Anda di halaman 1dari 3

Teks Pidato tentang Hijrah

Assalamualaikum wr.wb.
ALHAMDULILLAHILLAZI ANZALAS SAKINATA FI QULUBIL MUMININ,
LIYAZDADU IMANAM MAA IMANIHIM. Ash-sholatu wassalamu ala asyrofil ambiya-i wal
mursalain. Waala alihi washohbihi ajmain, amma badu. Qolallohu taala fi kitabihil karim,
wahuwa ashdaqul qo-ilin, audzu billahi minasy syaithonirrojim. Bismillahirrohmanirrohim :

Hadirin kaumal muslimin wal muslimat rohimakumulloh !


Bahagia sekali rasanya saya dapat berdiri di sini dalam rangka memperingati kisah hijrahnya
Nabi Kita yang mulia Rasululloh Muhammad SAW. Di mana peristiwa ini terjadi tepat seribu
empat ratus tiga puluh tahun yang silam. Lalu, kenapa peristiwa ini penting untuk diperingati
bagi kita selaku umat Islam ? Kenapa Bu, Pak, Saudaraku, ada yang tahu alasannya ? Pingin tahu
enggak ?
Baiklah, hadirin. Kali ini saya akan menguraikan sedikit alasan kenapa umat Islam penting untuk
selalu mengingat peristiwa yang sangat monumental, yang mampu merubah paradigma
peradaban kaum muslimin secara universal, yaitu : HIJRAH.
Hadirin yang berbahagia.
Sedikitnya ada 3 alasan arti penting mengingat peritiwa hijrah, yaitu.
Pertama, umat Islam itu tidak boleh melupakan sejarah. Karena sejarah itu dapat berfungsi
sebagai pedoman generasi mendatang agar tidak terpedaya oleh berbagai peristiwa yang
mengakibatkan hancurnya umat di masa lalu. Bukankah Sayidina Ali karomallohu wajhah
parnah berkata : hasbul mar-u min irfanih, ilmuhu bizamanih artinya : seseorang itu cukup
dikatakan bijaksana, jika ia mampu memahami sekaligus merefleksikan tanda-tanda zaman.
Pada peristiwa hijrah, menurut realitas sejarah kita mampu menilai siapa saja pihak-pihak yang
mendapat jaminan ridlo dan kasih sayang Allah, dan siapa saja golongan yang mendapat murka
Allah. Maka dengan pengetahuan itu kita tinggal memilih untuk mengikuti karakter orang yang
selamat atau orang yang celaka. Apakah hadirin pingin selamat ? Ibu pingin selamat Bu ? Bapak
pingin selamat Pak ?
Jika hadirin pingin selamat, dengan mengacu pada sejarah hijrah ini mudah saja, ikutilah pola
hidup dan karakter Abu Bakar Shiddiq. Ikutilah gaya perjuangan Ali bin Abi Tholib.
Abu Bakar Shiddiq pada saat menyambut perintah hijrah dari Allah SWT, beliau segera menjual
seluruh hartanya untuk kepentingan hijrah. Maka pada saat beliau ditanya oleh Rasululloh SAW:
Kenapa engkau tidak menyisakan hartamu ? Lalu bagaimana engkau bisa menghidupi
keluargamu ? Abu Bakar dengan penuh keyakinan, menjawab : Nasibku dan keluargaku, kini
kuserahkan sepenuhnya kepada Alloh dan Rasul-Nya. Wa ilallohi turjaul umur....
Tentang keteladanan Ali bin Abi Thalib, hadirin. Dalam peristiwa hijrah, beliau bersedia
dijadikan tameng hidup oleh Rasulullah SAW. Beliau menggantikan posisi Rasul di
ranjangnya, pada saat Rasul diancam nyawa oleh musuh-musuh Islam. Maka keteladanan Ali di
sini adalah rela mengorbankan jiwanya demi Allah dan Rasul-Nya. Sebagai umat Islam sejati
hanya ada dua pilihan : isy kariman au mut syahidan : hidup mulia, atau menjadi syuhada.
Kedua, bahwa peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Yatsrib (Madinah) itu bukan sekadar
kebetulan. Tetapi hal ini sudah sejak lama disekenario dengan matang. Kita tahu pada saat ajaran

Islam mula pertama diserukan, sambutan antusias justru datang dari kabilah Khozroj dan Aus di
Madinah. Karena saking antusiasnya warga Madinah menyambut seruan Islam, sehigga sejarah
telah mencatat telah terjadi 2 kali BAIATUL AQOBAH. Baiat atau ikrar setia itu dilakukan
oleh kelompok Madinah isinya menyatakan masuk Islam dan benjanji untuk melaksanakan
ajaran-ajarannya secara sempurna.
Hadirin Rohimakumulloh.
Bahkan menjelang BAIATUL AQOBAH yang kedua sekelompok orang Madinah yang
berjumlah 73 orang pergi ke Makkah sambil menunaikan ibadah Haji, mereka bermaksud
menjemput Rasulullah SAW untuk diboyong ke Madinah. Karena mereka tahu keberadaan Nabi
di Makkah saat itu dalam kondisi berbahaya.
Secara manusiawi sebenarnya Rasulullah SAW saat itu sudah berhasrat untuk segera
meninggalkan Makkah dan pergi ke Madinah. Akan tetapi hal ini belum bisa dilakukan
mengingat belum ada perintah resmi dari Allah SWT.
Maka dengan demikian, hadirin.
Dari peritiwa ini pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa segala tindakan hidup kita di
dunia ini harus selalu berpedoman pada agama. Bukan sekedar mengejar kesenangan sesaat,
demi kepentingan pribadi atau golongan sehingga tidak mempedulikan apakah itu sejalan dengan
ajaran Islam atau tidak.
Ketiga, demi mengenang peristiwa besar ini. Momentum hijrah dijadikan sebagai penanggalan
kalender perhitungan qomariyah oleh para shohabat yang tergolong pada as-sabiqunal awwalun.
Melalui proses musyawarah yang cukup argumentatif, para sahabat menawarkan tiga pilihan
peristiwa yang akan dijadikan tonggak penanggalan qomariyah ini. Peristiwa kelahiran Nabi,
Isra Miraj, dan Hijrah. Maka dipilihlah peristiwa hijrah dengan alasan bahwa hijrah itu jika
diaplikasikan secara lebih luas dapat terjadi setiap saat dan dapat dilakukan oleh semua orang.
Hal ini sangat relefan dengan makna firman Allah : audzubillahi minasy syaithonirrojim :

Artinya : Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. (QS. An-Nisa : 100)
Hadirin rohimakumulloh.
Jika diartikan secara lebih luas, maka hijrah itu artinya berjalan, bergerak, bangkit dari keadaan
yang kurang baik menuju kehidupan yang lebih baik dalam koridor Ridlo Allah SWT. Jadi,
segala upaya yang dilakukan demi mengubah perilaku menuju kehidupan yang lebih baik demi
menggapai Ridlo dan kasih sayang Allah SWT, itu dikatakan HIJRAH.
Demikianlah uraian sederhana yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf bila ada kata-kata yang
kurang berkenan.
Sebelum berakhir, izinkanlah sebelum menutup pidato ini mengutip syair yang sering
dipopulerkan oleh Bapak KH. Zainudin MZ :
waqod yurja lijarihi bisaifi bur-un
wala burul lima jaroha lisan;
jika pedang lukai tubuh, ada harapan untuk sembuh
jika ucapan lukai perasaan, ke mana obat hendak dicari.

Aqulu qouli haza astagfirullohal adzim


Wassalamualaikum wr. wb.

Anda mungkin juga menyukai