Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Struktur Beton Prategang


1. Menurut waktu penarikan baja prategang:
1.1 Pra Penarikan (Pre Tension)
Pre-Tension yaitu penekanan dilakukan pada awal sebelum beton mengeras. Pada
metode penegangan pratarik, kabel strands prategang diberi gaya dan ditarik
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton pada peralatan cetak yang
telah disiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan terjadi
pelimpahan gaya tarik baja menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan
dari tendon pada beton melalui lekatan bond antara tendon dengan beton, dimana
tendon terikat konstruksi angker. Pada metode ini lay out tendon dibuat lurus.
Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Pertama - tama tendon dipasang memanjang di antara dua jangkar di tempat
pengecoran mengikuti pola tertentu sesuai dengan perhitungan. Tendon tersebut
kemudian ditarik hingga mencapai nilai tegangan tarik (fsi) tidak lebih besar
dari 85% kuat tarik ultimitnya (fpu) dan tidak lebih dari 94% kuat lelehnya
(fpy). Kemudian, tendon dalam keadaan tertarik tersebut di angkur kuat - kuat
pada kedua ujungnya sedemikian rupa sehingga gaya tarik tetap tertahan pada
tendon tersebut.

2. Apabila bekisting belum dipasang di tempatnya, segera dipasang mengitari


beton sesuai dengan bentuk komponen yang direncanakan. Kemudian,
dilakukan pengecoran adukan beton ke dalam bekisting berisi tendon dalam
keadaan tertarik dan dilanjutkan dengan pekerjaan perawatan pengerasan beton.
Dalam pelaksanaannya harus disertai upaya pengendalian keamanan dan
kualitas pekerjaan mengingat risiko bahaya kecelakaan yang dihadapi, termasuk
pelaksanaan perawatan pengerasan beton yang harus dijaga sebaik mungkin,
sedemikian rupa sehingga didapat hasil akhir berupa beton mutu tinggi yang
melekat dengan baik pada tendon yang sudah ditegangkan (ditarik).
3. Apabila beton telah mencapai kekerasan dan kekuatan f c' tertentu, yang
memerlukan waktu ± 24 jam, tendon dipotong di tempat penjangkarannya.
Karena tendon terekat kuat dengan beton, maka seketika setelah dipotong atau
dilepas pada angkurnya akan terjadi pelimpahan gaya prategang tinggi (To)
kepada beton.
Gaya prategang mengakibatkan beton cenderung memendek apabila letak
tendon sentris terhadap penampang, atau melengkung akibat desakan apabila
letak tendon tidak sentris. Tegangan - tegangan yang timbul sesaat setelah
tendon dipotong dari angkurnya disebut sebagai tegangan pada saat transfer
(pelimpahan tegangan).
Dengan diputusnya tendon dan berlangsung pelimpahan tegangan, beban mati
(berat sendiri) diperhitungkan bekerja serentak bersamaan dengan gaya
prategang. Keadaan tersebut merupakan tegangan paling kritis yang timbul
sesaat setelah berlangsung pelimpahan, tetapi sebelum terjadi kehilangan gaya
prategang.
Untuk keadaan bersifat sementara ini, SNI-03 memberikan batasan tegangan
tarik di bagian atas balok tidak melampui sekitar 40% kuat tarik dan tegangan
tekan di bagian tepi bawah tidak melebihi 0.6 f ci' . Apabila tegangan tarik
terhitung melampui nilai tersebut, harus dipasang tulangan tambahan
(nonprategang atau prategang) di daerah tarik untuk memikul gaya tarik total
dalam beton yang dihitung berdasarkan asumsi penampang utuh.

4. Setelah cukup kuat dan sesuai persyaratan, komponen prategang dapat dilepas
dan diangkat dari cetakannya untuk dipindahkan ke lapangan penyimpanan
sehingga tempat pencetakan dapat dipakai untuk proses prategang berikutnya.
Setelah proses hilangnya gaya prategang berlangsung, pada tahap pelayanan
beban kerja tersusun suatu kombinasi beban mati, beban hidup dan gaya
prategang. SNI-03 memberikan batasan tegangan tarik pada bagian tepi bawah
balok tidak boleh melebihi 40% kuat tarik sedangkan tegangan tekan pada
bagian tepi atas tidak melebihi 0.45 f c' . Nilai tegangan tarik ijin tersebut
diambil hanya sedikit di bawah nilai modulus runtuh beton normal, yaitu f r 0.7
f c' , karena kemungkinan bahaya retak atau tekuk secara tiba - tiba di daerah
tersebut hanya kecil karena umumnya posisi tendon berada di dekat serat
bawah.

Sumber: Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.11 November 2018 (959-972) ISSN: 2337-
6732 959 DESAIN STRUKTUR BALOK BETON PRATEGANG UNTUK
BANGUNAN INDUSTRI.Alexandro Mark Kojongian, Servie O. Dapas, Steenie
E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

1.2 Penarikan Purna (Post Tension)


Pada metode penarikan purna, tendon ditarik setelah beton dicor. Sebelum
pengecoran dilakukan terlebih dahulu dipasang selongsong untuk alur dari tendon.
Setelah beton jadi, tendon dimasukkan ke dalam beton melalui selebung tendon
yang sebelumnya sudah dipasang ketika pengecoran. Penarikan dilakukan setelah
beton mencapai kekuatan yang diinginkan sesuai dengan perhitungan. Setelah
penarikan dilakukan maka selongsong diisi dengan bahan grouting. Proses
pemberian prategang metode penarikan purna.
Adapun prinsip dari pascatarik ini secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bekisting (formwork) lengkap dengan lubang untuk kabel tendon
(tendon duct) yang dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, setelah
itu beton dicor.
2. Setelah beton dicor dan sudah bisa menahan berat sendiri, tendon atau kabel
prategang dimasukkan ke dalam lubang tendon (tendon duct), selanjutnya
ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Metode pemberian gaya prategang
adalah dengan cara mengikat salah satu angker, kemudian ujung angker lainnya
ditarik (ditarik dari satu sisi). Tetapi, ada pula yang ditarik pada kedua sisinya
kemudian diangkur secara bersamaan. Setelah diangkur kemudian dilakukan
grouting pada lubang angker tadi.
3. Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya konsentris telah
ditransfer ke beton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya
konsentris tendon memberikan beban merata kebalok yang arahnya ke atas,
akibatnya bentuk balok melengkung ke atas.
Sumber : NAROTAMA JURNAL TEKNIK SIPIL ISSN: 2460-3430 VOLUME 3
NOMOR 1 JUNI 2019 ANALISA PRESTRESS METODE POST TENSION
PADA BALOK PROYEK SUPERMALL PAKUWON INDAH PHASE-3
SURABAYA Yohana Pricilia, Koespiadi

2. Menurut ada tidaknya lekatan antara baja prategang dan beton:

2.1 Dengan Lekatan (bounded. grouted)


Setelah tendon diangkurkan, ruang antara tendon dan beton dapat diisi adukan
(grouting), sehingga masih mungkin terjadsi lekatan antara tendon dan beton,
disebut tendon terekat (bounded), kecuali jika digunakan unbaun~ded tendons
(tendon dilapisi minyak, kertas atau plastik). Efisiensi lekatan tergantung pada jarak
tendon, efektifitas adukan dan bentuk selubung. Jika lekatan yang terjadi dapat
dijamin baik angkur dapat dihilangkan, sehingga transfer gaya prategang dilakukan
melalui lekatan. Bila tendon tidak terekat, yaitu bila ruang antara tendon dan beton
tidak diisi adukan, penjagaan terhadap korosi. dilakukan dengan minyak pelumas
tertentu atau gas nitrogen. Baja prategang melekat/menyatu dengan beton
disekitarnya, sehingga tidak terjadi geseran/slip.
1. Pada sistim Pre Tensioning :
Otomatis terdapat keadaan bonded tendon.
Gambar 1.1 bonded tendon pada sistim Pre Tensioning
2. Pada sistim Post Tensioning :
Keadaan bonded tendon hanya terjadi jika rongga di dalam ducting (di sela –
sela baja prategang) diinjeksi/digrouting dengan pasta semen.

Gambar 1.2 bonded tendon pada sistim Post Tensioning

2.2 Tanpa Lekatan (unbounded, ungrouted)


Baja prategang dapat bergerak/bergeser/menggelincir di dalam ducting. Hal ini
terjadi hanya pada sistim post tensioning, dimana setelah penegangan tendon
rongga di dalam ducting tidak diinjeksi dengan pasta semen, sehingga strand masih
tetap bergerak bebas di dalamnya. Untuk mencegah korosi pada baja prategang,
rongga tersebut diisi dengan bahan vaselin.

Gambar 1.3 tanpa lekatan


Pada sistim unbonded ini biasanya digunakan jenis monostrand  satu strand
dengan satu selubung tendon (ducting).
Sumber:
Anonim, Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan
3. Menurut letak baja prategang:
3.1 Internal Prestressing
Kabel atau tendon baja prategang diletakkan di dalam penampang beton.
(dilingkupi oleh beton disekelilingnya)

Gambar 1.4 Internal Prestressing


Contoh – contoh penerapan internal prestressing

Gambar 1.5 Contoh penarapan internal prestressing


3.2 External Prestressing
Kabel atau tendon baja prategang diletakkan diluar penampang beton.

Gambar 1.6 External Prestressing


Contoh – contoh penerapan External Prestressing

Gambar 1.7 Contoh penerapan External Prestressing


4. Menurut Derajat Penegangan:
4.1 Full Prestressing
Pada keadaan beban layan, akibat gaya prategang dan beban - beban yang bekerja,
pada beton tidak terjadi tegangan tarik yang melampaui tegangan tarik yang
diijinkan (SNI: 0,5 f‘c). Tegangan tarik ijin (= 0,5 f‘c) < mod. of rupture beton
(= 0,63 f‘c)  jadi penampang beton tidak retak.

Gambar 1.8 Full Prestressing


4.2 Partial Prestressing
Pada keadaan beban layan, akibat gaya prategang dan beban - beban yang bekerja
tegangan tarik yang terjadi pada beton dibatasi dan tidak boleh melampaui tegangan
tarik yang diijinkan (SNI: 1,0 f‘c). Selain itu harus dipenuhi syarat batas lendutan
dan lebar retak. Tegangan tarik ijin (= 1,0 f‘c) > mod. of rupture beton (= 0,63
f‘c)  jadi pada penampang beton dapat terjadi retak.
Lebar retak pada struktur beton prategang parsial dibatasi lebih ketat dibanding
pada struktur beton bertulang. Untuk mengendalikan retak yang terjadi dan juga
untuk meningkatkan kuat batas  digunakan baja non prategang. Jenis struktur
BPP ini cocok digunakan untuk struktur dengan beban hidup yang lebih
besar/dominan dari beban matinya.

Anda mungkin juga menyukai