PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
ABSTRAK. Bentuk rumah beratap joglo pencu, bisa jadi meniru gaya
bangunan joglo pendapa dan mungkin bangunan rumah beratap joglo milik
para penguasa pribumi, bupati dan para pembantunya yang terlebih dulu ada.
Dengan menampilkan bangunan monumental berupa pendapa dan rumahrumah bangsawan yang pada umumnya beratap joglo telah menjadikan
kelompok
orang-orang
ini
mempunyai
kedudukan
istimewa
dimata
masyarakat.
business oriented di pihak lain. Kelompok yang disebut terakhir mungkin bisa
dilihat dari ekspresi rumahnya yang memiliki gebyok lengkung.
Kata Kunci : rumah tradisional, kemakmuran,
ukiran
Pembangunan adalah motor penggerak terjadinya perubahan kultural.
Proses perubahan kultural di Indonesia secara signifikan telah terjadi
sejak Belanda mulai mengeksploitir sumber daya manusia dan alam
Indonesia. Pada periode tahun 1600 - 1800 M, Kompeni Belanda
melaksanakan
baik dari dalam maupun asing; pada saat yang sama juga dituntut untuk
meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke luar negeri, terutama ke
pasaran Eropa. Periode tahun 1800 - 1900 M, pembangunan
diorientasikan pada tercapainya kemudahan kontrol terhadap aktifitas
masyarakat di suatu daerah atau kota. Hal ini ditandai dengan adanya
alun-alun sebagai pusat orientasi, baik aktifitas masyarakat maupun
fasilitas pendukungnya. Periode tahun 1900 - 1950 M, Belanda mulai
melakukan pembangunan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
dan kemajuan masyarakat pribumi Indonesia. Kota-kota dibangun
dengan megah. Namun begitu, Belanda memasukkan kultur Eropa ke
dalam kultur tropis kepulauan Indonesia pada desain kota-kotanya.
Pada periode tahun 1950 - 1970 M, pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia berorientasi pada nation building. Dan periode
setelah tahun 1970 M hingga sekarang, pembangunan dititik beratkan
pada sektor ekonomi.
Sunan
Kudus,
keberadaan
industri
rokok
kretek
telah
ada sebelumnya, rupanya agama Islam dan kegiatan industri rokok kretek
adalah dua faktor utama yang menjadi landasan berdiri dan berkembangnya
kota Kudus.
Agama Islam yang menjadi roh masyarakat Kudus, menurut sejarah, telah ada
di wilayah Kudus sejak tahun 1500 an. Arsitektur (tradisional) yang
dihasilkan kota Kudus yang masih bisa dilihat hingga sekarang, seperti
bangunan masjid dan rumah tinggal jelas tidak dapat dipisahkan dari kedua
faktor di atas. Masyarakat Kauman (bertempat tinggal di sekitar masjid Jami)
dikenal sebagai sekelompok orang
yang
menyandarkan hidup
dan
masyarakat Kauman di
kota
Kudus (Kulon)
telah
dan
perkembangan
kota
Kudus
secara
signifikan,
sebagaimana kota-kota pedalaman yang lain terjadi baru pada abad XVIII
atau
XIX.
Pada
periode 1808-1811 M,
kereta
api
(Wiryomartono,1995:142).
Dalam
periode
Kota Kudus dibangun selama akhir abad ke-XVIII M hingga awal abad ke-XIX M
di lokasi baru, lebih kurang 1 km ke arah timur pusat kota lama, menyeberangi
sungai Gelis. Lay out dasar dan pola pemukiman kota yang baru adalah sebagai
berikut: kota berorientasi pada alun-alun yang di tengahnya terdapat pohon
beringin (sudah tidak ada sejak 1969); sebuah masjid besar terletak di sebelah barat,
di sekelilingnya terdapat kampung kauman (kaum Beriman); perkantoran,
kabupaten, dan rumah tempat tinggal Bupati terletak di sebelah utara; pasar kota
terletak di sebelah timur; pertokoan dan bangunan-bangunan publik yang lain
terletak di sebelah selatan. Pada lapis areal berikutnya terdapat pula rumah tempat
tinggal untuk sekretaris Bupati, kepala sekolah umum Belanda, notaries, jaksa,
dokter, kepala pegadean pemerintah, pengusah-pengusaha Belanda dan Eropa. Di
bagian lain dibangun sekolah umum, gereja untuk orang-orang Belanda dan
Eropa, rumah-rumah untuk pegawai Indo-Eropa dan intelektual Jawa; terdapat pula
pertokoan dan tempat tinggal orang-orang Cina, Arab, India, dan Persia. Pada lapis
areal yang paling luar (jauh dari alun-alun) adalah perkampungan atau desa-desa.
Stasiun kereta api dan kompleks perumahan pegawai jawatan kereta api terletak
agak terpisah dari pusat kota, sebagaimana pula letak pabrik gula dan kompleks
perumahan pegawai pabrik (Wikantari,1994:59-60).
gudang
tembakau
dibangun
di
wilayah
Kudus
Kulon
tahun
yaitu
dengan
1950 tentang
dikeluarkannya
Pemerintah Daerah
Dalam
perspektif
dipersepsikan sebagai
industri seperti kaos, pakaian, jubah, kerudung, dll, ke luar kota masih
dijalankan oleh sebagian masyarakat Kauman hingga sekarang.
Informan saya, bapak Heru Hyaeet (Heru Zaid), usia 69 tahun, bercerita
tentang kegiatan ekonomi eyangnya dan sebuah rumah adat milik
keluarganya (saya sempat melihat kondisi rumah adat itu), Kakek saya,
dari garis ibu, bernama H. Ngali. Pekerjaan mbah Ngali adalah
memperdagangkan konveksi pakaian jadi seperti kaos, kemeja, celana,
rok, selendang, dll, ke luar kota, sedangkan sawah warisan orang tuanya
digarapkan kepada orang lain. Bapaknya mbah Ngali, yang berarti
buyut saya adalah termasuk orang kaya; dia pemilik berhektar
hektar tanah persawahan di luar kota Kudus
1.1 Tujuan
Maksud dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah, fungsi, struktur
maupun konstruksi dan pengaruh peninggalan masyarakat yang berupa rumah
Bubungan Tinggi. Sedang tujuan dibuatnya makalah ini adalah memenuhi salah
satu mata kuliah konstruksi dan material local.
1.2 Rumusan masalah
Mengetahui Sejarah kebudayaan suku Banjar yang ada di Kalimantan Selatan
sebagai seni arsitektur
BAB II
STUDI KASUS
2.1 Rumah Adat Kudus
Rumah Adat Kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang mencerminkan
akulturasi kebudayaan masyarakat Kudus. Rumah Adat Kudus memiliki atap
berbentuk joglo pencu, dengan bangunan yang didominasi seni ukir empat dimensi
khas Kota Kudus yang merupakan perpaduan gaya seni ukir dari budaya Hindu,
Persia (Islam), Cina, dan Eropa.
Rumah ini diperkirakan mulai dibangun pada tahun 1500-an M dengan bahan baku
utama (95%) dari kayu jati berkualitas tinggi dengan sistem pemasangan knock-
keistimewaan
Rumah Adat Kudus tidak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya yang
didominasi dengan seni ukir kualitas tinggi, tetapi juga pada kelengkapan
komponen-komponen pembentuknya yang memiliki makna filosofis berbeda-beda.
Pertama
bentuk dan motif ukirannya mengikuti pola (binatang sejenis laba-laba berkaki
banyak), gajah penunggu, rangkaian bunga melati, motif ular naga, buah nanas
(sarang lebah), motif burung, dan lain-lain.
Kedua
tata ruang rumah adat yang memiliki jogo satru ruang tamu dengan soko
geder/tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT bersifat Esa/Tunggal.
Bagian ini berfungsi sebagai pengingat bagi penghuni rumah agar senantiasa
beriman dan bertakwa kepada-Nya.
Ketiga
gedhongan senthong/ruang keluarga yang ditopang empat buah soko guru/tiang
penyangga. Keempat tiang tersebut adalah simbol yang memberi petunjuk bagi
penghuni rumah supaya mampu menyangga kehidupannya sehari-hari dengan
mengendalikan empat sifat manusia: amarah (dorongan untuk melakukan
kemaksiatan), lawwamah (dorongan mengkoreksi diri sendiri), shofiyah
(kelembutan hati), mutmainnah (dorongan untuk berbuat kebajikan).
Keempat
pawon/dapur di bagian paling belakang bangunan rumah.
Kelima
pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia selalu membersihkan diri
baik fisik maupun ruhani.
Keenam
tanaman di sekeliling pakiwan, antara lain: pohon belimbing, yang melambangkan
lima rukun Islam; pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum/halal dan baik;
bunga melati, yang melambangkan keharuman, perilaku yang baik dan budi
pekerti luhur, serta kesucian.
Ketujuh
tata letak rumah yang menghadap ke arah selatan mengandung makna agar si
pemilik rumah seolah-olah tidak "memangku" Gunung Muria (yang terletak di
sebelah utara), sehingga tidak memperberat kehidupannya sehari-hari.
Tata cara perawatan yang dilakukan Rumah Adat Kudus juga merupakan kekhasan
tersendiri yang mungkin tidak bisa dijumpai di tempat - tempat lain. Jenis bahan
dasar yang digunakan untuk merawat Rumah Adat Kudus adalah ramuan yang
diperoleh berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun-temurun,
yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air
Rendaman Cengkeh). Dengan mengoleskannya secara berulang-ulang, ramuan ini
terbukti efektif mampu mengawetkan kayu jati, sebagai bahan dasar Rumah Adat
Kudus dari serangan rayap dan juga membuat permukaan kayu menjadi lebih
bersih dan mengkilap.
nama
asli
Jafar
Sodiq
terkenal
dalam
tokoh
Untuk mengetahui sejarah nama kota Kudus, terdapat beberapa versi. Menurt cerita
rakyat, nama Kudus bermula dari kisah seorang pemburu kudus.
Suatu ketika ia
mendapatkan sepasang burung derkuku, yakni sejenis burung merpati dan dalam
perjalanan pulang, ia membasuh muka dan minum di suatu sendhang atau mata air.
Saat itu burung hasil buruannya yang sudah kaku dimasukkan ke dalam air dan
ternyata
sering di datangi oleh masyarakat yang berasal dari berbagai penjuru tempat
yang menamainya dengan nama Kudus yang asal katanya adalah Derkuku Adhus
yang berarti burung merpati yang sedang mandi.