Anda di halaman 1dari 14

Bagian 1.

Ibu Nurita
Bagian 1. Ibu Nurita
Bagian 2. Ibu Nurul

Pengukuran dengan
Menggunakan Geometri
Thales dapat menghitung sebuah tinggi piramida pada
siang hari dengan melihat bayangan dari piramida dan
tongkat, dengan ilustrasi sebagai berikut
Bagian 2. Ibu Nurul

Untuk menentukan jarak kapal di lautan, thales


menggunakan ilustrasi sebagai berikut

› Pertama, dari titik pantai yang ditemukan di seberang kapal


(titik A), yang akan kita ukur jaraknya, kita berjalan dari titik
ukur tersebut (titik B) di sepanjang pantai ke arah yang
tegak lurus dengan arah kapal, dengan jarak acak (misalnya
20 langkah) ke titik acuan (titik C).

› di titik C tersebut kita akan meletakkan tongkat penanda titik


acuan. Lalu kita berjalan lagi dengan menempuh jarak yang
sama (sejulah 20 langkah juga) menuju titik D.

› Setelah itu, dari titik D kita berjalan (tegak lurus) ke daratan


sampai ke titik, di mana dari titik tersebut (titik E) kita bisa
melihat ke arah kapal, dengan melewati tongkat kita.

› Dengan pergerakan kita ini kita telah membentuk segitiga


imajinatif yang sama panjang sisinya, yaitu segitiga ABC,
yang salah satu sisinya adalah jarak kapal, dan segitiga
CDE. Karena sisi segitiga CDE ini semua berada di darat,
kita bisa lebih mudah mengukur sisi-sisinya, dan dari sisi
yang menghubungkan titik D ke E ini kita secara tidak
langsung bisa mendapatkan jarak kapal ke pantai (jarak
titik A ke B).
Bagian 2. Ibu Nurul
Phytagoras dan Para
Pengikutnya
Phytagoras mendirikan Sebuah Sekolah yang disebut
dengan “Sekolah Phytagoras”, adapun empat bidang
matematika yang dipelajari, yaitu :
1. Aritmetika
2. Harmonia
3. Geometri
4. Astrologia
Bagian 3. Pak pius
Bagian 3. Pak pius
Bagian 4. Pak Rizky

Teori Bilangan-bilangan Figuratif

Teori bilangan-bilangan dari kaum


Pythagoras yang awalnya membahas
bilangan segitiga dan bilangan persegi,
ternyata dikembangkan di zaman modern.
Pascal menuliskan Treatise on Figurative
Number (Risalah tentang Bilangan-
bilangan Figuratif).
Bagian 4. Pak Rizky

Contoh Bilangan Figuratif


Bilangan Segitiga Bilangan Pangkat Tiga
Awalnya kaum Pythagoras memberikan
Kita coba lihat sebuah pola:
bilangan segitiga saja yaitu:
13 = 12 = 1
1, 3, 6, 10, dst…
13 + 23 = 32 = 9
13 + 23 + 33 = 62 = 36
13 + 23 + 33 + 43 = 102 = 100
dst…

Mungkin di sini kita sudah bisa melihat


sebuah pola dari pangkat tiga? Ayo kita cek
pembahasannya.
Bagian 4. Pak Rizky
Dalam aljabar kita bisa menuliskannya sebagai berikut:

[k(k – 1) + 1] + [k(k – 1) + 3] + … + [k(k – 1) + (2k – 1) = k3

Dengan menggunakan secara berurutan k = 1, 2, 3, …, n ke dalam rumus akan menghasilkan


persamaan berikut:

1 = 13
3 + 5 = 23
7 + 9 + 11 = 33

[n(n – 1) + 1] + [n(n – 1) + 3] + … + [n(n – 1) + (2n – 1)] = n3

Dengan menambahkan persamaan-persamaan n terakhir di atas ini diperoleh:

[1] + [3 + 5] + [7 + 9 + 11] + … + [n(n – 1) + (2n – 1)] = 13 + 23 + 33 + n3

Ternyata bilangan pangkat tiga adalah bilangan segitiga yang dikuadratkan, selain itu pola lain yang
bisa kita lihat adalah pangkat tiga adalah penjumlahan bilangan-bilangan ganjil yang terurut di mana
jumlahnya sama dengan n3.
Bagian 5. Pak Ali

Paradoks Zeno

Tidak jauh dari Crotona terdapat kaum Penganut aliran Eleatik, itu suatu
pergerakan philosophies yang menentang doktrin Pythagoras bahwa suatu
fenomena alam yang dapat diungkap sedemikian cara dengan menggunakan
bilangan-bilangan bulat.
pemikiran tandingan bagi aliran phytagoras ini mengambil namanya dari koloni
bangsa Ionia di Elea Di pantai barat bagian selatan Italia dan anggotanya yang
paling terkemuka adalah Zeno ( sekitar 450 S.M)

disini kita hanya sedikit tahu tentang kehidupan zeno selain dari pernyataan Plato
bahwa Zeno pergi ke Athena ketika usia mendekati 40 tahun, di mana dia berjumpa
dengan Socrates muda. Pada awalnya Zeno adalah seorang pengikut Pythagoras
dan seperti halnya phytagoras berperan aktif dalam politik di kota tempat tinggalnya
Zeno dikenang saat ini karena empat paradoks cerdasnya - dituangkan Aristoteles
dalam karyanya yang berjudul fisika- tentang realitas pergerakan.
Dalam paradoksnya, Zeno mengemukakan kemustahilan logis yang muncul dari
konsep “keterbagian tak hingga” dari ruang dan waktu.
Paradoks tersebut dikutip terkait cerita Achilles dan seekor kura-kura.
Bagian 5. Pak Ali

Akan tetapi argumen Zeno yang telah membingungkan pemikiran orang-orang


sesamanya, namun terdapat satu penjelasan yang memuaskan yang melibatkan gagasan
yang sampai saat ini tidak asing lagi yaitu gagasan tentang “ deret deret tak hingga
konvergen” paradoks tersebut sebagian bersandar pada konsep yang keliru bahwa
panjang-panjang sama pendek dan banyaknya tak hingga (dan, sama halnya, selang
selang waktu) bila ditambahkan hasilnya adalah jumlah total yang Infinit. tetapi sebuah
deret tak hingga mungkin saja memiliki hasil jumlah yang tak terhingga misalnya di dalam
cerita tentang kura-kura tersebut sehingga membentuk deret Geometris konvergen :

100+ 10 + 1 + 1/10 + 1/100 + …


Para Filsuf Matematika dari Elea beranggapan bahwa ruang dan waktu adalah kesatuan-
kesatuan yang tidak terbagi atau continua, yang tidak dapat diuraikan menjadi bagian-
bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. hal ini berbeda dengan gagasan kaum
phytagoras bahwa sebuah garis dibentuk oleh sederetan titik seperti halnya manik-manik
kecil atau atom-atom numerik dan bahwa waktu seperti halnya susunan dari deretan
momen-momen yang berbeda. cukup mempengaruhi rangkaian selanjutnya dari
pemikiran matematis bangsa Yunani. paradoks paradoks nya yang terkenal dikaitkan
dengan penerapan dari proses-proses tak hingga pada geometri.
Bagian 1. Ibu Nurita

Anda mungkin juga menyukai