Anda di halaman 1dari 3

maka testosteron tidak lagi diperlukan secara mutlak untuk

mempertahankannya. Pria yang telah dikastrasi sering tetap aktif secara


seksual tetapu dengan derajat yang lebih rendah.
Pada fungsi terkait reproduksi lainnya, testosteron ikut serta dalam kontrol
umpan balik negatif normal sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis
anterior.

efek pada karakteristik sel sekunder


pembentukan dan pemeliharaan semua karakteristik seks sekunder pada
pria bergantung pada testosteron. karakteristik pria nonreproduktif yang
dipicu oleh testosteron ini adalah (1) pertumbuhan rambut berpola pria
(misalnya, rambut dada dan janggut, serta pada pria predisposisi genetik,
kebotakan); (2) suara berat akibat membesarnya laring dan mnnebalnya pita
suara; (3) kulit tebal; dan (4) konfigurasi tubuh pria (misalnya, bahu lebar
serta otot lengan dan tungkai besar) akibat pengendapan protein. pria yang
dikastrasi sebelum pubertas tidak mengalami pematangan seksusal dan
tidak membentuk karakteristik sel sekunder.

efek nonreproduktif
testosteron memiliki beberapa efek penting yang tidak berkaitan dengan
reproduksi. hormon ini memiliki efek antibiotik (sintesis) protein umum dan
mendorong pertumbuhan tulang, yang berperan menghasilkan fisik lebih
berotot dan lonjakan pertumbuhan masa pubertas. testosteron tidak saja
merangsang pertumbuhan tulang tetapu mencegah pertumbuhan lebih
lanjut dnngan mnnutup ujung-ujung tulang panjang yang sedang tumbuh
(yaitu osifikasi atau "penutupan" lempeng epifisis). testosteron juga
merangsang sekresi minyak oleh kelenjar sebasea. efek ini paling nyata
selama lonjakan sekresi testosteron masa remaja sehingga pria muda rentan
mengalami akne.
pada hewan, testosteron memicu perilaku agresif, tetapi tidak diketahui
apakah hormon ini memengaruhi perilaku manusia di luar perilaku seksual.
meskipun sebagian atlet dan binaragawan yang memakai steroid androgenik
anabolik mirip testosteron untuk meningkatkan massa otot diamati
memperlihatkan perilaku yang lebih agresif, masih belum jelas sampai

seberapa jauh perbedaan perilaku umum antara ptia dan wanita dipicu oleh
hormon atau hasil dari pengaruh sosial.

perubahan testosteron menjadi estrogen pada pria


selain sejumlah kecil estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal, sebagian
dari testosteron yang dikeluarkan oleh testis diubah menjadi estrogen di luar
testis oleh enzim aromatase, yang tersebar luas. karena perubahan ini,
kadang-kadang sulit dibedakan antara efek testosteron itu sendiri dan
testosteron yang berubah menjadi estrogen di dalam sel. sebagai contoh,
para ilmuan baru-baru ini mempelajari bahwa penutupan lempeng epifisis
pada pria diinduksi bukan oleh testosteron tetapi oleh testosteron yang
diubah menjadi estrogen oleh aromatisasi. estrogen juga diproduksi di
jaringan lemak kedua jenis kelamin. reseptor estrogen dapat ditemukan di
testis, prostat, tulang, dan bagian lain tubuh pria. temuan-temuan terakhir
mengisyaratkan bahwa estrogen berperan penting dalam kesehatan
reproduksi pria; misalnya, penting dalam spermatogenesis dan
heteroseksualitas pria. estrogen juga kemungkinan besar berperan dalam
homeostatis tulang.

spermatogenesis menghasilkan sperma yang sangat khusus dan dapat


bergerak dalam jumlah besar
di dalam testis terkemas sekitar 250 m (800 kaki) tubulus seminiferus
penghasil sperma (Gambar 20-7a). Di tubulus ini terdapat dua jenis sel yang
secara fungsional penting: sel germinativum, yang srbagian besar berada
dalam berbagai tahap pembentukan sperma, dan sel sertoli yang memberi
dukungan penting bagi spermatogenesis (Gambar 20-7b, c, dan d).
Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks di mana sel germinativum
primordial yang relatif belum berdiferensiasi, spermatogonia (masing-masing
mengandung komplemen diploid 46 kromosom), berproliferasi dan diubah
menjadi spermatozoa (sperma) yang sangat khusus dan dapat bergerak,
masing-masing mengandung sel haploid 23 kromosom yang terdistribusi
secara acak.
pemeriksaan mikroskopik tubulus seminiferus memperlihatkan lapisanlapisan sel germinativum dalam suatu progresi anatomik pembentukan
sperma, dimulai dari yang paling kurang berdiferensiasi di lapisan luar dan
bergerak masuk melalui berbagai tahap pembelahan ke lumen, tempat

sperma yang telah berdiferensiasi siap untuk keluar dari testis (Gambar 207b, c, dan d). spermatogenesis memerlukan waktu 64 hari untuk
pembentukan dari spermatogonium mebjadi sperma matang. setiap hari
dapat dihasilkan beberapa ratus juta sperma matang. spermatogenesia
mencakup tiga tahap utama: proliferasi mitotik, meiosis, dan pengemasan
(Gambar 20-8).

Proliferasi Mitotik
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar terus menerus bermitosis,
dengan semua sel anak mengandung komplemen lengkap 46 kromosom
identik dengan sel induk. proliferasi ini menghasilkan pasokan sel
germinativum batu yang terus-menerus. setrlah pembelahan mitotik sebuah
spermatogonium, salah satu sel anak tetap di tepi luar tubulus sebagai
spermatogonium yang tidak berdiferensiasi sehingga turunan sel
germinativum tetap terpelihara. sel anak yang lain mulai bergerak ke arah
lumen dan menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan untuk membentuk
sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalam lumen. pada manusia,
sel anak penghasil sperma membelah secara mitosis dua kali lagi untuk
menghasilkan empat spermatosit primer identik. setelah pembelahan mitotik
terakhir, spermarosit primer masuk ke fase istirahat saat kromosomkromosom terduplikasi dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu
sebagai persiapan untuk pembelahan meiotik pertama.

meiosis
selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46
kromosom rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing
dengan jumlah haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis
pertama, akhirnya menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan
23 kromosom tunggal) akibat pembelahan meitotik kedua.
setelah tahap spermatogenesis ini tifak terjadi pembelahan lebih lanjut.
setiap spermatid mengalami remodeling menjadi spermatozoa. karena setiap
spermatogonium secara mitosis menghasilkan

Anda mungkin juga menyukai