Anda di halaman 1dari 25

PRODUKSI ASAM SITRAT OLEH ASPERGILLUS NIGER L-51

I. TUJUAN
Mengetahui bahwa Aspergillus niger dapat memproduksi asam sitrat
Mengetahui teknik peremajaan asam sitrat
Mengetahui cara pembuatan asam sitrat
Menghitung kadar asam sitrat yang dihasilkan
II. PERINCIAN KERJA
Melakukan peremajaan mikroorganisme
Membuat media starter
Membuat media produksi
Menghitung kadar produk
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
Gelas kimia
Erlenmeyer
Pengaduk
Hot plate
Spatula
Labu semprot
Corong
Autoklaf
Shaker incubator
Neraca analitik
Tutup Erlenmeyer
Alumunium foil
pH meter

B. Bahan
Tauge
Glukosa
KH2PO4
NH4NO3
FeSO4.7H2O
Pepton
Aquadest
Ca(OH)2
Kultur murni Aspergillus niger L-51
IV. DASAR TEORI
A.

ASAM SITRAT
Asam Sitrat diyakini ditemukan oleh alkimiawan Arab-Yemen (kelahiran
Iran) yang hidup pada abad ke-8, Jabir Ibnu Hayyan. Pada zaman pertengahan,
para ilmuwan Eropa membahas sifat asam sari buah lemon dan limau; hal
tersebut tercatat dalam Ensiklopedia Speculum Majus (Cermin Agung) dari
abad ke-13 yang dikumpulkan oleh Vincent dari Beauvais. Asam Sitrat pertama
kali diisolasi pada tahun 1784 oleh kimiawan Swedia, Carl Wilhelm Scheele,
yang mengkristalkannya dari sari buah lemon. Pembuatan Asam Sitrat skala
industri dimulai pada tahun 1860, terutama mengandalkan produksi jeruk dari
Italia. Pada tahun 1893, C. Wehmer menemukan bahwa kapang Penicillium
dapat membentuk Asam Sitrat dari gula. Namun demikian, pembuatan Asam
Sitrat dengan mikroba secara industri tidaklah nyata sampai Perang Dunia I
mengacaukan ekspor jeruk dari Italia. Pada tahun 1917, kimiawan pangan
Amerika, James Currie menemukan bahwa galur tertentu kapang Aspergillus
niger dapat menghasilkan Asam Sitrat secara efisien, dan perusahaan kimia
Pfizer memulai produksi Asam Sitrat skala industri dengan cara tersebut dua
tahun kemudian. (Wikipedia. 2008)
Di alam, asam sitrat tersebar luas sebagai bahan penyusun rasa dari
berbagai macam buah-buahan (sitrun, nenas, pear, dan lain-lain). Asam Sitrat
terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada
konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8 % bobot kering, pada jeruk lemon
dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Karena sifat-sifatnya yang

tidak beracun, dapat mengikat logam-logam berat (besi maupun bukan besi),
dan dapat menimbulkan rasa yang menarik, Asam Sitrat banyak dimanfaatkan
di dalam industri pengolahan alkyd resin. Asam Sitrat alami juga banyak
diproduksi di Sisilia, India Barat, Kalifornia, Hawaii, dan di berbagai wilayah
lainnya. Produksi asam sitrat dengan proses fermentasi diterapkan secara besarbesaran dalam skala industri oleh Jerman pada awal abad ke-20 dan sekarang
hampir 90% dari seluruh produksi Asam Sitrat di Amerika Serikat dihasilkan
dengan cara fermentasi.
Saat ini industri bioteknologi merupakan salah satu bidang yang
menunjang perekonomian di Indonesia. Bioteknologi didefinisikan sebagai
suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut penerapan
praktis organism hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa dan
manufaktur serta pengelolaan lingkungan bioteknologi memanfaatkan bakteri,
ragi, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai
konsituen berbagai proses.
Teknologi fermentasi

sebagian

besar

merupakan

teknologi

yang

menggunakan mikroorganisme baik secara seluler maupun subseluler untuk


produk makanan dan minuman seperti keju yogurt minuman alkohol asamasam organik acar sosis kecap dan lain-lain. Asam sitrat merupakan padatan
kering atau putih dengan rumus kimia C6H8O7 dan memiliki berat molekul
192,12. Senyawa ini terdapat sebagai konstituen alami dalam buah-buahan,
seperti jeruk, nanas, apel dan anggur. Asam sitrat untuk pertama kalinya
diisolasi dari sari buah jeruk oleh pada tahun 1784.
Asam sitrat yang diperoleh dengan ekstraksi ini disebut sebagai asam
sitrat alami. Pada tahun 1880, Grimoux dan aadm menemukan cara
pembuatan asam sitrat secara sintesa kimia. Jalan reaksinya didasarkan pada
reaksi antara gliserol derivate 1,3-dikloroaseton dengan sianida.
Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada buahbuahan seperti jeruk, nenas dan pear. Asam sitrat pertama kali diekstraksi dan
dikristalisasi dari buah jeruk, sehingga asam sitrat hasil ektraksi dari buahbuahan ini dikenal sebagai asam sitrat alami.

Wehner (1893) pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai


hasil sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan
Penicillium glaucum. Tahun 1917, Currie juga melaporkan bahwa Aspergillus
niger dapat menghasilkan asam sitrat pada medium pH rendah dengan kadar
gula tinggi. Sejak saat itu asam sitrat diproduksi secara komersial dengan
menggunakan kapang A. niger.
Dewasa ini telah diketahui banyak jenis kapang yang dapat menghasilkan
asam sitrat, seperti A. niger, A. awamori, A. fonsecaeus, A. luchuensis, A.
wentii, A. saitoi, A. flavus, A. clavatus, A. fumaricus, A. phoenicus, Mucor
viriformis, Ustulina vulgaris dll. Selain kapang, beberapa bakteri dan kamir
juga

dapat

memproduksi

asam

sitrat,

diantaranya:

Brevibacterium,

Corynebacterium, Arthrobacter dan Candida.


Kapang A. niger merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dan
banyak digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat,
dan beberapa enzim seperti pektinase dan amilase (Broekhuijsen et al., 1993;
Okada, 1985). A. niger mampu mensintesis asam sitrat dalam medium
fermentasi ekstraseluler dengan konsentrasi yang cukup tinggi, jika dibiakkan
dalam media yang kadar garamnya rendah dan mengandung gula sebagai
sumber karbon (Hang et al., 1977; Ji et al., 1992).
Asam sitrat (C6H8O7) banyak digunakan dalam industri terutama
industri makanan, minuman, dan obat-obatan. Kurang lebih 60% dari total
produksi asam sitrat digunakan dalam industri makanan, dan 30% digunakan
dalam industri farmasi, sedangkan sisanya digunakan dalam industri pemacu
rasa, pengawet, pencegah rusaknya rasa dan aroma, sebagai antioksidan,
pengatur pH dan sebagai pemberi kesan rasa dingin. Dalam industri makanan
dan kembang gula, asam sitrat digunakan sebgai pemacu rasa, penginversi
sukrosa, penghasil warna gelap dan penghelat ion logam. Dalam industri
farmasi asam sitrat digunakan sebgai pelarut dan pembangkit aroma,
sedangkan pada industri kosmetik digunakan sebagai antioksidan (Bizri &
Wahem, 1994).

Proses fermentasi asam sitrat dapat dilakukan dengan sistem terendam,


fermentasi kultur permukaan. Fermentasi kultur terendam dibagi dua yaitu
dilakukan pada fermentor berpengaduk dan pada air lift fermentor. Sedangkan
pada fermentasi kultur permukaan dapat menggunakan media cair maupun
media padat. Fermentasi sistem terendam lebih sulit dilakukan dibandingkan
prosedur permukaan, tetapi dapat dilakukan secara curah, proses curah
terumpani, atau sinambung. Fermentasi curah digunakan untuk substrat
glukosa, dan curah terumpani lebih layak diterapkan untuk untuk tetes tebu.
Biakan sinambung mempunyai produktivitas yang lebih tinggi (Mangunwidjaja
& Suryani, 1994).
Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jenis media, pH media, waktu fermentasi, suhu,
aerasi, dan mikroorganisme yang digunakan. Faktor yang paling menentukan
adalah media tumbuh (substrat) dan mikroorganisme yang digunakan
(Friedrich et al., 1994).
Pada umumnya hasil samping pertanian dan perkebunan seperti jerami
padi, onggok, bagas, dan kulit kakao masih mengandung lignoselulosa. Limbah
ini masih mengandung pati, protein, lemak, dan senyawa kimia lainnya.
Dengan teknologi fermentasi, hasil samping ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut
menjadi produk lain yang berguna seperti pangan, pakan ternak, pelarut
organik, asam-asam organik seperti asam sitrat dan lain-lain (Judoamidjojo et
al., 1989).
Struktur Kimia Asam Sitrat
Rumus kimia Asam Sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)COH(COOH)-CH2(COOH), struktur asam ini tercermin pada nama IUPACnya, asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman Asam Sitrat
didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam
larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Asam Sitrat


Sifat-sifat Asam Sitrat (C6H8O7)
a. Sifat Fisika
1. Berat molekul : 192 gr/mol
2. Spesific gravity : 1,54 (20C)
3. Titik lebur : 153C
4. Titik didih : 175C
5. Kelarutan dalam air : 207,7 gr/100 ml (25C)
6. Pada titik didihnya asam sitrat terurai (terdekomposisi).
7. Berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan memiliki rasa asam.
b. Sifat Kimia
1. Merupakan asam organik yang relatif kuat
Asam sitrat merupakan asam organik yang relatif kuat ditunjukkan dengan
konstanta disosiasi pertamanya, K1 sebesar 8,2 x 104 pada 180C konstanta
disosiasi ke-2 dan ke-3 berturut-turut. Asam sitrat monohidrat stabil di udara
dengan kelembaban normal, tetapi melepaskan air pada udara kering atau dalam
kondisi vakum pada asam sulfat. Pada pemanasan lambat, kristal monohidrat
melunak pada suhu sekitar 70 750C dengan kehilangan air , dan akhirnya
meleleh penuh pada rentang suhu135 152 0C. Pada pemanasan cepat kristal
meleleh pada 1000C, memadat karena berubah menjadi anhidrat dan meleleh
dengan cepat pada 1530C menjadi liquid dengan density sebesar 1,543.

Kelarutan (gr/100 ml) pada suhu 25 0C


- Kelarutan pada air 161,8
- Kelarutan pada alcohol 59,1
- Kelarutan eter 0,75
2. Sifat Peng-chelate
Asam sitrat membentuk kompleks dengan ion-ion logam divalent
menghasilkan cincin chelate. Meskipun telah ditunjukkan bahwa sifat pengchelatnya diperkuat dalam larutan basa, asam sitrat merupakan agen yang cukup kuat
untuk meng-chelate dengan ion-ion penarik elektron yang relatif kuat, seperti
Fe3+ dalam larutan asam. Sifat ini diterapkan dalam proses industri, termasuk
eliminasi atau pengendalian katalis ion logam, penghilangan produk korosi,
regenerasi resin penukar ion, recovery logam-logam berharga dan pengendapan
chelate yang tak terlarut, dekontaminasi bahan radioaktif, reaksi quenching dan
pendorong reaksi sampai selesai.
3. Reaksi biologis
Asam sitrat memegang peranan penting pada asimilasi karbohidrat dalam
jaringan tubuh hewan. Asam sitrat mengkatalisa konversi karbohidrat dalam tubuh
menjadi CO2 dan air. Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan yang diaktivasi
enzim, dimana asam sitrat memasuki reaksi tetapi nantinya diregenerasi.
4. Korosi
Dalam larutan (yang berpelarut air) asam sitrat agak korosif terhadap baja
karbon, karena itu harus digunakan bersama inhibitor yang tepat. Asam sitrat tidak
korosi terhadap stainless steel yang merupakan bahan konstruksi yang paling
sering dipakai dalam proses yang melibatkan asam sitrat.

5. Dekomposisi asam sitrat


Ketika dipanaskan sampai 1750C asam sitrat terkonversi secara parsial menjadi
aconitic acid melalui eliminasi air, dan menjadi asam asetondikarboksilat melalui
pelepasan CO2 dan air. Diatas 1750C asam sitrat membentuk distilat minyak (oil
distillate) yang mengkristal sebagai asam itakonat. Pemanasan lebih jauh
menghasilkan minyak yang tidak dapat dikristalkan, yaitu citraconic anhydride.
6. Hidrogenasi asam sitrat membentuk asam trikarballilat (tricarballylic acid)
7. Digestion asam sitrat dengan fuming sulfuric acid atau oksidasi dengan larutan
kalium permanganate menghasilkan asam aseton dikarboksilat. Diatas 350 C
oksidasinya dengan KMnO4 menghasilkan asam oksalat.
8. Dekomposisi asam sitrat membentuk asam oksalat dan asam asetat melalui
peleburan dengan KOH atau oksidasi HNO3.
(Kirk Othmer,Encyclopedi of Chemical Engineering, Vol 6, hal 152 154)
Media untuk produksi asam sitrat harus menyediakan semua kebutuhan zat
gizi mikroba, yaitu meliputi sumber karbon, nitrogen dan mineral.
a. Sumber karbon
Berbagai hasil pertanian, atau limbah pengolahan hasil pertanian dapat
digunakan sebagai sumber karbon diantaranya adalah umbi-umbian (misalnya ubi
kayu, talas dan singkong) sirup glukosa yang berasal dari pati yang dihidrolisa
dengan asam, sukrosa, molase (bai dari gula maupun bit), onggok, dedak padi atau
gandum, limbah pengolahan kopi dan limbah pengolahan nenas.
b. Sumber nitrogen dan mineral
Untuk proses fermentasi dibutuhkan sejumlah senyawa sumber nitrogen
dan mineral (baik mineral makro maupun mikro). Biasanya, mineral mikro
(tembaga,

mangan,

magnesium,besi,seng

dan

molybdenum)

tidak

perlu

ditambahkan, karena pada bahan baku sumber karbon yang dipakai untuk

produksi secara komersial, mineral tersebut sudah terdapat dalam jumlah yang
banyak. Justru kadang-kadang perlu dilakukan perlakuan pendahuluan untuk
mengurangi kandungan atau pengaruh mineral mikro yang bersifat toksik
terhadap mikroba. Misalnya pada penambahan tembaga, asam sitrat tidak akan
diproduksi. Penambahan tembaga berkoreasi positif dengan produksi asam sitrat.
Kegunaan Asam Sitrat
Penggunaan utama Asam Sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa
dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Kode Asam Sitrat
sebagai zat aditif makanan (E number) adalah E330. Sifat sitrat sebagai larutan
penyangga digunakan sebagai pengendali pH dalam larutan pembersih dalam rumah
tangga. Kemampuan Asam Sitrat untuk mengikat ion-ion logam menjadikannya
berguna sebagai bahan sabun dan deterjen. Dengan mengikat ion-ion logam pada air
sadah, Asam Sitrat akan memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan
berfungsi dengan baik tanpa penambahan zat penghilang kesadahan. Asam Sitrat juga
digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan pada alat
penghilang kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi pada
bahan penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat. Asam Sitrat dapat pula
ditambahkan pada es krim untuk menjaga terpisahnya gelembung-gelembung lemak,
dan dalam resep makanan Asam Sitrat dapat digunakan sebagai pengganti sari jeruk.
Asam Sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan
pengawasan makanan nasional dan internasional utama. (Wikipedia. 2008)

B. ASPERGILUS NIGER
Aspergilus niger merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen,
mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini
biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan.
Koloninya berwarna putih pada Agar Dekstrosa Kentang (PDA) 25 C dan
berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dari A. niger
berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih
longgar seiring dengan bertambahnya umur.

Habitat Aspergillus Niger


A. niger dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 C, dengan suhu minimum

6-8 C, dan suhu maksimum 45-47 C. Selain itu, dalam proses pertumbuhannya
fungi ini memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). A. niger memiliki warna
dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna
coklat gelap sampai hitam.
2

Metabolisme Aspergilus Niger


Dalam metabolismenya A. niger dapat menghasilkan asam sitrat sehinga

fungi ini banyak digunakan sebagai model fermentasi karena fungi ini tidak
menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger dapat tumbuh
dengan cepat, oleh karena itu A. niger banyak digunakan secara komersial dalam
produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan berapa enzim seperti amilase,
pektinase, amiloglukosidase, dan selulase.
Selain itu, A. niger juga menghasilkan gallic acid yang merupakan
senyawa fenolik yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan juga dapat
menjadi substrat untuk memproduksi senyawa antioksidan dalam industri
makanan.
A. niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat
makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat
disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks
harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan
beberapa enzim ekstra seluler seperti protease, amilase, mananase, dan glaktosidase. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk
aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel, dan mobilitas sel.

Gambar: Aspergillus niger

* Mikrograf dari A. niger yang ditumbuhkan pada medium Sabouraud agar


dengan perbesaran 100x.
Klasifikasi ilmiah:
Domain:
Kerajaan:
Filum:
Upafilum
:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:

Eukaryota
Fungi
Ascomycota
Pezizomycotina
Eurotiomycetes
Eurotiales
Trichocomaceae
Aspergillus
A. niger

C. METODE FERMENTASI
a. Pembuatan inokulum dan starter
Untuk fermentasi media padat dan fermentasi dangkal dibutuhkn
inokulum berupa suspensi spora. Inokulum ini dibiakkan pada substrat padat suhu
250C dengan masa inkubasi 10 14 hari pada kondisi aerobic.
b. Proses fermentasi
Proses fermentasi dapat dilakukan dengan fermentasi kultur terendam
atau fermentasi kultur permukaan. Fermentasi kultur terendam terbagi dua yaitu
dilakukan pada fermentor berpengaduk (stirrer pengaduk) dan pada air lift
fermentor. Sedangkan fermentasi kultur permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan media cair maupun media padat.
1. Fermentasi permukaan pada media padat
Fermentasi ini menggunakan media padat dari limbah pengolahan hasil
pertanian, seperti onggok, dedak padi, dedak gandum, pulp tebu dan limbah
pengolahan nenas. Pada fermentasi ini, mikroba kurang sensitife terhadap
tingginya konsentrasi mineral mikro.

2. Fermentasi permukaan pada media cair


Fermentasi ini menggunakan media cair pada wadah dangkal (tidak
terlalu dalam) sehingga memperluas bidang kontak antara media dengan oksigen
di udara.
3. Fermentasi kultur terendam
Saat ini sebagian besar (80%) produksi asam sitrat berasal dari
fermentasi kultur terndam. Fermentasi ini menggunakan paralatan yang lebih
canggih dengan kebutuhan energi yang lebih banyak, tapi lebih sedikit
memerlukan lahan dan tenaga kerja.
Pada proses fermentasi ini, sumber gula yang digunakan adalah sukrosa.
Sukrosa akan dipecah menjadi fruktosa dan glukosa. Menurut Kubicek dan Rohr
(1989) sukrosa baik untuk dijadikan sebagai sumber glukosa oleh A. niger karena
memiliki ikatan intervase mycelium ekstraselular yang kuat dan aktif pada pH
rendah sehingga hidrolisis sukrosa relatif lebih cepat. Gupta et al. (1976), Hossain
et al. (1984) dan Xu et al. (1989) melaporkan keunggulan penggunaan sukrosa
dari pada glukosa dan fruktosa pada proses fermentasi asam sitrat.
Produksi menurut kultur permukaan
Pemilihan media fermentasi yang tepat adalah factor yang paling kritis
dalam produksi asam sitrat. Dalam hal ini diperlukan defisiensi nutrsional logamlogam dan fosfat. Meskipun ini harus sedikit defisien dalam unsure fosfat atau
satu atau lebih unsure logamnya, yakni mangan, besi, seng dan mungkin tembaga.
Beberapa factor sangat menentukan persiapan media. Faktor-faktor
tersebut adalah kandungan gula, garam organic, pH, nisbah luas permukaan
terhadap volume, ketersediaan oksigen dan suhu media.
1. Kandungan gula

Umumnya konsentrasi gula yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan hasil


yang banyak. Larutan dengan konsentrasi 14-20 % dapat dipergunakan. Substitusi
parsial terhadap sukrosa dan fruktosa atau glukosa, yang menghasilkan
konsentrasi gula 1-5 % (diluar total 14 %) akan menghasilkan asam sitrat yang
lebih sedkkit bila dibandingkan dengan media yang hanya mengandung sukrosa.
Hidrolisa parsial selama sterilisasi juga menurunkan hasil asam sitrat.
2. Garam-garam anorganik
Selain karbon, hydrogen dan oksigen yang berasal dari karbohidrat
diperlukan juga nitrogen, kalium, fosfor, belerang dan magnesium untuk media
fermentasi.
3. Keasaman (pH)
Kemantapan pH adalah factor yang terpenting dalam proses fermentasi.
Garam-garam anorganik dan pH sangat berpengaruh terhadap prporsi asam sitrat
dan oksalat yang dihasilkan. Jadi pH dan garam anorganik harus demikian hingga
produksi asam sitrat tinggi dan sebaliknya asam oksalat ditekan serendah
mungkin.
Penggunaan pH rendah banyak menguntungkan yakni hasil asam sitrat yang
tinggi, pembentukan asam oksalat tertekan dan bahaya kontaminasi minimum.
4. Nisbah luas permukaan terhadap volume media
Dalam fermentasi asam sitrat konversi gula menjadi asam sitrat dilakukan
oleh enzim-enzim intrasel dan berlangsung dalam sel yang membentuk suatu
lapisan miselium. Gula masuk ke dalam sel-sel secara osmosis, sedangkan asam
keluar dengan cara difusi. Laju awal proses enzimatik dan difusi akan menentukan
beberapa lama fermentasi berlangsung.

5. Suplai oksigen
Suplai oksigen (melalui udara) yang terlalu banyak justru akan menurunkan
rendemen. Kadang-kadang justru rendemen akhir fermentasi dengan suplai udara
khusus sama saja dengan rendemen akhir fermentasi tanpa suplai udara. Tetapi
suplai udara yang terlalu sedikit juga berakibat tidak baik terhadap asam sitrat.
6. Suhu
Suhu yang tepat tergantung pada organisme dan kondisi fermentasi.
Biasanya fermentasi dilakukan pada suhu 25 35 0C. Doelgar dan Prescott
menegaskan bahwa 26 - 28

C adalah suhu yang paling optimum. Mereka

menyatakan bahwa jumlah asam sitrat yang dihasilkan akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu dari 8 28 0C. Diatas 30 0C produksi asam sitrat akan
menurun dan produksi asam oksalat justru akan meningkat. Aspergillus niger pada
suhu inkubasi menghasilkan kalsium sitrat sebanyak 25 30 gram dari 200 gram
molase yang mengalami dua hari fermentasi. selain itu juga dihasilkan kalsium
glukonat.
D. MEKANISME PEMBENTUKAN ASAM SITRAT
Asam sitrat merupakan senyawa antara pada siklus kreb (siklus asam
trikarboksilat). Lintasan reaksi katabolik yang mendahului pembentukan asam
sitrat ini diantaranya adalah lintasan glikolisis dan lintasan Entner-Doudoroff yang
menyediakan senyawa antara asam piruvat yang merupakan senyawa kunci dalam
metabolisme sel. Sebagian besar (80%) dari glukosa diubah menjadi piruvat
melalui lintasan glikolisis. Piruvat akan mengalami dekarboksilasi dan berikatan
dengan koenzim-A membentuk asetil-CoA dan selanjutnya masuk kedalam siklus
krebs untuk bergabung dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat. Piruvat juga
bisa langsung masuk ke siklus krebs dengan bantuan enzim piruvat karboksilase
yang mengubah piruvat menjadi oksaloasetat.

Gambar: Skema reaksi metabolik dalam produksi asam sitrat

Mekanisme pembentukan asam sitrat dapat dilihat pada gambar di atas.


Langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A oksaloasetat

untuk membentuk asam sitrat. Pertama-tama, asetil ko-A hasil dari reaksi antara
(dekarboksilasi oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan asam
oksaloasetat membentuk asam sitrat. Setelah "mengantar" asetil masuk ke dalam
siklus Krebs, ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus. Kemudian,
asam sitrat mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air sehingga
terbentuk asam isositrat.
Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi dengan melepas ion H+, yang
kemudian mereduksi NAD+ menjadi NADH, dan melepaskan satu molekul CO2
dan membentuk asam a-ketoglutarat (baca: asam alpha ketoglutarat). Setelah itu,
asam a-ketoglutarat kembali melepaskan satu molekul CO2, dan teroksidasi
dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali mereduksi NAD+ menjadi NADH.
Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan tambahan satu ko-A dan membentuk
suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A, molekul ko-A kembali
meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat. Pelepasan ko-A dan
perubahan suksinil ko-A menjadi asam suksinat menghasilkan cukup energi untuk
menggabungkan satu molekul ADP dan satu gugus fosfat anorganik menjadi satu
molekul ATP. Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan dua
ion H+, yang kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan
terbentuklah asam fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam
fumarat dan menyebabkan perubahan susunan (ikatan) substrat pada asam
fumarat, karena itu asam fumarat berubah menjadi asam malat.
Terakhir, asam malat mengalami oksidasi dan kembali melepaskan satu
ion H+, yang kemudian diterima oleh NAD+ dan membentuk NADH, dan asam
oksaloasetat kembali terbentuk. Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali
mengikat asetil ko-A dan kembali menjalani siklus Krebs.
Pada A. niger, fosfoenol piruvat dapat diubah langsung menjadi
oksaloasetat (tanpa melalui piruvat) oleh enzim fosfoenol piruvat karboksilase.
Reaksi tersebut membutuhkan ATP sebagai sumber energi, Mg2+, atau Mn2+, dan
K+, atau NH4+.

Judoamidjojo dan Darwis (1992) menyatakan bahwa apabila sumber


karbon bukan glukosa, misalnya asam asetat, atau senyawa alifatik berantai
panjang (C9 C23), maka isositrat liase akan terinduksi sehingga dengan asam
isositrat diubah menjadi glioksilat, selanjutnya glioksilat diubah menjadi malat
oleh sintetase. Bila glukosa ditambahkan siklus tersebut akan terhambat.
Pada pembentukan asam sitrat dalam proses fermentasi dibatasi oleh
ketersediaan beberapa unsur kelumit (P, Mn, Zn). Peranan ion logam dalam proses
ini belum diketahui secara menyeluruh. Nilai pH optimum sekitar 1,72,0. Jika
pH lebih tinggi (alkalis) menyebabkan pembentukan asam asam oksalat dan
glukonat dalam jumlah banyak. Karenanya pengendalian kondisi proses secara
cermat merupakan prasyarat untuk mempertahankan keteraturan metabolik dan
mendukung pembentukan asam sitrat yang lebih banyak. Kondisi yang sesuai
tersebut memungkinkan stimulasi glikolisis untuk penyediaan aliran karbon yang
tidak terbatas ke dalam metabolisme antara. Akumulasi sitrat selanjutnya
tergantung pada pemasokan oksaloasetat (Mangunwidjaja & Suryani 1994).
Mangunwidjaja & Suryani (1994) juga menjelaskan bahwa kekurangan
mangan akan menurunkan aktivitas enzim dalam siklus asam trikarboksilat yang
diikuti oleh penurunan anabolisme. Gangguan metabolisme ini menyebabkan
perbedaan

tingkat

ion

amonium

intraselluler

yang

dapat

membantu

menghilangkan penghambatan enzim fosfofruktose oleh sitrat. Mangan juga


terlibat dalam biokimia permukaan sel dan morfologi hifa. Kebutuhan oksigen
yang tinggi memungkinkan reoksidasi sitoplasma NADH tanpa pembentukan ATP
dan melibatkan suatu cabang respirasi alternatif yang berbeda dari rantai respirasi
normal.

V. PROSEDUR KERJA
a. Peremajaan Mikroba
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Alat yang digunakan disterilkan dan disimpan didalam ent case.
3. Agar miring yang berisi Aspergillus niger diambil dengan
menggunakan jarum ose.
4. Kemudian digores pada agar miring yang baru (inokulum).
5. Setelah itu ditutup dengan kapas dan aluminium foil.
6. Di beri label dan disimpan selama 1 minggu pada tempat bersuhu
ruang dan teduh.
b. Membuat Media Starter
1. Ditimbang taoge sebanyak 10 dan 20 gram dengan menggunakan
neraca analitik lalu dimasukkan kedalam gelas kimia.
2. Kemudian ditambahkan air sebanyak 100 ml pada taoge 10 gram
dan 200 ml pada taoge 20 gram, lalu dipanaskan diatas hot plate.
3. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain kasa dan
dimasukkan kedalam gelas kimia lain.
4. Setelah itu, ditimbang FeSO4.7H2O, glukosa, KH2PO4, NH4NO3 dan
pepton dengan komposisi sebagai berikut :
Starter I
Taoge 10 g dalam 100 ml
0,001 g FeSO4.7H2O
5 g glukosa
0,1 g KH2PO4
0,5 g NH4NO3
0,3 g pepton

Starter II
Taoge 20 g dalam 200 ml
0,002 g FeSO4.7H2O
10 g glukosa
0,2 g KH2PO4
1 g NH4NO3
0,6 g pepton

5. Kemudian bahan diatas dicampur kedalam ekstrak taoge yang


dipanaskan di atas hot plate dan diaduk secara kontinyu sampai larut.
6. Selanjutnya dimasukkan kedalam kedua erlenmeyer sebanyak
masing masing 100 ml.
7. Ditutup kedua erlenmeyer dengan kapas dan kain kasa serta dilapisi
dengan aluminium foil.
8. Disterilkan media (kedua erlenmeyer) kedalam autoklaf.
9. Setelah selesai disterilkan, media starter dimasukkan ke dalam ent
case bersama dengan hasil peremajaan.
10. Saat media starter dalam keadaan hangat, ke dalam agar miring yang
berisi Aspergillus niger dituangkan beberapa ml starter.

11. Selanjutnya agar miring tersebut digores hingga seluruh Aspergillus


terpisah dari agar miring dan dituangkan kembali ke dalam media
starter.
12. Media ditutup dengan kapas yang dibalut dengan kain kasa.
13. Kemudian dimasukkan di dalam shaker inkubator dan didiamkan
selama 2 hari.
c. Membuat Media Produksi
1. Disiapkan 1 buah gelas kimia.
2. Ditimbang taoge sebanyak 50 gram dengan menggunakan neraca
analitik lalu dimasukkan kedalam gelas kimia.
3. Kemudian ditambahkan air sebanyak 500 ml dan dipanaskan diatas
hot plate.
4. Selanjutnya

disaring

dengan

menggunakan

kain

kasa

dan

dimasukkan kedalam gelas kimia lain.


5. Ditimbang bahan berikut dengan menggunakan neraca analitik.

Taoge 50 g dalam 500 ml


0,005 g FeSO4.7H2O
50 g glukosa
0,5 g KH2PO4
2,5 g NH4NO3
1,5 g pepton
6. Kemudian bahan diatas dicampur kedalam ekstrak taoge yang dipanaskan
di atas hot plate dan diaduk secara kontinyu sampai larut.
7. Selanjutnya dimasukkan kedalam tiga erlenmeyer sebanyak masing
masing 150 ml.
8. Ditutup kedua erlenmeyer dengan kapas dan kain kasa serta dilapisi
dengan aluminium foil.
9. Disterilkan media ketiga erlenmeyer dan kedalam autoklaf.
10. Dipipet starter yang mengandung banyak mikroorganisme sebanyak
10 ml(10%), 15 ml (15%), dan 20 ml (20%) dan dimasukkan
kedalam ketiga media produksi dengan menggunakan gelas ukur
yang telah disterilkan.
11. Di shaker kedua erlenmeyer (media poduksi) selama 6 hari.
d. Uji Kualititatif

1. Sampel media produksi 10%, 20%, dan 30% dicentrifugasi selama


15 menit.
2. Diambil 20 ml supernatant, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
3. Ketiga erlenmeyer masing-masing ditambahkan Ca(OH)2

jenuh

hingga pH 6.
4. Didiamkan selama 1 hari (apakah terbentuk endapan putih berarti
mengandung sitrat).
5. Catatan : supernatant yang tersisa disimpan dalam botol You C 1000.
e. Uji Kuantitatif
1. Sampel yang tidak ditambahkan Ca(OH)2 (dalam botol You C 100)
dipindahkan kedalam erlenmeyer.
2. Masing-masing setiap sampel ditambahkan 3 tetes indicator PP.
3. Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna dari bening menjadi
merah muda.
VI. DATA PENGAMATAN
1. Pembuatan Starter
Starter I
Taoge 10 g dalam 100 ml
0,001 g FeSO4.7H2O
5 g glukosa
0,1 g KH2PO4
0,5 g NH4NO3
0,3 g pepton

Starter II
Taoge 20 g dalam 200 ml
0,002 g FeSO4.7H2O
10 g glukosa
0,2 g KH2PO4
1 g NH4NO3
0,6 g pepton

2. Pembuatan Media Produksi


Taoge 50 g dalam 500 ml
0,005 g FeSO4.7H2O
50 g glukosa
0,5 g KH2PO4
2,5 g NH4NO3
1,5 g pepton
3. Hasil Titrasi
Konsentrasi
(starter yang ditambahkan)

Volume NaOH 0,1 N


Tanpa Ca(OH)2
Dengan Ca(OH)2

10%
15%
20%
VII.

17,2 ml
19,2 ml
9,7 ml

10 ml
11,9 ml
5,4 ml

PERHITUNGAN
Konsentrasi Asam Sitrat yang tanpa penambahan Ca(OH)2 untuk starter
10%
VINI = V2N2

N2

V2

VINI

20 ml

17,2 ml x 0,1 N

= 0,086 N
M

x BJ x 1000
BM

BJ x 1000

M x BM

0,086 N x 192 g/mol


g
ml
1,665
x 1000
ml
l

x 100 %

= 0,99 %
Dengan menggunakan cara yang sama seperti di atas, diperoleh :
Konsentrasi (starter
yang ditambahkan)

N2

Tanpa
Ca(OH)2

Dengan
Ca(OH)2

Tanpa
Ca(OH)2

Dengan
Ca(OH)2

10%

0,086 N

0,05 N

0,99%

0,576%

15%

0,096 N

0,0595 N

1,10%

0,686%

20%

0,0485 N

0,027 N

0,559%

0,311%

VIII.

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu produksi asam sitrat dengan menggunakan
mikroorganisme Aspergillus niger L-51. Asam sitrat merupakan padatan
kering atau putih dengan rumus kimia C6H8O7 dan memiliki berat molekul
192 g/mol. Senyawa ini terdapat sebagai konstituen alami dalam buahbuahan, seperti jeruk, nanas, apel dan anggur. Kapang A. niger merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan banyak digunakan secara
komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan beberapa enzim
seperti pektinase dan amylase. A. niger mampu mensintesis asam sitrat
dalam medium fermentasi ekstraseluler dengan konsentrasi yang cukup
tinggi, jika dibiakkan dalam media yang kadar garamnya rendah dan
mengandung gula sebagai sumber karbon.
Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan dua media starter
dengan komposisi masing-masing yang berbeda. Tujuan pembuatan media
starter yaitu agar Aspergillus niger yang telah disimpan sebagai kultur stok
dalam suhu rendah untuk periode relative lama mampu beradaptasi dengan
kondisi pertumbuhan baru pada suu kamar dalam media cair. Dalam media
starter ini terdapat FeSO4.7H2O, glukosa, KH2PO4, NH4NO3 dan pepton.
Dimana dalam media untuk produksi asam sitrat harus
menyediakan semua zat gizi mikroba, yang meliputi sumber karbon,
nitrogen, dan mineral seperti kalium, fosfor, belerang dan magnesium
untuk pertumbuhan Apergillus niger itu sendiri. Dalam hal ini glukosa
mempunyai manfaat sebagai sumber karbon pada proses fermentasi.
Medium ekstrak tauge memiliki manfaat sebagai penyedia sumber nutrisi
yang mengandung nitrogen. Nitrogen mempengaruhi pembentukan asam
sitrat karena nitogen tidak ana penting untuk laju metabolit dalam sel
tetapi juga bagi pembentukan protein sel. Pada saat tauge dipanaskan,
terjadi hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang
lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Medium pepton juga sebagai
sumber nitrogen, banyak senyawa nitrogen sederhana yang terkandung
dalam pepton, sehingga mudah dilepas unsur nitrogennya. Selain itu,

protein juga diperoleh dari pepton. Kemudian NH4NO3 memiliki manfaat


sebagai pentedia sumber nitrogen dan juga pembuat kondisi asam yang
dibutuhkan oleh Aspergillus niger, sedangkan media KH2PO4 memiliki
manfaat sebagai penyedia sumber fosfat. Digunakan Aspergillus niger L51 yang berfungsi sebagai biokatalisator dimulai dengan membuat media
inokulum dengan menggunakan glukosa, KH2PO4, NH4NO3, pepton dan
FeSO4.7H2O. Setelah di shaker selama 48 jam terdapat bulatan-bulatan
kecil atau miselium yang berwarna putih. Kemudian media inokulum
tersebut dimasukkan ke dalam media produksi. Usahakan miselium
tersebut juga dimasukkan ke dalam media produksi. Kemudian dishaker
selama 6 hari. Pada dinding erlenmeyer terdapat kapang yang berwarna
kehitaman. Hasil fermentasi tersebut disaring dengan menggunakan
centrifuge dan ditambahkan Ca(OH)2 sehingga terbentuk endapan putih.
Hal ini menandakan bahwa terdapat asam sitrat.
Inkubator shaker diperlukan untuk menjaga bakteri dan media
agar selama fase pertumbuhannya dan masa perombakan karbonnya dapat
terjadi secara baik tanpa adanya tumpukan, dan biasa untuk mereaksikan
sesuatu

faktor

pengadukan/

penggoyangan

medium

akan

dapat

mempercepat terbentuknya hasi atau dengan kata lain kita akan


mendapatkan hasil yang lebih optimal lagi.
Dari perhitungan pada analisis kuantitatif, diperoleh kadar asam
sitrat yaitu 0,99% yang paling tinggi yaitu pada konsentrasi enzim 15%,
baik dengan penambahan Ca(OH)2 maupun tanpa penambahan Ca(OH)2.

IX.

KESIMPULAN

Asam sitrat dapat diproduksi dari Aspergillus niger dengan beberapa


Konsentrasi (starter
yang ditambahkan)

tahap

yaitu

Tanpa
Ca(OH)2

Dengan
Ca(OH)2

pembuatan

10%

0,99%

0,576%

media

15%

1,10%

0,686%

fermentasi

media starter,

atau
20%

0,559%

0,311%

media

produksi, dan

analisis hasil, dimana terbentuknya asam sitrat dapat diketahui


dengan adanya endapan puti setelah penambahan Ca(OH)2.

X.

Kadar asam sitrat yang dihasilkan :

DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktikum Teknologi Bioproses, Politeknik Negeri Ujung
Pandang, 2005.
Tim Penyusun, Teknologi Bioproses, Jurusan Teknik Kimia, Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
Tim Penyusun, Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium Teknologi
Bioproses, Jurusan Teknik Kimia PNUP.

Anda mungkin juga menyukai