Anda di halaman 1dari 22

BAB II

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA

2.1 PENDAHULUAN
Bila pengetahuan kita tentang sistem bilangan sejauh ini hanya terbatas pada sistem
bilangan real, maka jika kita berhadapan dengan persamaan x2 + 1 = 0, kita (mungkin)
cenderung mengatakan bahwa persamaan kuadrat ini tak memiliki pemecahan. Alasannya,
karena x2 = -1 adalah suatu pernyataan asing, mengingat kuadrat sebuah bilangan real, yang
selama ini kita ketahui, haruslah bernilai positif.
Perluasan sistem bilangan real agar menampung pula kasus kuadrat bilangan bernilai
negatif seperti di atas, merupakan pokok bahasan bab ini, di mana diperkenalkan sistem
bilangan kompleks. Sistem bilangan baru ini, ternyata memberikan pula keuntungan baru
dalam segi perumusan dan perhitungan persoalan fisika.
Dalam bab ini kita hanya membahas definisi dan aljabar bilangan kompleks, serta
beberapa fungsi kompleks sederhana, dan penerapannya pada superposisi gelombang, serta
rangkaian arus bolak balik (AC). Bahasan fungsi variabel kompleks secara terinci serta
diferensiasi dan integrasinya akan di bahas pada bab Fisika Matematika II.

2.2 DEFINISI DAN NOTASI BILANGAN KOMPLEKS


Terhadap sistem bilangan real, kita sekarang turut sertakan sebuah lambang tambahan i
yang didefinisikan sebagai berikut:
i2 = -1, dengan i =

(2.1)

lambang i disebut suatu bilangan imajiner satuan.


Ketentuan lambang i selanjutnya dipergunakan bersamaan sistem bilangan real, dengan
memperlakukannya sebagai suatu variabel real, dalam operasi aljabar penjumlahan,
pengurangan, pengalian, dan pembagian, mengikuti aturan aljabar bilangan real. Namun,
dengan satu syarat tambahan: i2 = -1.
Jadi, seperti halnya dengan perkalian (2a)(2a) = 4a2, kita peroleh:
(2i)(2i) = 4i2
karena i2 = -1, maka hasil kali di atas adalah
(2i)(2i) = -4
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 16

Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa (2i) adalah akar (-4), yaitu:

4 = 2i

Definisi:
Lambang: a + ib, dengan a dan b real, dan i imajiner satuan, disebut sebuah
bilangan kompleks.
Sebuah bilangan kompleks akan kita lambangkan pula dengan sebuah huruf c misalnya, jadi:
c = a + ib

(2.2)

Jika: b = 0, maka c = a adalah sebuah bilangan real, sedangkan jika a = 0, maka c = ib disebut
sebuah bilangan imajiner.
Dengan notasi ini, a disebut bagian real bilangan kompleks c, sedangkan b disebut
bagian imajiner bilangan kompleks c. Kedua komponen bilangan kompleks c ini sering ditulis
dengan notasi:
a = Re (c),

b = Im (c)

(2.3)

Dengan demikian, sebuah bilangan kompleks c dapat ditulis sebagai:


c = Re (c) + i Im (c)

(2.4)

Contoh 2.1 :
1.

5 atau 5 + 0i, adalah sebuah bilangan real,

2.

4i atau 0 + 4i, adalah sebuah bilangan imajiner,

3.

5 6i, adalah sebuah bilangan kompleks,

4.

0 + 0i, adalah nol bilangan kompleks.

Catatan:
a. Pada keempat contoh ini, huruf i pada bilangan imajiner ditempatkan di belakang angka
realnya adalah sah, karena berlaku hubungan komutatif ib = bi.
b. Istilah imajiner (khayal) disini, tak ada kaitannya dengan arti katanya, yaitu tak ada yang
khayal dengan bilangan yang kuadratnya 3 misalnya.

2.3 ALJABAR BILANGAN KOMPLEKS


Dengan menggunakan aturan bahwa bilangan imajiner satuan i diperlakukan sebagai
sebuah variabel real, kita dapat membangun aturan aljabar bilangan kompleks, yaitu:
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 17

Misalnya, c1 a1 ib1 dan c2 a 2 ib2 dua bilangan kompleks, maka operasi


aljabar antara kedua bilangan kompleks ini didefinisikan memberikan pula suatu bilangan
kompleks baru c p iq .
1. Penjumlahan/ Pengurangan:
(a1 + ib1) (a2 + ib2) = (a1 a2) + i (b 1 b2)

(2.5a)

2. Perkalian:
(a1 + ib1) (a2 + ib2) = a1a2 + i a1b2 + i b 1a2 + i2 b1b2
= (a1a2 b 1b 2) + i (a1b2 + a2b1)

(2.5b)

3. Pembagian:

( a1 ib1 )
(a ib1 ) (a2 ib2 )
1
(a2 ib2 ) ( a2 ib2 ) ( a2 ib2 )

( a1 a 2 b1b2 )
2

( a 2 b2 )

( a1b2 a 2 b1 )
2

( a 2 b2 )

(2.5c)

Contoh 2.2 :
1. (2 + 5i) + (3 2i) = 5 + 3i
2. (4 7i) (2 + 3i) = 2 10i
3. (1 + 3i) (5 4i) = 5 4i + 15i 12i2
= 5 + 11i 12 (-1) = 17 + 11i
4.

(17 11i ) (17 11i ) (1 3i ) (17 51i 11i 33i 2 )

5 4i
(1 3i )
(1 3i ) (1 3i )
(1 9)

Pada contoh (3) terlihat bahwa, (1 + 3i) (5 4i) = 17 + 11i; jadi perkalian ini memberikan
hasil yang berhubungan dengan pembagian pada contoh (4).

4. Pangkat Real Bulat


Jika c adalah sebuah bilangan kompleks, dan n sebuah bilangan real bulat positif, maka
berdasarkan aturan perkalian (2.5b), kita definisikan pangkat real sebuah bilangan kompleks
sebagai berikut:
c2 = c.c,

c3 = c.c.c, , cn = c.c.c. c (n-kali)

(2.6a)

Dari definisi ini, kita peroleh sifat berikut:


Jika m dan n bilangan real bulat (positif), maka:
cm + n = cm cn
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 18

Kita juga mendefinisikan pangkat negatif sebagai berikut:


c-1 =

1
1
1
; c 2 2 ...., c n n
1
c
c
c

(2.6b)

Dengan definisi ini, sifat (2.6b) dapat diperlihatkan berlaku pula untuk bilangan bulat negatif.

5. Konjuget Kompleks atau Kompleks Sekawan


Jika c = a + ib adalah sebuah bilangan kompleks, maka (*) disebut konjuget kompleks
dari c, didefinisikan sebagai:
c* = a* + i*b*

(2.7a)

dengan sifat,
a* = a;
sehingga

b* = b;

dan

i* = -i

c* = a ib

(2.7b)
(2.7c)

Jadi, konjuget dari 2 + 3i adalah: (2 + 3i)* = 2 3i

6. Modulus
Jika c = a + ib sebuah bilangan kompleks, maka modulus c, ditulis |c|, didefinisikan
sebagai:
|c| =

cc*

a2 b2

(2.8)

Dengan operasi konjuget ini, pembagian dua bilangan kompleks tersimpulkan menjadi:
c1
cc * cc *
1 2 1 22
c2 c2 c2 *
c2

(2.9)

2.4 BIDANG KOMPLEKS


Telah kita ketahui bahwa setiap bilangan real dapat dinyatakan secara geometris oleh
himpunan titik pada sebuah garis lurus, yang lazim disebut garis bilangan.
Bertolak dari pernyataan ini, kita tertarik pula untuk mencari pernyataan geometris
analog bagi sistem bilangan kompleks. Mengingat suatu bilangan kompleks c = a + ib, terdiri
atas dua bilangan real a dan b, maka bilangan kompleks c dapat pula kita tulis sebagai
pasangan bilangan (real) terurut (a,b) dengan perjanjian bahwa urutan pertama adalah bagian
realnya, sedangkan bagian imajinernya pada urutan kedua. Penulisan ini memang tidaklah

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 19

memudahkan dari segi perhitungan, tetapi menyarankan suatu pernyataan geometris menarik
bagi bilangan kompleks.
Pada geometris analisis, kita ketahui bahwa pasangan bilangan terurut seperti (a,b)
menyatakan sebuah titik P pada bidang. Bila sebagai sistem koordinat bidangnya kita ambil
sistem tegak lurus xy, yang berpotongan dititik 0, titil asal, maka a adalah koordinat x, atau
absis P, dan b adalah koordinat y, atau ordinatnya seperti diperlihatkan pada Gambar (2.1a)
berikut;
y

P(a,b) = a + ib

P(x,y) = x + iy

Gambar 2.1 (a) Bidang Kompleks

(b) Koordinat polar

Sejalan dengan ini, bilangan kompleks (a,b), secara geometris dapat pula kita pandang
sebagai sebuah titik P pada bidang xy dengan absis a dan ordinat b, sumbu-x dalam hal ini
disebut sumbu real sedangkan sumbu-y, yang tegak lurus sumbu-x, disebut sumbu imajiner
(Perhatikan: yang anda gambarkan adalah y bukan iy). Bidang-xy ini disebut Bidang
Kompleks.
Jadi, bagi setiap bilangan kompleks z = x + iy, yang menyatakan suatu variabel
kompleks, terkait sebuah titik (x,y) pada bidang kompleks dan sebaliknya.
Pernyataan bilangan kompleks (x,y) di atas dikatakan dalam bentuk siku (tegak lurus).
Dalam geometri analisis, kita ketahui bahwa jika r adalah jarak titik asal 0 ke titik P(x,y) dan
sudut positif yang diapit garis 0P dengan sumbu x positif, (lihat Gambar 2.1 b), maka letak
titik P dapat pula ditentukan oleh koordinat polar (r,) menggantikan pernyataan (x,y).
Hubungan antara keduanya, dari Gambar (b), adalah:
x = r cos ,
r =

x2 y2 ,

y = r sin
= tan 1

(2.10a)

y
x

(2.10b)

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 20

Jadi, kita peroleh:


z = x + iy = r cos + i r sin
z = r ( cos + i sin )

(2.11)

Bentuk terakhir ini disebut bentuk polar bilangan kompleks. Koordinat r disebut modulus z,
karena r = | z |, sedangkan disebut argumen z. Secara singkat ditulis, r = mod (z) dan
= arg (z).

Contoh 2.3 :
Nyatakan bilangan kompleks 2 2i dalam bentuk polar.
Jawab :
Menurut persamaan (2.10), r =
Jadi, 2 - 2i = 2 2 (cos

2
2 2 (2) 2 = 2 2 , dan = tan 1
= .
2 4

+ i sin )
4
4

2.5 PERSAMAAN KOMPLEKS


Suatu persamaan kompleks adalah suatu persamaan yang mengandung bilanganbilangan kompleks. Sebagai contoh, pernyataan 2 + 2iy = x + 5i, adalah suatu persamaan
kompleks dengan x dan y sebagai variabel-variabel real. Untuk menangani suatu persamaan
kompleks seperti ini, kita terapkan definisi berikut:
Dua bilangan kompleks adalah sama, jika dan hanya jika, bagian realnya sama, dan
bagian imajinernya sama. Jadi, persamaan kompleks: a + ib = p + iq, setara dengan
dua persamaan real serempak : a = p dan b = q.
Contoh 2.4 :
Carilah nilai x dan y yang memenuhi persamaan kompleks:
(b). (x + iy)2 = 1

(a). 2ix + 3 = y - i
Jawab :

(a). Tuliskan dahulu kedua belah ruas persamaannya dalam bentuk baku :
3 + i(2x) = y + i (-1).
Kemudian, samakan bagian real dan imajiner kedua belah ruas, kita peroleh dua
persamaan real, serempak berikut :
3 = y, dan 2x = -1
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 21

Pemecahannya adalah: x = -1/2, dan y = 3


(b). Dengan menguraikan pangkat ruas kiri, kita peroleh persamaan:
x2 + 2ixy y2 = 1
Selanjutnya, dengan menyamakan bagian real dan imajiner kedua belah ruas, kita peroleh
dua persamaan real serempak berikut:
x2 y2 = 1, dan 2xy = 0
Persamaan kedua memenuhi x = 0, y 0, atau x 0, y = 0. Untuk x = 0, persamaan
pertama memberikan: y2 = -1. Karena x dan y adalah real, maka pemecahan x = 0 tak
memenuhi. Untuk pemecahan y = 0, persamaan pertama memberikan x2 = 1, yang memiliki
pemecahan x = 1.Jadi, ada dua pasangan nilai x dan y yang memenuhi persamaan kompleks
(b) ini, yaitu:
x1 = 1, y1 = 0; dan x2 = -1, y2 = 0

Persamaan Komplek dan Grafik 2 Dimensi


Dengan menggunakan pernyataan bidang kompleks untuk himpunan bilangan
kompleks, z = x + iy, maka suatu persamaan kompleks yang menghasilkan hanya satu
persamaan real, akan memberikan pemecahan dimana variabel x dan y saling bergantungan.
Saling bergantungan ini, pada bidang kompleks, menggambarkan sebuah kurva.

Contoh 2.5 :
1. Persamaan Kompleks:
Kurva apakah pada bidang kompleks yang himpunan titik (x,y)-nya memenuhi persamaan:
(a). | z (1 + 2i) | = 2

(b). Argumen z =

Jawab :
(a). Karena, | z (1 + 2i) | = | (x 1) + i(y - 2) | =

( x 1) 2 ( y 2) 2

maka, persamaan di atas setara dengan satu persamaan real:


(x 1)2 + (y 2)2 = 4
Ini adalah persamaan lingkaran berjari-jari 2, dengan pusat di titik (1,2).

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 22

(b). Dari definisi argumen bilangan kompleks, persamaan (b) di atas setara dengan
persamaan real:

y
y


tan 1
atau
tan , atau y tan x
x
x 3
3
3
Ini adalah persamaan garis lurus lewat titik asal (0,0) yang membuat sudut

= 60o terhadap sumbu real x.


3
2. Ketaksamaan Kompleks:
Contoh 2.6 :
Pernyataan geometri apakah yang dinyatakan oleh ketaksamaan kompleks berikut:
Im z > 2.
Jawab :
Karena z = x + iy, maka Im z = y, sehingga ketaksamaan kompleks di atas setara dengan
ketaksamaan real,
y > 2, x sembarang
Ini adalah separuh bidang kompleks yang di atas garis y = 2.

2.6 DERET KOMPLEKS


Berikut ini kita akan membahas deret tak-hingga sistem bilangan kompleks, yang
didefinisikan sebagai berikut;
Deret tak-hingga kompleks adalah pernyataan jumlah tak-hingga bilangan kompleks:

c1 c 2 c3 ... c n ...

(2.12a)

n 1

dengan setiap suku cn adalah suatu bilangan kompleks yang bergantung pada bilangan
bulat n.
Dengan menuliskan setiap suku cn ke dalam bagian real dan imajinernya sebagai:
cn = an + ibn, deret kompleks (2.12a) dapat dinyatakan dalam dua deret real terhadap sukusuku an dan b n sebagai berikut:

n 1

cn

n 1

an i

(2.12b)

n 1

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 23

Contoh 2.7 :

Tuliskan deret kompleks:

n 1

(1 i )n
n

ke dalam kedua deret realnya, cukup hingga suku ke-3 nya saja.
Jawab :
Pertama kali tuliskan dahulu pernyataan uraian kompleksnya:

n 1

(1 i ) n
(1 i ) (1 i ) 2 (1 i )3

...
n
1
2
3

Dengan menghitung masing-masing sukunya dan menggunakan i2 = -1, kemudian


mengelompokkan bagian real dan imajinernya, kita peroleh:

n 1

(1 i ) n
1 1
1
n
2 2

1 3

3 3

2 3 1
... i 1

2 3 3

...

Konvergensi deret kompleks (2.12), diselidiki dengan meninjau konvergensi barisan


jumlah per bagiannya, yaitu:
Sn = Xn + i Yn

(2.13a)

dengan
n

Sn

ck ' ,

Xn

k 1

ak ' ,

dan

k 1

Yn

bk '

(2.13b)

k 1

Didefinisikan:
Jika untuk n , Sn menuju limit S = X + iY, maka deret kompleksnya konvergen,
dengan S sebagai limit (jumlah)-nya.
Ini berarti pula bahwa: Xn X, Yn Y, yang mengatakan bahwa deret bagian real,
dan imajiner masing-masingnya konvergen.
Uji Konvergensi Mutlak:
Teorema:

Deret kompleks

, konvergen mutlak, jika deret mutlaknya, yaitu

n 1

cn

n 1

konvergen.

Karena | cn | suatu bilangan real positif, maka deret

cn adalah suatu deret real positif.

n 1

Dengan demikian, kita dapat menerapkan semua uji deret real positif untuk menguji
konvergensi mutlak sebuah deret kompleks.
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 24

Contoh 2.8 :

Ujilah konvergensi deret

n 0

1
(1 i) n

Jawab :
Dengan uji nisbah, kita dapatkan;
r lim
n

(1 i ) n
(1 i ) n 1

1
1

1
(1 i )
2

Karena r < 1, maka deret ini konvergen mutlak.


Contoh 2.9 :

Uji konvergensi deret

n 0

in
n2

Jawab :
Dengan uji nisbah, kita dapatkan r = 1, karena itu kita harus mencoba dengan uji lainnya. Kita
tuliskan dahulu beberapa sukunya;
= i

1
i
1
i
1
2 2 2 2 ...
2
2
3
4
5
6

1
1
1
1
1

= 2 2 2 ... i 1 2 2 ...
4
6
5
2

Bagian real dan imajinernya, masing-masing adalah deret bolak balik, yang dapat
diperlihatkan dengan uji deret bolak balik, adalah konvergen.

2.7 DERET PANGKAT KOMPLEKS


Jika z = x + iy sebuah variabel kompleks, maka deret pangkat kompleks adalah:

C 0 C1 ( z z 0 ) C 2 ( z z 0 ) 2 ... C n ( z z 0 ) n ...

Cn ( z z0 ) n

(2.14)

n 0

dengan zo dan Cn (n = 0, 1, 2, ) adalah bilangan kompleks tetap.


Contoh deret pangkat kompleks:
1. 1 z

z2
z3
zn

...
...
2 ! 3!
n!

2. 1 iz

(iz ) 2 ( zi ) 3
(iz ) n

...
...
2
3
n
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 25

3.

n 0

( z 2 i) n
(n 1) 2

Kekonvergenan mutlak deret pangkat kompleks juga diuji dengan menggunakan uji nisbah.

Contoh 2.10 :
Periksalah kekonvergenan mutlak pada contoh-contoh deret pangkat kompleks di atas.
Jawab :
zn
, jadi:
n!

1. Suku ke-n deretnya adalah: C n ( z )

rn

C n 1
Cn

z n 1 n !
1

z
n
( n 1) ! z
( n 1)

Karena, r lim rn 0 1 , untuk semua z, maka deretnya konvergen mutlak untuk


n

semua nilai z.
2. Suku ke-n deretnya adalah: Cn ( z )
rn

Cn 1
Cn

(iz )n
, jadi:
n

(iz ) n 1 n
( n 1) (iz ) n

n
i z
( n 1)

Deret ini konvergen mutlak jika r lim rn 1 , yaitu: | z | < 1, atau


n

x2 y 2 1.

Secara geometris, ketaksamaan ini menyatakan bagian dalam lingkaran berjejari 1 pada
bidang kompleks dengan pusat di 0. Lingkaran ini disebut lingkaran konvergensi D, dan
jejarinya disebut jejari konvergensi. Semua nilai z yang berada di luar lingkaran
konvergensi memberikan deret pangkat divergen. Untuk nilai z pada lingkaran
konvergensi perlu diselidiki secara terpisah, namun di sini kita tak akan membahasnya.

3. Suku ke-n deretnya adalah: C n ( z )

rn

C n 1
Cn

( z 2 i) n
, jadi:
(n 1) 2

( z 2 i ) n 1 ( n 1) 2
((n 1) 1) 2 ( z 2 i ) n

( n 1) 2
z 2 i
(n 2) 2

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 26

Deret ini konvergen mutlak jika r lim rn 1 , yaitu:


n

z 2 i 1, atau

( x 2) 2 ( y 1) 2 1 .

Jadi, lingkaran konvergensi D nya adalah lingkaran berjejari 1 yang berpusat di zo = 2 i,


atau titik (2, -1).

-1

0
-1

(2, -1)

Gambar 2.2 Lingkaran konvergensi deret pada contoh (2), dan (3)

Semua teorema penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian deret pangkat


real, juga berlaku untuk deret pangkat kompleks.

2.8 FUNGSI EKSPONENSIAL DAN RUMUS EULER


Deret pangkat kompleks yang konvergen mutlak, mendapat perhatian khusus, karena
untuk z yang berada di dalam lingkaran konvergensi D, deretnya konvergen ke suatu jumlah
yang bergantung pada z, yaitu sebuah fungsi f(z) yang terdefinisikan dalam D, yaitu:

( z z o ) n f ( z ) , z di dalam D

n 0

Sebagai contoh, deret pada contoh-contoh deret pangkat kompleks yang adalah
konvergen mutlak untuk semua nilai z, mendefinisikan sebuah fungsi kompleks f(z) yang
berlaku pada seluruh bidang kompleks z. Karena untuk z = x real, diperoleh deret eksponensial
real ez, kita disarankan memberikan perluasan kompleksnya sebagai berikut:
Jika z = x + iy, maka fungsi eksponensial kompleks ez didefinisikan melalui deret
pangkat berikut:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 27

ez 1 z

z2
z3
zn

...
...
2 ! 3!
n!

(2.15)

Dengan mengambil z = x real, kita peroleh:


ex 1 x

x2
x3

...
2 ! 3!

sedangkan jika z = iy imajiner murni, kita peroleh:


e iy 1 (iy)

(iy) 2 (iy) 3

...
2!
3!

y2
y4
y3
y5

... i y

...
2!
4!
3!
5!

Menurut uraian deret, bahwa masing-masing komponen adalah uraian Taylor dari fungsi cos y
(komponen real), dan sin y (komponen imajiner. Secara umum, jika real, maka:
e i cos i sin

(2.16)

yang dikenal sebagai rumus Euler. Sisipkan rumus Euler (2.16) ke dalam pernyataan polar
bilangan kompleks z pada persamaan (2.11), memberikan pernyataan ketiga bilangan
kompleks z dalam bentuk eksponensial:
z = rei

(2.17)

Fungsi eksponensial kompleks ez memenuhi sifat perkalian berikut:


Teorema:
Jika, z1 x1 i y1 ,

dan

z 2 x 2 i y 2 , maka:

e z1 e z2 e z1 z 2

(2.18)

Teorema ini dibuktikan dengan menggunakan definisi deret pangkat fungsi eksponensial e z
pada persamaan (2.15)
Dari teorema ini, dapatlah diturunkan rumus perkalian dan pembagian bilangan
kompleks dalam pernyataan eksponensial berikut;
Jika z1 r1 e i1 , dan z 2 r2 e i 2 , maka;
a) z1 z2 (r1 e i1 ) (r2 e i2 ) ( r1 r2 ) ei (1 2 )

(2.19a)

r
z1
r e i 1
1 i 2 1 ei ( 1 2 ) , jika r2 0
z2 r2 e
r2

(2.19b)

b)

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 28

2.9 FUNGSI LOGARITMA KOMPLEKS


Pada bahasan ini kita akan mendefinisikan bentuk kompleks fungsi logaritma.
Misalkan w adalah suatu variabel kompleks sehingga;
z ew

(2.20)

maka seperti halnya dengan fungsi logaritma real, kita definisikan fungsi logaritman kompleks
sebagai;
w = ln z

(2.21)

Dari rumus perkalian dua fungsi kompleks (2.19):


z1 z 2 e w1 e w2 e ( w1 w2 )

Kita peroleh, berdasarkan definisi (2.21);


ln (z1z2) = w1 + w2 = ln z1 + ln z2

(2.22)

seperti yang berlaku pada bilangan real.


Dari rumusan logaritma hasil kali ini, kita dapat menghitung bagian real dan imajiner
suatu fungsi logaritma kompleks. Mengingat ei(2n)=1, n = 0, 1, 2, , maka bila = arg (z)
kita batasi dalam selang < , variabel z dapat kita tulis dalam pernyataan eksponensial
sebagai z = rei( + 2n).
Jadi, dengan menggunakan persamaan (2.22), kita peroleh;
ln z = ln r + ln ei( + 2n) = ln r + i( + 2n)

(2.23)

dengan ln r di ruas kanan adalah logaritma real dari variabel real r. Tampak bahwa fungsi
logaritma kompleks bernilai jamak, bergantung pada nilai bulat n, yang tak-hingga banyaknya.
Untuk n = 0, kita tulis;
ln z = ln r + i,

<

(2.24)

yang adalah bernilai tunggal. Fungsi ln z disebut logaritma (cabang) utama.

Contoh 2.11 :
Untuk fungsi logaritma real kita ketahui bahwa ln (-1) tak terdefinisi. Hitunglah ln (-1).
Jawab :
Karena z = (-1) = ei ( + 2n), n = 0, 1, 2, , maka ln (-1) = ln (1) + i (2n+1) = i (2n+1).
Jadi, ln (-1) = i, -i, 3i, -3i,

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 29

Contoh 2.12 :
Hitunglah ln (1 i).
Jawab :
Untuk z = (1 i) =

2 ei (5/4 + 2n), n = 0, 1, 2, , Jadi, ln (1 i) = ln 2 + i (5/4 + 2n) =

0,347 ... + i (5/4 + 2n), yang bernilai jamak, bergantung pada semua nilai n.

2.10 PANGKAT DAN AKAR KOMPLEKS


Berdasarkan definisi pangkat bulat n bilangan kompleks z pada persamaan (2.5), dan
perkalian eksponensial pada persamaan (2.19a), pangkat real bulat n suatu bilangan kompleks
z dalam pernyataan eksponensial adalah:
zn = | rei |n = rn ein

(2.25)

Mengingat
| ei |n = | cos + i sin |n , dan ein = cos n + i sin n, maka untuk r =1, dari
persamaan (2.25) kita peroleh;
| cos + i sin |n = cos n + i sin n

(2.26)

yang dikenal sebagai rumus de Moiivre.

Fungsi Akar
Misalkan z adalah sebuah bilangan kompleks sehingga;
wn = z

(2.27)

Maka, seperti pada bilangan real, kita definisikan fungsi akar pangkat n dari z sebagai:
w = z1/n

(2.28)

Karena e2im = 1, untuk sembarang nilai bulat real m, maka bila argumen kita batasi
dalam selang < , variabel kompleks z dapat pula ditulis sebagai;
z = rei = rei( + 2m).
Karena itu, dari persamaan (2.27), dan persamaan (2.28), kita peroleh;
z1/n = (r1/n) ei(/n + 2m/n), m = 0, 1, 2,
= | cos (/n + 2m/n) | + i | sin (/n + 2m/n) |

(2.29)

Contoh 2.13 :
Hitunglah (1 i)4.
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 30

Jawab :
Jika z = 1 i, maka r =
z=

2 , dan = 5/4. Jadi, bentuk eksponensialnya adalah:

2 ei5/4, sehingga;
(1 i)4 = ( 2 ei5/4)4 = 4 e5i = - 4.

Contoh 2.14 :
Hitunglah keempat akar persamaan : w4 = 1.
Jawab :
Jika z = 1, maka r = 1, dan = 2n, n = 0, 1, 2,
Jadi, w = z1/4 = | ei2n | = e in/2 = cos (n/2) + i sin (n/2), untuk nilai-nilai n berikut kita
peroleh:
n = 0;

w1 = cos 0 + i sin 0 = 1

n = -1;

w2 = cos (-/2) + i sin (-/2) = - i

n = 1;

w3 = cos (/2) + i sin (/2) = i

n = -2;

w4 = cos (-) + i sin (-) = 1

n = 2;

w5 = cos + i sin = - 1

Untuk nilai-nilai n lainnya kita akan memperoleh salah satu dari keempat akar di atas.
Misalnya untuk n = -2, maka kita peroleh w5 = cos (-) + i sin (-) = -1, yang adalah sama
dengan w4. Jadi, w1 hingga w4 di atas adalah keempat yang ditanyakan.

Fungsi Pangkat Kompleks.


Sekarang kita akan mendefinisikan fungsi z c, dengan z dan c kompleks. Dengan
menggunakan definisi fungsi logaritma, kita dapat menuliskan z = eln z, maka kita definisikan
fungsi pangkat kompleks sebagai berikut:
zc = (eln z)c = e(c ln z)

(2.30)

Perhatikan!: Karena fungsi logaritma bernilai jamak, maka fungsi pangkat kompleks juga
bernilai jamak.

Contoh 2.15 :
Hitunglah ii.
Jawab :
Dari definisi: (2.30), maka:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 31

ii = e i ln i = ei (ln 1 + i/2 + i (2n)) = (e 2n) e /2


Nilai ii diberikan oleh pernyataan terakhir ini untuk n = 0, 1, 2,

2.11 FUNGSI TRIGONOMETRI DAN HIPERBOLIK KOMPLEKS


Dengan menggunakan rumus perkalian fungsi eksponensial kompleks (2.18), dan
rumus Euler (2.16), kita dapat menuliskan:
e z = e (x + iy) = ex eiy = e x (cos y + i sin y)

(2.31)

Pernyataan ini memudahkan kita untuk menghitung nilai suatu fungsi eksponensial secara
langsung tanpa menggunakan uraian deret pangkatnya. Sebagai contoh,
e2 + i = e2 (cos + i sin ) = - e2.
Dari rumus Euler (2.16), fungsi trigonometri cos q dan sin q dapat dinyatakan dalam
bentuk eksponensial yang berkaitan. Karena cos (-) = cos , dan sin (-) = - sin , maka dari
rumus Euler,
ei = cos + i sin ,

e- i = cos - i sin

Pemecahan kedua persamaan ini memberikan;

cos

e i e i
;
2

e i e i
2i

sin

(2.32)

Perluasan variabel real menjadi kompleks z, memberikan fungsi trigonometri kompleks


berikut:

cos z

e iz e iz
;
2

sin z

e iz e iz
2i

(2.33)

Perlu dicatat bahwa berbeda dari fungsi real, cos x dan sin x, nilai kedua fungsi trigonometri
kompleks ini dapat lebih besar dari pada 1. Sebagai contoh, cos z = 2. Dalam hal ini, z bernilai
kompleks, seperti diperlihatkan pada contoh (2.16) di bawah ini:
Sama halnya dengan fungsi invers trigonometri real, kita definisikan fungsi invers
trigonometri kompleks:
z = cos-1 w
-1

z = sin w

jika

w = cos z

(2.33a)

jika

w = sin z

(2.33b)

Contoh 2.16 :
Hitunglah: sin ( + i ln 3).
Jawab :
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 32

Menurut definisi (2.26):

sin ( i ln 3)

e i ( i ln 3) e i ( i ln 3)
2i

e i e ln 3 e i e ln 3

2i
Menurut definisi fungsi logaritma (2.18) dan (2.19): eln 3 = 3, dan e-ln 3 = 1/eln 3 = 1/3, sedangkan ei = cos + i sin = -1, dan e-i = 1/ ei = 1/(-1) = -1. Jadi,
sin ( i ln 3)

( 1)(1/ 3) ( 1)(3)
4
i
2i
3

dimana

1
i
i

Contoh 2.17 :
Hitunglah: z = cos-1 a.
Jawab :
Berdasarkan definisi (2.27) : z = cos-1 a, berarti cos z = a, atau

e iz e iz
a
2
Untuk memecahkannya, ambil u = e iz, sehingga dalam u, persamaan di atas menjadi:

u u 1
a
2
Perkalian dengan 2u, memberikan persamaan kuadrat:
u2 - 2au + 1 = 0
Kedua akarnya adalah:
u

atau

4a 2 4

2a

e iz a

a 2 1

a 2 1

Ambilkan logaritma kedua belah ruasnya, memberikan:

iz ln a
atau

a 2 1

z 2n i ln a

ln a

a 2 1 2ni

a 2 1

Misalkan a = 2, maka:

z 2n i ln 2 3

n 1,317i

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 33

Jika diambil z = iy, dengan y real, kita peroleh:

cos iy

e y e y e y e y
;

2
2

e y e y
e y e y
i

sin iy
2
2i

(2.35)

Kedua fungsi real di ruas kanan (2.35) didefinisikan:

cosh y

e y ey
;
2

sinh y

e y e y
2

(2.36)

yang dinamakan fungsi cosinus, dan fungsi sinus hiperbolik.


Dengan membandingkan persamaan (2.35) dan (2.36), kita peroleh hubungan:
Cosh y = cos iy,

sinh y = - i sin iy

(2.37)

Perluasan fungsi hiperbolik ini ke dalam bentuk kompleks adalah:

ez ez
cosh z
;
2

e z ez
sinh z
2

(2.36)

Sama halnya dengan fungsi invers trigonometri, kita definisikan fungsi invers
hiperbolik sebagai berikut:
z = cosh-1 w

jika w = cosh z

(2.39a)

z = sinh-1 w

jika w = sinh z

(2.39b)

Contoh 2.18 :
Buktikan, jika 0 < x < 1, maka cosh 1 x ln x x 2 1
Jawab :
Misalkan : z = cosh-1 x, maka berdasarkan definisi (2.39):

x cosh z

e z e z u u 1

2
2

dengan u = ez. Kalikan dengan u dan susunkan kembali, kita peroleh persamaan kuadrat dalam
u, adalah:
u2 - 2xu + 1 = 0
Kedua akarnya adalah:

2x 4 x2 4
u e
x
2
z

x 2 1

Karena x real, dan 0 < x < 1, maka e z real, sehingga ez > 0. Jadi, akar positiflah yang dipilih.
Ambilkan logaritma kedua belah ruas, kita peroleh:
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 34

z cosh 1 x ln x

x 2 1

2.12 PENERAPAN BILANGAN KOMPLEKS DALAM FISIKA


Fungsi kompleks sederhana yang diperkenalkan di atas memungkinkan kita
menghitung pernyataan kompleks menarik seperti: ln (-1 + i), (1 + i)i, atau sin (1 + i). Selain
menarik secara matematis, rumusan bilangan kompleks ini sangatlah membantu untuk
menyederhanakan berbagai perhitungan panjang dan rumit dari persoalan fisika tertentu.
Tentu saja, nilai besaran fisika terukur adalah real. Dan memang, nilai-nilai seperti Re (z), Im
(z), | z |, arg (z), yang semuanya adalah real, mempunyai makna fisika.
Berikut ini, kita akan meninjau dua contoh penerapan bilangan kompleks dalam fisika,
yaitu dalam permasalahan gelombang, dan rangkaian arus bolak-balik (AC).

A. Gelombang
Dalam kajian gelombang, khususnya mengenai interferensi n celah, kita harus
menjumlahkan fungsi trigonometri seperti:
sin + sin 2 + sin 3 + ... + sin n

(2.40)

dengan adalah beda fase baku. Dalam kuliah fisika dasar, kita menghitungnya dengan
menggunakan metoda fasor yang melibatkan utak-atik fungsi trigonometri yang agak panjang
dan rumit.
Akan kita lihat bahwa perhitungan jumlah (2.40) menjadi sangat mudah dengan
menggunakan teori bilangan-bilangan kompleks. Dari segi bilangan kompleks, dengan
mengingat bahwa sin adalah bagian imajiner eksponensial kompleks ei, maka jumlah (2.40)
adalah tak lain dari pada bagian imajiner jumlah eksponensial:
ei + ei2 + ei3 + ... + ein

(2.41)
i

Jumlah ini ternyata adalah suatu deret ukur dengan suku awal p = e , dan pembanding r = e ni.
Karena kita menjumlahkan n buah suku, maka menurut rumus deret pada bab I, hasilnya
adalah:
e i / 2

(1 e ni )
(1 e i )

Pernyataan ini dapat kita sederhanakan dengan menuliskan:


(1 - ei) = ei/2 (ei/2 - ei/2) = ei/2 (-2i sin /2)
BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 35

menurut (2.32).Sisipkan prnyataan ini, dan juga yang serupa untuk eni/2, ke dalam hasil
jumlah di atas, kita peroleh:
e i / 2

(1 e ni ) sin n / 2
sin n / 2
e i [( n 1) / 2 ]
i
sin / 2
(1 e ) sin / 2

Bagian imajiner memberikan pernyataan yang kita cari, yaitu:

sin [( n 1) / 2]

sin n / 2
sin / 2

B. Rangkaian Arus Bolak-Balik


Tinjau sebuah rangkaian arus bolak-balik RLC seri pada Gambar (2.3),

R
V

Gambar 2.3 Rangkaian RLC

yang diberi tegangan sumber :


V = Vo sin t

(2.42)

Dengan t adalah waktu, Vo amplitudo tegangan, frekuensi sudutnya. Maka, dalam rangkaian
RCL tersebut akan mengalir arus bolak-balik I dengan frekuensi sudut yang sama, secara
umum, bentuk arus AC ini adalah:
I = Io sin t

(2.42)

Tujuan kita berikut adalah mencari amplitudo arus Io dinyatakan dalam besaran rangkaian:
resistansi R, induktansi L, dan kapasitansi C. Metoda yang lazim kita terapkan pada kuliah
fisika dasar adalah metoda fasor.
Di sini kita akan menggunakan metoda bilangan kompleks. Menurut teori rangkaian
AC, tegangan pada ujung masing-masing komponen rangkaian memenuhi persamaan:
Tegangan total
dengan :

VR IR

V V R V L VC

(2.43)

(Hukum Ohm)

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 36

VL L

dI
dt

d VC
I

dt
C

VC

1
C

I dt

dalam fungsi kompleks : I I o sin t

(2.44)
(2.45)

sehingga dapat dituliskan:


VR R I o sin t
VL L I o cos t

VC

1
I o cos t
C

(2.46)

Jika arus rangkaian I, ditulis dalam bentuk fungsi eksponensial kompleks,


I o e i t

(2.47)

maka tegangan pada masing-masing komponen adalah:


V R R I o e it R I

VL i L I o e it i L I

VC

1
1
I o e i t
I
i C
i C

(2.48)

maka:

1
I
V V R VL VC R i L
C

(2.49)

Harga kuantitas kompleks Z adalah:

Z R i L
C

(2.50)

dengan Z adalah Impedansi kompleks, sehingga tegangan pada rangkaian arus bolak-balik
tersebut adalah dapat dituliskan:

V ZI

BILANGAN KOMPLEKS DAN PENGERTIAN FASA 37

Anda mungkin juga menyukai