Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN UMUM KOTA BANDUNG

DAN WILAYAH GEDEBAGE


Pada bagian ini memuat tinjauan umum kota Bandung dengan uraian
tentang sejarah kota bandung, letak geografis, penggunaan tanah, keadaan
penduduk, keadaan perekonomian, utilitas kota, fasilitas sosial, transportasi, status
tanah kota dan administrasi pemerintah; kebutuhan perumahan dan daya serap pasar;
tinjauan wilayah Gedebage dengan uraian tentang keadaan fisik, kondisi wilayah
Gedebage, potensi wilayah Gedebage, dan fungsi wilayah Gedebage; perkembangan
wilayah Gedebage dengan uraian tentang perkembangan ekonomi, perkembangan
penduduk, dan perkembangan perumahan. Adapun pembahasan bab ini secara rinci
tertuang sebagai berikut :
Tinjauan Umum Kota Bandung
Sejarah Kota Bandung
Kota Bandung dibentuk sebagai daerah otonom pada tanggal 1 April 1906,
dan luas wilayah 1.922 Ha. Terletak di daerah Dayeuhkolot pada tepi Sungai Citarum.
Pemerintah Kolonial Belanda kemudian memindahkan Kota Bandung ke Alun-alun
yang terletak pada jalur jalan regional yang menghubungkan poros Utara-Selatan (ke
arah daerah perkebunan) dan poros Barat-Timur (ke arah pusat-pusat pemerintahan,
terutama Jakarta). Aktivitas kota, pada saat itu, adalah perdagangan, di sekitar alun-alun
dan Jalan Jenderal Sudirman. Kegiatan pemerintahan terdapat di dua tempat yaitu di
dekat alun-alun untuk pemerintahan Kabupaten dan di sekitar Jalan Merdeka
untuk pemerintahan Kotamadya. Daerah terbangun adalah seluas 240 Ha.

Tahun 1905 luas 1922 ha

Tahun 1931 luas 2871 ha

21

Tahun 1954 1987 luas 8908 ha


Tahun 1987 sekarang luas 16730 ha
Gambar Peta perkembangan Luas Wilayah Kotamadya Bandung
Pada tahun 1917, wilayah Kota Bandung diperluas menjadi 2.871 Ha. Sejak itu,
aktivitas baru berkembang di bagian Utara Kota, antaranya sarana Stasiun Kereta
Api, Industri Kina dan Kompleks Militer (Jalan Sumatera dan Jalan Gandapura).
Pada tahap ini, sebelah Utara kota lebih pesat perkembangannya.
Berturut-turut selama tiga tahun diadakan perluasan, masing-masirg pada
pada tahun 1942 diperluas menjadi 3.876 Ha, pada tahun 1943 diperluas menjadi 4.117
Ha, dan pada tahun 1945 diperluas menjadi 5.413 Ha. Zaman negara Pasundan,
tahun1949, Kota Bandung diperluas menjadi 8.098 Ha. Tahun 1987 Kota Bandung
d i me k a rk an lagi menjadi 16.729,650 Ha.
Pada saat sekarang, perkembangan fisik cenderung mengikuti jalur jalan
terutama ke arah Timur, Barat kemudian ke arah Selatan, dan terbatas ke arah Utara.
Perkembangan fisik ke arah Timur sampai Ujungberung, Gedebage; ke arah
Barat sampai Cimahi, ke arah selatan sampai Buahbatu dan Kopo Sayati. Ke arah
Utara mencakup sepanjang Jalan Setiabudhi, Setrasari dan Sarijadi.
Geografis
Secara geografis Kotamadya Bandung terletak pada 107 Bujur Timur dan
Lintang Selatan, terletak pada dataran tinggi Bandung dalam wilayah administratif
Propinsi Jawa Barat, dikelilingi oleh kota-kota kecil, yaitu : Kota Padalarang dan
Cimahi di sebalah Barat; Kota Lembang dan Cisarua di sebalah Utara; Kota
Cileunyi di sebelah Timur; Kota Dayeuhkolot dan Soreang di sebelah selatan. Semua
kota-kota kecil tersebut terletak dalam wilayah administratif Bandung.
Daerah datar terletak pada bagian Selatan, dan daerah yang berbukit terletak
bagian Utara, dengan arah kemiringan ke Selatan. Ketinggian Kotamadya Bnadung
berkisar antara 675-1.225 m. Titik ketinggian tertinggi terletak di Bandung Utara,

22

dan terendah terletak di bandung Selatan. Pada bagian Tengah, rata-rata ketinggiannya
adalah 750 m.
Wilayah di sekeliling Kotamadya Bandung yang merupakan daerah relatif datar
adalah Gedebage, Tegallega, Karees, dan Buah Batu, dengan ketinggian berkisar antara
660 m sampai 670 m. Daerah landai sampai miring adalah wilayah Bojonegara,
Cibeureum dan Ujungberung (660-1.100 m) merupakan daerah yang berbukitbukit.
Penggunaan Tanah
Pada tahun 1968, penggunaan tanah terbesar adalah sawah seluas 3.340,81 Ha
(41,2%), perumahan seluas 2.181,62 Ha (26,9%) dan penggunaan tanah terkecil
gudang seluas 22,35 Ha.
Dan tahun 1968 sampai tahun 1981, terlihat pertumbuhan luas penggunaan
tanah terbesar adalah perumahan sebesar 2.264,613 Ha atau dua kali lipat
penggunaan tahun 1968. Pertambahan lainnya adalah daerah militer sebesar
487,18 Ha, perdagangan sebesar 189,388 Ha. Penurunan luas penggunaan tanah
adalah sawah 2.201,466 Ha, industri sebesar 73,124 Ha.
Luas penggunaan tanah untuk perumahan terbesar terdapat di kecamatan
Bojongloa (79,9% dari luas kecamatan), menyusul kecamatan Coblong (75,9%),
kecamatan Babakan Ciparay (65,4%).
Tanah sawah terdapat di seluruh kecamatan, kecuali kecamatan Bandung
wetan, dengan luas terbesar adalah di kecamatan Batununggal (7,5% dari luas
kecamatan), kecamatan Bandung Kulon (6,3%), kecamatan Cibeunying (4,5%).
Komplek militer mencapai luas terbesar di kecamatan Cicendo (36& dari luas
kecamatan), kecamatan Lengkong (16%), kecamatan Kiaracondong (15,5%).
Pada kecamatan-kecamatan di sekitar Kotamadya Bandung, penggunaan
tanah rnasih didominasi oleh sawah seluas 17.726,585 Ha (37,08%). Luas sawah
terbesar terdapat di kecamatan Buahbatu seluas 4.926.000 Ha, dan luas
sawah terkecil terdapat di kecamatan Cicadas seluas 862.227 Ha.
Pada tahun 1997 tata guna tanah di Kotamadya Bandung adalah perumahan
9.445,72 ha (56,46%), pemerintahan/sosial 1.234,88 ha (7,38%), militer 348,52
(2,08%) perdagangan 448,07 ha (2,68%), industri 635,28 ha (3,8%), sawah 3.649,29
ha (21,81 %), tegalan 876,37 ha (5,04%), lain-lain 91,87 ha (0,55%).
Keadaan Penduduk
Jumlah Penduduk total Kotamadya Bandung dari tahun 1971 s/d 1982
relatif meningkat tiap tahunnya. Kecamatan Bojongloa di Kotamadya Bandung,
merupakan kecamatan yang terbanyak penduduknya (137.387 orang) pada tahun
1982. Dikecamatan sekitar Bandung (Daerah Kabupaten), selama tahun 1977 s/d
1982 jumlahnya meningkat, kecuali kecamatan Batujajar dan Cisarua mengalami
penurunan dari tahun 1981 ke tahun 1982. Kecamatan sekitar Bandung di
wilayah; Kabupaten pada tahun 1982 yang terbanyak jumlah penduduknya adalah

23

kecamatan Dayeuhkolot (133.699 orang), dan yang paling kecil adalah kecamatan
Cisarua (76.432 orang).
Jumlah penduduk di Kotamadya Bandung pada tahun 1998 adalah 1.817.417
orang. Untuk masing-masing kecamatan adalah : Bandung Kulon (87.745), Babakan
Cxparay (85.262), Bojongloa Kaler (91.124), Bojongloa Kidul (60.119), Astana Anyar
(74.041). Regol (73.607), Lengkong (70.933), Bandung Kidul (31.201), Margacinta
(62.847), Rancasari (44.106), Cibiru (55.539), Ujungberung (53.340), Arcamanik
(44.933), Cicadas (81.555) Kiaracondong (10.3.288), Batununggal (I04.751), Sumur
Bandung (38.006), Andir (92.054), Cicendo (85.150), Bandung Wetan (42.647),
Cibeunying Kidul (94.520), Cibeunying Kaler (52.474), Coblong 98.838), Sukajadi
(81.982), Sukasari (64.809), Cidadap (40.606).
Kegiatan Perekonomian
Jumlah industri di Kotamadya Bandung tahun 1997 adalah 559 dengan
jumlah tenaga kerja sebanyak 59.521 orang. Jumlah industri tersebut dibagi menjadi
:Industri logam dasar 7 buah, dengan tenaga kerja 9.8511 orang; industri kimia dasar
3 buah, dengan tenaga kerja 192 orang; industri kecil dan aneka industri 549, dengan
jumlah buruh sebanyak 49.686 orang.
Jumlah usaha perdagangan di Kotamadya Bandung pada tahun 1997 adalah
sebanyak 13.753 usaha perdagangan, yang terdiri dari 21,8% partai besar, 46,4%,
partai menengah dan 31,8% partai kecil (pedagang eceran).
Pasar yang ada di Kotamadya Bandung berjumlah 59 buah, dengan luas total
20 ha, pasar-pasar utama ialah Pasar Baru, Pasar Kosambi, Pasar Ciroyom dan Pasar
Cicadas. Ada beberapa pasar yang mempunyai spesifikasi menjual komoditi tertentu
seperti Pasar Ikan di Tegallega dan pasar induk sayur di Ciroyom.
Utilitas Kota
Sumber air minum untuk Kotamadya Bandung berasal dari 10 buah mata air,
45 buah sumur bor (22 sumur bor baru + 23 sumur bor lama di mana 8 buah telah
non aktif) dan pengolahan air sungai Cisangkuy. Debit dari keseluruhan sumber air itu
adalah 1.752 liter/detik dan area yang terlayani meliputi 4.000 ha. Saat ini
panjang pipa induk yang tersedia adalah 492.725 m. Pelanggan air minum PDAM
pada tahun 1997 adalah 135.019. (Sumber : BPS Kodya Bandung)
Sumber tenaga listrik untuk Kotamadya Bandung berasal dari PLTA yang
dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara. Kapasitas listrik yang terpakai pada tahun 1997
adalah 10.869.917 VA. Sebagian besar rumah/bangunan di kota Bandung sudah
wendapatkan aliran listrik. Sampai tahun 1997 jumlah konsumen adalah sebanyak
434 unit bangunan (Sumber : BPS Kodya Bandung). Saat sekarang ada usaha-usaha
dari PLN untuk mengganti jaringan jaringan listrik dari tegangan 110 V menjadi
220 V

24

Fasilitas Sosial
Pendidikan
Dalam hal pendidikan di Kotamadya Bandung pada tahun 1997 tercatat
jumlah sekolah dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai tingkat Sekolah Menengah
Atas yang dikelola oleh Pemerintah adalah 1.024 dan oleh swasta sebesar 821
bangunan. Jumlah murid Sekolah dasar baik negeri maupun swasta adalah
218.603, sedangkan jumlah pamong guru 9.660 orang, sehingga ratio antar mu -id
dan guru adalah 1 berbanding 23. Jumlah murid yang menempuh sekolah di tingkat
Sekolah Lanjutan Pertama baik negeri maupun swasta adalah 106.194 sedangkan
pamong guru yang ada 6.334, sehingga rasio guru murid adalah 1 berbanding 17.
Jumlah murid Sekolah Menengah Umum balk negeri maupun swasta adalah 75.827
sedangkan pamong guru yang ada 5.202, sehingga rasio guru murid adalah 1 banding
15. Untuh Sekolah Menengah Kejuruan jumlah muridnya adalah 42.189 dengan
pamong guru ada 2.863, sehingga rasio guru murid adalah I berbanding 15.
Perguruan Tinggi di Kotamadya Bandung dapat dibedakan dari tingkat
akademi dan tingkat Universitas dan juga dari pengelolaan oleh pemerintah (negeri)
dan swasta. Pada tahun 1996 terdapat 53 Perguruan Tinggi swasta dan 19
Perguruan tinggi Negeri. Tiga Perguruan Tinggi yang terkenal adalah ITB, UNPAD
dan IKIP/UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).
Olah Raga dan Rekreasi
Jumlah dan jenis fasilitas olah raga di Kotamadya Bandung pada tahun 1996
adalah: lapangan sepak bola 14 lokasi; lapangan bulu tangkis 80 lokasi; lapangan bola
voli 115 lokasi; kolam renang 7 lokasi; lapangan tenis 92 lokasi; lapangan hoki
4 lokasi; lapangan softball 4 lokasi; lapangan golf 3 lokasi. Fasilitas olah raga
lain seperti fitnes, gelanggang permainan dan ketangkasan, rumah bilyard
berjumlah 66 buah Gelanggang olah raga (gedung tertutup) di Kotamadya
Bandung terletak di Sukarno Hatta, jalan Pajajaran, jalan Saparua dan jalan
Jakarta.
Transportasi
Kotamadya Bandung mempunyai panjang jalan 554,590 km dengan luas
keseluruhan sebesar 3.119.289 m dengan kondisi 55% baik; 20,6% sedang.
Jumlah panjang jalan yang mencakup Kodya dan Kabupaten Bandung adalah
1.060.883 km. Kotamadya Bandung bila dilihat dari peta jaringan jalannya akan
memperlihatkannya adanya jalan poros yang membagi wilayah Kodya menjadi
bagian Utara dan bagian Selatan. Jalan tersebut merupakan jalan regional yang
menghubungkan ke arah Jakarta dan ke arah Cirebon.
Panjang jalan di Kotamadya Bandung : 1976 (460.928 km); 1981 (517.712
km); 1983 (554.590 km), 1997 (904.238 km). Jaringan jalan menuju ke luar kota
saat ini mempunyai 4 poros utama, jalur ke arah Utara, jalur ke arah Selatan,
jalur ke arah Jalur ke luar kota yang terdapat saat ini adalah jalur Barat-Timur (arah Jakarta-

25

Cireebon yang melewati pusat kota), keadaan tersebut membuat, baurnya


lalulintas lokal dan regional. Untuk menanggulangi keadaan ini dibangun - kota
dan Barat kota (Jalan Sukarno-Hatta dan Terusan Pasteur),sehingga diharapkan
jalan-jalan tersebut dapat melayani lalulintas regional. Saat ini sedang dibangun
juga jalan lingkar di wllayah Kabupaten yang menghubungi Padalarang dengan
Cileunyi yang merupakan Jl lingkar ke 2 setelah Jl. Sukarno-Hatta.
Bentuk jaringan jalan dl Kotamadya Bandung secara keseluruhan berpola
radial. Keadaan jaringan jalan di Kotamadya Bandung terdiri dari janingan jalan
Negara, Propinsi dan Kabupaten, selain itu ada jaringan jalan Desa yang sudah
ditingkatkan dan belum ditingkatkan.
Keadaan jalan di Kotamadya Bandung pada tahun 1996-1997 dapat dilihat
pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Daftar Panjang Jalan di Kotamadya Bandung Tahun 1996-1997
No
1

II

III

Keadaan
Jenis Permukaan
a. Hotmix :
Jl. Nasional
Jl. Propinsi
Jl. Kotamadya
b. Penetrasi
c. Beton
Jumlah
Kondisi Jalan
a. Baik :
Jl. Nasional
Jl. Propinsi
Jl. Kotamadya
b. Sedang
c. Rusak
d. Rusak Berat
Jumlah
Wewenang Jalan
a. Jl. Nasional
b. Jl. Propinsi
c. Jl. Kotamadya
Jumlah

Panjang Jalan (Kilometer)


1996
1997

40.560
19.210
336.493
502.854
5.121
904.238

40.560
19.210
353.976
485.371
5.121
904.238

40.560
19.210
414.598
347.320
82.550
904.238

40.560
19.210
420.615
346.903
74.550
2.400
904.238

40.556
19.210
844.468

40.556
19.210
844.468

904.238

904.238

Surnber : Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Dati II Bandung

Status Tanah Kota


Di Kotamadya Bandung pada tahun 1990 terdapat tujuh jenis status
tanah yaitu tanah milik seluas 6.629 ha (81,88%), tanah titisara (carik) seluas 776.149 ha
tanah negara seluas 605,963 ha (7,52%), tanah kuburan seluas 58,205 ha (0,72%) dan
tanah wakaf, tanah pengangonan, tanah kehutanan seluas 25,047 ha (0,30%).
Tanah kehutanan hanya terdapat di kecamatan Coblong, tanah
pengangonan hanya terdapat di kecamatan Cidadap, dan tanah titisara terdapat di

26

kecarnatan Bojongloa, Cicendo dan Coblong.


Administrasi Pemerintah
Kotamadya Bandung merupakan ibukota propinsi daerah tingkat I Jawa
Barat, merupakan wilayah inti dari wilayah pembangunan Bandung Raya. Kodya
Bandung dengan luas 16.729,650 ha dibagi dalam 6 wilayah pemerintahan, terdiri dari :
Tabel 3.2 Pembagian Wilayah Kotamadya Bandung
Wilayah
BOJONEGARA
Luas 2114 ha

CIBEUYING
Luas 2931 ha

KAREES
Luas 2058 ha

TEGALLEGA
Luas 2491 ha
GEDEBAGE
Luas 2809 ha
UJUNGBERUNG
Luas 4326 ha

1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.

Kecamatan
Sukasari
Sukajadi
Cicendo
Andir
Cidadap
Coblong
Bandung Wetan
Cibeuying
Regol
Lengkong
Batununggal
Kiaracondong
Bandung Kulon
Astanaanyar
Babakan Ciparay
Bojongloa
Bandung Kidul
Margacinta
Rancasari
Cicadas
Arcamanik
Ujungberung
Cibiru

Jumlah Kelurahan
4
5
5
5
3
6
7
8
7
7
8
6
4
6
3
7
4
3
4
3
4
7
4

27

Pembagian wilayah kota Bandung

Kebutuhan Perumahan dan Daya Serap Pasar


Perkembangan kota yang terus meningkat, tentu mempengaruhi tingkat
pendapatan masyarakat Bandung dan sekitarnva dalam hal ini menurut data
yang kami peroleh, prosentase kenaikan pendapatan masyarakat Bandung
adalah 6% pertahun (sebelum tahun 1997)
Kenaikan jumlah penduduk cukup tinggi dimana penuuduk
Kotamadya tahun 1997 mencapai 1.813.417 orang dengan kepadatan penduduk
16.694 o r a n g / K M 2. (Sumber : BPS Kodya Bandung). Keadaan tersebut sangat
,mempengaruhi kebutuhan lokasi perumahan yang merupakan kebutuhan primer,
termasuk kebutuhan masyarakat untuk investasi properti.
Dengan meningkatnya kebutuhan lokasi perumahan ini mengakibatkan
perkembangan kota Bandung menyebar kedaerah-daerah pinggiran kota yang
berkembang menjadi kota Satelit. Pertumbuhan kota Bandung terus
berkembang sesuai dengan dinamika penduduknya, hingga terbentuk wajah kota

28

seperti terlihat saat ini.


Secara umum, proyeksi kebutuhan perumahan di Kotamadya Bandung adalah:
Tabel 3.3 Proyeksi Kebutuhan Rumah di Kota Bandung *)
Tipe Rumah
Rumah Sederhana
Rumah Menengah
Rumah Mewah
Jumlah

1995
333.312
166.656
55.552
555.520

2000
366.072
18.036
61012
610.120

2010
470.000
235.000
78.333
783.333

2020
602.204
301.102
100.367
1.003.673

Total
1.771.588
885.794
295.264
2.952.646

Tabel 3.4 Proyeksi Supply Rumah di Kota Bandung *)


Tipe Rumah
Rumah Sederhana
Rumah Menengah
Rumah Mewah
Jumlah

1995
133.325
66.662
22.221
222.208

2000
146.429
73.214
24.405
244.048

2010
188.000
94.000
31.333
313.333

2020
240.882
120.441
40.147
401.469

Total
708.635
354.318
118.106
1.181.058

Tabel 3.5 Kekurangan Supply Rumah di Kota Bandung *)


Tipe Rumah
1995
2000
Rumah Sederhana
199.987
219.643
Rumah Menengah
99.994
109.822
Rumah Mewah
33.331
36.607
Jumlah
333.312
366.072
Sumber: Pusat Data Bisnis Properti (1993)

2010
282.000
141.000
47.000
470.000

2020
361.322
180.661
60.220
602.204

Total
1.062.953
531.476
177.159
1.771.588

Berdasarkan ratio perkembangan penduduk Kodya Bandung dan omzet


rumah dan kapling siap bangun yang dilaksanakan oleh beberapa developer,
dapat dikemukakan bahwa penjualan rumah dan kapling siap bangun ada
kecenderungan meningkat. Dengan demikian daya serap pasar hasil produk
pengembang diperkirakan akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Supply perumahan yang dilakukan oleh pengembang dan pemerintah masih
belum memenuhi kebutuhan penduduk, secara kwantitatif bisa dilihat pada tabel
3.5. Jadi kebutuhan perumahan melebihi jumlah perumahan yang diproduksi.
Tinjauan Wilayah Gedebage
Fisik
Luas wilayah Gedebage 2.809,39 Ha, meliputi 3(tiga) kecamatan dan 11
desa kelurahan termasuk dalam wilayah administrasi Kotamadya DT. II Bandung,
dengan perincian sebagai berikut :
1. Kecamatan Bandung Kidul, meliputi :
a. Kelurahan Wates
b. Kelurahan Batununggal
c. Desa Mengger, dan
d. Desa Kujangsari
2. Kecamatan Margacinta, meliputi :

29

a. Desa Margasenang
b. Desa Margasari, dan
c. Desa Sekejati
.3. Kecamatan Rancasari, meliputi :
a. Desa Cisaranten Kidul
b. Desa Cipamokolan
c.Desa Denvati, dan
d Sebagian Desa Mekarmulya RW 0: dan RW 02.

Batas wilayah Gedebage:


1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kiaracondong, Kecamatan Cicadas,
Kecarnatan Arcamanik, dan Kecamatan Uiung Berung.
2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Regol dan Bojongloa Kidul
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot dan Kecamatan
Bojongsoang, Kabupaten DT II Bandung.
Kondisi Wilayah Gedebage
Kondisi wilayah Gedebage adalah sebagai berikut:
1. Sebagai wilayah yang sedang mengalami masa transisi dari wilayah pertanian ke
wilayah perkotaan, mengakibatkan terjadinya kesenjangan distribusi kepadatan
penduduk. Pada kawasan-kawasan yang berlokasi disepanjang jalan utama
wilayah Gedebage telah berkembang kegiatan penduduk dengan intensitas yang
cukup tinggi.

30

2. Rata-rata laju pertumbuhan cukup tinggi, sebesar 2,52% per tahun selama kurun
waktu 1987-1991. Akan tetapi dengan adanya kebijaksanaan pengembangan
perumahan terutama pada vvilayah perluasan, dan adanya kebijaksanaan
distribusi penduduk yang telah ditetapkan dalam RUTRK Kotamadya DT II
Bandung, maka jumlah penduduk di Wilayah Gedebage diperkirakan akan
menjadi 313.792 jiwa atau dapat menampung limpahan penduduk dari wilayah
Bandung lama maupun dari wilayah lainnya di luar Kotamadya DT II
Bandung sebanyak 146.000 jiwa. Dengan adanya jumlah penduduk yang sangat
besar, selain merupakan potensi bagi wilayah, terutama hubungannya dengan
ketersediaan tenaga kerja, tetapi dilain pihak merupakan permasalahan bagi
wilayah terutama hubungannya dengan alokasi penyediaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan.
3. Pada kawasan-kawasan sepanjang jalan jalan utama di wilayah Gedebage
kepadatan penduduknya cukup tinggi, berdasarkan data 1990 sebesar 75 jiwa/Ha.
Sedangkan pada kawasan-kawasan terisolasi yang kurang tersedia prasarana
jaringan jalan kepadatan penduduknya relatif masih rendah, sebesar 17 jiwa/Ha.
Kepadatan penduduk rata-rata sebesar 41 jiwa/Ha.
4. Kepadatan penduduk tiap unit perumahan berdasarkan kebijaksanaan yang
ditetapkan dalam RUTRK Kotamadya Bandung dibagi atas kelompok berikut :
a. Lingkungan perumahan yang berkepadatan sangat tinggi; yaitu dengan tingkat
kepadatan di atas 300 jiwa/Ha.
b. Lingkungan perumahan yang berkepadatan lebih tinggi, yaitu dengan tingkat
kepadatan antara 250-300 jiwa/Ha.
c. Lingkungan perumahan yang berkepadatan tinggi; yaitu dengan tingkat
kepadatan antara 200-250 jiwa/Ha.
d. Lingkungan perumahan yang berkepadatan sedang, yaitu dengan tingkat
kepadatan antara 150-200 j iwa/Ha.
e. Lingkungan perumahan yang . berkepadatan rendah, yaitu dengan tingkat
kepadatan antara 100-150 jiwa/Ha.
f. Lingkungan perumahan yang berkepadatan lebih rendah, yaitu dengan tingkat
kepadatan di bawah 100 jiwatHa.
5. Fisik dasar, yaitu masalah lahan dimana tidak semua lahan dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan perkotaan, disebabkan oleh daya dukung lahan yang diketahui
secara detail, serta kondisi topografi yang relatif datar (0-2%).
6. Akibat kondisi lahan yang relatif datar, ditambah adanya arus balik dari Sungai
Citarum, dan tinggi muka air sungai yang rata-rata sama dengan permukaan
tanah, menyebabkan pengembangan drainase di wilayah Gedebage cukup sulit
dilaksanakan, dan menyulitkan pengaliran air (terutama air hujan). Sehingga di
wilayah Gedebage sering terjadi banjir musiman.
7. Terjadinya penggunaan lahan campuran (mixed land use), mengakibatkan tidak
terdapatnya zone-zone untuk setiap kegiatan yang bersifat khusus, yang ada hanya
kawasan campuran dengan fungsi yang menonjol.

31

8. Adanya aglomerasi kegiatan perdagangan yang terus berkembang terutama


sepanjang Jalan Terusan Buahbatu, jalan Terusan Kiaracondong dan Jalan
Margacinta dengan titik sentral di Pasar Kordon, tanpa dilengkapi dengan
sarana penunjangnya (sarana parkir), mengakibatkan terganggunya arus lalu
lintas.
9. Tersedianya/terbentuk pusat-pusat pelayanan masyarakat secara hirarkis sesuai
dengan skala pelayanannya, sehingga orientasi penduduk untuk memenuhi
kebutuhannya tetap berorientasi ke pusat Kota Bandung dan wilayah-wilayah
Bandung lama.
10. Kurang mendukungnya sarana perhubungan/jaringan jalan sesuai dengan
ungsinya, dapat menghambat kelancaran kegiatan sosial ekonomi perkotaan,
terutama jalan jalan alternatif yang menuju ke Jalan Arteri Soekamo-Hatta,
sehingga mengakibatkan terjadinya aglomerasi lalu lintas pada jalan Terusan
Kiaracondong dan Jalan Terusan Buahbatu.
11.Terdapatnya perumahan kumuh yang kurang mendukung bagi pengembangan
wilayah.
12.Di wilayah Gedebage belum terdistribusinya secara merata jaringan infrastruktur.
Potensi Wilayah Gedebage
1. Letak geografis wilayah Gedebage berbatasan dengan wilayah Kabupaten DT II
Bandung. Terdapat jaringan jalan Arteri Primer dan jalan Kolektor Primer,
meliputi Terusan Buahbatu, Terusan Kiaracondong, Cipagalo, Margacinta, dan
Jalan Terusan gedebage. Wilayah Gedebage merupakan lokasi yang strategis,
sebab mempunyai tingkat aksesibilitas tinggi dicapai atau mencapai ke wilayahwilayah lain baik di Kotamadya DT Bandung maupun Kabupaten Bandung.
2. Selain terdapatnya jaringan jalan Arteri Primer dan Kolektor Primer, juga
memiliki akses ke jalan Toll Padaleunyi (Interchange Buahbatu) serta rencana
Interchange Jalan Terusan Gedebage, yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan wilayah Gedebage khususnya, serta Kotamadya DT Bandung
umumnya.
3. Selain kedua potensi di atas, potensi wilayah Gedebage yang juga sekaligus potensi
Kotamadya DT Bandung yaitu terdapatnya Terminal Peti Kemas (1 PKB)
Gedebage, sebagai teriminal kegiatan ekspor impor, juga sebagai kegiatan lokasi
distribusi dari kegiatan-kagiatan industri yang ada baik di Koatamadya DT
Bandung maupun di luar Kotamadya DT II Bandung, yang dalam kegiatannya
tidak hanya menggunakan transportasi Kereta Api juga sebagian melalui jalan
raya yang kemudian dihubungkan melalui jalan Toll Padaleunyi mendukung
potensi kegiatan tersebut, maka sangat dibutuhkan sarana dan prasarana
pendukungnya, baik yang berupa prasarana jaringan jalan maupun kualitas
sumber daya manusia sebagai pengelola kegiatan tersebut.
4. Potensi lainnya yang tedapat di wilayah Gedebage walaupun adanya limitasi dari

32

kapasitas wilayah, yaitu masih terdapatnya lahan-lahan kosong yang dapat


dikembangkan untuk menampung kegiatan tertentu sehingga tercapai optimalisasi
penggunaan lahan dengan meminimkan dampak negatif secara lingkungan dengan
adanya pengembangan kegiatan perkotaan.
Potensi wilayah Gedebage merupakan pemicu perkembangan perumahan di wilayah
Gedebage
Fungsi Wilayah Gedebage
1)

2)

3)

4)

Fungsi wilayah Gedebage ditetapkan sebagai berikut :


Pusat Pemukiman
Pada analisis perumahan telah dijelaskan bahwa untuk mencapai lingkungan
perumahan yang memenuhi syarat perkotaan selama periode 1990-2003 perlu
dibangun 36.719 unit rumah baru, atau rata-rata sebanyak 2.824 unit rumah
pertahun. Jumlah rumah yang harus dibangun ini cukup banyak, hal ini sesuai
dengan fungsi Wilayah Gedebage sebagai daerah pemukiman yang ditunjang
dengan masih tersedianya fahan-lahan kosong yang dapat dibangun walaupun ada
kendala fisiografi dalam pengembangannya.
Pusat Kegiatan Kometsial dan Jasa
Pengembangan kegiatan komersial dan jasa dimaksudkan un mendistribusikan
barang dan jasa pada konsumen akhir, yakni penduduk. Wujud fisik kegiatan ini
antara lain dalam bentuk pasar, toko, pertokoan, super market, warung, dan kios.
Perkembangan kegiatan perdagangan jenis ini, sangat dipengaruhi oleh tingkat
konsumsi dan demand penduduk. Wilayah Gedebage dengan jumlah penduduknya
pada tahun 1990 sebanyak 172.676 jiwa, dan pada tahun 2003 fiperkirakan akan
menjadi 382.660 jiwa merupakan pasar yang sangat potensial bagi pertumbuhan
kegiatan kamersial dan jasa. Pada kenyataannya memang demikian. perkembangan
kegiatan ini dapat berjalan pesat seiring dengan tingkat konsumsi penduduk yang
juga semakin meningkat.
Perkantoran
Sesuai dengan potensi yang ada serta kecenderungan perkembangannya yang
ditunjang dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, secara garis besar
pengembangan perkantoran di Wilayah Gedebage dapat dibedakan menjadi 2
, (dua) tenis menurut skala pelayanannya, yaitu berupa perkantoran
pemerintah dan swata dengan skala pelayanan bagian wilayah kota (BWK) yang
berlokasi secara terditribusi di Wilayah Gedebage, serta perkantoran pemerintah
dan swasta yang skala regional, yang pengembangannya diarahkan sepanjang Jalan
Soekarno Hatta
Pusat Industri
Letak Wilayah Gedebage yang strategis dan dilalui oleh Jalan Toll Padaleuyi
serta adanya fasilitas terminal peti kemas, menjadikan Wilayah Gedebage ini
sangat potensial untuk pengembangan industri. Potensi lainnya yang dimiliki

33

Wilayah Gedebage sehubungan dengan pengembangan kegiatan industri, yaitu


masih terdapatnya lahan-lahan kosong yang dapat dikembangkan sesuai
peruntukan kegiatan industri, tersedianya sumber daya manusia yang cukup
secara kuantitas) serta terdapatnya Terminal Peti Kemas (TPKB) Gedebag e
sebagai pelabuhan eksport import yang memanfaatkan angkutan Kereta Api serta
aksesibilitas Jalan Toll Padaleunyi.
Dengan segala potensinya tersebut di atas, Wilayah Gedebage diharapkan
dapat menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di sektor
industri. Dengan demikian, perkembangan industri bukan hanya bergantung
pada ketersediaan lahan, tetapi juga terhadap fakto:-faktor lain yang berpengaruh
bagi perkembangan kegiatan industri.
5) Pusat Wilayah
Merupakan pusat pelayanan Wilayah Pembangunan Gedebage yang lokasinya
mudah dijangkau, sehingga diperlukan sistem transportasi yang mendukung
keberadaan pusat wilayah tersebut. Selain itu pula pusat wilayah sesuai dengan
fungsinya untuk melayani satu wilayah maka harus dilengkapi dengan fasilitasfasilitas yang berskala pelayanan wilayah.
Jenis fasilitas yang diperlukan pada pusat wilayah tersebut antara lain meliputi
: Kantor Wilayah, kantor polisi, kantor pos, kantor telepon, Pos Pemadam
Kebakaran, Gedung Serbaguna, Mesjid, dan lapangan olah raga.
6) Peruntukan Daerah Khusus
Pengembangan peruntukan lahan di Wilayah Gedebage selain untuk kegiatan
domestik dan non domestik seperti diuraikan di atas, tetapi juga berupa lahanlahan yang berhubungan dengan faktor pengaman terhadap peruntukan lahan
yang telah ditetapkan.
Peruntukan lahan tersebut berupa lahan konservasi dan jalur hijau yang meliputi :
a) Lahan konservasi sepanjang Jalan Toll Padaleunyi;
b) Lahan konservasi sebagai resapan air yang ada di sebelah Selatan dan Timur
Wilayah Gedebage;
c) hijau sepanjang tegangan tinggi;
d) Jalur hijau sepanjang sungai;
e) Jalur hijau sepanjang jalan rel kereta api, serta
f) Jalur hijau pada kegiatan industri.
Perkembangan Wilayah Gedebage
Perkembangan Ekonomi
Perkembangan perekonomian di Kotamadya Bandung secara langsung
dapat dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), dimana sebelurn
terjadi perluasan wilayah administrasi, sektor yang paling dominan kontribusinya
terhadap PDRB Kbtamadya DT II Bandung pada tahun 1987 yaitu sektor

34

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 23,34%, sektor industri 20,3% dan sektor
bangunan/konstruksi 9,48%.
Sedangkan setelah terjadi perluasan berdasarkan data tahun 1990 sektor
yang paling menonjol kontribusinya terhadap PDRB Kotamadya DT II Bandung
yaitu sek-tor industri 25,43%, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 24,61% serta
sektor bangunanlkonstruksi 10,23%.
Sektor-sektor yang paling dominan kontribusinya terhadap PDRB
Kotamadya DT 11 Bandung khususnya bagi wilayah Gedebage yaitu sekrtor
industri, sektor bangunan/konstruksi serta sektor perdagangan.
Perkembangan Penduduk
Menurut RUTRK, jumlah penduduk yang harus ditampung di wilayah
Gedebage sampai tahun 2003 sebanyak 313.792 jiwa, sedangkan berdasarkan
daya dukung lahan potensial yang dapat dikembangkan diperkirakan dapat
menampung 4.660 jiwa.
Dengan demikian wilayah Gedebage tidak hanya dapat menampung
pertambahan penduduk setempat, tetapi juga dapat menampung limpahan penduduk
dari bagian wilayah kota yang lain sebanyak 146.020 jiwa.
Berdasarkan data tersebut, perkiraan perkembangan penduduk selama kurun
waktu 1990-2003 akan mengalami pertambahan penduduk sebanyak 211984 jiwa,
terdiri dari penduduk yang berasal dari wilayah Gedebage dan bagian wilayah
kota lainnya di Kotamadya DT 11 Bandung sebanyak 65.964 jiwa, serta penduduk
pendatang, lainnya (urbanisasi) sebanyak 146.020 jiwa. Dengan demikian laju
perkembangan penduduk di wilayah Gedebage sampai tahun 2003 rata-rata setiap
tahun sebesar 2,94%.
Jumlah penduduk di Wilayah Gedebage pada tahun 2003 diharapkan sebanyak
330.537 jiwa, sesuai dengan yang ditargetkan oleh RUTRK Kotamadya DT II
Bandung, atau sebesar 13,21% dari perkiraan jumlah penduduk Kotamadya DT
Bandung tahun 2003 sebesar 2.502.528 jiwa.
Alokasi dan distribusi penduduk dalam struktur tata ruang dilakukan
berdasarkan konsepsi sistem unit lingkungan. Berdasarkan daya tampung lahan pada
unit-unit perumahan di Wilayah Gedebage dapat menampung penduduk sejumlah
330.537 jiwa, yang terdiri dari penduduk hasil proyeksi Wilayah Gedebage tahun
2003 sejumlah 238.640 jiwa dan dapat menampung penduduk limpahan baik
penduduk dari kota Bandung maupun dari luar kota Bandung sejumlah 91.897 j iwa.
Tingkat kepadatan penduduk ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
aksesibilitas, jarak dari pusat kota, dan kesesuaian lahan. Berdasarkan pertimbangan
faktor -faktor tersebut ditentukan distribusi kepadatan penduduk Wilayah
Gedebage dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. kepadatan sangat rendah
: < 50 jiwa/ha
b. kepadatan lebih rendah
: 50 - 100 jiwa/ha
c. kepadatan rendah
: 100 - 150 jiwa/ha

35

d. kepadatan sedang
e. kepadatan tinggi

: 150 - 200 jiwa/ha


: 200 - 250 jiwa/ha.

Perkembangan Perumahan
Untuk mencapai lingkungan perumahan yang memenuhi syarat perkotaan
periode 1990-2003 perlu dibangun 36.719 unit rumah baru, atau rata-rata
sebanyak 2.824 unit rumah per tahun. Jumlah rumah yang harus dibangun ini cukup
banyak, hal ini sesuai dengan fungsi Wilayah Gedebage sebagai daerah permukiman
yang ditunjang dengan masih tersedianya lahan-lahan kosong yang dapat dibangun.
Pengembangan perumahan baru di Wilayah Gedebage didekati melalui
struktur tata ruang yang direncanakan, yaitu melalui jumlah penduduk yang harus
ditampung sampai tahun 2003. Berdasarkan pendekatan di atas, maka
pengembangan perumahan dilakukan dengan rasio perbandingan 1: 3 : 6. Artinya 1
unit rumah besar (mewah) 3 unit rumah sedang dan 6 unit rumah sederhana.
Besar kapling masing-masing tipe rumah diklasifikasikan menjadi 3(tiga)
kelompok, yaitu :
Kelompok I
Besaran kapling pada komplek perumahan yaitu sebagai berikut :
- Kapling besar 450 M2
- Kapling sedang 250 M2
- Kapling kecil 150 M2
Kelompok II
Dengan besaran kapling sebagai berikut :
- Kapling besar 250 M2
Kapling sedang 150 M2
- Kapling keci190 M2.
Kelompok III
Besaran kapling disesuaikan dengan rata-rata luas kapling yang sudah ada.
Jalan tol
Jalan Bypass
Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer
Jalan lokal

36

Anda mungkin juga menyukai