Anda di halaman 1dari 13

Proposal Revisi

Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril


Ampul Amonium Klorida Injeksi Intravena

Kelompok B 1 4
Alvia Mahrizka N.
Novie Sundari
Siti Nur Arifah
Sri Handoko Putro
Stephanie
Tri Suhartati
Yulma Juwita

Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila
Jakarta
2016

2013210012
2013210169
2013210237
2013210241
2013210244
2013210251
2013210268

A. Buatlah sediaan injeksi ampul amonium klorida intravena (IV)


I. Judul Praktikum
Injeksi Ampul Amonium klorida intravena (IV)
II. Pendahuluan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi
biasanya diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat
ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda.(1)
Obat-obat dapat disuntikan kedalam hampir seluruh organ atau bahian tubuh termasuk
sendi (intraarticular), ruang

cairan sendi (intrasynofial), tulang punggung (itraspinal)

kedalam cairan spinal (intrathecal),arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan
kedalam jantung(intrakardiak), tetapi yang paling umum obat suntik dimasudkan untuk
dimasukan kedalam vena (intravena,I.V),kedalam otot (intramuskular,I.M), kedalam kulit
(intradermal,I.D.,Intrakutan)

atau

dibawah

kulit

(subkutan,

S.K.,sub-

Q,S.Q.,hipodermik,Hipo) (2)
Rute Intravena
Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan
dengan cara-cara pemberian lain dan karena absorbsi obat tidak menjadi masalah maka
tingkatan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegeraan yang tidak
mungkin didapat dengan cara-cara yang lain. Pada keadaan gawat, pemberian obat lewat
intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan hidup karena penempatan obat
langsung kesirkulasi darah dan kerja obat yang cepat terjadi. Sebaliknya, sekali obat
diberikan lewat intravena maka obat itu tidak dapat ditarik lagi, ini merupakan keburukan
pemberian obat lewat intravena. Misalnya pada keadaan timbulnya reaksi-reaksi yang
merugikan akibat obat maka obat tidak dapat dengan mudah dikeluarkan dari sirkulasi
seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan peroral yaitu misalnya dengan cara
dimuntahkan. Obat-obat yang diberikan lewat intravena biasanya harus berupa larutan air,
bercampur dengan darah dan tidak mengendap.keadaan tertentu dapat menimbulkan
terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah. Larutan obat dalam volume

besar atau kecil dapat diberikan lewat intravena. Penggunaan larutan sebanyak 500 ml
yang diberikan sebagai infus intravena biasa dilakukan di rumah sakit, larutan-larutan ini
mengandung zat-zat sebagai nutrisi, penambah darah, elektrolit, asam amino,antibiotik,
dan obat yang umumnya diberikan lewat jarum yang dibiarkan divena atau kateter dengan
diteteskan terus menerus. (2)
Ampul adalah wadah yang kedap udara berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar dengan ukuran nominal adalah 1, 2,
5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul merupakan wadah takaran tunggal
oleh karena jumlah total cairan ditentukan pemakaiannya untuk 1 kali injeksi. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan injeksi dalam ampul, antara lain:
1. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk injeksi subkutan dan volume besar
2. Jika diperlukan dapat ditambahkan dapar untuk mempertahankan stabilitas pH
3. Pengisian ke dalam ampul menggunakan buret, dimana ujung buret disterilkan
terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan buret dibilas dengan larutan obat yang
akan diisi.
III.Data Preformulasi
A. Zat Aktif
Nama Zat

Sifat Fisika, Kimia, Stabilitas

Cara

Khasiat /

Aktif
Ammonium

Pemerian: hablur tidak bewarna

Sterilisasi
Autoklaf

Klorida

atau serbuk hablur halus atau

(FI V hal

kasar, bewarna putih, rasa asin

128,DI

dan dingin higroskopik.

darah dalam

2010 Hal

Kelarutan: mudah larut dalam air

pengobatan

2701,

dan dalam gliserin, lebih mudah

alkalosis

Martindale

larut dalam air mendidih, sedikit

metabolik.

28 hal. 686)

larut dalam etanol

Dosis

PH : 4,6-6,0

26,75%

OTT: Inkompatibilitas dengan

dalam

alkali karbonat dari alkali tanah

20 mL

dan garam perak.


Stabilitas: Ammonium klorida
untuk konsentrasi injeksi harus
disimpan pada temperatur 40oC

Cara

Dosis
Khasiat:

Pengunaan
Slow

suhu

Untuk

intravena

121oC

menetralkan

infusion

Vial

atau kurang dari 40oC. Hindari


dari pembekuan. Konsentrasi
larutan bisa mengkristal pada
suhu rendah. Jika serbuk
mengkristal, larutan injeksi harus
dipanaskan di WB dengan
temperatur kamar
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat

B. Zat Aditif

Sterilisasi

Khasiat /

Zat Aktif

Sifat Fisika, Kimia, Stabilitas

Aqua pro

Pemerian: Cairan jernih, tidak Aquadest

Dosis
Kegunaan:

injeksi (FI

berwarna, tidak berbau

Didihkan

Sebagai

V hal 64)

Kegunaan: Pembawa

selama 30

pembawa

menit
Stabilitas: Stabil di udara.
Wadah

&

penyimpanan:

Dalam wadah dosis tunggal,


dari kaca atau plastik, tidak
lebih dari 1 liter. Wadah kaca
sebaiknya dari kaca Tipe I atau
Tipe II.

C. Teknologi Farmasi

Cara
Pengunaan

Injeksi Ammonium Klorida adalah larutan steril non pirogenik amonium klorida (NH4Cl)
dalam air untuk injeksi melalui rute intravena. Setiap mL mengandung 26,75% amonium
klorida setara dengan 0,5 mEq amonium dan 0,5 mEq klorida per-mL dan disodium edetat
0,5% ditambahkan sebagai stabilisator serta digunakan aqua pro injeksi sebagai pelarutnya.
Larutan ini tidak mengandung bacteriostatik, agen antimikroba atau ditambahkan pendapar.
Sediaan ini dibuat didalam wadah ampul 1 ml. Ampul merupakan wadah takaran tunggal
sehingga penggunaannya untuk satu kali injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak
berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul
yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat. Untuk pembuatan sediaan injeksi di dalam
wadah ampul tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal dan tidak perlu
isotonis.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang datar. Ukuran nominalnya 1,2,5,10,20 kadang-kadang juga 25 atau
30 mL. Pada percobaan ini akan dibuat di dalam wadah ampul 1 mL. Pengisian obat ke dalam
wadah menggunakan buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alcohol dan
sebelum diisi buret dibilas dengan larutan obat.
D. Farmakologi
Amonium ion (NH4+) dalam tubuh memiliki peran penting dalam pemeliharaan
keseimbangan asam-basa. Ginjal menggunakan ammonium (NH4+) untuk mengganti natrium
(Na+) yang akan dikombinasikan dengan anion dalam menjaga keseimbangan asam-basa,
terutama pada mekanisme homeostasis saat terjadi asidosis metabolik.
Ketika kehilangan ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-) menurun, natrium akan bergabung
dengan bikarbonat (HCO3-). Hal ini akan menghasilkan kelebihan natrium bikarbonat
(NaHCO3) yang menyebabkan kenaikan pH darah dan mengalami alkalosis metabolik.
Efek terapi amonium klorida tergantung pada kemampuan ginjal untuk memanfaatkan
amonia dalam ekskresi kelebihan anion dan konversi amonia menjadi urea oleh di hati,
sehingga membebaskan hidrogen (H+) dan klorida (Cl-) ion ke cairan ekstraselular.
Injeksi Ammonium Klorida

digunakan sebagai acidifier sistemik untuk pasien yang

menderita alkalosis metabolic karena kehilangan klorida karena

muntah, kehilangan

sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam
lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah
sakit, terutama setelah pembedahan perut). Penyebab utama alkalosis metabolic : penggunaan

diuretic (tiazid, furosemid, asam etakrinat), kehilangan asam karena muntah atau
pengosongan lambung, kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
Amonium klorida juga digunakan dalam pengobatan diuretic yang menyebabkan
kekurangan klorida. Amonium klorida digunakan dalam kondisi yang beraneka macam untuk
kondisi yang disebabkan asidosis karena diuresis. Khusus untuk kondisi edema berhubungan
dengan hipokloremia. Amonium klorida dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
diuretic Xantin (kafein, pamabrom) untuk terapi singkat mengganti cairan sementara pada
edema, busung lapar, periode pre menstruasi dan menstruasi.
Amonium klorida juga digunakan untuk pengobatan keracunan logam untuk melarutkan
kalsium untuk memudahkan ekskresi dari kompleks logam kalsium. Amonium klorida juga
digunakan untuk membantu pengobatan infeksi saluran kemih ketika diinginkan pH urin
yang rendah.
Farmakokinetik
Obat ini dimetabolisme di hati menjadi urea dan HCl. Jika ammonium klorida hanya
diberikan selama 3 atau 4 hari, biasanya akan menimbulkan gejala asidosis ringan. Jika
diberikan secara terus menerus, khususnya pada pasien dengan gangguan ginjal, akan
menyebabkan metabolic asidosis.
Ginjal menggantikan kekurangan natrium dengan menguraikan ammonia melalui deamino
asam amino, mensekresi kation hydrogen untuk menggantikan kation natrium. Dengan
demikian eksresi anion klorida dikombinasikan dengan kation ammonium. Efek penggantian
tersebut terjadi dalam 3 hari, pada saat itu ammonium klorida akan dieliminasi oleh ginjal
secara cepat. Ketika telah terjadi keseimbangan, obat ini tidak efektif lagi sebagai diuretic.
Farmakodinamik
Ion amonium cepat dimetabolisme oleh hati untuk membentuk urea dari urin. Klorida dan
hydrogen bergabung membentuk asam klorida, sehingga memperbaiki alkalosis. Efek
terapetik ammonium klorida bergantung pada kemampuan ginjal untuk menggunakan
ammonia pada saat eksresi dari kelebihan anion dan perubahan ammonia menjadi urea di
hati. Sehingga ammonium klorida memiliki kontra indikasi untuk pasien yang menderita
kelainan fungsi hati dan ginjal.

IV. FORMULASI

A. Formula Rujukan
Formula rujukan :
a. Ammonium chloride injection (2,14%) (Sterile Dosage Forms, Turco hal 177)
Tiap 1 Liter mengandung :
400 mEq/L NH4+ dan Clb. Ammonium chloride injection (Martindale 28 hal 687)
Infus intravena 500mL
NH4Cl
Aqua p.i

2%
ad 100%

c. Ammonium chloride injection 26,75% (DI 2010 hal 2701)


Setiap mL mengandung :
NH4+

5 mEq

Cl-

5 mEq

Disodium edetat (anhidrat)

qs

HCl (dapat ditambahkan untuk mengatur pH)


Ad Aqua p.i

qs

ad 100%

Setiap 20 ml larutan injeksi Amm. Klorida 26,75% diencerkan dalam 500 mL NaCl
0,9%
d. Handbook of Injectable hal. 101
NH4+
ClDisodium edetat (anhidrat)
Ad Aqua p.i

5 mEq
5 mEq
2 mg/mL
ad 20 mL

B. Latar Belakang Formula

Digunakan Ammonium Klorida untuk mengatasi penyakit alkalosis metabolik


dimana terjadi kelebihan basa pada darah karena kehilangan klorida akibat muntah,
kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan
atau bila asam lambung disedot dengan selling lambung (seperti yang kadang-

kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Injeksi ini
digunakan sebagai acidifier sistemik karena ammonium klorida merupakan dapar
untuk mengembalikan suasana basa menjadi netral. Dosis obat yang digunakan
tergantung pada tingkat keparahan alkalosis dan toleransi pasien. Dosis dapat

dihitung berdasarkan defisit klorida dengan rumus :


mEq ion Cl (NH4Cl) = defisit Cl (mEq/L) x 0,2 x BB (kg)
Digunakan aqua pro injeksi karena zat aktif amonium klorida larut dalam air. Dan
pada monografi dijelaskan dengan detil bahwa aqua pro injeksi tidak mengandung
lebih dari 0,25 USP endotoxin unit (EU) per mL sehingga aman untuk digunakan

pada sediaan ampul untuk intravena.


Dibuat sediaan injeksi intravena dalam ampul karena jika keadaan alkalosis sudah
parah disertai dengan spasme atau kontraksi otot yang berkepanjangan (kejang)
dapat diberikan untuk menetralkan kelebihan basa dengan efek atau respon yang

segera.
Injeksi 26,75% diencerkan dalam 0,9% NaCl 500-1000 mL secara slow intravena

infus dengan kecepatan tetesan tidak lebih dari 5 mL/menit.


Dinatrium edetat tidak ditambahkan karena sediaan tidak mengandung logam yang
dapat berinteraksi dengan zat aktif, baik di dalam eksipien maupun wadah yang

digunakan.
C. Formula Jadi
Tiap mL ampul intravena NH4Cl mengandung:
NH4Cl

26,75%

Aqua p.i

ad 1 mL

V. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Oven
2. Beaker glass
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur
5. Corong
6. Pinset
7. Autoklaf
8. Penjepit kayu
9. Ampul
10. Spatula
11. Kaca arloji
12. Batang pengaduk
13. Buret

Bahan :
1. Ammonium Klorida
2. Aqua p.i

Sterilisasi Alat
No
1

Alat dan Bahan


Aqua p.i

Cara Sterilisasi
Didihkan 30 menit

Literatur
FI III hal 14

Waktu
11.25 11:55

Beaker, corong,

Oven 150C, 1 jam

FI III hal 18

11.15 12.15

15 FI III hal 18

11.00 11.15

menit
pengaduk, Rendam dalam alkohol FI III hal. 18

11.00 11.30

erlenmeyer, pipet
3

tetes, ampul
Gelas ukur, kertas Autoklaf

saring
Batang

121C,

spatula, pinset, kaca selama 30 menit


arloji, penjepit besi
dan syringe.
Karet pipet

Sterilisasi

Rebus

air FI III hal. 18

mendidih

selama

30

menit
sediaan Autoklaf

121C,

15 Martindale

ampul

VI.

dalam

menit

edisi 28

PERHITUNGAN

Dibuat 12 ampul dengan volume @ 1 mL

Kelebihan volume (Farmakope Indonesia IV h. 1044) = 0,10 ml


Volume ampul : 1 ml + 0,10 ml = 1,10 ml
Volume injeksi = {(n+2) v + (2x3)} ml
= {(10+2) 1,10 + (2x3)}
= 19,2 = 20 mL

NH4Cl = 26,75% x 20 mL = 5,35 g


Ket :
n = jumlah ampul
2 = cadangan
v = volume ampul + kelebihan volume
2 x 3 = untuk pembilasan
VII.

PENIMBANGAN PRAKTIKUM
Ammonium klorida: 5,348 g

11.05 11.35

14.25 14.40

Aqua pro injeksi ad 20 ml


VIII. CARA PEMBUATAN (sterilisasi akhir dengan autoklaf)
1. Siapkan alat dan bahan
2. Sterilisasi alat-alat dan wadah ampul yang digunakan
3. Kalibrasi beaker glass 25 ml
4. Buat aqua pro injeksi. didihkan aquadest selama 30 menit, kemudian tutup
dengan penyumbat, dinginkan.
5. Timbang ammonium klorida yang diperlukan.
6. Dilarutkan ammonium klorida dalam beaker glass dengan aqua pro injeksi
sampai larut.
7. Cek pH dengan menggunakan pH indicator, catat pH.
8. Ad dengan aqua p.i sampai tanda, kemudian saring dengan kertas saring.
9. Bilas syringe dengan larutan obat, masukkan larutan obat kedalam syringe,
dan isikan ke dalam tiap-tiap ampul masing-masing 1,1 ml.
10. Tutup ampul dan sterilkan dalam autoklaf 1210C selama 15 menit dengan
posisi ampul terbalik.
11. Beri etiket , brosur lalu kemas.

IX.

EVALUASI
A. IPC (In Process control)
1. Uji Kejernihan ( Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 1355 )
Metode

: Visual

Cara kerja

: Memeriksa wadah bersih dari dari luar di bawah

penerangan cahaya yang baik terhalang terhadap refleksi ke dalam


matanya dan menggunakan latar belakang hitam putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat

: Tiap partikel yang terlihat harus dibuang.

2. Uji keseragaman volume ( FI IV hal 1044 )


Wadah diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual.
Syarat : Volume tiap ampul seragam

3. Uji pH ( FI IV hal 1039 )

Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator


universal.
Dengan pH meter :
Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam. Kalibrasi
pH meter. Pembakuan pH meter : Bilas elektroda dan sel beberapa kali
dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH.
Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran larutan
uji.
Syarat: harus sama dengan pH zat aktif
B. QC (Quality Control)
1. Uji sterilitas ( FI IV hal 855 ) ( Tidak dilakukan )
Asas : Larutan uji + media perbenihan inkubasi pada 20 - 25C
kekeruhan / pertumbuhan m.o ( tidak steril ).
Prosedur uji : Teknik penyaringan dengan filter membran ( dibagi menjadi 2
bagian), lalu diinkubasi.
2. Penetapan Kadar Ammonium Klorida (Farmakope Indonesia edisi V hal 128)
Prosedurnya, yaitu :
Timbang saksama lebih kurang 100 mg zat, larutkan dalam 100 mL air
dalam cawan porselen. Tambahkan 1 mL dikloroflouresein LP, campur
dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga terbentuk flokulasi dan
campuran berubah menjadi merah muda lemah.
Tiap ml perak nitrat 0,1 N setara dengan 5,349 mg NH4Cl

3. Uji Kebocoran (Lachman Teori dan Praktek Industri hal 1354)


Letakkan ampul dengan posisi terbalik dalam beaker glass yang
beralaskan kapas basah pada saat otoklaf. Indikasi adanya kebocoran
setelah diuji jika volume pada ampul berkurang maka terjadinya
kebocoran pada ampul.

4. Uji Kejernihan ( Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 1355 )
Metode

: Visual

Cara kerja

: Memeriksa wadah bersih dari dari luar di bawah

penerangan cahaya yang baik terhalang terhadap refleksi ke dalam


matanya dan menggunakan latar belakang hitam putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat

: Tiap partikel yang terlihat harus dibuang.

5. Uji keseragaman volume ( FI IV hal 1044 )


Cara I:

Pilih 1 atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah


atau lebih bila volume 3 ml sampai 10 ml, atau 5 wadah atau lebih
bila volume 3 ml atau kurang.

Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering


berukuran tidak lebih dari 3 kali vloume yang akan diukur dan
dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang
dari 2,5 cm.

Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntuk dan
pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian
jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah
dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurangkurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk
volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang
dituang).

Cara II:

Isi alat suntik dapat dipindahkan ke dalam gelas piala kering yang
telah ditara, volume dalam ml diperoleh dari hasil perhitungan
berat (g) dibagi bobot jenis cairan.

Isi dari dua atau tiga wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan


untuk pengukuran dengan menggunakan jarum suntik kering
terpisah untuk mengambil isi tiap wadah.

Isi dari wadah 10 ml atau lebih dapat ditentukan dengan membuka


wadah, memindahkan isi secara langsung ke dalam gelas ukur atau
gelas piala yang telah ditara.

Uji Evaluasi
A) In Process Control
1. Uji kejernihan
2. Uji Keseragaman volume
3. Uji pH
B) Quality Control
1. Uji Sterilitas
2. Penetapan Kadar Ammonium
3. Uji Kebocoran
4. Uji kejernihan
5. Uji Keseragaman Volume

X.

Hasil Evaluasi
Jernih
Seragam
5 (memenuhi syarat)
Tidak dilakukan (Dispensasi)
tidak dilakukan (Dispensasi)
Tidak bocor
Jernih
Seragam

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia ed

III.1979.

Jakarta. Direktorat Jenderal pengawasan Obat dan Makanan.


2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope


Indonesia ed IV. 1995. Jakarta. Direktorat Jenderal pengawasan Obat dan Makanan.

3.

Lachman. L, 1986, Teori dan praktek Farmasi Industri. UI


Press.

4.

James, E. F. Reynolds. The Extra Pharmacopeia, Martindale


28.th ed. London. The Pharmaceutical Press.

5. Voight, Ruolf. Buku pelajaran Teknologi Farmasi. 1994. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press.
6. AHFS. Drug Information 2003.

Anda mungkin juga menyukai