Anda di halaman 1dari 7

DASAR TEORI

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih. Pembuatan Sediaan Infus Ringer dahulu sebelum
digunakan secara parenteral, suntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke
dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi
atau mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis unggal atau wadah dosis ganda (Perdana dan Iman,
2016).

Suatu kerja optimal dan tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral
kemudian hanya diberikan jika persyaratan berikut terpenuhi :

1. Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata terdapat, tidak ada
penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan secara kimia dari obat dan
sebagainya.

2. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu pengambilan steril,
melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat dan materi dinding.

3. Tersatukan tanpa reaksi. Untuk itu yang bertanggung jawab terutama bebas kuman, bebas
pirogen, bahan pelarut yang netral secara fisiologis, isotoni, isohidri, bebas bahan terapung
(Voight, 1994).

Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi akhir dan
dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk
manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan dialisis
peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Ario Dewangga dan Vicky Sumarki
Budipramana, 2011).

Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase
kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk
pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet
antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah
jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya
pemisahan fase (Perdana dan Iman, 2016).

Keuntungan sediaan parenteral (Ansel,1989) :

1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.

2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak
sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.

3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.

Kerugian sediaan parenteral (Ansel,1989) :

1. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.

2. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.

3. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).

Ringeris Lactatis adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium klorida, Natrium
klorida dan Natrium Lactat dalam air untuk injeksi. Tiap 100 ml mengandung tidak kurang
dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium (sebagai NaCl dan C3H5NaO3), tidak
kurang dari 14,1 mg dan tidak lebih dari 17,3 mg Kalium (K, setara dengan tidak kurang dari
27,0 mg dan tidak lebih dari 33,0 mg KCl), tidak kurang dari 4,90 mg dan tidak lebih dari
6,00 mg kalsium (Ca, setara dengan tidak kurang dari 18,0 mg dan tidak lebih dari 2,0 mg
CaCl2.2H2O), dan tidak kurang dari 231,0 mg dan tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C3H5O3,
setara dengan tidak kurang dari 290,0 mg dan tidak lebih dari 330,0 mg C3H5NaO3). Injeksi
Ringer Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba (Anonim, 1995).

Pada umumnya metode sterilisasi digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan
yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi
tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga
dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan
instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-
sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang
mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel., 1989).
VI. HASIL

Perlakuan Hasil
Uji Ph 6,212
Uji kebocoran Tidak ada kebocoran
Uji partikel dan kejernihan Sediaan jernih dan tidak ada
partikel asing

VII. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk membuat sediaan steril berupa sediaan infus ringer
laktat. Infus adalah proses mengekstraksi unsur – unsur substansi terlarut (khususnya obat)
atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh. Pemberian infus kepada pasien
dilakukan melalui intravena. Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui
intravena. Tindakan ini sering kali merupakan tindakan life saving seperti saat kehilangan
banyak cairan, dehidrasi dan syok.
Pembuatan infus ringer laktat dibuat dengan sterilisasi akhir. Sediaan infus ringer laktat harus
dibuat steril sebab berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh serta jaringan tubuh
yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada bagian lain tubuh seperti saluran
cerna atau gastrointestinal. Dengan kondisi sediaan steril dan bebas mikroba maupun pirogen
diharapkan terhindar dari adanya infeksi sekunder.

Sediaan infus RL mengandung zat aktif Na Laktat, KCl, CaCl2.2H2O, dan NaCl.
Sedangkan bahan lainnya yaitu Aqua p.i, carbo adsorben, HCl 0,1 N, dan NaOH 0,1 N. NaCl
dapat dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy), mengganti cairan tubuh atau
elektrolit dalam tubuh yang hilang, dan sebagai pengencer sel darah merah sebelum transfusi.
Na Laktat berfungsi sebagai buffering agent dan isotonis agent, selain itu laktat dalam RL
juga berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Namun pada praktikum
ini tidak menggunakan na laktat karena tidak ketersediaannya bahan di laboratorium. KCL
berfungsi sebagai antimikroba, sedangkan CaCl2.2H2O berfungsi sebagai zat penyerap air dan
antimikroba, sementara kalium (Ca+ ) sendiri sebagai fungsi pemeliharaan dan kasus defisit
kalium. Aqua p.i berfungsi sebagai pelarut, merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan lainnya.
Carbo adsorben berfungsi sebagai pengikat pengotor yang mungkin ada, sedangkan HCl 0,1
N untuk menambah tingkat keasaman dan NaOH sebagai penambah tingkat kebasaan.

Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan, dengan tujuan
agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau belum, sebab hal itu
berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap cairan tubuh yang akan diberi larutan
infus. Larutan yang isotonis adalah larutan larutan yang memiliki tekanan osmose sama
dengan tubuh, dalam keadaan isotonis larutan yang diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa
sakit. Sedangkan larutan yang hipotonis akan menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau
lisis, karena tekanan diluar sel lebih rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan
pecah, mengingat tekanan osmose berjalan dari cairan konsentrasi rendah (encer) ke cairan
bertekanan tinggi (pekat) sebaliknya pada keadaan hipertonis akan mengakibatkan keadaan di
luar sel lebih tinggi dibandingkan di dalam sel. Sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan
hipotonis lebih berbahaya dibandingkan hipertonis, sebab larutan hipotonis bersifat
irreversible (sel sudah pecah), sedangkan hipertonis bersifat reversible (sel dapat lembali
normal).
Formula larutan infus ringer lactat
R/ Nacl 0,6
KCL 0,03  E=0,76
CaCL2.2H20 0,01  E=0,51
Karbo Adsorben q.s
Aqua p.i ad 100ml
(perhitungan)

Dari perhitungan tonisitas pada larutan ringer laktat yang dibuat sesuai dengan
formula diatas, larutan tersebut memiliki sifat hipotonis. Oleh karena itu agar larutan isonotis
maka ditambahkan NaCl 0,9%. Menurut perhitungan jumlah penambahan NaCl 0,9%
sebanyak 0,8721 gr.
Pada cara kerja praktikum ini digunakan aquades yang mendidih, selain untuk meningkatkan
kelarutan dari bahan bahan obatnya, kondisi panas juga dapat mensterilkan bahan dari mikroba.
Setelah semua bahan dilarutkan, maka pH dicek pada range 5-7, hal ini dikarenakan agar larutan
yang akan digunakan sebagai sediaan injeksi parenteral memiliki pH yang sama dengan pH tubuh
manusia. Jika kurang asam ditambah hcl 0,1n, sebaliknya jika kurang basa ditambah naoh 0,1n.
Namun pada praktikum ini didapankan hasil ph 6,212 dimana hal tersebut masuk kedalam range (5-
7). Kemudian tambahkan sisa aquadest ad 100ml. Lalu gojog larutan dengan Karbo adsorben 0,1%.
Setelah larutan digojog dengan karbo adsorben, larutan didiamkan sebentar kemudian disaring
hingga jernih dengan kertas saring, larutan dimasukkan dalam wadah yang sesuai dengan tutupnya
yaitu botol infus yang sudah disterilkan pada praktikum 1. kemudian botol infus yang sudah berisi
larutan, disterilakan dengan autoclave pada suhu 121˚C selama 15 menit. Sterilisasi yang efektif dan
dilakukan dalam percobaan ini adalah sterilisasi dengan uap bertekanan menggunakan autoclave
dengan suhu 121˚C selama 15 menit. Jadi harus diusahakan agar pembuatan larutan injeksi dan infus
harus dikondisikan bebas pirogen dan harus dipastikan pula bahwa kondisi ini dapat dipertahankan
sampai saat pemakaiannya. Pemilihan wadah pada formula ini menggunakan botol infus, karena
dapat digunakan untuk berulang kali dan tutup terbuat dari karet yang bersifat elastis dan dapat
ditutup kembali.

Larutan ringer laktat yang sudah disterilisasi akhir kemudian dilakukan beberapa
pengujian. Tujuan dari pengujian – pengujian tersebut antara lain untuk memenuhi standar
sediaan yang di inginkan, layak untuk dipakai atau tidak, karena bentuk sediaan infus harus
memiliki kejernihan yang tinggi, tidak ada partikel, steril, tidak bocor dan mempunyai PH
yang sesuai. Uji larutan yang dilakukan pada praktikum diantaranya uji ph, uji kebocoran,
dan uji kejernihan. Pertama diperiksa tingkat keasamannya dengan uji pH. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan stik pH dan indikator pH, diketahui pH larutan ringer laktat
antara 5-7. Hal ini sesuai dengan pH larutan tubuh dan telah memenuhi syarat isohodidris.
Isohidris adalah keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah. Hasil uji ph pada
praktikum ini yaitu 6,212. Uji kebocoran, dilakukan untuk memastikan bahwa botol yang
digunakan benar-benar baik sehingga dosis yang didapatkan sesuai dengan dosis yang
diinginkan. Selain itu adanya kebocoran dapat menyebabkan partikel asing masuk, partikel
ini dapat berupa mikroorganisme atau pirogen, yang menandakan bahwa larutan tersebut
tidak lagi steril. Adanya kebocoraan juga dapat berpengaruh pada distribusi atau penanganan
sediaan tersebut. Uji kebocoran dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kebocoran pada
botol atau tidak. Pengujian dilakukan dengan mengunakan larutan methylen blue. Apabila
terdapat kebocoran pada botol, larutan di dalamnya akan berwarna biru. Pada sediaan botol
yang dihasilkan pada praktikum kali ini tidak terdapat kebocoran, sehingga larutan tetap
dalam keadaan jernih. Namun pada praktikum ini, botol yang diuji yaitu botol dari kelompok
yang botol infusnya tidak mengalami kerusakan saat proses autoclave. Selain itu juga
dilakukan pengamatan terhadap kejernihan larutan. Pada uji kejernihan ini hasilnya positif
tidak terdapat partikel asing, dibuktikan dengan larutan yang jernih. Ini berarti larutan
tersebut dapat digunakan karena tidak dikhawatirkan menimbulkan emboli dan menyebabkan
rasa nyeri. Partikel ini biasanya adalah bahan yang tidak larut dan secara tidak langsung
terdapat dalam sediaan. Adanya partikel asing dalam sediaan menandakan bahwa larutan
tersebut tidak jernih, karena adanya kontaminasi partikel asing, sehingga bila diamati lebih
teliti dalam sediaan tersebut keruh dengan partikel asing.

VIII. KESIMPULAN

Dapat dilakukan pembuatan larutan ringer laktat yang merupakan cairan pengganti
elektrolit dalam tubuh dengan sterilisasi akhir menggunakan auotoklaf suhu 121oC selama 15
menit. Larutan ringer laktat yang di hasilkan sudah sesuai dengan persyaratan sediaan steril
ringer laktat yaitu steril, bebas partikel asing, bebas pirogen, stabil dalam penyimpanan,
tonisitas, sesuai ph tubuh, dan jernih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI-Press.

Ario Dewangga dan Vicky Sumarki Budipramana. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk
Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang
Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency I. Vol. 1 No.1.

DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Perdana Ibnu Adi dan Iman Fahruzi. 2016. Rancangan Bangun Alat Pemantau Cairan

Intravena Jenis Ringer Laktat (RL) Menggunakan Jaringan GSM. Jurnal

Nasional Informasi dan Komunikasi.

Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Jogjakarta: Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai