Limfedema IPDL FIX
Limfedema IPDL FIX
Oleh:
Bima Ryanda Putra
04084821618145
Pembimbing:
dr. Erwin Azmar, SpPD
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh:
Telah dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sebagai salah satu persyaratan guna mengikuti
ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri Palembang.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan
judul Limfedema Primer dan Sekunder untuk memenuhi tugas laporan Referat
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
dalam Departemen Ilmu Bedah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Erwin Azmar, SpPD selaku
pembimbing referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan
Referat ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II ..............................................................................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik .......................................................... 2
2.2 Limfedema ......................................................................................................5
2.2.1. Definisi .................................................................................................... 5
2.2.2. Epidemiologi ............................................................................................5
2.2.3. Etiologi dan Klasifikasi ........................................................................... 6
2.2.3.1 Limfedema Primer ............................................................................ 6
2.2.3.2 Limfedema Sekunder ........................................................................7
2.2.4. Manifestasi Klinis ....................................................................................7
2.2.5. Diagnosis ...................................................................................................8
2.2.5.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik ..................................................... 8
2.2.5.2 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 10
2.2.6. Tatalaksana .............................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
jaringan
limfe
yang
tersedia
sedikit,
manifestasi
pembengkakan tergantung pada seberapa parah kondisi ini, dapat hadir pada saat
lahir atau mungkin berkembang di kemudian hari. Limfedema yang terjadi setelah
trauma, operasi, radiasi, invasi tumor, atau infeksi disebut dengan limfedema
sekunder.2
Secara epidemiologi insiden yang paling sering terjadi di dunia adalah
limfedema sekunder dengan penyebab tersering adalah filariasis karena infeksi
dari Wuscheria bancrofti. Menurut penelitian di Amerika Serikat, limfedema
sekunder paling sering disebabkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik
Gambar. 1 Sistem Limfatik. Hampir seluruh jaringan tubuh mepunyai saluran limfe khusus
mengalirkan kelebihan cairan dari ruang interstisial. (Guyton AC, Hall JE. 2006.hal 199)
limfe
merupakan
pembuluh
yang
membantu
sistem
Gambar2. Pembuluh limfatik Struktur dari kapiler limfatik dan sebuah saluran limfe ,
memperlihatkan katup saluran limfe. (Guyton AC, Hall JE. 2006.hal 199)
Limfe adalah nama yang diberikan untuk cairan jaringan yang masuk ke
dalam pembuluh limfe. Kapiler limfe adalah anyaman pembuluh-pembuluh halus
yang mengalirkan limfe dari jaringan. Kapiler limfe selanjutnya mengalirkan
limfe ke pembuluh limfe kecil yang akan bergabung membentuk pembuluh limfe
besar. Pembuluh limfe berbentuk tasbih karena banyaknya katup yang terdapat
disepanjang perjalanannya.3
Sebelum limfe masuk ke aliran darah, cairan ini melalui paling sedikit satu
kelenjar limfe, bahkan seringkali lebih dari satu. Pembuluh limfe yang membawa
limfe ke kelenjar limfe dinamakan pembuluh aferen, pembuluh yang membawa
limfe keluar dari kelenjar limfe disebut pembuluh eferen. Limfe memasuki aliran
darah pada pangkal leher melalui pembuluh limfe yang dinamakan duktus
lymphaticus dextra dan duktus thorasikus.3
Pada dasarnya seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh pada
akhirnya akan bermuara ke duktus torasikus, yang selanjutnya bermuara ke dalam
sistem darah vena pada pertemuan antara vena jugularis interna kiri dan vena
subklavia kiri.
Cairan limfe dari sisi kiri kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah toraks
juga memasuki duktus torasikus sebelum bermuara ke dalam vena. Cairan limfe
dari sisi kanan leher dan kepala, lengan kanan, dan bagian kanan toraks memasuki
duktus limfatikus kanan, yang akan bermuara ke dalam sistem darah vena pada
pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna.
Sistem limfatik berfungsi sebagai mekanisme untuk kelebihan aliran
(overflowmechanism) untuk mengembalikan kelebihan protein dan kelebihan
volume cairan ke sirkulasi dari ruang jaringan . Oleh karena itu, sistem limfatik
juga memiliki peran sntral dalam mengatur (1) konsentrasi protein dalam cairan
interstitial, (2) volume cairan interstitial, dan (3) tekanan cairan interstitial.
Sejumlah kecil protein terus keluar dari kapiler darah masuk ke dalam intertitium.
Hanya sejumlah kecil protein yang bocor, jika ada, yang kembali, ke sirkulasi
melalui ujung-ujung vena dari kapiler darah. Oleh karena itu, protein-protein ini
cenderung berakumulasi di cairan interstitial, dan hal ini kemudian akan
meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan cairan intertitial
Peningkatan tekanan osmotik koloid dalam cairan intertisial akan
menggeser keseimbangan daya pada membran kapiler darah dalam membantu
filtrasi cairan ke dalam intertisium. Oleh karena itu, cairan bertukar tempat secara
osmosis keluar melalui dinding kapiler masuk ke dalam interstisium akibat protein,
sehingga meningkatkan volume cairan intertisial dan tekanan cairan intertisial.4
2.2.2
Epidemiologi
penyakit ini terjadi mutasi gen di lokus 5q35.3, yaitu FLT4, yang menyandikan
untuk reseptor Vascular Endothelial Growth Factor Receptor 3 (VEGFR3). Pada
penyakit Milroy biasanya terjadi limfedema bilateral mulai dari lutut sampai kaki,
serta dapat juga terjadi hidrokel, ski jump toenails, dan papilomatosis pada jarijari kaki.4,5,6
Limfadema praecox atau disebut juga Meiges disease, biasanya muncul
saat masa pubertas dan menunjukkan turunan dari autosomal dominan. Hal ini
terkait dengan beberapa variasi anomali, seperti cacat tulang belakang,
malforfamasi cerebrovaskular, gangguan pendengaran, dan distichiasis. Analisis
genetik molekuler telah menunjukkan lebih dari 30 mutasi faktor transkripsi
FOXC2 gen 6 yang terlibat dalam penumpukkan metabolisme adiposa.4
Limfedema tarda dapat dianggap limfedema kongenital dengan gejala
klinis yang muncul setelah usia 35 tahun.Dapat disertai dengan displasia nodus
dan obstruksi limfatik akibat etiologi idiopatik.4
2.2.3.1 Limfedema sekunder
2.2.4
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari limfedema secara umum terjadi akumulasi subkutan
cairan edema dan jaringan adiposa. Respon inflamasi berkembang dengan akumulasi
cairan interstitial yang kronis. Selain peradangan, aliran limfatik melambat juga telah
terbukti menyebabkan lipogenesis
Deskripsi
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Diagnosis
menegakkan
diagnosis
limfedema
diperlukan
anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Paling sering pasien akan datang
dengan keluhan utama bengkak pada ekstremitas bawah. Pembengkakan yang
terjadi pada limfedema umumnya mulai dari distal dan berlanjut ke arah
proksimal dalam hitungan bulan sampai tahun. Pada stadium awal akan sulit
untuk membedakan pembengkakan karena penyebab yang lain seperti, gagal
jantung, gagal ginjal kronik, kehilangan protein, dan lokal etiologi seperti,
lipedema, trombosis vena dalam, vena kronis insufisiensi, myxedema, dan edema
siklus atau idiopatik. Perlu ditanyakan riwayat faktor resiko seperti pembedahan
diseksi nodul, riwayat terapi radiasi, riwayat trauma, riwayat infeksi, travel ke
daerah endemik filariasis, riwayat keganasan tumor, dan riwayat keluraga yang
memiliki limfedema.
Pasien datang dapat mengeluh ekstremitasnya lelah atau adanya tekanan
pada ekstremitas, tetapi nyeri jarang dirasakan. Riwayat keluarga tidak khas pada
limfedema, tetapi ciri-ciri limfedema, suatu lipodistrofi yang menyebabkan
pembesaran simetris pada ekstremitas bawah, sering terjadi pada wanita.
Pembengkakan yang terjadi pada limfedema umumnya mulai dari distal dan
berlanjut ke arah proksimal dalam hitungan bulan sampai tahun.4
Pada pemeriksaan fisik, limfedema akan ditemukan pitting edema, tetapi
perlahan menjadi non-pitting edema karena terbentuknya fibrosis dan jaringan
menjadi keras. Perubahan kulit dapat terjadi yaitu ditemukan peau dorange,
tetapi jarang terjadi ulkus. Tanda stemmer ditemukan positif.4
Uji stemmer dapat digunakan untuk menandakan ada atau tidaknya
limfedema. Cara untuk melakukan uji stemmer adalah dengan cara mencubit dan
mengangkat lipatan kulit basal pada digiti II pedis dan digiti III manus. Jika
lipatan kulit basal dapat diangkat tanda stemmer negatif bila tidak tanda stemmer
positif. False positive tidak pernah terjadi. Sebaliknya, tanda negatif tidak
menyingkirkan kalau itu bukan limfedema. Uji stemmer ini cepat untuk
mengetahui bila hasil positif menandakan limfedema dan dapat dilakukan
secepatnya terapi yang tepat.
Gambar 3. Uji Stemmer. Uji stemmer positif (kiri) dengan cara mencubit lipatan basal
digiti II pedis dan digiti III manus. Uji stemmer negatif (kanan) terhadap pasien CVI Chronic
Venous Insufficiency (Robyn Bjork, 2010)
b) Limfoskintigrafi
Limfoskintigrafi atau limfografi isotopik adalah suatu teknik
pencitraan noninvasif melalui injeksi technetium-labeled colloid ke dalam
jaringan subkutan. Radioisotop masuk ke dalam sistem limfatik dan
diperiksa
menggunakan
kamera
gamma
khusus.
Teknik
ini
d) CT Scan
Kegunaan CT-scan sama dengan pemeriksaan USG, yaitu untuk
mendeteksi lesi obstruksi seperti neoplasma, khususnya jika limfedema
terjadi spontan pada pasien dewasa karena menandakan adanya suatu
kompresi sistem limfatik akibat keganasan. Sensitivitasnya sebesar 97%
dan spesifisitasnya sebesar 100%.5
e) Diagnosis parasitologi
Pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial
di dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini
sekarang dipertimbangkan debagai diagnosis yang paten infeksi filarial
dan dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan. Jika dicurigai
filariasis limfatik, urin harus diperiksa secara mikroskopik untuk
menemukan adanya chyluria. Pada pemeriksaan imunoglobulin serum,
kadar Ig E serum yang meningkat ditemukan pada pasien dengan penyakit
filaria aktif.5
2.2.6
Tatalaksana
Gambar 4. Perban Kompresi terhadap tangan sampai ke jari-jari untuk limfedema pada
tungkai atas (Bergan J, 2010)
dalam dan
Latihan
yang
tepat
eksaserbasi
edema,
meskipun
aktivitas
berat
untuk
sementara
meningkatkan beban cairan. Perban kompresi harus tetap dipakai selama latihan
untuk mengimbangi terbentuknya cairan interstitial. Karena latihan telah terbukti
memiliki efek positif yang besar selama dan setelah pengobatan. Untuk bentuk
lain dari limfedema, latihan juga memiliki efek positif. Orang dengan atau
berisiko untuk limfedema didorong untuk bekerja dengan spesialis limfedema
untuk menggabungkan program latihan individual ke dalam manajemen
limfedema.9,10
Terakhir perawatan kulit dan kuku, kebersihan yang teliti dianjurkan untuk
mengurangi jumlah jamur dan bakteri pada kulit. Agar menjaga kulit dari
kekeringan dan retak pelembab dengan pH rendah harus diberikan . Daerah kulit
yang retak dan kering dapat mengakibatkan infeksi dan luka. Infeksi kulit yang
dikenal adalah selulitis (atau erisipelas) maka dari itu pengobatan antibiotik
diperlukan pada orang dengan limfedema.9,10
Menurut penelitian Comprehensive Decongestive Therapy sangat efektif
dalam mereduksi volume cairan penurunan yang signifikan terlihat pada 1 tahun
setelah awal pengobatan pasien limfedema mengalami penurunan volume cairan
sebesar 47%. Hanya saja menurut penelitian lainnya kualitas hidup pasien
limfedema kurang berpengaruh terhadap berkurangnya volume cairan. Pasien
limfedema masih sering merasa nyeri, terbatasnya pemilihan pakaian,
gangguan dalam pekerjaan juga psikososial.9,10
dan
BAB III
KESIMPULAN
Limfedema adalah suatu kondisi patologis pada sistem limfatik yang
progresif dari sistem limfatik dimana terjadi penumpukan cairan protein pada
interstisial, peradangan dan selanjutnya terjadi hipertofi jaringan lemak juga
fibrosis. Limfedema dibagi dalam dua klasifikasi yaitu limfedema primer yang
terjadi karena jumlah pembuluh limfe yang terbentuk lebih sedikit dari normal
dan limfedema sekunder yang disebabkan oleh adanya obstruksi aliran getah
bening karena infeksi, radiasi, metastasis tumor dan pembedahan.
Secara epidemiologi insiden yang paling sering terjadi di dunia adalah
limfedema sekunder dengan penyebab tersering adalah filariasis karena infeksi
dari wuscheria bancrofti. Limfedema sangat jarang terjadi pada limfedema primer
diperkirakan sekitar 1,15 di antara 100.000 orang yang berusia < 20 tahun, dan
lebih sering terjadi pada wanita.
Dalam
menegakkan
diagnosis
limfedema
diperlukan
anamnesis,
DAFTAR PUSTAKA
1.
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Loscalzo J. Hauser S.
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 18th ed. New York: McGrawHill;
2011: 1901
2.
3.
4.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006.hal 199-203
5.
Warren AG, Brorson HK, Borud LJ, and Slavin S.2007. Lymphedema
Comprehensive Review;2007; 59: 464-472
6.
7.
8.
Supali T, Sri S, Margono, Alisah SN, Abidin. Nematoda jaringan. In: Sutanto
I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S; editors. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran. 4th ed. Jakarta FKUI; 2008. hal. 32-42.
9.
10. Rashmi Koul, Tarek Dufan. Efficacy of Complete Decongestive Therapy and
Manual Lymphatic Drainage on Treatment-Related Lymphedema In Breast
Cancer.Elsevier, Canada. 2007; vol 67; 841-846