Anda di halaman 1dari 153

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK


GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-1)
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

Nopember 2013

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENYUSUNAN MODUL PEMBELAJARAN
BPOPTN 2013
1

a. Buku I
b. Matakuliah
c. Program Studi
d. Semester/SKS/Kode
e. Prasyarat
f. Status matakuliah
Dosen Pengampu I
a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat, Golongan, NIP
c. Jabatan Fungsional
d. Jurusan, Fak, Univ.
Dosen Pengampu II
a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat, Golongan, NIP
c. Jabatan Fungsional
d. Jurusan, Fak, Univ.
Dosen Pengampu III
a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat, Golongan, NIP
c. Jabatan Fungsional
d. Jurusan, Fak, Univ.
Dosen Pengampu IV
a. Nama lengkap dan gelar
b. Pangkat, Golongan, NIP
c. Jabatan Fungsional
d. Jurusan, Fak, Univ.

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan


(RKPM)
Matematika Geodesi
Teknik Geodesi dan Geomatika
III/3 SKS/TKGD2302
Sistem Acuan Geodetik
Wajib
Ir. Parseno, MT.
Penata Tk.I, III.d., 1956 10 08 1983 03 1 001
Lektor
Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, UGM
Ir. Nurrohmat Widjajanti, M.T., Ph.D.
Pembina, IV.a., 1969 10 21 1994 03 2 003
Lektor Kepala
Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, UGM
Dwi Lestari, ST.,ME.
Asisten Ahli, III.a., 1975 08 30 1999 03 2 002
Lektor
Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, UGM
Ir. Sri Narni, MT.
Penata Muda, III.c., 1950 10 09 1977 02 2 001
Lektor
Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, UGM

Disetujui :
Ketua Jurusan Teknik Geodesi
Ketua PS T. Geodesi dan Geomatika

Ir. Djurdjani, MSP., M.Eng., Ph.D.


NIP 1958 08 20 1985 02 1 001

Yogyakarta, 20 November2013
Koordinator Dosen Pengampu

Ir. Parseno, MT.


NIP 1956 10 08 1983 03 1 001

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
MODUL 1

: Pendahuluan dan Review Aljabar Vektor

MODUL 2

: Sistem Koordinat Vektor

MODUL 3

: Aplikasi Vektor dalam Geometri Analitik

MODUL 4

: Diferensial Vektor

MODUL 5

: Medan Skalar dan Medan Vektor

MODUL 6

: Geometri Diferensial

MODUL 7

: Geometri Diferensial

MODUL 8

: Tes Sumatif 1 (UTS)

MODUL 9

: Geometri Diferensial

MODUL 10

: Geometri Diferensial

MODUL 11

: Segitiga Bola

MODUL 12

: Geometri Segitiga Bola

MODUL 13

: Geometri Segitiga Bola

MODUL 14

: Aplikasi Segitiga Bola

MODUL 15

: Aplikasi Segitiga Bola

MODUL 16

: Tes Sumatif 2 (UAS)

PRAKATA
Matematika Gedesi adalah matakuliah wajib di semester III pada program
studi Teknik Geodesi dan Geomatika, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Tekik
UGM. Matakuliah ini diselenggarakan sebagai salah satu pendukung kompetensi
yang harus dicapai lulusan program S1 Program Studi Teknik Geodesi dan
Geomatika.
Keberhasilan pencapaian kompetensi yang diharapkan pada program studi
ini sangat ditentukan oleh proses kegiatan pembelajaran. Dalam rangka menuju ke
cita-cita program studi tersebut disusunlah Bahan Ajar untuk matakuliah
Matematika Geodesi. Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh
pengampu matakuliah Matematika Geodesi dalam menyampaikan perkuliahan
maupun oleh mahasiswa yang mengambil matakuliah ini.
Dengan selesainya pembuatan buku bahan ajar Matematika Geodesi ini,
penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ketua P3 UGM atas biaya yang dialokasikan guna penyusunan buku ini.
2. Ketua Jurusan Teknik Geodesi atas kepercayaan yang diberikan untuk
menyusun buku ini.
3. Tim MONEV atas masukan-masukan guna perbaikan dalam penyusunan
buku RPKPS an Bahan Ajar.
Selanjutnya harapan penyusun semoga buku ini dapat membantu pengampu
matakuliah Matematika Geodesi dalam menyampaiakan materi di kelas dan
membantu mahasiswa dalam memahami isi matakuliah Matematika Geodesi.
Yogyakarta, 20 November 2013
Koordinator Dosen Pengampu

Ir Parseno, MT.
NIP 1956 10 08 1983 03 1 001

TINJAUAN MATAKULIAH
Matematika Geodesi
III/3 SKS/TKGD2302/Wajib
DESKRIPSI MATAKULIAH
Matakuliah ini menjelaskan dasar-dasar matematika yang digunakan dalam
ilmu Geodesi, meliputi aljabar vektor, diferensial vektor, geometri diferensial,
medan skalar dan medan vektor, serta ilmu ukur segitiga bola.

KEGUNAAN MATAKULIAH BAGI MAHASISWA


Matakuliah ini berguna bagi mahasiswa terutama dalam mempelajari
bentuk bumi terkait dengan medan gayaberat bumi, penentuan konstanta fisik
bumi, dan karakteristik dari garis untuing-unting (plumb line) terhadap bidangbidang equipotensial. Matakuliah lain yang didasari oleh matakuliah ini adalah
Proyeksi Peta. Pengetahuan tentang kelengkungan garis, kelengkungan normal
pada bidang-bidang irisan sangat mendukung dalam memahami transformasi data
ukuran pada bidang lengkung ke bidang datar (bidang peta). Dengan memiliki
bekal materi pada matakuliah Matematika Geodesi diharapkan mahasiswa akan
lebih mudah dalam mempelajari matakuliah lanjutan yang terkait dengan
Matematika Geodesi.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menyelesaikan persoalan-persoalan hitungan dalam aljabar
vektor dan hitungan diferensial pada vektor, dapat menerapkan hitungan vektor
untuk menyelesaikan persoalan pada kurva dan luasan (geometri diferensial) serta
mampu menyelesaikan persoalan-persoalan hitungan dalam ilmu segitiga bola
untuk mendukung tercapainya kompetensi dalam pengolahan data geosapasial.

SUSUNAN URUTAN BAHAN AJAR


BAB I : PENDAHULUAN DAN RIVIEW ALJABAR VEKTOR
a. Penggunaan Vektor dan Segitiga Bola
b. Pengertian Vektor, Jenis dan Sifat-sifat Vektor
c. Letak Relatif 2 Vektor (Dependent dan Indepent Linear).
d. Letak Relatif 3 Vektor (Asas Koplanaritas).
e. Dalil-dalil dalam R2 (2-dimensi) dan R3 (3-dimensi).
BAB II : SISTEM KOORDINAT VEKTOR
a. Komponen Vektor dalam Bidang dan Ruang
b. Vektor Satuan
c. Operasi Vektor Penjumlahan, Selisih dan Perkalian dengan
Skalar
d. Operasi Vektor : Dot Product dan Cross Product
e. Operasi Vektor : Perkalian 3 Vektor
BAB III : APLIKASI VEKTOR DALAM GEOMETRI ANALITIK
a. Persamaan Garis AB
b. Persamaan Garis melalui A Sejajar Vektor b
c. Persamaan Garis/Bidang melalui A Tegak Lurus Vektor b
d. Persamaan Bidang melalui A // b dan // c
e. Menentukan Jarak Titik ke Garis atau Bidang
f. Persamaan Bidang Tertentu oleh 3 Vektor
g. Sudut antara Dua Bidang
BAB IV : DIFERENSIAL VEKTOR
a. Fungsi Satu Perubah
b. Fungsi Lebih dari Satu Perubah
BAB V : MEDAN SKALAR DAN MEDAN VEKTOR

a. Pengertian Medan Skalar dan Medan Vektor


b. Gradien
c. Divergensi
BAB VI : GEOMETRI DIFERENSIAL
a. Kurva dalam Ruang
b. Vektor Singgung
c. Vektor Binormal pada Kurva
BAB VII : GEOMETRI DIFERENSIAL
a. Kelengkungan dan Puntiran pada Kurva
b. Sifat-sifat Kurva
BAB VIII : UJIAN TENGAH SEMESTER (Tes Sumatif 1)
BAB IX : GEOMETRI DIFERENSIAL
a. Luasan atau Permukaan dan Garis
b. Besaran Fundamental Orde I dan Orde II
BAB X : GEOMETRI DIFERENSIAL
a. Kelengkungan Utama Gauss
b. Sifat-sifat Developable
c. Sifat Titik pada Luasan
BAB XI : SEGITIGA BOLA
a. Pengertian dan Terbentuknya Segitiga Bola
b. Istilah dalam Segitiga Bola
BAB XII : GEOMETRI SEGITIGA BOLA
a. Syarat Hitungan pada Segitiga Bola
b. Jenis Segitiga Bola
c. Hitungan pada Segitiga Bola Siku (Aturan Napier)

BAB XIII : GEOMETRI SEGITIGA BOLA


a. Hitungan pada Segitiga Bola Kutub
b. Hitungan pada Segitiga Bola Kwadran
c. Hitungan pada Segitiga Bola Sembarang (Aturan Sinus dan
Cosinus)
BAB XIV : APLIKASI SEGITIGA BOLA
a. Pelayaran melalui Lingkaran Besar
b. Penentuan Arah Garis antara Dua Tempat
BAB XV : APLIKASI SEGITIGA BOLA
a. Aplikasi Segitiga Bola pada Astronomi
b. Bola Langit
c. SK Langit
BAB XVI : UJIAN AKHIR SEMESTER (Tes Sumatif 2)

PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR


Buku Bahan Ajar ini digunakan sebagai pedoman baik bagi dosen
pengampu maupun mahasiswa. Materi pembelajaran pada matakuliah ini tersusun
dala 16 bab. Setiap bab adalah materi untuk satu kali pertemuan. Dengan buku ini
diharapkan mahasiswa dapat mengetahui materi-materi dalam satu pertemuan,
sehingga dapat mempersiapkan materi sebelum kuliah.
Agar supaya mahasiswa dapat lebih memahami mengenai materi yang
disampaikan setiap kali pertemuan, dalam buku ini dilengkapi dengan pertanyaanpertanyaan ataupun soal latihan hitungan. Penyelesaian soal-soal latihan pada
setiap akhir pertemuan digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam proses
pembelajaran.
Supaya proses pembelajaran matakuliah Matematika Geodesi dapat
berjalan lancar, maka mahasiswa wajib:

1. Membaca/ mempelajari daftar pustaka yang diwajibkan dan dianjurkan.


2. Mengerjakan latihan/tugas yang diberikan oleh dosen pengasuh, baik
berkelompok maupun mandiri.
3. Aktif

bertanya,

menjawab

pertanyaan

maupun

menyampaikan

pendapatnya pada saat sesi diskusi di setiap pertemuan kuliah.

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-1 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
10

BAB I
PENDAHULUAN DAN REVIEW ALJABAR LINIER
I.1. Pendahuluan
Bagian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa
tentang lingkup pembelajaran matakuliah Matematika Geodesi secara keseluruhan
serta keterkaitanya dengan bidang geodesi dan bidang lain khususnya kalkulus.
Pada bab I, akan dibahas materi tentang: penggunaan vektor dan segitiga bola
dalam bidang geodesi. Selanjutnya akan di-review mengenai pengertian vektor,
jenis vektor dan sifat-sifatnya, letak relatif 2 vektor (dependent dan indepent
linear), serta dalil-dalil dalam R2 (2-dimensi) dan R3 (3-dimensi).
I.1.1. Deskripsi Singkat
Vektor adalah besaran yang memiliki besar/nilai dan arah. Dalam
penerapannya beberapa vektor dapat digabung dengan operasi aljabar. Letak
relatif dari 2 buah vektor atau satu vektor terhadap vektor lainya dapat
menunjukan hubungan linier yang disebut hubungan gayut (dependen) atau
hubungan tak gayut (independen). Sedangkan hubungan linier tiga buah vektor
dapat digunakan untuk menjelaskan azas koplanaritas yaitu suatu azas yang
menunjukan bahwa ketiga vektor tersebut terletak pada satu bidang atau tidak.
I.1.2. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami arti pentingnya medan vektor dan segitiga
bola dalam kerangka konsep model bumi teoritik atau model bumi matematis.
Pengetahuan

tentang

azas

kolinieritas

dan

koplanaritas,

sangat

mendukung dalam mempelajari matakuliah Fotogrametri. Di dalam Fotogrametri


dipelajari pembentukan bayangan tiga dimensi dari sepasang foto udara/citra yang
bertampalan. Dengan rekonstruksi bayangan tiga dimensi secara analitik azas
kolinier dan koplanaritas diterapkan. Selanjutnya dapat diproses foto ortogonal
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai peta.

11

I.1.3. Relevansi
Bab I ini mempunyai maksud memperkenalkan mahasiswa tentang ruang
lingkup geodesi secara umum dalam kaitannya dengan disiplin ilmu lainnya,
sehingga mahasiswa mendapat gambaran disiplin ilmu yang menjadi dasar ilmu
geodesi dan disiplin ilmu penunjangnya. Dari uraian manfaat jelas bahwa
pengetahuan letak relatif dari dua atau lebih vektor memiliki hubungan yang kuat,
yaitu sebagai jembatan antara pengetahuan matematika dengan ilmu geodesi
khususnya bidang fotogrametri.
I.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-1, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan tentang ruang lingkup Matematika Geodesi.
2. Menjelaskan pengertian dan jenis vektor.
3. Menjelaskan letak vektor dan dalil-dalil yang berlaku.
I.2. Penyajian
I.2.1. Penggunaan Vektor dan Segitiga Bola
Dalam bidang geodesi vektor banyak digunakan untk menguraikan
kondisi atau fenomena alam misalnya fenomena yang terkait dengan hukum fisika
sperti gravitasi bumi, gaya-gaya yang bekerja di permukaan bumi yang
berpengaruh pada gaya gravitasi bumi. Gaya pembangkit pasang-surut bumi atau
pasang-surut laut.
Segitiga bola digunakan untuk menjelaskan kedudukan bumi secara
relatif terhadap planet lain dalam sistem tata surya atau sistem koordinat langit.
Segitiga bola juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tempat yang
satu dan tempat yang lain di permukaan bumi dalam sistem toposentris maupun
dalam sistem geosentris.
I.2.2. Pengertian Vektor dan Skalar
Vektor didefinisikan sebagai suatu besaran yang mempunyai arah,
misalnya kecepatan, gaya, pergeseran, percepatan dll, sedangkan skalar adalah

12

suatu besaran saja/tidak mempunyai arah misalnya masa, panjang, waktu, suhu,
tinggi dll. Untuk memperjelas perbedaan skalar dan vektor bisa diperhatikan
Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Perbedaan vektor dan skalar
-

skalar
Besaran tanpa arah
Contoh: luas, panjang, tinggi, suhu, dll
Penulisan simbol: huruf kecil atau besar tanpa strip di bawah, misal: a,
b, D, M
Operasi pada skalar mengikuti
aturan pada aljabar dasar
-

Lambang vektor:

vektor
Besaran yang mempunyai arah
Contoh:
gaya,
kecepatan,
percepatan, pergeseran/translasi, dll
Penulisan simbol: huruf kecil atau
besar dengan strip di bawah, misal
a, P, DF atau cara tulis lain dengan
tanda panah di atas atau di bawah
huruf
Ada aturan tentang aljabar vektor

Vektor PQ = PQ
P = pangkal
Q = ujung
Besar vektor PQ = magnitude
= |PQ|

Besar vektor a = magnitude a = | a |


Vektor PQ bisa ditulis PQ , PQ ,

PQ , PQ

I.2.3. Jenis-jenis Vektor


Beberapa jenis vektor yaitu:

Vektor bebas: boleh dipindah asal sejajar dan sama besar


Contoh:

Vektor meluncur: boleh digeser sepanjang garis kerja

Vektor terikat tetap: titik pangkal tetap, atau biasa disebut dengan vektor letak

13

Vektor nol = 0 : vektor yang besarnya nol (arah tak tentu)

Vektor satuan (unit vector): vektor yang panjangnya/besarnya/magnitudenya =


1 satuan

Vektor lawan : adalah vektor yang sama besarnya, arah berlawanan

|a| = |-a|

-a

Dua buah vektor a dan b dikatakan sama apabila:


-

Sama panjang

Sejajar

Sama arahnya

a
b
a=b

a
b

b
ab

ab

I.2.4. Operasi Vektor (Secara Grafis)


Operasi yang dimaksud disini adalah operasi-operasi aljabar seperti pada
bilangan skalar, yaitu penjumlahan, pengurangan dan perkalian.
a. Penjumlahan

a
a +b

a
a +b

b
b+a
b

14

Sehingga pada penjumlahan vektor berlaku sifat komutatif : a + b = b + a

(a + b) + c
c
b+c

a + (b + c)

f
c

a+b
b

d
f = ??

Sifat asosiatif juga berlaku pada penjumlahan vektor :

(a + b) + c = a + (b + c)
b
a
c

a+b+c+d=0

b. Pengurangan

-a
c

a
a+b=c

c-a=b
dapat ditafsirkan sebagai c + (- a) = b

c. Perkalian dengan skalar


Jika m adalah suatu skalar dan a adalah suatu vektor, maka:

m a = b,

dengan a // b dan |b| = |m| |a|

15

untuk m > 0 , arah b sama arah dengan a


untuk m < 0 , arah b berlawanan arah dengan a
Contoh:

b=a

c=a

d=-a
I.2.5. Sifat-sifat Vektor
Beberapa sifat vektor dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. a + (- a) = 0
2. 1 a = a
3. 0 a = 0
4. m 0 = 0
5. a + 0 = a
6. m (a + b) = ma + mb
7. (m + n) a = ma + na
8. Kombinasi linear

a
b

p=ma
q=nb
----------------- +
r=p+q=ma+nb

r merupakan kombinasi linear a dan b

s=ma+nb+pc+td
s merupakan kombinasi linear dari a, b, c, dan d
I.2.6. Letak Relatif 2 Vektor (Dependent dan Indepent Linear)
Di dalam suatu bidang dua buah vektor

apat dikatakan sebagai linearly

dependent atau linearly independent.

16

1. Dependent linear

b
a // b , dengan kata lain b dapat dinyatakan dengan a atau sebaliknya.
Misalkan: b = m a

a // b , a dan b saling dependent linear atau a dan b berbeda hanya dari


perkalian konstan m (kolinear)
2. Independent linear

a tidak sejajar b, dengan kata lain a dan b saling independen linear (non
kolinear).
Jika a dan b dua vektor bukan nol yang tidak saling sejajar, vektor c dalam
bidang (R2) diperoleh dengan memilih m dan n yang tepat.

c=ma+nb
ma
a
b

c
nb

I.2.7. Letak Relatif 3 Vektor (Asas Koplanaritas)

a
b

c
17

Jika dua bidang dan sejajar, vektor a, b, c akan sejajar dengan suatu
bidang (koplanar), atau vektor a, b, c saling dependent linear.
atau

a, b, c sejajar dengan suatu arah bidang yang memuat vektor (koplanar), a, b,


c saling dependent linear.
bidang tidak sejajar bidang

sebaliknya

, disebut independent linear

p, q, dan r: tidak ada bidang

sejajar ketiganya

(nonkoplanar)

Tiga buah vektor nonkoplanar a, b, c menjadi basis untuk R3, dan vektor d
dalam ruang dapat diperoleh dengan menentukann h, m, n yang tepat pada:

d=ha+mb+nc
nc

c
a

d
b

mb

ha
I.2.8. Dalil-dalil dalam R2 (2-dimensi) dan R3 (3-dimensi)
Dalil 1 :
Bila a dan b sejajar, maka selalu dapat ditemukan skalar m sehingga:

b=ma
Dalil 2 :

18

Dalam bidang (R2) sembarang vektor c selalu dapat dituliskan sebagai


kombinasi linear dari dua vektor yang tidak saling sejajar (independent
linear).
Dalil 3 :
Dalam ruang (R3), sembarang vektor d selalu dapat ditulis sebagai
kombinasi linier 3 vektor yang nonkoplanar (independent linear).
Dalil 4 :
Dalam bidang, 3 vektor atau lebih selalu dependent linear.
Dalil 5 :
Dalam ruang, 4 vektor atau lebih selalu dependent linear.
I.3. Penutup
I.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
penggunaan vektor dan segitiga bola terutama terkait dengan disiplin geodesi.
Dasar dasar operasi vektor, sifat-sifat dalam operasi vektor dan azas kolinieritas
serta azas koplanaritas menjadi inti pembahasan. Sedangkan yang terkait dengan
segitiga bola akan dibahas lebih detil mulai pada pertemuan ke-12 sampai
pertemuan ke-15.
I.3.2. Tes Formatif
1. Tentukan 3 buah vektor a, b, c sembarang dan tidak saling sejajar.
Lakukan operasi berikut secara grafis:
a. a + b + 2c
b. 2a b + c
c. a + b c
2. Jika a dan b adalah sisi-sisi jajaran genjang (parallelogram), tentukan
vektor-vektor yang membentuk dua sisi lainnya dan diagonalnya.
3. Buktikan bahwa pada penjumlahan vektor berlaku hukum asosiatif.

19

4. Buktikan bahwa pada perkalian vektor dengan skalar berlaku hukum


distributif.
5. Tanto bersepeda ke arah Utara sejauh 3 km, kemudian berbelok ke arah
Tenggara sejauh 5 km. Gambarkan arah pergerakan Tanto dan berapa
resultan pergerakannya?
6. Tunjukan vektor-vektor yang independent dan dependent linear pada
contoh bangun bidang dan ruang berikut ini:
a.
a

b.

e
d

c
g

e
D

c.
A

d.

h
f

e
H
E

I.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik


Kriteria
Lingkup matematika
geodesi
Perkembangan
penentuan dimensi
bumi
Peran data gayaberat
di bidang geodesi

0
Tidak mampu
menjelaskan
Tidak mampu
menjelaskan
Tidak mampu
menjelaskan

Skor
1
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menjelaskan
sebagian

2
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
menjelaskan
secara runtut

20

I.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
I.3.5. Sumber Pustaka
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.

21

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-2 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
22

BAB II
SISTEM KOORDINAT VEKTOR

II.1. Pendahuluan
II.1.1. Deskripsi Singkat
Sistem koordinat pada dasarnya digunakan untuk mengetahui posisi
(lokasi) suatu titik dibandingkan dengan posisi (lokasi) titik lainya. Pada
umumnya elemen-elemen penentu posisi menggunakan angka-angka koordinat
yang diletakan pada sistem sumbu-sumb koordinat. Pengertian sistem koordinat
vektor tidak jauh berbeda dengan sistem-sistem koordinat lainnya, hanya saja
pemahaman elemen-elemen koordinat menjadi menjadi komponen-komponen
vektor posisi dari suatu titik.
II.1.2. Manfaat
Pengetahuan tentang sistem koordinat vektor sangat bermanfaat dalam
mempelajari penentuan posisi di permukaan bumi menggunakan space teknologi.
II.1.3. Relevansi
Di bidang geodesi teknologi penentuan posisi di permukaan bumi menjadi
bagian penting dalam mempelajari bentuk, ukuran serta dinamika bumi. Analisis
yang terkait dengan perubahan atau pergeseran posisi sering disajikan dalam
vektor posisi.
II.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-2, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan komponen vektor dalam ruang.
2. Menghitung vektor satuan.
3. Menerapkan operasi vektor dalam hitungan.

23

II.2. Penyajian
II.2.1. Komponen Vektor dalam Bidang dan Ruang
a. Vektor letak
Suatu titik dalam ruang dapat ditentukan letaknya dengan vektor letaknya
(position vector).
Bila O (titik pangkal) sudah ditentukan, maka letak

suatu titik P dapat ditentukan dengan vektor OP = p


yang berpangkal di O dan berujung di P, maka

vektor letak ini harus berjenis vektor terikat.

O
b. Sistem koordinat R2
Dalam

titik

yang independent linear: u1 dan u2.

C
u1

ditentukan

pangkal O dan sepasang vektor basis

B
u2

bidang

Titik B ditandai oleh vektor letak b =


OB, maka menurut dalil 2, b akan
dapat ditulis sebagai kombinasi linier

u1 dan u2.
Contoh : b = 2 u1 + 3 u2
Dalam hal ini titik B lalu diberi koordinat B(2, 3), periksa koordinat C dan
D.
Sistem koordinat yang timbul disebut cartesius (yang umum).
Apabila u1 tegak lurus u2, maka didapat sistem koordinat cartesius
orthogonal.
Yang biasa digunakan di geodesi adalah sistem koordinat cartesius
ortonormal, yaitu u1 tegak lurus u2 dan magnitude u1 = magnitude u2.

24

Sistem ini juga disebut koordinat tegak dan vektor basisnya biasa diberi
nama: i (pada arah sumbu x) dan j (pada arah sumbu y).
Secara umum, vektor letak suatu titik P juga akan diberi koordinat, sama
dengan koordinat P.
Dalam gambar di atas, B ditandai oleh b = 2 u1 + 3 u2 lalu ditulis b = (2,3)
yang dianggap sebagai bentuk singkat penulisan b = 2 u1 + 3 u2.
Bilangan 2 dan 3 disebut koordinat = komponen skalar vektor b.
Dalam sistem koordinat tegak, a = OA = (4, -2) artinya a = 4i - 2j yang
akan menunjuk titik A(4, -2).
c. Sistem koordinat R3
Dalam ruang dapat ditentukan pangkal O dan 3 vektor independen linear

u1, u2, u3 sebagai basis dan setiap titik akan ditandai dengan vektor
letaknya.

Titik A ditentukan oleh:

u3

a = OA = a1 u1 + a2 u2 + a3 u3 = (a1, a2, a3)

u2

maka koordinat A ialah A(a1, a2, a3)

u1
II.2.2. Vektor Satuan

Dalam R2:

Dalam R3:

k
j
i

X
25

i, j, k = vektor basis/satuan
| i | = | j | = | k | = 1, saling tegak lurus, orientasi tangan kanan
Dalam R2: vektor posisi suatu titik P (p1, p2)
ditulis p = p1 i + p2 j
|p|=

p1 p 2

Dalam R3: vektor posisi suatu titik A (a1, a2, a3)


ditulis a = a1 i + a2 j + a3 k

| a | = a1 2 a 2 2 a3 2
Vektor satuan a = a= a / | a |
II.2.3. Operasi Vektor Penjumlahan, Selisih dan Perkalian dengan Skalar
Jika a = a1 i + a2 j + a3 k dan b = b1 i + b2 j + b3 k
Penjumlahan:

a + b = (a1+ b1) i + (a2 + b2) j + (a3 + b3) k


= (a1+ b1 , a2 + b2 , a3 + b3)
Selisih:

a - b = (a1 - b1) i + (a2 - b2) j + (a3 - b3) k


= (a1- b1 , a2 - b2 , a3 - b3)
Perkalian dengan skalar:
m a = (ma1) i + (ma2) j + (ma3) k = ( ma1, ma2, ma3)
Perhatikan:

AB = b - a
a = (a1, a2, a3)

|AB| = jarak = |b a| =

b = (b1, b2, b3)


sehingga b a = (b1 a1, b2 a2, b3 a3)

(b1 a1 ) 2 (b2 a2 ) 2 (b3 a3 ) 2

II.2.3. Operasi Vektor: Dot Product dan Cross Product

26

Pada materi sebelumnya telah dibahas perkalian vektor dengan suatu


skalar. Pada pokok bahasan ini akan dibahas perkalian vektor dengan vektor.
Hasil kali dua buah vektor dibedakan menjadi hasil kali titik (dot product) dan
hasil kali silang (cross product).
Hasil kali titik (dot atau scalar product)
Hasil kali titik dua buah vektor a dan b didefinisikan sebagai:

a b a b cos
dimana adalah sudut terkecil yang dibentuk oleh vektor a dan b.
Secara geometrik, hasil kali titik adalah panjang vektor a dikalikan
panjang dari proyeksi vektor b di a atau panjang proyeksi a di b dikalikan
panjang vektor b.

Bo

a . b = |a| |b| cos


= |OA| |OB| cos
= |OA| |OBo|
= panjang a kali panjang proyeksi b pada a

b
O

Ao

a . b = |OB| |OA| cos


= |OB| |OAo|
= |b| |a| cos
=b.a

27

Sifat sifat yang berlaku pada hasil kali titik:


1. a . b = b . a , sifat komutatif
2. a . (b + c) = a . b + a . c , sifat distributif
(a + b) . c = a . c + b . c
3. m (a . b) = (ma) . b = a . (mb)
4. jika a tegak lurus b maka a . b = 0
5. a . 0 = |a||0| cos = 0
6. a . a = |a||a| cos 0 = |a|2 sehingga |a| = (a . a)1/2
7. i . j = i . k = j . k = 0
8. i . i = j . j = k . k = 1
Misal a = a1i + a2j + a3k dan b = b1i + b2j + b3k
a . b = (a1i).(b1i) + (a1i).(b2j) + (a1i).(b3k) + (a2j).(b1i) +
(silahkan dijabarkan sendiri)
a . b = a1b1 + a2b2 + a3b3
Sudut antara 2 arah : cos =

a b

ab

a1b1 a2b2 a3b3


2

a1 a2 a3

b1 b2 b3

Contoh 1: p = (2, 4, 1) dan q = (6, -3, 0)


p . q = 2 . 6 + 4 . (-3) + 1 . 0 = 0 artinya p tegak lurus q
Jadi jika a . b = 0 , maka a = 0 atau b = 0 atau = 90
a.a = a1a1 + a2a2 + a3a3 = a12 + a22 + a32
Contoh 2:
Diketahui: a = 2i + j + 3k
b = i 4k
c = 3i j + 2k
Soal Latihan
Hitunglah:
a. a . b dan b . a
b. |a| , |b|, |c|
c. |a + b|, |a + c|
d. (a b) . c
e. 3a . 2c dan 6(a . c)

28

f. (a + b) . c
g. Sudut yang terbentuk oleh a dan b
h. Vektor satuan pada arah a
i. Komponen vektor b pada a
Latihan ini dikerjakan/didiskusikan di kelas.
II.2.3. Operasi Vektor: Perkalian 3 Vektor
Hasil kali silang dua buah vektor a dan b ditulis sebagai:

ab c
Hasil kali silang berupa vektor (vektor c ) yang tegak lurus terhadap vektor
a dan vektor b (orientasi tangan kanan). Magnitude dari vektor c dapat
ditulis dengan persamaan berikut:
|c| = |a| |b| sin
Dengan kata lain vektor c tegak lurus pada bidang yang tertentu oleh a dan
b seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
c=axb
b

a
b

a
c=axb

Arti geometris:
|a x b| = |a| |b| sin
B

= |OA| |OB| sin


= |OA||BBo|
= luas OACB

Bo

= luas jajaran genjang yang


tertentu oleh a dan b

29

Akibatnya luas OAB = |a x b|

Luas segitiga yang tertentu oleh dua vektor


Secara umum dapat ditulis :
Luas PQR = |PQ x PR|

= |PQ| |PR| sin


Sifat-sifat hasil kali silang:
a. Jika a // b maka a x b = 0, khususnya a x a = 0
b. a x b = - b x a
c. a x (b + c) = a x b + a x c
(a + b) x c = a x c + b x c
d. m ( a x b) = (ma) x b = a x (mb)
e. a x b = 0 , maka a = 0, atau b = 0, atau a // b
f. i x j = |i| |j| sin 90 k = 1.1k = k,

j x k = i,

k x i =j

g. i x i = j x j = k x k = 0
jika

a = a1i +a2j + a3k


b = b1i +b2j + b3k

a x b = silahkan dijabarkan berdasar sifat-sifat di atas


Perkalian tiga buah vektor dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
perkalian pada dua vektor, namun perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a. a . b . c

= tidak berarti

b. (a x b) . c

= tidak berarti

c. (a . b) c = m c

= hasil berupa vektor

d. a ( b . c) = a m

= hasil berupa vektor

e. (a x b) . c = a x b . c = hasil berupa skalar


f. a . (b x c) = a . b x c

= hasil berupa skalar

g. (a x b) x c

= hasil berupa vektor

h. a x (b x c)

= hasil berupa vektor

hasil kali triple skalar


hasil kali triple vektor

30

Hasil kali triple skalar


axb.c

Co

a x b = L vektor luas OADB

c B

dengan |L| = luas OADB


axb.c=L.c

= |L||c| cos

= |L| OCo

a
A
OCo = proyeksi c ke L
= tinggi c di atas bidang OADB
a x b . c = luas OADB x tinggi C

adalah volume parallel epipedum yang tertentu oleh a, b, c


Jika a = a1 i + a2 j + a3 k
b = b1 i + b2 j + b3 k
c = c1 i + c2 j + c3 k

ab

a2

a3

a3

a1

b2 b3
b3 b1
c = c1i + c2j + c3k

a1
b1

a2
k
b2

----------------------------------------------------- . (perkalian dot)


a 2 a3
a a1
a a2
c1 3
c2 1
c3
=
b2 b3
b3 b1
b1 b2

c1
a b c a1
b1

c2
a2
b2

c3
a1
a3 c1
b3
b1

a2
c2
b2

a3 a1
c3 b1
b3 c1

a2
b2
c2

a3
b3
c3

31

II.3. Penutup
II.3.1. Rangkuman
Vektor satuan digunakan sebagai skala dalam menentukan posisi dalam
sistem koordinat vektor. Apabila suatu vektor akan dinyatakan terhadap vektor
lainya, maka diperlukan vektor satuan untuk menyatakannya. Terkait dengan
sifat-sifat

orthogonalism

pada

sumbu-sumbu

kordinat

maka

diperlukan

pengetahuan tentang hasil perkalian operasi vektor. Di dalam operasi vektor


diagonal ada dua perkalian yang berbeda yaitu operasi perkalian titik (dot) dan
operasi perkalian silang (cross). Beberapa karakteristik khusus operasi perkalian
vektor terkait pada sistem koordinat perlu dipahami.
II.3.2. Tes Formatif
1. Tentukan titik D supaya ABCD menyusun sebuah jajaran genjang, dimana
A(4,4,1); B(2,1,5); C(6,8,0)
2. Diketahui p = 3i 2j + k ; q = 2i 4j 3k ; r = -i + 2j + 2k
a. Tentukan magnitude dari p ; p + q - r ; 2p 3q + r
b. Tentukan vektor satuan p, q dan r
3. Jika r1 = 2i j + k ; r2 = i + 3j 2k ; r3 = -2i + j 3k dan r4 = 3i + 2j + 5k.
Tentukan skalar h, m, n, sehingga r4 = hr1 + mr2 + nr3.
Tunjukan bahwa dot product dapat digunakan untuk merumuskan aturan
cosines pada segitiga.
4. Jika c tegak lurus a dan b, buktikan bahwa c juga tegak lurus terhadap:
a. a + b
b. 2a b
c. b a
5. Tentukan sudut antara a = 3i + 2j 2k dan b = 2i 3j + k
6. Tentukan nilai m sehingga a = 2i + mj + k tegak lurus b = 4i 2j 2k
7. Tentukan panjang proyeksi vektor a = i 2j + k pada b = 4i - 4j + 7k
8. Diketahui a = 3i j +2k, b = 2i +j k, dan c = i 2j + 2k , tentukan:
32

a. a x b; b x c; (a x b) x c
b. Luas segitiga tertentu oleh a, b, dan c
9. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus bidang yang tertentu oleh:
a = 2i 3 j + k dan b = i + 3j + 2k
Tunjukan bahwa cross product dapat digunakan untuk merumuskan aturan
sinus pada segitiga.
II.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Menjelaskan
komponen vektor
dalam ruang 2 dan 3
Menghitung vektor
satuan
Penerapan operasi
vektor

0
Tidak mampu
menjelaskan
Tidak dapat
melakukan
hitungan
Tidak dapat
menerapkan

Skor
1
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
melakukan
hitingan tetapi
hasilnya salah
Dapat
menerapkan
sebagian

2
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
melakukan
hitingan dan
hasilnya benar
Dapat
menerapkan
seluruh operasi
vektor

II.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait dan melakukan latihan
mengerjakan soal lebih intensif dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang
memiliki katagori dengan skor 2.
II.3.5. Sumber Pustaka
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.

33

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-3 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
34

BAB III
APLIKASI VEKTOR DALAM GEOMETRI ANALITIK

III.1. Pendahuluan
Di dalam geometri analitik antara lain dipelajari tentang
persamaan suatu garis atau bidang jika diketahui beberapa syarat. Aplikasi vektor
dalam geometri analitik dimaksudkan agar mahasiswa dapat menerapkan operasi
vektor untuk mencari atau menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan persamaan garis dan bidang.
III.1.1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dipelajari beberapa persamaan garis dan
bidang yang dapat ditentukan oleh vektor-vektor tertentu seperti misalnya
persamaan garis melalui satu atau beberapa titik, persamaan garis atau bidang
melalui satu atau beberapa titik dan sejajar vektor lain, persamaan garis atau
bidang melalui satu titik dan tegak lurus vektor lain, dan persamaan bidang yang
tertentu oleh tiga buah vektor, serta jarak titik ke garis atau bidang.
III.1.2. Manfaat
Dengan mempelajari aplikasi vektor dalam geometri analitik mahasiswa
mendapat wawasan bahwa ada benang merah antara matakuliah matematika
dengan konsep-konsep penentuan posisi serta konsep geometri analitik yang
diterapkan pada peralatan survei dan pemetaan.
III.1.3. Relevansi
.

Terkait bidang geodesi, persoalan membuat garis tegak lurus terhadap

bidang, garis tegak lurus garis dan garis sejajar garis adalah hal terpenting
terutama pada konsep peralatan alat-alat ukur survei pemetaan.
III.1.4. Learning Outcomes
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-3, mahasiswa akan dapat:

35

1. Menerapkan aplikasi hitungan vektor pada geometri analitik untuk


mencari persamaan garis.
2. Menerapkan aplikasi hitungan vektor pada geometri analitik untuk
mencari persamaan bidang.
III.2. Penyajian
III.2.1. Persamaan Garis AB
Bila diketahui:
OR = r = (x, y, z) = xi + yj + zk = vektor letak titik R, bergerak (R3)
= (x,y)

= xi + yj

= vektor letak titik R, bergerak (R2)

OA = a = (a1, a2, a3) = a1i + a2j + a3k = vektor letak titik A, tetap (R3)
= (a1, a2)

= a1i + a2j k

= vektor letak titik A, tetap (R2)

maka dapat ditentukan:

B
Misalkan AR = AB

g
r

r = OR = OA + AR
= a + AB
= a + (b a)
= (1 )a + b

O
Apabila dijalankan, r = (1 ) a + b memberikan persamaan garis g
(AB).
Penjabaran ke persamaan skalarnya:
r a = (b a)
dalam R3 menjadi:
(x a1, y a2, z a3) = (b1 a1, b2 a2, b3 a3)
= ((b1 a1), (b2 a2), (b3 a3))

36

x a1 = (b1 a1)

persamaan skalar dengan


parameter

y a2 = (b2 a2)
z a3 = (b3 a3)
Eliminasi menghasilkan:
x a1
y a2
z a3

b1 a1 b2 a 2 b3 a3
dalam R2 menjadi

x XA
y YA
x a1
y a2
(biasanya ditulis
)

b1 a1 b2 a2
X B X A YB YA

III.2.2. Persamaan Garis melalui A Sejajar Vektor b


Pada gambar ditunjukkan bahwa a dan b
A

adalah dua buah vektor terikat pada


g

titik O sehingga berlaku:


r = OR = OA + AR
r = a + b

Untuk berubah, maka persamaan menyatakan


persamaan garis g, melalui A, sejajar b
atau (r a) x b = 0

Dalam R :
r a = b
(x a1, y a2, z a3) = (b1, b2, b3)
x a1 y a 2 z a3

b1
b2
b3

b1, b2, b3 disebut bilangan arah


b disebut vektor arah
Dalam R2:
x a1 y a 2
b

atau ( y a 2 ) 2 ( x a1 )
b1
b2
b1

b2/b1 biasa dikenal dengan gradient (m)

37

III.2.3. Persamaan Garis/Bidang melalui A Tegak Lurus Vektor b

R
a

A
g

Pada gambar di atas, dalam R2 , garis g melalui A, tegak lurus vektor b dan
dalam R3 bidang melalui A tegak lurus vektor b
Bentuk persamaannya adalah:
(r a) . b = 0
Bentuk persamaan skalarnya adalah:
b1 (x a1) + b2 (y a2) + b3 (z a3) = 0

III.2.4. Persamaan Bidang melalui A // b dan // c

Pada bidang : t = b + c

Titik R pada bidang , sehingga:

OR = OA + AR

r=a+t

maka: r = a + b + c

Bentuk skalar persamaannya adalah:


[r a, b, c] = 0, atau
x a1
b1

y a2
b2

c1

c2

z a3
b3 0
c3

Sedangkan bentuk khusus persamaan di atas adalah:


38

r = b + c
yaitu persamaan bidang melalui O, // b dan c (ingat jika tiga buah vektor a,
b, c dependent linear, maka ada bidang yang sejajar ketiganya, atau
parallel epipedum collaps).
III.2.5. Menentukan Jarak Titik ke Garis atau Bidang
b

r . b = k, merupakan persamaan garis (R2)


atau bidang (R3) yang tegak lurus b,
berjarak

Bila disusun vektor satuan arah b, =

k
dari O.
b

b
maka persamaan menjadi:
b

r . = p (Persamaan Hess (Normal))


merupakan persamaan garis dalam R2 atau bidang dalam R3 yang tegak
lurus , dan berjarak p dari O.

Jarak titik-garis
Titik A dengan vektor a, garis g dengan persamaan Hess r . = p atau
r.p=0

maka jarak (A, g) = |a . p|

Jarak titik-bidang
Titik A dengan vektor a, bidang dengan persamaan Hess r . p = 0
maka jarak (A, ) = |a . p|
III.2.6. Jarak Garis ke Garis
Berikut adalah uraian untuk menentukan jarak antara dua garis yaitu garis
g ke garis h. Jika dipilih titik A dan B pada garis g dan titik C dan D pada garis h,
maka berlaku:
AB x CD = vektor yang tegak lurus garis g dan h
Vektor satuan yang tegak lurus garis g dan garis h adalah:

AB x CD
AB x CD

39

Jika diambil sembarang titik pada garis g, misalnya titik A dan titik C sembarang
titik pada garis h maka jarak garis g ke garis h dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Jarak (g, h) = lGHl = lAC . l

H
D

G
A

C
B

III.2.7. Sudut antara Dua Garis dan Sudut antara Dua Bidang
a. Sudut antara dua garis g dan h
g

h
A

D
B

Sudut (g, h) = , dapat dihitung dengan persamaan berikut:


Cos

AB x CD
AB CD

Perhatikan pada gambar di atas:


Pilih A, B pada garis g dan C, D pada h.
b. Sudut antara dua bidang dan

Perhatikan pada gambar disamping:

Pilih vektor normal n pada bidang .


Pilih vektor normal m pada bidang .

40

Sudut antara bidang dan bidang = sudut (n, m) = , dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Cos = n.m /l n ll m l
c. Sudut antara garis g dan bidang
B
A

Tentukan normal pada bidang , yaitu vektor b,


Sudut antara garis g dan bidang , dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Sudut (g, )

= /2 sudut (g, b)

= 90 sudut (g, b)
III.2.Persamaan Bidang Tertentu oleh 3 Vektor
Z
P2
P1
P
P3

Jika:
Y

r1 = x1 i + y1 j + z1 k
r2 = x2 i + y2 j + z2 k
r3 = x3 i + y3 j + z3 k

P1 , P2 , P3 , tidak terletak
pada satu garis lurus.

Merupakan vektor posisi titik P1(x1, y1, z1), P2(x2, y2, z2), dan P3(x3,
y3, z3), serta P1,P2,P3 tidak terletak satu garis lurus.

41

Jika: r = x i + y j + z k merupakan vektor posisi sembarang titik di P (x, y, z)


pada bidang maka:
P1P2 = r2 r1

P1P3 = r3 r1 , berada dalam satu bidang.


P1P = r r1
Sehinga:
P1P . P1P2 x P1P3 = 0
atau
(r r1 ) . (r2 r1 ) x (r3 r1 )
atau
[(x x1) i + (y y1) j + (z z1) k] . [(x2 x1) i + (y2 y1) j + (z2 z1) k] x [(x3
x1) i + (y3 y1) j + (z3 z1) k]
III.3. Penutup
III.3.1. Rangkuman
Vektor dapat diterapkan untuk menentukan persamaan garis, bidang, jarak
antara dua garis, jarak titik ke garis dan sudut antara dua garis pada geometri
analitik.
III.3.2. Tes Formatif
5. Tentukan titik D supaya ABCD menyusun sebuah jajaran genjang, dimana
A(4,4,1); B(2,1,5); C(6,8,0)
6. Diketahui p = 3i 2j + k ; q = 2i 4j 3k ; r = -i + 2j + 2k
c. Tentukan magnitude dari p ; p + q - r ; 2p 3q + r
d. Tentukan vektor satuan p, q dan r
7. Jika r1 = 2i j + k ; r2 = i + 3j 2k ; r3 = -2i + j 3k dan r4 = 3i + 2j + 5k.
Tentukan skalar h, m, n, sehingga r4 = hr1 + mr2 + nr3
8. Jika u = 2i + j + 2k adalah vektor letak titik A dan v = 3i -j + 4k adalah
vektor letak titik B, tentukan
42

a. Persamaan garis yang melalui A dan sejajar vektor B


b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB
c. Apabila w = 2i + j + k adalah vektor letak C, tentukan persamaan
bidang yang melalui C sejajar B dan sejajar A
d. Jarak titik X(1,-2,1) terhadap bidang yang melalui B dan tegak
lurus vektor AB
III.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Menerapkan hitungan
vektor untuk mencari
persamaan garis
Menerapkan hitungan
vektor untuk mencari
persamaan bidang

0
Tidak mampu
menerapkan
Tidak mampu
menerapkan

Skor
1
Dapat
menerapkan
sebagian
Dapat
menerapkan
sebagian

2
Dapat
menerapkan
dengan benar
Dapat
menerapkan
dengan benar

III.3.4. Tindak lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
III.3.5. Sumber Pustaka:
Davis, H.F., 1961, Introduction to Vector Analysis, Allyn and Bacon, Inc.,
Boston.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.
43

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-4 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
44

BAB IV
DIFERENSIAL VEKTOR
IV.1. Pendahuluan
Pada bab IV akan didiskusikan mengenai penerapan kaidah-kaidah
diferensial pada vektor. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman dan
kecakapan dalam mengurai persoalan vektor dengan diferensial.
IV.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi dengan beberapa perubah
bebas, difernsial vektor dan sifat-sifat dari derivatif vektor.
IV.1.2. Manfaat
Mahasiswa akan dapat menjelaskan dan menerapkan kaidah-kaidah
diferensial dalam menyelesaikan persoalan-persoalan vektor fungsi dengan
beberapa perubah bebas.
IV.1.3. Relevansi
Dalam mengurai persoalan-persoalan geodesi sering dijumpai persoalanpersoalan yang harus diselesaikan dengan menggunakan vektor fungsi. Oleh
karena itu, materi ini memberi wawasan tentang penerapan kaidah diferensial
dalam vektor fungsi menjadi sangat bermanfaat.
IV.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-4, mahasiswa akan dapat:
1. Melakukan hitungan diferensial pada vektor fungsi satu perubah.
2. Melakukan hitungan diferensial pada vektor fungsi dua perubah.
3. Melakukan hitungan diferensial pada vektor fungsi dengan beberapa
perubah bebas.

45

IV.2. Penyajian
IV.2.1. Fungsi dengan Perubah Bebas
Diketahui pada persamaan skalar : y = f(x), mempunyai arti:
f : x ( x merupakan perubah bebas) menghasilkan y (tak bebas).
1 perubah bebas

Contoh : y = f(x) = sin x


z = f(x, y) = cos (x+y)

2 perubah bebas

Vektor v berubah sebagai fungsi suatu perubah t, dapat ditulis V = v(t).


Jika V = (v1, v2, v3) maka V = v(t) berarti masing-masing komponen merupakan
fungsi dari t, dan ditulis:
V = ( v1(t), v2(t), v3(t))
Contoh: v = (cos t, sin t, sin 2t)
Jika V(t) merupakan suatu vektor yang bergantung pada variable skalar tunggal t,
maka:
v(t t ) v(v1 (t t ), v2 (t t ), v3 (t t ))
v(t ) v(v1 (t ), v2 (t ), v3 (t ))

v(t)

v
v v(t t ) v(t )

v(t+t)

v v(t t ) v(t )

t
t
Derivatif v ke t , ditulis dv/dt, didefinisikan sebagai:
dv
v
v(t t ) v(t )
lim
lim
dt t 0 t t 0
t

atau dapat ditulis:

dv
d
v'(t ) v(t )
dt
dt

berupa vektor

Hasil pendiferensialan berupa vektor dan dapat didiferensialkan lagi ke t:


d 2v d 3v
;
dst.
dt 2 dt 3

Kejadian khusus:
Jika v merupakan vektor letak titik, ditulis r:
R3 : r = (x, y, z)

46

R2 : r = (x, y)

dan r = r(u), maka:

R3 : r = (x(u), y(u), z(u))


R2 : r = (x(u), y(u))
r = r(u) menyatakan suatu kurva (R2 maupun R3).
P

dr/du
r

r(u)

r(u+u)

r(u)
= OP
r(u + u) = OQ
r = PQ
jika u 0 maka Q P,
r/u dr

r = dr/du = vektor singgung pada kurva di titik P.


Jika perubahnya adalah panjang busur kurva itu sendiri, sehingga r = r(s), maka :
r(s) = dr/ds = t = vektor singgung satuan, atau
t = r/|r| |t| = 1
Contoh dalam Fisika:
Jika perubah t : waktu, r = r(t) merupakan persamaan gerak titik,
r(t) = v(t) : adalah vektor kecepatan,
r(t) = v(t) = a(t) : adalah vektor percepatan titik.
Vektor kecepatan akan menyinggung kurva lintasan.
Sifat-sifat derivatif vektor:
Jika u, v, w merupakan vektor fungsi dan adalah skalar fungsi dengan perubah
skalar t:
1.

d
a 0 ; a vektor tetap
dt

2.

d
du dv
(u v)

dt
dt dt

3.

d
du
dv
(u v) v
u
dt
dt
dt

4.

d
dv du
(u v) u

v
dt
dt dt

47

5.

d
d u d
( u )

u
dt
dt
dt

6.

d
dw
dv
du
(u v w) u v
u
w
v w
dt
dt
dt
dt

7.

d
u (v w) u (v d w ) u ( d v w) d u (v w)
dt
dt
dt
dt

Hati-hati dengan urutan operasinya!


Pada vektor letak v = (v1, v2, v3) = v1i + v2j + v3k
Jika v = v(t) maka:
v1= v1(t) ; v2= v2(t) ; v3= v3(t)
sehingga:
v = v1(t) i + v2(t) j + v3(t) k

s v

sehingga:

d j dv2
dv
d i dv
d k dv3
(v1 1 i) (v2

j ) (v3

k)
dt
dt dt
dt
dt
dt
dt
Ingat da/dt = 0
Maka:
dv
dv
d v dv1

i 2 j 3 k
dt
dt
dt
dt
dv dv dv
dv
( 1 , 2 , 3)
dt
dt dt dt

IV.2.2. Fungsi Lebih dari Satu Perubah


Jika v = (v1, v2, v3), sedang v1, v2, v3 merupakan fungsi dua perubah s, t, maka v
adalah fungsi s,t.
v = v(s, t) = (v1(s, t), v2(s, t), v3(s, t))
Derivatif parsial v ke s dan t adalah:
v v1 v 2 v3

,
,

s s s ds

48

v v1 v 2 v3

,
,
dst untuk derivatif orde yang lebih tinggi disusun dengan
t t t dt
cara sama.
Jika vektor letak r merupakan fungsi 2 perubah r = r (s, t), maka tempat
kedudukan titiknya berupa luasan dalam ruang.
Jika a = a (x, y, z) d a
2 a a
,
x 2 x x

2 a
a
,
xy x y

a
a
a
dx
dy
dz
x
y
z

2 a a
,
y 2 y y

2 a
a
,
yx y x

2 a a

z 2 z z

3 a
2 a


xz 2 x z 2

Jika a memiliki derivatif parsial orde dua atau lebih,

2 a
2 a

xy yx

Contoh latihan:
1.

a = (2x2y x4) i + (exy ysinx) j + (x2 cosy) k


Carilah

3 a
3 a
a a 2 a 2 a 2 a 2 a
,
,
,
,
,
,
,
x y x 2 y 2 xy yx xy 2 x 2 y

IV.3. Penutup
IV.3.1. Rangkuman
Kaidah-kaidah diferensial yang dipelajari dalam matakuliah kalkulus
berlaku juga dalam menyelesaikan problem diferensiasi dalam vektor fungsi.
IV.3.2. Tes Formatif
1. v = (2, t2, 1/t) tentukan dv/dt !
2. r = sin t i + cos t j + t k = (sin t, cos t, t)
v Carilah: dr/dt , d2r/dt2 , | dr/dt| , | d2r/dt2|
3. Persamaan gerak suatu titik sepanjang kurva dalam bentuk
parameter:
x = e-t , y = 2 cos 3t ; z = 2 sin 3t
Tentukan magnitude dari kecepatan dan percepatan pada saat t = 1.

49

4. Sebuah titik bergerak sepanjang kurva x = 2t2 , y = t2 4t , z = 3t


5
Carilah komponen kecepatan dan percepatannya pada saat t = 1
dalam arah i 3j + 2k
5. Persamaan gerak titik diberikan dengan r = (x, y, z) = (2 cos t, sin
t, 4)
Carilah vektor normal pada kurva pada saat t = /4
6. Jika a = 5t2 i + t j t3 k dan b = sin t i cos t j, carilah:
a. d/dt(a . b)
b. d/dt (a x b)
c. d/dt (a . a)
7. Tentukan persamaan garis singgung dan garis normal di titik =
/3 pada kurva r = (x, y) = ( cos, sin2).
IV.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Diferensial vektor
fungsi satu perubah

0
Tidak dapat
melakukan
hitungan

Diferensial vektor
fungsi dua perubah

Tidak dapat
melakukan
hitungan

Diferensial vektor
fungsi beberapa
perubah

Tidak dapat
melakukan
hitungan

Skor
1
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian

2
Dapat
melakukan
hitungan
keseluruhan
Dapat
melakukan
hitungan
keseluruhan
Dapat
melakukan
hitungan
keseluruhan

IV.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.

50

IV.3.5. Sumber Pustaka


Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.

51

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-5 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
52

MODUL V
MEDAN VEKTOR DAN MEDAN SKALAR
V.1. Pendahuluan
Bagian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa
tentang salah satu aplikasi diferensial vektor untuk menentukan medan vektor dan
medan skalar.
V.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bab V, akan dibahas materi tentang pengertian medan vektor dan
medan skalar, gradien, derivatif berarah, divergensi, dan curl (rotor) serta
penggunaan beberapa operator gabungan dan sifat-sifat dari operator operator
tersebut.
V.1.2. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami aplikasi diferensial vektor pada medan
vektor dan medan skalar, dapat menjelaskan rumus-rumus yang digunakan dan
sifat-sifat dari beberapa operator yang dijelaskan. Selanjutnya dapat melakukan
hitungan vektor normal suatu luasan, sudut yang terbentuk antara dua luasan,
derivatif berarah suatu luasan, menentukan persamaan garis singgung luasan,
persamaan bidang normal dan hitungan menggunakan operator gabungan.
V.1.3. Relevansi
Bab V ini mempunyai maksud menjelaskan kepada mahasiswa tentang
aplikasi diferensial vektor pada medan vektor dan medan skalar dan dapat
menerapkannya pada matakuliah-matakuliah selanjutnya yang relevan, yaitu
Proyeksi Peta, Geodesi Fisis dan Analisis Deformasi.
V.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-5, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian medan skalar dan medan vektor
2. Menjelaskan pengertian gradien, divergensi dan curl.

53

3. Menggunakan rumus gradien untuk hitungan vektor normal dan derivatif


berarah suatu luasan.
4. Melakukan hitungan dengan divergensi dan curl.
5. Menjelaskan penggunaan operator gabungan dan sifat-sifatnya.
6. Menyelesaikan hitungan menggunakan operator gabungan.
V.2. Penyajian
V.2.1. Medan Vektor dan Medan Skalar
Jika suatu vektor v merupakan fungsi 3 perubah yang juga berupa koordinat titik
dalam ruang:
v = v (x,y,z)
= (v1(x,y,z), v2(x,y,z), v3(x,y,z))
Berarti v merupakan fungsi r (vektor letak titik). Satu titik dalam ruang dikaitkan
dengan satu v, dan ditulis:
v = v (r)
Ruang seperti ini dinamai medan vektor. Contoh medan vektor antara lain medan
magnet, medan gaya potensial, medan kecepatan arus.
Sebaliknya ada pula skalar yang menjadi fungsi dari r:
= (r) = (x,y,z)
Pada setiap titik ruang terkait satu skalar , ruangnya disebut medan skalar.
Contoh medan skalar antara lain medan suhu, medan tekanan (barometer), medan
potensial.
Jika dalam ruang diketahui medan suhu = (x,y,z), maka = konstan
memberikan luasan yang diberi nama bidang isothermis, jika adalah tekanan
dan konstan maka luasan yang terbentuk disebut bidang isobaris, sedangkan
apabila adalah potensial dan konstan, maka bidangnya disebut bidang
ekuipotensial.
V.2.2. Gradien
Diketahui suatu medan skalar = (x,y,z).
Diferensial total adalah:

54


dx, dy, dz
d
,
,
x y z

= = gradien
Jika r = (x,y,z) maka (dx, dy, dz) = dr, sedangkan
,
,
x y z
= grad .
Notasi dibaca nabla phi, sehingga dapat ditulis: d = .dr

dianggap sebagai hasil operasi terhadap , maka: , ,
x y z
dianggap sebagai vektor pendiferensial, sebelum ada yang dikenai maka belum
bernilai.
berarti dikalikan dengan (perkalian vektor dengan skalar) dan

dikenakan terhadap .

Sebaliknya, , , masih merupakan operator, sebab


x y z
dikalikan tetapi tidak dikenakan terhadap .

Diambil suatu bidang/luasan dengan = konstan.


Secara umum bidang ini dinamakan bidang ekuipotensial.
Untuk = k maka d = 0, .dr = 0

dr

n
T
=k
dr adalah vektor yang menyinggung luasan, maka vektor tegaklurus bidang
.
Jadi vektor adalah vektor normal luasan, dan vektor normal satuan luasan
adalah:

55

Contoh soal:
a. Tentukan persamaan garis normal dan bidang singgung di titik T(2,1,-1)
pada luasan 2x2y +3y3z xz2 = 3.
Jawab:
Anggap (x,y,z) = 2x2y +3y3z xz2 3

4 xy z 2 ;
2x 2 9 y 2 z ;
x
y

sehingga untuk T(2,1,-1), maka

3 y 3 2 xz
z

7,
1 , dan
7
x
z
y

atau T = (7,-1,7).
Persamaan garis normal luasan:
(x,y,z) = (2,1,-1) + (7,-1,7)
(x,y,z) (2,1,-1) = (7,-1,7)
Bentuk skalarnya menjadi:

x 2 y 1 z 1

7
1
7

Adapun persamaan bidang singgung di T:


{(x,y,z) (2,1,-1)} . (7,-1,7) = 0
Atau

7(x-2) (y-1) + 7(z+1) = 0


7x 14 y + 1 + 7z + 7 = 0
7x y + 7z = 6

Vektor normal satuan di T = n

(7,1,7)
3 11

b. Tentukan sudut potong antara dua luasan x2z3 + 4x2 y + 5 = 0 dan xyz2 =
4 di titik (1,1,-2).
Jawab:
Misalkan 1 = x2z3 + 4x2 y + 5
2 = xyz2 4
maka 1 = (2xz3 + 8x, -1, 3x2z2)
2 = (yz2, xz2, 2xyz)

untuk A(1,1,-2) maka 1 = (-8,-1,12) dan 2 = (4,4,-4)

56

Sudut antara dua luasan = ,


cos

1 2 (8,1,12) (4,4,4)
21

1 2
209 4 3
627
21

= arcos

627

V.2.3. Derivatif Berarah


Jika u vektor arah satuan ke suatu arah tertentu, maka u = . u merupakan
panjang proyeksi ke arah u. u disebut derivatif berarah medan skalar di P
pada arah u, dan nilainya akan maksimum jika u sejajar ( tegak lurus bidang
= k) seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

u
P
=k

Contoh soal:
Dalam medan = xeyz , suatu titik digerakkan dari A(3,0,2) ke B(4,4,1). berapa
derivatif berarah medan di A pada arah AB?
Jawab: = (eyz, xzeyz, xyeyz)
( )A = (1,6,0)
AB = b a = (1,4,-1)
sehingga vektor satuan arah AB:
u=

(1,4,1)
3 2

maka derivatif berarahnya:


AB = ( )A . u

57

= (1,6,0) .

(1,4,1)
3 2

25
3 2

V.2.4. Divergensi
Jika v suatu medan vektor dan dikenakan pada v secara dot product, maka
hasilnya adalah skalar.
. v = divergensi v = div v
.v=

v1 v 2 v3

x
y
z

Perhatikan bahwa v . . v , sebab:


v . = v1

v2
v3 masih berupa operator
x
y
z

V.2.5. Curl (Rotor)


Apabila v adalah medan vektor, maka:
v = curl v = rotor v ( hasilnya berupa vektor)

v=
x
v1

y
v2

k
v
v v v v
v

( 3 2 , 1 3 , 2 1)
z
y
z z
x x
y
v3

V.2.6 Operator Gabungan dan Sifat-sifat Operator


Operator-operator yang telah dijelaskan, dalam penggunaannya bisa digabungkan.
Operator gabungan tersebut adalah:
1. . ( ) = 2 = div.grad =

2 2 2

x 2 y 2 z 2

Hasilnya berupa skalar, persamaan ini juga disebut Laplacian .

2
2
2

disebut Operator Laplace


x 2 y 2 z 2

2. = curl grad = 0 (vektor), disebut medan grad :


irrotational
3. . ( v) = div curl v = 0 (skalar), disebut medan curl :
solenoida
58

Catatan: bersifat sebagai operator dan sebagai vektor, meskipun sebagai


vektor tidak perlu dicoret bawahnya.
Sifat-sifat operator:
1. ( + ) = +
2. .(v + w) = .v + .w
3. (v + w) = v + w
4. .( v) = ( ).v + ( .v)
5. ( v) = ( )v + ( v)
Khusus: untuk r vektor letak titik.
r = (x,y,z) maka .r =

x y z

3
x y z

r =
x
x

y
y

0
z
z

Beberapa contoh kasus:

(r1 + r2)

t
P
r2
O
B

r1
A

1. Salah satu definisi elips:


r1 + r2 = c
dimana r1 dan r2 adalah jarak titik (pada elips) ke fokus.

(r1 + r2) adalah vektor normal kurva pada sembarang titik P. Jika t adalah vektor
singgung satuan pada P, maka (r1 + r2) . t = 0 atau
r1 . t = - r2 . t
r1 sejajar AP dan r2 sejajar BP
r1 . t = - r2 . t membentuk sudut-sudut yang sama terhadap garis

singgung elips.
59

2. Buktikan ( + ) = +
( + ) = i

=i

( ) + j ( ) + k ( )
x
z
y

+i
+j
+j
+k
+k
x
x
z
z
y
y

= (i

+j
+k
) + (i
+j
+k
)
x
z
x
z
y
y

V.3. Penutup
V.3.1. Rangkuman
Operasi-operasi pada medan skalar maupun medan vektor merupakan
aplikasi dari diferensial vektor.
V.3.2. Tes Formatif
1. Diketahui suatu luasan dengan persamaan = 2x2yz + 4xy2z 3yz
a. Tentukan persamaan garis normal dan persamaan bidang singgung
luasan di titik P (1, -2, -1).
b. Tentukan derivatif berarah titik P pada 2i j + k
2. Tentukan divergensi dan curl dari persamaan x2cosz i + y log x j + yz k
3. Buktikan bahwa .( + ) = . + .
4. Tentukan vektor normal persamaan parabola y = 3x2 2x 6 pada titik
(2,2) dengan menggunakan gradien. Tentukan pula persamaan garis
singgung pada parabola yang melalui titik tersebut.
5. Buktikan bahwa persamaan f = xyz dan f = 5z e-ysinx memenuhi
persamaan Laplacian 2f = 0

60

V.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik


Kriteria
Pengertian medan
skalar dan medan
vektor

0
Tidak mampu
menjelaskan

Gradien dan derivatif


berarah

Tidak mampu
menjelaskan

Divergensi dan curl

Tidak mampu
menjelaskan

Operator gabungan

Tidak mampu
mengerjakan

Skor
1
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
mengerjakan ada
sebagian yang
tidak benar

2
Dapat
menjelaskan
secara runtut
dengan contoh
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
mengerjakan
dengan benar

V.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor 2
V.3.5. Sumber Pustaka
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Spiegel, M.R.,1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaums Outline of Theory and Problems, Schaum Publishing Co., New
York, pp 57-81.

61

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-6 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
62

BAB VI
GEOMETRI DIFERENSIAL
VI.1. Pendahuluan
VI.1. 1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dipelajari tentang, kurva dalam ruang,
vektor singgung, vektor normal, vektor binormal.
VI.1.2. Manfaat
Mahasiswa akan memperoleh pengetahuan tentang kurva dalam ruang,
vektor singgung pada suatu bidang dan dasar-dasar dalam menyusun sistem
koordinat ortogonal. Materi ini merupakan pengetahuan dasar dalam mempelajari
matakuliah selanjutnya yang terkait dengan garis normal dan sistem koordinat.
VI.1.3. Relevansi
Mahasiswa dapat memahami arti pentingnya kurva dalam ruang, vektor
singgung pada suatu bidang dan dasar-dasar dalam menyusun sistem koordinat
ortogonal. Pengetahuan tentang kurva dalam ruang sangat mendukung dalam
mempelajari matakuliah Proyeksi Peta dan Sistem Transformasi Koordinat.
VI.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-6, mahasiswa akan dapat:
1. Menguraikan terbentuknya kurva dalam ruang dan luasan dalam konsep
geometri diferensial.
2. Menjelaskan perbedaan antara vektor singgung, vektor normal dan vektor
binormal.
3. Menerapkan dalam hitungan.

63

I.2. Penyajian
VI.2.1. Kurva dalam Ruang dan Vektor Singgung
Suatu kurva dalam ruang (R3) adalah tempat kedudukan suatu titik r(x, y, z) yang
dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari suatu parameter tunggal u.
R3 : r(x, y, z) r = r(u) dengan u : parameter
Dapat ditulis r = r (u) = (x(u), y(u), z(u))
atau x = x(u);

y = y(u);

z = z(u)

Suatu kurva dalam ruang dapat pula merupakan kurva hasil perpotongan dari 2
luasan misalnya perpotongan antara luasan F(x,y,z) = 0 dengan luasan G(x,y,z) =
0.
Jika diketahui suatu kurva: r = r(u), maka derivatif pertama:

dr
r(u ) adalah
du

vektor singgung pada kurva.


To
r = r (u)

r(u )

Untuk suatu nilai u = uo tertentu oleh titik r(uo) = ro


pada kurva yaitu To dan

r(uo ) ro =

vektor

singgung di To.

r ro ro garis singgung di To pada kurva.


(r ro ) ro 0 bidang normal pada kurva di To.
Khusus: jika sebagai parameter adalah s sama dengan panjang busur kurva,
sehingga:
r = r(s), maka dr/ds = r(s) = t merupakan vektor singgung satuan (|t| = 1).
Lambang aksen () digunakan untuk derivatif ke s, sedangkan lambang flux ()
untuk derivatif ke parameter lain yang bukan s.

64

Di antara keduanya terdapat hubungan:

d r d r ds
ds

t
ts
du ds du
du
d r d r du
t r

ru
ds du ds
r

VI.2.2. Vektor Normal


r = r (s) r = t vektor singgung satuan, karena |t| = konstan (=1) maka tt
t

dt d 2r

n
ds ds 2

n : vektor normal utama satuan


: kelengkungan dari kurva pada suatu titik (dipilih yang tidak negatif)
Dapat ditulis = |t| = |r| = (r.r)1/2
= 1/ jari-jari kelengkungan
VI.2.3. Vektor Binormal
b

t
T

Jika b: suatu unit vektor yang tegak lurus


bidang yang tertentu oleh n dan t maka b = t x n

Vektor b : vektor binormal satuan.

Ketiga vektor t, n, b menyusun suatu sistem ortogonal yang disebut sistem


koordinat yang berjalan, karena di setiap titik di kurva dapat disusun sepasang t, n,
b kemudian semua vektor berkaitan dengan titik tersebut dapat dinyatakan dengan
t, n, b secara tunggal.
t.n=n.b=b.t=0
t.t=n.n=b.b=1
Vektor t, n menyusun bidang oskulasi (Os),
Vektor n, b menyusun bidang normal (N),
Vektor t, b menyusun bidang rektifikasi (R),
Garis melalui T, sejajar t disebut garis singgung,
Garis melalui T, sejajar n disebut garis normal utama,

65

Garis melalui T, sejajar b disebut garis binormal.


Jadi misalnya:
Persamaan bidang oskulasi di To:
(r ro) . bo = 0 atau r = ro + to + no atau bisa ditulis [r ro, to, no] = 0
Garis normal utama di To:
r = ro + no
Bidang oskulasi
(r ro). bo = 0

t
b

Bidang
rektifikasi/pelurus
(r ro). no = 0

Bidang normal
(r ro). to = 0

Catatan:
Bidang N adalah bidang tegak lurus kurva, dan bidang Os adalah bidang yang
di sekitar titiknya seolah-olah memuat kurvanya.
Contoh:
Diketahui kurva r(t) = x i + y j + z k dengan x = 3t t3, y = 3t2, z = 3t + t3.
Tentukan vektor singgung satuan (t).
Jawab:
r(t) = (3t t3, 3t2, 3t + t3)

d r d r dt
dt

= (3 3t2, 6t, 3 + 3t2)


ds dt ds
ds

|t| = 1

66

t (3 3t 2 ) 2 (6t ) 2 (3 3t 2 ) 2 .

dt
ds

1 9 18t 2 9t 4 36t 2 9 18t 2 9t 4 .


1 18 18t 4 36t 2 .
1 18(t 4 2t 2 1) .

1 18. (t 2 1) 2
1 3 2 .(t 2 1)

dt
ds

dt
ds

dt
ds

dt
ds

dt
ds

dt
1

ds 3 2 .(t 2 1)
t (3 3t 2 ,6t ,3 3t 2 ).
t

1
3 2 (t 2 1)

(1 t 2 ,2t ,1 t 2 )
2 (t 2 1)
VI.3. Penutup

VI.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
penggunaan vektor terkait dengan kurva dalam ruang dan luasan dalam konsep
geometri diferensial. Selain itu, mahasiswa diberi pengertian tentang perbedaan
antara vektor singgung, vektor normal dan vektor binormal.
VI.3.2. Tes Formatif
1. Kurva r = (x,y,z) = (a cos, a sin, c) dengan = parameter. Tentukan t,
t, n, , b, persamaan garis singgung di = o dan persamaan bidang Os di
= o.

67

2. Jika r = (av, bv2, v3), v parameter dan memenuhi 2b2 = 3a, maka kurva
berupa helix yang tabungnya sejajar vektor (1, 0, 1). Periksa r = (6v, 3v2,
v3)
3. Tentukan vektor singgung satuan pada kurva r = (x,y,z) dimana:
x = t2 + 1 ; y = 4t 3 ; z = 2t2 6t, tentukan t di titik t = 2.
4. Tentukan vektor singgung satuan dan vektor normal utama satuan pada
kurva: r = r() = (-sin, 1-cos, 4sin(/2)) untuk = /3.
Tentukan pula dan , persamaan garis singgung dan bidang normalnya.
VI.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Menguraikan
terbentuknya kurva
dan luasan dalam
konsep geometri
diferensial
Menjelaskan
perbedaan antara
vektor singgung,
vektor normal dan
vektor binormal
Menerapkan dalam
hitungan

0
Tidak mampu
menguraikan

Skor
1
Dapat
menguraikan
sebagian

2
Dapat
menguraikan
secara
keseluruhan

Tidak mampu
membedakan

Dapat
membedakan
sebagian

Dapat
membedakan
keseluruhan

Tidak mampu
menerapkan
hitungan

Dapat
menerapkan
sebagian

Dapat
menerapkan
keseluruhan

VI.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
VI.3.5. Sumber Pustaka
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., New York, USA.

68

Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.

69

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-7 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013

70

BAB VII
GEOMETRI DIFERENSIAL
(Kurva dalam Ruang)
VII.1. Pendahuluan
VII.1. 1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dipelajari tentang, kurva dalam ruang,
vektor singgung, vektor normal, vektor binormal.
VII.1.2. Manfaat
Mahasiswa akan memperoleh pengetahuan tentang konsep kelengkungan,
puntiran dalam kurva serta jenis-jenis kurva berdasarkan nilai torsi dan jari-jari
kelengkungannya. Materi ini merupakan pengetahuan dasar dalam mempelajari
matakuliah selanjutnya yang terkait dengan kengkungan dan puntiran dalam
kurva.
VII.1.3. Relevansi
Mahasiswa dapat memahami arti pentingnya konsep kelengkungan,
puntiran dalam kurva serta jenis-jenis kurva berdasarkan nilai torsi dan jari-jari
kelengkungannya. Pengetahuan tentang kelengkungan dan jenis-jenis kurva ini
sangat mendukung dalam mempelajari matakuliah Proyeksi Peta dan Sistem
Transformasi Koordinat.
VII.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-7, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan konsep kelengkungan dan puntiran pada kurva.
2. Menjelaskan sifat-sifat kurva.
3. Menerapkan konsep dalam hitungan.

71

VII.2. Penyajian
VII.2.1. Kelengkungan dan Puntiran pada Kurva (Rumus Serret-Fernet)
Rumus ini menyatakan derivatif t, n, b, ke s (panjang busur kurva).

dt
t n
ds

dn
n b t
ds

db
b n
ds

: suatu skalar dinamakan torsi = puntiran yang mungkin positif, nol atau
negatif
= 1/ : jari-jari torsi
Periksa : = |t| = kecepatan sudut t
|| = |b| = kecepatan sudut b
Untuk parameter bukan s (umum):
Ingat kembali: untuk r = r(u) di titik u = uo, maka garis singgung dapat ditulis:

r ro ro
Sudah ditulis pula bahwa r t
r

ds
sehingga:
du

d r d 2 r d t ds ds
d 2s
2
t 2
du du
ds du du
du
2

d 2s
ds
= n t 2
du
du

Jadi r dan r dua-duanya sejajar dengan bidang Os, maka persamaan bidang Os
di To dapat ditulis:

r ro l ro mro

atau

r r , r , r 0
o

Ditulis dengan skalar, persamaan bidang Os di To menjadi:


x xo
dx

du o
d 2x
2
du o

y yo
dy

du o
d2y
2
du o

z zo
dz
0
du o
d 2z
2
du o

72

Contoh:
Diketahui kurva r = (x,y,z) = (a cos, a sin, c ), dengan adalah parameter.
r = (x,y,z) atau
r = r( ) sehingga:
x = a cos
y = a sin
z = c , atau = z/c sehingga:
x dan y dapat ditulis sebagai:
x = a cos (z/c) dan y = a sin (z/c).
Eliminasi sinus dan cosinus yaitu dengan
cara mengkuadratkan dan menjumlahkan x
dan y diperoleh:
x2 + y2 = a2 cos2 + a2 sin2 atau x2 + y2 = a2 (cos2 + sin2 ) sehingga:
x2 + y2 = a2 ini adalah suatu kurva berupa sirkular helik (garis sekrup) pada
bidang tabung x2 + y2 = a2.
Dari kurva r akan dicari torsi atau puntiran (t):
t = dr/ds = dr/d d/ds = (-a sin , a cos , c) d/ds
Padahal ltl = 1 sedangkan ltl =
ltl =

d
( a 2 sin 2 a 2 cos 2 c 2 1
ds
a 2 (sin 2 cos 2 ) c 2 .

a 2 c2

Jadi t =

( - a sin , a cos , c )
a 2 c2

d
d
1 dan

ds
ds

d
1 sehingga:
ds

1
a c2
2

konstan

adalah vektor singgung satuan.

Berapa derivatif pertama dari t (t) ?


t =
=

dt d d
-a


cos ,
ds d ds a 2 c 2

sin , 0
a 2 c2

-a

1
a 2 c2

a ( - cos , - sin , 0 )
n
a 2 c2

n = (-cos , -sin , 0) dan =

1 a 2 c2
a
,

a
a 2 c2
73

Nilai dapat juga dicari dengan menghitung nilai magnitude dari dengan cara:
= |t| = (a2 cos2 + a2 sin2 + 0)1/2/(a2 + c2)
= 1/(a2 + c2) [a2(cos2 + sin2)]1/2
= a/(a2 + c2)
Vektor b = t x n
=

a 2 sin

a 2 cos

a2 c2

a2 c2

a c2

- cos

- sin

(c sin ,c cos , a )

a2 c2

Kurva r = (a cos, a sin, c) dapat disusun persamaan garis singgung di = 0 (r


= r0).

r r0 r0
(x,y,z) = (a cos0, a sin0, c0 ) + (-a sin0, a cos0, c)
Persamaan bidang Os di = 0 adalah:
x a cos 0

y a sin 0

z c0

- a sin 0

a cos 0

- a cos 0

- a sin 0

VII.2.2. Sifat-sifat Kurva


Rumus untuk mencari dan .
Jika digunakan parameter s:
= (r. r)1/2
r = d2r / ds2
= [r, r, r]/2
Jika digunakan parameter yang umum u:

r r
r

74

r, r,r
r r

dan adalah ukuran penting bagi kurva, sebab jika dan tiap titik tertentu
maka bentuk kurva tertentu, kecuali letaknya belum.
Sifat- sifat yang didasarkan atas dan adalah:

Jika kurvanya datar, maka = 0 dan sebaliknya (kecuali garis lurus


yang nya tidak tentu).

= 0, maka kurvanya garis lurus.

/ = konstan, maka kurvanya berupa helix (kurva bersudut tetap


dengan suatu arah).

= konstan dan = konstan, maka kurvanya adalah helix lingkaran


(garis sekrup).

= 0, dan = konstan, kurva berupa lingkaran.

Contoh 1:
Sebagai contoh adalah kurva garis sekrup di atas yaitu r = (a cos, a sin, c).
Jawab:
r

dr
(- a sin , a cos , c )
d

d2r
( - cos , - a sin , )
d 2

d3r
( a sin , - a cos , )
d 3

i
r x r

- a sin
- a cos

j
a cos
- a sin

k
c
0

( a c sin , - a c cos , a 2 )

r . r . r r x r . r ( ac sin , - ac cos , a 2 ) . (a sin , - a cos , 0 )


= a2 c

r a 2 c 2
r x r a 2 c 2 a 4 a a 2 c 2

75

r x r
r

a a 2 c2
a
2
konstan
2
2 3/ 2
(a c )
a c2

r . r .r
r x r

a 2c
c
2
konstan
2
2
2
a (a c ) a c 2

Terbukti kurva berupa lingkaran.


Contoh 2:

l t l - t2
, tentukan dan dari kurva tersebut, jika t
Diketahui kurva r t,
,
t
t

adalah parameter.
Jawab:

dr 1 1 t 2
1, , 2
dt t 2
t

d2 r
2 2
0, 3 , 3 ;
2
dt
t t

d3 r - 6 - 6
0, , ;
dt 3 t 4 t 4

Maka

r x r

2
( 1, - 1, 1 )
t3

r , r , r 0
r . r r

3 t6
2 ( t 4 t 2 1 )3

dan

2 (t 4 t 2 1)
t4

=0

Contoh 3:
Jika diketahui r = (av, bv2, v3), dengan v adalah parmeter dan memenuhi 2b2 = 3a,
maka kurva berupa helik yang tabungnya sejajar vektor (1, 0, 1). Selidiki r = (6v,
3v, v3).
Jawab:
r (6, 6v, 3v 2 )

r x r 18 ( v 2 , - 2v , 2)

d2 r
0, 6 , 6v
dt 2

d3 r
0, 0 , 6
dt 3

r . r r

2
3 ( v 2 )2

r , r , r 216
2

3 ( v2 2 )

2
3 ( v 2 )2
2

76

/ = 1 = konstan, maka kurva berupa helik.


VII.3. Penutup
VII.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
pengertian tentang kelengkungan, puntiran dalam kurva serta jenis-jenis kurva
dalam konsep geometri diferensial.
VII.3.2. Tes Formatif
1. Kurva r = (x,y,z) = (a cos, a sin, c) dengan = parameter. Tentukan t, t,
n, , b, persamaan garis singgung di = o dan persamaan bidang Os di = o.
2. Jika r = (av, bv2, v3), v parameter dan memenuhi 2b2 = 3a, maka kurva berupa
helix yang tabungnya sejajar vektor (1, 0, 1). Periksa r = (6v, 3v2, v3).
3. Tentukan vektor singgung satuan pada kurva r = (x,y,z) dimana:
x = t2 + 1 ; y = 4t 3 ; z = 2t2 6t, tentukan t di titik t = 2.
4. Tentukan vektor singgung satuan dan vektor normal utama satuan pada kurva:
r = r() = (-sin, 1-cos, 4sin(/2)) untuk = /3.
Tentukan pula dan , persamaan garis singgung dan bidang normalnya.
VII.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Hitungan rumus
Serret-Frenet

0
Tidak mampu
melakukan
hitungan

Hitungan vektor garis


singgung dan vektor
normal

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Klasifikasi jenis-jenis
kurva berdasarkan
nilai torsi dan jari-jari
kelengkungan.

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Skor
1
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian

2
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya

77

VII.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
VII.3.5. Sumber Pustaka
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., New York, USA.
Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.

78

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-8 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013

79

BAB VIII
TES SUMATIF I
(Ujian Tengah Semester)
I.1. Pendahuluan
VIII.1.1. Deskripsi Singkat
Soal ujian tengah semester meliputi soal dalam bentuk essay yang
memuat pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menjelaskan pengertianpengertian maupun definisi. Selain itu juga memuat soal dalam bentuk hitungan
yang memuat pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menyelesaikan suatu
hitungan.
VIII.1.2. Manfaat
Dengan kegiatan ini dapat menilai pemahaman mahasiswa tentang materi
kuliah minggu ke-1 s.d. minggu ke-7.
VIII.1.3. Relevansi
Penilaian pemahaman mahasiswa ini harus dilakukan karena untuk
evaluasi pemberian materi kuliah berikutnya. Materi kuliah yang diujikan dalan
ujian tengah semester ini menjadi dasar untuk pemahaman materi kuliah minggu
berikutnya. Oleh karena itu, apabila hasil evaluasi disimpulkan bahwa
pemahaman mahasiswa masih rendah, perlu direview terlebih dahulu materi
minggu ke-1 s.d. minggu ke-7. Namun apabila hasil evaluasi diperoleh
kesimpulan bahwa mahasiswa sudah memahami materi sebelum ujian tengah
semester, maka materi minggu selanjutnya dapat langsung diberikan.
VIII.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti ujian tengah semester, mahasiswa akan dapat:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang materi operasi dasar vektor, sistem
koordinat vektor, penggunaan vektor dalam geometri analitik, diferensial

80

vektor, medan vektor, medan skalar dan geometri diferensial kurva dalam
ruang.
2. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan materi
operasi dasar vektor, sistem koordinat vektor, penggunaan vektor dalam
geometri analitik, diferensial vektor, medan vektor, medan skalar dan
geometri diferensial kurva dalam ruang.
VIII.2. Penyajian
UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL
TAHUN AJARAN 2008/2009
JURUSAN TEKNIK GEODESI
Matakuliah
Program Studi
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
Dosen

: Matematika Geodesi
: S1 Reguler
: Rabu, 5 November 2008
: 120 menit
: Buku Tertutup
: Dwi Lestari, ST., ME.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas, boleh tidak urut asalkan
diberi nomor yang jelas. Bobot nilai setiap nomor ditunjukkan dengan angka
dalam tanda kurung.
SOAL
1. Diketahui: a = ( 2, 3, 1 ); b = ( 4, 2, 3 )
Tentukan:
a. Besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b
b. Luas paralelogram yang tertentu oleh vektor a dan b
c. Vektor yang magnitudenya 4 dan tegak lurus vektor a dan b
d. Jika a dan b membentuk sisi-sisi segitiga, tentukan sudut-sudut
segitiga tersebut (30).
2. Diketahui: a = ( 1, 3, 1 ); b = ( 1, 1, 4 ); c = ( 2, 1, 3 )
Tentukan:
a. (a b) c
b. (a b) (b c)
c. a c b a , agar mempunyai arti.
d. Volume paralelepipedum tertentu oleh vektor a , b dan c (20).
3. Jika u = 2i + j + 2k adalah vektor letak titik A dan v = 3i -j + 4k adalah
vektor letak titik B, tentukan:
a. Persamaan bidang yang melalui A dan sejajar vektor B
b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB

81

c. Apabila w = 2i + j + k adalah vektor letak C, tentukan persamaan


bidang yang melalui C sejajar B dan sejajar A (ingat persamaan r =
a + b + c)
d. Jarak titik X(1,-2,1) terhadap bidang yang melalui B dan tegak
lurus vektor AB (Ingat bidang dengan pers Hess r.u p = 0, maka
jarak titik ke bidang = |x.u p|) (30).
4. Diketahui suatu benda bergerak sepanjang kurva r = (x,y,z) dimana
x 2e 2t , y 2 cos 3t , z 3 sin 2t . Jika t adalah waktu, maka:
a. Tentukan kecepatan dan percepatan pada waktu t.
b. Tentukan besarnya kecepatan dan percepatan pada saat t = 0 (20).

UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL


TAHUN AJARAN 2009/2010
JURUSAN TEKNIK GEODESI
Matakuliah
Program Studi
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
Dosen

: Matematika Geodesi
: S1 Reguler
: Rabu, 28 Oktober 2009
: 120 menit
: Buku Tertutup
: Ir. Sri Narni, MT.
Dwi Lestari, ST., ME.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Kerjakan bagian A dan B
pada kertas terpisah! Bobot masing-masing soal adalah sama.
SOAL BAGIAN A ( Ir. Sri Narni, MT.)
1. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = (2, 1, 2); b = ( 4, 1, 3 )
a. Tentukan besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b.
b. Tentukan luas jajaran genjang yang tertentu oleh kedua vektor a
dan b.
c. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus vektor a dan b.
d. Tentukan komponen vektor a pada b.
2. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 2, 3, 2 ); b = ( 1, 1, 4 )
a. Selidiki apakah kedua vektor a dan b saling kolinier.
b. Tentukan p = 2a + 3b.
c. Tentukan sudut antara vektor a dengan sumbu X, sumbu Y, dan
sumbu Z
d. Tentukan vektor yang magnitudenya 5 dan vektor tersebut tegak
lurus a dan juga tegak lurus b.
SOAL BAGIAN B (Dwi Lestari, ST., ME.)
3. Diketahui vektor : a = ( 2, 3, 1 ); b = ( 2, 1, 4 ); c = ( 2, 2, 3 )
Tentukan:
a. a c b

82

b. a c b a
c. a b c a
d. Volume paralelepipedum tertentu oleh vektor a, b, dan c.
4. Jika u = 2i + 2j + 3k adalah vektor letak titik A dan v = 3i - j + 4k adalah
vektor letak titik B, tentukan:
a. Pesamaan garis/bidang yang melalui A dan B.
b. Persamaan bidang yang melalui A dan sejajar vektor B.
c. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB.
d. Jarak titik X(1,-2,1) terhadap bidang yang melalui B dan tegak
lurus vektor AB (ingat bidang dengan pers Hess r.u p = 0, maka
jarak titik ke bidang = |x.u p|).

UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL


TAHUN AJARAN 2010/2011
JURUSAN TEKNIK GEODESI
Matakuliah
Program Studi
Hari/tanggal
Waktu
Sifat
Dosen

: Matematika Geodesi
: S1 Reguler
: Rabu, 27 Oktober 2010
: 120 menit
: Buku Tertutup
: Ir. Sri Narni, MT.
Dwi Lestari, ST., ME.

Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masingmasing soal adalah sama.
1. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 3, 1, 5 ); b = ( 3, 2, 3 )
a. Selidiki apakah kedua vektor a dan b saling kolinier.
b. Tentukan p = 2a + 3b.
c. Tentukan sudut antara vektor a dengan sumbu X, sumbu Y, dan
sumbu Z.
d. Tentukan vektor yang magnitudenya 5 dan vektor tersebut tegak
lurus a dan juga tegak lurus b.
2. Diketahui dua buah vektor a dan b dimana: a = ( 1, 1, 2 ); b = ( 3, 2, 4 )
a. Tentukan besar sudut yang tertentu oleh vektor a dan b.
b. Tentukan luas jajaran genjang yang tertentu oleh kedua vektor a
dan b.
c. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus vektor a dan b.
d. Tentukan komponen vektor a pada b.
3. Diketahui vektor: u = ( 3, 4, 2 ); v = ( 2, 1, -1 ); w = ( 1, 3, 3 )
Tentukan:
a. u ( w v)
b. u w v u
c. v w v u
83

d. Apakah volume paralelepipedum tertentu oleh vektor u, v dan w


dapat ditentukan, jelaskan!
4. Jika u = 3i + 1j + 2k adalah vektor letak titik A dan v = 3i -j + 4k adalah
vektor letak titik B, tentukan:
a. Persamaan garis yang melalui A dan sejajar vektor B.
b. Persamaan bidang yang melalui B dan tegak lurus vektor AB.
c. Jarak titik P(2,-2,3) terhadap garis yang melalui A dan tegak lurus
vektor B.
d. Persamaan bidang yang melalui O dan sejajar A dan B.

KELAS: A/B
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEODESI
SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA 2012/2013
Matakuliah
: Matematika Geodesi
Program Studi
: S-1 Reguler
Hari, Tanggal
: Senin, 22 Oktober 2012
Waktu
: 120 menit
Sifat
: Buku Tertutup
Dosen Penguji
: Ir. Sri Narni, MT.
Ir. Parseno, MT.
Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masingmasing soal adalah sama.
1. Diketahui 2 vektor a = (2, 1, 3) dan b = (3, 2, 5). Tenntukan:
a. Besar sudut yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.
b. Luas segitiga yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.
c. Vektor luas dari segitiga yang terbentuk oleh kedua vektor a dan b.
d. Komponen vektor a pada b.
2. Diketahui 3 vektor a = (2,1,1), b = (3,1,2) dan c = ( 4, 2, 1)
a. Selidiki apakah ketiga vektor a, b dan c dependen linier atau independen
linier.
b. Hitung volume paralelepipedum yang terbentuk oleh ketiga vektor a, b,
c.
c. Hitung (a x b) x c.
3. Tentukan besar sudut antara 2 luasan yaitu x2y + y3z xz2 = 3 dan x2yz2 = 4 di
titik T(2, 1, 1).
4. Tentukan persamaan garis normal dan bidang singgung di titik T(1, -1, 2) pada
luasan 2xz2 3xy 4x = 7.

84

5. Tentukan derivatif berarah di titik T(1, -2, -1) pada luasan x2yz + 4xz2 dalam
arah b = (2, -1, -2).

KELAS: A/B

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEODESI
SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA 2013/2014
Matakuliah
: Matematika Geodesi
Program Studi
: S-1 Reguler
Hari, Tanggal
:Selasa, 29 Oktober 2013
Waktu
: 120 menit
Sifat
: Buku Tertutup
Dosen Penguji
: Ir. Sri Narni, MT.
Ir. Parseno, MT.
Kerjakan soal-soal berikut dengan tulisan yang jelas. Bobot nilai untuk masingmasing soal adalah sama.
1.

Diketahui 2 vektor a dan b, dimana a = (2, 1, 3) dan b = (3, 1, 1).


Tentukan:
a. Besar sudut yang tertentu oleh dua vektor a dan b.
b. Komponen vektor b pada a.
c. Luas paralelogram yang tertentu oleh dua vektor a dan b.

2.

Diketahui 3 vektor a = (2, 2, 1), b = (3, 1, ) dan c = (2, 1, 4)


a. Hitung volume paralelepipedum yang tertentu oleh ketiga vektor a, b, c
tersebut.
b. Selidiki apakah ketiga vektor a, b, dan c dependen linier atau
independen linier.

3.

Tentukan persamaan bidang yang melalui A(3, 1, 2) // (sejajar) b = (1, 3,


2) dan // (sejajar) c = (3, 2, 2).

4.

Sebuah titik bergerak sepanjang kurva x = t2, y = t3 3, dan z = 2t + 1.


Tentukan komponen kecepatan saat t = 1, dalam arah 2i + j + 3k.

5.

Tentukan persamaan garis singgung dan garis normal di titik Q = /4 pada


kurva r = (x,y) = (2 cos Q, 2 sin Q).

85

VIII.3. Penutup
VIII.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
penggunaan vektor dan segitiga bola terutama terkait dengan disiplin geodesi.
Dasar dasar operasi vektor, sifat-sifat dalam operasi vektor dan azas kolinieritas
serta azas koplanaritas menjadi inti pembahasan. Sedangkan yang terkait dengan
segitiga bola akan dibahas lebih detil mulai pada pertemuan ke-12 sampai
pertemuan ke-15.
VIII.3.2. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Operasi dasar vektor
dan sistem koordinat
vektor

0
Tidak mampu
mengerjakan soal
hitungan

Aplikasi vektor dalam Tidak mampu


geometri analitik
mengerjakan soal
hitungan
Aplikasi diferensial
vektor

Tidak mampu
mengerjakan soal
hitungan

Geometri diferensial
kurva dalam ruang

Tidak mampu
mengerjakan soal
hitungan

Skor
1
Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan

2
Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan
Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan

VIII.3.3. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dibanding
dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor 2. Apabila dari
hasil evaluasi, mahasiswa yang mempunyai skor kurang dari 2 lebih dari lima
puluh persen dari jumlah mahasiswa, perlu direview terlebih dahulu materi
sebelum ujian tengah semester.

86

VIII.3.4. Sumber Pustaka


Davis, H.F., 1961, Introduction to Vector Analysis, Allyn and Bacon, Inc.,
Boston.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.

87

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-9 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
88

BAB IX
PERMUKAAN
IX.1. Pendahuluan
IX.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bagian ini akan didiskusikan tentang persamaan luasan, besaran
fundamental orde I, besaran fundamental orde II, kelengkungan normal, garis
kelengkungan, rumus Gauss.
IX.1.2. Manfaat
Mahasiswa akan dapat menjelaskan serta menghitung besaran-besaran
fundamental orde I dan orde II.
IX.1.3. Relevansi
Besaran fundamental orde I dan orde II sangat berguna bagi mahasiswa
dalam mempelajari bidang proyeksi peta. Besaran-besaran ini mendasari pada
diskusi tentang garis-garis lengkung pada bidang proyeksi yang digunakan dalam
pemetaan.
IX.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan minggu ke-9, mahasiswa akan dapat:
1. Menghitung besaran fundamental orde I dan orde II pada suatu luasan.
2. Mengidentifikasi luasan sebagai suatu developable surface.
IX.2. Penyajian
IX.2.1. Luasan atau Permukaan dan Garis-garis Parameternya

89

a. Persamaan luasan
Luasan L dinyatakan dengan:
r = r (u,v)

atau

= ( x(u,v), y(u,v), z(u,v))


dengan u dan v adalah parameter.
Bentuk skalarnya adalah:
x = x(u,v)
y = y(u,v)
z = z(u,v)
Parameter u= konstan, merupakan kurva pada luasan L yang disebut garis
parameter.
Jika u = konstan, dan v = konstan, maka u dan v merupakan pasangan garis
parameter (berupa jaringan).
Contoh:

R = (u,u2,v)
Berarti bahwa x = u ; y = u2 ; z = v
Eliminasi u dan v menghasilkan y = x2, yang grafiknya merupakan tabung
parabola.
Jika u = kostan, berarti x = konstan, dan y = konstan, grafik berupa garis lurus //
OZ (garis generator tabung).
Jika v = konstan, berarti z = konstan maka, grafik merupakan irisan dengan luasan
berupa parabola dengan bidang // XOY.

90

Untuk setiap pasang nilai (u,v) akan didapat suatu titik pada tabung. Misalnya
sepasang nilai (u,v) = (2,3), ini akan memberikan titik P (2,4,3) yang terletak pada
tabung.
IX.2.2. Besaran Fundamental Orde I
Perhatikan gambar berikut:
r = r (u,v)

u=c
r2

r1 = r/u

r1

r1 : merupakan derivatif parsial r ke u


v=k

dengan menganggap v konstan, jadi


r1 adalah vektor singgung pada garis
v = k.
r / v = r2, merupakan vektor
singgung pada garis.
Bidang singgung akan sejajar dengan

v
P

dr

vektor r1 dan r2.

v+ dv
u + du

r = r (u,v)

dr

r
r
du
dv
u
v

= r1 du + r2 dv
Karena P dan Q adalah titik-titik yang berdekatan pada suatu kurva yang melalui
P dan Q, maka panjang busur (ds) yang menghubungkan P dan Q sama dengan l
dr l sehingga:
ds2 = dr . dr
= r1 . r1 du2 + 2 r1 . r2 + r2 . r2 dv2
ds2 = E du2 + 2F du dv + G dv2

(I)

Persamaan tersebut disebut bangun atau persamaan fundamental orde I (bentuk


dasar pertama) dengan:
E = r1 . r 1

F = r1 . r2

G = r2 . r2

91

E, F, dan G disebut besaran fundamental pertama (I) dengan ditambah lagi


besaran H2 yaitu:
H2 = E G F2
Yang ternyata bahwa besaran H = l r1 x r2 l.
Jika F = 0, maka garis parameter saling tegak lurus.
Contoh dalam R2 (bidang):
Y

x=0

ds2 = dx2 + dy2

x=1 x=2

Dari pesamaan tersebut koefisian dx


y=2
y=1

1 maka nilai dari besaran-besaran

y=0

dan dy masing-masing sama dengan

fundamental I untuk E, F dan G


masing-masing adalah E = 1, F = 0

dan G = 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa garis-garis parameter


saling tegak lurus (ortogonal).
Contoh pada sistem koordinat kartesius miring:
x=0

x=1 x=2

Dalam koordinat kartesius miring

y=1
O

y=0

panjang garis antara dua titik dapat


diturunkan dari persamaan berikut:
ds2 = dx2 + 2 cos dx dy + dy2

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa nilai besaran fundamental pertama
adalah:
E=1

F = cos

G=1

Sistem koordinat miring akan menjadi ortogonal jika nilai cos = 0.


Contoh dalam sistem koordinat polar:
Dalam

sistem

koordinat

polar,

panjang garis antara dua titik dapat


diturunkan dari persamaan berikut:

=/6

O
=1

=2

=3

ds2 = d2 + 2 d2
=0

92

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa besaran fundametal pertama (I) adalah:
E=1

F=0

G = 2

Perpotongan antara garis parameter dan saling tegak lurus (ortogonal).


Pasangan du.dv, du/dv atau dv/du akan menentukan suatu arah pada luasan seperti
halnya dy/dx = m, adalah gradien suatu arah dalam sistim koordinat tegak dua
dimensi.
Sudut antara dua arah
Jika diketahui dua arah du, dv dan du , dv berturut-turut menghasilkan dr
dan dr . Jika sudut antara kedua arah dan ds serta ds adalah elemen panjang
yang sesuai maka:

ds ds cos E du du F (du dv du dv) G dv dv


Kedua arah akan saling tegak lurus jika bentuk tersebut bernilai sama dengan nol.
Vektor normal satuan dapat diperoleh sebagai berikut:

r1 x r 2
r x r2
1
r1 x r 2
H

IX.2.3. Besaran Fundamental Orde-II


Jika diketahui r = r (u,v), dapat disusun turunan kedua dari vektor r
sebagai berikut:
r 11

L = n . r11

2r
;
u 2

; M = n . r12

r 12

2r
;
uv

; N = n . r22

r 22

2r
v 2

; T = LN M2

L, M, dan N disebut besaran-besaran fundamental orde II, sedangkan bentuk


persamaan II adalah:
L du2 + 2 M du dv + N dv2

(II)

Bentuk II disebut bangun fundamental orde II atau bentuk dasar kedua.

93

Contoh:
Tentukan besaran fundamental orde I dan orde II pada luasan r = (a(s+t), b(s-t),
2st), dengan s, dan t adalah parameter.
Jawab:
Eliminasi s dan t menghasilkan (penjelasan eleminasi).
x2 y2

2z
a2 b2

Mengacu pada persamaan hasil eliminasi s dan t maka dapat diketahui bahwa
luasan berupa parabolida hiperbolis. Garis parameter dapat ditentukan jika
dimisalkan s = c, kemudian dilakukan eliminasi parameter t akan diperoleh:
x y
2c
a b
x

z 2c c
a

berupa garis lurus

Jika dimisalkan t = k kemudian dilakukan eliminasi parameter s akan diperoleh:


x y
2k
a b
x

z 2k k
a

berupa garis lurus

r1

dr
(a, b,2t )
ds

r2

dr
(a,b,2 s)
dt

r 11

2r
(a, b,2t ) (0,0,0)
s 2 s

r 12

2r
(a,b,2 s ) (0,0,2)
st s

r 22

2r
(a,b,2t ) (0,0,0)
t 2 t

E = r1 . r1 = a2 + b2 + 4t2
F = r1 . r2 = a2 - b2 + 4st
G = r2 . r2 = a2 + b2 + 4s2

94

r1 x r2 = a

n=

2t

-b

2s

r 1 xr 2
(b(t s ) a (t s ) ab)

r 1 xr 2
b 2 (t s ) 2 a 2 (t s ) 2 a 2 s 2

L = n . r11 = 0
M = n . r12 =

2ab
b (t s ) a 2 (t s ) 2 a 2 b 2
2

N = n . r22 = 0
Contoh 2:
Diketahui luasan putaran : x = u cos Q; y = u sin Q; z = f(Q). tentukan besaran dan
bangun fundamental orde I dan orde II.
Jawab:
r = r (u, Q) = (u cos Q, u sin Q, f(Q))
Garis parameter Q c, menghasilkan
kurva pada bidang uz yang diputar
(perhatikan gambar disamping).
Garis parameter u = k, merupakan
lingkaran paralel lintasan suatu titik.
r1 = (cos Q, sin Q, 0)
r2 = (-u sin Q, u cos Q, f(Q))
r11 = (0, 0, 0)
r12 = (-sin Q, cos Q, 0) dan r22 = (-u cos Q, -u sin Q, F(Q))
E = 1; F = 0; G = u2 + (f)2; H2 = u2 + (f)2
n=

( f ' sin Q, f ' cos Q, u )


;
H

L = 0; M = -f/H;

N = u f/H (dQ2)

I = du2 + (u2 + f2) dQ2


II = (-2 f/H) du dQ + (u f / H) dQ2

95

IX.3. Penutup
IX.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
pengertian tentang besaran fundamental I, besaran fundamental II, kelengkungan
normal dan besaran Gauss.
IX.3.2. Tes Formatif
1. Diketahui persamaan luasan r= (5 sin cos , 5 sin cos , 5 cos)
dengan dan parameter. Tentukan besaran fundamental orde I dan orde
II.
2. Tentukanlah vektor-vektor normal satuan dan bentuk-bentuk dasar dari
luasan-luasan berikut:
a. r= (u+v, 1-uv, u-v)
b. r= (a cos u, a sin u, bv)
c. r= (u cos v, u sun v, f(u)+cv)
IX.33. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Besaran fundamental
orde I pada suatu
luasan

0
Tidak mampu
melakukan
hitungan

Besaran fundamental
orde II pada suatu
luasan

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Skor
1
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian

2
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya

IX.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.

96

IX.3.5. Sumber Pustaka


Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., New York, USA.
Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.

97

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-10 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
98

BAB X
KELENGKUNGAN NORMAL DAN SIFAT TITIK PADA LUASAN
X.1. Pendahuluan
X.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bagian ini akan didiskusikan tentang kelengkungan garis utama
Gauss serta sifat-sifat titik pada luasan.
X.1.2. Manfaat
Mahasiswa akan dapat menjelaskan karakteristik garis-garis lengkung
pada suatu luasan yang berhubungan dengan matakuliah proyeksi peta.
X.1.3. Relevansi
Materi pada bab ini mendasari pada matakuliah yang berkaitan dengan
transformasi koordinat atau transformasi data ukuran dari bidang lengkung ke
bidang datar. Sebagai contoh data ukuran di permukaan bumi yang akan digambar
sebagai peta pada bidang datar maka diperlukan pengetahuan tentang karakteristik
titik, garis atau luasan pada bidang lengkung yang selanjutnya akan diproyeksikan
ke bidang lengkung atau bidang datar. Demikian pula sebaliknya perpindahan data
dari bidang datar (peta) ke bidang lengkung.
X.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-10, mahasiswa akan dapat:
1. Menentukan sifat titik pada luasan berdasar nilai dan .
2. Menyelesaikan hitungan kelengkungan Gauss.
X.2. Penyajian
X.2.1. Kelengkungan Utama Gauss
Di suatu titik P(u,v) pada luasan akan tertentu oleh besaran-besaran:
r1, r2, E, F, G, H2, n, L, M, N, T2
Di suatu titik P(u,v) dengan arah (du,dv) akan tertentu oleh:
(I) = ds2dan

(II)
99

Besaran E, F, G berbicara tentang ukuran pada permukaan dan tak berubah jika
luasan digulung. Besaran L, M, N dan vektor n, berbicara tentang ukuran di luar
permukaan, antara lain kelengkungan luasan yang tertentu saja bersama E, F, G,
r1, r2. Di suatu titik P (u,v) pada arah tertentu (du, dv) dapat dibuat bidang pengiris
normal, yaitu bidang melalui normal di P, sejajar (du,dv) yang mengiris luasan
menurut kurva irisan normal n.
n = kelengkungan n di P

Maka

diangkat

menjadi

kelengkungan normal luasan di P


P

du,dv

pada arah (du, dv)


Rumus:

( II ) L du 2 2 M dudv N dv 2

(I )
E du 2 2 F dudv G dv 2

Jika di satu titik P, pada arah du/dv


yang tertentu dibuat bidang normal N
dan

bidang

miring

yang

membentuk sudut dengan N maka


terdapat

hubungan

antara

kelengkungan irisan-irisan mereka


(n dan ).
Dalil Meusnier: n = cos
n = kelengkungan irisan normal
= kelengkungan irisan miring
X.2.2. Garis-garis Kelengkungan
Garis kelengkungan adalah kurva yang melalui garis-garis arah utama suatu
normal di suatu titik. Untuk mejelaskan tentang garis kelengkungan baiklah kita
tinjau titip P dan titik Q pada arah du/dv dari titi P.
Pada umumnya normal di titik P dan di Q tidak berpotongan (bersilangan). Tetapi
di setiap titik pada luasan

100

1
2

terdapat dua arah yaitu (du/dv)1 dan


(du/dv)2 yang saling tegak lurus. Jadi

di titik P terdapat dua garis arah yaitu


du/dv1

(du/dv)1 dan (du/dv)2 yang saling


tegak lurus dan dan memotong

C1

normal titik P. Seperti ditunjukan


C2

du/dv2

pada gambar disamping, kedua arah


tersebut dinamai arah-arah utama.

Garis kurva yang bersesuaian dengan arah-arah utama disebut garis-garis


kelengkungan (1 dan 2).
Titik C1 dan C2 adalah pusat kelengkungan 1 dan 2 di titik P, maka PC1 = 1
dan PC2 = 2 disebut sebagai jari-jari kelengkungan 1 dan 2.
1 = 1/1 dan 2 = 1/2 disebut sebagai kelengkungan utama. (yang ternyata
sama dengan n pada arah-arah utama)
Bentuk umum dari kelengkungan utama adalah:
dv 2 dudv du 2
E
L

F
M

G =0
N

Rumus kelengkungan utama:


H2 2 (EN 2 FM + GL) + T2 = 0
Yang menghasilkan akar-akar 1 dan 2.
J = 1 + 2 = 1/H2 (EN 2 FM + GL) disebut kelengkunan pertama.
K = 1 2 = T2/ H2 disebut kelengkungan Gauss atau kelengkukngan kedua.
Ternyata bahwa 1 dan 2 ini merupakan n yang maksimum dan minimum bila
ditinjau semua n pd arah-arah yang variabel.
2
arah.

2
n

1
1

Tinjau n irisan normal pada satu


1 = sudut yang dibentuk oleh n
dengan 1 (1 memuat 1).
2 = sudut yang dibentuk oleh n
dengan 2 (2 memuat 2).

101

Dalil Euler: n = 1 Cos2 + 2 Cos2


X.2.3. Sifat Titik pada Luasan
Jika di suatu titik P:
K > 0 (1, 2 sama tandanya), titik P disebut (pada) eliptis.
P
Eliptis

K = 0 (1, 2 salah satu = 0), titik P disebut (pada) parabolis.


P

Parabolis
K < 0 (1, 2 berlainan tanda), titik P disebut (pada) hiperbolis.
P
Hiperbolis

Untuk melihat kelengkungan dan sifat titik dapat juga ditinjau dari irisannya
dengan bidang sejajar dan dekat dengan bidang singgung. Irisan tersebut
dinamakan indikator Dupin.
Indikator Dupin:
X2 Y2

1 untuk K 0
1 2
Y2 = 1 untuk K = 0, 1 = 0
X2 = 1 untuk K = 0 dengan 2 = 0
X = sumbu searah 1
102

Y = sumbu searah 2
Jadi untuk K = 0, indikator berupa parabola (terurai), K > 0, indikator berupa elips
dan K < 0 , indikator berupa hiperbola.
Jika J = 0 (J = 0 di setiap titik pada luasan) maka luasan disebut minimal.
Jika K = 0 (T2 = 0 di setiap titik pada luasan) maka luasannya developable (dapat
dijerang, dihimpitkan dengan bidang datar).
Developable surface yang terkenal adalah bidang tabung dan bidang kerucut.
Bidang-bidang inilah yang biasa digunakan sebagai bidang proyeksi dalam ilmu
kartografi dan proyeksi peta.
Contoh:
1. Diketahui luasan x = u cos ; y
2.

= u sin ; z = 1 u2. Apa macam luasannya? Di titik u = 1; = /4, hitung


J dan K, kemudian tentukan indikator Dupinnya.
Jawab:
Eliminasi u dan , menghasilkan x2 + y2 + z = 1, persamaan ini merupakan
paraboloida putaran dengan puncak (0,0,1) dan OZ sebagai sumbu putar.
Pilih u sebagai parameter pertama sehinga r = r (u,) = (u cos , u sin , 1u2).
Sesudah dihitung diperoleh:
E = 1 + 4u2

2u cos , 2u sin , 1
1 4u 2

F=0
G = u2
H2 = u2 (1+4u2)

M=0

1 4u 2

T2

4u 2
1 4u 2

T2

H2

4
(1 4u 2 ) 2

2u 2
1 4u 2

0 semua titik eliptis

Rumus kelengkungan utama adalah:


103

= H2 2 (EN 2FM + GL) + T2 = 0


Di titik P (1, /4), diperoleh:
E=5

F=0

H2 = 5 ;

G=1

T2

2
5
N

M=0 ;

2
5

4
5

Sehingga persamaan menjadi:

5 2

12
5

4
0
5

atau

12
5 5

4
0
25

penyelesaan

persamaan kuadrat.

2
2


0 ;
5
5 5

J 1 5

12
5
25

1
5

;
1
2

2
5

K 1 2

; 2

2
5 5

T2
4

2
25
H

1
5 5

2
2

Indikator Dupin (K 0) adalah:

x2
y2

1
25 52 5

atau

10 x 2 2 y 2 5 5

Persamaan tersebut merupakan elips dengan perbandingan sumbu panjang dan


sumbu pendek 5 : 1.
3. Diketahui luasan r = r (u,v) = (a (u + v). b (u v). uv). Apa macam
luasannya? Tentukan J dan K.
Jawab: Luasan
X = a (u + v)

Y = b (u v)

Z = uv
(x/a)2 = u2 + 2uv + v2
(y/b)2 = u2 2uv + v2

104

--------------------------- -

x2 y2

4 uv 4 z
a2 b2
Jadi persamaan tanpa parameter adalah:

x2 y2

4 z adalah suatu parabola


a2 b2

hiperbolis. Setelah dihitung didapat:


E = a2 + b2 + v2
F = a2 - b2 + uv ;

G = a2 + b2 + u2

H2 = b2 (u + v)2 +a2 (v u)2 + 4 a2 b2


L=0

2ab
H

N=0

4ab(a 2 b 2 uv)
;
H2

4a 2 b 2
0 setiap titik hiperbolis
H4

T2

4a 2 b 2
H2

4. Tentukan titik yang eliptis, parabolis dan yang hiperbolis pada:


Torus: x = u cos Q
y = u sin Q
z a 2 (u c) 2

(a c);

u0

Z
u

Didapat dengan memutar lingkaran (u c )2 + z2 = a2 sekeliling sumbu OZ.


r r (u , Q ) (u cos Q, u sin Q, a 2 (u c) 2 )

Jika disingkat z = (f(u) =

a 2 (u c) 2 dipilih yang positif. Maka:

E = 1 + f12
105

F=0
G = u2
H = u2 (1 + f12)
n

( f1u cos Q, f1u sin Q, u )


H

uf 11
H

M 0

u 2 f1
N
H
T2

u 3 f1 f11
H2

f1 f11
u (1 f12 ) 2

Dengan:
f1

f 11

f
(u c)

u
a 2 (u c) 2

a2
2

(u c) 2

3/ 2

Didapat:
K

(u c)a
ua 2

u=c
u<c

u>c

u<c

u>c

Untuk u > 0 maka:


K > 0 (eliptis) jika u > c.
K = 0 (parabolis) jika u = c.

u=c

K < 0 (hiperbolis) jika u < c.


X.2.4. Rumus Gauss
Jika suatu titik P terletak pada suatu luasan, maka dari titik tersebut dapat
diambil 3 vektor yaitu vektor-vektor r1, r2 dan n yang independen linier sebagai

106

basis, dan semua vektor di P dapat dinyatakan dengan basis tersebut. Pada diskusi
sebelumnya telah diketahui hubungan antara vektor r1, r2 dengan besaran-besaran
fundamental pertama. Hubungan tersebut adalah:
E = r1 . r 1

E1 = 2 r1 . r11

E2 = 2 r1 . r12

F = r1 . r2

F1 = r1 . r12 + r2 . r11

F2 = r1 . r22 + r2 . r12

G = r2 . r2

G1 = 2 r2 . r12

G2 = 2 r2 . r22

Ternyata r11, r12 dan r22 dapat dinyatakan dengan n, r1, r2 sebagai berikut:
Rumus Gauss:
r11 = L n + l r1 + r2
1)
r12 = M n + m r1 + r2

2)

r22 = N n + n r1 + r2
3)
Terdapat 6 parameter yang harus dicari yaitu l , m, n, , , dan , sebagai
penjelasan ditunjukan dengan contoh berikut:
Persamaan 1) diproses dengan perkalian titik dengan r1 akan diperoleh:
E1 = 0 + l E + F
Persamaan 2) diproses dengan perkalian titik dengan r2 akan diperoleh:
F1 E2 = 0 + l F + G
Selanjutnya:
l = (1/2H2)(GE1 2 FF1 + FF2)
= (1/2H2)(2 EF1 EF2 FE1)
Dengan cara yang sama diperoleh:
m = (1/2H2)(GE2 FG1)
= (1/2H2)(EG1 FE2)
n = (1/2H2)(2GE2 GG1 FG2)
= (1/2H2)(EG2 2FF2 + FG1

107

X.3. Penutup
X.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
pengertian tentang kelengkungan garis utama Gauss serta sifat-sifat titik pada
luasan.
X.3.2. Tes Formatif
1. Diketahui persamaan luasan r= (5 sin cos , 5 sin cos , 5 cos)
dengan dan parameter. Tentukan kelengkungan Gauss (). Dari nilai ,
selidiki di titik mana luasan bersifat eliptis, parabolis dan hiperbolis.
X.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Sifat titik pada luasan
berdasar nilai dan
Kelengkungan Gauss

0
Tidak mampu
menentukan sifat
luasan
Tidak mampu
melakukan
hitungan

Skor
1
Mampu
menentukan
sebagian sifat
luasan
Dapat
melakukan
hitungan
sebagian

2
Mampu
menentukan
seluruh sifat
luasan
Dapat
melakukan
hitungan
seluruhnya

X.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori engan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
X.3.5. Sumber Pustaka
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., New York, USA.
Stein, F.M., Ph.D, 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.

108

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-11 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
109

BAB XI
PENGERTIAN DAN TERBENTUKNYA SEGITIGA BOLA
XI.1. Pendahuluan
Bagian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa
tentang ukuran ukuran di atas bidang sferis khususnya pengertian segitiga bola,
penjelasan tentang terbentuknya segitiga bola dan identifikasi posisi sebuah titik
dalam sistem koordinat bola.
XI.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bab XII, akan dibahas materi tentang pengertian dan terbentuknya
segitiga bola, istilah-istilah dalam segitiga bola meliputi lingkaran kecil, lingkaran
besar, paralel, meridian, lintang, bujur, ekses sferis, jarak sferis dan sudut sferis.
XI.1.2. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami unsur-unsur bola bumi serta dapat
menggambar posisi titik-titik di atas bola bumi dan menghitung jarak sferis titiktitik di atas bola bumi ( bidang lengkung).
XI.1.3. Relevansi
Bab XII ini mempunyai maksud memperkenalkan mahasiswa tentang
konsep dasar posisi suatu titik di atas bola bumi (permukaan bumi tidak dianggap
sebagai bidang datar tetapi bidang lengkung) dan unsur-unsur yang terbentuk pada
segitiga bola untuk proses hitungan selanjutnya, misalnya pada kuliah geodesi
satelit, survei GNSS.
XI.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-12, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian bola bumi dan segitiga bola.
2. Menjelaskan unsur-unsur pada bola bumi.
3. Menjelaskan posisi titik-titik di atas bola bumi.
4. Menghitung jarak sferis di atas bola bumi.

110

XI.2. Penyajian
XI.2.1. ILMU UKUR SEGITIGA BOLA
Definisi dan Istilah
Bola (permukaan bola) adalah tempat kedudukan titik-titik (dalam ruang)
yang berjarak sama (tetap) terhadap titik yang tetap.

R1

P : titik tetap (titik pusat bola)

R1 : titik di permukaan bola


R : jari-jari bola

Beberapa definisi pada bola:


-

Lingkaran besar (L)

: irisan diantara bola dengan bidang datar yang

melalui pusat bola.


-

Lingkaran kecil (l)

: irisan diantara bola dengan bidang datar yang

tidak melalui pusat bola.


-

Kutub (Ku dan Ks)

: dua titik tembus (potong) diantara bola dengan

diameter bola yang tegak lurus bidang yang memuat lingkaran tersebut.
-

Titik lawan

: bila titik A dihubungkan dengan P dan garis AP

diperpanjang sampai memotong(menembus) bola di B, maka B disebut


titik lawan A dan sebaliknya.
-

Meridian A

: irisan diantara bola dengan bidang vertikal yang

melalui Ku dan KS dan A. Bila bidang vertikal melalui Greenwich, Ku


dan Ks maka irisan bidang tersebut dengan bola disebut Prime meridian
atau meridian nol.
-

Equator

: irisan diantara bola dengan bidang horizontal

yang melalui P (pusat bola). Equator tegaklurus meridian.

111

Paralel

: irisan diantara bola dengan bidang horizontal

yang tidak melalui pusat bola, dan berjarak < r dari pusat bola.
-

Lintang A (Latitude A) : jarak sudut A yang diukur dari equator dihitung


sepanjang meridian A.

Secara umum Lintang Utara (LU) = + 0 s.d 90, Lintang Selatan (LS)= 0 s.d -90

Bujur A ( Longitude A) : sudut di salah satu kutub antara meridian A


tersebut dengan meridian nol.

Secara umum Bujur Timur (BT) = + 0 s.d 180,Bujur Barat (BB) = - 0


s.d -180.

A
A

Lintang dan Bujur pada Bola (Djawahir 2009)


-

Jarak sferis dan sudut sferis


Melalui dua titik A dan B pada bola dapat dibuat satu lingkaran besar.

112

Lingkaran besar melalui A dan B.


AB < 180

P
B

<180

Panjang busur dari A ke B dalam arah panah dinamakan jarak sferis dari
A ke B. Jadi Jarak sferis adalah jarak terpendek pada permukaan bola dari
A ke B.
Panjang busur AB (jarak sferis) dinyatakan dalam derajat (radial) dan
sama dengan besar sudut APB. Jadi panjang busur selalu lebih kecil dari
180atau T radial.
P
p

Sedangkan yang dimaksud dengan sudut


sferis adalah sudut di antara dua lingkaran
besar, yaitu sudut di antara garis singgung

pada masing-masing lingkaran besar di

titik potongnya.
Sudut sferis APB dibentuk oleh lingkaran
besar A dan B yang berpotongan di P.
-

Ekses sferis
+ + = 180+
LABC
206265 xLABC
=
" 2
R sin 01"
R2

Catatan : R = 6.372.160 m
B

A
113

1/sin 01 = = 206265 1 = 111 km

XI.2.2 Terbentuknya Segitiga Bola


Segitiga bola ialah segitiga pada permukaan bola yang dibentuk dengan
cara menghubungkan tiga titik pada permukaan bola dengan busur lingkaran
besar. Jadi sisi-sisi segitiga bola ialah segmen-segmen busur lingkaran besar. Pada
gambar berikut ini, titik-titik A, B, dan C adalah titik-titik pada permukaan bola,
sedangkan AB, AC, dan BC adalah segmen-segmen busur lingkaran besar.

O
B
A

B
c

Gambar segitiga bola ABC


Unsur-unsur segitiga bola terdiri dari tiga sudut dan tiga sisi. Pada gambar
segitiga bola ABC tersebut, unsur-unsur segitiga bola ialah sudut-sudut , , dan
sisi-sisi a, b, c. Berbeda dengan segitiga datar yang jumlah ketiga sudutnya 180
derajat, jumlah ketiga sudut dalam segitiga bola ialah 180 derajat ditambah ekses
sferis.
XI.3. Penutup
XI.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
pengertian tentang terbentuknya segitiga bola, istilah-istilah dalam segitiga bola

114

meliputi lingkaran kecil, lingkaran besar, paralel, meridian, lintang, bujur, ekses
sferis, jarak sferis dan sudut sferis.
XI.3.2. Tes Formatif
1. Gambarkan posisi titik- titik berikut pada bola bumi:
a. A (20 LU; 45 BT)
b. B (45 LU; 120 BT)
c. C (30 LS; 75 BB)
d. D (45 LS; 100 BB)
2. Kota P dan kota Q terletak di ekuator, kota P pada Bujur 30 T sedangkan
kota Q berada pada 115 BT, berapakah jarak sferis kota P ke kota Q. Jika
1 jarak sferis sama dengan 111 km, berapa kilometerkah jarak kedua kota
tersebut.
3. Kota X dan Y terletak pada bujur yang sama, kota X pada Lintang 1530
Utara sedangkan kota Y pada Lintang 2540 Selatan. Hitunglah jarak
sferis kota X ke kota Y dalam satuan kilometer.
XI.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Pengertian bola
bumi dan segitiga
bola
Unsur-unsur pada
bola bumi

0
Tidak mampu
menjelaskan
Tidak mampu
menjelaskan

Skor
1
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menjelaskan
sebagian

Posisi titik di atas


bola bumi

Tidak dapat
menggambarkan

Dapat
menggambarkan
sebagian

Jarak sferis

Tidak dapat
menghitung jarak
sferis titik-titik di
atas bola bumi

Dapat
menghitung
sebagian

2
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
menjelaskan
secara benar
dengan gambar
Dapat
menggambarkan
dengan baik dan
benar
dapat
menghitung
dengan cepat dan
tepat

115

XI.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
XI.3.5. Sumber Pustaka
Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry,
Schaums Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Todhunter, M.A.F.R.S, 1878, Spherical Trigonometry with Numerous Examples,
Macmillan

and

Co.,

London,

on-line

version

from

www.forgottenbooks.com.

116

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-12 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
117

BAB XII
GEOMETRI SEGITIGA BOLA
XII.1. 1. Deskripsi Singkat
Pada bagian ini akan dibahas mengenai geometri segitiga bola pada sub
bahasan syarat segitiga bola dan jenis-jenis segitiga bola.
XII.1.2. Manfaat
Mendasari pada matakuliah penentuan posisi di permukaan bumi dengan
metode astronomi ataupun teknologi ruang angkasa.
XII.1.3. Relevansi
Dengan teknologi satelit penentuan posisi di permukaan bumi menjadi
semakin cepat, namun demikian untuk mempelajari penentuan posisi dengan
teknologi satelit memerlukan dasar-dasar matematika khususnya segitiga bola.
Bagian ini mendasari juga pada pelajaran transformasi koordinat dari sistem
kuvilinier ke sistem kartesi atau sebaliknya.
XII.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-12 mahasiswa akan dapat:
a. Menjelaskan syarat hitungan pada segitiga bola.
b. Mengidentifikasi dan membedakan macam-macam segitiga bola
c. Dapat menggambarkan secara grafis tentang jenis-jenis segitiga bola pada
bola langit.
XII .2. Penyajian
Segitiga Bola
Bagian dari permukaan bola yang dibatasi oleh ketiga buah lingkaran
besar yang berpotongan satu sama lain.

118

KU

Sudut bidang tiga P.ABC

L3

b
P

L1
A

ekuator

L2

KS
Syarat segitiga bola:
C
b

1. + + = 180 + ;

: ekses sferis

2. 180 < + + < 540


3. 0< a + b + c < 360
4. a < b + c ; b < c + a ; c < a + b dan < + ; < + ; < +
5. a > b > ; a > c > ; c > b >
6. a = b = ; a = c = ; c > b =
7.a b ; a c ; c b
8. a, b, c, , , masing-masing < 180
Macam-macam segitiga bola:
1. Segitiga bola lawan

119

2. Segitiga bola samping


3. Segitiga bola siku-siku
4. Segitiga bola kutub
5. Segitiga bola kwadran
6. Segitiga bola sembarang
1. Segitiga bola lawan
Tiga buah lingkaran besar L1, L2, L3 yang berpotongan satu sama lain,
mempunyai 6 titik potong: A, B, C dan A1, B1, C1. membentuk
yang disebut sebagai segitiga lawan dari

A1B1C1

ABC dan sebaliknya.

KU
Sudut
sferis

L3
C1
a1

T
C1

B1 1
c1 1

a1

b1

B1

b1

b
a

A1
B

c1

A1

C
L1

C
Jarak
sferis

L2
KS
Segitiga lawan

Titik A1 adalah titik lawan A dan sebaliknya, titik B1 adalah titik lawan B dan
sebaliknya, titik C1 adalah titik lawan C dan sebaliknya. Hubungan segitiga
ABC dan segitiga A1B1C1 adalah:
a = a1 ; = 1

b = b1 ; = 1

c = c 1 ; = 1

120

2. Segitiga bola samping


KU

b
ku

180 -

180 -

180 - a

180 - b

L1

Segitiga bola ABC =


segitiga bola ABKu

Segitiga bola AKsB = segitiga


bola samping ABC
A

B
L2

Segitiga bola AKsB merupakan segitiga bola samping ABC:


o sisi-sisi : 180 - a, 180 - b, Ku
o sudut-sudut: 180 - , 180 - , KS
Segitiga bola BAKu merupakan segitiga bola samping ABC:
o sisi-sisi: 180 - Ku, 180 - b, a
o sudut-sudut: 180 - KU, 180 - ,
Segitiga bola ABKu merupakan segitiga bola samping ABC:
o sisi-sisi : 180 - Ku, 180 - a, b
o sudut-sudut: 180 - KU, 180 - ,
XII.3. Penutup
XII.3.1.Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
tentang rumus-rumus segitiga bola, jenis-jenis segitiga bola, syarat-syarat dan
aturan pada segitiga bola serta contoh penyelesaian beberapa kasus.

121

XII.3.2.Tes Formatif
1. Jelaskan perbedaan antara segitiga bidang datar dengan segitiga bola
2. Jelaskan syarat-syarat agar terpenuhi apa yang disebut sebagai segitiga bola
3. Gambarkan segitiga bola samping dan segitiga bola lawan pada bola langit.
XII.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Identifikasi
perbedaan segitiga
bidang datar dan
segitiga bola
Identifikasi jenis
segitiga bola
Gambar grafis jenis
segitiga bola

0
Tidak dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
Tidak dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
Tidak dapat
mengambar

Skor
1
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
sebagian
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
sebagian
Dapat
menggambar
sebagian

2
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
seluruhnya
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
seluruhnya
Dapat
menggambar
seluruh jenis

XII.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
XII.3.5. Sumber Pustaka
Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry,
Schaums Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

122

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-13 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013

123

BAB XIII:
GEOMETRI SEGITIGA BOLA
(LANJUTAN)
XIII.1. Pendahuluan
XIII.1. 1. Deskripsi singkat
Pada bab ini akan dibahas tentang segitiga bola siku-siku, segitiga bola
kutub, segitiga bola sembarang dan kwadranserta contoh penyelesaian beberapa
kasus.
XIII.1.2. Manfaat
Mendasari pada matakuliah penentuan posisi di permukaan bumi dengan
metode astronomi ataupun teknologi ruang angkasa.
XIII.1.3. Relevansi,
. Dengan teknologi satelit penentuan posisi di permukaan bumi menjadi
semakin cepat, namun demikian untuk mempelajari penentuan posisi dengan
teknologi satelit memerlukan dasar-dasar matematika khususnya segitiga bola.
Bagian ini mendasari juga pada pelajaran transformasi koordinat dari sistem
kuvilinier ke sistem kartesi atau sebaliknya
XIII.1.4. Learning outcame :
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-1, mahasiswa akan dapat:
menyelesaikan hitungan segitiga bola siku-siku, segitiga bola kutub, segitiga bola
sembarang dan kwadran
XIII.2. Penyajian

Segitiga bola siku-siku


A

b
90

90

90

a
90

90
E

124

adalah segitiga bola yang hanya mempunyai satu sudut yang besarnya 90.
Segitiga siku-siku:
O : pusat bola berjari-jari 1 (satu unit radius)
O : titik puncak dari sudut bidang tiga O ABC
ABC ; segitiga bola siku-siku di C dan a < 90, b < 90.
Melalui A dibuat bidang tegak lurus OB,atau melalui A dibuat bidang ADE
tegak lurus OB, memotong OB di E dan OC di D.
Dengan mengacu rumus-rumus pada segitiga bidang datar, diperoleh:
DA/OA = sin b atau DA/1 = sin b
EA/OA = sin c atau EA/1 = sin c
OE/OA = cos c atau OE/1 = cos c
OD/OA = cos b atau OD/1 = cos b
Dari segitiga datar OED:
tan a = ED/OE atau ED = OE x tg a
Dari persamaan tersebut OE = cos c, sehingga ED = cos c tan a
dst...(rumus-rumus yang lain dapat dijabarkan sendiri).

ATURAN NAPIER dari segitiga bola ABC


Co-B

Bagian
SAMPING

Bagian
LAWAN
a

Co-B

a
b

Co-c
90

Bagian
TENGAH

Co-c

Co-A
b
Co-A

Bagian
LAWAN

Bagian
SAMPING

1. sin a = sin A sin c

125

2. tan a = tan A sin c


3. tan a = cos B tan c
4. cos c = cos b cos a
5. cos A = sin B cos a
6. sin b = sin B sin c
7. tan b = tan B sin a
8. tan b = cos A tan c
9. cos c = cot A cot B
10. cos B = sin A cos b
Rumus yang dipilih:
Pilih rumus yang mengandung 2 unsur yang sudah diberikan dan 1 unsur
yang ditanyakan.
a. sin (bagian TENGAH ) = cos (bagian LAWAN ) x cos (bagian
LAWAN)
b. sin (bagian TENGAH) = tan (bagian SAMPING) x tan (bagian
SAMPING)
c.

sin b = tan a x tan Co-A;


sin b = tan a cot A;
tan a = tan A sin b
sin(1 bagian TENGAH) = tan (1 bagian SAMPING) x tan (1
bagian LAWAN)

d.

sin (b) = cos (Co-B) x cos (Co-c)


sin b = sin B sin c
sin (1 bagian TENGAH) = cos (1 bagian LAWAN) x cos (1
bagian LAWAN)

Urutan kerja dalam penyelesaian segitiga bola siku adalah sbb:


a. Buat sketsa/gambar segitiga bola siku dan diberi notasi seperlunya,
unsur-unsur yang diketahui diberi tanda misalnya dengan lingkaran.
b. Tulis rumus untuk unsur-unsur yang tak diketahui dengan ketentuanketentuan Napier. Tiap rumus mengandung dua unsur yang diketahui
dan mengandung satu unsur yang ditanyakan.

126

c. Tulis rumus untuk unsur-unsur yang tak diketahui dengan ketentuan


Napier untuk ceking.
d. Hitungan dapat dilakukan dengan kalkulator.
Hukum Kwadran
a. Bila A < 90 dan C < 90, maka a, b, B < 90
Bila C < 90 dan a < 90 , maka b, B > 90 dan A < 90
b. Bila A > 90 dan C < 90, maka a, b, B > 90
Bila C > 90 dan a > 90, maka b, B < 90 dan A > 90
Contoh 1:
ABC siku-siku di C ; A = 650 ; B = 1180

Diketahui:

Hitung: a, b, dan c
Jawab:
Co-B

Co-B
a

a?

Co-c
90
Co-A

Co-c ?
Co-A

a) Mencari a:

b?

Mencari b:

sin Co-A = cos a cos Co-B

sin Co-B = cos Co-A cos b

cos a = cos A cosec B

cos b = cos B cosec A

a = arc cos (cos A cosec B)

a = arc cos ( cos B cosec A

b) Mencari c
sin Co-c = tan Co-B tan Co-A
cos c = cot B cot A
c = arc cos (cot B cot A)
c) Ceking
sin Co-c = cos a cos b

LATIHAN:
127

1. Diketahui segitiga bola siku-siku di C, a = 45; b = 30, hitung A, B, c!


2. Selesaikan sebuah segitiga bola siku-siku di C dan a = 665931 ; b =
1563419!
3. Selesaikan sebuah segitiga bola siku-siku di C dan a = 60 ; b = 30!
4. Selesaikan sebuah segitiga bola siku-siku di C dan A = 45 ; c = 60!
Segitiga bola kutub
Kutub-kutub dari sebuah lingkaran besar adalah titik-titik tembus dari
garis tegak lurus lingkaran melalui pusatnya, pada bidang permukaan bola.
Sebuah segitiga ABC mempunyai segitiga kutubnya yang terbentuk dengan
jalan membuat segitiga bola yang sisi-sisinya adalah lingkaran-lingkaran besar
yang berkutub di A, B, dan C.
Ck

bk
b
A

ak
a

Bk

Ak
ck

Ak adalah kutub dari lingkaran besar BC, yang terletak sepihak dengan A
terhadap BC.

Bk adalah kutub dari lingkaran besar AC, yang terletak sepihak dengan B
terhadap AC.

Ck adalah kutub dari lingkaran besar AB, yang terletak sepihak dengan C
terhadap AB.

Segitiga bola AkBkCk, dinamakan segitiga bola kutub dari segitiga bola
ABC.

Segitiga bola ABC, dinamakan segitiga bola kutub dari segitiga bola
AkBkCk.

128

Ak = 180 - a = k

A = 180 - ak =

Bk = 180 - b = k

B = 180 - bk =

Ck = 180 - c = k

C = 180 - ck =

Segitiga bola kwadran


Adalah segitiga bola yang hanya mempunyai satu sisi yang besarnya 90.
Segitiga kutub dari segitiga kwadran adalah segitiga siku-siku, oleh karena itu
unsur-unsur dari segitiga kwadran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
segitiga siku-siku pada segitiga kutubnya.
Segitiga bola sembarang (oblique)
Adalah segitiga bola yang tidak mengandung keistimewaan. Segitiga bola
sembarang dapat terbentuk dari:
-

tiga sisi yang diketahui,

tiga sudut yang diketahui,

dua sisi dan satu sudut yang diapitnya,

dua sudut dan satu sisi yang diapitnya,

dua sisi dan satu sudut di muka salah satu sisinya, atau

dua sudut dan satu sisi di muka salah satu sudutnya.

Adapun rumus-rumus yang berlaku:


1. Rumus sinus:
sin a sin b sin c

sin A sin B sin C

2. Rumus cosines untuk sisi:


cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
cos b = cos c cos a + sin c sin a cos B
cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
3. Rumus cosines untuk sudut:

129

cos A = - cos B cos C + sin B sin C cos a


cos B = - cos C cos A + sin C sin A cos b
cos C = - cos A cos B + sin A sin B cos C
4. Rumus sudut:

tan 1 2 A

tan r
sin( S a )

tan 1 2 B

tan r
sin(S b)

tan 1 2 C

tan r
sin(S c)

S = (a + b + c)/2

sin( S a) sin( S b) sin( S c)


sin S

tan r

5. Rumus sisi:
cot 1 2 a

tan R
cos(S A)

cot 1 2 b

tan R
cos( S B )

cot 1 2 c

tan R
cos( S C )

S = (A + B + C)/2

tan R

cos(S A) cos(S B) cos(S C )


cos S

6. Gauss or Delambres analogies:

sin 12 ( A B) Sin 12 (a b)

Cos 12 C
Sin 12 c
Cos 12 ( A B ) Sin 12 (a b)

Sin 12 C
Sin 12 c
Sin 12 ( A B ) Cos 12 (a b)

Cos 12 C
Cos 12 c

130

Cos 12 ( A B) Cos 12 (a b)

Sin 12 C
Cos 12 c
7. Napiers analogies:

Tan 12 ( A B ) Sin 12 (a b)

Cot 12 C
Sin 12 (a b)

Tan 12 ( A B ) Cos 12 (a b)

Cot 12 C
Cos 12 (a b)
Tan 12 (a b) Sin 12 ( A B)

Tan 12 C
Sin 12 ( A B)
Tan 12 (a b) Cos 12 ( A B)

Tan 12 C
Cos 12 ( A B )
XIII.3. Penutup
XIII.3.2.Tes formatif
1. Diketahui segitiga bola ABC, a = 1210 18,4; b = 1040 54,7; c = 650 42,5.
Hitung besaran A,B, dan C menggunakan rumus sudut.
2. Dketahui segitiga bola ABC, A = 1170 22,8; B = 720 38,6; C = 580 21,2.
Tentukan a,b dan c. (menggunakan rumus sisi).
3. Diketahui segitiga ABC, a = 1060 25,3; B = 420 16,7; c = 1140 53,2.
Tentukan A, C, dan b. (menggunakan Napiers analogies).
4. Diketahui segitiga ABC, A = 480 44,6; B = 600 42,6; c = 760 22,4.
Tentukan a, b, dan C. (menggunakan Napiers analogies).
5. Diketahui segitiga ABC, a = 480 44,6; c = 600 42,2; A = 760 22,4.
Tentukan C, B dan b.
6. Diketahui segitiga ABC, A = 350 52,5; B = 560 10,7; a = 400 38,8.
Tentukan c, C dan b.

XIII.3.3. Petunjuk Penilaian dan umpan balik


Kriteria

Skor

131

Identifikasi
perbedaan segitiga
bidang datar dan
segitiga bola
Identifikasi jenis
segitiga bola
Mampu melakukan
hitungan pada semua
kasus segitiga bola

0
Tidak dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
Tidak dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
Tidak dapat
melakukan
hitungan

1
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
sebagian
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
sebagian
Dapat melakukan
hitungan
sebagian kasus

2
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
seluruhnya
Dapat
mengidentifikasi
dan membedakan
seluruhnya
Dapat melakukan
hitungan semua
kasus

XIII.3.4. Tindak lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif dianding
dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor 2
XIII.3.5. Sumber Pustaka:
Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry,
Schaums Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
132

Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-14&15 )
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
BAB XIV
APLIKASI SEGITIGA BOLA

133

XV.1. Pendahuluan
Pada bagian ini diberikan penjelasan dan contoh-contoh aplikasi ilmu
ukur segitiga bola dalam kaitannya untuk penentuan posisi titik-titik di atas bumi
dan segitiga bola untuk astronomis.
XV.1.1. Deskripsi Singkat
Pada bab XV, akan dibahas materi tentang: sistem koordinat geografik,
hitungan jarak dan sudut arah pada great circle sailing, pemanfaatan ilmu ukur
segitiga bola untuk penentuan arah kiblat, dan segitiga bola astronomis untuk
penentuan asimut matahari.
XV.1.2. Manfaat
Mahasiswa dapat menerapkan rumus-rumus pada segitiga bola untuk
aplikasi-aplikasi yang terkait, misalnya untuk keperluan navigasi kapal, penentuan
arah (contoh arah kiblat), perhitungan segitiga bola astronomis, dan perhitungan
asimut matahari.
XV.1.3. Relevansi
Bab XV ini mempunyai maksud menunjukkan kepada mahasiswa
penerapan rumus-rumus segitiga bola untuk keperluan praktis maupun keterkaitan
dengan matakuliah yang lain misalnya Geodesi Satelit (segitiga bola astronomis),
Ukur Tanah, Survei Topografi (penentuan asimut matahari).
XV.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti kuliah pertemuan ke-15, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan tentang sistem koordinat geografis.
2. Meghitung jarak dan sudut arah pada great circle sailing.
3. Menjelaskan aplikasi ilmu ukur segitiga bola pada penentuan arah kiblat.
4. Menjelaskan aplikasi ilmu ukur segitiga bola pada penentuan asimut
matahari.

134

XV.2. Penyajian
Banyak pemakai ilmu ukur segitiga bola di bidang perhitungan waktu dan
jarak-jarak sudut (angular distance). Waktu dan jarak sudut biasanya berdasar
pada benda-benda angkasa yang dianggap terletak pada bola angkasa (celestial
sphere) atau di permukaan bumi (terrestrial). Dalam perhitungan-perhitungan
yang memakai ilmu ukur segitiga bola, maka bumi dianggap berbentuk bola
sehingga jarak antara dua titik diperhitungkan sepanjang lingkaran besar. Di
bidang perhitungan waktu, didasarkan adanya rotasi bumi pada porosnya sekali
setiap hari, yang merupakan dasar satuan waktu.
XV.2.1 Sistem Koordinat Geografik

Ku
hP

P
Meridian P

Meridian Greenwich

O
X

Ekuator

Gambar Sistem Koordinat Geografik


Sumber: http://homer.ugdsb.on.ca/
Untuk mengidentifikasi posisi titik di bumi atau yang terkait dengan bumi,
dikembangkanlah Sistem Koordinat Geografik dengan mendefinisikan bentuk
bumi berupa bola (globe) dengan dimensi mendekati ukuran bumi yang

135

sesungguhnya (jari-jari bumi R 6378 kilometer). Sebagai origin sistem


koordinat biasanya diambil titik pusat bumi (geosentrik) (dirangkum dari bahan
pelatihan penentuan arah kiblat oleh Djawahir, 2012).
Dalam sistem koordinat ini kedudukan suatu titik (P) dinyatakan dengan tiga
komponen koordinat (lihat gambar di atas):
a. Lintang geografik (sering dinyatakan dengan simbol huruf L atau ).
b. Bujur geografik (sering dinyatakan dengan simbol huruf B atau ).
c. Tinggi terhadap permukaan laut rerata (sering dinyatakan dengan simbol
huruf h atau H).
Lintang geografik diukur dari ekuator (0 derajat) sepanjang busur meridian ke
arah Kutub Utara (positif) atau ke arah Kutub Selatan (negatif) sampai ke
proyeksi titik yang bersangkutan pada permukaan bola bumi acuan. Harga lintang
geografik berkisar dari 0 derajat sampai +90 derajat untuk belahan bumi utara dan
dari 0 derajat sampai -90 derajat untuk belahan bumi selatan. Pada gambar di atas,
lintang geografik titik P ialah P (=sudut QOP).
Bujur geografik diukur sepanjang busur ekuator mulai dari meridian Greenwich
ke arah Timur (positif) atau ke arah Barat (negatif) sampai meridian yang melalui
titik yang bersangkutan. Harga bujur geografik berkisar dari 0 derajat (0 jam)
sampai 180 derajat (12 jam). Pada gambar di atas, Bujur geografik titik P ialah P
(=sudut QOX).
Tinggi titik diukur dari bidang acuan, biasanya permukaan laut rerata, sepanjang
garis normal atau vertikal sampai ke titik yang bersangkutan. Pada gambar di atas,
tinggi titik P ialah hp. Jarak titik P ke origin sistem koordinat (pusat bumi) ialah
R+hp.
Informasi tentang koordinat geografik titik-titik atau tempat pengamatan di
permukaan bumi dapat diperoleh antara lain melalui data grafis yang disajikan
oleh peta atau atlas, data koordinat yang disajikan oleh situs website Google
Earth baik secara online maupun offline, pengukuran langsung di lapangan

136

dengan sistem satelit (GPS, GNSS) atau metode extra-terrestrial yang lain. Perlu
diketahui bahwa untuk perhitungan-perhitungan posisi teliti di bumi dan
sekitarnya diperlukan bentuk dan dimensi bumi acuan yang lebih akurat,
mendekati bentuk dan dimensi bumi yang sebenarnya, yaitu elipsoid. Dalam hal
ini pendekatan bentuk bumi bola tidak lagi cukup akurat. Penentuan posisi dalam
sistem satelit (GPS, GNSS, dsb) menggunakan acuan bumi elipsoid.
Pada umumnya prosedur pemakaian ilmu ukur segitiga bola dalam menyelesaikan
soal-soal menyangkut titik-titik di bumi, berupa perhitungan tiga unsur dari
segitiga terestris. Dari unsur-unsur segitiga bola yang sudah diketahui, kemudian
unsur-unsur yang lain dapat dihitung dan dibuat penaksiran hasilnya. Misalnya
bagaimana menentukan jarak dan sudut antara dua buah titik M1 dan M2 yang
diketahui posisi geografiknya (lintang dan bujurnya diketahui).

KU
KU
Greenwich
90- 2

M2

2 - 1
90- 1

M1
K1

K2

M2
?
M1

KS
Jika M1 (1, 1) dan M2 (2, 2), maka unsur-unsur segitiga bola yang dapat
dibentuk adalah:
sudut M1KUM2 = 2 - 1

137

Jarak KUM2 = 90 - 2
Jarak KUM1 = 90 - 1
Kemudian jika ditanyakan berapakah jarak antara M1 dan M2, maka solusinya
dapat diselesaikan menggunakan rumus-rumus pada segitiga bola, misalnya
dengan menggunakan aturan sinus atau dengan aturan cosinus.
Contoh:
1. Great circle sailing
Sebuah kapal berlayar dari kota Chicago (4151,0 U ; 8737,0 B) menuju
kota Harbor (5354,0 N ; 16633,0 B). Tentukan jarak tempuh kapal
tersebut?

Jawab:
Jarak M1KU = 90 - 4151,0

KU
U
C
90- 2
a

= 4809
Jarak M2KU = 90 - 5354,0

2-1

= 3606,0
b

M2

?
c

Sudut di KU = 16633,0 - 8737,0

A
M1

= 7856,0

Menggunakan aturan cosinus diperoleh:


cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
= cos 4809 cos 3606,0 + sin 4809 sin 3606,0 cos
7856,0
= 0,6233221
c

= 5126,45

Jarak M1 ke M2 = c = 51,441 111 km = 5709,901 km


(catatan jarak busur 1 = 111 km).

138

Sedangkan sudut keberangkatan kapal dapat dihitung dengan menerapkan


aturan sinus:
c
a

sin C sin A

Coba anda hitung sendiri!


2. Perhitungan arah kiblat shalat (Djawahir, 2012).
Pendekatan atau asumsi yang diterapkan dalam penentuan arah kiblat
shalat ialah bumi berbentuk bola, sehingga segmen-segmen busur
lingkaran besar (jari-jari R= 6378 km) yang menghubungkan Kutub Utara
(K), Kabah (M), dan titik tempat shalat (X) membentuk segitiga bola
XKM sebagai berikut:
K
X - M
90o - M
90o - X
AMX
M

AXM
X
Gambar Segitiga Bola XKM

Unsur-unsur segitiga bola yang diketahui ialah:


a. Sisi KX = 90o X (X adalah lintang geografik tempat shalat, untuk belahan
bumi Selatan bertanda negatif, untuk belahan bumi Utara bertanda positif).
b. Sisi KM = 90o M (M adalah lintang geografik Kabah = + 21o2525).
c. Sudut XKM = X M (X adalah bujur geografik tempat shalat dan M
adalah bujur geografik Kabah = 39o4940)

139

Unsur segitiga bola yang dihitung ialah sudut AXM (= asimut Utara-Barat
untuk wilayah Indonesia) dengan salah satu dari dua cara berikut:
Cara I:
Menghitung busur XM dengan rumus:
cos(XM) = cos(90o - X) cos(90o - M) + sin(90o - X) sin(90o - M) cos(X M )
Kemudian hasilnya digunakan untuk menghitung sudut AXM dengan rumus:
sin(AXM) = sin(90o - M) sin(X - M)/sin(XM)
atau rumus:
cos(90o - M) - cos(90o - X) cos(XM)
cos(AXM) = -----------------------------------------------sin(90o - X) sin(XM)
Cara II:
Menghitung (AMX + AXM)/2 dan (AMX AXM)/2 dengan rumus:
cos[{(90o - X) (90o - M)}/2]
tan{(AMX + AXM)/2} = ---------------------------------------- cot{(X - M)/ 2}
cos[{(90o - X) + (90o - M)}/ 2]
sin[{(90o - X) (90o - M)}/ 2]
tan{(AMX AXM)/2} = --------------------------------------- cot{(X - M)/ 2}
sin [{(90o - X) + (90o - M)}/ 2]

Kemudian hasilnya dikurangkan untuk mendapatkan sudut AXM.


XV.2.2 Segitiga Bola Astronomis
Segitiga astronomis adalah segitiga bola langit yang dibatasi oleh
lingkaran besar dan yang dibentuk oleh titk Zenit (Z), benda langit yang diamat
(M) dan kutub bola langit (KU). Di Indonesia dipilih Kutub Utara sebagai titik
acuan sehingga segitiga astronomis yang dimaksud adalah:
KU
t
q
A
Z

140

Enam unsur segitiga bola


astronomis adalah tiga unsur
sudut, yaitu KU, Z, M dan
tiga unsur sisi yaitu:
KU Z = 90
ZM

= 90 h

KU M = 90

KS
Sudut di titik KU dinamakan sudut waktu (t), di titik Z dinamakan asimut
(A) dan di titik M dinamakan sudut paralaktis (q), sedangkan adalah
lintang pengamat, h adalah tinggi benda langit (M) dan adalah sudut
deklinasi M.
KU
-t

KU
-t

90-

90-

90-

q
AM

90-

M
Z AM

90-h

KU

90-h

t
90-

KU
t

90-

90-

90-
A
q
M

90-h

Z
AM

q
90-h

A
Z
AM

Pengamat dapat berada di sebelah Utara maupun Selatan ekuator,


demikian pula benda langit yang diamat. Posisi benda langit M terhadap
zenith Z dan Kutub Utara KU dengan beracuan terhadap mata angin, dapat
dibedakan menjadi empat macam segitiga astronomis (Basuki, 1988).

141

Catatan AM = asimut benda langit = 360 A


Contoh:
Hitung asimut dan tinggi benda langit bila diketahui deklinasi () benda
langit = 103000, sudut jam (t) benda langit = 3300510 dan lintang
pengamat () = 481640.
Jawab:
ZK = 90 - = 414320
MK = 90 - = 1003000

Z
A
meridian

H1

KU

H1 =360 - 3300500 = 295450


horison

ekuator
M
Dengan menggunakan aturan cosines:
cos ZM = cos KZ cos KM + sin KZ sin KM cos H1
= cos 414320 cos 1003000 + sin 414320 sin cos
1003000 cos 295450
= 0,431180
ZM = 642727
Jadi tinggi benda langit = 90 - 642727 = 253232
cos A =
=

cos KM cos KZ cos ZM


sin KZ sin ZM
cos10030' cos 4143'20" cos 6427'27"
sin 4143'20" sin 6427'27"

= -0,839434496
Karena negatif maka benda langit berada pada kwadran ke II, sehingga A
= 1470450 UT.
Aplikasi segitiga astronomis ini juga bisa digunakan pada penentuan
asimut dengan pengamatan matahari. Asimut matahari (Am) untuk setiap
saat bisa ditentukan bila kita dapat mengamati matahari tersebut untuk
menentukan tingginya serta dicatat pula waktu atau saat pengamatannya
142

(Basuki, 1988). Penentuan asimut dengan pengamatan matahari adalah


penentuan asimut arah dari tititk pengamatan ke titik sasaran tertentu di
permukaan bumi yang dilakukan dengan menentukan asimuth matahari.
Kemudian dengan ukuran sudut horisontal antara arah matahari ke arah
sasaran, ditentukan asimut ke titik sasaran itu. Ada dua cara untuk
menentukan asimut dengan pengamatan matahari yaitu metode tinggi
matahari dan metode sudut waktu.
KU

GR

AM
O

-t

AM

AP

AP

Z
P

Gambar Asimut Matahari dan Arah Titik Acuan


Keterangan:

: sudut horisontal P ke matahari


(= bacaan arah horisontal ke P - bacaan arah horisontal ke matahari).

AP

: asimut OP

AM

: asimut matahari

KU

: kutub Utara

Pada segitiga astronomis, asimut matahari (AM) dari segitiga bola KU-M-Z dapat
ditentukan bila diketahui tiga unsur padanya. dengan bantuan peralatan teodolit
dapat ditentukan busur ZM dan waktu pengamatan (t), kekurangan data lintang
tempat pengamat dapat diinterpolasi dari peta topografi yang ada sehingga unsur
Z-KU dapat ditentukan. Tabel deklinasi matahari dan rerata waktu misal dari
nautical almanac dapat untuk menentukan M-KU, sehingga unsur-unsur yang
diketahui adalah:
1. Z-M = 90 - h
2. Z-KU = 90 -

143

3. M-KU = 90 -
4. MKUZ = t (sudut waktu)
Penentuan asimut matahari dengan metode tinggi matahari berdasarkan rumus
segitiga bola:

cos(90 ) cos(90 ) cos(90 h)


sin(90 ) sin(90 h)
sin - sin sin h
cos A
cos cos h
cos A

Penentuan asimut matahari dengan metode sudut waktu:

tgA

sin t
cos tg sin cos t

Sudut waktu (t) besarnya = GMT + PW + 12 jam


Dimana GMT : waktu wilayah Indonesia Barat 7 jam
PW

: perata waktu (dari tabel)

: bujur pengamat

Atau t dicari dengan rumus:

cos t

sinh sin sin


cos cos

Untuk detil pengamatan dan perhitungan asimut matahari bisa dilihat di materi
kuliah Ukur Tanah II.
XV.3. Penutup
XV.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
tentang contoh-contoh aplikasi ilmu ukur segitiga bola dalam kaitannya untuk
penentuan posisi titik-titik di atas bumi dan segitiga bola untuk astronomis.
XV.3.2.Tes Formatif
1. Sebuah kapal berlayar pada lingkaran besar dari New York (4042,04 N ;
741,0 W) ke arah N 3010E. Tentukan pada jalur tersebut titik M yang
paling dekat dengan Kutub Utara dan tentukan jarak kutub M dari Kutub
144

Utara dan dari New York. Apabila kapal berlayar dengan kecepatan 100
mile /jam, berapa waktu yang diperlukan untuk menuju M? (1 = 1 mile).
2. Kapal berlayar dari kota San Fransisco (3748,5 N ; 12224,0 W) dengan
arah S 4030,0 W. Tentukan titik M yang memotong ekuator pada jalur
tersebut. Tentukan jarak M dari San Fransisco.
3. Sebuah kapal berlayar dari kota A(1575218 BB ; 211818 LU)
menuju kota B(1222542 BB ; 374730 LU). Tentukan jarak tempuh
kapal dan sudut arah keberangkatannya. (1= 111 km). Tentukan besarnya
ekses sferis.
XV.3.3. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik
Kriteria
Sistem koordinat
geografis

0
Tidak mampu
menjelaskan

Jarak dan sudut arah


pada great circle
sailing

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Skor
1
Dapat
menjelaskan
sebagian
Dapat
menghitung
sebagian

Aplikasi ilmu ukur


segitiga bola pada
penentuan arah

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Dapat
menghitung
sebagian

Aplikasi ilmu ukur


segitiga bola pada
penentuan asimut
matahari

Tidak mampu
melakukan
hitungan

Dapat
menghitung
sebagian

2
Dapat
menjelaskan
secara runtut
Dapat
menghitung
dengan baik dan
lancar
Dapat
menghitung
dengan baik dan
lancar
Dapat
menghitung
dengan baik dan
lancar

I.3.4. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2.
I.3.5. Sumber Pustaka
Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry,
Schaums Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
145

Basuki K.S., 1988, Penentuan Asimut dengan Pengamatan Matahari, Kanisius,


Yogyakarta.
Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Strang, G, dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.
Todhunter, M.A.F.R.S, 1878, Spherical Trigonometry with Numerous Examples,
Macmillan

and

Co.,

London,

on-line

version

from

www.forgottenbooks.com.

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEODESI
Jalan Grafika No. 2, Sendowo, Yogyakarta

146

Buku 2 : RKPM
(Rencana Kegiatan Pembelajaran Minggu ke-16)
MATEMATIKA GEODESI
Semester III / 2 SKS / TKGD2302

Oleh:
1. Ir. Parseno, MT.
2. Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
3. Dwi Lestari, ST., ME.
4. Ir. Sri Narni, MT.

Didanai dengan Dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2013

November 2013
BAB XVI
TES SUMATIF II
(Ujian Akhir Semester)
XVI.1. Pendahuluan
XVI.1.1. Deskripsi Singkat
147

Soal ujian akhir semester meliputi soal dalam bentuk essay yang memuat
pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menjelaskan pengertian-pengertian
maupun definisi. Selain itu juga memuat soal dalam bentuk hitungan yang
memuat pertanyaan dari materi kuliah yang bersifat menyelesaikan suatu
hitungan.
XVI.1.2. Manfaat
Dengan kegiatan ini dapat menilai pemahaman mahasiswa tentang materi
kuliah minggu ke-9 s.d. minggu ke-16.
XVI.1.3. Relevansi
Penilaian pemahaman mahasiswa ini harus dilakukan karena untuk
evaluasi pemberian materi kuliah dalam 7 minggu akhir perkuliahan. Hasil
evaluasi ujian tengah semester dan ujian akhir semester digunakan untuk
menentukan nilai akhir mahasiswa dalam menempuh matakuliah ini. Materi
perkuliahan ini sebagai pengetahuan dasar yang digunakan dalam aplikasinya
untuk matakuliah Proyeksi Peta, Sistem Transformasi Koordinat, Geodesi Satelit
dan Survei GNSS.
XVI.1.4. Learning Outcome
Setelah mengikuti ujian akhir semester, mahasiswa akan dapat:
1. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan tentang
materi

persamaan luasan,

besaran fundamental

orde I, besaran

fundamental orde II, kelengkungan normal, rumus Gauss. kelengkungan


garis utama Gauss serta sifat-sifat titik pada luasan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian dan terbentuknya
segitiga bola, serta menyebutkan istilah-istilah dalam segitiga bola.
3. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan aplikasi
segitiga bola, misalnya untuk keperluan navigasi kapal, penentuan arah
(contoh arah kiblat), perhitungan segitiga bola astronomis, dan
perhitungan asimut matahari.

148

XVI.2. Penyajian

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEODESI
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL T.A 2011/2012
Matakuliah
Program Studi
Hari, Tanggal
Waktu
Sifat
Dosen Penguji

:
:
:
:
:
:

Matematika Geodesi
S-1 Reguler
Senin, 9 Januari 2012
120 menit
Buku Terbuka*)
Dwi Lestari, ST., ME.
Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*) Hanya diperkenankan membuka lembar ringkasan (1 lembar folio bergaris)


yang dikumpulkan bersama lembar jawaban ujian.
Petunjuk: kerjakan soal-soal berikut dengan rapi dan jelas, boleh tidak urut asal
diberi nomor yang jelas, angka dalam kurung menunjukkan bobot penilaian untuk
masing-masing nomor.
1. Tentukan konstanta a dan b sehingga luasan ax2 - byz = (a+2)x tegak lurus
luasan 4x2y + z3 = 4 pada titik (1, -1, 2) (nilai 15).
2. Diketahui kurva r () = x i +y j + z k, dengan x = 6 23 , y = 62, z = 6 +
23
a. Tentukan vektor singgung satuan (t), vektor normal satuan (n) dan vektor
binormal satuan (b).
b. Tentukan persamaan bidang normal pada saat = 1.
c. Tentukan dan serta sifat kurvanya (nilai 25).
3. Diketahui persamaan luasan r = (3 cos sin, 3cos cos, 3sin) dengan dan
adalah parameter.
a. Tentukan besaran fundamental orde I dan orde II serta kelengkungan
normal (n).
b. Tentukan kelengkungan Gauss (K) dan selidiki sifat/macam luasan tersebut
(nilai 30).
4. Diketahui segitiga bola siku-siku di C dan a = 59 dan b = 31. Tentukan
unsur-unsur yang lain dalam segitiga bola tersebut. Hitunglah dengan
menggunakan aturan Napier (nilai 10).
5. Sebuah kapal berlayar dari kota A (1575218 BB ; 211818 LU) menuju
kota B (1222542 BB ; 374730 LU).

149

a. Tentukan jarak tempuh kapal dan sudut arah keberangkatannya (1= 111
km).
b. Tentukan besarnya ekses sferis (nilai 20).

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEODESI
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL T.A 2012/2013
Matakuliah
Program Studi
Hari, Tanggal
Waktu
Sifat
Dosen Penguji

:
:
:
:
:
:

Matematika Geodesi
S-1 Reguler
Senin, 14 Januari 2013
120 menit
Buku Semi Terbuka*)
Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D.
Dwi Lestari, ST., ME.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*) Hanya diperkenankan membuka lembar ringkasan (1 lembar folio bergaris)


yang dikumpulkan bersama lembar jawaban ujian.
Petunjuk: kerjakan soal-soal berikut dengan rapi dan jelas, boleh tidak urut asal
diberi nomor yang jelas, angka dalam kurung menunjukkan bobot penilaian untuk
masing-masing nomor.
1. Diketahui kurva r (t) = x i +y j + z k, dengan x = 6t , y = 3t2, z = t3
a. Tentukan vektor singgung satuan (t), vektor normal satuan (n) dan vektor
binormal satuan (b).
b. Tentukan persamaan bidang normal pada saat t = 1.
c. Tentukan dan serta sifat kurvanya (nilai 30).
2. Diketahui persamaan luasan r = (5 cos u, 5 sin u, 10 v) dengan u dan v adalah
parameter.
a. Tentukan kelengkungan Gauss (K) dan selidiki di titik mana luasan
bersifat eliptis (K>0), parabolis (K=0), dan hiperbolis (K<0).
b. Hitunglah besarnya kelengkungan-kelengkungan utamanya (1 dan 2),
serta kelengkungan pertama (J) dengan rumus kelengkungan utama
adalah H2 (EN 2FM + GL) + T2 = 0 (nilai 30).
3. Diketahui segitiga bola sembarang ABC, sisi a = 3920, sisi b = 7015 dan
sisi c = 11310.
a. Tentukan unsur-unsur yang lain dalam segitiga bola tersebut.
b. Ekses sferis segitiga bola ABC (nilai 20).
4. Sebuah kapal berlayar mengikuti lingkaran besar dari kota A (3650 N ;
7620 W) memotong ekuator di B pada 500 W.
150

a. Tentukan jarak tempuh kapal (1= 111 km).


b. Tentukan sudut arah keberangkatannya.
c. Tentukan besarnya ekses sferis segitiga bola A-KU-B (nilai 20).
XVI.3. Penutup
XVI.3.1. Rangkuman
Dalam pokok bahasan ini mahasiswa dihantarkan untuk memahami
pengertian tentang geometri diferensial. Selain itu mahasiswa harus memahami
pengertian segitiga bola dan istilah-istilahnya dalam segitiga bola. Selanjutnya
dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan aplikasi segitiga bola,
misalnya untuk keperluan navigasi kapal, penentuan arah (contoh arah kiblat),
perhitungan segitiga bola astronomis, dan perhitungan asimut matahari.
1. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan tentang
materi

persamaan luasan,

besaran fundamental

orde I, besaran

fundamental orde II, kelengkungan normal, rumus Gauss. kelengkungan


garis utama Gauss serta sifat-sifat titik pada luasan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian dan terbentuknya
segitiga bola, serta menyebutkan istilah-istilah dalam segitiga bola.
3. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan aplikasi
segitiga bola, misalnya untuk keperluan navigasi kapal, penentuan arah
(contoh arah kiblat), perhitungan segitiga bola astronomis, dan
perhitungan asimut matahari.

XVI.3.2. Petunjuk Penilaian dan Umpan Balik


Kriteria
Persamaan luasan,
besaran fundamental
orde I, besaran
fundamental orde II,
kelengkungan normal,
rumus Gauss.
kelengkungan garis

0
Tidak mampu
mengerjakan soal
hitungan

Skor
1
Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan

2
Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan

151

utama Gauss serta


sifat-sifat titik pada
luasan
Pengertian segitiga
bola, serta istilahistilah dalam segitiga
bola
Aplikasi segitiga bola

Tidak mampu
menjelaskan

Dapat
menjelaskan
sebagian

Dapat
menjelaskan
secara runtut

Tidak mampu
mengerjakan soal
hitungan

Dapat
mengerjakan
sebagian soal
hitungan

Dapat
mengerjakan
seluruh soal
hitungan

XVI.3.3. Tindak Lanjut


Bagi mahasiswa yang termasuk dalam katagori dengan nilai skor kurang
dari 2 dianjurkan untuk membaca sumber pustaka terkait lebih intensif
dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang memiliki katagori dengan skor
2. Apabila dari hasil evaluasi gabungan dari ujian tengah semeter dan ujian akhir
semester, mahasiswa mayoritas mempunyai nilai C ke bawah maka perlu
dievaluasi pada proses pembelajarannya.
XVI.3.4. Sumber Pustaka
Ayres, F. Jr., 1954, Theory and Problems of Plane and Spherical Trigonometry,
Schaums Outline Series, Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Basuki K.S., 1988, Penentuan Asimut dengan Pengamatan Matahari, Kanisius,
Yogyakarta.
Davis, H.F., 1961, Introduction to Vector Analysis, Allyn and Bacon, Inc.,
Boston.
Donnay, J.D.H., 2007, Spherical Trigonometry, Read Books.
Narni, S. dan Muryamto, R., 1999, Matematika Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1959, Vector Analysis and an Introduction to Tensor Analysis,
Schaum Publishing Co., NewYork, USA.
Stein, F.M., Ph.D., 1963, An Introduction to Vector Analysis, Harper and Row
Publishers, New York.
Strang, G. dan K. Borre, 1997, Linear Algebra, Geodesy, and GPS, WellesleyCambridge Press, USA.
152

Todhunter, M.A.F.R.S, 1878, Spherical Trigonometry with Numerous Examples,


Macmillan

and

Co.,

London,

on-line

version

from

www.forgottenbooks.com.

153

Anda mungkin juga menyukai