Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH BETON PRATEKAN

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER Untuk memenuhi tugas matakuliah Struktur Beton Pratekan yang dibina oleh Drs. Moch. Sulton, S.T, M.T

RafiUsman

Oleh 100521402216

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN Maret 2013

BETON PRATEGANG (PRESTRESSED CONCRETE)

I. KONSEP DASAR Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja, dan inilah yang disebut dengan Beton Bertulang. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser atau puntir yang tinggi. Seperti halnya pada beton bertulang, beton prategang juga merupakan struktur komposit antara dua bahan, yaitu beton dan baja mutu tinggi. Baja yang dipakai disebut tendon yang dikelompokan dan membentuk kabel. Seperti sudah diketahui, beton tidak dapat menahan tarik, tetapi dapat menerima tekanan yang besar. Sedangkan tegangan tarik yang besar selalu terjadi pada strktur yang besar atau mempunyai bentang besar, atau beban yang berat. Dengan pertimbangan itulah, maka di daerah yang diperkirakan akan timbul tegangan tarik, dipasang tendon yang diberi tegangan awal. Yang dimaksudkan dengan tegangan awal disini adalah tegangan tarik.

II. METODE PENEGANGAN Untuk memberikan tegangan pada beton prategang terdapat dua prinsip yang berbeda, yaitu : 1. Pre-tensioned Prestressed Concrete (pratarik), ialah konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup keras. 2. Post-tensioned Prestressed Concrete (pasca tarik), adalah konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada beton diberi tegangan. 2.1. PRE-TENSIONING Pada cara ini, pertama-tama tendon ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan, maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong tendon.

Keuntungan pre-tensioning terhadap metoda prestressing yang lain adalah sebagai berikut : Daya lekat yang bagus dan kuat terjadi antara baja tegangan dan beton pada seluruh panjangnya. Supervisi yang memuaskan dapat dikerjakan, sebab biasanya pre-tensioning dikerjakan di pabrik. Juga curing dari beton lebih mudah ditentukan. Namun demikian bukanlah berarti bahwa pre-tensioning tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Pada pre-tensioning diperlukan konstruksi pembantu untuk menahan baja tetap dalam keadaan tegang yang direncanakan selama menunggu beton mengeras. Konstruksi pembantu itu dapat berupa : a. b. c. Sebuah mal, dimana beton dicor di dalamnya. Sebuah kerangka yang memuat sebuah mal atau lebih. Titik tetap, yang misalnya terdiri dari blok beton yang berat, dimana kabel ditegangkan diantaranya.

Kemudian mal tadi ditempatkan berderet. Metode ini disebut sistem bangku panjang atau long-line production. 2.2. POST-TENSIONING Pada post-tensioning, beton dicor di sekeliling selongsong (ducts) dan dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategangan. Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran.

Proses Pembuatan Beton Prategang Pasca Tarik

Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka tendon ditegangkan ujung-ujungnya dan dijangkar. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Gaya prategang ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja ditegangkan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran. Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus dikurangi sebanyakbanyaknya. Baja tegangan dapat berupa kawat (wire) atau strengan (=strand), yaitu kabel yang terdiri dari kawat terpisah atau streng, atau batang campuran yang ditempatkan dalam pipa, saluran, alur terbuka atau tertanam dalam beton, atau sama sekali diluar beton. Tendon dalam tiap-tiap duct dapat ditegangkan satu persatu secara bergantian, atau semua tendon ditegangkan dalam waktu yang bersamaan. Pada post-tensioning adalah sangat penting untuk memeriksa baik beban/gaya prategangnya maupun extension dari tendonnya. Pergerakan tendon dalam duct tidak dapat dilihat, hanya extension dari jarak yang dapat dicatat. Gaya yang diterapkan serta extension yang diakibatkan harus diikuti sehingga gaya dan extension yang tidak sebanding atau irregular dapat segera terlihat. Bila tendon macet di satu tempat dalam duct, maka besarnya extension akan berkurang, itu berarti ada kesalahan. Tindakan pembetulan harus segera dilakukan. Bila gaya prategang yang diinginkan sudah tercapai maka tendon dijangkar. Bila tendon ditegangkan bergantian, maka tendon yang ditegangkan mulamula tidak boleh mengganggu pergerakan dari tendon yang ditegangkan belakangan.

III. TAHAP PEMBEBANAN Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu transfer dan service. 3.1. TRANSFER Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati

struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah minimum; sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang. 3.2. SERVIS Kondisi service (servis) adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum.

IV. MATERIAL BETON PRATEGANG 4.1. BETON Beton adalah campuran dari semen, air dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal untuk beton dengan perbandingan berat adalah agregat kasar 44%, agregat halus 31%, semen 18%, dan air 7%. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik pada usia 28 hari (fc). Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95% dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan standar, yaitu dengan kubus ukuran 150x150 mm, atau siliner dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus adalah lebih tinggi daripada dengan silinder. Rasio antara kekuatan silinder dan kubus adalah 0,8. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai fc antara 30 - 45 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik beton sebesar ts = 0,5 fc, sedangkan ACI 318 sebesar ts = 0,6 fc. 4.2. BAJA

Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktiknya ada empat macam, yaitu : 1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik. 2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk beton prategang dengan sistem pratarik. 3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik. 4.Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan spesifikasi seperti ASTM A 421 di Amerika Serikat. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 8 mm, dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 1700 MPa, dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 103 MPa. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp). Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk beton prategang dengan sistem pascatarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat seperti yang terdapat pada ASTM A 416. Untaian kawat yang banyak dipakai adalah untaian tujuh kawat dengan dua kualitas : Grade 250 dan Grade 270 (seperti di Amerika Serikat). Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9 15,2 mm. Tegangan tarik (fp) untaian kawat adalah antara 1750 1860 Mpa. Nilai modulus elastisitasnya, Ep = 195 x 103 Mpa. Untuk tujuan desain, nilai tegangan leleh dapat diambil 0,85 kali tegangan tariknya (0,85 fp).

Selain baja yang ditarik, beton prategang juga menggunakan baja tulangan biasa dalam bentuk batangan (bars), kawat atau kawat yang dilas (wire mesh). Tulangan biasa yang dipakai harus sesuai dengan persyaratan ASTM A 615, A 616, A 617, A 706. Diameter yang tersedia di pasaran adalah antara 6 32 mm dengan tegangan tarik antara 320 MPa dan 400 MPa dengan modulus elastisitas Es = 200 x 103 MPa. Untuk perhitungan desain, tegangan leleh fy digunakan sebagai kekuatan material.

Baja jenis kawat tunggal, untaian kawat dan kawat batangan adalah baja dengan kuat tarik yang tinggi dengan daktilitas yang mencukupi. Pengelasan terhadap semua tipe baja di atas tidak diperkenankan karena bahan baja itu sangat peka terjadap suhu tinggi. Di samping itu baja-baja tersebut juga peka terhadap zatzat yang korosif.

4.3. TULANGAN NON PRATEGANG Tulangan non prategang secara praktis tetap diperlukan untuk suatu penampang beton pratekan. Jika tendon berfungsi untuk menahan bagian utama beban, mengurangi defleksi, maka tulangan non prategang berfungsi untuk menahan terjadinya retak, menambah kekuatan ultimate serta menambah kekuatan terhadap beban yang tidak diharapkan. Desain tulangan non prategang hampir tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan pendekatan teoritis, seperti teori elastisitas. Pada saat terjadi tegangan elastis pada penampang, tegangan tarik sangat kecil sehingga tulangan nonprategang tidak efektif menahan beban. Hampir seluruh beban diterima langsung oleh tendon. Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 2002) memberikan petunjuk tentang rasio tulangan non prategang terhadap tulangan prategang pada pasal 20.8 dan tulangan lekatan minimum untuk struktur tanpa lekatan (non-bonded structure) pada pasal 20.9. Untuk tulangan non prategang, perencanaannya lebih banyak ditetukan oleh kondisi lokasi serta fungsinya.

V.

Perbedaan utama beton bertulang dengan beton pratekan Beton bertulang mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara

menyatukan dan membiarkan keduanya bekerja bersama sama sesuai dengan keinginannya , sedangkan beton pratekan mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara aktif . Hal ini dicapai dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton ,jadi membuat beton dalam keadaan tertekan . Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari kedua bahan tersebut . Jadi beton pratekan merupakan kombinasi yang ideal dari dua buah bahan modern yang berkekuatan tinggi .

DAFTAR PUSTAKA

Hadipratomo, Winarni. Struktur Beton Prategang. Bandung : N OVA Budiadi, Andri. Desain Praktis Beton Prategang. 2008. Yogyakarta : A N D I

Anda mungkin juga menyukai