definisikan fungsi invers
hiperbolik sebagai berikut:
z = cosh-1 w
jika w = cosh z
(2.39a)
z = sinh-1 w
jika w = sinh z
(2.39b)
Contoh 2.18 :
Buktikan, jika 0 < x < 1, maka cosh 1 x ln x x 2 1
Jawab :
Misalkan : z = cosh-1 x, maka berdasarkan definisi (2.39):
x cosh z
e z e z u u 1
2
2
dengan u = ez. Kalikan dengan u dan susunkan kembali, kita peroleh persamaan kuadrat dalam
u, adalah:
u2 - 2xu + 1 = 0
Kedua akarnya adalah:
2x 4 x2 4
u e
x
2
z
x 2 1
Karena x real, dan 0 < x < 1, maka e z real, sehingga ez > 0. Jadi, akar positiflah yang dipilih.
Ambilkan logaritma kedua belah ruas, kita peroleh:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 34
z cosh 1 x ln x
x 2 1
A. Gelombang
Dalam kajian gelombang, khususnya mengenai interferensi n celah, kita harus
menjumlahkan fungsi trigonometri seperti:
sin + sin 2 + sin 3 + ... + sin n
(2.40)
dengan adalah beda fase baku. Dalam kuliah fisika dasar, kita menghitungnya dengan
menggunakan metoda fasor yang melibatkan utak-atik fungsi trigonometri yang agak panjang
dan rumit.
Akan kita lihat bahwa perhitungan jumlah (2.40) menjadi sangat mudah dengan
menggunakan teori bilangan-bilangan kompleks. Dari segi bilangan kompleks, dengan
mengingat bahwa sin adalah bagian imajiner eksponensial kompleks ei, maka jumlah (2.40)
adalah tak lain dari pada bagian imajiner jumlah eksponensial:
ei + ei2 + ei3 + ... + ein
(2.41)
i
Jumlah ini ternyata adalah suatu deret ukur dengan suku awal p = e , dan pembanding r = e ni.
Karena kita menjumlahkan n buah suku, maka menurut rumus deret pada bab I, hasilnya
adalah:
e i / 2
(1 e ni )
(1 e i )
menurut (2.32).Sisipkan prnyataan ini, dan juga yang serupa untuk eni/2, ke dalam hasil
jumlah di atas, kita peroleh:
e i / 2
(1 e ni ) sin n / 2
sin n / 2
e i [( n 1) / 2 ]
i
sin / 2
(1 e ) sin / 2
sin [( n 1) / 2]
sin n / 2
sin / 2
R
V
(2.42)
Dengan t adalah waktu, Vo amplitudo tegangan, frekuensi sudutnya. Maka, dalam rangkaian
RCL tersebut akan mengalir arus bolak-balik I dengan frekuensi sudut yang sama, secara
umum, bentuk arus AC ini adalah:
I = Io sin t
(2.42)
Tujuan kita berikut adalah mencari amplitudo arus Io dinyatakan dalam besaran rangkaian:
resistansi R, induktansi L, dan kapasitansi C. Metoda yang lazim kita terapkan pada kuliah
fisika dasar adalah metoda fasor.
Di sini kita akan menggunakan metoda bilangan kompleks. Menurut teori rangkaian
AC, tegangan pada ujung masing-masing komponen rangkaian memenuhi persamaan:
Tegangan total
dengan :
VR IR
V V R V L VC
(2.43)
(Hukum Ohm)
VL L
dI
dt
d VC
I
dt
C
VC
1
C
I dt
(2.44)
(2.45)
VC
1
I o cos t
C
(2.46)
(2.47)
VL i L I o e it i L I
VC
1
1
I o e i t
I
i C
i C
(2.48)
maka:
1
I
V V R VL VC R i L
C
(2.49)
Z R i L
C
(2.50)
dengan Z adalah Impedansi kompleks, sehingga tegangan pada rangkaian arus bolak-balik
tersebut adalah dapat dituliskan:
V ZI