Anda di halaman 1dari 2

Cara Abah Mendidik Kami

( Mengenang Almarhum KH.Usman Abidin )


Buat Mbak Yatie Jasin (Trims atas kiriman foto almarhum)
Dalam buku Mengenang Tuan Guru KH. Muhammad Said dan KH.Usman Abidin yang
diterbitkan Penerbit Ngali Aksara, salah seorang puterinya Hj.Maemunah menceritakan
bagaimana KH.Usman Abidin mendidik putera puterinya. Di rumah selain Abah(panggilan
anak-anaknya untuk KH.Usman Abidin) mengajarkan kami agama dan mengaji Alquran,
serta melaksanakan shalat wajib berjamaah, Abah mengjarkan kami berbuat baik kepada
sesama manusia baik terhadap keluarga dekat, maupun terhadap keluarga jauh atau orangorang lain yang memerlukan pertolongan. Karena rumah kami terletak di pinggir jalan raya
yang menghubungkan kota Bima( tempat perdagangan) dan kota Raba, ibukota Bima dan
puat pemerintahan, Abah menyuruh kami menyediakan air bersih(air minum) dalam gentong
besar, diletakkan di halaman di pinggir jalan. Orang orang yang lalu lalang bahkan temanteman atau keluarga Abah yang datang dari desa-desa yang jauh ,sebelum sempat bertemu
Abah langsung mengambil minum dulu di gentong yang ada di halaman rumah. ( Cara
Abah Mendidik Kami, Hj. Maemunah, hal 140,).
Hj.Nurjanah, puterinya yang lain menuturkan kebiasaan yang ditanamkan oleh KH.Usman
Abidin kepada keluarga dan anak-anaknya adalah shalat berjamaah dan Tadarus selepas
slahat Isya dan menjelang subuh. Satu hal yang selalu diingatkan Abah kepada kami anakanaknya yang perempuan yang sudah remaja dan beranjak besar, harus disiplin menjaga diri
dalam pergaulan dengan teman laki-laki yang bukan muhrim. Jika nasihatnya kami langgar,
beliau bisa marah, yang kadang-kadang disertai dengan nada emosi. Itulah cara Abah
mendidik kami. Ada rasa kesal terhadap sikap Abah yang Terlalu Kolot. Tetapi belakangan
kami sadar dan merasa bangga, bahwa sikap Abah yang begitu keras, semata-mata untuk
kebaikan kami anak-anaknya ( Mengenang Tuan Guru KH.Muhammad Said dan KH.Usman
Abidin Hal 134-135)
Karena ayahnya menjadi guru ngaji di Istana Bima, Hj,Nurjanah sering diledek oleh temantemanya dengan Anak Abdi Dalem. Julukan itu membuat Nurjanah kecil sedih dan
malu.Nada ucapan yang mengandung ejekan itu diulang-ulang sampai ia ingin menangis dan
tidak mau masuk sekolah. Lalu ia mengadu ke Abah dan neneknya. Keduanya menjawab
bahwa istilah itu hanya dikenal di lingkungan istana dan keraton di Jawa. Di lingkungan
kesultanan Bima istilah atau jabatan Abdi Dalem itu tidak dikenal. Yang benar,ayahmu guru
ngaji dan mengajar agama kepada putera puteri sultan dan juga menjadi majelis Mudzakarah
dalam membantu masalah-masalah agama bersama Sultan Muhammad Salahuddin. Kenang
Hj. Nurjanah ketika almarhum neneknya memberikan penjelasan.
Menurut Ruma Mari (sapaan Dr.Hj.Siti Maryam) setelah sekitar dua tahun KH.Usman Abidin
mengajar mengaji, Siti Maryam dan saudara-saudaranya dapat membaca Al-Quran dengan
lancar dan mampu menghafal berbagai surah Al Quran seperti Juz Amma dan Surat Yasin.
Siti Maryam juga diajari menulis dan membaca huruf Arab Melayu ketika memasuki tahun
ke tiga. Saat itu KH.Usman Abidin membahas beberapa isi kitab kuning bersama Sultan
Muhammad Salahuddin.KH.Usman Abidin tidak hanya mengajari membaca Alquran, tetapi
juga tentang hukum islam. Sehingga dirinya sudah bisa mengartikan dan menafsirkan ayat-

ayat Alquran dan isi kitab-kitab kuning yang mengupas hadis-hadis dan ayat AlQuran.
Ketika pecah perang dunia kedua dan sekutu membombardir Bima, termasuk yang menjadi
sasaran adalah Istana Bima, Sultan dan keluarga bersama KH.Usman Abidin juga hidup
dalam pengungsian. Selama di tempat pengungsian, kegiatan mengaji AlQuran dan
menelaah isi kitab kuning tetap dilangsungkan. Untuk penerangan malam hari memakai
lampu templok atau ili peta( Bima) yang biasa terbuat dari biji Jarak yang digoreng
hangus,kemudian ditumbuk bersama kapas lalu dililitkan pada sebatang lidi dari bamboo.
Setelah keadaan dirasakan cukup aman, sultan dan keluarga termasuk KH.Usman Abidin dan
keluarga dan beberapa kelompok halaqah penelaahan kitab kuning kembali ke
Istana.Kedudukan KH.Usman Abidin tidak lagi semata-mata menjadi guru ngaji, tetapi
diangkat oleh Sultan Salahuddin sebagai penasehatnya di bidang keagamaan.
Kenangan lain Ruma Mari bersama KH.Usman Abidin adalah ketika ulama istana ini
membisikkan kepadanya agar harta kerajaan berupa emas dan logam mulia lainnya
dikeluarkan zakatnya. Permintaan tersebut disampaikannya kepada Sultan Muhammad
Salahuddin. Sejak saat itu diterbitkanlah pedoman dan penetapan ,nisab dan jenis-jenis harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya, termasuk zakat fitri. Penetapan pedoman berzakat itu, lalu
disusul dengan dikeluarkannya pengumuman tentang kewajiban zakat bagi penduduk muslim
di lingkungan Kesultanan Bima.

Anda mungkin juga menyukai