Anda di halaman 1dari 30

BETON PRATEGANG

YOSHUA
3MRK1
1441320125

POLITEKNIK NEGERI MALANG


2016

Sejarah Perkembangan Beton Prategang


Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan,
tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik. Beton tidak
selamanya bekerja secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton
bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang
retak dibagian yang tertarik tidak bekerja efektif
dan hanya merupakan beban mati yang tidak
bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak
dapatnya

diciptakan

srtuktur-struktur

beton

bertulang dengan bentang yang panjang secara


ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang
tidak efektif. Disampimg itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi
struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan
sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi
struktur.
Untuk mengatasi hal tersebut pada tahun 1886

PH. Jackson dari California,

Amerika Serikat mencoba menerapkan sistem beton prategang saat membuat konstruksi
pelat atap. Kemudian pada tahun 1888, CEW Doehring mendapatkan hak paten untuk
penegangan pelat beton dengan kawat baja. Tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam
waktu yang singkat menjadi hilang, karena rendahnya mutu dan kekuatan baja.

Untuk mengatasi hilangnya gaya prategang dalam waktu singkat, G.R. Steiner pada
tahun 1908 mengusulkan untuk melakukan penegangan kembali (USA). Sedangkan J.
Mandl dan M. Koenen dari Jerman, menyelidiki identitas dan besar kehilangan gaya

prategang. Pada tahun 1928, Eugene Freyssinet seorang Insinyur dari Perancis berhasil
menemukan pentingnya kehilangan gaya prategang dan usaha untuk mengatasinya. Dan
ia berhasil memberikan pratekan terhadap struktur beton sehingga dimungkinkan untuk
membuat desain dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif panjang.
Kesulitan kemudian timbul dalam perhitungan struktur statis tak tentu, karena
pemberian pratekan menimbulkan gaya tambahan yang sulit diperhitungkan. Pada 1951
Yves Guyon berhasil memberikan solusi atas masalah tersebut. Perkembangan beton
pratekan berlanjut dengan dikemukakannya Load Balancing Theory oleh Tung Yen Lin
pada 1963. Teori tersebut telah mendorong perkembangan penggunaan beton pratekan
yang sangat pesat. P.W. Abeles dari Inggris kemudian memperkenalkan penggunaan
partial prestressing yang mengijinkan tegangan tarik terbatas pada beton.
Bangunan pertama yang dibangun dengan sistem beton prategang adalah jembatan
Walnut Lane Bridge di Philadelphia dengan bentang 47 m, pada tahun 1940/1950.
Sekarang telah banyak dikembangkan sistem dan teknik prategang. Dan beton prategang
sekarang telah diterima dan banyak dipakai, setelah melalui banyak penyempurnaan
hampir pada setiap elemen struktur ataupun sistem bangunan. Dengan beton prategang
dapat dibuat bentang yang besar tetapi langsing.

PENGERTIAN BETON PRATEGANG

Pengertian beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut:


a. Menurut PBI 1971
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangantegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa
hingga tegangan-tegangan akibat beton - beton dapat dinetralkan sampai suatu
taraf yang diinginkan.
b. Menurut Draft Konsensus Pedoman Beton 1998
Beton prategang adalah beton bertulang yang dimana telah diberikan
tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat
pemberian beban yang bekerja.
c. Menurut ACI
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan
besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas
tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Dapat ditambahkan bahwa beton prategang, dalam arti seluas-luasnya,
dapat juga termasuk keadaan (kasus) dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan
oleh regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu, seperti pada
konstruksi yang melengkung (busur).

Type Beton Prategang

Dalam C.E.B. (Comite Europeen du Beton) ditentukan tiga kelas beton


prategang, yaitu :
Kelas 1 : seluruh bagian konstruksi dalam tegangan tekan pada beban kerja.
Kelas 2: konstruksi monolit yang memperkenankan adanya tegangan tarik yang
terbatas, tapi tidak boleh terlihat retak pada beban kerja.
Kelas 3: boleh terjadi retak rambut pada beban kerja, tapi besarnya
lendutandibatasi.
Kelas 2A: adalah sub kelas yang merupakan kombinasi dari dua kelas, yaitu
kelas 1 pada beban kerja yang terdiri dari beban tetap dan beban hidup, tetapi
juga seperti kelas 3 pada beban ekstrim. Karena sifat dari beton
prategang, retak rambut akan menutup kembali pada beban kerja yang biasa.
Sistem desain ini sesuai dengan anggapan faktor keamanan itu adalah terhadap
beban yang ekstrim. Maka desain untuk beban kerja biasa disesuaikan dengan
persyaratan beton kelas 1, dan untuk beban ekstrim pada beton kelas3.Dalam hal ini kelas 1
juga disebut : fully prestressed.
Kondisi beban batas yang diminta untuk ketiga kelas adalah sama, tapi syarat gaya
prategang efektif tergantung pada pembebanan.
CEB/FIP Recommendations membagi dalam 4 kelas :
Kelas 1 dan 2 : tidak boleh ada retakan, tetapi pada kelas 2 diperbolehkan retak
yang halus sekali; kelas 1 dalam keadaan tertekan pada beban kerja.
Kelas 3 dan 4 terjadi retakan pada beban kerja.
Kelas 3 disebut : Prestressed Reinforced Concrete. Kelas 4 adalah beton bertulang.
Kelas 2A seperti pada skema adalah yang paling ideal, sebab merupakan kondisi kelas
1 pada beban kerja selama berdirinya bangunan, retak sementara terjadi karena beban
kelebihan selama masa yang pendek.

SISTEM PEMBERIAN GAYA PRATEGANG


Secara umum, sistem pemberian gaya prategang pada beton ada 2 metoda, yaitu :

1. Pratarik (pra-tension), dimana tendon ditarik sebelum beton dicor


2. Pasca tarik (post-tension), dimana tendon ditarik setelah beton dicor
1. Metoda Pratarik (Pra-tension)
Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pratarik (pre-tension) didefinisikan
dengan memberikan prategang pada beton dimana tendon ditarik untuk ditegangkan
sebelum dilakukan pengecoran adukan beton ke dalam bekisting yang telah disiapkan.
Pelaksanaan cara pratarik ini, umumnya dilakukan pada suatu tempat khusus di lapangan
pencetakan (casting yard). Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai
berikut :
1. Pertama-tama tendon dipasang memanjang di antara dua jangkar di tempat
pengecoran mengikuti pola tertentu sesuai dengan perhitungan seperti yang terlihat
pada Gambar III.1.a. Tendon tersebut kemudian ditarik hingga mencapai nilai
tegangan tarik (fsi) tidak lebih besar dari 85% kuat tarik ultimitnya (fpu) dan tidak lebih
dari 94% kuat lelehnya (fpy). Kemudian, tendon dalam keadaan tertarik tersebut di
angkur kuat-kuat pada kedua ujungnya sedemikian rupa sehingga gaya tarik tetap
tertahan pada tendon tersebut.
2. Apabila bekisting belum dipasang di tempatnya, segera dipasang mengitari beton
sesuai dengan bentuk komponen yang direncanakan. Kemudian, dilakukan
pengecoran adukan beton ke dalam bekisting berisi tendon dalam keadaan tertarik
dan dilanjutkan dengan pekerjaan perawatan pengerasan beton.
Dalam pelaksanaannya harus disertai upaya pengendalian keamanan dan kualitas
pekerjaan mengingat resiko bahaya kecelakaan yang dihadapi, termasuk pelaksanaan
perawatan pengerasan beton yang harus dijaga sebaik mungkin, sedemikian rupa
sehingga didapat hasil akhir berupa beton mutu tinggi yang melekat dengan baik pada
tendon yang sudah ditegangkan (ditarik). Lihat Gambar III.1.b
'
3. Apabila beton telah mencapai kekerasan dan kekuatan f c tertentu, yang memerlukan

waktu 24 jam, tendon dipotong di tempat penjangkarannya. Karena tendon terekat


kuat dengan beton, maka seketika setelah dipotong atau dilepas pada angkurnya akan

terjadi pelimpahan gaya prategang tinggi (To) kepada beton, seperti tampak pada
Gambar III.1.c.
Gaya prategang mengakibatkan beton cenderung memendek apabila letak tendon
sentris terhadap penampang, atau melengkung akibat desakan apabila letak tendon
tidak sentris. Tegangan-tegangan yang timbul sesaat setelah tendon dipotong dari
angkurnya disebut sebagai tegangan pada saat transfer (pelimpahan tegangan).
Dengan diputusnya tendon dan berlangsung pelimpahan tegangan, beban mati (berat
sendiri) diperhitungkan bekerja serentak bersamaan dengan gaya prategang. Keadaan
tersebut diilustrasikan pada Gambar III.1.d yang merupakan keadaan tegangan paling
kritis yang timbul sesaat setelah berlangsung pelimpahan, tetapi sebelum terjadi
kehilangan gaya prategang.
Untuk keadaan bersifat sementara ini, SNI-03 memberikan batasan tegangan tarik di
bagian atas balok tidak melampui

1
4

f ci' (sekitar 40% kuat tarik) dan tegangan tekan

di bagian tepi bawah tidak melebihi 0.6 f ci' . Apabila tegangan tarik terhitung
melampui nilai tersebut, harus dipasang tulangan tambahan (nonprategang atau
prategang) di daerah tarik untuk memikul gaya tarik total dalam beton yang dihitung
berdasarkan asumsi penampang utuh.
4. Setelah cukup kuat dan sesuai persyaratan, komponen prategang dapat dilepas dan
diangkat dari cetakannya untuk dipindahkan ke lapangan penyimpanan sehingga
tempat pencetakan dapat dipakai untuk proses prategang berikutnya.

a. Tendon ditarik di antara dua angkur

b. Bekisting dipasang dan adukan beton dicor di dalamnya

c. Tendon dipotong dan gaya tekan dilimpahkan kepada beton

d. Kombinasi beban mati dan prategang

e. Kombinasi beban mati, beban hidup, setelah kehilangan gaya prategang


Gambar III.1. Komponen Struktur Pratarik

Setelah proses hilangnya gaya prategang berlangsung (Gambar III.1.e), pada tahap
pelayanan beban kerja tersusun suatu kombinasi beban mati, beban hidup dan gaya

prategang. SNI-03 memberikan batasan tegangan tarik pada bagian tepi bawah balok
tidak boleh melebihi

1
2

f c' , sedangkan tegangan tekan pada bagian tepi atas tidak

'
melebihi 0.45 f c . Nilai tegangan tarik ijin tersebut diambil hanya sedikit di bawah nilai

modulus runtuh beton normal, yaitu f r 0.7

f c'

, karena kemungkinan bahaya retak

atau tekuk secara tiba-tiba di daerah tersebut hanya kecil karena umumnya posisi tendon
berada di dekat serat bawah.
2. Metoda Pasca Tarik (Post-Tension)
Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pasca tarik (post-tension) didefinisikan
sebagai cara memberikan prategang pada beton, dimana tendon baru ditarik setelah
betonnya dicetak terlebih dahulu dan mempunyai cukup kekerasan untuk menahan
tegangan sesuai dengan yang dinginkan. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :
1. Bekisting beton dipasang di tempat yang sesuai dengan rencana letak komponen
struktur dengan sekaligus dipasangi pipa selongsong lentur yang dibuat dari plastik
atau metal, yang akan menyelubungi tendon. Pipa selongsong tendon diletakkan di
dalam bekisting dengan posisinya diatur dan ditahan untuk membentuk pola tertentu
sesuai dengan momen perlawanan yang direncanakan.
2. Kemudian adukan beton dicor ke dalam bekisting dengan menjaga agar pipa
selongsong tendon tetap kokoh pada posisinya dan tidak kemasukan adukan,
kemudian dilakukan perawatan pengerasan beton secukupnya sampai mencapai
kekuatan tertentu.
3. Selanjutnya, tendon dimasukkan ke dalam pipa selongsong yang sudah disiapkan ke
dalam beton. Pada cara lain, ada juga yang menempatkan pipa selongsong lengkap
dengan tendon di dalam bekisting sebelum dilakukan pengecoran adukan beton.
4. Tendon ditarik dengan menggunakan jacking di satu ujung dan angkur mati atau plat
penahan pada ujung lainnya. Kadang-kadang angkur mati atau plat penahan sudah
disiapkan dipasang tertanam pada ujung komponen.

Fungsi angkur digabungkan dengan cara-cara yang mencengkram tendon agar tidak
terjadi slip (penggelinciran) dalam rangka upaya agar beban atau tegangan tarikan
tetap bertahan pada tendon.
Pada saat penarikan tendon, sudah terjadi kehilangan gaya prategang berupa :
perpendekan elastis, kehilangan tegangan akibat gesekan dan sebagian momen beban
mati sudah bekerja sebagai dampak dari posisi lengkung tendon. Dengan demikian,
gaya jacking harus sudah memperhitungkan hal-hal yang menyangkut kehilangan
tegangan tersebut. Pembatasan tegangan-tegangan ijin pada tahap-tahap pelimpahan
dan pelayanan diambil sama dengan yang diberikan untuk cara pra tarik
5. Apabila digunakan tendon bonded, terutama pada lingkungan korosif, ruang kosong
di dalam pipa selongsong yang mengelilingi tendon, harus diisi penuh pasta semen
dengan cara disuntikkan (grouting) setelah tendon ditarik atau sebelum beban hidup
bekerja. Apabila demikian halnya, maka tegangan akibat beban hidup dihitung
berdasarkan penampang transformasi seperti yang dilakukan pada cara pra tarik.
Tetapi ada juga tendon yang tetap dibiarkan unbonded tanpa penyuntikan pasta
semen, tegantung pada kebutuhan untuk perlindungan tendon dan perhitungan
ekonomi. Untuk keadaan demikian, gaya prategang hanya diperhitungkan bekerja
terhadap penampang betonnya saja (bukan penampang transformasi) paling tidak
sampai tercapainya keadaan seperti pada Gambar III.1.d.
6. Umunya angkur ujung setelah dikunci (dimatikan) perlu ditutupi atau dilindungi
dengan lapis pelindung.

No
1
2

Metoda Pratarik
Metoda Pasca tarik
Tendon prategang ditarik sebelum beton pengecoran beton
Tendon prategang ditarik setelah beton mengeras
Transfer prategang terjadi melalui kontak antara tendon yang diputus Transfer prategang terjadi melalui kontak antara angkur dan beton
dan beton disekelilingnya setelah beton mengeras (jadi tidak penumpunya (jadi memerlukan angkur)
memerlukan angkur)

3
4

Layout tendon terbatas berbentuk linear

Layout tendon dapat dibuat fleksibel (menyesuaikan dengan bentuk

Jenis tendon yang umum digunakan adalah strand atau kawat tunggal

bidang momen), umumnya berbentuk parabola


Memerlukan selongsong (ducting) tendon

Dan umumnya dilakukan pada produksi beton pracetak prategang


5.

3. Penyuntikan Tendon Pasca Tarik (Grouting)


Untuk memberikan proteksi permanen pada baja pasca tarik dan untuk
mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton di sekitarnya, saluran
prategang harus diisi bahan suntikan semen yang sesuai dalam proses penyuntikan
di bawah tekanan.
3.1. Material Penyuntikan
a. Semen Portland
Semen portland harus sesuai dengan salah satu dari spesifikasi ASTM C150,
Tipe I, II atau III. Semen yang digunakan untuk menyuntik harus segar dan
tidak mengandung gumpalan apapun atau indikasi hidrasi atau pack set
b. Air
Air yang digunakan di dalam suntikan harus air layak minum, bersih dan tidak
mengandung zat yang membahayakan semen portland atau baja struktur.
c. Bahan Tambahan
Apabila menggunakan bahan tambahan, harus bersifat mengandung kadar air
rendah, mempunyai aliran yang baik, hanya sedikit bleeding dan ekspansi
serta tidak mengandung bahan kimiawi yang membahayakan baja prategang
atau semen, seperti klorida, flourida, sulfat dan nitrat.
3.2. Selongsong
a. Cetakan (Ducts)
1.

Formed Ducts
Selongsong yang dibuat dengan mengunakan lapisan tipis yang tetap di
tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta
semen. Selongsong tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang
dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada saat
memikul berat beton. Selongsong logam harus berupa besi, yang dapat
saja digalvanisasi

2.

Cored Ducts

Selongsong seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat
mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini
disingkirkan.
b. Celah atau Bukaan Suntikan
Semua selongsong harus mempunyai bukaan untuk suntikan di kedua ujung.
Untuk kabel drapped, semua titik yang tinggi harus mempunyai celah
suntikan kecuali di lokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada slab
menerus. Celah suntikan atau lubang buangan harus digunakan di titik-titik
rendah jika tendon akan diletakkan, diberi tegangan dan disuntik pada cuaca
beku. Semua celah atau bukaan suntikan harus dapat mencegah bocornya
suntikan
c. Ukuran Selongsong
Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands, luas selongsong
harus sedikitnya dua kali luas netto baja prategang. Untuk tendon yang terdiri
atas satu kawat, batang atau strands, diameter selongsongnya harus sedikitnya
lebih besar dari pada diameter nominal kawat, batang atau strands.
d. Peletakan Selongsong
Sesudah selongsong diletakkan dan pencetakan selesai, harus dilakukan
pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan selongsong yang mungkin ada.
Selongsong harus dikecangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup
dekat, untuk mencegah peralihan selama pengecoran beton. Semua lubang
atau bukaan di selongsong harus diperbaiki sebelum pengecoran beton. Celah
atau bukaan untuk penyuntikan harus diangkur dengan baik pada selubung dan
pada baja tulangan atau cetakan, untuk mencegah peralihan selama operasi
pengecoran beton.
3.3. Proses Penyuntikan
a. Selongsong dengan dinding beton (cored ducts) harus disemprot untuk
menjamin bahwa beton dapat dibasahi dengan baik.
b. Semua celah titik tinggi dan suntikan harus terbuka pada saat penyuntikan
dimulai. Suntikan harus dapat mengalir dari celah pertama setelah pipa

masukan sampai air pembersih residual atau udara yang terperangkap telah
dikeluarkan, pada saat mana celah tersebut harus ditutup. Celah-celah lainnya
harus ditutup secara berurutan dengan cara yang sama. Proses pemompaan
pada masukan tendon tidak boleh melebihi 250 psig (1700 kPa).
c. Bahan suntikan harus dipompa melalui selongsong dan secara terus menerus
ke luar di pipa buangan sampai tidak terlihat lagi ada air atau udara yang
keluar. Waktu keluar suntikan tidak boleh kurang dari waktu pemberian bahan
suntikan. Untuk menjamin bahwa tendon tetap terisi dengan bahan suntikan,
maka keluaran dan atau masukan harus ditutup. Tutup yang dibutuhkan tidak
boleh lepas atau dibuka samapi bahan suntikan mengering.
d. Apabila aliran searah dari bahan suntikan tidak dapat dipertahankan, maka
suntikan harus segera dikuras dari saluran dengan air
e. Pada temperatur di bawah 0o C, saluran harus dijaga bebas air untuk
menghindari kerusakan akibat pembekuan
f. Temperatur tidak boleh 1.67o C atau lebih tinggi dari temperatur pada saat
penyuntikan sampai kubus suntikan yang berukuran 5.08 cm (2) mencapai
kuat tekan sebesar 5.5 MPa
g. Bahan suntikan tidak boleh melebihi 32.2oC selama pencampuran atau
pemompaan. Jika perlu, pencampuran air harus didinginkan.
4. Tegangan Izin Maksimum Beton dan Tendon
4.1. Tegangan izin beton untuk komponen struktur lentur
1. Tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum
terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampui
nilai berikut :
a. Tegangan serat terluar
0.6 f ci'

b. Tegangan serat tarik terluar kecuali seperti yang diizinkan


dalam

(c)
1

f ci'

c. Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen


struktur

di

atas

perletakan

sederhana

f ci'

Bila tegangan tarik terhitung melampui nilai tersebut di atas, maka harus
dipasang tulangan tambahan (non prategang) dalam daerah tarik untuk
memikul gaya tarik total aksial dalam beton, yang dihitung berdasarkan
asumsi suatu penampang utuh yang belum retak
2. Tegangan beton pada kondisi layan (sesudah memperhitungkan semua
kehilangan prategang yang mungkin terjadi) tidak boleh melampui nilai
berikut :
a. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang,
beban

mati

dan

beban

hidup

tetap

0.45 f c'

b. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang,


beban

mati

dan

beban

hidup

total

0.6 f c'

c. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada


awalnya
1

mengalami
2

tekan

f c'

d. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada


awalnya mengalami tekan dari komponen-komponen
struktur (kecuali pada sistem pelat dua arah), dimana
analisis

yang

didasarkan

pada

penampang

retak

transformasi dan hubungan momen-lendutan bilinier


menunjukkan bahwa lendutan seketika dan lendutan jangka
panjang

terpenuhi
1

f c'

3. Tegangan izin dalam 1 dan 2 boleh dilampui apabila dapat ditunjukkan dengan
pengujian atau analisis bahwa kemampuan strukturnya tidak berkurang dan
lebar retak yang terjadi tidak melebihi nilai yang disyaratkan.

4.2. Tegangan izin tendon prategang


Tegangan tarik pada tendon prategang tidak boleh melampui nilai berikut :
1. Akibat pengangkuran tendon 0.94 f py
Tetapi tidak lebih besar dari nilai terkecil 0.8 f pu dan nilai maksimum yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuat tendon prategang atau perangkat
angkur
2. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang 0.82 f py
Tetapi tidak lebih besar dari 0.74 f pu
3. Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah
penyaluran gaya 0.70 f pu

Tahap Pembebanan
Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa
tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan
pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang.
Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton
dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu transfer dan
service.
1. Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering
dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang
bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah
beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja
sehingga momen yang bekerja adalah minimum, sementara gaya yang
bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
2. Servis
Kondisi service (servis) adalah kondisi pada saat beton prategang
digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah
semua kehilangan gayaprategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban
luar pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati
harga minimum.

Material Beton Prategang


1. Beton
Beton adalah campuran dari semen, air dan agregat serta suatu
bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan
langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal
untuk beton dengan perbandingan berat adalah agregat kasar 44%, agregat
halus 31%, semen 18%, dan air 7%.
Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik pada usia 28 hari
(fc). Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95% dari
pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan standar,
yaitu dengan kubus ukuran 150x150 mm, atau siliner dengan diameter 150
mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus adalah lebih
tinggi daripada dengan silinder. Rasio antara kekuatan silinder dan kubus adalah
0,8.
Beton

yang

digunakan

untuk

beton

prategang

adalah

yang

mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai fc antara 30 - 45


Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan
pada

serat

keretakan,

tertekan, pengangkuran
mempunyai

tendon,

mencegah

terjadinya

modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami

rangkak lebih kecil.


Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat
tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik beton
sebesar ts = 0,5 fc, sedangkan ACI 318 sebesar ts = 0,6 fc.

2. Baja
Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktiknya ada empat
macam, yaitu :
a.

Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada

b.

beton prategang dengan sistem pratarik.


Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk

c.

beton prategang dengan sistem pascatarik.


Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada

d.

beton prategang dengan sistem pratarik.


Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak
ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk
pengangkuran dan lain-lain.

Kelebihan Beton Prategang


Konstruksi beton prategang ( Prestressed concrete ) mempunyai beberapa
keuntungan bila dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang biasa, antara
lain:
a. Terhindarnya retak terbuka didaerah tarik, sehingga beton prategang
akan lebih tahan terhadap korosi.
b. Lebih kedap terhadap air, cocok untuk pipa dan tangki air.
c. Karena terbentuknya lawan lendut akibat gaya prategang sebelum beban
rencana bekerja, maka lendutan akhir setelah beban rencana bekerja,
akan lebih kecil dari pada beton bertulang biasa.
d. Penampang struktur akan lebih kecil/langsing, sebab seluruh luas
penampang dipergunakan secara efektif.
e. Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dari pada jumlah berat besi
penulangan pada konstruksi beton bertulang biasa.
f. Ketahanan geser balok dan ketahanan puntirnya bertambah.
Dengan ini, maka suatu struktur dengan bentangan besar penampangnya
akan lebih langsing, hal ini mengakibatkan

Natural Frequency dari struktur

berkurang, sehingga menjadi dinamis instabil akibat beban getaran gempa atau
angin, kecuali bila struktur itu memiliki redaman yang cukup atau kekakuannya
ditambah.
Bila ditinjau dari segi ekonomis, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
a. Jumlah voluma beton yang diperlukan lebih kecil.
b. Jumlah baja/besi yang dipergunakan hanya 1/5 ~ 1/3 nya.
c. Tetapi biaya awalnya tidak sebanding dengan pengurangan beratnya.
Harga baja dan beton mutu tinggi lebih mahal, selain itu formwork dan
penegangan baja prategang perlu tambahan biaya. Perbedaan biaya awal
ini akan menjadi lebih kecil, jika beton prategang yang dibuat adalah beton
pracetak dalam jumlah yang besar.
d. Sebaliknya beton prategang hampir-hampir tidak memerlukan biaya
pemeliharan,lebih

tahan

lama

karena

tidak

adanya

retak-retak,

berkurangnya beban mati yang diterima pondasi, dapat mempunyai


bentang yang lebih besar, dan tinggi penampang konstruksinya berkurang.
Ada beberapa keuntungan dari beton prategang bila dibandingkan dengan
beton bertulang biasa :
a. Karena pada beton prategang dipergunakan material yang bermutu
tinggi, baik beton dan baja prategang, maka voluma material yang
dipergunakan lebih kecil bila dibandingkan dengan beton bertulang biasa
untuk beban yang sama. Menurut pengalaman dengan meningkatkan
mutu beton 2x lipat akan menghemat biaya sekitar 30 %.
b. Pada beton prategang seluruh penampang beton aktif menerima beban,
sedangkan pada beton bertulang biasa hanya penampang yang tidak retak
saja yang menerima beban.
c. Beton pratekan akan lebih ringan atau langsing ( karena volumanya lebih
kecil

sehingga

secara

estetika

akan

lebih

baik.

Untuk

bentanganbentangan yang besar seperti jembatan dimana pengaruh


berat sendiri sangat besar, maka penggunaan beton prategang akan
sangat menguntungkan, karena lebih ringan dapat menghemat pondasinya.
d. Karena tidak terjadi retak pada beton prategang, maka baik baja
penulangan dan baja prategang akan lebih terlindungi terhadap bahaya
korosi, sehingga akan lebih cocok untuk struktur yang bertempat didaerah
korosif.
Lendutan efektif untuk beban jangka panjang dapat terkontrol lebih baik
pada beton prategang penuh maupun prategang sebagian

Gambar-gambar

Gambar 2. Jenis Tendon Prategang

Gambar 3. Contoh Angkur Hidup untuk Multistrand (VSL)

Gambar 4. Contoh Angkur Tengah (VSL)

Gambar 5. Contoh Angkur Mati (VSL)

Gambar 6. Contoh Angkur Mati (VSL)

Gambar 7. Contoh Angkur Kopel (VSL)

Gambar 8. Prosedur Jacking

Gambar 9. Selongsong (Duct) Tendon

Gambar 10. Jacking Tendon Prategang

Gambar 11. Tendon yang telah di jacking

Gambar 12. Detail Balok Prategang

Gambar 13. Detail Penulangan

Istilah-istilah
Angkur
Suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen
struktur beton dalam sistem pasca tarik atau suatu alat yang digunakan untuk
menjangkarkan tendon selama proses pengerasan beton dalam sistem pra tarik
Beton prategang
Beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi
tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja
Gaya Jacking
Gaya sementara yang ditimbulkan oleh alat yang mengakibatkan terjadinya tarik
pada tendon dalam beton prategang
Pasca Tarik
Cara pemberian tarikan, dalam sistem prategang dimna tendon ditarik sesudah
beton mengeras
Perangkat angkur
Perangkat yang digunakan pada sistem prategang pasca tarik untuk menyalurkan
gaya pasca tarik dari tendon ke beton
Perangkat angkur strand tunggal
Perangkat yang digunakan untuk strand tunggal atau batang tunggal berdiameter
16 mm dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
Perangkat angkur strand majemuk
Perangkat yang digunakan untuk strand, batang atau kawat majemuk, atau batang
tunggal berdiameter lebih besar daripada 16 mm dan memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan.

Pratarik
Pemberian gaya prategang dengan menarik tendon sebelum ditarik
Prategang efektif
Tegangan yang masih bekerja pada tendon setelah semua kehilangan tegangan
terjadi, di luar pengaruh beban mati dan beban tambahan.
Tendon
Elemen baja, misalnya kawat baja, kabel batang, kawat untai atau suatu bundel
dari elemen-elemen tersebut yang digunakan untuk memberi gaya prategang pada
beton
Tendon dengan lekatan
Tendon yang direkatkan pada beton baik secara langsung ataupun dengan cara
grouting.
Tulangan
Batang baja berbentuk polos atau berbentuk ulir atau berbentuk pipa yang
berfungsi untuk menahan gaya tarik pada komponen struktur beton, tidak
termasuk tendon prategang kecuali bila secara khusus diikutsertakan
Tulangan polos
Batang baja yang permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip dan tidak berukir
Zona Angkur
Bagian komponen struktur prategang pasca tarik dimana gaya parategang terpusat
disalurkan ke beton dan disebarkan secara lebih merata ke seluruh bagian
penampang. Panjang daerah zona angkur ini adalah sama dengan dimensi tersebar
penampang. Untuk perangkat angkur tengah, zona angkur mencakup daerah
terganggu di depan dan di belakang perangkat angkur tersebut.

Anda mungkin juga menyukai