Anda di halaman 1dari 460

ISSN 9777.2086796.000.

2Prosiding Sem
minar Ilmiahh Nasional Unpam 2010

UNIIVERS
SITAS
S PAM
MULA
ANG

PR
ROSID
DING
SEMINA
AR IL
LMIA
AH NA
ASION
NAL
U
UNIVE
ERSIT
TAS PAMU
P
ULAN
NG
K
KE-1
T UN 20010
TAHU

FAK
KULTAS
S TEKN
NIK UN
NIVERS
SITAS PAMU
ULANG
Jl. Surrya Kenccana No.1 Pamullang Baraat
Tangeerang Sellatan Banten
B
Telp. (021) 74412566 Fax.
F (021)) 741249
91

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

KATA SAMBUTAN PANITIA


Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di industri saat ini sangat luas dan
senantiasa berkembang secara berkesinambungan. Perkembangan ini senantiasa
pula didukung oleh ketekunan para peneliti dan dosen baik negeri maupun swasta
untuk melakukan inovasi-inovasi industri sesuai dengan tuntutan masyarakat
terhadap produk industri tersebut.
Terkait dengan hal tersebut di atas, Universitas Pamulang melalui kegiatan Pekan
Teknologi UNPAM II, mengadakan Seminar Ilmiah Nasional yang bertujuan
untuk menjaring pengetahuan atau temuan baru dari para peneliti, dosen dan
mahasiswa. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 22 Maret 2010 yang bertempat
di Universitas Pamulang, Jl. Surya Kencana No.1 Pamulang, Tangerang Selatan,
Banten.
Dengan mengucap Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya, Seminar Ilmiah Nasional Fakultas Teknik Universitas
Pamulang ini dapat dilaksanakan. Berberapa makalah dari para peneliti, dosen, dan
mahasiswa akan di presentasikan dalam Seminar Ilmiah Nasional ini.
Panduan ini berisikan tentang Susunan Panitia, Susunan Kegiatan Seminar, Tata
Tertib Seminar, Daftar Judul dan Penyaji Makalah, Daftar Abstrak Makalah dan
Daftar Peserta Seminar.
Pamulang, 19 Maret 2010
Ketua Panitia

Ir. Sewaka, MM

ii

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

KATA PENGANTAR REDAKSI


Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di industri saat ini sangat luas dan
senantiasa berkembang secara berkesinambungan. Perkembangan ini senantiasa
pula didukung oleh ketekunan para peneliti dan dosen baik negeri maupun swasta
untuk melakukan inovasi-inovasi industri sesuai dengan tuntutan masyarakat
terhadap produk industri tersebut.
Terkait dengan hal tersebut di atas, Universitas Pamulang melalui kegiatan Pekan
Teknologi UNPAM II, mengadakan Seminar Ilmiah Nasional yang bertujuan
untuk menjaring pengetahuan atau temuan baru dari para peneliti, dosen dan
mahasiswa. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 22 Maret 2010 yang bertempat
di Universitas Pamulang, Jl. Surya Kencana No.1 Pamulang, Tangerang Selatan,
Banten.
Berdasarkan jumlah pemakalah yang masuk adalah 84 makalah ilmiah, setelah
melalui seleksi abstrak akhirnya diterima 48 makalah untuk dipresentasikan pada
seminar ilmiah tanggal 22 maret 2010. Setelah melalui seleksi oleh editor dari sis
kelayakan ilmiah, maka ditetapkan sejumlah 38 makalah yang layak diterbitkan.
Prestsi yang cukup aik karena seminar ini merupakan seminar ilmiah yang pertama
diadakan Fakultas Teknik UNPAM, dengan jumlah peserta mencapai 200 peserta
dari berbagai institusi, baik institusi pendidikan (UI, UIN, UNIKA Atmajaya,
UNJ), lembaga penelitian pemerintah (LAPAN, BATAN, LIPI, BPPT), dan
peserta swasta lain.
Demkian, semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi
nasional. Amin.
Pamulang, 10 April 2010
Ketua Redaksi

Dr Heri Budi W, MT

iii

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN KETUA PANITIA

KATA PENGANTAR DEWAN REDAKSI

ii

SUSUNAN PANITIA DAN DEWAN REDAKSI

iii

DAFTAR ISI

iv

DAFTAR JUDUL MAKALAH

DAFTAR PESERTA

ix

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM PADA SIFAT MEKANIK


ALUMINIUM MURNI (BURHANUDIN*, HERY ADRIAL **)

1
14

PENGARUH PENAMBAHAN PELAT ZN (1 WT%, 3 WT%, 8 WT%)


TERHADAP ALUMINIUM PRODUKSI PT. INDONESIA ASAHAN
ALUMINIUM (INALUM) UNTUK MENINGKATKAN SIFAT MEKANIK
PADA PROSES PENGECORAN DENGAN CETAKAN LOGAM (DJUHANA*,
SUNARDI**, EKO SUPRIANTO***)
UJI AKTIVITAS ACTINOMYCETES ENDOFIT YANG BERPOTENSI
SEBAGAI PENGHASIL ANTIBIOTIK (HARMOKO SAPUTRA)

24

PENGARUH PENAMBAHAN ( 1 WT%, 3 WT%, 7 WT% ) TEMBAGA ( CU )


PADA ALUMINIUM PRODUKSI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM
(INALUM) TERHADAP SIFAT MEKANIK (MUHIDI *, DJUHANA **, HERY
ADRIAL)

34

FERMENTASI ETANOL MENGGUNAKAN GULA HASIL HIDROLISIS


ENZIMATIS TEPUNG EMPULUR BATANG SAGU (METROXYLON SAGU
ROTTB.) MENGGUNAKAN BEBERAPA SACCHAROMYCES CEREVISIAE SP.
(RUDIYONO)

44

ANALISIS STRUKTUR KRISTAL PADUAN ALSI HASIL PROSES COR


PERAH DENGAN METODE RIETVELD (SUNARDI1,2), HERY ADRIAL3) )

54

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON TERMAL PADA POSISI D-9 DAN E-4 RSG
G.A. SIWABESSY (JAKA IMAN, DAMAR YANTI)

63

KARAKTERISASI DAN PENGGUNAAN FILM MEDIUM AGFA D-7 PADA


RADIOGRAFI (SUNARDI !,2), HERY ADRIAL 3))

72

PENENTUAN CALIBRATION SETTINGDOSE CALIBRATOR CAPINTEC


CRC-7BT
UNTUK ZN-65 (HOLNISAR1), ROSDIANI1,2))

84

IN SERVICE INSPECTION UNTUK ALAT PENUKAR KALOR (SYAFRUL


,DJUNAIDI*) )

88

ANALISIS KEHANDALAN SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL


BANGUNAN REAKTOR SERBA GUNA G.A SIWABESSY (TEGUH
SULISTYO)

96

PENGARUH SUHU TERHADAP PENYISIHAN KARBOFURAN SECARA


OZONASI (FITRI CODARIAH)

108

*)

iv

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

PENGOLAHAN LIMBAH PESTISIDA SECARA OZONASI KATALITIK DAN


NON KATALITIK (IKA PUSPITA)

117

PERAWATAN SISTEM INSTRUMENTASI DAN KENDALI RSG-GAS PADA


UMUR OPERASI LEBIH DARI 20 TAHUN ( KOES INDRAKOESUMA*)
DJUNAIDI*))

129

PENURUNAN KEMAMPUAN PADA ALAT PENUKAR KALOR (DJUNAIDI


*)
,SARWANI*))

138

KINCIR RODA AIR SUDU BERGERAK (RASB) SEBAGAI JAWABAN


KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK PEDESAAN DI PEDALAMAN
KALIMANTAN BARAT (HERU SUPRAPTO1; SAVITRI2 ; ISMUN UA3)

146

SINTESIS SILIKA GEL DARI ABU BAGASSE DAN UJI ADSORPSINYA


TERHADAP ION LOGAM TIMBAL(II)* (NUNUNG CHOIRINA)

155

PENGGUNAAN METODE GEOLISTRIK DALAM MENENTUKAN


RESISTIVITAS AIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA BABAKAN CIPARAY
DAN SEKITARNYA DI KABUPATEN BANDUNG (MIMIN IRYANTI * DAN
NANANG DWI ARDI *)

165

PENERAPAN DISTRBUTED CONTROL SYSTEM (DCS) PADA LAPANGAN


MINYAK DAN GAS BUMI (RADITA.ARINDYA,ST,MT )

172

ADSORPSI GAS CO MENGGUNAKAN ZEOLITE ALAM TERAKTIVASI


(YULIUSMAN 1), WIDODO WP 2), YULIANTO S.N. 3), APRIAWAN P4), )

185

ANALISIS KEBUTUHAN PROSES BISNIS MENGGUNAKAN METODE


KANO (1SRI NURHAYATI)

194

SISTEM PEMETAAN LINGKUNGAN DENGAN METODE MODIFIED


HISTOGRAMIC IN-MOTION MAPPING (M-HIMM) PADA KURSI RODA
MANDIRI E-CHAIR (LUKAS, FELIX FEBRIAN ISKANDAR, FERRY RIPPUN
G.M.)

199

SISTEM PENGHINDAR RINTANGAN DENGAN METODE MINIMUM


VECTOR FIELD HISTOGRAM PADA KURSI RODA MANDIRI E-CHAIR
(LUKAS, EDWIN, FERRY RIPPUN G.M.)

217

PENGEMBANGAN ROKET KORINDO 2010 SEBAGAI PELUNCUR MINI


UAV-SURVEILANCE (GUNAWAN S PRABOWO *)

233

ANALISA KEKUATAN STRUKTUR SATELIT INASAT-1 TERHADAP


GANGGUAN LINGKUNGAN ANTARIKSA (GUNAWAN S PRABOWO)

241

PENGUJIAN KELAYAKAN DESAIN PEMBUATAN BUTADIENA DARI NBUTANA (HERI BUDI WIBOWO)

250

UJI KELAYAKAN PEMBUATAN BUTADIENA DARI GAS LPG (LIQUID


PETROLEUM GAS)
(HERI BUDI WIBOWO)

258

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

KAJIAN PENERAPAN ISO/IEC 17024:2003 SEBUAH


SERTIFIKASI PERSONEL (MEDI YARMEN1 , SIK SUMAEDI2)

LEMBAGA

268

IDENTIFIKASI DAN PEMERINGKATAN FAKTOR KUNCI SUKSES PENERAPAN ISO/IEC 17024:2003


PADALEMBAGASERTIFIKASIPERSONELDIINDONESIADENGANANALYTICALHIERARCHYPROCESS
(MEDI YARMEN1 , SIK SUMEDI2 )

276

PENGUKURAN
KEPUASAN
PELANGGAN
SEBUAH
LEMBAGA
SERTIFIKASI PERSONEL DENGAN SERVICE QUALITY (SERVQUAL) (SIK
SUMAEDI1 , MEDI YARMEN2 )

282

PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA: SUATU TINJAUAN


(MARIA A. KARTAWIDJAJA)

289

PEMETAAN MASALAH DALAM PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN


MUTU PADA PERUSAHAAN SERTA SOLUSINYA (DJOKO AGUSTONO 1),
DYNA SRI ANDRIYANIE 2) )

294

KETIDAKSESUAIAN YANG SERING DITEMUKAN PADA AUDIT


INTERNAL LABORATORIUM BERBASIS SNI ISO/IEC 17025:2008 (SRI
KADARWATI )

301

PENINGKATAN
KUANTITAS
DAN
KUALITAS
INDUSTRI
MANUFAKTURING NASIONAL MELALUI PENERAPAN SERIUS SISTEM
MANAJEMEN MUTU ISO 9000 (MASRI WENDY ZULFIKAR)

306

MAPPING KESEIMBANGAN KENDARAAN UMUM DAN KENDARAAN


PRIBADI UNTUK MENGURANGI POLUSI UDARA DI KOTA
METROPOLITAN (MASRI WENDY ZULFIKAR)

316

KUALITAS VERSUS STANDAR (NUR METASARI, I GEDE MAHATMA


YUDHA BAKTI)

327

ANALISIS HUBUNG SINGKAT 3 FASA UNTUK MENGEVALUASI


KEMAMPUAN BUSBAR DAN CIRCUIT BREAKER TEGANGAN 11 KV PT
PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II DUMAI (SUDIRMAN PALALOI 1) )

334

ANALISIS PENGGUNAAN
(SUDIRMAN PALALOI 1) )

BAJA

349

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL EPOKSIDASI DARI


MINYAK KELAPA SAWIT (GENI ROSITA)

358

MENCARI
PERBANDINGAN
REAKSI
HIDROTERMINETED POLI
BUTADIEN DENGAN
TOLUENDIISO SIANAT UNTUK BINDER
PROPELAN PADAT KOMPOSIT (GENI ROSITA)

364

PERHITUNGAN PRESTASI TERBANG ROKET RKX 170-LPN


BERBAGAI SUDUT ELEVASI (TURAH SEMBIRING)

DENGAN

369

UJI STATIK
RANCANG BANGUN SISTEM SEPARASI
BERTINGKAT ( WIGATI )

ROKET

377

ENERGI

LISTRIK

DI

INDUSTRI

388

vi

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

PEMBUATAN MONOGLISERID DARI MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)


(ESTININGSIH)
393
UPAYA MENDAPATKAN DISRIBUSI BERAT MOLEKUL YANG SEMPIT (HERI BUDI
WIBOWO)
ANALISIS RASIO PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH SERTIFIKASI ISO 9001
PADA PT. UNITED TRACTORS, Tbk (I GEDE MAHATMA YUDA BAKTI1 , NUR
METASARI)

401

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP JASA PELATIHAN PUSLIT


SMTP-LIPI BERBASIS IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS (IPA) (DARMAWAN
BAGINDA NAPITUPULU)

410

RANCANGAN SASARAN MUTU SEBUAH LEMBAGA SERTIFIKASI PERSONEL


BERBASIS BALANCE SCORE CARD (SIKSUMAEDI1,MEDIYARMEN2)

PERLENGKAPAN OPTOELEKTRONIK BAGI PENGEMUDI UNTUK MEMANDU SECARA


VISUAL TERHADAP BAGIAN BELAKANG KENDARAAN BERODA EMPAT ATAU LEBIH
( SUGIONO)

419

KAJIAN KEMAMPUAN SMK DALAM PROSES PENERAPAN STANDAR NASIONAL


PENDIDIKAN (SNP) BERBASIS SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 (DARMAWAN
BAGINDA NAPITUPULU)

439

428

vii

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

SUSUNAN PANITIA
Pelindung
Penasehat
Pembina

Pengarah
Ketua Pelaksana
Wakil Ketua Pelaksana I
Wakil Ketua Pelaksana II
Bendahara
Sekretaris I
Sekretaris II
Anggota

Koordinator Pameran & Sie Acara


Anggota
Publikasi & Dokumentasi
Anggota
Perlengkapan
Anggota

Koordinator Sie Dana


Anggota

Editor
Dewan Penelaah

: Ketua Yayasan Sasmita Jaya


: Rektor
: Wakil Rektor I
Wakil Rektor II
Wakil Rektor III
: Dekan Fakultas Teknik
: DR. Heri Budi Wibowo, MT
: Ir. Sewaka, MM
: Ir. Dadang Kurnia, MM
: Ir. Suwoto, MT
: Kartika Sekarsari, ST.MT
: Irwan Mulyadi, ST
: Ari Mulyoto, SPd, MSi
Agus Supriyadi, ST
Ferdinand Marcos
Taufik
Ardianti
: Drs. Heri Adrial, MT
: Ir. Wiwik Indrawati
Ir. Umi Rosilawati, MM
: Ir. Atang Susila, M.Eng
: Saadah
Abas
: Dadang Sudirman, S.Sos
: Jarot
Hendrik
Udin dkk
: Estiningsih,ST
: Drs.Hendro Waryanto
Ir. Ahmad Sukmana, MM
Keli Sri Untoro, ST
: Heri Budi W
: Dr. Heri Budi W (Ilmu Polimer)
Ir Sarwani, MT (T Kimia)
Ir Atang S., MT (Komputer)
Drs Hery Adrial, MT (T Mesin)
Kartika, ST, MT (T Elektro)
Sewaka, Ir,MT (T Industri)
Amarno, SE, MM (Manajemen)

viii

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

DAFTAR PESERTA
SEMINAR ILMIAH NASIONAL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PAMULANG 2010
22 Maret 2010
NO

NAMA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

ADELINA P.W
APRIAWAN P.
BAMBANG TEGUH P.
DAMAR YANTI
DARMAWAN BAGINDA N.
DJOKO AGUSTONO
DJUNAIDI
DRS. SUGIONO
DRS.A.HARIMAWAN, MSI
DYNA SRI ANDRIYANIE
ESTININGSIH TRIHANDAYANI
FITRI CODARIAH
GENI ROSITA
HARMOKO SAPUTRA
HERI BUDI WIBOWO
HERU SUPRAPTO
HERY ADRIAL
HONISAR
I GEDE MAHATMA Y.B
IHWAN HARYONO
IKA PUSPITA

22

ISMUN UA

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

JAKA IMAN
KOES INDRAKUSUMA
LUKMAN SHALAHUDIN
MARIA A. KARTAWIDJYA
MARSELLINUS BACHTIAR
MASRI WENDY ZULFIKAR
MEDI YARMEN
MIMIN IRYANTI
NANANG DWI ARDI
NOVITA CHANDRA

33

RADITA ARINDYA, ST,MT

34
35
36
37
38

NUNUNG CHOIRINA
NUR METASARI
ROSDIANI
RUDOYONO
SARWANIH

INSTANSI
DEP. TEK KIMIA, FT-UI
DEP. TEK KIMIA, FT-UI
BTMP-BPPT
PRSG-BATAN
P2SMTP-LIPI
P2SMTP-LIPI
FT-UNPAM
LIPI
LIPI
P2KIM-LIPI
FT-UNPAM
TEKNIK KIMIA, UNPAM
LAPAN
TEKNIK KIMIA, UNPAM
UNPAM
UNPAM
PTRKN-BATAN
PTKMR-BATAN
P2SMTP-LIPI
BTMP
TEKNIK KIMIA, UNPAM
UNIV.PROKLAMASI,
YOGYAKARTA
PRSG-BATAN
FT-UNPAM
BTMP
FAK. TEKNIK, UNIKA ATMAJAYA
FAK. TEKNIK, UNIKA ATMAJAYA
BTMP-BPPT, PUSPIPTEK
P2SMTP-LIPI
JURUSAN FISIKA, FPMIPA-UPI
JURUSAN FISIKA, FPMIPA-UPI
FAK. TEKNIK, UNIKA ATMAJAYA
UNIV. SATYAGAMA/
INSTRUMENT TOTAL E&P
INDONESIA
FMIPA-UNY
P2SMTP-LIPI
FT-UNPAM
TEKNIK KIMIA, UNPAM
FT-UNPAM
ix

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70

SAVITRI
SIK SUMAEDI
SITI YUBAIDAH
SRI NURHAYATI
SUDIRMAN PALALOI
SUNARDI
SYAFRUL
TEGUH SULISTYO
TURAH SEMBIRING
WIDODO WP
WIGATI
YULIANTO S.N
YULIUSMAN
DJUHANA
BURHANUDIN
MOCH.TOSYIM B.SUHARI
DWI MULYADI
RIKO PRATOMO
DINDIN SOLIHUDIN
BASUKI ROCHMAD
ANDRI WIJAYANTO
KASMAD
BUDI SETYO
MUHAMAD DEDI
JOKO PRIAMBODO
ACHMAD UDIN ZAILANI
HADI ZAKARIA
R. BENNY WAHYUADI
YUDI KURNIAWAN
RENI HINDRIARI,SE.MM
SUHAYA
DRS. H. DARSONO

71

DRS. H.M SUGENG HIDAYAT, M.SI.

72
73

DRS. DAYAT HIDAYAT, MM


DR. H.M ANWAR, LC,M.SC,MM

74

IR. SARWANI, MM.MT

75

77
78
79

YOYON DARUSMAN, SH, MM


DJASMINAR ANWAR BA, PG DIPL.
MA
DRS. BUCHORI NURIMAN, MM
KHAYATUN NUFUS, SE, M.SI
DR. HERI BUDI WIBOWO, MT

80

AMARNO, SE, MM

81
82
83
84

KARTIKA SEKARSARI, ST.MT


DRS. HERY ADRIAL, MT
IR. ATANG SUSILA, M.ENG
ENDANG RUKIYAT, SE,MM

76

P2KIMIA-LIPI
P2SMTP-LIPI
BTMP
FTIK-UNIKOM
B2TE-BPPT
FT-UNPAM
FT-UNPAM
BSRPRSG-BATAN
LAPAN
DEPT. TEKNIK KIMIA, FT-UI
LAPAN
DEPT. TEKNIK MESIN, FT-UI
DEPT. TEKNIK KIMIA, FT-UI
P2KIMIA - LIPI
FT-UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
UNPAM
KETUA YAYASAN SASMITA JAYA
REKTOR UNIVERSITAS
PAMULANG
WAKIL REKTOR I
WAKIL REKTOR II
DEKAN FAKULTAS TEKNIK
UNPAM
DEKAN FAKULTAS HUKUM
DEKAN FAKULTAS SASTRA
INGGRIS
KEPALA BAAPM
KETUA LP2M
SEKRETARIS PROGRAM PPS, MM
PENANGGUNG JAWAB KELAS
NON REGULER
KA. PRODI TEKNIK ELEKTRO
KA. PRODI TEKNIK MESIN
KA. PRODI TEKNIK INFORMATIKA
KA. PRODI MANAJEMEN
x

ISSN 977.2086796.00.2Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Unpam 2010

85

NURAINI YUSUF, SE,M.SI,AK.

86

IR. UMI RUSILOWATI, MM

AKUNTANSI S.1 & D.3


KA. PRODI MANAJEMEN
EKONOMI
KA. PRODI SEKRETARIS D.3

xi

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM PADA SIFAT MEKANIK ALUMINIUM


MURNI
Burhanudin*, Hery Adrial **
*

Teknik Mesin Universitas Pamulang,

** BATAN, Serpong

ABSTRAK
Penambahan magnesium pada aluminium murni untuk meningkatkan sifat mekanik dilakukan dengan
cara pengecoran menggunakan dapur krusibell dengan bahan bakar batu bara. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Aluminium yang masih berupa batangan serta Magnesium yang berupa blok. Dicampur
magnesium yang divariasikan, kemudian dilebur dalam tungku peleburan, setelah dibuat benda uji yang
selanjutnya dilakukan proses pengujian tarik, pengujian kekerasan, pemeriksaan struktur mikro. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur Magnesium terhadap sifat mekanik. Dari
hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan Mg (1 %, 3 %, dan 8 %) pada aluminium, diperoleh kekuatan
tarik tertinggi 207.785 MPa ( 207,8 MPa ) pada Mg 8 % dan juga kekerasan tertinggi 79 BHNada pada
penambahan Mg 8 %.
Kata kunci : Aluminium, Magnesium, pengecoran, dapur krusibel.

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pendahuluan
Aluminium adalah logam non ferrous salah satu produk industri yang penggunannya sudah semakin luas.

Pemakaian aluminium dari mulai alat untuk rumah tangga sampai untuk pembuatan pesawat terbang. Aluminium
murni kekuatannya masih rendah untuk meningkatkan kekuatan adalah dengan cara pengecilan ukuran butir dan
penambahan unsur ( logam ).
Penambahan unsur lain seperti : tembaga, magnesium, seng dan timah akan meningkatkan sifat mekanik
kekuatan dan ketahanan dengan kondisi laku panas yang berbeda. Peleburan dilakukan pada sebuah tungku
Penggunaan paduan Al - Mg pada saat ini terutama disebabkan titik lebur eutektiknya yang relatif tinggi,
sehingga amat layak digunakan untuk komponen komponen yang memerlukan perakitan dengan brazing.
Karakteristik lain yang menguntungkan dari paduan ini adalah kekuatan, mampu mesin, stabilitas dimensi, dan
ketahanan korosi yang baik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aluminium yang masih berupa batangan serta
Magnesium yang berupa blok. Proses pembuatan spesimen dilakukan dengan cara penimbangan Al murni untuk
menentukan komposisi paduan yang diinginkan. Dengan pencampuran Mg dari berat aluminium. Setelah dibuat
benda uji, selanjutnya dilakukan proses pengujian tarik, pengujian kekerasan, pemeriksaan struktur mikro.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur Magnesium terhadap sifat
mekanik secara teoritis aluminium kekuatan dan ketahanannya masih rendah dan dapat ditingkatkan, untuk
meningkatkan sifat mekanik ( Kekuatan tarik dan Kekerasan ) salah satunya adalah dengan penambahan unsur
lain berupa Magnesium dan juga selain pengujian dilakukan pemeriksaan struktur mikro paduan tuang AL
Mg.
2.

Teori Dasar

Aluminium
Aluminium juga digunakan hampir di semua bidang produksi industri dan alam bidang ekonomi, karena
aluminium memiliki sifat sifat yang lebih baik dari logam yang lain. Secara umum aluminium dalam bentuk
murni mempunyai kekuatan tarik maksimum 69 MPa, kebanyakan aluminium digunakan dalam bentuk paduan
dan modulus elastisitas hanya 69MPa karena memiliki tingkat mampu cor yang tinggi dan dapat digunakan
untuk hampir seluruh metode pengecoran yang ada.

Paduan Aluminium
Paduan tuang aluminium memiliki rentang temperatur operasi yang relatif rendah (650 7500C)
dibanding sebagian logam struktural yang lain. Paduan aluminium mengalami kontraksi yang cukup besar
selama pendinginan setelah pembekuan, dengan rentang kontraksi 3,5 8,5 % volume. Kekuatan aluminium

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

paduan yang berkisar antara 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau pengerjaan panas
dengan menambahkan unsur paduan, pengerjaan panas atau dingin dan perlakuan panas dapat diperoleh paduan
dengan kekuatan melebihi 700 MPa. Paduan aluminium dapat ditempa, diekstrusi, dilengkungkan, diregang,
diputar, dipons, di embos, dibentuk sambil dirol atau ditarik menjadi kawat. [1]
Penambahan Unsur
Penggunaan logam aluminium secara murni praktikal adalah terbatas. Kebanyakan aluminium
dipadukan dengan unsur lain untuk memperoleh sifat yang dikehendaki. Berikut ini dipaparkan pengaruh unsur
paduan terhadap aluminium. Elemen ini merupakan paduan utama aluminium magnesium. Kelarutan padat
magnesium di dalam aluminium adalah 17,4 %. Penambahan magnesium meningkatkan kekuatan Aluminium
tanpa mengurangi keuletan.
Magnesium (Mg)
Magnesium adalah logam berwarna putih perak yang sangat ringan tetapi kuat, mudah bereaksi dengan
asam dan banyak unsur bukan logam, seperti Nitrogen dan juga dapat mereduksi senyawa senyawa logam lain.
Logam ini memegang peranan dalam proses kehidupan tumbuhan dan hewan. Klorofil mengandung Magnesium
berperan dalam menduplikasi zat zat DNA dan RNA magnesium juga membangkitkan banyak enzim .
Elemen ini merupakan paduan utama aluminium magnesium. Kelarutan padat magnesium di dalam
aluminium adalah 17,4 %. Penambahan magnesium meningkatkan kekuatan Aluminium tanpa mengurangi
keuletan.
Paduan Aluminium Magnesium
Magnesium adalah merupakan logam konstruksi yang paling ringan, dari berat jenis aluminium.
Magnesium dapat membentuk paduan dengan kekuatan tinggi, kemampuan permesinan yang baik, mudah dilas
dan mudah dibentuk. Magnesium mudah diekstrusi. Paduan magnesium terkorosi oleh asam yang kuat dan
lemah dan larutan garam. Magnesium tidak dapat digunakan pada suhu diatas 150 0C karena kekuatannya
berkurang dengan naiknya suhu. Pada suhu rendah Cryogenic temperatures (kekuatan magnesium tetap tinggi)
angka muai magnesium tinggi, oleh karena itu perlu berhati-hati dalam perhitungan konstruksi. Magnesium lebih
mahal dari pada aluminium atau baja dan hanya digunakan bila diperlukan konstruksi yang ringan. Paduan
magnesium banyak pemanfaatannya di industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin suhu
rendah, peralatan yang dapat dipidahkan, penghisap debu dan untuk peralatan yang berputar dengan cepat
dimana diperlukan nilai intersia yang rendah. Magnesium dipasarkan dalam bentuk batang, plat dan lembaran.[2]

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 1. Diagram fasa Al Mg

3.

Metodologi Penelitian
Metodelogi Penelitian dimulai dari pembuatan paduan Al-Mg, Peleburan, Cetak Spesimen, Pengujian dan

Pemeriksaan, Pengamatan Struktur Mikro.


Pembuatan Paduan Al -Mg
Tahap persiapan yang meliputi penghitungan material ( Material balance ) dan menyiapkan material
peleburan, cetakan dan penyiapan dapur serta sarana peralatan peleburan.
Sarana dan peralatan yang di gunakan pada saat penelitian adalah :
1.

Dapur Peleburan yang digunakan dalam pengecoran.

2.

Krussibell tipe ciduk yang digunakan dalam penelitian berkapasitas 20 Kg

3.

Pengukur Suhu yang digunakan adalah Indicator suhu dan Termokopel untuk mengukur suhu dapur dan
suhu pada aluminium cair yang sedang dicairkan secara berkala..

4.

Blower yang digunakan untuk meniupkan udara ke ruang bakar.

Persiapan Komposisi.
1.

Menyiapkan Alumunium Murni Seberat 2.000 gram untuk peleburan dan penuangan pertama .

2.

Menyiapkan Aluminium murni seberat 1980 gram dan 20 gram ( 1 % ) Magnesium untuk peleburan dan
penuangan kedua .

3.

Menyiapkan Aluminium murni seberat 1940 gram dan 60 gram ( 3 % ) Magnesium untuk peleburan dan
Penuangan ketiga.

ISSN 977.2086796.00.2

4.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Menyiapkan Aluminium murni seberat 1840 gram dan 160 gram ( 8 % ) Magnesium untuk peleburan dan
penuangan keempat.

Peleburan
Material peleburan yang dipakai adalah ingot Al murni, Mg murni, sesuai dengan perhitungan material
yang sudah di siapkan untuk mencapai target yang di inginkan. Peleburan pertama dilakukan dengan
memasukkan Al murni seberat 2 Kg kedalam krusibel, setelah Al murni mencair kemudian dituang kedalam
cetakan logam pada suhu 750 C.
Cetak Spesimen
Cetakan yang di gunakan adalah cetakan logam yang sudah sesuai dengan standar JIS H 5202 (sesuai
ISO 2378) yang sudah berupa sampel uji tarik, dalam cetakan terdiri dari dua buah sampel uji tarik.
Pengujian dan Pemeriksaan
Pengujian tarik dilakukan dengan cara menguji spesimen hingga putus, kemudian nilai gaya dapat dibaca
pada display alat ukur gaya.
Pengujian kekerasan menggunakan metode uji pantul merk alat uji pantul EQOUTIP. Hasil dari nilai
kekerasan LD dikonversi pada metode kekerasan Brinell.
Langkah langkah dalam pengamatan struktur mikro dimulai dengan melakukan penggerindaan,
pemolesan yang menggunakan serbuk alumina, lalu dilanjutkan dengan dietsa dan dilakukan pengamatan dengan
mikroskop metalurgi.
4.

Hasil Pengujian dan Pembahasan

Hasil Pengujian Uji Tarik


Dari hasil pengujian pada tabel dibawah ini dapat di analisa hasil kekuatan tarik rata rata dengan nilai
tertinggi dan terendah yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Tarik Rata Rata


UTS Rata

Peningkatan %

rata
Sampel

Al( MPa )

Murn
i

Aluminiu
m
AL Mg
1%

AL-Mg

AL- Mg

1%

3%

89.171

82.802

75.241

86.076

83.322

89.172

117.377

98.726

131.251

109.100

31

121.898

197.401

127.521

142.887

71,4

30

207.785

172.242

157.394

182.424

119

67

Al Mg 3

124.72

Al Mg 8

192.27

27,7

Dari tabel 1 dibuat grafik pengujian tarik yang memuat hubungan antara kekuatan tarik dan material Al murni

KEKUATAN TARIK MAKS ( N/m 2)

dan Al-Mg 1%,3%, dan 8%.

GRAFIK KEKUATAN TARIK


250

200

150

100

50

0
Al-Murni

Al + Mg 1 %

Al + Mg 3%

Al +Mg 8 %

Gambar 1. Grafik kekuatan Tarik

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dari diagram di atas dapat dibandingan kekuatan tarik alumnium murni dengan tambahan unsur Mg 1%,3
%, 8 % adalah sebagai berikut:

Pada Aluminium Murni di dapat hasil dari pengujian tarik rata rata sebesar 83.322 MPa.

Setelah di lakukan penambahan Mg sebesar 1 %, kekuatan tarik meningkat menjadi 109.100 MPa dan ini
menandakan terjadinya peningkatan kekuatan tarik sebesar 31 % dari sebelum ditambahkan

unsur

paduan.

Sedangkan untuk paduan Aluminium dengan penambahan Mg 3 % kekuatan tarik rata rata meningkat
menjadi 142.887 MPa meningkat dari aluminium murni sebesar 71,4 % dan meningkat 30 % dari
penambahan Mg 1%.

Pada penambahan Mg sebesar 8 % didapat hasil uji tarik rata rata sebesar 182.424 MPa atau meningkat
119 % dari aluminium murni dan 67 % dari penambahan Mg 1 %. Sedangkan untuk perbandingan antara
Aluminium dengan penambahan Mg 3 % di dapat peningkatan sebesar 27,7 %.

Regangan
Perubahan panjang yang terjadi pada benda uji di analisa pada tabel berikut :

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Perbandingan Regangan Rata Rata


Sampel

Rata rata regangan

Aluminium

33 %

46 %

39 %

50 %

42 %

AL Mg 1%

18 %

36 %

10 %

19 %

20,8 %

Al Mg 3 %

2%

11 %

12 %

2%

6,75 %

Al Mg 8 %

7%

2%

2%

4%

3,75 %

GRAFIK REGANGAN
60
50

REGANGAN (%)

50
40

36

33

30
20
12

10

10
2

Al+Mg3%

Al+Mg8%

0
Al-Murni

Al +Mg 1%

Gambar 2. Grafik Regangan Tertingi dan rendah

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pada Aluminium Murni di terlihat cukup tinggi hingga mencapi 50 % sedangkan pada pengukuran yang
terendah di dapat 33 % untuk nilai prosentase dari regangann sehingga rata rata perpanjangan Aluminium
murni sebesar 42 %.

Aluminium dengan penambahan Mg 1 % perpanjangan yang terjadi menjadi lebih rendah di bandingkan
dengan aluminium murni hasil terendah di dapat menjadi 10 % dan tertinggi menjadi 36 % rata rata
perpanjangan 20,8 % lebih rendah dibandingkan dengan aluminium murni, jadi penurunan yang terjadi
sebesar 41%.

Sedangkan regangan yang terjadi pada Aluminium dengan penambahan Mg 3 % regangan yang terjadi
sebesar 2 % dan 12 % untuk rata rata perpanjangan sebesar 6,75 % ini menandakan semakin turun tingkat
perpanjangan yang terjadi, jiks dibandingkan dengan Al Murni sebesar 41 %, sedangkan dengan Mg 1 %
sebesar 20 %.

Untuk penambahan Mg 8 % regangan yang terjadi sebesar 2 % dan 7 % sedangkan perpanjangan rata rata
sebesar 3,75 % yang menandakan semakin rendah regangan yang terjadi jika di bandingkan dengan
penambahan magnesium 3 % penurunan sebesar 80 %. Sedangkan jika di bandingkan dengan Mg 1 %
menjadi 82 % dan untuk aluminium Murni sebesar 91 %.

Hasil Pengujian Kekerasan


Untuk mengetahui kekerasan yang terjadi pada Aluminium dilakukan pembahas mengenai perubahan
perubahan kekerasan yang terjadi sebagai berikut :

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 3. Perbandingan Kekerasan


Kekerasan Rata Rata

Aluminium
AL Mg
1%
Al Mg 3
%
Al Mg 8
%

Peningkatan %

(BHN)

Sampel
1

Al-Murni

AL-Mg 1%

41

41.67

43

30

41.33

51.33

42

42

37

19

65.67

64.67

61

67.67

103

57

47

32

60.67

61.67

79

72.67

102

0.8

47

0.5

AL- Mg 3%

0.09

0.17

Pada Aluminium murni pengukuran kekerasan rata rata terendah diperoleh 30 BHN dan rata rata tertinggi 41
BHN. Sedangkan setelah penambahan Mg 1% di dapat kekerasan rata rata terendah sebesar 41 BHN dan
kekerasan rata rata tertinggi 51,3BHN ini terjadi kenaikan sebesar 37 % dan 19 % dari aluminium murni.
Untuk penambahan Mg 3 % kekerasan yang terjadi 61 BHN dan 67,7 BHN ini menandakan kenaikan kekerasan
sebesar 103 % dan 57 % dari aluminium murni, sedangkan perbandingan peningkatan dengan penambahan Mg 1
% sebesar 47 % dan 32 % yang menandakan kenanikan terhadap paduan di bawahnya. Pada penambahan Mg 8
% kekerasan aluminium meningkat menjadi 60,7 BHN dan 79 BHN ini menandakan semakin meningkatanya
kekerasan pada paduan Aluminium peningkatan yang terjadi di bandingkan dengan aluminium murni sebesar
102 % dan 0,8 % sedangkan dengan penambahan Mg 1 % sebesar 47 % dan 0,5 % dan untuk penambahan Mg 3
% perbandingan kekerasan didapat 0,09 % dan 0,17 %.
Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro yang dilakukan adalah dengan membandingkan gambar gambar dengan
komposisi yang berbeda :

10

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar Al Murni Gambar Al Mg 1%

Gambar. Al Mg 3 %

Gambar Al Mg 8 %

Aluminium sebelum penambahan unsur mempunyai pola struktur atom yang menyatu dengan jumlah
yang besar sehingga junlah butir terlihat lebih rendah dan adanya pengotor dalam hasil tuangan (gambar a)
Pada gambar (b) telihat struktur yang lebih terbuka sehingga butir butir paduan yang berada pada atom
terlihat lebih banyak dan juga adanya pengotor sedangkan pada gambar (c) terlihat lebih banyak batas butir
paduan sehingga campuran AlMg lebih tersebar yang dapat meningkatkan sifat sifat mekanik material pada
gambar (d) pembentukan butir lebih banyak dan lebih halus sehingga lebih merata pada setiap atom yang
menyebabkan kekuatan jauh lebih meningkat, dan juga terdapat pengotor yang terdapat antar butir yang bisa
menyebabkan cacat coran, ini disebabkan karena peleburan dan penuangan yang kurang sempurna.

5.

KESIMPULAN
Dari seluruh rangkaian metoda yang di laksanakan dan hasil pengujian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.

Kekuatan Tarik

Pada Aluminium Murni di dapat hasil dari pengujian tarik rata rata sebesar 83.322 MPa.

Setelah di lakukan penambahan Mg sebesar 1 %, 3 %, dan 8 % kekuatan tarik meningkat


masing-masing menjadi 109.100, 142.887, dan 182.887 MPa.

2.

Regangan

11

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Aluminium dengan penambahan Mg 1%, 3% dan 8% perpanjangan yang terjadi menjadi lebih
rendah di bandingkan dengan aluminium murni hasil rata rata perpanjangan 20,8 %, 6,75% dan
3,75%.

3.

Kekerasan

Pada Aluminium murni pengukuran kekerasan rata rata 41 BHN.

Sedangkan setelah penambahan Mg 1% di dapat kekerasan rata rata 51,3 BHN ini terjadi
kenaikan sebesar 37 % dan 19 % dari aluminium murni.

Untuk penambahan Mg 3 % kekerasan yang terjadi 61 BHN dan 67,7 BHN.

Pada penambahan Mg 8 % kekerasan aluminium meningkat menjadi 60,7 BHN dan 79 BHN
ini menandakan semakin meningkatanya kekerasan pada paduan Aluminium.

4.

Pengamatan Struktur Mikro.


Pada hasil pengamatan struktur mikro batas batas butir antar atom dapat terlihat lebih halus
pada penambahan Magnesium sebanyak 8 % menyebabkan kekerasan dan kekuatan tarik
meningkat sedangkan perpanjangannya menurun dan regangan yang terjadi semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA
1.

American Society for Metals, Aluminium, Properties and Physical Metallurgi(Edisi Jhon E. Hatch)

2.

B.H.AMSTEAD, PHILLIP F. OSTWALD, Ir. Sriati Djaprie, M.E, M.Met, Teknologi Mekanik, Edisi
Ketujuh, Erlangga Jakarta, 1995.

3.

George E. Dieter. Metalurgi Mekanik, Jilid 1, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, 1993

4.

Lawrence H. Van Vlack, Prof. Dr, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima. Penerbit Erlangga Jakarta,
1995.

5.

Teori Seng, diakses tanggal 29 Desember 2008, dari http://.id.wikipedia.org/wiki/seng.

6.

Tata Surdia, Prof. Ir, Ms Met E dan Chenji Chijiwa, Prof. Dr, Teknik Pengecoran Logam, PT. Pradnya
Paramita Jakarta, 1986.

Pertanyaan dan Jawaban .


Nama Penyaji : Burhanudin.
Penanya : Teguh Sulistyo.
1.

Alasan penambahan 1%; 3% dan 8%.

2.

Apakah hasil studi anda sudah dibandingkan dengan acuan/standar yang baku?.

Jawaban :
1.

Alasan penambahan 1%; 3% dan 8% bisa menambah 17,6% Al mmempunyai 83 s/d 720 mpd.

2.

Hasil studi ini sudah dibandingkan dengan standar logam yang sudah ada.

12

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Penanya : Sarwani.
Apakah dalam penelitian paduan ini hanya ditinjau dari strength atau regangan saja? Bagaimana dengan tingkat
kerapuhan dari paduan tersebut?
Jawaban :
Al murni regangannya 42 regangan, ditambah 1% turun menjadi 20,8 regangan, ditambah 3% turun menjadi
6,75 regangan dan ditambah 8% turun menjadi 3,75 regangan

13

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PENGARUH PENAMBAHAN PELAT Zn (1 wt%, 3 wt%, 8 wt%) TERHADAP ALUMINIUM


PRODUKSI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM) UNTUK MENINGKATKAN
SIFAT MEKANIK PADA PROSES PENGECORAN DENGAN CETAKAN LOGAM
*

Djuhana*, Sunardi**, Eko Suprianto***


Puslit KIM LIPI Serpong, ** BATAN, Serpong,*** Teknik Mesin Universitas Pamulang

ABSTRAK
Penambahan seng pada aluminium murni untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara pengecoran dan
menggunakan dapur krusibell telah dilakukan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Aluminium yang masih berupa batangan serta seng yang berupa plat. Dicampur seng yang divariasikan,
kemudian dilebur dalam tungku peleburan, setelah dibuat benda uji yang selanjutnya dilakukan proses
pengujian tarik, pengujian kekerasan, pemeriksaan struktur mikro. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penambahan unsur Zn terhadap sifat sifat mekanis ( Kekuatan tarik dan Kekerasan
) dan pemeriksaan struktur mikro paduan tuang AL Zn. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa
penambahan pelat Zn (1 wt%, 3 wt%, dan 8 wt%) pada aluminium, diperoleh kekuatan tarik rata-rata
tertinggi pada Zn 8 % sebesar 160 [N/mm2], serta regangan rata-rata tertinggi ada pada Al Murni sebesar
42 %, dan kekerasan tertinggi pada Zn 8 % sebesar 65.42 [BHN].
Kata kunci : Aluminium, Seng, pengecoran, dapur krusibell.

14

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pendahuluan
Dalam tiga dasawarsa terakhir aluminium telah menjadi salah satu logam non ferous industri yang paling

luas penggunaannya di dunia. Aluminium telah merupakan satu masukan yang di perlukan dalam sektor utama
industri seperti angkutan, kontruksi, listrik, peti kemas, kemasan, alat rumah tangga serta peralatan
mekanis.Penambahan unsur lain seperti : tembaga, magnesium, seng dan timah akan meningkatkan sifat
mekanik kekuatan dan ketahanan dengan kondisi laku panas yang berbeda. Peleburan dilakukan pada sebuah
tungku Penggunaan paduan Al Zn pada saat ini terutama disebabkan titik lebur eutektiknya yang relatif tinggi,
sehingga amat layak digunakan untuk komponen komponen yang memerlukan perakitan dengan brazing.
Karakteristik lain yang menguntungkan dari paduan ini adalah kekuatan, mampu mesin, stabilitas dimensi, dan
ketahanan korosi yang baik. Saat ini paduan tuang komersial Al Zn digunakan untuk komponen otomotif dan
trailler, peralatan pertambangan, komponen mesin perkakas, torque converter impeller blades, pompa, alat
pertanian, coran kelautan (marine), dan komponen furnitur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aluminium yang masih berupa batangan serta seng yang
berupa plat. Dicampur magnesium yang divariasikan, kemudian dilebur dalam tungku peleburan, setelah dibuat
benda uji yang selanjutnya dilakukan proses pengujian tarik, pengujian kekerasan, pemeriksaan struktur mikro.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur Zn terhadap sifat sifat mekanis
(Kekuatan tarik dan Kekerasan ) dan pemeriksaan struktur mikro paduan tuang AL Zn.
2.

Teori Dasar
Dalam tiga dasawarsa terakhir aluminium telah menjadi salah satu logam non ferrous industri yang

paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium telah merupakan satu masukan yang di perlukan dalam sektor
utama industri seperti angkutan, kontruksi, listrik, peti kemas, kemasan, alat rumah tangga serta peralatan
mekanis. Aluminium juga digunakan hampir di semua bidang produksi industri dan alam bidang ekonomi,
karena aluminium memiliki sifat sifat yang lebih baik dari logam yang lain.
Secara umum aluminium dalam bentuk murni mempunyai kekuatan tarik maksimum 69 MPa,
kebanyakan aluminium di gunakan dalam bentuk paduan dan modulus elastisitas hanya 69.000 MPa karena
memiliki tingkat mampu cor yang tinggi dan dapat digunakan untuk hampir seluruh metode pengecoran yang
ada.
Paduan tuang aluminium memiliki rentang temperatur operasi yang relatif rendah (650 7500C)
dibanding sebagian logam struktural yang lain. Paduan aluminium mengalami kontraksi yang cukup besar
selama pendinginan setelah pembekuan, dengan rentang kontraksi 3,5 8,5 % volume. Kekuatan aluminium
paduan yang berkisar antara 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau pengerjaan panas
dengan menambahkan unsur paduan, pengerjaan panas atau dingin dan perlakuan panas dapat diperoleh paduan
dengan kekuatan melebihi 700 MPa. Paduan aluminium dapat ditempa, diekstrusi, dilengkungkan, diregang,
diputar, dipons, di embos, dibentuk sambil dirol atau ditarik menjadi kawat. [1]

15

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Penambahan Unsur
Penggunaan logam aluminium secara murni praktikal adalah terbatas. Kebanyakan aluminium
dipadukan dengan unsur lain untuk memperoleh sifat yang dikehendaki. Berikut ini dipaparkan pengaruh unsur
paduan terhadap aluminium.
Seng (Zn) dapat meningkatkan kekuatan paduan aluminium walaupun akan menurunkan sifat keuletan.
Peningkatan Zn juga mengurangi sifat ketahanan korosi Al-Si, sehingga kandungan Zn perlu dibatasi.
Seng
Penambahan seng dapat meningkatkan kekuatan paduan aluminium walaupun akan menurunkan sifat
keuletan. Peningkatan Zn juga mengurangi sifat ketahanan korosi Al-Si, sehingga kandungan Zn perlu dibatasi.
Seng adalah unsur kimia berupa logam lunak, berwarna putih kebiru biruan yang termasuk dalam golongan II
B dari sistem periodik. Di udara seng mengkilat, tetapi dengan cepat memudar di dalam air atau udara basah.
Seng larut dalam asam.
Lebih dari 75 % produk cetak-tekan terdiri dari paduan seng. Logam mudah dicetak, permukaan bersih
dan rata, daya tahan korosi baik dan biaya murah. Dikenal Seng komersial dengan 99,99% seng, sering disebut
Special High Grade. Untuk cetak-tekan diprlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium
dan tin merupakan dapat menyebabkan kerusakan pada cetakan dan cacat sepuh ( aging defect ). Unsur paduan
lainnya aluminium, tembaga dan magnesium, hanya dapat ditambahkan dalam jumlah kecil saja.[2]

Gambar 1. Diagram Fasa Al Zn

16

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3.

METODOLOGI PENELITIAN

Diagram Alir Penelitian


Mulai
Penyiapan Komposisi
Al Murni

Al - Zn 1%

Al - Zn 3%

Al - Zn 8%

Peleburan
Cetak Spesimen
Pengujian
Uji Tarik

Uji Kekerasan

Periksa Struktur Mikro

Hasil Pengujian
Analisa/Pembahasan
Kesimpulan
Selesai

17

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Sarana dan Peralatan Peleburan.


1.

Dapur Peleburan yang digunakan dalam pengecoran adalah dapur krusibell.

2.

Krussibell tipe ciduk yang digunakan dalam penelitian.

3.

Pengukur Suhu yang digunakan adalah Indicator suhu dan Termokopel untuk mengukur suhu
dapur dan suhu pada aluminium cair yang sedang dicairkan secara berkala.

4.

Blower yang digunakan untuk meniupkan udara ke ruang bakar.

Penyiapan Komposisi Paduan Al Zn


1.

Menyiapkan dapur peleburan dan bahan bakar briket batubara.

2.

Menyiapkan aluminium murni seberat 2 Kg dengan menggunakan timbangan badan .

3.

Menyiapkan Zn besar 1 wt%, 3 wt%, dan 8 wt% dari berat aluminium dengan mengunakan
timbangan dacin diperoleh berat masing-masing 20 gr, 60 gr, dan 160 gr.

Peleburan
Material peleburan yang dipakai adalah ingot Al murni, Zn murni, sesuai dengan perhitungan material
yang sudah di siapkan untuk mencapai target yang di inginkan. Peleburan pertama dilakukan dengan
memasukkan Al murni seberat 2 Kg kedalam krusibel, setelah Al murni mencair kemudian dituang kedalam
cetakan logam pada suhu 730 C.
Cetakan yang di gunakan adalah cetakan logam yang sudah sesuai dengan standar JIS H 5202 (sesuai
ISO 2378) yang sudah berupa sampel uji tarik, dalam cetakan terdiri dari dua buah sampel uji tarik.
Pengujian tarik dilakukan dengan cara menguji spesimen hingga putus, kemudian nilai gaya dapat dibaca
pada display alat ukur gaya. Pengujian kekerasan menggunakan metode uji pantul merk alat uji pantul
EQOUTIP. Hasil dari nilai kekerasan LD dikonversi pada metode kekerasan Brinell.
Langkah langkah dalam pengamatan struktur mikro dimulai dengan melakukan penggerindaan,
pemolesan yang menggunakan serbuk alumina, lalu dilanjutkan dengan dietsa dan dilakukan pengamatan dengan
mikroskop metalurgi.
4.

Hasil dan pembahasan


Dari hasil uji tarik yang telah dilakukan, didapat kekuatan tarik terendah dan tertinggi pada tiap

tiap spesimen dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

18

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Perbandingan Peningkatan Uji Tarik


Peningkatan %

UTS Rata
Sampel

Aluminium

Rata

Al +

[N/mm2]

Murni

Al+Zn Al+Zn Al+Zn


1

89.2

82.8

79.6

92.4

86

105.1

107.6

105.7

98.1

104

20.93

130.6

128.7

132.5

132.5

131

52.33

25.96

Al+ Zn 8 wt% 187.3

159.2

166.9

127.4

160

86.05

53.85

Al+Zn
1wt%
Al+Zn 3
wt%

18.13

Dari tabel 1 dibuat grafik pengujian tarik yang memuat hubungan antara kekuatan tarik dan material Al
murni dan Al-Zn 1%, 3%, dan 8%.

[N/mm2]

Kekuatan Tarik

Grafik Kekuatan Tarik Rata - Rata


160
140
120
100
80
60
40
20
0

160
131
104
86

Al Murni

Al+Zn 1 %

Al+Zn 3 %

Al+Zn 8 %

Spesimen

Gambar 2. Grafik Kekuatan Tarik Rata Rata

19

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pada aluminium murni kekuatan tarik terendah terdapat pada sampel 3 sebesar 79.6 [N/mm2] dan
kekuatan tarik tertinggi ada pada sampel 4 sebesar 92.4 [N/mm2], dengan kekuatan tarik rata-rata
sebesar 86 [N/mm2].

Setelah dilakukan penambahan Zn 1 wt%, kekuatan tarik terendah terdapat pada sampel 4 sebesar
98.1 [N/mm2] dan kekuatan tarik tertinggi ada pada sampel 2 sebesar 107.6 [N/mm2], kekuatan
tarik rata-rata sebesar 104 [N/mm2]. Bila dibandingkan dengan aluminium murni maka terjadi
peningkatan kekuatan tarik sebesar 20.93 %.

Sedangkan pada penambahan Zn 3 wt%, kekuatan tarik terendah terdapat pada sampel 2 sebesar
128.7 [N/mm2] dan kekuatan tarik tertinggi ada pada sampel 3 dan 4 dengan nilai yang sama
sebesar 132.5 [N/mm2], kekuatan tarik rata-rata sebesar 131 [N/mm2]. Kemudian jika
dibandingkan dengan aluminium murni terjadi peningkatan sebesar 52.33 % dan meningkat 25.96
% dari Zn 1 wt%.

Pada penambahan Zn 8 wt% kekuatan tarik terendah terdapat pada sampel 4 sebesar 127.4
[N/mm2], ini disebabkan karena adanya pengotor ( inclusi ) yang terkontaminasi pada saat
pengecoran dan penuangan, dan kekuatan tarik tertinggi ada pada sampel 1 dengan nilai yang
sama sebesar 187.3 [N/mm2], kekuatan tarik rata-rata sebesar 131 [N/mm2]. Meningkat 86.05 %
dari aluminium murni dan 53.85 % dengan penambahan Zn 1 wt%. Sedangkan jika dibandingan
antara paduan Zn 3 wt%, di dapat peningkatan sebesar 18.13 %.

Pada tabel 17. dibawah ini dapat dilihat perubahan regangan yang terjadi pada benda uji yang ditunjukkan dalam
prosentase.

20

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Nilai Rata Rata Regangan


Sampel

Rata rata regangan

Aluminium

33 %

46 %

39 %

50 %

42 %

Al + Zn 1wt%

29 %

21 %

24 %

32 %

27 %

Al + Zn 3 wt%

29 %

21 %

24 %

26 %

25 %

Al + Zn 8 wt%

9%

8%

6%

3%

6 %

Regangan [% ]

Grafik Regangan Rata-Rata


45
40
35
30
25
20
15
10
5

42

27

25

0
Al Murni

Al+Zn 1 %

Al+Zn 3 %

Al+Zn 8 %

Gambar 3. Grafik Regangan Rata Rata.


Pada Aluminium murni diperoleh nilai regangan tertinggi 50 % dan nilai regangan terendah 33 %. Pada
Al + Zn 1 wt% diperoleh nilai regangan tertinggi 32 % dan nilai regangan terendah 21 %. Pada Al + Zn 3 wt%
diperoleh nilai regangan tertinggi 29 % dan nilai regangan terendah 21 %. Pada Al + Zn 8 wt% diperoleh nilai
regangan tertinggi 9 % dan nilai regangan terendah 3 %. Pada grafik diatas menunjukkan penurunan tingkat
regangan rata rata yang terjadi pada tiap tiap spesimen :
1.

Pada aluminium murni nilai regangan rata-rata yang terjadi sebesar 42 %,

2.

Paduan Al + Zn 1 wt% nilai regangan rata-rata yang terjadi sebesar 27 %,

3.

Paduan Al + Zn 3 wt% nilai regangan rata-rata yang terjadi sebesar 25 %,

4.

Sedangkan untuk paduan Al + Zn 8 wt% nilai regangan rata-rata yang terjadi sebesar 6 %.

21

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 3. Perbandingan Peningkatan Uji Kekerasan

Sampel

Kekerasan Rata Rata (BHN)

Kekeasa

n Rata-

Peningkatan (%)
Al Murni

Al + Zn 1 wt% Al + Zn 3 wt%

Rata
[BHN]

Al Murni

41

41.67

43

30

38.92

Al + Zn 1wt%

41

50

45

36.33

43.08

21

16

42.33

51

43

43.25

22

18

67

52.67

71

65.42

75

65

45

42

Al + Zn 3wt% 36.67
Al + Zn 8wt%

71

44

39

Pada aluminium murni kekerasan rata rata terendah terdapat pada sampel 4 sebesar 30 [BHN] dan
kekerasan rata rata tertinggi ada pada sampel 3 sebesar 43 [BHN].
Pada Al + Zn 1 wt% kekerasan rata rata terendah terdapat pada sampel 4 sebesar 36.33 [BHN] dan kekerasan
rata rata tertinggi ada pada sampel 2 sebesar 50 [BHN]. Bila dibandingkan dengan aluminium murni maka
terjadi peningkatan kekerasan rata rata terendah terjadi peningkatan sebesar 21 % dan kekerasan rata rata
tertinggi sebesar 16 %.
Pada Al + Zn 3 wt% kekerasan rata rata terendah terdapat pada sampel 1 sebesar 36.67 [BHN] dan
kekerasan rata rata tertinggi ada pada sampel 3 dengan nilai yang sama sebesar 51 [BHN]. Bila dibandingkan
dengan Aluminium murni maka terjadi peningkatan kekerasan rata rata terendah sebesar 22 %, dengan
kekerasan rata rata tertinggi sebesar 18 %, jika dibandingkan Al + Zn 1 wt%, maka terjadi peningkatan
kekerasan rata rata terendah sebesar 1wt%, serta peningkatan kekerasan rata rata tertinggi sebesar 2 %.
Pada Al + Zn 8 wt%, kekerasan rata rata terendah terdapat pada sampel 3 sebesar 52.67 [BHN] dan kekerasan
rata rata tertinggi ada pada sampel 3 dan 4 dengan nilai yang sama sebesar 71 [BHN]. Bila dibandingkan
dengan Aluminium murni maka terjadi peningkatan kekerasan rata rata terendah sebesar 75 %, dengan
kekerasan rata rata tertinggi sebesar 65 %, jika dibandingkan Al + Zn 1 wt%, maka terjadi peningkatan
kekerasan rata rata terendah sebesar 45 %, serta kekerasan rata rata tertinggi sebesar 42 %, apabila
dibandingkan dengan Al + Zn 3 wt%, maka kekerasan rata rata terendah sebesar 44 %, dengan kekerasan rata
rata tertinggi sebesar 39 %.

Grafik Kekerasan Rata - Rata


65.42

K ekerasan [B H N ]

70.00
60.00
50.00

38.92

43.08

43.25

40.00
30.00
20.00
10.00
-

Al Murni
Al + Zn 1 %
Al + Zn 3 %
Al + Zn 8 %

Al Murni

Al + Zn 1 % Al + Zn 3 % Al + Zn 8 %
Spesimen

Gambar 4. Grafik Kekerasan Rata Rata


Pada grafik diatas menunjukkan penurunan tingkat regangan rata rata yang terjadi pada tiap tiap
spesimen. Pada aluminium murni nilai kekerasan rata-rata yang terjadi sebesar 38.92 [BHN], Paduan Al + Zn 1

22

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

wt% nilai kekerasan rata-rata yang terjadi sebesar 43.08 [BHN], Paduan Al + Zn 3 wt% nilai kekerasan ratarata yang terjadi sebesar 43.25 [BHN], Sedangkan untuk paduan Al + Zn 8 wt% nilai kekerasan rata-rata yang
terjadi sebesar 65.42 [BHN].
Pemeriksaan Struktur Mikro
Pemeriksaan struktur mikro dilakukan dengan membandingkan hasil dari fotomorfologi dengan
pembesaran 500 x, antara lain sebagai berikut : Aluminium sebelum dilakukan penambahan unsur mempunyai
pola struktur atom yang menyatu dengan jumlah yang besar sehingga jumlah butir terlihat lebih rendah, dengan
jumlah butir yang kecil ini dapat menaikkan sifat mekanik dari aluminium. Pada Al + Zn 1 wt% yang dapat kita
lihat pada gambar 30m dimana terdapat besarnya batas butir dan banyak, serta terdapat kadar karbon yang
berwarna hitam pada gambar. Pada Al + Zn 3 wt% yang dapat kita lihat pada gambar 30m dimana terdapat
batas butir yang kecil dan lebih sedikit dibandingkan dengan Al Zn 1 wt%.
Pada Al + Zn 8 wt% yang dapat kita lihat pada gambar 30m nampak jelas sekali batas butir yang besar
dan banyak, serta terdapat banyak sekali kadar karbon yang tercampur. Dengan batas butir yang besar memiliki
kecenderungan untuk distorsi, namun dengan adanya kadar karbon yang terbentuk dapat menaikkan sifat
mekaniknya dan akan lebih mudah untuk permesinan.
5.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil data penelitian dan hasil analisa, maka dapat disimpukan adalah sebagai berikut :

Pada Al Murni kekuatan tarik tertinggi 92.4 N/mm2, Untuk Al + Zn 1wt%, 3wt%, dan 8 wt% kekuatan tarik
tertinggi masing-masing adalah 107.6 N/mm2, 132.5 N/mm2 dan 187.3 N/mm2. Pada aluminium murni nilai
regangan rata-rata yang terjadi sebesar 42 %, untuk nilai regangan rata-rata yang terjadi pada paduan Al + Zn 1
wt%, 3 wt%, dan 8 wt% nilai regangan rata-rata yang terjadi pada masing-masing paduan sebesar 27 %,25 %,
dan 6 %. Ini menandakan semakin banyak perpanjangan yang terjadi pada Zn akan semakin menurun bila
dibanding Al murni.
Untuk Al Murni kekerasan rata rata 38.92 [BHN], Pada penambahan Zn 1 wt%, 3 wt%, dan 8 wt%
terdapat kekerasan rata rata masing-masing sebesar 43.08 [BHN], 43.25 [BHN], 65.42 [BHN]. Ini menandakan
terjadinya peningkatan kekerasan pada Al murni setelah dilakukan penambahan Zn.
Daftar Pustaka
1.

American Society for Metals, Aluminium, Properties and Physical Metallurgi (Edisi Jhon E. Hatch)

2.

B.H.AMSTEAD, PHILLIP F. OSTWALD, Ir. Sriati Djaprie, M.E, M.Met, Teknologi Mekanik,
Erlangga Jakarta, 1995.

3.

George E. Dieter. Metalurgi Mekanik, Jilid 1, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, 1993

4.

Lawrence H. Van Vlack, Prof. Dr, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima. Penerbit Erlangga
Jakarta, 1995.

5.

Teori Seng, diakses tanggal 29 Desember 2008, dari http://.id.wikipedia.org/wiki/seng

6.

Tata Surdia, Prof. Ir, Ms Met E dan Chenji Chijiwa, Prof. Dr, Teknik Pengecoran Logam, PT.
Pradnya Paramita Jakarta, 1986.

23

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

UJI AKTIVITAS ACTINOMYCETES ENDOFIT YANG BERPOTENSI SEBAGAI PENGHASIL


ANTIBIOTIK
Harmoko Saputra
Teknik Kimia - Fakultas Teknik - Universitas Pamulang

ABSTRAK
Mikroba endofit adalah organisme berukuran mikroskopis yang hidup dalam jaringan tanaman dan
menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi menghasilkan senyawa aktif sebagai antibiotik. Penelitian
yang berjudul Uji Aktivitas Actinomycetes Endofit yang Berpotensi Sebagai Penghasil Antibiotik bertujuan
untuk mendapatkan metabolit sekunder yang berpotensi dalam menghasilkan senyawa aktif sebagai antibiotik.
Actinomycetes hasil isolasi diuji aktivitas antibiotiknya kemudian difermentasi dan di ekstraksi dengan
menggunakan pelarut butanol dan etil asetat untuk mendapatkan senyawa aktif yang berpotensi sebagai
antibiotik. Hasil penelitian menunjukan bahwa actynomycetes endofit yang di ekstraksi bersifat semi polar yaitu
dengan mengggunakan pelarut etil asetat , kromatografi lapis tipis menghasilkan nilai Rf = 0.9 cm dan pada
control positif (kloramfenikol,novobiosin,cyclohexamide) menunjukan bahwa novobiosin memiliki nilai yang
hampir sama yaitu dengan nilai Rf = 0,92 cm. Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa isolat RP-PR-37.2
memiliki kemiripan dengan antibiotik jenis Novobiosin.
Kata kunci : Actinomycetes Endofit, Antibiotik.
1.

Pendahuluan
Memuncaknya minat industri Farmasi dan bioteknologi untuk memanfaatkan produk hasil alam

terutama dalam pengembangan obat baru (Natural Product Drug Discovery) menyebabkan banyak pihak mulai
mengejar sumber-sumber senyawa bioaktif tradisional seperti tumbuhan, mikroba, dan dari bermacam-macam
sampel tanah.(Prasetyoputri dan Atmokusumo, 2006).
Tanaman telah lama kita ketahui merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam upaya
pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan masyarakat. Bahkan sampai saat ini pun menurut badan
kesehatan dunia (WHO) 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional
termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang
beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang di isolasi dan di kembangkan dari tanaman. Sebagai contoh
misalnya paclitaxel dan vinblastine merupakan obat anti kanker yang sangat potensial yang berasal dari tanaman
(Pezzuto j, 1996).
Sebanyak 300.000 jenis tanaman tingkat tinggi diketahui mengandung satu atau lebih mikroba endofit
yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel et al., 2003). Mikroba endofit yang diisolasi dari suatu tanaman dapat
menghasilkan jenis alkaloid atau metabolit sekunder yang sama dengan kadar lebih tinggi dibanding tanaman
inangnya. Peran mikroba endofit yang dapat memproduksi metabolit sekunder sama kualitasnya dengan tanaman
inang sangat potensial untuk terus dikembangkan (Radji, 2005).
Salah satu organisme penghasil antibiotik yang sedang diteliti orang pada saat ini adalah mikroba
endofit. Mikroba endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel dkk, pada tahun1904. Sejak itu, definisi mikroba
endofit telah di sepakati mikroba yang hidup didalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan
efek negative langsung yang nyata. Mikroba endofit yang umum ditemukan adalah berupa bakteri dan
kapang, namun kapang lebih sering di isolasikan (Prasetyoputri dan Atmosukarto, 2006).
Tumbuhan yang hidup di daerah-daerah yang memiliki keanekaragaman tinggi juga berpotensi untuk
memiliki mikroba endofit dengan keanekaragaman yang tinggi pula. Seperti tumbuhan yang hidup di lingkungan

24

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

yang unik pula. Seperti tumbuhan yang hidup di lingkungan yang unik, berbagai jenis tumbuhan yang memiliki
karakteristik biologis yang khas juga dianggap sebagai sumber potensial mikroba endofit dan senyawa-senyawa
baru (Prasetyoputri dan Atmosukarto, 2006).
Tanaman berkhasiat obat merupakan salah satu sumber yang potensial untuk mendapatkan isolate
actinomycetes baru, sehingga diharapkan dapat diperoleh pula senyawa bioaktif baru dari isolat tersebut.
Castillo et al., (2003) telah berhasil mengisolasi actinomycetes endofit dari tanaman Kennedia nigricans. Suku
aborigin di Australia telah lama menggunakan tanaman ini untuk mengurangi infeksi pada luka luar.
Actinomycetes endofit tersebut memiliki susunan basa 16S rRNA yang unik dibandingkan dengan data yang ada
di GeneBank. Hasil identifikasi menunjukan bahwa isolat tersebut merupakan Streptomyces NRRL 30562 yang
menghasilkan antibiotik baru yaitu munumbicins. Antibiotik jenis ini sangat aktif terhadap bakteri gram positif.
Usaha untuk mendapatkan senyawa antibiotik dari actinomycetes dapat dilakukan dengan proses
fermentasi yang dilanjutkan dengan ekstraksi. Fermentasi bertujuan untuk merangsang mikrorganisme endofit
dalam mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik itu sendiri. Metabolit
sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya
(tumbuh dan berkembang) melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan
lingkungannya (Radji, 2005). Metabolit sekunder yang telah dihasilkan kemudian diekstrak untuk memisahkan
senyawa aktif dengan medium fermentasinya dapat menggunakan pelarut yang bersifat semi polar dan non polar
(Chrisnayanti dkk. 2008).
Iklim tropis yang dimiki oleh Indonesia sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroorgansme , khususnya mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan
tanaman. Tingkat penyebaran penyakit infeksi pada manusia di Indonesia masih sangat tinggi, sehingga di
butuhkan biaya penanggulangan yang cukup besar untuk pengadaan antibiotik.
Namun Negara ini belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga harus mengimpor bahan baku
antibiotik dari Negara lain. Dana yang di butuhkan untuk keperluan tersebut berkisar antara Rp. 81,6 sampai Rp.
122,4 miliar pertahun (Dhanutirto, 1987 dalam Purwanto, 2008). Untuk mengurangi ketergantungan tersebut dan
untuk mengurangi penggunaan pestisida, dapat di lakukan suatu penelitian tentang bahan baku antibiotik dengan
memenfaatkan kekayaan alam Indonesia, dan hal ini mulai terwujud dengan di temukannya mikroorganisme
sebagai penghasil antibiotik (Purwanto, 2008).
2.

Bahan dan metode


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan-bahan untuk kultur isolat, uji

pendahuluan, fermentasi dan ekstraksi, uji penegasan,Kromatografi Lapis Tipis (KLT).


Bahan-bahan untuk kultur isolat meliputi isolat actinomycetes endofit (Koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong, medium (International Streptomyces Project) ISP2
padat, akuades, alkohol 70%. Bahan-bahan untuk uji pendahuluan meliputi isolat actinomycetes endofit,
Medium YEME (Yeast Extract Malt Extract), Nutrien Agar (NA), Nutrien Broth (NB), Potato Dextrose Agar
(PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), mikroba uji (BioMCC Bacillus subtilis, BioMCC Staphylococcus aureus,
BioMCC Pseudomonas aeruginosa, BioMCC Escherichia coli, BioMCC Candida albican, BioMCC Aspergillus
niger).

25

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Bahan-bahan untuk fermentasi dan ekstraksi meliputi isolat actinomycetes endofit,C Medium, pelarut
butanol dan etil asetat. Bahan-bahan untuk uji penegasan meliputi ekstrak dari isolat actinomycetes endofit,
Nutrien Agar (NA), Nutrien Broth (NB), Potato Dextrose Agar (PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), mikroba
uji (BioMCC Bacillus subtilis, BioMCC Staphylococcus aureus, BioMCC Pseudomonas aeruginosa, BioMCC
Escherichia coli, BioMCC Candida albican, BioMCC Aspergillus niger), kertas cakram, kontrol positif
Chloramfenicol (antibakteri) dan Nystatin (anti jamur), kontrol negatif metanol. Bahan-bahan untuk
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) meliputi plat silika, metanol, etil asetat, butanol, heksan.
Media
Media yang di gunakan dalam penelitian ini ialah: dengan menggunakan media vegetative dan
fermentative yang sama yaitu medium C yang terdiri atas D-glucose 2 gr, cybean meal 2 gr, rice powder 2 gr,
yeast extract 0.5 gr, NaCl 0.25 gr, CaCO 0.32 gr, mineral solution 0,2 ml,akuades 100 ml (pH:7).

Peremajaan Isolat Actinomycetes Endofit (Taechowisan and Lumyong, 2003)


Sebanyak 11 actinomycetes endofit ditumbuhkan pada medium padat ISP2 dalam cawan, selanjutnya
diinkubasi pada suhu 28 0C selama 5 x 24 jam. Koloni actinomycetes endofit dibuat dalam dua tipe kultur
media, yaitu stock culture dan work culture. Stock culture dibuat menjadi serum dan disimpan dalam suhu
dingin - 70 0C, sedangkan work culture dalam ISP2 slant untuk dikerjakan lebih lanjut.
Uji Aktivitas Antibiotik (Simarmata dkk., 2007)
Isolat actinomycetes endofit yang telah diremajakan selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibiotik
pendahuluan untuk mengetahui aktivitas antibiotik yang dihasilkan. Isolat yang telah disimpan dalam ISP2 slant
kemudian ditumbuhkan dalam cawan dan diinkubasi selama 5 x 24 jam pada suhu 28 0C. Biakan tersebut
kemudian diambil menggunakan silinder atau plug berdiameter 6 mm dan diletakan dalam cawan petri berisi
media Nutien Agar (untuk bakteri uji), Potato Dextrose Agar (untuk jamur uji) yang telah di inokulasikan
masing-masing mikroba uji yaitu BioMCC Staphylococcus aureus dan BioMCC Bacillus subtilis (bakteri Gram
positif), BioMCC Pseudomonas aeruginosa dan BioMCC Escherichia coli (bakteri Gram negatif), BioMCC
Candida albicans dan BioMCC niger (jamur).
Jumlah mikroba uji yang digunakan yaitu sel bakteri 106 CFUs/ml, yeast 105 CFUs/ml serta 105
spora/ml untuk kapang. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 0C untuk bakteri uji, 48 jam pada suhu
28 0C untuk yeast dan kapang. Aktivitas antimikroba ditunjukan dengan terbentuknya zona hambat di sekitar
isolat actinomycetes. Zona hambat kemudian diukur dengan menggunkan jangka sorong digital. Isolat yang
memiliki aktivitas antimikroba kemudian dipilih untuk lebih lanjut dilakukan fermentasi.
Fermentasi Antibiotik (Naidenova and Nedialkova, 2005)
Uji aktivitas antibiotik penegasan adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibiotic
yang dihasilkan oleh actinomycetes dalam bentuk ekstrak. Isolat actinomycetes yang memiliki aktivitas
antibiotik kemudian dikultur vegetatif dan fermentatif. Kultur vegetatif menggunakan medium C yang diinkubasi
selama 3 x 24 jam pada suhu 28 0C Selanjutnya dari kultur vegetatif dipindahkan dalam kultur fermentatif yaitu

26

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

medium C. Isolat dari kultur vegetatif dipindahkan sebanyak 10% dari kultur fermentatif kemudian di kocok
selama 4 x 24 jam pada suhu 28 0C.
Ekstraksi (Anansiriwattana et al., 2006)
Senyawa antibiotik diekstraksi dari kaldu fermentasi yang dihasilkan. Kaldu fermentasi dimasukkan
ke dalam tabung sentrifuge masing-masing sebanyak 100 ml. Tambahkan 100 ml butanol dan etil asetat, kocok
selama 1 jam 250 rpm. Sentrifugasi selama 15 menit, 3000 rpm hingga terpisah menjadi supernatant dan
biomassa. Supernatan yang telah dipisahkan kemudian dipekatkan menggunakan rotari evaporator atau dapat
pula menggunakan konsentrator. Labu ataupun tabung yang akan digunakan pada saat pemekatan harus
diketahui terlebih dahulu berat awalnya. Sehingga berat ekstrak dalam labu maupun tabung yang sudah
dipekatkan dapat diketahui dengan menghitung selisih beratnya. Ekstrak yang sudah peroleh kemudian
dilarutkan menggunkan metanol dengan konsentrasi 20.000 ppm.
Uji Aktivitas Antibiotik Penegasan (Chrisnayanti dkk., 2008)
Uji aktivitas dilakukan menggunakan metode kertas cakram (Kirby Baur). Masing masing ekstrak
yang telah dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 20.000 ppm kemudian diteteskan sebanyak 10 l pada
kertas cakram berdiameter 6 mm. Media Nutien Agar (untuk bakteri uji) dan Potato Dextrose Agar (untuk jamur
uji) yang telah di inokulasikan masing-masing mikroba uji yaitu BioMCC Staphylococcus aureus dan BioMCC
Bacillus subtilis (bakteri Gram positif), BioMCC Pseudomonas aeruginosa dan BioMCC Escherichia coli
(bakteri Gram negatif), BioMCC Candida albicans dan BioMCC Aspergillus niger (jamur) dengan konsentrasi
untuk bakteri 106 CFUs/ml, yeast 105 CFUs/ml serta 105 spora/ml untuk kapang. Sebelum diinkubasi cawan
petri didifusikan dalam refrigerator selama 2 jam. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 0C untuk
bakteri uji, 48 jam pada suhu 28 0C untuk yeast dan kapang kemudian amati dan diukur zona hambatnya.
KLT (Kromatografi Lapis Tipis) (Setianingsih, N. 2002)
KLT dilakukan dengan cara meneteskan 10 l ekstrak kasar pada lempeng silika yang berukuran 0,6 x 8
cm, kemudian dielusikan dengan menggunakan eluen yang dapat menggunakan campuran dari metanol, etil
asetat, butanol, dan hexana. Setelah dielusikan, bercak yang terbentuk dapat dilihat di bawah sinar UV (Lamag
UV- cabinet) dengan panjang gelombang 254 nm atau 366 nm.
Nilai Rf (Retention factor) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :

Rf =

Jarak perpindaha n bercak dari titik awal


Jarak l int asan pelarut dari titik awal

Hasil KLT kemudian di cocokan dengan control positif yaitu dengan mengetahui masing-masing nilai Rf nya.
3.

Hasil Dan Pembahasan

Uji Aktivitas Antibiotik

27

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Sebanyak 8 isolat actinomycetes endofit yang diperoleh dari hasil isolasi berbagai tanaman obat di
Indonesia dapat tumbuh pada medium ISP2 padat. Hasil pengujian aktivitas antibiotik pada 8 isolat
actinomycetes endofit ternyata hanya menghasilkan beberapa isolat saja yang aktif terhadap 6 mikroba uji. Uji
aktivitas antibiotik dilakukan untuk mengetahui kemampuan actinomycetes endofit dalam menghasilkan
metabolit yang berpotensi sebagai antibiotik. Isolat actinomycetes endofit yang dinyatakan mempunyai aktivitas
antibiotik adalah jika terbentuk zona hambat di sekeliling mikroba uji (Simarmata dkk., 2007).
Tabel Hasil Uji Aktivitas antibiotik isolat actinomycetes endofit
Isolat

Diameter Zona Hambat Pada Mikroba Uji (mm)

Actinomycetes

RP-SR-36.5

RP-PR-19.1

RP-SR-35.9

19.79

RP-SR-23.4

12.03

13.05

RP-PR-34.1

14.64

19.61

RP-PR-37.2

15.34

23.25

RP-SR-7.7

9.39

8.25

RP-SR-14.2

13.44

12.87

No

Keterangan :
1. Bio MCC Aspergillus niger
2. Bio MCC Candida albican
3. Bio MCC Bacillus subtilis
4. Bio MCC Staphylococcus aureus
5. Bio MCC Pseudomonas aeroginosa
6. Bio MCC Eschericia coli
Senyawa penghambat atau antibiotik yang dihasilkan oleh actinomycetes endofit merupakan salah
satu mekanisme untuk menghambat mikroorganisme lain yang berkompetisi dengan isolate tersebut dalam
mendapatkan nutrisi (Madigan et al., 1997). Hasil uji aktifitas antibiotik didapatkan 6 isolat memperlihatkan
aktivitas antibiotik terhadap mikroba uji yang berbeda. Sebanyak 2 isolat memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan BioMCC Staphylococcus aureus, 4 isolat menghambat pertumbuhan BioMCC Aspergillus niger,
dan hanya 4 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan BioMCC Candida albicans. Sedangkan 2 isolat tidak
menunjukan aktivitas penghambatan pada 6 mikroba uji.
Isolat actinomycetes endofit yang tidak menunjukkan aktivitas antibiotic kemungkinan memiliki
senyawa aktif antibiotik namun jumlahnya kecil atau memiliki senyawa aktif dengan potensi yang lain (Son and
Cheah, 2002).
Ektraksi
Dari hasil uji pendahuluan aktifitas antibiotik dilakukan seleksi isolat endofit actinomycetes yang
memiliki aktifitas yang lebih baik ternyata yang di pilih 3 isolat dan kemudian di ekstraksi dengan menggunakan
dua pelarut yang berbeda yaitu butanol dan etil asetat. Adapun isolat yang dipilih dan menunjukkan aktivitas

28

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

penghambatan yang besar terhadap mikroba uji yaitu RP-PR-34.1, RP-PR-37.2, dan RP-SR-14.2. Ternyata
perbedaan pelarut sangat berpengaruh terhadap hasil ekstraksi, dari penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan
antara pelarut butanol dan etil asetat. Isolate yang di ekstraksi dengan menggunakan pelarut butanol memiliki
hasil ekstraksi dengan berat yang lebih tinggi di bandingkan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Tetapi hasil
ekstraksi tiap isolate mempunyai tingkat kepolaran yang berbeda-beda.
Tabel hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut Butanol dan Etil asetat
Isolate

Pelarut

Berat tabung

Berat total

Berat isi

Rp-PR-34.1

Butanol

11.536

11.738

0.202

Etil asetat

11.330

11.432

0.102

Butanol

11.328

11.507

0.179

Etil asetat

11.328

11.407

0.079

Butanol

11.134

11.322

0.188

Etil asetat

11.330

11.455

0.125

RP-PR-37.2
RP-SR-14.2

Uji Penegasan
Dari hasil uji pendahuluan aktifitas antibiotik kemudian dilakukan seleksi isolate endofit
actynomycetes yang memiliki aktifitas yang baik ternyata yang dipilih 3 isolat. Hasil pengujian ekstrak dari 3
isolat actinomycetes endofit yang menggunakan pelarut yang berbeda yaitu RP-PR-34.1, RP-PR-37.2, dan RPSR-14.2 menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap mikroba uji. Data yang diperoleh pada uji penegasan
menunjukkan adanya perbedaan aktivitas antibiotik oleh beberapa isolat dalam membentuk zona hambat. Dari
ketiga isolat dipilih satu isolat yang menunjukan aktifitas terhadap beberapa bakteri uji. Ekstrak dari isolat
actinomycetes endofit yang menunjukkan aktivitas antibiotik pada beberapa mikroba uji,yaitu isolate RP-PR37.2 . Isolat ini mampu menghambat BioMCC C. albican dengan baik pada uji penegasan yaitu dengan
terbentuknya diameter zona hambat mencapai 28,02 mm, Bio MCC Bacillus subtilis 13,85 mm, BioMCC
Staphylococcus aureus 11,83 mm, BioMCC A. niger 17,75 mm. Berdasarkan hasil uji penegasan maka, ekstrak
dari isolat RP-PR-34.1berpotensi penghasil senyawa sebagai bahan baku antibiotik.
Menurut Purwakusumah (1990) selain faktor genetik dari mikroorganisme, produksi antibiotik juga
dipengaruhi oleh kondisi fermentasi yang meliputi pH awal medium, temperatur fermentasi, aerasi dan nutrient.
Komposisi nutrient merupakan faktor utama dalam medium untuk pertumbuhan sel dan biosintesis antibiotik.
Sehingga perbedaan kemampuan tiap isolat dapat terjadi karena nutrient yang dibutuhkan khususnya dalam
biosintesis antibiotik tidak persis sama.

29

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 1. hasil uji penegasan


Tabel 1. hasil uji penegasan

No
1

Isolat

Diameter Zona Hambat Pada Mikroba Uji (mm)

Actinomycetes

Butanol

19.97

27.64

Etil asetat

17.75

28.02

13.85

11.83

Butanol

17.10

27.36

Etil asetat

16.42

27.42

Butanol

Etil asetat

standar

16.80

25.89

28.77

21.76

RP-PR-37.2

RP-PR-34.1

RP-SR-14.2

28.77

Keterangan :
1. Bio MCC Aspergillus niger
2. Bio MCC Candida albican
3. Bio MCC Bacillus subtilis
4. Bio MCC Staphylococcus aureus
5. Bio MCC Pseudomonas aeroginosa
6. Bio MCC Eschericia coli

30

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Prinsip KLT pada dasarnya adalah pemisahan fisikokimia yang melibatkan fase diam dan fase gerak.
Fase diam merupakan lapisan penyerap yang mengandung pengikat dapat berupa silika gel, selulosa, resin dan
magnesium silika. Fase gerak berupa larutan tunggal maupun campuran tergantung pada kepolaran sampel yang
dianalisis serta fase diam yang digunakan (Melliawati, 2006). Pemilihan eluen pada saat KLT dilakukan dengan
mencoba menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya. pelarut pelarut yang di gunakan antara lain:
butanol (non polar), Heksan (non polar), Etil asetat (semi polar), methanol (polar), hasil KLT awal menggunakan
pelarut tunggal yang berbeda menunjukan sifat kepolaran dari ekstrak tersebut, sehingga ekstrak dapat terpisah
dengan sempurna. Masing-masing pelarut menunjukan hasil Rf yang berbeda dan pada pelarut hexan-butanol
menunjukan hasil yang sempurna sehingga butanol-hexan dipilih sebagai palarut/eluen pada KLT ekstrak isolat
RP-PR-37.2. Hasil KLT menggunakan pengembang berupa campuran Butanol : Heksan dengan perbandingan 6
: 4 pada ekstrak RP-PR-37.2 menghasilkan pemisahan dua bercak kromatogram pada lempeng KLT (silika gel)
dengan nilai bercak masing-masing mempunyai Rf = 0,92 cm dan Rf = 0,57 cm. Control positifyang digunakan
pada kormatografi lapis tipis adalah cloramfenicol (yang di hasilkan oleh streptomyces venezeulae,streptomyces
phaeochromogenes van, streptomyces omiyamensis dan chloromyceticus ), Novobiosin (streptomyces niveus),
Cyclohexamide (streptomyces griseus). Sampel kromatografi memiliki Rf yang sama dengan control positf pada
novobiosin yaitu dengan Rf = 0,92cm. Hasil tersebut menunjukan adanya kemiripan ekstrak dari isolate RP-PR37.2 dengan control positif novobiosin. Penentuan untuk meyakinkan bahwa noda fraksi yang aktif hanya terdiri
dari satu komponen dan dapat diketahui struktur senyawanya, maka perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut
dengan menggunakan instrumen lain, misalnya HPLC dan GC-MS (Isnaeni, 1998) dalam istianto (2009).

4.

Kesimpulan.

Berdasarkan atas hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:


1.

Dari uji pendahuluan actinomycetes endofit di dapat 8 isolat yang mengalami daya hambat terhadap
beberapa bakteri uji, setelah di ekstraksi dan di uji penegasan di dapatkan 3 isolat yang mengalami
penghambatan terhadap bakteri ujia kemudian dipilih satu isolate yang mengalami penghambatan terhadap
bakteri uji yang lebih banyak yaitu dengan kode isolate RP-PR-37.2 yang di ekstraksi dengan
menggunakan pelarut etil asetat, setelah di lakukan KLT dan di cocokan dengan control positif
(cloramfenicol, novobiosin, cyclohexamide) ternyata isolat tersebut di duga memiliki kesamaan dengan
novobiosin yaitu dengan mengasilkan nilai Rf yang sama.

2.

Isolat RP-PR-37.2 memiliki hubungan kekerabatan filogenetik yang paling dekat dengan Streptomyces sp.
GU 26387.1.

31

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

DAFTAR PUSTAKA
1.

Anansiriwattana W., S. Tanasupawat, S. Amnuoypol, and K. Suwanborirux. 2006. Identification and


antimicrobial activities of actinomycetes from soils in Samed Island, and geldanamycin from strain PC4
3. Thailand Journals Pharmaceutical. Sci. 30 (2006) 49-56.

2.

Anggia Prasetyoputri dan Ines Atmosukarto 2006. Mikroba Endofit dalam Bio Trend VolI Nomor 2.Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI,Cibinong.

3.

Chrisnayanti, E., D. Dewi., Suyanto., B. Marwoto. 2008. Uji Aktivitas Antimikroba Actinomycetes yang
diisolasi dari Tanaman Obat Berkhasiat. Proseeding kongres ilmiah ISFI XVI 2008.

4.

Istianto, Y. 2009. Identifikasi Actinomycetes Penghasil antibiotik. Universitas Jendral Soedirman


Purwokerto.

5.

Madigan M.T, Martikno J.M dan Parker J. 1997. Biology of Microorganism. Prentice Hall International.
New Jeresey.

6.

Melliawati R., D. N Widyaningrum, A.C. Djohan, H.Sukiman. 2006. Pengkajian Bakteri Endofit Penghasil
Senyawa Bioaktif untuk Proteksi Tanaman. B I O D I V E R S I T A S. Volume 7, Nomor 3. Halaman:
221-224.

7.

Moncheva P., S. Tishkov., N. Dimitrova., V. Chipeva, S. A. Nikolova and N. Bogatzevska. 2002.


Charateristics Of Soil Actinomycetes From Antarctica. Journal Of Culture Collections. Volume 3, pp.3
14.

8.

Nedialkova, D. dan M. Naidenova,. 2004. Screening The Antimicrobial Activity of Actinomycetes Strains
Isolated from Antarctica. Journal of Culture Collections, volume 4, pp. 29-35.

9.

Pessuto J. (1996)Taxol Production in plant cell culture comes of age. Nature Biotechnol. 14: 1083.

10. Purwanto, R. 2008. Peranan Mikroorganisme Endofit sebagai Penghasil Antibiotik.


11. http://www.kabarindonesia.com.
12. Purwakusumah, ED. 1990. Perbandingan Fermentasi antibiotik oleh Streptomyces sp. S-34 dan dua
rekombinasi pada beberapa medium. Tesis Sarjana Biologi. Jurusan Biologi. Institut Teknologi Bandung.
13. Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3, pp : 113 126.
14. Sambrook, J., E.R. Frisch and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning : A Laboratory Mnual. Vol 1 Second
Ed. Cold Spring Harbour Press. Cold Spring Harbour, USA.
15. Satsuma, K., M. Kameshiro, O. Hayashi, K. Sato and Y. Kato. 2006. Characterization of a Nocardiodidesbased, atrazine-mineralizing microbial colony isolated from japanese riverbed sediment. Journals Pestic
science., 31 (4), 420-423.
16. Simarmata, R. S. Lekatompessy, dan H. Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba Endofitik Dari Tanaman Obat
Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Pusat Penelitian
Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, LIPI,Cibinong-Bogor 16911.
17. Son R and Cheah YK.2002. Preliminary Screening of Endophytic Fungi from Medical Plantsin Malaysia
for Antimicrobial and Antitumor Activity. Malaysian Journal of Medical Sciences, 9(2): 2333.

32

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

18. Strobel, G. A and Daisy, B. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Products.
Microbiology And Molecular Biology Reviews, Dec. 2003, p. 491502 Vol. 67, No. 4 10922172/03/$08.00_0 DOI: 10.1128/MMBR.67.4.491502.2003. American Society for Microbiology.
19. Taechowisan,T., J. F. Peberdy and Lumyong, S .2003. Isolation of endophytic actinomycetes from selected
plants and their antifungal activity. World Journal of Microbiology & Biotechnology 19: 381385.

Pertanyaan dan Jawaban.


Nama Penyaji : Harmoko Saputra.
Penanya : Nunung Choiriah.
3.

Bagaimana pengaruh komposisi pada NA dan PDA pada tanda timbulnya bakteri itu tumbuh?.

4.

Bagaimana karakterisasi antibiotik hasil pembuatan dengan antibiotik asli ?

Jawaban :
3.

Pada PDA dan NA bakteri untuk pertumbuhan jamur, Mikroba yang mengalami aktivitas ditunjukkan
dengan adanya zona bening.

4.

Untuk mengetahui antibiotik yang murni dilakukan penelitian lebih lanjut, mungkin dengan adanya HPLC.

Penanya : Teguh S.
1.

Apakah metode uji aktivitas yang dilakukan sama caranya sehingga memperoleh hasil nilai yang mirip
dengan antibiotic jenis Novobiosin?

2.

Mohon parameter-parameter ujinya perlu disajikan!.

Jawaban :
1.

Berdasarkan metoda yang ada sama, hanya untuk mengetahui lebih lanjut digunakan metoda HPLC.

2.

Parameter yang kami gunakan hanya pada mikroba-mikroba yang punya potensi sebagai antibiotik.

33

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENGARUH PENAMBAHAN ( 1 wt%, 3 wt%, 7 wt% ) TEMBAGA ( Cu ) PADA ALUMINIUM


PRODUKSI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM) TERHADAP SIFAT MEKANIK
Oleh : Muhidi *, Djuhana **, Hery Adrial
* Alumni T.Mesin Universitas Pamulang
** Puslit KIM LIPI, Serpong
***BATAN, Serpong
ABSTRAK
Dalam makalah ini membahas tentang pengaruh penambahan tembaga ( cu ) pada aluminium produksi
PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) terhadap sifat mekanik. Material yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Aluminium (Al) murni (INALUM) dan Tembaga (Cu) yang divariasikan. Selanjutnya dilakukan
peleburan dan pencetakan yang sudah berupa Sampel Uji Tarik, Sampel Uji Kekerasan dan Sampel Uji Struktur
Mikro dilakukan pengujian sesuai dengan masing-masing mesin uji yang dibutuhkan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan penambahan Cu (1 wt %, 3 wt%, 7 wt%) pada aluminium, didapat kekuatan tarik
tertinggi rata-rata pada penambahan 7 wt% Cu sebesar 19,73 Kgf/mm, kekerasan tertinggi rata-rata pada
penambahan 7 wt% Cu sebesar 56 BHN.
Kata Kunci : Aluminium, Tembaga, Pengecoran, Dapur Krusibel.

1.

Pendahuluan
Aluminium adalah logam non ferros salah satu produk industri yang penggunaannya sudah semakin luas.

Pemakaian aluminium dari mulai alat untuk rumah tangga sampai untuk pembuatan pesawat terbang. Aluminium
murni kekuatannya masih rendah, mudah teroksidasi, oleh karena itu untuk mendapatkan aluminium dengan
karakteristik sesuai dengan kebutuhan harus dipadu dengan paduan unsur logam yang lain. Penambahan unsur
logam yang lain seperti : tembaga, magnesium, seng dan timah akan meningkatkan sifat mekanik kekuatan dan
ketahanan dengan kondisi laku panas yang berbeda. Peleburan/pengecoran dilakukan pada sebuah tungku/dapur
krussibel dengan bakar briket batu bara. Paduan Al Cu, kandungan Cu dapat meningkatkan kekuatan dan
kekerasan apabila dilakukan proses sepuh tetapi keuletan akan menurun dan ketahanan terhadap korosi kecil.
Penggunaan paduan Al - Cu pada saat ini terutama disebabkan titik lebur eutektiknya yang relatif tinggi,
sehingga amat layak digunakan untuk komponen komponen yang memerlukan perakitan dengan brazing.
Karakteristik lain yang menguntungkan dari paduan ini adalah kekuatan tinggi, mampu mesin, stabilitas dimensi
dan mampu cor. Namun, ketahanan terhadap korosi dan ketahanan terhadap hot tear kecil. Saat ini paduan tuang
komersial Al Cu digunakan untuk komponen penutup (casing) generator, tangkai (frame) kaca mata, peleg
sepeda, motor dan mobil, rangka sepeda dan accesoriesnya, Pulley, roda gigi, komponen mesin perkakas, torque
converter impeller blades dan komponen furnitur. Metode yang dilakukan dalam kegiatan ini dimulai dari
persiapan sarana dan material, persiapan material peleburan dan material balance, persiapan peralatan peleburan,
peleburan dan penuangan, pembuatan sampel/spesimen. pengujian sifat mekanis ( pengujian tarik dan pengujian
kekerasan ) dan pengamatan metalografi. Tujuan adalah mengetahui sifat mekanik kekuatan tarik dan kekerasan
campuran aluminium murni dan tembaga.

34

ISSN 977.2086796.00.2

2.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Teori Dasar
Penggunaan logam aluminium secara murni praktikal adalah terbatas. Kebanyakan aluminium dipadukan

dengan unsur lain untuk memperoleh sifat yang dikehendaki. Berikut ini dipaparkan pengaruh unsur paduan
terhadap aluminium.
Tembaga Copper (Cuprum) adalah unsur kimia dengan lambang atomnya Cu, nomor atomnya 29, massa
atom relatifnya 63,546, kerapatannya 8,96 gram/cm, titik lelehnya 1083 C, titik didihnya 2567 C, berupa
logam kemerahan yang termasuk kedalam golongan I B dari sistem periodik. Dalam senyawa tembaga
membentuk ion kupro Cu+ dan kupri Cu2+. Ion ini mudah direduksi menjadi tembaga. Tembaga tidak mudah
berkarat, mudah ditempa, dan kawatnya mudah ditekuk. Sebagian besar digunakan sebagai logam atau aliase.
Campuran tembaga dan seng menghasilkan kuningan. [1]4
Kandungan Cu pada paduan Al-Cu adalah 2 - 10%. Wujudnya Cu didalam Aluminium meningkatkan
kekuatan dan kekerasan apabila dilakukan proses perlakuan panas (heat treatment). Kekuatan aluminium dapat
meningkat4-6%.
3.

Metodologi Penelitian
Pembuatan paduan dilakukan dengan peleburan dalam dapur krusibel, setelah sebelumnya dilakukan

tahap persiapan pertama yang meliputi menyiapkan material peleburan, bahan bakar briket batu bara dan
peralatan potong material serta timbangan material.
Material peleburan yang dipakai adalah ingot, batangan Al murni dan Cu yang diambil dari potongan
kawat (kabel) yang dipotong dengan ukuran yang seragam. Untuk mencapai komposisi target yang di inginkan,
dilakukan perhitungan material balance dengan perhitungan presentase kehilangan berat setiap unsur yang di
masukan, kehilangan saat peleburan 0.
Adapun berat paduan Al + Cu pada tiap-tiap peleburan seberat 7 Kg (100 %) : 99 % Al, 1 % Cu (6930
gram Al, 70 gram Cu), 97 % Al, 3 % Cu (6790 gram Al, 210 gram Cu), 93 % AL, 7 % Cu (6510 gram Al, 490
gram Cu), dan 100 % Al, (Al murni)
Tahap tahap yang dilakukan selama proses peleburan dan penuangan adalah:
1.

Pemasukan umpan peleburan I.


Umpan yang di masukkan adalah ingot Al murni. Umpan di susun dengan umpan umpan yang
berukuran besar dan di letakan pada bagian bawah kowi agar dihasilkan peleburan yang merata.

2.

Penyalaan Dapur, bahan bakar briket batu bara disusun pada sekeliling

dan bagian bawah dan sekeliling

kowi hingga mencapai 5 Kg, kemudian briket batubara dinyalakan dengan bantuan minyak solar,
selanjutnya untuk mempercepat proses briket batubara menjadi bara api, maka digunakan blower
(hembusan angin).
3.

Pemasukan umpan peleburan II.


Umpan yang dimasukkan berupa Cu yang didapat dari kawat tembaga yang dipotong-potong dengan
ukuran yang seragam. Ingot Al murni melebur pada temperature 550 560 C dan pada temperatur 660
C unsur Cu dimasukkan yaitu dengan menaburkan potongan-potongan Cu secara merata pada permukaan
Al yang telah mencair dilakukan dengan bertahap, kemudian dilakukan pengadukkan secara merata agar

35

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Cu dapat cepat larut. Terak yang terbentuk dibuang dengan penyiduk terak sebelum melakukan
penuangan agar terak tidak ikut masuk kedalam cetakan yang dapat menyebabkan terjadinya cacat coran.
4.

Penuangan dilakukan setelah terak yang terbentuk dibuang. Penuangan dilakukan pada temperatur sekitar
750 C dengan waktu dan jarak penuangan diusahakan konstan.

Cetak Spesimen
Cetakan yang di gunakan adalah cetakan logam yang sudah sesuai dengan standar JIS H 5202 (sesuai
ISO 2378) yang sudah berupa sampel uji tarik, dalam cetakan terdiri dari dua buah sampel uji tarik.
Pengujian dan Pemeriksaan
Pengujian tarik dilakukan dengan cara menguji spesimen hingga putus, kemudian nilai gaya dapat dibaca
pada display alat ukur gaya. Pengujian kekerasan menggunakan metode uji pantul merk alat uji pantul
EQOUTIP. Hasil dari nilai kekerasan LD dikonversi pada metode kekerasan Brinell.
Langkah langkah dalam pengamatan struktur mikro dimulai dengan melakukan penggerindaan,
pemolesan yang menggunakan serbuk alumina, lalu dilanjutkan dengan dietsa dan dilakukan pengamatan dengan
mikroskop metalurgi.
4.

Hasil Dan Pembahasan

Pengujian Tarik
Dari data hasil pengujian tarik kemudian dihitung tegangan tarik dan regangan dapat dilihat pada tabel
dibawah

ini:

36

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Hasil Perhitungan Pengujian Tarik


Kekuatan Tarik
No.

1
2
3
4

Sampel

Sampel
Al Murni
(INALUM)

F
kgf / mm 2
A

Kekuatan Tarik
Rata-rata
(Kgf/mm)

9,09
8,44
8,12

Regangan

L
100%
L0
(%)

8,765

46,4
39
49,54

12,99

24,11

Sampel

10,39

1 wt% Cu

12,66

12,26

5,70
14,56

12,99

22

17,86

13,09

Sampel

17,47

3 wt% Cu

17,21

17,52

10.92
11,77

17,53

11,42

18,19

4,17

Sampel

19,16

7 wt% Cu

20,14

21,44

()
Rata-rata
(%)

32,7

9,41

Regangan

19,73

3,00
6,27

41,91

16,6

11,8

4,983

6,49

37

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1. Pada sampel uji Al murni (INALUM), kekuatan tarik rata-rata 8,765 kgf/ mm. Regangan rata-rata didapat
41,91 %.
2.

Pada sampel uji Al-1 wt% Cu, kekuatan tarik rata-rata 12,26 kgf/mm. Prosentase kenaikkan kekuatan
tarik rata-rata Al 1 wt% Cu terhadap Al-murni 39,874 %. Regangan rata-ratanya adalah 16,6 %,
penurunan regangan terhadap Inalum, 25,31 %.

3.

Pada sampel uji Al-3 wt% Cu, kekuatan tarik rata-rata 17,52 kgf/mm. Prosentase kenaikkan kekuatan
tarik Al-3 wt% Cu terhadap Al-1 wt% Cu adalah 42,9 %. Regangan rata-ratanya adalah 11,8 %,
Penurunan regangan terhadap Al-1 wt% Cu, 4,8 %.

4.

Pada sampel uji Al-7 wt% Cu, kekuatan tarik rata-rata 19,73 kgf/mm. Prosentase kenaikkan kekuatan
tarik Al-7 wt% Cu terhadap Al-3 wt% Cu adalah 12,6 %. Regangan rata-ratanya adalah 4,983 %,
Penurunan regangan terhadap Al-3 wt% Cu, 6,817 %.
25
17.52

Kgf/mm 2

20
12.26

15
10

19.73

8.765

5
0
INALUM 1 w t% Cu 3 w t% Cu 7 w t% Cu

Regangan (  ) (%)

Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata Al murni (INALUM) dan masing-masing Penambahan unsur Cu

50 41.9
40
30
16.6

20

11.8
4.98

10
0
INALUM

1 w t%
Cu

3 w t%
Cu

7 w t%
Cu

Gambar 6. Grafik Prosentase Regangan Rata-rata Al murni (INALUM)


Tabel 4.6. Hasil Pengujian Kekerasan AL Murni (INALUM)
Sampel (1)

Rata-rata Kekerasan

Sampel (2)

Sampel (3)

Sampel (4)

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

244

41

244

41

244

41

200

30

244

41

250

42

250

42

200

30

244

41

254

43

254

43

200

30

42

42

30

sampel (BHN)
Rata-rata Kekerasan

39

Al murni (BHN)

38

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 4.7. Hasil Pengujian Kekerasan Al-1 wt% Cu


Sampel (1)

Sampel (2)

Sampel (3)

Sampel (4)

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

210

33

244

37

260

45

235

39

210

33

250

38

265

47

240

40

219

35

254

43

263

46

238

39

Rata-rata Kekerasan

34

39

46

39

Sampel (3)

Sampel (4)

sampel (BHN)
Rata-rata Kekerasan

40

Al-1wt % Cu (BHN)

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kekerasan Al-3 wt% Cu


Sampel (1)

Sampel (2)

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

266

47

260

45

252

43

250

42

262

45

263

46

248

42

261

46

260

45

265

47

246

41

257

44

Rata-rata Kekerasan

46

46

42

44

Sampel (3)

Sampel (4)

sampel (BHN)
Rata-rata Kekerasan Al-3
wt % Cu (BHN)

45

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kekerasan Al-7 wt% Cu


Sampel (1)

Rata-rata Kekerasan

Sampel (2)

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

LD

BHN

295

55

338

69

243

41

318

62

230

37

337

69

241

40

328

65

290

56

330

66

249

42

329

66

49

68

41

64

sampel (BHN)
Rata-rata Kekerasan Al-

56

7wt % Cu (BHN)

39

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Pada sampel uji Al murni (INALUM), diperoleh kekerasan rata-rata 39 BHN.

2.

Pada sampel uji Al-1 wt% Cu, diperoleh kekerasan rata-rata 40 BHN.

3.

Pada sampel uji Al-3 wt% Cu, diperoleh kekerasan rata-rata 45 BHN.

4.

Pada sampel uji Al-7 wt% Cu, diperoleh kekerasan rata-rata 56 BHN.

56

60
50

39

40

45

HB

40
30
20
10
0
INALUM 1 w t% Cu 3 w t% Cu

7 wt %
Cu

Gambar 7. Grafik Pengujian Kekerasan Rata-rata Al murni (INALUM) dan masing- masing Penambahan
Unsur Cu
Pengujian/Pengamatan Struktur Mikro
Untuk menampakkan karakteristik struktur logam benda uji dilakukan proses etsa pada permukaan
benda yang akan diuji. Etsa berupa HNO 3, 50 % akan bereaksi dan melarutkan

bagian-bagian tertentu,

sehingga secara mikro permukaan mengalami pengkorosian.

40

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 8. Pengujian Mikro Struktur Al Murni (INALUM)


Pembesaran 500 X, Etsa NaOH 50 % dicampur Aquades

Gambar 9. Pengujian Mikro Struktur Al-1 wt% Cu


Pembesaran 500 X, Etsa NaOH 50 % dicampur

Gambar 10. Pengujian Mikro Struktur Al-3 wt% Cu


Pembesaran 500 X, Etsa NaOH 50 % dicampur Aquades

Gambar 11. Pengujian Mikro Struktur Al-7 wt% Cu


Pembesaran 500 X, Etsa NaOH 50 % dicampur Aquades

41

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dari hasil foto strktur mikro, bahwa pada Al murni (INALUM) dapat dilihat pada gambar 4.1, terlihat
partikel-partikel berbentuk panjang-panjang (bercabang) seperti kolom akibat adanya perbedaan kecepatan
pembekuan. Selama proses pembekuan berlangsung inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam coran mendingin
lebih lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran. Kristal
berbentuk dendritik dan tumbuh secara radial pada arah yang sama dengan aliran panas. Setelah penambahan 1
wt% Cu, (gambar 4.2, ) terlihat adanya perbedaan bentuk kristal pada batas butir, atom-atom Cu yang memiliki
diameter atom dan struktur elektron yang berbeda dari atom-atom aluminium menciptakan gangguan pada kisikisi aluminium pada tingkat yang berbeda-beda pula. Atom-atom Cu berada dalam larutan atau mengendap
dengan distribusi yang tidak merata. Morfologi kristal kolumnar (dendritik). Pada penambahan 3 wt% Cu
(gambar 4.3) terlihat atom-atom Cu berbentuk memanjang yang terputus pada batas butir dan terjadi berbedaan
ukuran relatif dendritik dan

terdistribusi tidak merata. Pada penambahan 7 wt% Cu nampak atom-atom Cu

terdistribusi hampir merata morfologi kolumnar dan dendritik.


5.

Kesimpulan
Pada Al murni kekuatan

tarikrata-rata 8,765 Kgf/mm, pada penambahan 1 wt% Cu kekuatan tarik

rata- rata 12,26 Kgf/mm, pada penambahan 3 wt% Cu kekuatan tarik rata-rata 17,52 Kgf/mm dan pada
penambahan 7 wt% Cu kekuatan tarik rata-rata 19,73 Kgf/mm.
Prosentase regangan rata-rata yang paling besar adalah Al murni 41,91 % dan yang paling kecil adalah
pada penambahan 7 wt% Cu yaitu 4,983 %. Sedangkan pada penambahan 1 wt% Cu adalah 16,6 % dan pada
penambahan 3 wt% Cu adalah 11,8%.
Pada Al murni (INALUM) diperoleh Rata-rata kekerasan 39 BHN dengan penambahan 1 wt% Cu
diperoleh 40 % BHN, 3 wt% Cu diperoleh 45 BHN dan 7 wt% Cu diperoleh 56 BHN.
Kekerasan rata-rata tertinggi adalah pada penambahan 7 wt% Cu dan terendah pada Al murni. Peningkatan
kekerasan dan kekuatan tarik pada penambahan 7 wt% Cu cukup besar tapi prosentase regangannya kecil, berarti
bahwa paduan Al-Cu penambahan 7 wt% Cu getas.
Penambahan Cu juga mempengaruhi struktur mikro, dimana makin banyak penambahan unsur Cu,
nampak pula atom-atom Cu bertambah banyak mengendap pada kisi-kisi aluminium dan terdistribusi tidak
merata.
Tingkatan komposisi prosentase penambahan unsur Cu yang baik untuk Aluminium paduan dapat dilihat
pada diagram fasa. Batas fasa Alpha yang kaya akan Cu terhadap garis eutektik dan garis liquidus pada
komposisi Cu 5,6 wt% dan larutan Cu akan berdifusi pada larutan Aluminium dan menghasilkan larutan
Alpha+Al. Jika lebih dari komposisi

tersebut, maka

larutan CuAl2 akan bersenyawa, sehingga akan

menghasilkan paduan yang rapuh (getas).


Komposisi yang baik untuk paduan Aluminium, yaitu Aluminium lebih dari 90 %, Cu, 1 % sampai
dengan 4 %, dan ditambah dengan paduan yang lain.

42

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1. American Society for Metals, Aluminium, Properties and Physical Metallurgi(Edisi Jhon E. Hatch)
2.

Sriati Djapri, Teknologi Mekanik, Erlangga Jakarta,1990

3.

Lawrence H. Van Vlack, Prof. DR, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi kelima, Alih bahasa Ir. Sriati
Djapri, ME, Mmet, Penerbit Erlangga Jakarta, 1992.

4.

William F. Smith, Principles of Materials Science and Engineering (Second Edition)

5.

http://gregoriusagung.wordpress.com/2009/11/22/ujiuji-kekerasan-dan-jomny test diakses 2 Januari 2010.

6.

http://aluminiumdanplastik.blogspot.com/2008/04/aluminium.htm, diakses pada 5 Januari 2010.

7.

http://www.world-aluminium.org diakses 25 Desmber 2009.

8.

Tata Surdia, Prof. Ir. Ms. Met E dan Chenji Chijiwa, Prof. Dr, Teknik Pengecoran Logam, PT. Pradnya
Paramita Jakarta, 1986.

9.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB Press. Bandung.

43

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

FERMENTASI ETANOL MENGGUNAKAN GULA HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS TEPUNG


EMPULUR BATANG SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) MENGGUNAKAN BEBERAPA Saccharomyces
cerevisiae sp.
Rudiyono
Teknik Kimia - Fakultas Teknik - Universitas Pamulang
ABSTRAK
Penggunaan energi berbasis fosil semakin mendapatkan tantangan karena isu pemanasan global yang
diakibatkannya. Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat menggantikan minyak
bumi. Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat.
Tanaman sagu telah dikenal sebagai tanaman penghasil karbohidrat tertinggi bila dibandingkan dengan sumber
karbohidrat yang lain. Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan etanol dengan konsentrasi
tertinggi dari hasil hidrolisis secara enzimatis tepung empulur batang sagu menggunakan beberapa
Saccharomyces cerevisiae sp. Galur tersebut antara lain Saccharomyces cerevisiae ATCC
9763,
Saccharomyces cerevisiae KDR, Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI, Saccharomyces cerevisiae Probiotik
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Fermentasi dilakukan selama 48 jam. Hasil penelitian
menunjukkan kadar gula pereduksi hasil hidrolisis enzimatis sebesar 62,7% (b/v), dengan kadar glukosa awal
pada proses fermentasi sebesar 6,08% (b/v). Galur Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI pada waktu fermentasi 36
jam menghasilkan etanol dengan konsentrasi tertinggi yaitu sebesar 2,01% (v/v).
Kata Kunci : Bioetanol, sagu, Saccharomyces cerevisiae, fermentasi, hidrolisis enzimatis .
1.

Pendahuluan
Kebutuhan energi dunia termasuk Indonesia di dalamnya semakin meningkat dari tahun ketahun. Lebih

dari 80 % kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi dan gas alam
(Gozan, 2007). Penggunaan energi berbasil fosil semakin mendapatkan tantangan karena isu pemanasan global
yang diakibatkannya (Puspitasari, 2009).
Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat menggantikan minyak bumi.
Dalam kurun waktu 2007-2010, pemerintah menargetkan mengganti 1,48 miliar liter bensin dengan bioetanol
sesuai peraturan pemerintah No. 5/2006. Diperkirakan kebutuhan bioetanol akan meningkat 10 % pada tahun
2011-2015, dan 15 % pada 2016-2025. Pada kurun waktu 2007-2010 selama 3 tahun pemerintah memerlukan
rata-rata 30.833.000 liter bioetanol per bulan. Saat ini bioetanol baru dapat dipasok sebanyak 137.000 liter tiap
bulannya (0,4 %). Hal ini berarti tiap bulan pemerintah kekurangan pasokan 30.696.000 liter bioetanol sebagai
bahan bakar (Nurianti, 2007 dalam Bustaman, 2008).
Potensi areal sagu di Indonesia sangat luas sekitar 1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha total areal
sagu dunia. Areal sagu ini terpusat di Papua dengan luas sekitar 90% dari luas areal sagu Indonesia (Budianto,
2003;). Untuk itu tanaman sagu memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku pembuatan etanol.
Proses hidrolisa untuk memproduksi monomer-monomer gula dari selulosa dan hemiselulosa dapat
berlangsung melalui proses hidrolisa asam encer, asam pekat maupun enzimatik (Anonim1, 2009). Hidrolisa
enzimatik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan hidrolisis asam yaitu kondisi hidrolisis yang
lunak, hasil hidrolisis tinggi (Taherzadeh dan Karimi, 2006 dalam isroi), konversi lebih tinggi , menghasilkan
produk samping yang minimal, kebutuhan energi dan kondisi operasi yang relatif lebih rendah (Ikhsan, dkk).

44

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Mikroorganisme yang banyak digunakan dalam fermentasi gula menjadi etanol adalah dari jenis
Saccharomyces cerevisiae yang mampu hidup dalam keadaan konsentrasi alkohol (etanol) yang tinggi, memiliki
hasil dan tingkat fermentasi etanol yang juga tinggi (Rouhollah,et al., 2007).
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan Saccharomyces
cerevisiae sp. dari berbagai galur dan sumber serta pemanfaatan sagu untuk produksi etanol dengan hidrolisis
secara enzimatis.
Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui proses hidrolisis enzimatis tepung empulur batang sagu
untuk menghasilkan gula yang bisa dikonversi oleh Saccharomyces cerevisiae sp. menjadi etanol.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan etanol dengan konsentrasi tertinggi dari hasil
hidrolisis secara enzimatis tepung empulur batang sagu menggunakan beberapa Saccharomyces cerevisiae sp.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi produsen etanol tentang sumber
karbohidrat dari empulur batang sagu yang dihidrolisis secara enzimatis dan selanjutnya dapat difermentasi oleh
Saccharomyces cerevisiae sp. menjadi etanol. Serta memberikan sumbangan informasi bagi para peneliti dalam
meningkatkan pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam di Indonesia.
Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Analitik Balai Pengkajian
Bioteknologi BPPT, Kawasan PUSPIPTEK Serpong.
2.Landasan Teori
Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat
(Judoamidjojo dkk., 1992). Sagu merupakan tanaman yang dapat memberikan produksi karbohidrat tertinggi bila
dibandingkan dengan sumber karbohidrat yang lain. Dalam setiap 100 gram sagu terkandung 85,9 gram
karbohidrat, sedangkan pada beras sebesar 80,4 gram, jagung 71,7 gram, singkong 23,7 dan kentang 23,7 gram
(Budianto, 2003). Batang sagu merupakan bagian yang terpenting, karena merupakan tempat penyimpanan pati
atau karbohidrat. Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur
yang mengandung serat dan pati (Haryanto dan Pangloli, 1992). Kandungan pati (karbohidrat) tersimpan di
dalam batang (Bustaman, 2008).
Pati sagu dalam setiap 100 gram terkandung 85,9 gram karbohidrat, 1,4 gram protein, 0,2 gram lemak, 15
mg Ca, dan 1,4 mg Fe serta menghasilkan 357 kalori (Budianto, 2003). Pati sagu mengandung 27% amilosa dan
73% amilopektin sehingga bersifat lebih lekat. Pati diperoleh dari hasil ekstraksi yang kemudian menghasilkan
ampas serta serat lain (Yasin, 2003).
Proses hidrolisa untuk memproduksi monomer monomer gula dari selulosa dan hemiselulosa dapat
berlangsung melalui proses hidrolisa asam encer , asam pekat maupun enzimatik.(Anonim1, 2009). Hidrolisis
menggunakan asam dapat dilakukan dengan menggunakan asam lemah ataupun asam kuat. Asam kuat yang
sering digunakan antara lain asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4). Asam lemah yang digunakan misalnya
asam sulfida (H2S) (Winarno, 1983).
Hidrolisis secara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim hidrolase berupa enzim amilase, hemiselulase, selulase, dan amiloglukosidase (Gerhartz, 1990 dalam Supitasari, 2008). Hidrolisis
hemiselulosa akan menghasilkan unit gula yang dapat dibagi menjadi kelompok pentosa dan heksosa. Unit gula
pentosa meliputi silosa dan arabinosa. Unit gula heksosa meliputi glukosa, galaktosa, manosa dan sedikit

45

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ramnosa (Taherzadeh dan Karimi, 2007). Unit gula pentosa maupun heksosa yang didapat dipergunakan dalam
proses fermentasi pembuatan etanol.
Gelatinisasi berperan untuk memudahkan kerja enzim dalam menghidrolisis subtrat (Muchtadi dkk.,
1992). Menurut Supitasari (2008), Konsentrasi gula pereduksi optimum terjadi pada temperatur 110C. Proses
hidrolisa bertujuan untuk memecahkan ikatan dan menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulose serta
merusak struktur kristal selulose menjadi senyawa gula sederhana (sun dan Cheng, 2002 dalam Rachmaniah
et.al. )
Proses hidrolisis dengan enzim dibagi menjadi tiga tahapan, yang pertama adalah likuifikasi, yaitu proses
pencairan gel tepung empulur sagu dengan menggunakan enzim -amilase (Judoamidjojo dkk., 1992). Tahap
kedua adalah hidrolisis hemiselulosa menggunakan enzim hemiselulase. Tujuan pemberian enzim hemiselulase
adalah untuk mengubah hemiselulosa menjadi unit gula yang lebih sederhana baik berupa unit gula heksosa
maupun unit gula pentosa. Kemudian dilanjutkan dengan sakarifikasi, yaitu pemecahan hasil likuifikasi menjadi
glukosa dengan menggunakan enzim amiloglukosidase (Judoamidjojo dkk., 1992).
Fermentasi gula-gula sederhana menjadi etanol biasanya dilakukan oleh mikroorganisme dari kelompok
bakteri, khamir dan kapang (Lynd, 1996 dalam Isroi). Jenis Khamir (yeast) yang umum digunakan dalam
industri pembuatan minuman beralkohol, gliserol dan enzim invertase adalah Saccharomyces cerevisiae.
Sebagian besar yeast tidak memproduksi etanol sebanyak yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae (Balia,
2004)
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi etanol dengan menggunakan yeast.
Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim Zimase dan Invertase. (Judoamidjojo dkk., 1992). Enzim
invertase digunakan untuk mengkonversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dilanjutkan dengan enzim
zimase, untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol dan CO2 (Bahl dan Arun, 1979). Reaksinya adalah sebagai
berikut:
Inversi
C12 H22 O11 + H2O

Zimase

C6 H12 O6

C6 H12 O6 +

C6 H12 O6

2 C2 H5 OH + 2 CO2

Pada dasarnya fermentasi yang terjadi pada gula seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan maltosa tersebut
dirubah menjadi etanol dan CO2. Disamping itu juga terbentuk hasil akhir fermentasi yang berupa asam asetat,
ester, dan asetaldehida yang diproduksi oleh beberapa yeast (Balia, 2004). Peningkatan kosentrasi etanol
menunjukkan kadar glukosa yang semakin berkurang dan pembentukan produk samping (Gozan, 2007).
Kosentrasi pada setiap metabolit yang dihasilkan Saccharomyces cerevisiae sangat dipengaruhi oleh strain dari
yeast dan faktor faktor lingkungan seperti ketersediaan oksigen, temperatur dan komposisi kimia dari zat untuk
pertumbuhannya (Balia, 2004).
Fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan etanol 0,32 g/L per gram glukosa
(atau sebesar 62%) dengan konsentrasi etanol 14,25 g/L dan produktivitas etanol adalah 0,88g/L/jam (Rouhollah
et al., 2007))

46

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

3.Metodologi Penelitian
Bahan utama berupa empulur batang sagu.

Mikroorganisme yang digunakan adalah galur

Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763, Saccharomyces cerevisiae KDR, Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI,
Saccharomyces cerevisiae Probiotik. diperoleh dari Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT. Bahan lainnya
antara lain : enzim -amilase, enzim amiloglukosidase, enzim hemiselulose, enzim selulosa, glukosa
monohydrate, HCl, NaCl, NaOH, (NH4)2SO4, peptone, pereaksi DNS, larutan standar etanol, asam laktat, asam
acetate, Potato dextrose Agar (oxoid), dan Yeast Extract (oxoid).
Alat yang digunakan antara lain: autoklaf, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Waters
1525 EF (Aminex HPX-87H), laminar air flow, mikropipet, neraca analitik,

Shaker, pH meter,

Spektrofotometer merk UV-160A SHIMADZU dan Water Bath Shaker.


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif yang dilakukan di laboratorium.
Gula yang digunakan sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi adalah hasil hidrolisis enzimatis tepung
empulur batang sagu. Sebelumnya tepung empulur batang sagu digelatinisasi dengan konsentrasi empulur 10%
(b/v).
Tahap hidrolisis terbagi menjadi tiga proses, yaitu likuifikasi, hidrolisis hemiselulosa dan sakarifikasi.
Proses likuifikasi menggunakan enzim -amilase, hidrolisis hemiselulosa dilakukan dengan menggunakan enzim
hemiselulase, sedangkan sakarifikasi menggunakan kombinasi enzim selulase dan enzim amiloglukosidase.
Hasil hidrolisis kemudian disentrifuse dan disaring, diperoleh hidrolisat tepung empulur batang sagu yang
digunakan untuk proses fermentasi etanol. Parameter yang diukur pada tahap ini adalah Konsentrasi gula
pereduksi.
Parameter yang diukur pada tahap fermentasi adalah konsentrasi etanol yang dihasilkan, kosentrasi
glukosa, konsentrasi gula pereduksi sisa, perubahan pH selama fermentasi, kosentrasi asam asetat dan
konsentrasi asam laktat.
Proses Fermentasi
Masing-masing galur Saccharomyces cerevisiae sp. terlebih dahulu diremajakan dan diperbanyak pada
Potato Dextrose Agar (PDA) agar miring. Khamir ini diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan pada medium
agar miring tersebut dengan cara digesek pada medium secara aseptik. Kemudian biakan diinkubasi pada suhu
280C selama 24 jam.
Pembuatan starter diawali dengan penyediaan suspensi mikroba yang dibuat dengan cara menambahkan
2 ml larutan NaCl fisiologis steril ke dalam agar miring. Kemudian 1 ml suspensi [1% (v/v)] dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi medium starter hingga volume akhir mencapai 100 ml. Kemudian
diinkubasi pada suhu 28-300C selama 20 jam menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 150 rpm. Medium
starter menggunakan Potato Dextrose Yeast (PDY) dengan komposisi glukosa 20 gr/lt; yeast ekstrak 5 gr/lt; dan
ekstrak kentang 20% 1 lt pada pH 5,6 0.2.
Sebelum proses fermentasi, gula hasil hidrolisis enzimatis tepung empulur batang sagu yang akan
digunakan sebagai subtrat fermentasi dimasukkan nutrisi tambahan ammonium sulfat [(NH4)2 SO4 ] sebanyak 40
gr/lt dan Peptone 10 gr/lt dengan pH optimum sesuai dengan mikroorganisme fermentatif yang digunakan, yaitu
5.0. Selanjutnya substrat fermentasi sebanyak 90 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

47

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Rancangan penelitian untuk fermentasi oleh masing-masing galur Saccharomyces cerevisiae ATCC
9763,

Saccharomyces cerevisiae KDR, Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI, Saccharomyces cerevisiae

Probiotik. adalah sebanyak 10% [v/v (10ml)] starter dimasukkan ke dalam substrat fermentasi sehingga volume
total menjadi 100 ml. Substrat fermentasi tersebut kemudian diinkubasi sambil dikocok (shake-incubation) pada
suhu 28-300C selama 48 jam dengan kecepatan agitasi 150 rpm. Selama inkubasi, sampel sebanyak 7,5 ml
diambil secara aseptik dalam laminar airflow setiap 12 jam (12; 24; 36 dan 48 ).
Konsentrasi etanol, glukosa, asam asetat dan asam laktat diukur menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Kondisi HPLC yang dipergunakan:
Kolom
Sampel inject

: Biorad Animex HPX-87H


: 10l

Fase gerak
Flow rate

: 0, 008 N H2SO4
: 0,6 ml/menit

Temperatur kolom dan detektor

: 35 0 C

Detektor

: RI WATERS 2414 dan


PDA WATERS 2966

Pompa

: Waters 1525 EF

Standar etanol, asam asetat dan asam laktat

: 0.5 % (v/v)

Standar glukosa

: 0.6 % (b/v)

Metode yang digunakan untuk mengukur konsentrasi gula pereduksi adalah metode DNS (Apriyantono,
1989). Pertama sampel diambil dan diencerkan sesuai dengan perkiraan konsentrasi gula pereduksi yang
terdapat dalam sampel. Sampel yang telah diencerkan ini diambil sebanyak 1 ml, kemudian tambahkan 3 ml
pereaksi DNS, dihomogenkan dengan vorteks, dan diinkubasi pada penangas air bertemperatur

100C

selama 5 menit. Selanjutnya didinginkan dalam penangas es dan dilakukan pengukuran konsentrasi gula
pereduksi dengan cara dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550
nm. Sebagai blanko dibuat sama seperti prosedur ini kecuali sampel diganti dengan akuades. Kurva standar
dibuat dari larutan glukosa standar 200, 300 dan 400 ppm dengan cara seperti prosedur penetapan sampel.
Bila sampel yang akan diuji keruh, maka sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit.
Supernatan diambil sebagai sampel untuk penetapan gula pereduksi.
Kadar keasaman atau pH diukur dengan menggunakan pH meter. pH meter yang akan digunakan
terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7. Selanjutnya probe dicelupkan dengan posisi
tegak pada medium atau substrat yang akan diukur pHnya. Setelah probe dicelupkan dan ditunggu beberapa
saat, maka pH meter akan menunjukkan nilai pH dari medium atau substrat yang diukur.
4.Hasil Dan Pembahasan
Setelah selesai seluruh proses hidrolisis, dihasilkan gula pereduksi sebesar 62,7%.(Lampiran 3). Dalam
subsrat fermentasi terdapat gula pereduksi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme
fermentatif dan pembentukan etanol. Selain karbon, mikroorganisme fermentatif juga membutuhkan nutrisi lain
untuk pertumbuhannya salah satu yang terpenting adalah nitrogen. Kebutuhan nitrogen ini dapat dipenuhi
dengan penambahan garam ammonium sulfat [(NH4)2SO4] dan pepton.

48

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Substrat fermentasi yang telah diberi tambahan nutrisi tersebut kemudian diatur nilai pH-nya sampai 5.
Hal ini dilakukan agar mikroorganisme fermentatif dapat tumbuh secara optimum . Menurut Gozan (2007),
bahwa pH 5 merupakan kondisi yang lebih optimum daripada pH 4 dan 4,5 dari yeast Saccharomyces
Cerevisiae.
Kadar glukosa awal yang dipergunakan pada proses fermentasi sebesar 6,08% (b/v). (Lampiran 5).
Menurut Budianto (2003), konsentrasi gula yang optimum untuk menghasilkan kadar alkohol yang optimum 14 28 % (b/v). Walaupun secara teoritis jumlah kadar gula dirasa tidak maksimal namun proses fermentasi tetap
berjalan.
Hasil Fermentasi
Saccharomyces cerevisiae
Konsentrasi
7
6
5
4
3
2
1
0
0
12
24
36

DI/P3GI

Glukosa
Etanol
pH
Asam asetat

48

Waktu (jam)

Grafik 5.1 Hasil Fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI


Berdasarkan grafik 5.1 bahwa terjadi penurunan konsentrasi glukosa seiring dengan kenaikan konsentrasi
etanol pada tiap bertambahnya waktu fermentasi. Konsentrasi glukosa menurun dari waktu ke waktu hingga pada
jam ke-24 jam tidak ditemukan lagi konsentrasi glukosa pada substrat fermentasi. Hal ini juga diiringi dengan
terbentuknya etanol pada konsentrasi tertinggi didalam substrat fermentasi yaitu sebesar 2,01% (v/v) pada jam
ke-36 Namun masih tersisa gula pereduksi sebesar 2,72% (b/v). (lampiran 8) sehingga dapat digunakan oleh
yeast untuk pembentukan etanol.
Secara teoritis pada reaksi pembentukan etanol dari glukosa, 1 mol glukosa akan membentuk 2 mol etanol
dan 2 mol CO2 serta ATP (energi) sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis 1 gram glukosa akan
menghasilkan 0,51 gram etanol (Judoamidjojo dkk., 1992) atau dengan perbandingan 100 bagian gula akan
menjadi 51,1% bagian etanol dan 48,9% menjadi CO2 (Amerine dkk., 1967). Bila dikaitkan dengan teori maka
secara kasar dapat diperoleh dari 6,08% kadar glukosa dalam larutan hidrolisat akan terbentuk etanol dengan
konsentrasi 3,11% dan karbondioksida sebesar 2,97%.
Namun dalam prakteknya konsentrasi etanol yang terbentuk hanya mampu mencapai tingkat 2,01%, hal
ini dapat terjadi karena selain menghasilkan etanol dihasilkan senyawa sampingan pula berupa asam-asam
organik seperti asam laktat, asam piruvat, asetatdehid, asam asetat dan gliserol. Peningkatan kosentrasi etanol
menunjukkan kadar glukosa yang semakin berkurang dan pembentukan produk samping berupa asam asetat.
Konsentrasi asetat tertinggi yang dihasilkan pada fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI sebagai
produk samping sebesar 0,3% (v/v) pada jam ke -48.
Pada proses pembentukan etanol menghasilkan senyawa-senyawa berupa asam yang mampu
menurunkan pH hidrolisat. Dua aspek yang menghubungkan mikroorganisme dengan pH adalah perubahan pH

49

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

dari medianya disebabkan aktivitas mikroorganisme itu sendiri. Mikroorganime dapat memproduksi asam yang
membuat keadaan pH semakin rendah.
Selain itu penurunan pH tersebut dapat terjadi karena penggunaan sumber nitrogen berupa garam
ammonium sulfat. Perubahan pH yang terjadi selama proses fermentasi disebabkan karena H+ dilepaskan selama
konsumsi NH4+ dan dikonsumsi selama metabolisme NO3- dan penggunaan asam amino sebagai sumber karbon..
Semakin banyak biomassa dan bertambahnya waktu fermentasi menyebabkan ion H+ ini semakin banyak dalam
substrat. Oleh karena itu, pH substrat menjadi menurun. Nilai pH yang menurun tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk
Konsentrasi etanol hasil fermentasi

2
(%)

Konsentrasi etanol

2.5
SC. DI/P3GI
SC. KDR

1.5

SC. Probiotik

SC. ATCC
9763

0.5
0
0

12

24

36

48

Waktu (Jam)

Grafik 5.2 Konsentrasi Etanol oleh galur Saccharomyces cerevisiae sp.


Berdasarkan grafik 5.2 diatas, dapat diketahui galur Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI menghasilkan
konsentrasi etanol dengan kadar tertinggi yaitu sebesar 2.01 % (v/v). Konsentrasi etanol dipengaruhi oleh waktu
fermentasi. Konsentrasi etanol optimum dicapai pada waktu fermentasi jam ke-36 dan menurun pada jam ke48. Hal ini diduga pada jam ke-12 sampai dengan jam ke-24 sel yeast mulai memasuki fase eksponensial dimana
etanol sebagai metabolit primer dihasilkan. Pada saat jam ke-36 sel yeast berada pada fase logaritmik atau fase
untuk pembentukan etanol yang paling tinggi sedangkan antara jam ke-36 sampai ke-48 sel-sel mulai mamasuki
fase stasioner.
Untuk galur Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763 proses pembentukan etanol sama dengan galur
Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI konsentrasi yang optimum dicapai pada waktu fermentasi jam ke-36 dan
menurun pada jam ke-48. Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763 menghasilkan konsentrasi etanol sebesar
1,84% (v/v). Berbeda dengan galur sebelumnya galur Saccharomyces cerevisiae KDR menghasilkan konsentrasi
etanol yang optimum pada waktu fermentasi jam ke-24. Hasil konsentrasi etanol yang dicapai sebesar 1,57%
(v/v)
Sedangkan galur Saccharomyces cerevisiae Probiotik hasil optimum dicapai pada jam ke-48 namun
masih dapat mengalami penigkatan pada jam berikutnya. Hal ini menunjukkan pada jam ke-48 yeast memasuki
fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer dihasilkan, kosentrasi etanol yang dihasilkan sebesar
1.04% (v/v) yang merupakan galur penghasil etanol terendah. Pembentukan etanol dalam jumlah yang relatif
kecil dapat disebabkan pada proses fermentasi mempergunakan sumber karbon untuk berkembang biak saja.

50

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Konsentrasi glukosa(%)

Konsentrasi Glukosa Hasil fermentasi


7
6

SC. DI/P3GI

5
4
3

SC. KDR

SC. Probiotik

1
0
0

12

24

36

48

SC. ATCC
9763

Waktu (jam)

Grafik 5.3 Konsentrasi glukosa oleh galur Saccharomyces cerevisiae sp.


Perubahan pH Hasil Fermentasi
6
SC. DI/P3GI

pH

5
4

SC. KDR

3
2

SC. Probiotik

1
0
0

12

24

36

48

SC. ATCC
9763

Waktu (jam)

Grafik 5.4 Perubahan pH oleh galur Saccharomyces cerevisiae sp.


Berdasarkan grafik 5.2, 5.3 dan 5.4 pada semua galur Saccharomyces cerevisiae sp terjadi penurunan
konsentrasi glukosa dan pH seiring dengan kenaikan konsentrasi etanol pada tiap bertambahnya waktu
fermentasi. Penurunan konsentrasi glukosa yang terjadi menunjukkan mikroorganisme fermentatif
menggunakan glukosa yang terkandung dalam substrat sebagai sumber karbon untuk memperbanyak massa
sel dan menghasilkan metabolit selama fermentasi.
Penurunan konsentrasi glukosa dan perubahan pH ini terjadi diduga berhubungan dengan aktivitas
metabolik mikroorganisme fermentatif dalam biokonversi glukosa sebagai substrat menghasilkan metabolit
selama proses fermentasi berlangsung. Selain menghasilkan etanol, pada proses fermentasi dihasilkan
metabolit-metabolit lainnya berupa asam organik yang mampu menurunkan nilai pH substrat.
Sejalan dengan pertumbuhan mikroorganisme fermentatif selama fermentasi, maka kebutuhan
glukosa pun meningkat, akibatnya konsentrasi glukosa pada substrat menurun. Glukosa yang terkandung
dalam substrat digunakan sebagai sumber karbon sehingga mikroorganisme dapat mensintesis energi melalui
proses fermentasi etanol.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan HPLC ditemukan senyawa asam organik berupa asam asetat yang
disajikan pada grafik 5.6 (lampiran 7). Sedangkan senyawa asam laktat tidak terbentuk pada semua galur
Saccharomyces cerevisiae sp. selama proses fermentasi.
Berdasarkan grafik 5.6 diatas, diketahui semua galur Saccharomyces cerevisiae sp. menghasilkan
produk samping berupa asam asetat. Hasil samping yang terbentuk dengan konsentrasi tertinggi adalah galur
Saccharomyces cerevisiae probiotik yaitu sebesar 0,33 % (v/v) yang merupakan galur penghasil etanol
terendah. Konsentrasi tertinggi dihasilkan pada jam ke-12 dan pada saat tersebut konsentrasi etanol sebesar
0,2%. Kadar asetat yang lebih tinggi dibandingkan kadar etanol pada jam tersebut diduga menghambat
pembentukan etanol selama fermentasi. Namun pada jam tersebut juga kadar glukosa masih tinggi sebesar

51

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

4,79% (b/v) sehingga masih digunakan oleh yeast untuk memperbanyak massa sel dan menghasilkan
metabolit selama proses fermentasi, hingga jam ke-48 masih menunjukkan peningkatan.
Untuk galur Saccharomyces cerevisiae ATCC

9763 dan Saccharomyces cerevisiae KDR produk

samping berupa asam asetat yang dihasilkan masing masing sebesar 0,26% (v/v) dan 0,25% (v/v).

(%)

Konsentrasi asamasetat

Konsentrasi Asam asetat


Hasil Fermentasi
0.35
0.3
0.25
0.2

SC. DI/P3GI
SC. KDR

0.15
0.1
0.05
0

SC. Probiotik
SC. ATCC 9763
0

12

24

36

48

Waktu (jam)

Grafik 5.6 Konsentrasi Asam Asetat oleh galur Saccharomyces cerevisiae sp.

5.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.

Hasil gula pereduksi hidrolisa enzimatis dengan kombinasi enzim -amilase, enzim hemiselulase, enzim
selulase serta enzim amiloglukosidase dari empulur batang sagu sebesar 62,7% (b/v) dapat digunakan
untuk fermentasi etanol.

2.

Galur Saccharomyces cerevisiae DI/P3GI pada waktu fermentasi 36 jam menghasilkan etanol dengan
konsentrasi tertinggi yaitu sebesar 2,01% (v/v)

Saran
Pada optimasi proses fermentasi selanjutnya dilakukan penambahan glukosa saat penurunan konsentrasi
glukosa untuk meningkatkan konsentrasi etanol.
Daftar Pustaka
1.

Apriyantono, A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

2.

Bahl, B.S. dan Arun, B. 1979. Advanced Organic Chemistry. S., Chand & Company LTD. New Delhi

3.

Balia, R. L. 2004. Potensi dan Prospek Yeast (Khamir) Dalam Meningkatkan Diversifikasi Pangan di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Mutu Pangan pada Fakultas
Peternakan. UNPAD. Bandung.

4.

Bustaman, S. 2008. Strategi Pengembangan Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku, Perspektif Vol. 7. No 2.
hal 65-79.

5.

Gozan, M., M., Samsuri., Fani, S. T., Bambang, P., M. Nasikin. 2007. Sakarifikasi dan Fermentasi Bagas
Menjadi Ethanol Menggunakan Enzim Selulosa dan Enzim Sellobiose. J., Teknologi. Tahun XXI. No 3. hal
209 215.

6.

Judoamidjojo, M., A. A. Darwis, dan E. G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali. Jakarta.

52

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

7.

Retno, D. E., Enny, K. A. Dan Fadilah. 2009. Studi Awal Reaksi Simultan Sakarifikasi dan Fermentasi
Tepung Sorghum (Sorghum Bicolor L. Moench) dengan Katalis Enzim Glucoamylase dan Yeast
(Saccharomyces cerevisiae). Seminar Nasional Tehnik Kimia Indonesia. 19-20 oktober 2009. Bandung.

8.

Supitasari, N.S. 2008. Studi Hidrolisis Tepung Empulur Batang Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) Dengan
Menggunakan Asam Sulfat Dan Enzim Serta Fermentasi Hidrolisatnya Menjadi Asam Laktat oleh
Lactobacillus bulgaricus ssp delbrueckii FNCC 0035. Universitas Padjadjaran. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Biologi. Skripsi.

Pertanyaan dan jawaban.


Nama Penyaji : Rudiyono.
Penanya : Suwoto.
Berapa jumlah sagu yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian dan berapa jumlah etanol yang didapat agar
efisien untuk diproduksi ?
Jawaban :
Empulur batang sagu yang digunakan pada penelitian sebanyak 31,1 gr/250 gr dengan 4 kali pengulangan.
Secara teori 1 mol glukosa menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol CO2 serta ATP atau 100 bagian glukosa akan
menjadi 51,1% bagian etanol dan 48,9% menjadi CO2. Namun dalam penelitian ini tidak tercapai, hal ini dapat
terjadi karena selain menghasilkan etanol dihasilkan senyawa sampingan yaitu asam asetat.
Penanya : Teguh S.
Dari grafik dan table menunjukkan PH berada pada nilai awal 5 daan turun menjadi 4. Apa yang menyebabkan
hal tersebut terjadi?
Jawaban :
Dua aspek yang menghubungkan mikroorganisme dan PH adalah perubahan PH dari medianya yang disebabkan
aktivitas mikroba itu sendiri. Mikroorganisme dalam proses fermentasi menghasilkan etanol , selain itu
dihasilkan asam asetat- asam organic. Pada penelitian ini dihasilkan asam asetat yang membuat keadaan PH
semakin rendah.
Penanya : Burhanudin.
Apakah hanya sagu saja yang bisa digunakan bioetanol? Bahan baku apa saja yang bisa digunakan sebagai
bioetanol selain sagu?
Jawaban :
Tidak . Bahan lain yang bisa digunakan sebagai bioetanol antara lain : singkong, bagasse, bahan-bahan yang
mengandung lingo selulose seperti jerami padi, ampas tebu.
Penanya : Irwan Mulyadi.
Dalam instrument spektrofotometer menggunakan larutan standar apa, blangko dari larutan apa dan mengapa
dalam kurva kalibrasi hanya menggunakan 4 konsentrasi?
Jawaban :
Larutan standar yang digunakan adalah glukosa dengan standar 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.
Blangko dari larutan air.
Kurva kalibrasi hanya menggunakan 4 konsentrasi karena hanya untuk melihat grafiknya saja dan juga untuk
penghitungan gula pereduksi hanya digunakan satu standar.

53

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Analisis Struktur Kristal Paduan AlSi Hasil Proses Cor Perah Dengan Metode Rietveld

Sunardi1,2), Hery Adrial3)


Jurusan Teknik Mesin Universitas Pamulang
2)
Pusat Pengembangan Energi Nuklir - BATAN
3)
Puat Teknonogi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN
1)

Abstrak
Analisis Struktur Kristal Paduan AlSi Hasil Proses Cor Perah Dengan Metode Rietveld. Bahan
piston komersial kualitas terbaik hasil daur ulang dengan proses cor perah telah berhasil diproduksi pada p = 300
kgf/cm2. Data intensitas difraksi bahan piston tersebut diukur dengan Difraktometer Sinar-X (XRD) P3IBBATAN. Tinggi puncak intensitas difraksi sesudah cor perah menunjukkan kenaikan dalam jumlah ribuan
cacahan dan berbeda dalam bentuk atau lebar puncak. Hal ini menunjukkan adanya structure rearrangemnet, atau
penempatan posisi atom Al dan Si yang lebih teratur pada saat pendinginan. Analisis struktur fasa Al (kubik)
dan Si (kubik diamond) sebelum dan sesudah cor perah, dengan metode Rietveld telah dilakukan. Hasil
penghalusan pola difraksi kedua fasa tersebut, menunjukkan bahwa data parameter struktur hasil cor perah telah
mengalami perubahan. Fasa Al (simetri grup ruang F m 3 m No.225) diperoleh nilai parameter kisi a, menaik
dan kerapatan menurun dalam unit sel masing-masing dari a = 4,0496((8) naik menjadi 4,0505((3) , dan
kerapatan dari 2, 6986 g/cm3 turun menjadi 2, 6968 g/cm3. Sedangkan untuk fasa Si (simetri grup ruang F d 3 m
No. 227) sebaliknya masing-masing dari a = 5,435((2) turun menjadi 5,4305((4) , dan kerapatan dari 3, 3231
g/cm3 naik menjadi 3, 3293 g/cm3 dalam unit sel. Ukuran partikel masing-masing fasa naik dari 58 menjadi 87
nm (fasa Al) dan dari 63 menjadi 99 nm (fasa Si). Paduan AlSi termasuk hypo-eutektic karena mengandung
fraksi massa Si = 7,14 % dan Al =92,86%. Daur ulang bahan piston komersial bekas dengan metode proses cor
perah dapat meningkatkan kualitas produk piston komersial.

1.Pendahuluan
Pengecoran adalah suatu proses penuangan material dalam fase cair ke dalam suatu cetakan dan
membiarkan membeku untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan. Proses transisi dari fase cair ke fase
padat dilakukan melalui pemanasan dan pendinginan, pelarutan dan pengendapan, atau melalui reaksi kimia,
sesuai dengan karakteristik material tersebut. Pengecoran logam adalah suatu pengecoran dengan menggunakan
logam sebagai materialnya [1].
Metode Pressure Die Casting [1] adalah salah satu metode pengcoran melalui wadah cetakan sambil
diberikan tekanan atau disebut metode cor perah. Keuntungan utama metode ini adalah bahwa ia mampu
menghasilkan hasil coran yang bentuknya sangat kompleks, dengan tingkat pencapaian kehalusan permukaan
produk akhir menjadi prasarat yang utama. Peralatan yang digunakan relatif dederhana, biaya produksi murah
dan waktu relatif singkat.
Produk paduan AlSi bahan piston

pada otomotif diproduksi menggunakan teknik pengecoran graviti

[2].Teknik pengecoran graviti banyak mengakibatkan terbentuknya cacat tuang yang berupa pori (porous). Hal
ini disebabkan oleh dinding cetakan yang dingin, sehingga bagian logam cair yang lebih dahulu mengenai
dinding cetakan langsung membeku. Pembekuan yang cepat dan proses pendinginan yang tidak merata
mengakibatkan sejumlah gas terperangkap membentuk pori.
Teknik pengecoran cara perah disingkat cor perah merupakan alternatif untuk mengurangi porous yang
mungkin terbentuk. Pengecoran cara perah merupakan penempaan logam cair (liquid metal forging) yang
menempati wadah cetakan sambil dipanaskan dan ditekan dengan tekanan tinggi [3]. Pemanasan wadah cetakan

54

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

dimaksudkan agar logam cair tidak langsung membeku, sehingga atom atom mempunyai kesempatan untuk
menyusun dan mengatur diri dan membentuk butiran yang teratur dan homogen.
Penggunaan teknik tekanan tinggi pada proses solidifikasi dapat megurangi gas yang terjebak selama proses
pembekuan. Keberadaan gas tersebut adalah sebagai akibat dari terlarutnya sejumlah gas hidrogen dalam logam
cair ketika mengisi wadah cetakan. Pemanasan wadah cetakan disertai tekanan pada proses pengecoran dapat
megurangi pori yang terbentuk [4], sehingga paduan AlSi bahan piston yang dihasilkan dapat dipakai dengan
usia lebih lama dibandingkan dengan bahan piston produk teknik cor graviti yang masih mengandung sejumlah
pori.
Berdasarkan diagram fasa [4] paduan AlSi yang mengandung Si 8 % atom disebut sebagai hypo-eutectic
terdiri dari dendrit aluminium primer yang diselingi oleh campuran eutektik aluminium dan silikon. Untuk 12 %
Si seluruhnya termasuk tipe eutektik yang sederhana, sedangkan untuk paduan hyper-eutectic mengandung 20
% Si yang terdiri dari eutectic dan silikon primer yang berbentuk equexed berwarna kehitaman. Sifat paduan
AlSi dapat diperbaiki oleh perlakuan panas dan diberikan sedikit unsur paduan. Umumnya dipakai unsur
tambahan paduan 0,15-0,40 Mn dan 0,5 % Mg serta Cu & Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas,
bahan ini biasa dipakai untuk torak motor.
Dalam penelitian terdahulu telah berhasil dibuat bahan piston hasil cor perah dan karakterisasi sifat
mekanik, struktur mikro, dan porositas telah dipelajari oleh Elman Panjaitan dan Wagiyo H [2]. Berdasarkan
data kerapatan produk cor perah telah diperoleh informasi paduan AlSi mempunyai kerapatan dan porositas
lebih baik dibanding bahan piston hasil produksi cara graviti. Disamping itu analisis struktur (XRD) bahan
piston hasil cor perah dengan cara Hanawalt pada berbagai tekanan telah pula dipelajari oleh Dwimaya Antarini
[4]. Berdasarkan data pola difraksi hasil pengukuran dengan Difraksi Sinar-x (XRD) di P3IB-BATAN dan
struktur mikro diperoleh informasi bahwa struktur kristal paduan AlSi sebelum dan sesudan proses cor perah
tidak berubah, yaitu bersistim kisi Bravais FCC, serta paduan AlSi produk cor perah memiliki struktur mikro
lebih homogen dan tidak terlihat porositas terlokasi yang terdiri dari dendrit aluminium primer diselingi oleh
campuran eutektik dan silikon. Pengamatan struktur mikro hasil proses squeeze castig dengan beban penekanan
130 Mpa telah dipelajari oleh Mohammad Dani, dkk [6], hasilnya mengindikasikan pola struktur hyper-eutectic.
Namun hasil penelitian ini belum dapat menunjukkan adanya suatu perbedaan yang merupakan ciri khusus
struktur kristal paduan AlSi tersebut. Oleh karena itu penelitian selanjutnya ditujukkan pada cara analisis
struktur kristal dengan metode Rietveld, yaitu data intensitas difraksi produk cor perah dibandingkan dengan
tanpa perlakuan.
Sampel yang dipilih untuk diteliti adalah beberapa sampel hasil produk cor perah dan tanpa perlakuan dari
berbagai tekanan (P dalam kgf/cm2) yang merupakan produk cor perah harapan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan fasa struktur kristal dan kandungan fraksi massa tiap fasa pada bahan piston hasil cor perah dengan
metode Rietveld. Dilakukan pula analisis ukuran butir berdasarkan pendekatan Scherer [5].
2.Metodologi Penelitian
Bahan yang digunakan adalah piston kendaraan roda dua bekas pakai

merek Honda yang

didistribusikan PT. Astra Internasional Tbk.


Bahan piston dipotong-potong dalam keping-keping kecil (bulk) , selanjutnya dilelehkan dalam tungku
Ashing Furnace Type-6000 (Thermolyne Sybron) pada suhu 750 oC. Proses pengecoran perah pada berbagai

55

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

tekanan ( p = 150, 200, 250, 300 dan 400 kgf/cm2 ) dilakukan pada kondisi suhu cetakan (dies) 400 oC dan
waktu tekan selama 5 menit. Hasil pengecoran berupa pelet dengan diameter 20 mm tebal 7,5 mm, seperti
terlihat pada Gambar 2. Produk cor perah diberi perlakuan panas pelarutan (solid solution treatment) pada
temperatur 400 oC selama 2 jam yang diikuti pendinginan diudara sampai dengan suhu ruang 25 oC.
Cuplikan bahan piston dalam bentuk serbuk pada berbagai tekanan yang digunakan dalam percobaan
ini sebanyak 7 (tujuh) sampel terdiri dari cuplikan sebelum cor perah sebagai kontrol dan cuplikan hasil cor
perah pada p = 150, 200, 250, 300 dan 400 kgf/cm2. Untuk mengetahui lebih jauh data sifat struktur dari
cuplikan tersebut telah dilakukan pengambilan data intensitas difraksi menggunakan Difraktometer Sinar-x (XRay Diffractometer, XRD) buatan Shimadzu Type ZD-610 di P3IB-BATAN. Data difraksi diukur pada suhu
ruang. Data intensitas difraksi selanjutnya dianalisis dengan metode Rietveld menggunakan program RIETAN.
3.Hasil Dan Pembahasan
Untuk menentukan struktur kristal bahan piston diasumsikan bahwa Aluminium (Al) berjari-jari-atom 0,143
nm, pada suhu kamar memiliki sistim kristal kisi Bravais kubik, Face Centered Cubic (FCC), grup ruang F m
3 m, No. 225, posisi Wyckoff 4a dengan parameter kisi pada suhu ruang 25 o C a = 0,40496 nm. Jari-jari atom
Silikon (Si) adalah 0,117 nm, berstruktur kubik diamond, grup ruang F d 3 m no. 227, posisi Wyckoff 8a
dengan parameter kisi pada suhu ruang 25 o C a = 0,54282 nm [5]. Penghalusan dengan RIETAN diasumsikan
bahwa bahan ini mempunyai campuran dua fasa yaitu fasa Al sebagai fasa major dan fasa Si diamond sebagai
fasa minor.
Penghalusan fasa campuran Al dan Si sebelum perlakuan.
Berdasarkan asumsi tersebut hasil akhir penghalusan campuran fasa Al dan Si pada bahan piston
tanpa cor perah (tanpa perlakuan) di sajikan pada Gambar 3a. Bentuk profil pola difraksi ini menggambarkan
kecocokan (fitting) intensitas difraktogram berkas sinar-x antara pengamatan dengan perhitungan

hasil

penghalusan RIETAN. Tanda (+) adalah data hasil pengamatan, garis malar () adalah data perhitungan, garis
vertikal ( | ) dibawahnya adalah posisi puncak dan indeks fasa (indeks Miller) Al dan Si dan garis mendatar ()
dibawah garis vertikal adalah gambaran selisih pengamatan dengan perhitungan hasil penghalusan RIETAN.
Profil pola difraksi hasil penghalusan RIETAN menunjukkan bahwa pada sekala 2 = 20

80

terdapat 7

(tujuh) puncak Bragg lemah dengan intensitas rendah milik fasa Al dan Si dengan Backgroun yang tinggi. 3
(tiga) puncak Bragg milik fasa Si terletak pada bidang (111), (220) dan (311) masing-masing pada sudut 2 =
28,600 o , 47,450 o dan 56,199 o, dan 4 (empat) puncak Bragg milik fasa Al terletak pada bidang (111), (200),
(220), dan (311) masing-masing pada sudut 2 = 38,600o, 44,850 o , 65,299 o dan 78,400 o.
Penghalusan fasa campuran Al dan Si hasil cor perah.
Hasil akhir penghalusan fasa campuran Al dan Si

bahan piston hasil cor perah (dengan perlakuan)

pada berbagai tekanan (p = 150, 200, 250, 300 dan 400 kgf/cm2), di sajikan pada Gambar 3 dan 4. Profil pola
difraksi hasil penghalusan RIETAN menunjukkan bahwa pada sekala yang sama 2 = 20 o 80 o masih terdapat
7 (tujuh) puncak Bragg kuat dengan intensitas tinggi (jumlah nilai cacahan ribuan count) hal ini berarti bahan
hasil cor perah dan adanya struktur rearrangement dengan Backgroun yang lebih rendah milik fasa Al dan Si.
Perlakuan pada berbagai tekanan (P) dimaksud adalah untuk mencari produk cor perah yang terbaik pada
tekanan tertentu. Pada penelitian terdahulu berdasarkan asumsi ditemukan cor terbaik pada tekanan 100 Mpa
pada suhu cetakan 210oC [2] tanpa melakukan percobaan pada berbagai tekanan. Pada penelitian ini ditemukan

56

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

produk cor perah terbaik adalah pada tekanan 300 kgf/cm2 pada suhu dies (cetakan) 400oC dengan waktu tekan
selama 5 menit. Pada Gambar 3e terlihat puncak Bragg kuat dan tertinggi dibanding dengan tekanan p yang lain,
terletak pada sudut 2 = 38,465

bidang (111) milik fasa Al dengan intensitas jumlah nilai cacahan 6000

count
Tabel 1 : Data para meter struktur paduan AlSi hasil penghalusan dengan RIETAN pada berbagai tekanan
Fasa Al (Aluminium) , grup ruang :F m 3 m (FCC)
Fasa Si (Silikon) , grup ruang : F d 3 m (FCC)
Perlakuan
Fasa
parameter
V unit sell
Koordinat atom
Kisi, a ()

()3

Wyckoff

B iso.

Al

4,0496(8)

66,41(2)

4a

0,0

0,0

0,0

1,6(1)

Si

5,436(2)

160,61(8)

8a

0,0

0,0

0,0

0,039(fix)

Al

4,0483(2)

66,345(5)

4a

0,0

0,0

0,0

1,0(2)

(P)
0,00 kgf
150 kgf

Si

5,4280(3)

159,93(2)

8a

0,0

0,0

0,0

2,1(2)

Al

4,0489(4)

66,37(1)

4a

0,0

0,0

0,0

0,8(2)

159,96(3)

8a

0,0

0,0

0,0

0,039(fix)

200 kgf

Si

250 kgf

Al

4,0502(4)

66,44(1)

4a

0,0

0,0

0,0

1,2(3)

Si

5,4351(7)

160,55(3)

8a

0,0

0,0

0,0

0,039(fix)

Al

4,0505(3)

66,454(8)

4a

0,0

0,0

0,0

1,1(3)

Si

5,4305(5)

160,15(2)

8a

0,0

0,0

0,0

0,039(fix)

Al

4,0501(5)

66,43(1)

4a

0,0

0,0

0,0

1,1(2)

Si

5,4270(8)

159,84(4)

8a

0,0

0,0

0,0

0,039(fix)

300 kgf
400 kgf

5,4284(5)

Data parameter struktur, koordinat atom, parameter kisi, volume sel satuan dan B isotropik setiap fasa
pada berbagai tekanan disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa tanpa perlakuan (p = 0,00 kgf/cm2) dibandingkan
dengan perlakuan (P),

parameter kisi a, menunjukkan terjadinya perubahan pada setiap tekanan dengan

kesalahan 4 digit dibelakang koma (statistik baik). Pada tekanan P = 300 kgf/cm2

parameter kisi a fasa Al naik

dari 4,0496(8) menjadi 4,0505(3) , sedangkan fasa Si menurun dari 5,436(2) , menjadi 5,4305(5) .
Perubahan parameter kisi diikuti pula dengan perubahan volume dan kerapatan dalam unit sel pada setiap
perubahan tekanan.
Data fraksi massa pada campuran fasa Al dan Si dan density dalam unit sel disajikan pada Tabel 2.
Terlihat bahwa masing-masing kandungan fraksi massa fasa Al rata-rata = 92,86 % dan fasa Si = 7,14 %, maka
paduan AlSi termasuk paduan hypo-eutektic karena mengandung 8 % Si berdasarkan diagram fasa AlSi [4].
Tabel 2 : Data Fraksi massa dan density dalam unit sel pada berbagai tekanan paduan AlSi hasil refinement
Rietan
Perlakuan
Fraksi massa (%)
Density (V sel satuan), g/cm3
(P, kgf/cm2)

Fasa Al

Fasa Si

(fasa Al)

(fasa Si)

P = .150

91,43

8,57

2,7013

2,3329

P = 200

93,05

6,95

2,7001

2,3324

P = 250

92,33

7,67

2,6973

2,3240

P = .300

94,02

5,98

2,6968

2,3293

57

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

P = 400

93,65

6,35

2,6976

2,3342

P = 0,00

92,71

7,29

2,6986

2,3230

Rata-rata

92,86

7,14

Keterangan : = density dalam sel satuan dan P = tekanan =kgf/cm2


Terlihat bahwa (Tabel 2) Kerapatan(density) dalam unit sel terjadi perubahan. Fasa Al pada p =300
2

kgf/cm menurun dibanding dengan pada p = 0,00 kgf/cm2 yakni dari 2,6986 menjadi 2,6968 g/cm3, sedangkan
fasa Si sebaliknya menaik dari 2,3230 menjadi 2,3293 g/cm3.
Data refleksi Bragg, dan FWHM fasa Al dan Si hasil penghalusan dengan RIETAN disajikan pada
Tabel 3. Terlihat bahwa pada masing-masing tekanan menunjukkan bahwa sudut 2 dan FWHM tiap bidang
mengalami perubahan.
Tabel 3 : Rangkuman data refleksi Bragg, fasa Al dan Si hasil penghalusan dengan RIETAN
Perlakuan
Fasa Al
Fasa Si
(P)

hkl
111

Tanpa
Perlakuan

200
220
311

Cor perah
p= 150 kgf/cm2

Cor perah
p= 200 kgf/cm2

Cor perah
p= 250 kgf/cm2

Cor perah
p= 300 kgf/cm2

Cor perah
p= 400 kgf/cm2

FWHM

hkl

38,471

44,720

65,095

0,3029

311

56,068

78,227

0,3718

0,2252
0,2379

111
220

FWHM

28,488

0,2096

47,258

0,2439

0,2688
-

111

38,475

0,1573

111

28,515

0,1489

200

44,735

0,1642

220

47,329

0,1675

220

65,119

0,1981

311

56,298

0,1811

311

78,252

0,2314

111

38,473

0,1630

111

28,455

0,1408

200

44,728

0,1767

220

47,325

0,1824

220

65,108

0,2230

311

56,149

0,2021

311

78,241

0,2564

111

38,466

0,1824

111

28,419

0,1812

200

44,713

0,1880

220

47,388

0,1920

220

65,085

0,2568

311

56,074

0,2150

311

78,214

0,3483

111

38, 465

0,1448

111

28,444

0,1128

200

44,710

0,1634

220

47,305

0,1710

220

65,079

0,2225

311

56,126

0,1965

311

78,208

0,2625

111

38,472

0,2105

111

28,455

0,1619

200

44,714

0,2416

220

47,338

0,2550

220

65,086

0,3530

311

56,160

0,3018

311

78,219

0,4382

58

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Pada tekanan P = 300 kgf/cm2, harga FWHM kedua fasa turun hampir setengahnya dibanding dengan
pada p = 0,00 kgf/cm2. Fasa Al turun dari 0,2252 menjadi 0,1448 pada P = 300 kgf/cm2 dan fasa Si dari 0,2096
menjadi 0,1128 pada bidang (111) yang sama. Fasa Al pada sudut 2 terjadi pergeseran ke arah sebelah kiri,
yakni dari sudut 2 = 38,471o menjadi 38,465o . Begitu pula fasa Si pada sudut 2 terjadi juga pergeseran ke
arah sebelah kiri, yakni dari sudut 2 = 28,488o menjadi 28,444o pada bidang (111) yang sama dan seterusnya
Ukuran partikel menurut pendekatan Sheerer [5] dengan formula :

0 .9
Cos

(1)

= panjang gelombang, B = FWHM dan = ukuran partikel


Dari data FWHM Tabel 3 hasil penghalusan dengan RIETAN dapat dihitung ukuran partikel dengan
formulasi (persamaan 1) tersebut berdasarkan pendekatan Sheerer. Rangkuman data ukuran partikel hasil
penghalusan dengan RIETAN disajikan pada Tabel 4. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa ukuran
partikel pada tekanan 300 kgf/cm2 memiliki nilai rata-rata terbesar yakni fasa Al = 87 nm dan Si = 99 nm,
dibandingkan dengan ukuran partikel pada tekanan 0,00 kgf yakni fasa Al rata-rata 58 nm dan Si = 63 nm, nilai
ini menunjukkan bahwa pada tekanan 300 kgf/cm2.
Tabel 4 : Rangkuman ukuran partikel hasil penghalusan dengan RIETAN
Tekanan, P
Ukuran partikel, (nm), Fasa Al (Aluminium)
Rata-rata
kgf/cm2
(111)
(200)
(220)
(311)
0,00
65
63
54
48
58
150
93
91
83
77
86
200
90
85
74
70
80
250
81
80
64
51
69
300
101
92
77
77
87
400
70
62
47
41
55
Tekanan, P
Ukuran partikel, (nm), Fasa Si (Silikon)
Rata-rata
kgf/cm2
(111)
(200)
(220)
(311)
0,00
68
62
58
63
150
96
90
87
91
200
102
83
78
88
250
79
79
73
77
300
127
89
80
99
400
88
59
52
66
Dari pengamatan Gambar 3 dan 4, profil pola difraksi dan data parameter struktur yang ditampilkan
pada Tabel 1 s.d 4, hasil penghalusan dengan RIETAN telah terjadi perubahan. Ini berarti terjadi perombakan
data parameter struktur dan intensitas

puncak Bragg menjadi paduan AlSi yang lebih baik yang

dapat

dirangkum dalam beberapa kelompok.


Kelompok pertama menunjukkan adanya profil pola difraksi yang berbeda dalam tinggi dan lebar
puncak. Sampel piston tanpa perlakuan memperlihatkan bentuk puncak Bragg lebar dan lemah dengan jumlah
cacahan ratusan count.
Kelompok kedua, bahan piston produk

cor perah pada berbagai tekanan, profil pola difraksi

menunjukkan bahwa pada sekala yang sama masih terdapat 7 (tujuh) bentuk puncak Bragg tajam dan kuat
dengan intensitas tinggi jumlah nilai cacahan mencapai ribuan count, hal ini berarti bahan produk cor perah
tidak terjadi perubahan fasa. Disamping itu perlakuan cor perah memperlihatkan perubahan pergeseran sudut 2
kearah sebelah kiri yang menempati garis puncak yang sebenarnya seperti terlihat pada Gambar 5.

59

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 3. Curva Rocking (data observasi) pada berbagai tekanan pada bidang (111)

Gambar 3 adalah curva rocking dari data observasi pada berbagai tekanan pada bidang (111), Gambar
5a adalah fasa Si, puncak tertinggi terjadi pada P = 150 kgf/cm2 dan Gambar 5b adalah fasa Al puncak tertinggi
terjadi pada tekanan P =300 kgf/cm2. Terlihat jelas adanya pergeseran garis puncak, fasa Si terbesar terjadi
pada P = 150 dan 400 kgf/cm2, terkecil pada p = 300 kgf/cm2, dan fasa Al pada p = 150 dan 400 kgf/cm2 dan
terkecil terjadi pada tekanan yang sama yakni pada P = 300 kgf/cm2.
Kelompok ketiga terdiri dari data parameter struktur dan ukuran partikel. Terlihat bahwa produk cor
perah

dibandingkan dengan tanpa perlakuan,

menunjukkan terjadinya perubahan pada setiap tekanan.

Parameter kisi a produk cor perah fasa Al menaik, sedangkan fasa Si menurun. Dari data tersebut memberikan
konfirmasi bahwa terjadi perubahan bentuk lebar puncak Bragg setelah perlakuan cor perah yaitu menjadi
semakin tajam.
Data ukuran partikel hasil penghalusan dengan RIETAN (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada tekanan
300 kgf/cm2 memiliki nilai terbesar, dibandingkan dengan pada tekanan 0,00 kgf/cm2, kenaikan

ini

menunjukkan gambaran bahwa pada tekanan 300 kgf/cm memiliki ketebalan kristal meningkat menjadi
homogen dan halus dibandingkan dengan pada tekanan 0,00 kgf/cm2. Lebar puncak (FWHM) menaik, maka
ketebalan kristal menurun, karena B = 21 - 22 naik [5]
Perubahan ini menunjukkan bahwa produk cor perah telah terjadi adanya penempatan posisi atom Al
dan Si yang lebih teratur pada saat proses pendinginan. Hal ini berarti bahwa volume unit sel lebih besar pada
fasa Al sebagai matrik dan lebih kecil pada fasa Si sebagai Solute dalam unit sel. Sebaliknya kerapatan (density)
fasa Al lebih kecil dan fasa Si lebih besar dalam unit sel. Berarti pula bahwa telah terjdi pengurangan dislokasi
penumpukan atom (fasa Al dan Si) pada produk cor perah.

60

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Berdasarkan pengamatan data profil pola difraksi, data parameter struktur, fraksi massa kedua fasa dan
ukuran parikel fasa

Al dan Si dari data intensitas difraksi sinar-x dengan metode Rietveld.

Berhasil

dikonfirmasi bahwa produk hasil cor perah pada tekanan P = 300 kgf/cm2 memberikan kualitas produk terbaik.
4.Kesimpulan
Dari pengamatan pola difraksi dan data parameter struktur serta ukuran butir paduan

AlSi, hasil

penghalusan struktur kristal keenam cuplikan dengan metode Rietveld dapat disimpulkan adalah sebagai berikut
:
1.

Struktur kristal paduan AlSi tidak terjadi perubahan fasa paduan akibat perlakuan cor perah yang terdiri dari
campuran 2 (dua) fasa Al dan Si yakni :

Fasa Al bersistim kristal kisi Bravais kubik, Face Centered Cubic (FCC), grup ruang F m 3 m, No.
225, posisi Wyckoff 4a dengan parameter kisi a = 4,0505(3), pada tekanan P = 300 kgf /cm2.

Fasa Si berstruktur kubik diamond, grup ruang F d 3 m no. 227, posisi Wyckoff 8a dengan parameter
kisi a = 5,4305(5) , pada tekanan P = 300 kgf /cm2.

2.

Didasarkan pada pengamatan hasil penghalusan dengan RIETAN, paduan AlSi mengandung fraksi massa
7,14 % Si dan 92,86% Al, dan paduan AlSi ini termasuk pola struktur hypo-eutectic.

3.

Secara umum profil pola difraksi dan data parameter struktur hasil cor perah menunjukkan perbedaan yang
nyata terutama dalam jumlah intensitas cacahan yang tinggi

4.

Berhasil dikonfirmasi bahwa hasil cor perah pada tekanan P = 300 kgf/cm2 menghasilkan ukuran partikel
tertinggi (homogen) dan memberikan kualitas produk terbaik.

Daftar Pustaka
1.

Cullity B.D And Stock S.R., Elements Of X-Ray Diffraction, Third Edition, Upper Saddle River, Nj 07458,
Prentice Hall 2001

2.

Dwimaya Antarini., Pengaruh Tekanan Proses Cor Perah Terhadap Kekerasan Dan Struktur Mikro Paduan
Alsi Hasil Daur Ulang Bahan Piston, Skripsi Gelar Sarjana Pendidikan, Jurusan Fisika Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta, Thun 2004.

3.

Eddy Siradj., Squeeze Casting, Kekhususan Teknik Manufaktur Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik
Universitas Indonesia, April 2000

4.

Elman Panjaitan Dan Wagiyo H., Karakterisasi Paduan Alsi Hasil Daur Ulang Bahan Piston, Jurnal Sains
Materi Indonesia, Vol.3 No.1 Oktober 2001, Hal. 34-37

5.

Izumi., A Rietveld Refinement Program Rietan-94 For Angle-Dispersive X-Ray And Neutron Powder
Diffraction, National Institute For Research In Inorganic Materials, 1-I Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305
(1996).

6.

Mohammad Dani, Dkk., Optimalisasi Parameter Proses Produk Coran-Alsi Dengan Teknik Squeeze
Casting, Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Bahan, Serpong 22 23 Oktober
2002, Hal. 94-99

61

ISSN 977.2086796.00.2

7.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Syahbudin., Pengaruh Si Serpihan Dan Pelat Dalam Struktur Eutektik Pada Kekerasan Paduan Alsi,
Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Bahan, Serpong 22 23 Oktober 2002, Hal.
120-123

8.

Tata Surdia Dan Shinroku., Pengetahuan Bahan Teknik, Pt. Pradnya Paramita Jakarta, Cetakan Kelima
Tahun 2000.

62

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON TERMAL


PADA POSISI D-9 DAN E-4 RSG G.A. SIWABESSY
Jaka Iman, Damar Yanti
Pusat Reaktor Serba Guna -BATAN

ABSTRAK
DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON TERMAL PADA POSISI D-9 DAN E-4 RSG G.A. SIWABESSY.
Pengukuran distribusi fluks neutron termal telah dilakukan pada dua posisi iradiasi teras 63 RSG G.A.
Siwabessy. Pengukuran dilakukan dengan metode aktivasi keping emas. Iradiasi keping dilakukan pada daya
rendah tanpa menjalankan pompa pendingin primer. Aktivitas keping diukur dan dihitung aktivitas jenuhnya
pada saat keluar dari reaktor. Distribusi fluks neutron termal dapat dihitung dari aktivitas keping yang terukur
tersebut. Dari hasil analisis diperoleh fluks neutron termal di posisi D-9 pada daya 200 kW, posisi terbawah
sebesar 1,99E12 n/cm2.s. dan posisi teratas sebesar 6,46E11 n/cm2.s., sedangkan fluks neutron termal di posisi
iradiasi E-4, pada posisi terbawah sebesar 2,44E12 n/cm2.s. dan posisi teratas sebesar 4,32E11 n/cm2.s.
Dengan penelitian ini telah diperoleh data fluks neutron termal yang akurat untuk mendukung penelitian analisa
aktivasi neutron dan produksi radioisotop.
Kata Kunci : Distribusi fluks neutron termal

1.Pendahuluan
Salah satu manfaat Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) adalah sebagai tempat iradiasi
untuk berbagai tujuan seperti produksi radioisotop, analisis aktivasi neutron (AAN) dan sebagainya. Dewasa ini
jasa pelayanan iradiasi semakin ditingkatkan untuk mencapai tingkat efisiensi pemanfaatan reaktor yang semakin
tinggi dalam mendukung penelitian aktivasi analisis neutron (AAN) dan produksi radioisotop. Kuantitas dan
kualitas pelayanan iradiasi ini sangat ditentukan oleh sejauh mana karakteristik dari fasilitas iradiasi tersebut.
Salah satu karakteristik fasilitas iradiasi yang sangat penting adalah fluks termal neutron. Selama ini masih
dirasa perlu peningkatan karakterisasi fluks neutron termal di fasilitas iradiasi dengan menitik beratkan pada
sistem deteksi dan pengukuran radiasi yang lebih akurat untuk menghasilkan analisis yang lebih baik.
Dalam makalah ini dibahas secara singkat pengukuran distribusi fluks neutron termal di fasilitas
iradiasi pada posisi D-9 dan E-4 RSG G.A. Siwabessy. Sebelumnya telah dilakukan pengukuran distribusi fluks
neutron termal, namun dengan bergantinya konfigurasi teras yang baru perlu dilakukan pengukuran kembali
untuk mengevaluasi adanya perubahan fluks neutron termal. Dengan melakukan evaluasi ini diharapkan akan
diperoleh data fluks neutron termal yang akurat untuk mendukung penelitian aktivasi analisis neutron dan
produksi radioisotop.

2.Teori
Fluks neutron dapat ditentukan berdasarkan hasil pengukuran aktivitas keping yang telah di iradiasi di
dalam teras reaktor dengan rumusan :

63

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

BA . A . e
m . N o . ( 1 e

.t d

.t i

.t m

).( 1 e

.t m

...................... (1)
)

dimana :
BA

= berat atom keping

= aktivitas keping yang telah diiradiasi

3.

= tetapan peluruhan

td

= waktu peluruhan

tm

= waktu pengukuran

ti

= waktu iradiasi

= massa keping

No

= bilangan Avogadro
= tampang lintang aktivitas keping

64

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

BIDANG OPERASI REAKTOR

TERAS 63
PENUH

KONFIGURASI
TERAS NO. : 194
TANGGAL :
28-12-2007

Dengan demikian setelah aktivitas semua keping yang diiradiasi diukur dengan sistem spektrometri
gamma maka besarnya fluks neutron pada posisi keping-keping tersebut dapat ditentukan berdasarkan
persamaan (1) diatas. Dengan mengatur posisi keping-keping sedemikian rupa yang tersusun secara aksial di
posisi iradiasi D-9 dan E-4 maka dapat ditentukan distribusi rapat fluks neutron secara aksial di beberapa posisi
iradiasi tersebut.
Penyisipan keping-keping ke dalam fasilitas iradiasi posisi D-9 dan E-4 teras reaktor dilakukan pada
saat reaktor beroperasi dan stabil pada daya 200 kW. Setelah itu keping-keping diiradiasi,

daya reaktor

dipertahankan stabil pada daya 200 kW dan di iradiasi selama yang ditetapkan 25 menit dan selanjutnya kepingkeping dikeluarkan dari dummy elemen dan disimpan dikolam penyimpanan untuk pendinginan dan peluruhan.

65

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

3.Tata Kerja
Pengukuran distribusi fluks neutron teras 63 dilakukan dengan metoda aktivitas keping emas.
Lempengan aluminium setebal sekitar 1,5 mm dengan panjang 600 mm digunakan sebagai pemegang keping
(stringer) untuk meletakkan 8 (delapan) buah keping emas berjarak 7,5 cm satu sama lain sepanjang pemegang
keping (stringer) tersebut. Kemudian pemegang keping (stringer) tersebut disisipkan di dummy elemen pada
posisi D-9 dan E-4 (lihat gambar 1. Konfigurasi teras 63 penuh) dan selanjutnya reaktor dioperasikan pada daya
rendah tanpa menjalankan pompa pendingin primer. Pemegang keping (stringer) dapat dilihat pada gambar 2.
Untuk memperhitungkan kontribusi fluks neutron epitermal, beberapa keping tersebut dibungkus
dengan cadmium. Keping-keping yang telah diiradiasi tersebut diukur aktivitasnya dengan menggunakan
detektor HPGe dan sistem spektrometer gamma. Besarnya fluks neutron dapat ditentukan dari aktivitas keping
yang diukur. Sistem spektrometer gamma ditunjukkan pada gambar 3.
S 63 PENUHKONFIGURASI TERAS NO. : 194PRSG-BATAN
BIDANG OPERASI REAKTORTANGGAL :28-12-2007

Gambar 1. Konfigurasi teras 63 penuh

66

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 2. Pemegang keping (stringer)

67

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 3.Sistem spektrometri gamma

4.Hasil Dan Pembahasan


Hasil lengkap pengukuran keping spesifik aktivitas dan harga fluks neutron di posisi iradiasi D-9 dan E4 teras 63 dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 sedangkan grafik fluks neutron versus posisi aksial distribusi fluks
neutron di posisi iradiasi D-9 dan E-4 dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5. Koreksi-koreksi pengukuran
yang disebutkan diatas telah dilakukan di dalam hasil perhitungan program Gamma Trac.
Dari uraian tersebut diatas bahwa harga fluks neutron termal maksimum di posisi iradiasi D-9 terletak pada
jarak 162,5 mm sedangkan harga fluks neutron termal maksimum di posisi iradiasi E-4 terletak pada jarak 12,5
mm.

68

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1.
Hasil pengukuran distribusi fluks neutron termal di posisi iradiasi D-9 teras 63.
Posisi

Fluks neutron

Fluks neutron

Aktivitas

Error

(n/cm .det)

(n/cm .det)

(n/cm2.det) Daya

(mm)

(Bq/gr)

(%)

Daya 200 kW

Daya 15 MW

30 MW

12,5

2,05E+08

4,6

1,68E+12

1,26E+14

2,52E+14

87,5

2,47E+09

4,6

162,5

6,49E+08

4,6

1,99E+12

1,49E+14

2,98E+14

237,5

3,33E+09

4,6

312,5

6,74E+08

4,6

1,33E+12

9,99E+13

2,00E+14

387,5

2,47E+09

4,6

462,5

4,89E+08

4,6

6,46E+11

4,85E+13

9,69E+13

537,5

1,36E+09

4,6

D-9

Fluks neutron

Aksial
Teras

Tabel 2.
Hasil pengukuran distribusi fluks neutron termal di posisi iradiasi E-4 teras 63.
Posisi

Teras

E-4

Fluks neutron
2

Fluks neutron
2

Fluks neutron

Aksial

Aktivitas

Error

(n/cm .det)

(n/cm .det)

(n/cm2.det) Daya

(mm)

(Bq/gr)

(%)

Daya 200 kW

Daya 15 MW

30 MW

12,5

5,27E+08

4,6

2,44E+12

1,83E+14

3,66E+14

87,5

3,82E+09

4,6

162,5

8,18E+08

4,6

2,35E+12

1,76E+14

3,52E+14

237,5

3,98E+09

4,6

312,5

6,58E+08

4,6

1,15E+12

8,63E+13

1,73E+14

387,5

2,21E+09

4,6

4,32E+11

3,24E+13

6,49E+13

462,5

3,63E+08

4,6

537,5

9,46E+08

4,6

69

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Grafik Fluks Neutron Termal Pada Posisi Iradiasi D-9


Teras 63 RSG G.A. Siwabessy
Fluks Neutron (n/cm2.s.)

1.00E+15

1.00E+14
Daya 200 kW
1.00E+13

Daya 15 MW
Daya 30 MW

1.00E+12

1.00E+11
0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Posisi Aksial (mm)

Gambar 4. Grafik Fluks Neutron termal di posisi iradiasi D-9

Grafik Fluks Neutron Termal pada Posisi Iradiasi E-4


Teras 63 RSG G.A. Siwabessy
Fluks Neutron (n/cm 2.s.)

1.00E+15

1.00E+14

Daya 200 kW
Daya 15 MW
Daya 30 MW

1.00E+13

1.00E+12

1.00E+11
0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Jarak Aksial (mm)

Gambar 5. Grafik Fluks Neutron termal di posisi iradiasi E-4

70

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

5.Kesimpulan
Dari hasil pengukuran distribusi fluks neutron termal pada posisi iradiasi D-9 dan E-4 diatas dapat
disimpulkan bahwa posisi iradiasi D-9 pada jarak aksial terbawah (162,5 mm) yaitu sebesar 1,99E12 n/cm2.s.
dan jarak aksial teratas (462,5 mm) sebesar 6,46E11 n/cm2.s., sedangkan pada posisi iradiasi E-4, jarak aksial
terbawah (12,5 mm) yaitu sebesar 2,44E12 n/cm2.s. dan jarak aksial teratas (462,5 mm) sebesar 4,32E11
n/cm2.s. Hal ini dapat dilihat pada grafik diatas bahwa pada posisi terbawah mempunyai distribusi fluks neutron
yang lebih besar dari pada posisi teratas karena pada posisi atas sebagian neutron diserap oleh batang kendali.
Pada daya 15 MW dan 30 MW tidak dilakukan pengukuran distribusi fluks neutron secara langsung,
akan tetapi dapat didekatkan dengan cara perhitungan matematis dengan menggunakan formulasi yang tertulis
pada teori sehingga pada daya 15 MW distribusi fluks neutron di posisi D-9 diperoleh harga tertinggi 1,26E14
n/cm2.s., sedangkan di posisi E-4 sebesar 1,83E14 n/cm2.s., sedangkan pada daya 30 MW distribusi fluks
neutron di posisi D-9 diperoleh harga tertinggi 1,26E14 n/cm2.s., sedangkan di posisi E-4 sebesar

1,83E14

n/cm .s. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, pengukuran ulangan sangat dianjurkan.

Daftar Pustaka
1.

Pengukuran Fluks Neutron pada Posisi E-7 dan Elemen Bakar Teras Dua, Laporan Data, No. Ident.
:RSG/EFT/89.010/PT01/010/LD.

2.

Litbang Pelat Elemen Bakar Silisida Skala Penuh Tahap I, Disain Eksperimen Pengukuran Perubahan
Reaktivitas, Distribusi Fluks dan Spektrum Neutron serta Termohidrolika Teras, No. Ident.:
001.DE.98.E.FR, Rev. 0 Agustus 1998.

3.

Pengukuran Distribusi Fluks Neutron di Elemen Bakar Teras XXXVI, Prosedur, No. Ident.:
RSG/EFT/99/05/T36.01/P.

4.

Pedoman Jaminan Mutu untuk pengelolaan RSG-GAS Rev. 6, No. Ident : RSG.JM.01.01.70.06.

5.

Laporan Data Pengukuran Fluks Neutron Di Posisi Iradiasi (IP) D-9 dan E-4 pada Daya 200 kW Teras
63 RSG G.A. Siwabessy, No. Ident : RSG.OR.07.02.41.08.

71

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Karakterisasi dan penggunaan Film Medium AGFA D-7 Pada Radiografi

Sunardi !,2), Hey Adrial 3)


Jurusan Teknik Mesin Universitas Pamulang
2)
Pusat Pengembangan Energi Nuklir- BATAN
3)
Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamtan Nuklir- BATAN
1)

ABSTRAK
Karakterisasi dan penggunaan Film Medium AGFA D-7 pada Radiografi. Telah dilakukan pengujian
film medium Agfa D-7 dikombinasikan dengan konverter Gadolinium, Fuji G8, Konica 125, dan Konica 750
dalam radiografi neutron RN1. Penelitian disini meliputi tingkat kehitaman atau densitas fungsi waktu
penyinaran. Sumber neutron yang digunakan pada fasilitas Beam S2 RSG pada daya 15 MW, yang mana
distribusi fluks neutron sekitar 1 x 106 n/cm2 1 x 108 n/Cm2. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan adanya
sensitifitas film yang baik bila Film Agfa D-7 dikombinasi dengan konveter Konica 750 dan Gadolinium.
Dimana tingkat kehitaman atau densitasnya antara 2 3 dengan kehitaman dasar lebih dari 0,3, sesuai
standard Rottger dan P. Von Der Hardt, bila dikombinasi dengan konverter Konica 750 perlu waktu
penyianaran antara 30 - <50 detik, dan bila dikombinasi dengan Gadolinium perlu waktu penyinaran antara
30< - 50 detik. Sedangkan bila film dikombiansi dengan konverter Fuji G 8 dan Konica 125 untuk mencapai
tingkat kehitaman 2 memerlukan waktu penyinaran 50< dan 60< detik..

I. Pendahuluan
Radiografi neutron merupakan salah satu uji tak merusak sebagai alternatip dari radiografi sinar-X,
gamma dan gelombang ultra sonic, diantara uji tak merusak disini adalah melihat cacat bahan, porositas dll.
Kelebihan dari masing-masing radiografi baik neutron, sinar-X maupun gamma terletak pada hasil interaksi
sinar dengan bahan, neutron mempunyai daya tembus yang besar terhadap logam berat, dan terserap oleh bahan
yang beratom ringan. Dengan sifat hasil interkasi seperti itu neutron dapat dimanfaatkan untuk melakukan uji
terhadap logam logam dengan ketebalan yang besar, atau suatu komponen yang terdiri dari tabung yang
didalamanya berisi berbagai komponen kescil-kecil khususnya dari material karet. Walaupun saat ini sudah
dikembangkan radiografi sistim televisi, namun perekaman hasil uji dengan film masih sangat diperlukan
apalagi, bila bahan uji ada dilapangan yang tidak memungkinkan untuk menguji dengan membawa peralatan
sistim televisi. Penelitian disini diharapkan didapatkannya waktu penyinaran yang tepat untuk mendapatkan
tingkat kehitaman atau densitas yang distandardkan dari masing-masing kombinasi antara film dan konverter.
Hasil gambar yang didapat itu sendiri sangat tergantung dari jenis dan kualitas film serta kombinasi antara film
dan konverter, disamping itu juga proses dalam developer maupun fixer

72

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2. Metodologi Penelitian
Bahan baku
Untuk merekam gambar hasil uji bahan digunakan film medium merk Agfa dengan type D7, sebagai
bahan untuk pemroses digunakan Developer Agfa G-230 dan fixer Agfa G-305. Dalam proses pengambilan
gambar film tidak berdiri sendiri namun harus dikombinasi dengan konveretr yang mana kegunaanya untuk
mendapatkan kekontrasan yang baik.
Peralatan
Dalam pengambilan gambar film dan konverter harus dalam keadaan gelap atau dalam ruangan gelap,
untuk menjaga agar film tidak terkena sinar tampak maka digunkanlah kaset pegas radiografi, lama waktu
penyinaran menggunakan pewaktu (timer). Setelah film habis diproese dalam developer dan fixer dan sudah
dikeringkan maka film tersebut diamati densitasnya dengan digital densitometer model 301 X.
Tata Kerja
Dalam penelitian ini film Agfa D7 dikombinasi dengan 4 konverter yang biasa digunakan dalam
radiografi neutron yaitu Gadolinium, Fuji G 8, Konica 125 dan Konica 750. Untuk menghindari terbakarnya film
maka kombinasi film dan empat konverter pemasangan pada kaset pegas dilakukan didalam ruang gelap. Kaset
pegas yang sudah terisi pasangan film dan konverter diletakkan didepan ujung beam S2 RSG GAS dibelakang
sampel uji seperti terlihat pada gambar 1. Masing-masing kombinasi dilakukan penyinaran dengan sumber
neutron selama 20, 30, 40, 50 dan 60 detik pada daya reaktor RSG-GAS 15 MW, pengitungan lama waktu
penyinaran dimulai saat tombol auxuliary shutter dihidupkan dan diakhiri setelah tombol penutup auxiliary
shutter dihidupkan. Hal yang perlu sekali diperhatikan adalah saat meletakkan kaset yang sudah terisi maupun
saat mengambil, harus dalam kondisi aman atau tingkat radiasi yang diijinkan untuk kita bekerja didaerah itu
(pengukuran dengan dosimeter). Kemudian film diproses dalam developer selama 2 menit dan diproses dalam
fixer selama 5 menit, proses ini juga dilakukan dalam ruang gelap, selanjutnya film dicuci dan dikeringkan
dalam pengering pada suhu 40 0C. Film yang telah dikeringkan diukur tingkat kehitamnnya atau densitasnya
untuk masing-masing kombinasi. Dan dibuat grafik densitas fungsi waktu penyinaran, Dari hasil itu akan
terlihat tingkat kehitaman yang memenuhi standard menurut Rottger dan P. Von Der Hardt yaitu tingkat
kehitaman diantara 2 3.

73

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Ujung beam S2

Gambar 1. Fasilitas Radiografi Neutron


3. Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran tingkat kehitaman disajikan dalam lampiran pada tabel 1, sedangkan kurva hasil
pengukuran tingkat kehitaman film dengan kombinasi masing-masing ditampilkan dalam grafik seperti pada
gambar 2.

74

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

D e n s it a s F ilm

A g fa D 7

4
3 .5
Densitas

3
2 .5
2
1 .5
1
0 .5
2 0

3 0

4 0

W a k tu

p e n y in a ra n

5 0

G a d o lin iu m

F u ji G 8

K o n ic a

K o n ic a

1 2 5

6 0

(d e tik )

7 5 0

Gambar 2. Densitas fungsi waktu penyinaran


Dari variasi waktu penyinaran antara 20 60 detik kombinasi film dengan berbagi konverter didapat
tingkat kehitaman terendah 0,853 (kombinasi film dengan konverter Konica 125 dengan waktu penyinaran 20
detik) dan tertinggi 3,61 (kombinasi film dengan konverter Konica 750 dengan waktu penyinaran 60 detik).
Untuk mencapai tingkat kehitaman yang memenuhi standard yaitu 2 kombinasi antara Film dan
konverter Konica 750 perlu waktu penyinaran 30 detik, sedangkan kombinasi dengan Gadolinium diperlukan
waktu penyinaran sekitar 32 detik. Kombinasi dengan konverter Fuji G8 dan konverter Konica 125 untuk waktu
penyinaran 30 detik tingkat kehitaman baru mencapai 1,537 dan 1,243, guna mencapai tingkat kehitman 2
diperlukan waktu penyinarn >60 detik dan >50 detik. Dari gambar 1 terlihat jelas kombinasi paling sensitif
adalah pasangan antara film Agfa D7 dan konverter Konica 750, berturut-turut kombinasi dengan Gadolinium,
Fuji G8 dan Konica 125, kehitaman yang memenuhi standard menurut Rottger dan P. Von Der Hardt yaitu
tingkat kehitaman diantara 2 3, disiitulah waktu penyinaran yang tepat.
4.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Kombinasi paling sensitif adalah kombinasi antara

Film Agfa D 7 dengan konverter Konica 750, kemudin kombinasi antara film dan Gadolinium seterusnya
dengan konverter Fuji G 8 dan Konica 125. Untuk mendapatkan tingkat kehitaman standard diantara 2 - 3,
kombinasi film dengan Konica 750 perlu waktu penyinaran antara 30 - <50 detik, sedangkan kombinasi dengan
gadolinium perlu waktu antara 30< - 50 detik. Kombinasi dengan konverter Fuji G 8 dan Konica 125 untuk
mencapai kehitaman 2 baru dapat dicapai dalam waktu penyinaran 40 < dan 50< detik, sedangkan waktu
penyinarn 60 detik belum mencapai tingkat kehitaman 3.

75

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1.

Von Der Hardt P. And Rottger H. Neutron Radiography Handbook, D. Reidel Publishing Co. London
1981

2.

Collected Papers Of Research Activities On Neutron Radiography In Japan, Research Reactor Institute,
Kyoto University, January 1990

3.

Nobua Wada. Akira Tsoruno. Yoji Horiguchi, Neutron Radiography Tokai Research Establishment Jaeri

4.

Mohtr. Mardiyanto. Karakterisasi Film Kering Sinar-X Inspex Ii Dalam Radiografi Neutron

Penelitian

Dasar Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta 28 30 April 1992

76

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

LAMPIRAN
Tabel 1. Tingkat kehitaman film AGFA D7 dengan kombinasi berbagai konverter

TINGKAT KEHITAMAN FILM AGFA-D7


KONVETER

GADOLINIU

FUJI

KONICA 125

KONICA 750

1.36, 1,39, 1,39

1,49, 1,51, 1,53

0,85, 0,85, 0,86

1,06, 1,04, 1,07

1,38

1,51

0,85

1,04

1,92, 1,93, 196

1,53, 1,53, 1,55

1,24, 1,24, 1,25

2,03, 1,93, 2,03

1,936

1,536

1,243

2,0

2,38, 2,37, 2,4

1,98, 1,96, 1,93

1,54, 1,54, 1,56

2,55, 2,57, 2,53

2,383

1,96

1,546

2,55

2,95, 2,89, 2,92

2,31, 2,33, 2,33

1,91, 1,87, 1,89

3,12, 3,1, 3,03

2,92

2,323

1,87

3,1

3,46, 3,4, 3,49

2,82, 2,85, 2,8

2,31, 2,3, 2,35

3,35, 3,66, 3,62

3,4

2,85

2,3

3,61

M
WAKTU
20 DETIK
30 DETIK
40 DETIK
50 DETIK
60 DETIK

Gambar 4. Hasil gambar kombinasi film konverter Fuji G 8 dengan waktu penyinaran 20, 40, 60
detik

77

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 5. Hasil gambar kombinasi film konverter Gadolinium dengan waktu penyinaran 20,
40, 60 detik

Gambar 6. Hasil gambar kombinasi film konverter Konica 125 dengan waktu penyinaran 20, 40,
60 detik

Gambar 7. Hasil gambar kombinasi film konverter Konica 750 dengan waktu penyinaran 20, 40,
60 detik

78

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 8. Foto sensor tekanan dengan Agfa D7

Gambar 9. Foto sensor tekanan dengan Agfa D7

79

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PENENTUAN CALIBRATION SETTINGDOSE CALIBRATOR CAPINTEC CRC-7BT


UNTUK Zn-65
Holnisar1), Rosdiani1,2)
1) Pusat Teknologi Keselelamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN
2) Universitas Pamulang

Abstrak
PENENTUAN CALIBRATION SETTING DOSE CALIBRATOR CAPINTEC CRC-7BT UNTUK Zn-65.
Telah dilakukan penentuan calibration setting perangkat dose calibrator Capintec CRC-7BT untuk radionuklida
Zn-65. Penentuan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi dari peralatan Dose Calibrator
Capintec. Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan sumber standar Zn-65 yang tertelusur ke
laboratorium primer PTB (Physicalisch Technische Bundesanstalt) - Jerman. Pengukuran sumber standar Zn-65
dilakukan dengan mengkombinasi nilai calibration setting mulai dari 190 sampai dengan 245. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa dari masing-masing calibration setting tersebut terdapat perbedaan hasil pengukuran
terhadap standarnya berkisar 23,03% - 0,12%. Dari hasil ini maka calibration setting pada perangkat Dose
Calibrator Capintec untuk mengukur Zn-65 adalah 233, karena memiliki nilai perbedaan yang paling kecil
dengan faktor pengali sebesar 1,00.
Kata Kunci: Calibration Setting , Zn-65, Dose Calibrator Capintec CRC-7BT

1.Pendahuluan
Dose Calibrator Capintec CRC-7BT adalah salah satu alat ukur aktivitas yang menggunakan detektor
isian gas. Alat ukur aktivitas ini terdiri dari detektor kamar ionisasi yang dikombinasi dengan rangkaian
elektronik khusus sehingga respon alat ditunjukkan secara langsung dalam besaran aktivitas. Alat ini memiliki
fasilitas tombol-tombol pengukuran untuk berbagai jenis radioaktif yang telah ditentukan oleh pabrikan dan
fasilitas calibration Setting untuk pengukuran di luar tombol yang telah ditentukan. Fasilitas ini dapat juga
diaplikasikan untuk mengukur radionuklida lain yang belum ada pada peralatan ini.
Untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi perangkat Dose Calibrator Capintec CRC-7BT
perlu menentukan daerah calibration setting berupa potensiometer atau kombinasi resistor yang tetap untuk
setiap radionuklida. Kombinasi resistor ini didefinisikan dengan variabel angka dari 0-999. Posisi variabel
potensiometer yang ditunjukkan calibration setting harus ditentukan terlebih dahulu pada posisi kombinasi yang
sesuai.Pada penelitian ini akan ditentukan calibration setting perangkat Dose Calibrator Capintec CRC-7BT
untuk radionuklida Zn-65. Zn-65 atau seng dipilih karena logam ini banyak digunakan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Pengukuran yang dilakukan dalam pengujian ini adalah dengan melakukan pengukuran radioaktif Zn65 standard buatan laboratorium PTB - Jerman dengan variasi angka kombinasi variabel potensiometer yang
tertera pada tampilan calibration setting detektor Capintec CRC-7BT. Penentuan Calibration Setting untuk Zn-

80

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

65 dilakukan dengan menggunakan sumber radioaktif standard yang tertelusur ini diharapkan menghasilkan
pengukuran dengan akurasi yang tinggi untuk sumber Zn-65.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan angka calibration setting dari radionuklida Zn-65
menggunakan perangkat Dose Calibrator Capintec CRC-7BT. Dengan mendapatkan angka calibration setting ini
diharapkan pengukuran menjadi praktis, cepat dan akurat.
2. Teori
Dose Calibrator Capintec CRC-7BT merupakan salah satu alat ukur radiasi yang bekerja berdasarkan
prinsip ionisasi, yang merupakan salah satu jenis detektor isian gas (gas filled detector) .
Detektor ionisasi terdiri dari dua elektrode terisolasi, anoda dan katoda, yang berada dalam medium gas.
Gas yang biasa digunakan sebagai medium adalah gas dari golongan gas mulia, seperti Helium (He) atau Argon
(Ar). Detektor ionisasi pada umumnya berbentuk silinder dengan dinding tabung berupa logam sebagai katoda
dan sebuah kawat di dalam tabung sebagai anoda. Skema detektor ionisasi dapat dilihat pada Gambar 1.

81

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Radiasi yang mengenai detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion
negatif, jumlah ion yang dihasilkan dari interaksi ini sebanding dengan energi radiasi dan daya ionisasi gas. Ionion yang dihasilkan ini akan memberi kontribusi terbentuknya pulsa listrik atau arus listrik dan akan diolah oleh
rangkaian berikutnya yaitu penguat awal (Pre Amp), penguat (Amplifier) dan Counter menjadi informasi yang
dapat dibaca. Pulsa listrik yang berasal dari interaksi radioaktif diatur pada amplifier berupa jendela-jendela yang
mengubah respon alat yang ditunjukkan secara langsung dalam besaran aktivitas. Hal ini dipatenkan dalam
bentuk tombol-tombol yang sesuai dengan jenis radioaktif tertentu. Meskipun demikian pada alat tersebut tidak
semua jenis radioaktif dipatenkan dalam bentuk tombol-tombol. Untuk mengukur radioaktif yang tidak ada pada
tombol, Dose Calibrator Capintec CRC-7BT memberi fasilitas calibration setting berupa potensiometer yang
dapat diatur dan ditentukan oleh pengguna. Calibration setting ini didefinisikan dengan variabel angka dari
angka 0 999. Pengaturan dan penentuan calibration setting untuk radioaktif tertentu ini harus menggunakan
sumber radioaktif standard yang tertelusur
Kombinasi angka variabel calibration setting yang telah ditentukan dapat digunakan untuk pengukuran
aktivitas bila nilai aktivitas hasil pengukuran yang didapat mempunyai perbedaan dibawah 1% dibandingkan
aktivitas standard. Untuk mengurangi cacah latar dan meningkatkan akurasi pengukuran serta mencegah
perubahan efisiensi yang disebabkan oleh hamburan materi dekat detektor kamar pengion maka sebaiknya
detektor diberi shielding Pb setebal 5 cm.
3.Tata Kerja
Penentuan calibration setting pada Dose Calirator Capintec CRC-7BT untuk pengukuran Zn-65 dapat
ditentukan dengan melakukan pengukuran sumber radioaktif Zn-65 standard buatan laboratorium PTB
(Physicalisch Technische Bundesanstalt)-Jerman dengan aktivitas 0,01191 mCi pada tanggal 31 Desember
2009. Penentuan Call Setting dilakukan dengan mengukur nilai aktivitas dari sumber Zn-65 diatas dengan variasi
kombinasi variabel angka-angka yang ada pada fasilitas calibration setting detektor Dose Calibrator Capintec
CRC7BT. Pada pengukuran ini digunakan kombinasi angka variabel 190-245 hingga diperoleh hasil
pengukuran yang mendekati atau sama dengan aktivitas radioaktif Zn-65 standard yang digunakan. Gambar 2.
merupakan ilustrasi dari Dose Calibrator Capintec CRC-7BT dan Gambar 3. adalah bentuk asli dari detektor
Dose Calibrator Capintec CRC7BT milik Lab. Standardisasi PTKMR BATAN yang digunakan untuk
pengukuran aktivitas.

82

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 2. Ilustrasi sistem pencacah Dose Calibrator Capintec CRC-7BT

Gambar 3. Detektor Dose Calibrator Capintec CRC-7BT

4.Hasil dan Pembahasan


Dari hasil pengukuran dan pengaturan calibration setting diatas dihasilkan data seperti yang terlihat
pada tabel 1.

83

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Hasil pengukuran dengan variasi cal setting


No

Calibration setting

aktivitas Zn-65 (mCi)

190

0,01465

195

0,01417

200

0,01921

205

0,01356

210

0,01343

215

0,01319

220

0,01258

225

0,01246

230

0,01216

10

231

0,01229

11

232

0,01198

12

233

0,01190

13

234

0,01181

14

235

0,01175

15

236

0,01162

16

237

0,01163

17

238

0,01151

18

239

0,01132

19

240

0,01130

20

245

0,01119

Hasil pengukuran diatas dibandingkan dengan aktivitas dari sumber standard Zn-65 yang digunakan
sebesar 0,01191 mCi pada tanggal 31 Desember 2009. Aktivitas dari hasil pengukuran Dose Calibrator Capintec
CRC7BT dengan variasi calibration setting

dari kombinasi variabel 190-245 diperoleh perbedaan nilai

aktivitas dengan sumber standard seperti yang terlihat pada tabel 2.


Untuk menghasilkan pengukuran yang lebih akurat hasil pengukuran perlu juga diberikan faktor
kalibrasi sebagai faktor pengali dari hasil pengukuran Zn-65 yang dapat dicari dengan membandingkan aktivitas
standard dengan aktivitas hasil pengukuran ( Astandard /Apengukuran ), terlihat seperti pada tabel 3.

84

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Pebedaan hasil pengukuran dan nilai standard

No

Calibration setting

beda pengukuran
(%)

190

23,03

195

18,93

200

61,29

205

13,81

210

12,79

215

10,74

220

5,62

225

4,59

230

2,13

10

231

3,16

11

232

0,60

12

233

0,12

13

234

0,83

14

235

1,34

15

236

2,48

16

237

2,37

17

238

3,39

18

239

4,93

19

240

5,14

20

245

6,06

85

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 3. Faktor Kalibrasi dari hasil pengukuran


No

Calibration setting

Faktor Kalibrasi

190

0,81

195

0,84

200

0,62

205

0,88

210

0,89

215

0,90

220

0,95

225

0,96

230

0,98

10

231

0,97

11

232

0,99

12

233

1,00

13

234

1,01

14

235

1,01

15

236

1,03

16

237

1,02

17

238

1,04

18

239

1,05

19

240

1,05

20

245

1,06

Perbedaan pengukuran yang diperoleh dari semua variabel calibration setting sangat bervariasi tetapi
mulai variabel 230 sampai variabel 235 hasil pengukuran mendekati aktivitas standar, calibration setting yang
dipilih adalah yang mempunyai perbedaan kesalahan pengukuran terkecil yaitu calibration setting dengan
kombinasi variabel 233 dengan nilai Faktor Kalibrasi 1,00.
Dengan penentuan kombinasi variabel calibration setting dan pemberian Faktor Kalibrasi untuk Zn65 pada Dose Calibrator Capintec CRC-7BT maka perangkat alat ukur sumber zat radioaktif ini telah dapat
digunakan untuk mengukur radioaktif jenis Zn-65. Hasil pengukuran ini dapat dipertanggungjawabkan karena
menggunakan sumber standard Zn-65 yang tertelusur ke laboratorium primer PTB (Physicalisch Technische
Bundesanstalt) Jerman.

86

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

5.Kesimpulan
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Kombinasi calibration setting untuk sumber radioaktif Zn-65 adalah 233 karena mempunyai beda pengukuran
dengan sumber standar paling kecil yaitu 0,12% dengan faktor kalibrasi 1,00
2. Jangkauan calibration setting dari alat ukur aktivitas Dose Calibrator Capintec CRC-7BT untuk sumber
radioaktif Zn-65 yang memiliki perbedaan pengukuran paling kecil adalah kombinasi variabel dari 230 sampai
dengan 235.
Daftar Pustaka
1.

Instruction Manual Dose Calibrator CAL/RAD MARK VI 2009

2.

A Hand book of Radioactivity Measurements

3.

NAZAROH, ERMI J., HOLNISAR dan WIJONO, Observasi Kinerja Dose Calibrator Milik Rumah

Procedurs NCRP REPORT NO.58, 1987

Sakit dan Pentingnya Ketertelusuran, Pertemuan dan Presentasi ilmiah Standardisasi dan Jaminan mutu,
BSN, Jakarta, November 2005.
4.

Prosedur QC Perawatan Instrumentasi Nuklir, PUSDIKLAT BATAN 2006.

5.

Apriyantono, A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.

6.

Bahl, B.S. dan Arun, B. 1979. Advanced Organic Chemistry. S., Chand & Company LTD. New Delhi

7.

Balia, R. L. 2004. Potensi dan Prospek Yeast (Khamir) Dalam Meningkatkan Diversifikasi Pangan di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Mutu Pangan pada Fakultas
Peternakan. UNPAD. Bandung.

8.

Bustaman, S. 2008. Strategi Pengembangan Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku, Perspektif Vol. 7.
No 2. hal 65-79.

9.

Gozan, M., M., Samsuri., Fani, S. T., Bambang, P., M. Nasikin. 2007. Sakarifikasi dan Fermentasi
Bagas Menjadi Ethanol Menggunakan Enzim Selulosa dan Enzim Sellobiose. J., Teknologi. Tahun
XXI. No 3. hal 209 215.

10. Judoamidjojo, M., A. A. Darwis, dan E. G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali.
Jakarta.
11. Retno, D. E., Enny, K. A. Dan Fadilah. 2009. Studi Awal Reaksi Simultan Sakarifikasi dan Fermentasi
Tepung Sorghum (Sorghum Bicolor L. Moench) dengan Katalis Enzim Glucoamylase dan Yeast
(Saccharomyces cerevisiae). Seminar

Nasional Tehnik Kimia Indonesia. 19-20 oktober 2009.

Bandung.
12. Supitasari, N.S. 2008. Studi Hidrolisis Tepung Empulur Batang Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) Dengan
Menggunakan Asam Sulfat Dan Enzim Serta Fermentasi Hidrolisatnya Menjadi Asam Laktat oleh
Lactobacillus bulgaricus ssp delbrueckii FNCC 0035. Universitas Padjadjaran. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Biologi. Skripsi.

87

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

IN SERVICE INSPECTION UNTUK ALAT PENUKAR KALOR


Syafrul *),Djunaidi*)
*) Pusat Reaktor Serba Guna BATAN
ABSTRAK
IN SERVICE INSPECTION UNTUK ALAT PENUKAR KALOR. Tujuan dilakukannya in service
inspection (ISI) alat penukar kalor untuk menjamin kesesuaian kondisi dengan batasan yang memadai
keselamatan operasi alat terutama yang menyangkut kinerja penukar kalor untuk mengetahui kondisi struktur/
komponen yang mengalami penuaan saat ini setelah beroperasi beberapa waktu lamanya. Pada umumnya
program ini dilakukan setelah alat beroperasi lebih dari 20 tahun dengan peralatan khusus untuk memeriksa
bagian yang sangat penting dalam hal perpindahan panas di dalam alat penukar panas. Untuk keperluan industri
penggunaan peralatan khusus seperti Eddy current pada frekuensi 8 sampai dengan 16 kHz hasilnya cukup
optimum, tetapi untuk keperluan yang lebih besar seperti alat penukar kalor untuk pembangkit listrik yang
bersekala besar haruslah menggunakan peralatan Eddy current multi frekuensi yang dapat mengakses semua
jenis bahan pipa, semua ukuran dan ketebalan tube side penukar kalor. Dengan selesainya kegiatan (ISI) maka
kedepan alat akan mampu beroperasi lagi lebih sempurna.

Kata kunci : Alat Penukar kalor

1.

Pendahuluan
Keselamatan merupakan faktor utama

yang harus dipenuhi dalam nengoperasikan instalasi. Ada

beberapa cara untuk dapat dilakukan untuk menunjang keselamatan pengoperasian instalasi, salah satu dan yang
paling penting adalah melakukan perawatan terhadap sistem, komponen utama, peralatan secara teratur. Salah
satu yang termasuk di dalam perwatan adalah perawatan mekanik dari komponen atau alat dengan cara in service
inspection seperti pada alat penukar kalor. Perawatan dan in service inspection dilakukan untuk menjamin
kesesuaian kondisi dengan batasan yang memadai keselamatan operasi instalasi. Inspeksi merupakan bagian dari
perawatan dilaksanakan untuk sistem atau komponen utama dengan tujuan untuk mengetahui keadaan struktur
dan komponen alat saat ini yang telah mengalami penuaan setelah beroperasi lama. Di dalam penukar kalor
bagian-bagian yang rawan dan perlu dilakukan inspeksi adalah tube-tubenya karena tube adalah bidang transfer
kalor dari system pendingin primer ke system pendingin sekunder, juga tube-tube dari penukar kalor ini dialiri
fluida baik dalam maupun luar dengan suhu yang berbeda sehingga setelah beroperasi sekitar 20 tahunan
terdapat beberapa kemungkinan yang timbul yang menyangkut kinerjanya. Kemungkinan yang paling dominan
adalah menipisnya ketebalan pipa karena tererosi aliran secara terus menerus dari dalam maupun luar pipa.
Sehubungan dengan telah lamanya alat tersebut digunakan, maka sudah sangat mungkin mulai terjadi proses
pengikisan/penipisan pada pipa-pipa yang dapat mengganggu laju alir berupa perembesan atau kebocoran dan
mengganggu perpindahan kalor dari primer ke sekunder. Kemudian kemungkinan yang lain diameter pipa
mengalami deformasi karena perbedaan suhu yang berkepanjangan juga pembentukan kerak pada permukaan
pipa dan untuk itulah perlunya dilakukan inspeksi terencana. Dalam tulisan ini akan dipaparkan hasil-hasil
inspeksi untuk penukar kalor dari lemaga riset serta evaluasi pelaksanaan inspeksi. Dengan dilakukan inspeksi
keadaan komponen atau alat diharapkan dapat memantau bagian-bagian yang penting, kelangsungan
perpindahan kalor tetap baik dan kerusakan total dapat terhindarkan.

88

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2.Tanggung Jawab Dan Implementasi


Manajenen perawatan bertanggung jawab terhadap pelayanan program inspeksi yang mencakup semua
aktivitas inspeksi , apakah dapat berjalan sesuai dengan rencana atau tidak. Penanggung jawan inspeksi dapat
menggunakan tenaga berasal dari lingkungan sendiri atau tempat lain. Penanggung jawab inspeksi mempunyai
tugas dan tanggung jawab antara lain2) :
- Menyiapkan dokumen disain rancangan, susunan sistem, stuktur dan komponen yang
termasuk dalam bagian yang akan diinspeksi.
- Menyiapkan program dan jadwal pelaksanaan inspeksi.
- Melakukan koordinasi antara individu atau grup yang terlibat dalam peyanan inspeksi
- Mengembangkan dan menyiapkan prosedur inspeksi secara tertulis diantaranya diagram
/ struktur komponen, spesifikasi dan lokasi yang akan diinpeksi.
- Melaksanakan program pelayanan inspeksi
- Jaminan bahwa inspeksi dilakukan oleh personil yang terkualifikasi.
- Jaminan bahwa peralatan dan prosedur yang digunakan untuk inspeksi dalam kondisi
baik siap pakai dan terkalibrasi
- Menganalisis dan membuat laporan hasil inspeksi maupun pengujian
- Mendokumentasikan hasil pemeriksaan untuk evaluasi berikutnya.
Implementasi inspeksi terhadap penukar kalor dapat dilakukan secara berkala, tergantung kebutuhan
agar tidak terjadi kegagalan fungsi, memperbaiki koeffisien perpindahan global dan untuk kepentingan
keselamatan, hal-hal lain persyaratan yang ditetapkan oleh laporan Analisis Keselamatan instalasi yang harus
dipenuhi biasanya untuk penukar kalor dengan kapasitas besar beda tekanan total pada tube side yang diijinkan
sebesar 0,4 bar serta dianjurkan Ptotal tidak lebih dari 0,68 bar karena akan banyak masalah yang
berkepanjangan. Untuk inspeksi membersihkan kerak-kerak yang menempel agar Ug kembali normal dan
prosedurnya adalah sebagai berikut3) :
-

Sebelum dilakukan pembongkaran,sistem pendingin dalam kondisi mati

Siapkan seal pengganti dan catu daya listrik pompa primer,sekunder,floding dimatikan.

Air di dalam penukar kalor dikosongkan dan buka tutup atas.

Lakukan pengukuran diameter tube kemudian bersihkan permukaan dan saluran tube dengan pipa
Aluminium dan disemprot dengan Jet cliner air bebas minerak

Lakukan pengukuran kembali diametr tube setelah dibersihkan dan tutup kembali

Lakukan tes kebocoran penukar kalor dengan mengoperasikan sistem pendingin sekunder.

89

ISSN 977.2086796.00.2

2.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Metode Inspeksi

Pemeriksaan tube-side dengan peralatan Eddy current pada prinsipnya mengukur ketebalan pipa-pipa yang
digunakan sebagai bidang kontak langsung antara pendingin primer dan sekunder. Eddy curent adalah metode
pengukuran yang efektiv dengan menguji pipa melalui diameter dalam (ID) dan metoda mengevaluasi secara
luas kondisi pipa-pipa penukar kalor. Suatu cara pemeriksaan dengan memasukkan/menyisipkan suatu alat ke
dalam tabung dan berjalan terus sepanjang pipa akan dapat memberikan informasi tentang ukuran, penempatan
dan jenis manapun cacat tabung dan memberikan suatu penilaian / assassment pantas tidaknya untuk dilanjutkan
atau dipakai lagi. Yang didasarkan pada informasi dari operator agar dapat memaksimalkan pemakaiannya,
penukar kalor dapat beroperasi lebih efisien dan meminimkan kebocoran dan kegagalan yang tak diduga.
Peralatan yang digunakan pada inspeksi penukar kalor adalalah :tipe instrumen MIZ 40 Eddy Current
Instrument. Kemudian untuk lebih tenang dalam bekerja jadwal inspeksi membutuhkan waktu reaktor shut down
sekitar sebulan dan tata kerjanya sebagai berikut :
Sebelum melakukan pengujian eddy current terlebih dulu dilakukan pembersihan terhadap tube untuk
meyakinkan bahwa tube benar-benar dalam keadaan bersih dari berbagai macam kotoran

yang dapat

mengganggu operasional gerak probe karena kotoran dapat merusak probe bobbin. Setelah pembersihan tube
harus langsung dikeringkan agar pengujian dapat dilakukan. Hal ini dimaksutkan untuk menghindari agar
larutan pembersih tidak merusak probe. Selanjutnya peralatan yang digunakan adalah alat eddy current,
recorder, probe dan pendorong probe (probe pusher). Sebelum pengujian dilakukanp peralatan harus dikalibrasi
sesuai dengan standart, standart tube harus sesuai dengan dimensi dan jenis material serta kemungkinan heat
treatmentnya dengan tube yang diuji, kemudian hasil peneraan sinyal kalibrasi yang terecord pada grafik x,y,t
harus mampu membedakan dengan jelas dan proporsional antara cacat ID atau OD pada range 100% sampai
dengan 20 %.Selama pengujian data harus direcord

selagi probe sedang bergerak dari dalam tube heat

exchanger. Pengujian tube heat exchanger dilakukan dengan internal probe. Penggunaan frekuensi 8 KHz harus
dilakukan bila pemeriksaan pada tube alluminium brass dan untuk copper stainless steel frekuensinya antara 8
sampai 16 KHz. Untuk jenis Heavy wall harus digunakan frekuensi rendah begitu juga untuk logam konduktor
yang bagus. Dinding yang tipis, tube yang halus dan kecil daya hantarnya harus digunakan frekuensi tinggi.
Probe harus dapat menembus sepanjang pipa dengan menggunakan peralatan penekan udara maupun manual.
Setelah probe menembus ujung pipa maka probe ditarik secara manual dengan hati-hati serta dicatat pada chart
recorder sampai tarikan habis. Kecepatan rata-rata penarikan probe tidak melebihi 14 in/detik secara konstant
atau disesuaikan dengan karakteristik dari material. Kecepatan dari grafik pencatat dari recorder harus sekitar
10 mm/detik pada rentang (range) skala penuh, selengkapnya lihat pada lampiran.

90

ISSN 977.2086796.00.2

3.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Hasil dan Pembahasan

Hasil inspeksi penukar kalor


Final report of eddy current test on heat exchanger tubes pada 21-23 Juli 2006 di

Kawasan

PUSPIPTEK Setu Tangerang Banten. Pemakaian alat khusus pada alat penukar kalor pada sistem pendingin
adalah jenis Shell and Tube berbentuk tabung tegak, aliran berlawanan 2 pass shell dan 2 pass tube. Jumlah 2
buah alat yang terpasang secara paralel, masing-masing memiliki data geometri dan kapasitas yang sama dengan
beban nominal 15 MW. Alat ini memiliki penyekat (baffle) longitudinal pada bagian garis tengah shell, sisi shell
dilalui oleh fluida panas sedangkan tube dilalui oleh fluida dingin seperti pada Gambar 1. Alat pembersih tube
berupa bola-bola elastis dilewatkan tube secara reguler bersama aliran yang digerakkan oleh pompa sirkulasi.
Tabel 1 menyajikan data spesifikasinya.

Longitudinal bufel

window

Kanal head

Gambar 1. Skema Aliran Penukar

91

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Spesifikasi penukar kalor RSG-GAS


No

Item

Uraian

1.

Type

Multi pass, shall and tube, 2,2

2.

Manufacture

BALKE-DURR,AG.Hombergerstrabe 2.Germany

3.

Tahun pembuatan

1984

4.

Diameter

1 300 mm

5.

Panjang total

9 000 mm

6.

Posisi

Vertikal

7.

Tube (pipa)

Lihat tabel 1.1

Tabel 1.1. Spesifikasi pipa-pipa penukar kalor RSG-GAS


No

Item

Uraian

1.

Diametek x ketebalan

22 mm x 1 mm

2.

panjang

7 410 mm

3.

Jumlah pipa total

2 x 816 pipa

4.

Material

5.

Standart

6.

Komposisi (%)

X10 Cr Ni Mo Ti 1810-1 14571(DIN 17440)

0,01

Si

Mn

0,045

0,035

Cr

17,5

Ni

12

Mo

2,25

Ti

0,33

7.

Tes Hidrostatis

59 b1ar (pada 1984)

8.

NDT eddy curent

Sesuai AVS 21.1.1 (pada 1984)

92

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Spesifikasi air pendingin sekunder


No

Item

Uraian

1.

pH

6,5 8

2.

Kunduktifitas

850 1500 s/cm

3.

Ca Co3 max

280 ppm

-2

4.

So4 max

320 ppm

5.

Hardness total (kesadahan) max

480 ppm

6.

Fe total max

1 ppm

7.

Cl max

177,5 ppm

8.

Laju korosi max

3 mpy

9.

Bakteri

106 bakteri/ml

Tabel 3.Peralatan inspeksi


No

Uraian

Irem

1.

Tipe instrumen

MIZ 40 Eddy curent Instrumen

2.

Manufactur

ZETEC,USA.

3.

Type probe

Bobbin differential

4.

Diameter luar prob

18. mm

5.

Standart Refrensi pipa

213 TP 321 IH-ASME bagian V artikel 8.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan dengan Eddy current


HE

Klasifikasi hasil/penipisan

R tubes

Accessible

JE01

(0-20)

(21-40)

(41-60) %

(61-80)

(81-100)

tube

BC02

Outlet

809

side

99,14%

Inlet side

792

1
0,12%

1601
98,10%

816

0,74%
-

97,06%
Total tube

Total tube

24

816

2,94%
-

1
0,06%

30

1632

1,84%

100%

*Catatan : 1601 pipa tak ada masalah, 30 pipa masalah ringan dan 1 pipa masalah berat

93

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Bagian Tube-side merupakan bidang kontak langsung antara pendingin primer pada posisi luar dan
pendingin sekunder berada pada bagian dalam, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Diantara
pendingin primer dan pendingin sekunder terdapat perbedaan suhu dalam operasinya, dan transfer panas terjadi
dari luar pipa pendingin primer dengan suhu lebih tinggi menuju dalam pipa pendingin sekunder dengan suhu
yang lebih rendah dimana aliran kedua pendingin berlawanan arah. Maksud dibuat berlawanan arah adalah untuk
mempercepat proses perpindahan kalor. Kecepatan alir kedua sistem pendingin sedang untuk ukuran penukar
kalor dan setelah dilakukan inspeksi 20 tahunan ada beberapa pipa yang mengalami penipisan dan hanya ada
sebuah pipa yang menghawatirkan karena penipisan tersebut telah mencapai 40 % yang akhirnya
direkomeddasikan ditutup (di plug) untuk tidak difungsikan lagi, dengan demikian luas bidang tranfer/kontak
kalor akan berkurang tetapi pengaruhnya sangat kecil. Penipisan tersebut akibat erosi dari aliran yang
berlawanan arah kecepatan medium pada suhu antara 50 sampai dengan 60 oC selama 20 tahunan, pengaruh
kualitas air sekunder tidak terlihat karena tidak terlihat adanya korosi didalam tube tersebut

Gambar 2. Tube-tube penukar kalor yang ditutup karena mengalami penipisan


Inspeksi meningkatkan umur operasi alat
Perawatan dan inspeksi dilakukan untuk menjamin kesesuaian kondisi dengan batasan yang memadai
keselamatan operasi reaktor. Inspeksi merupakan bagian dari perawatan dilaksanakan untuk komponen utama
reaktor dengan tujuan untuk mengetahui keadaan struktur dan komponen alat yang telah mengalami penuaan
setelah beroperasi lama dan menghindari terjadinya degradasi serta menghindari kerusakan fatal. Degradasi yang
dialami oleh penukar kalor yaitu menurunnya koeffisien perpindahan panas global (Ug) alat penukar kalor,
ditandai menurunnya t pada sisi sistem pendingin sekunder selama beberapa hari operasi juga penipisan pipapipa. Setelah dilakukan inspeksi jangka panjang dan dilakukan perbaikan maka ada suatu jaminan keselamatan
dalam pemakaian alat penukar panas dimasa berikutnya.

94

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

5.Kesimpulan
In Service Inspection

pada penukar kalor dengan peralatan eddy current

dengan tujuan

menguji/mengukur ketebalan pipa saai ini, dari hasil pengukuran terdapat beberapa pipa yang mengalami
penipisan, dari hasil pembahasan dapat direkomendasikan satu pipa yang mengalami penipisan 40 % untutuk
dititup (di plug) tidak digunakan lagi kawatir munculnya kebocoran pada pipa tersebut dan tidak berpengaruh
terhadap laju perpindahan panas.

Daftar Pustaka
1.

Animmous, Safety Analysis Report Rev-8, Bab 5, PRSG-BATAN.1998

2.

Draft safety guide, working ID 35-G7, the safety standard on Maintenance periodic testing and inspection
of resear reactor.

3.

Tarigan A.dkk. Manajemem perawatan dan in service inspection reactor serbaguna G.A. Siwabessy,
Proseding BATAN-JAERI seminar on pre service and in service inspection for nuclear components, Jakarta
2-4 Desember 1998.

4.

Tarigan A.,Overhaul system penukar panas RSG-GAS,Proseding seminar Teknologi dan keselamatan
PLTN serta fasilitas Nuklir ke-6, Jakarta 10-11 Oktober 2000.

5.

Animmous, Final report of Eddy Curent Test on Heat Exchanger Tubes JE 01 BC 02 RSG-GAS BATAN.,
Report Number 072 /RPT-BTR/ VII 06, Date July 28, 2006.

6.

Animmous,Expert mission report on in-service inspection of heat exchangers and radiation protection
program of RSG-GAS, Serpong, Indonesia, 11-15 Desember 2006.

95

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ANALISIS KEHANDALAN SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL BANGUNAN REAKTOR


SERBA GUNA G.A SIWABESSY
Teguh Sulistyo
Bidang Sistem Reaktor Pusat Reaktor Serba Guna
Gedung 31 Kawasan Nuklir Serpong Puspiptek 15310

ABSTRAK
ANALISIS KEHANDALAN SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL BANGUNAN REAKTOR
SERBA GUNA G.A SIWABESSY. Sistem penangkal petir eksternal berfungsi melindungi bangunan reaktor,
pbantu, disel dan cooling tower dari kerusakan akibat arus sambaran petir langsung. Analisis keandalan meliputi
pengukuran tahanan pentanahan, perkiraan bahaya dan perhitungan luas penampang penghantar. Hasil analisis
meliputi hasil pengukuran tahanan pentanahan sebesar 0,668 . Nilai tahanan pentanahan hasil pengukuran ini
masih berada di bawah nilai tahanan pentanahan yang disyaratkan yaitu 2 . Hasil perhitungan perkiraan
bahaya sambaran petir langsung menunjukkan bangunan reaktor memiliki resiko sangat besar sedangkan perkiraan
bahaya sambaran petir langsung terhadap bangunan bantu, disel dan cooling tower memiliki resiko kecil. Dengan
demikian bangunan reaktor sangat memerlukan sistem perlindungan dan bangunan bantu, disel dan cooling tower
tidak memerlukan sistem perlindungan. Sedangkan hasil perhitungan luas penampang penghantar diperoleh
sebesar 44,186 mm2 dan arus sambaran petir sebesar 204,328 A. Sehingga penghantar yang dipilih dan tersedia
di pasaran yaitu 70 mm2 karena memiliki kemampuan untuk dialiri arus sambaran petir sebesar 204,328 A dalam
waktu sangat singkat.
Kata kunci: sistem penangkal petir eksternal

1.Pendahuluan
Sambaran petir langsung maupun tidak langsung berpotensi menimbulkan kerusakan pada peralatanperalatan elektronik, instrumentasi, kendali, bangunan Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy (RSG-GAS) maupun
bangunan pendukung lainnya serta manusia yang berada di sekitarnya. Potensi kerusakan terhadap peralatanperalatan elektronik, instrumentasi dan kendali kemungkinan besar disebabkan oleh sambaran petir tidak
langsung. Sambaran petir tidak langsung yang terjadi ini akan menghasilkan induksi tegangan lebih pada saluran
tegangan rendah dan kemudian menghantarkan gelombang berjalan sepanjang saluran tegangan rendah sistem
listrik bangunanreaktor RSG-GAS. Sedangkan potensi kerusakan akibat sambaran langsung terhadap peralatanperalatan elektronik, instrumentasi, kendali dan manusia di sekitarnya hampir tidak mungkin terjadi karena
saluran tegangan rendah berada di dalam bangunan RSG-GAS. Namun demikian karena faktor ketinggiannya
maka tidak menutup kemungkinan potensi kerusakan akibat sambaran langsung dapat terjadi terhadap bangunan
RSG-GAS maupun bangunan pendukung lainnya.
Untuk mengantisipasi dampak kerusakan dan gangguan terhadap peralatan-peralatan elektronik,
instrumentasi, kendali, dan manusia yang berada di sekitarnya, maka bangunan RSG-GAS maupun bangunan
pendukung lainnya dilengkapi dengan sistem perlindungan bangunan yang terdiri atas sistem penangkal petir
eksternal dan internal yang satu sama lainnya saling berhubungan serta dilengkapi dengan sistem sangkar
Faraday pada bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower untuk meminimalisasi induksi akibat arus
sambaran petir dan menjamin pembuangan arus sambaran petir ke bumi berlangsung dengan aman.

96

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis kehandalan sistem penangkal petir eksternal bangunan RSGGAS melalui kegiatan pengukuran tahanan pentanahan bangunan reaktor dan bangunan pendukung lainnya,
perhitungan . Hasil tahanan pentanahan yang diperoleh dari kegiatan tersebut di atas selanjutnya akan
dibandingkan dengan nilai yang disyaratkan untuk bangunan reaktor dan bangunan pendukung lainnya yaitu
lebih kecil atau sama dengan 2 Ohm.
2. Deskripsi Sistem
Untuk menjamin distribusi arus sambaran petir ke bumi berlangsung dengan aman, maka perlu
diperhatikan bahwa nilai tahanan pentanahan dari sistem pentanahan bangunan RSG-GAS meliputi bangunan
reaktor, bantu, disel dan cooling tower harus lebih kecil atau sama dengan 2 Ohm.
Besarnya nilai tahanan pentanahan pada bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower dapat diketahui
dengan cara melakukan pengukuran tahanan pentanahan pada masing-masing bangunan tersebut dengan
menggunakan alat ukur Earth Tester. Untuk memudahkan pengukuran tahanan pentanahan pada bangunan-bangunan
tersebut maka masing-masing bangunan yang akan diukur diberi tanda lokasi pengukuran dan notasi bangunannya
seperti notasi untuk bangunan reaktor yaitu A, bangunan bantu yaitu B, bangunan disel yaitu C dan bangunan cooling
tower yaitu D
Sehingga untuk memperoleh hasil pengukuran tahanan pentanahan rata-ratanya dihitung dengan
menggunakan persamaan:
R rata-rata =

R A + R B + R C + RD
Ohm
4

..

(1)

Sebagai perlindungan terhadap sambaran petir, maka pada atap bangunan reaktor, bantu dan disel
dipasang jaringan kawat konduktor pada jarak 10 m x 10 m. Jaringan ini dilengkapi dengan elektroda petir yang
dipasang vertikal di sebelah luar bangunan pada jarak masing-masing 10 m. Konduktor tersebut akan
menghubungkan jaring penangkal petir dengan konduktor pentanahan. Pemasangan jaring ini dimaksudkan untuk
menjamin bahwa arus yang ditimbulkan sambaran petir akan terbagi rata pada banyak konduktor sebelum dibuang ke
bumi. Dengan cara ini induksi dan medan magnet yang timbul karena arus sambaran petir akan direduksi sampai
batas yang diijinkan, sehingga kemungkinan interferensi arus petir dengan sistem instrumentasi dan sistem kendali
dapat diperkecil.
Sistem pantanahan bangunan reaktor terdiri atas pentanahan pondasi gedung, pentanahan dalam, dan
pentanahan lingkar. Pentanahan pondasi bangunan terbuat dari batang-batang baja yang terdapat pada kerangka
pondasi beton. Pentanahan lingkar dibuat dari kawat tembaga yang ditanam disekeliling bangunan pada kedalaman
kira-kira 0,5 m dengan jarak 1 m dari dinding tembok gedung.
Sistem pentanahan tersebut di atas satu dengan lainnya dihubungkan pada beberapa titik simpul.
Pentanahan bangunan reaktor, bantu, disel, dan cooling tower dihubungkan satu sama lain dengan melalui
pentanahan lingkar dari masing-masing bangunan. Dengan maksud untuk memperoleh nilai tahanan pentanahan
sekecil mungkin, maka sistem pentanahan bangunan RSG-GAS dilengkapi dengan sangkar Faraday, sistem
penangkal petir, dan sistem pentanahan dalam. Semuanya itu menjadi bagian dari sistem pentanahan seperti dilihat
pada Gambar 1. Bila terjadi sambaran petir, maka pentanahan lingkar akan memantau distribusi batas tegangan yang
cukup aman bagi manusia dan peralatan.

97

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Bangunan reaktor, bantu, dan genset dilengkapi dengan jaring baja dari jenis "hot galvanized round bar
iron" yang dipasang disebelah luar dinding bangunan dengan jarak 3,20 m x 5,00 m sehingga menyelimuti bangunan
seperti layaknya sangkar. Oleh sebab itu jaring ini disebut dengan sangkar Faraday (ditemukan oleh Faraday). Pada
beberapa titik simpul sangkar Faraday ini dihubungkan dengan pentanahan dalam dan pentanahan lingkar. Tujuan
dari pemasangan sangkar Faraday ini adalah untuk membatasi besarnya tegangan induksi dan medan magnet yang
dibangkitkan oleh penghantar yang dilalui arus sambaran petir hingga mencapai tingkat yang tidak membahayakan
bagi peralatan-peralatan elektronik, instrumentasi, kendali, bangunan RSG-GAS maupun bangunan pendukung
lainnya serta manusia yang berada di sekitarnya.
BangunanDisel
BangunanTrafo
Hubungan sistem

Bangunan OB
BangunanBantu

Cooling Tower

BangunanReaktor

Gambar 1 Sistem Pentanahan RSG-GAS

Sistem pentanahan dalam yang digunakan pada masing-masing bangunan terbuat dari konstruksi logam
yang terdapat di dalam bangunan, seperti panel-panel distribusi, pipa-pipa air, konstuksi baja pendukung dan lain
sebagainya. Pentanahan dalam dihubungkan dengan penyalur petir dan pentanahan lingkar pada beberapa titik
simpul. Skema sistem pentanahan dalam diperlihatkan pada Gambar 2. Supaya sistem pentanahan dalam dapat
dihubungkan dengan penyalur petir dan pentanahan lingkar maka diperlukan adanya penetrasi dinding tembok
bangunan pada beberapa tempat. Konduktor penghubung antara pentanahan dalam dan konduktor petir
menggunakan kawat tembaga dengan diameter 70 mm2.

roof (meshed net work)

+ 81,00

Lightning conductor
3,20

Internal earth

0,00
Wall penetration Cu
+ 0 00
Hot galvanized
steel wire
(meshed network)
- 6,50

+ 0,40

3,20

bed plate

Steel reinforcement (meshed network)


Molecular welding connection

Gambar 2 Sistem pentanahan dalam bangunan reaktor RSG-GAS

98

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Untuk mencegah terjadinya induksi tegangan lebih pada peralatan-peralatan elektronik, instrumentasi,
kendali, bangunan RSG-GAS maupun bangunan pendukung lainnya serta manusia yang berada di sekitarnya
pada saat reaktor mengalami sambaran petir langsung maupun sambaran petir tidak langsung, maka perlu mendapat
perhatian terhadap titik-titik simpul yang menghubungkan jaringan pentanahan satu dengan lainnya . Titik-titik
simpul tersebut harus terikat dengan baik dan kencang sehingga dapat meminimalisasi adanya hambatan pada saat
arus sambaran petir melaluinya dan dapat mendistribusikan arus sambaran petir ke bumi dengan aman.
Besarnya kebutuhan bangunan akan sistem perlindungan
Untuk mengetahui besarnya kebutuhan perlindungan bangunan reaktor, bantu, disel, dan cooling tower,
secara empiris dapat ditentukan melalui Indeks Resiko (IR) yang merupakan indeks perkiraan bahaya akibat
sambaran petir terhadap bangunan. Semakin besar IR komulatif yang diperoleh menunjukkan semakin besar pula
kebutuhan bangunan tersebut akan adanya sistem perlindungan bangunan. Parameter-parameter yang terdapat IR
komulatif ini meliputi jenis struktur bangunan, konstruksi bangunan, tinggi bangunan, situasi bangunan dan
pengaruh sambaran petir seperti ditunjukkan pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 6.
Menurut standar IEC 1024-1/1990 tentang indeks perkiraan bahaya akibat sambaran petir atau Indeks
Resiko (IR) terhadap bangunan dan besarnya kebutuhan perlindungan bangunan maka besarnya IR dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
IR = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E ..

(2)

Tabel 1. Jenis Struktur Bangunan


Penggunaan dan Isi
Bangunan biasa yang tidak perlu diamankan baik bangunan maupun isinya

Indeks
A
-10

Bangunan dan isi jarang dipergunakan

Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal orang (rumah tinggal, toko,

pabrik kecil, dsb)


Bangunan atau isinya cukup penting (menara air, kantor, pabrik, gedung pemerintahan, dsb)

Bangunan yang berisi banyak sekali orang, seperti supermarket, masjid, sekolah, apartemen,

dsb)
Instalasi gas, minyak, SPBU, rumah sakit, dsb

Bangunan yang mudah meledak, gudang bahan kimia, gudang penyimpanan gas, gudang

15

bahan peledak, dsb

99

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Konstruksi Bangunan


Indeks

Konstruksi Bangunan

Seluruh bangunan terbuat dari logam (mudah menyalurkan arus listrik)

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, atau kerangka besi dengan atap logam

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang kerangka besi dan atap bukan logam

Bangunan kayu dengan atap bukan logam

Tabel 3. Tinggi Bangunan


Tinggi Bangunan

(m)

Sampai dengan

6
12
17
24
35
49
69
98
138
195
> 195

Indeks
C
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10
15

Tabel 4. Situasi Bangunan


Situasi Bangunan

Indeks
D

Di tanah datar

Di kaki bukit sampai tiga perempat tinggi bukit atau pegunungan sampai 914 m

Di puncak gunung atau pegunungan lebih besar dari 914 m

100

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 5. Pengaruh Petir


Indeks

Hari Guruh Pertahun

16

32

64

128

Tabel 6. Perkiraan Bahaya


Perkiraan Bahaya

R=A+B+C+D+E

Pengamanan

(Indeks Resiko)

Di bawah

11

Diabaikan

Tidak perlu

Sama dengan

11

Kecil

Tidak perlu

12

Tidak begitu kecil

Agak dianjurkan

13

Agak besar

Dianjurkan

14

Besar

Sangat dianjurkan

14

Sangat besar

Sangat perlu

Lebih besar dari

Luas penampang penghantar


Menurut standar IEEE dan persamaan Onderdonk, untuk menghitung luas penampang penghantar
tembaga jenis pita yang digunakan pada sistem penangkal petir, yaitu:

A=Ix

33t
T Ta

log m
+ 1
234 + Ta

.....................................................

(3)

.....................................................

(4)

.....................................................

(5)

atau

A = 1250 x 10 -3 x I x t
2
R.I 2p t p = R.I ek.
t AC

I ek = I p

t p
t AC

dengan:
A

= luas penampang (mm2)

= arus listrik (amper)

= waktu lamanya konduktor dialiri arus petir (1 sampai dengan 2 detik)

101

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Ta

= temperatur sekeliling dipakai 40 oC

Tm

= temperatur maksimum yang diperoleh (0c), beberapa harga yang


umum dipakai adalah temperatur yang diizinkan, yaitu:

untuk sambungan las = 450 oC

untuk sambungan dengan baut yang diizinkan = 250 oC

Ep

= energi petir

EAC

= energi arus bolak-balik

= resistansi ()

Ip

= arus petir (A)

tp

= waktu petir (detik)

= waktu lamanya konduktor dialiri arus petir (detik).


Untuk faktor keamanan, dianjurkan 3 detik

Iek.

= arus ekivalen

3.Metode Analisis
Tahapan pertama pada penelitian ini yaitu melaksanakan pengukuran tahanan pentanahan pada
bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower. Pengukuran dilaksanakan melalui bagian sistem penangkal
petir eksternal yaitu elektroda pentanahan. Untuk memperoleh hasil pengukuran tahanan pentanahan yang ideal
maka pengukuran pada masing-masing bangunan dilaksanakan sebanyak 3 kali dan selanjutnya hasil pengukuran
yang diperoleh tersebut dirata-ratakan.
Tahapan kedua yaitu membandingkan hasil pengukuran tahanan pentanahan dengan nilai tahanan
pentanahan yang disyaratkan untuk bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower yaitu lebih kecil atau sama
dengan 2 .
Tahapan ketiga yaitu menghitung IR masing-masing bangunan reaktor, bantu, disel, dan cooling tower
dan tahapan keempat yaitu menghitung luas penampang penghantar untuk mengetahui kemampuam penghantar
tersebut dialiri arus sambaran petir.
4.Hasil Analisis
Hasil Pengukuran Tahanan Pentanahan
Hasil pengukuran tahanan pentanahan pada bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengukuran tahanan pentanahan

102

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Hasil pengukuran ()
No

Kegiatan

Bangunan
reaktor

Bangunan bantu

Bangunan Disel

Bangunan
Cooling Tower

Pengukuran 1

0,65

0,63

0,63

0,66

Pengukuran 2

0,63

0,87

0,84

0,84

Pengukuran 3

0,56

0,58

0,55

0,58

0,613

0,693

0,673

0,693

Rata-rata

Dengan mensubtitusikan nilai rata-rata hasil pengukuran tahanan pentanahan ke persamaan (1)
diperoleh hasil sebagai berikut:
R rata-rata

Bangunan

reaktor

+ Bangunan

bantu

+ Bangunan
4

disel + Bangunan

cooling

tower

0 , 613 + 0 , 693 + 0 , 673 + 0 , 693


4
= 0,668
=

Hasil pengukuran tahanan pentahanan rata-rata diperoleh sebesar 0,668 . Dibandingkan dengan nilai
tahanan pentanahan yang disyaratkan untuk bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower yaitu 2 maka
nilai hasil pengukuran tahanan pentanahan masih berada di bawah nilai tahanan pentanahan yang disyaratkan.
Dengan demikian tahanan pentanahan yang dimiliki oleh bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower masih
sangat baik dan aman. Pada Gambar 3, ditunjukkan letak titik-titik pengukuran tahanan pentanahan pada
bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower.

C
BangunanTrafo

Bangunan OB
BangunanBantu

BangunanReaktor

Cooling Tower

Gambar 3. Letak titik-titik pengukuran tahanan pentanahan


Hasil Perhitungan Indeks Resiko (IR)
Dengan mempertimbangkan parameter-parameter bangunan yaitu jenis struktur bangunan, konstruksi
bangunan, tinggi bangunan, situasi bangunan dan pengaruh sambaran petir maka diperoleh hasil perhitungan IR
untuk bangunan reaktor, bantu, disel, dan cooling tower seperti ditunjukkan Tabel 8.

103

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 8. Hasil perhitungan IR


Parameter
Jenis
No

Bangunan

struktur

Konstruksi

Tinggi

Situasi

bangunan

bangunan

bangunan

bangunan

(Indeks

(Indeks B)

(Indeks C)

(Indeks D)

A)

Pengaruh
sambaran

IR

petir
(Indeks E)

Reaktor

15

27

Bantu

11

Disel

11

Cooling tower

11

Dengan mensubtitusikan nilai parameter indeks ke persamaan (2) maka diperoleh IR masing-masing
bangunan yaitu:
1.

IR bangunan reaktor
IR = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E
= 15 + 1 + 5 + 0 + 6
= 27

2.

IR bangunan bantu
IR = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E
=2+1+2+0+6
= 11

3.

IR bangunan disel
IR = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E
=2+1+2+0+6
= 11

4.

IR bangunan cooling tower


IR = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E
=2+1+2+0+6
= 11
Dengan membandingkan nilai IR yang diperoleh masing-masing bangunan terhadap perkiraan bahaya

sambaran petir pada Tabel 6 maka diperoleh penjelasan kebutuhan sistem perlindungan pada masing-masing
bangunan seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Penjelasan yang diperoleh dari Tabel 9, yaitu bahwa bangunan reaktor
sangat perlu adanya sistem perlindungan bangunan, sedangkan bangunan bantu, disel dan cooling tower diperoleh
penjelasan bahwa tidak perlu adanya sistem perlindungan bangunan.

104

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 9. Kebutuhan sistem perlindungan


No

Bangunan

Perkiraan bahaya

Nilai

(IR)

Keterangan

Reaktor

27

Sangat besar

Sangat perlu adanya sistem perlindungan bangunan

Bantu

11

Kecil

Tidak perlu adanya sistem perlindungan bangunan

Disel

11

Kecil

Tidak perlu adanya sistem perlindungan bangunan

Cooling tower

11

Kecil

Tidak perlu adanya sistem perlindungan bangunan

Hasil perhitungan luas penampang penghantar


Parameter-parameter yang digunakan untuk menghitung luas penampang penghantar terdiri atas arus
listrik, waktu lamanya konduktor dialiri arus petir misalnya 1 sampai dengan 2 detik (t), temperatur sekeliling
dipakai 40 oC (Ta), temperatur maksimum yang diperoleh (Tm) misalnya untuk sambungan las = 450 oC dan
untuk sambungan dengan baut yang diizinkan = 250 oC, energi petir (Ep), energi arus bolak-balik (EAC),
resistansi (R), arus petir (Ip), waktu petir (tp), waktu lamanya konduktor dialiri arus petir (t) misalnya untuk
faktor keamanan, dianjurkan 3 detik dan arus ekivalen (Iek).
Berdasarkan keterangan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) tahun 2009 diperoleh informasi
jumlah hari guruh di sekitar wilayah Curug Banten sebanyak 169 kali per tahun dan besarnya arus petir rata-rata
pertahun atau disebut IKL sebesar 54,8 kA. Informasi dari BMG ini selanjutnya digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menghitung luas penampang penghantar arus sambaran petir yang digunakan pada bangunan
RSG-GAS dengan menggunakan persamaan (4) dan (5) sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Diasumsikan:
Ip

= arus petir (amper) = 50 kA

tp

= 50 s (50 x 10-6)

= 3 detik

Diperoleh:
Ep = EAC
R xI

2
p

x t p = R x I ek
I ek = I

= 50 x 10
= 50 x 10

x t AC

t p
t AC
3

50 x 10
3

0 , 0000167

= 204 , 328 A

A = 125 x 10

x I ek x

= 125 x 10

x 204 , 328 x

= 44 ,186 m m

t
3

105

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Hasil perhitungan luas penampang penghantar diperoleh sebesar 44,186 mm2 dan arus sambaran petir
sebesar 204,328 A. Sehingga penghantar yang dipilih dan tersedia di pasaran yaitu 70 mm2 karena memiliki
kemampuan untuk dialiri arus sambaran petir sebesar 204,328 A dalam waktu sangat singkat.
5.Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.

Hasil pengukuran tahanan pentahanan rata-rata diperoleh sebesar 0,668 . Nilai tahanan pentanahan hasil
pengukuran ini masih berada di bawah nilai tahanan pentanahan yang disyaratkan yaitu 2 . Dengan
demikian tahanan pentanahan yang dimiliki oleh bangunan reaktor, bantu, disel dan cooling tower masih
sangat baik dan aman,

2.

Hasil perhitungan perkiraan bahaya sambaran petir langsung terhadap bangunan reaktor beresiko sangat besar
dengan nilai 27 sehingga bangunan reaktor sangat memerlukan sistem perlindungan, sedangkan perkiraan
bahaya sambaran petir langsung terhadap bangunan bantu, disel dan cooling tower kecil dengan 11 sehingga
dapat dikatakan bahwa bangunan-bangunan tersebut tidak memerlukan sistem perlindungan bangunan,

3.

Hasil perhitungan luas penampang penghantar diperoleh sebesar 44,186 mm2 dan arus sambaran petir
sebesar 204,328 A. Sehingga penghantar yang dipilih dan tersedia di pasaran yaitu 70 mm2 karena memiliki
kemampuan untuk dialiri arus sambaran petir sebesar 204,328 A dalam waktu sangat singkat.

Daftar Pustaka
1.

Analisa Biaya Sistematis Dan Proteksi Sambaran Petir, Www.Elektroindonesia.Com, Edisi Perdana,
Maret 1996, Diakses Pada Mei 2005.

2.

Hutauruk, Gelombang Berjalan Dan Proteksi Surja. Institut Teknologi Bandung, Erlangga, Jakarta, 1991.
a.

Lembaga Afiliasi Dan Industri Itb, Petir Dan Sistem Perlindungan Petir, Lapi Itb, 1990.

3.

MPR 30, Turn Over Package No. 42, Earthing And Lightning System, BAW, 1987

4.

Pijpaert,

Karel,

Peraturan

Umum

Untuk

Elektrode

Bumi

Dan

Penghantar

Bumi,

Www.Elektroindonesia.Com, Anggota Dewan Redaksi Ei Bekerja Di Pt. Schneider Indonesia, Nomor 24,
Tahun 2005, Januari 1999, Diakses Pada Mei 2005.
5.

Spark Arrester Dan Panel Listrik, Asia Internet Interconnection Initiatives, Institut Teknologi Bandung,
Www.Elektroindonesia.Com, Diakses Pada 5 September 2006, Pukul 13.30 Wib.

6.

Teguh Sulistyo, Kiswanto, Yayan A, Yusuf S, Pengembangan Evaluasi Perawatan Komponen Sistem
Penangkal Petir Eksternal Gedung Rsg-Gas, Makalah Buletin Reaktor, Badan Tenaga Nuklir Nasional,
Pusat Reaktor Serba Guna Ga. Siwabessy, 2006.

7.

Tiga Bander Antenna (80-40-15m) Dipole, BEON, Wadah Hasil Karya Amatir Radio Indonesia, Orari
News, Edisi 8 Tahun V, Januari 2006, Www.Unhas.Ac.Id. Diakses Pada 21 Januari 2007 Pukul 21.00 WIB.

8.

Zoro, Sistem Proteksi Petir, Pt. Lapi-Elpatsindo, Jakarta, Juni 1995.

9.

Zoro Dan Sudaryatno Sudirham, Petir Dan Masyarakat Modern, Pt. Lapi-Elpatsindo, Jakarta, Juni 1995.

10. Zoro, Lightning Protection System (Lps) & Lightning Position And Tracking System (Lpats), Makalah Hari
Pertama, Pt. Lapi-Elpatsindo, 1995.

106

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PERTANYAAN :
NUNUNG CHOIRINA UMJ
Faktor-faktor apa saja yang layak untuk bangunan dipasang penangkal petir.
JAWAB
Faktor factor penentu indek : konstruksi, fungsi, struktur, tinggi, situasi, pengaruh sambaran petir.

107

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENGARUH SUHU TERHADAP PENYISIHAN


KARBOFURAN SECARA OZONASI
Fitri Codariah
JurusanTeknik Kimia UNPAM

ABSTRAK
Karbofuran ( Cl2H15NO3 ) adalah insektisida yang masih digunakan oleh petani padi. Sedangkan karbofuran
adalah senyawa yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh
suhu terhadap kelarutan ozon dalam air demineral dan mempelajari pengaruh suhu terhadap penyisihan
karbofuran dalam proses ozonasi. Konsentrasi karbofuran yang digunakan adalah 6 ppm dan percobaan ozonasi
dilakukan selama 30 menit dan suhu 20, 25, dan 30 oC. Analisis konsentrasi karbofuran menggunakan metode
kromatografi gas. Dari percobaan didapatkan hasil suhu penyisihan karbofuran terbaik pada suhu 30 oC dan suhu
kelarutan ozon terbaik pada suhu 20 oC.
Kata kunci : Karbofuran, Ozonasi, Suhu.

1.Pendahuluan
Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida yang digunakan untuk membasmi hama tanaman yang
penggunaannya sudah diatur oleh pemerintah, karena insektisida dapat menjadi sumber pencemaran pada bahan
pangan dan lingkungan hidup akibat residu yang ditimbulkan. Beberapa hasil penelitian Ir. Supriadi ( 2003 ),
Subyaningsih ( 1993 ), Burke at.al., ( 2003 ) melaporkan bahwa sudah terjadi pencemaran terhadap lingkungan
perairan dan tanaman oleh pestisida.
Insektisida golongan karbamat seperti karbofuran banyak digunakan oleh petani padi di Indonesia.
Insektisida ini bila digunakan dapat mencemari lingkungan, karena dapat bereaksi dengan khlor sehingga
terbentuk organokhlorida yang mempunyai sifat persistensi yang tinggi. Karbofuran juga merupakan metabolit
dari carbosulfan, benfuracarb, dan furathiocarb yang digunakan dalam pertanian ( Katsumata et.al.,2005 )
sehingga senyawa organokhlorida yang sudah dilarang penggunaannya akan tetap ditemukan di lingkungan
perairan bahkan jika pemakaiannya masih ada maka jumlah organokhlorida akan semakin besar terutama pada
air irigasi.
Beberapa metode telah dicoba untuk pemulihan air tercemar oleh residu pestisida yaitu : secara fisika (
adsorpsi dengan karbon aktif ), kimia ( fotolisis, hidrolisis dan ozonasi ) dan secara biologis ( lumpur aktif,
trikling filter dan aerated logoon ). Dari semua metode ternyata ozonasi dapat menguraikan pestisida lebih cepat,
membentuk senyawa sederhana dan dapat diuraikan secara ilmiah. Ozonasi non katalitik terhadap insektisida
karbofuran telah dilakukan oleh Benitez et.al.,( 2001 ) yang laju penyisihan cukup besar. Supaya hasil penelitian
ini dapat diaplikasikan di masyarakat maka perlu dipelajari pengaruh suhu terhadap kelarutan ozon dan
penyisihan insektisida karbofuran secara ozonasi non katalitik.
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah :
1.

Mempelajari pengaruh suhu terhadap kelarutan ozon dalam air demineral.

2.

Mempelajari pengaruh suhu terhadap penyisihan karbofuran dalam proses ozonasi.

108

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2.Teori
A. Insektisida
Insektisida merupakan bagian dari pestisida. Sedangkan pestisida adalah biosida yang bersifat racun
terhadap jasad pengganggu sasaran dan dapat bersifat racun juga bagi manusia serta hewan,. Insektisida yang
digunakan adalah untuk membunuh serangga. Golongan insektisida itu adalah :

Organokhlorida, biasa disebut chlorinated hydrocarbon, chlorinated organic, chlorinated insecticide atau
chlorinated sintesis. Senyawa yang terkandung didalamnya terdiri dari senyawa hidrokarbon, khlorida, dan
hydrogen, tapi semua senyawa ini sukar terurai dan berpengaruh terhadap system saraf pusat. Hasil hasil
metabolisme dari senyawa tersebut dapat larut dalam lemak dan bersifat tidak aktif, oleh sebab itu
pengaruhnya tidak kelihatan begitu cepat.

Organoposfat, biasa disebut organic posforus, posfat, dan posforus ester, yang bersifat toksik untuk hewan
bertulang belakang, tidak stabil, mudah diuraikan, cepat dimetabolismekan dan diekskresikan. Struktur
kimia dan cara kerja senyawa ini berhubungan erat dengan gas saraf.

Karbamat, dibandingkan dengan organokhlorida dan organoposfat, karbamat merupakan insektisida yang
relatif baru. Karbamat bersifat sistemik pada tanaman dan mudah terurai. Cara kerja racun dari senyawa ini
menyerupai organoposfat.

Transformasi insektisida dapat menghasilkan lebih dari satu struktur kimia baru dari zat organic atau anorganik,
dan anion atau ionic yaitu melalui beberapa jalur penguraian bahkan terkadang secara bersamaan.
Beberapa reaksi transformasi insektisida yang terjadi di lingkungan :

Reaksi reduksi dan oksidasi ( reaksi Redoks ), terjadi karena adanya dua spesies kimia yang mentransfer
elektron misalnya bahan kimia, biological, atau fotokimia. Laju reaksinya tergantung pada pH dan potensial
redoks.

Reaksi fotokimia terjadi dipicu oleh adanya radiasi cahaya matahari dan penyerapan radiasi. Yang mana
terjadi pada panjang gelombang tertentu sehingga terbentuklah keadaan tereksitasi.

Biotransformasi, merupakan transformasi yang kontaminan oleh aktivitas mikroorganisme dan enzim (
biodegradasi ) sehingga mengalami perubahan strutur kimia. Reaksi yang terjadi meliputi : oksidasi, reduksi,
hidrolisis bahkan penataan ulang.

Produk transformasi dapat membentuk produk antara dengan ukuran lebih besar, sukar terdegradasi dan
lebih bersifat racun dari produk awal, kebanyakan golongan organokhlorida mengalami hal ini, jika
terdegradasi produk lebih persisten dan terakumulasi dalam endapan.

B. Karbofuran
3

H 3C

4
5

2
H 3C

O
1

6
7
O

N
H

CH3

Struktur molekul Karbofuran

109

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Karbofuran ( C12H15NO3 ) merupakan metabolit dari Karbosulfan, benfucarb, dan furathiocarb yang
digunakan dalam pertanian ( Katsuma et.al.,2005 ). Menurut EPA SARA karbofuran sangat toksik dan
berbahaya, dapat bereaksi dengan khlor atau turunan khloro. Dalam air karbofuran membentuk senyawa
organokhlorida yang lebih toksik ( Benitez et.al.,2001; Plese et.al.,2005 ), sehingga keberadaannya dalam
perairan harus diwaspadai.
Karbofuran memiliki nama dagang furadan, berbentuk butiran, serbuk basah, dan cairan. Yang
berbentuk cairan sangat banyak dianjurkan penggunaannya pada tanaman padi dan jagung dengan Batas
Maksimum Residu ( BMR ) masing masing 0,2 dan 0,1 ppm ( Turner dan Carao, 1973 ).
Persistensi Karbofuran diartikan sebagai waktu tinggal dalam lingkungan. Insektisida paling persisten
adalah insektisida Organokhlorida.
Karbofuran murni berbentuk kristal putih, bersifat tidak korosif, stabil dalam kondisi netral dan asam
dengan suhu rendah. Sedangkan pada kondisi basa tidak stabil ( Gilliom et.al.,1969 dan Benitez et.al.,2004 ),
pada suhu diatas 130 oC mengalami degradasi ( Cook et.al.,1969 ).
C. Ozon
Ozon ( O3 ) merupakan molekul sangat aktif, tidak stabil, dan efisien dalam penyisihan polutan. Ozon
sangat selektif terhadap senyawa yang mengandung heteroatom seperti S, N, O dan Cl ( Ying et.al.,1999 ;
Langlai et.al.,1991 ). Ozon digunakan untuk banyak tujuan yang berbeda seperti : disinfeksi, pengendali
ganggang, rasa, bau, pengontrol warna, oksidasi anorganik polutan ( besi, mangan ), oksidasi organic mikro dan
makro polutan seperti untuk peningkatan koagulasi.
Ozon dapat merusak molekul yang besar dan kompleks serta memutus rantai panjang untuk membentuk
molekul lebih kecil dan sederhana. Molekul yang lebih kecil bersifat biodegradable dan kurang berbahaya serta
kurang berdampak terhadap lingkungan, sehingga dapat disisihkan dengan proses filtrasi atau proses biologi (
Eagleton,1999 ). Dalam beberapa hal, ozon tidak tetap berada pada bentuk molekulnya dan kadang terpisah dari
molekulnya.
Ozon pada suhu dan tekanan normal berupa gas, bersifat eksplosif, sangat korosif, bersifat racun,
berwarna biru. Gas O3 lebih larut dalam air dibanding O2, kelarutan ozon dalam air bergantung pada suhu,
tekanan parsial dalam fasa gas dan pH cairan. Waktu paruh dari molekul ozon dalam air bermacam macam,
mulai dari beberapa detik sampai beberapa menit ( jangka waktunya singkat ), dan itu juga tergantung pada pH,
suhu, serta konsentrasi dari komposisi organic dan anorganik. Pada suhu kamar umur O3 dalam larutan air murni
kira kira 25 menit. Semakin besar suhu, kelarutan ozon dalam air semakin berkurang, itu terjadi karena
menguapnya atau terdekomposisinya ozon tersebut, sehingga jumlah yang terlarut semakin kecil.
Molekul ozon jika di dalam air bersifat tidak stabil dan terdekomposisi membentuk radikal atau spesies
ionik seperti OH*, O3, O2, dan O-. Kestabilan ozon terutama dipengaruhi oleh pH, suhu, tipe kandungan organic
alamiah ( NOM ) dan alkalinitas dalam air. ( Gunten, 2003 ).
Reaksi dekomposisi ozon dengan adanya ion hidroksida ( Gunten, 2003 ) adalah sebagai berikut:
O3 + OH

HO2 + O2

k = 70 M-1S-1

O3 +

HO2

OH* + O2*- + O2

k = 2,8.10-6M-1S-1

O3 +

O2

O3*- + O2

k = 1,6.109M-1S-1

110

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

pH < 8 :
O3* + H +

k = 5.1010M-1S-1

HO3*

k = 3,3.102S-1
HO3

OH* + O2

k = 1,4.105M-1S-1

O*- + O2

k = 2,1.1010M-1S-1

pH > 8 :
O3*

k = 3,3.109S-1
O* + H2O

OH* + OH-

k = 1.108S-1

OH *

HO2- + O2

k = 1.108-2.109M-1S-1

+ O3

Reaksi inisiasi dekomposisi ozon dapat dipercepat dengan meningkatkan pH atau penambahan
hydrogen peroksida. ( Gunten, 2003 ).
Dalam larutan, ozon reaktif beberapa senyawa organic ( M ) ( Langlai Bruno et al, 2002 ) melalui jalur
yaitu:
+M

Mox Reaksi Langsung

pH asam

O3
OH-

OH

M ox Reaksi dengan radikal

pH basa

Reaksi secara langsung, terjadi oleh molekul ozon secara seri dan selektif, beberapa mekanisme reaksi yang
dilalui ozon secara langsung dengan organic sebagai berikut ( Eagleton, 1999 ) :

O
O C

O C

OC

O C

-O

O
-

O
OC

Gambar II.4. Mekanisme reaksi ozon secara langsung

Reaksi secara tidak langsung, terjadi oleh radikal bebas yang terbentuk selama dekomposisi ozon, radikal
bebas yang utama dari hasil dekomposisi ozon adalah hidroksida ( OH* ), radikal hidroksi peroksida ( HO2*
), radikal ion superoksida ( O2 ) dan ion radikal ozonida ( O3 ). ( Gunten, 2003 ; Eagleton, 1999 ). Radikal
hidroksida ( OH* ) dapat mengoksidasi sebagian besar organic dengan cepat dan tidak selektif yang caranya
memindahkan hydrogen atau merusak ikatan C=C. ( Chu dan Ching, 2003 ).

D. Ozonasi
Proses ozonasi selalu meliputi dua spesies yaitu ozon ( O3 ) dan radikal hidroksida ( OH* ). (Langlai et
al, 1991 ; Gunten, 2003 ).
Faktor faktor yang mempengaruhi ozonasi :

111

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dosis ozon, penting diperlukan sebagai dasar dan input untuk menentukan pembangkit ozon dan system
kontak. Konsumsi ozon dalam penerapannya tidak hanya untuk reaksi dengan senyawa target tetapi juga untuk
non target dan dekomposisi ozon itu sendiri atau secara keseluruhan untuk merubah kualitas air dan suhu.
Waktu kontak, sangat tergantung pada objek yang diolah. Pengaruh waktu kontak adalah pada kecepatan
reaksi. Jika sebagai desinfeksi lamanya waktu kontak sangat berpengaruh pada perbandingan dosis dan terhadap
respon yang diberikan, karena akan menentukan residu dan kerusakan yang ditimbulkan. Umumnya reaksi
oksidasi senyawa dengan ozon memerlukan waktu kontak yang pendek.
Derajat keasaman ( pH ). Kondisi larutan atau derajat keasaman sangat penting dalam ozonasi, karena
dekomposisi ozon sangat tergantung pada pH. Pada pH asam dominan terjadi ozonasi secara langsung oleh O3
dan pada pH basa dominan ozonasi terjadi secara tidak langsung oleh radikal hidroksida.
Suhu, dapat mempercepat reaksi tetapi dalam ozonasi kita harus mencari suhu yang tepat karena suhu sangat
mempengaruhi keberadaan ozon dalam larutan. Semakin tinggi suhu maka kelarutan ozon semakin kecil, hal ini
tidak diharapkan sebab akan mengganggu terjadinya reaksi.
Penggunaan katalis, dalam ozonasi dapat dilakukan bila kontamina sukar diuraikan. Beberapa katalis yang
dapat digunakan diantaranya adalah karbon aktif, besi oksida, zeolit dan mangan oksida.
3.Metodologi Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Percobaan
pendahuluan meliputi penentuan konsentrasi O3 yang dihasilkan ozonator, lalu kelarutan O3 dalam air demineral
pada suhu 20, 25, dan 30 oC. Kemudian dilanjutkan pemilihan kecepatan pengadukan ( rpm ).
Alat dan Bahan
Dalam percobaan ini digunakan reactor ozonasi. Ozonator RS 09805 0.25 (60/39 Hz, 110/220 volt
dengan kapasitas 0.25 gr O3/jam) dan bahan reactor slury dilengkapi dengan diffuser keramik berpori. Alat
analisa konsentrasi karbofuran yang digunakan adalah gas kromatografi (GC ) tipe 4C, detector ECD ( Electron
Capture Detector ) buatan Shimazu dengan pelarut N-heksana dan gas pembawa N2, pH meter model 420A
Thermo orion ( 50 Hz, 9 Volt, 1 Amper ) buatan China. Timbangan Elektrik EK G (max 200 gr, diameter 0,01
gr, 12 Volt, 100 mA ). Alat alat gelas yang digunakan meliputi beker gelas, labu takar, pipet ukut, dan pipet
tetes. Air demineral diperoleh dari aquatron auto still yamato tipe W-182. Insektisida Karbofuran Kristal putih
99.3 %, oleh Chem-Service. West Chester. Larutan KI, Na2S2O3.5H2O, Amilum, Na2CO3, NaOH, HCI oleh
Merck K Gaa Darmstadt, Germani.
Variabel yang dipelajari adalah waktu kontak ( 0, 3, 6, 10, 15, dan 30 menit ) dan suhu ( 20, 25, 30 ) oC.
Cara Kerja
1. Penentuan konsentrasi ozon yang keluar dari ozonator
Dialirkan gas ozon kedalam larutan 200 ml KI 20% selama 10 menit. Setelah 10 menit, ditambahkan
Amilum. Dititrasi dengan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warnanya hilang.
2. Penentuan Kelarutan O3 dalam Air Demineral
Dimasukkan 300 ml demineral kedalam kolom reactor slurry dengan mengkondisikan pH 7, suhu dan
jaga suhu ( 20, 25, atau 30 ) oC tetap dengan 2 oC. Dijenuhkan ozon dalam air demineral selama 30 menit.

112

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Diozonasi selama 30 menit dengan mengambil sample sebanyak 5 ml setiap 0, 3, 6, 10, 15, dan 30 menit.
Ditambah larutan KI 5% sebanyak 10 ml. Diteteskan HCI dan indicator kanji ( warna berubah menjadi ungu
kebiru biruan ). Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warnanya hilang. Dicatat volume
Natrium Thiosulfat yang terpakai. Dihitung kelarutan O3 dalam air.
3. Ozonasi dengan Penambahan Karbofuran
Air demineral sebanyak 240 ml dimasukkan ke dalam kolom reactor pipa. Dibuat kondisi pada pH 7,
suhu dan jaga suhu ( 20, 25, dan 30 oC ) tetap dengan 2 oC. Ozon dijenuhkan dalam air demineral selama 30
menit. Dimasukkan karbofuran 4,52.10-4M sebanyak 60 ml sehingga konsentrasi karbofuran 9,04.10-5M.
Diozonasi selama 30 menit dengan pengambilan sample sebanyak 5 ml setiap 0, 3, 6, 10, 15, dan 30 menit.
Analisa konsentrasi insektisida sisa dengan gas kromatografi dan konsentrasi O3 sisa secara iodometri.
4. Cara Penentuan RPM Pengadukan
Air demineral sebanyak 240 ml dimasukkan ke dalam kolom reactor pipa dengan mengkondisikan pada
pH 7 dan suhu ruangan 27 oC. Ozon dijenuhkan dalam air demineral selama 30 menit, lalu dimasukkan
karbofuran 4,52.10-4M ke dalam reactor sebanyak 60 mlsehingga didapatkan konsentrasi karbofuran sebanyak
9,04.10-5M. RPM pengadukan dalam reactor dilakukan pada angka 250, 350, 450, 550, dan 650. Kemudian
konsentrasi karbofuran sisa dengan cara iodometri. Hasil percobaan ini dapat dilihat dari hubungan antara
konversi ( Xc ) dengan rata rata kecepatan pengadukan ( rpm ).
5. Cara Penentuan O3 sisa yang tidak bereaksi dengan Karbofuran
Diambil sample sebanyak 5ml. Ditambahkan KI5% sebanyak 10 ml. larutan KI tersebut ditetesi
indicator kanji ( ungu kebiru biruan ). Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warna
hilang. Dicatat volume Natrium Thiosulfat yang terpakai.

4. Hasil dan Pembahasan


Penentuan konsentrasi rata rata ozon yang keluar dari ozonator tujuannya untuk mendapatkan jumlah
ozon yang keluar dari ozonator. Rata rata jumlah ozon yang dihasilkan selama pengaliran 10 menit adalah
0.816 gr/L atau 1.7 x 10-2 M. Dengan demikian jumlah ozon yang dipergunakan jauh lebih besar daripada jumlah
karbofuran ( 4,52 x 10-5 M ).
Tujuan percobaan dari pengaruh suhu terhadap kelarutan ozon dalam air demineral ini adalah untuk
melihat kelarutan ozon dalam air tanpa menggunakan katalis. Percobaan ini dilakukan dalam air demineral
dengan dengan suhu 20, 25, dan 30 oC.

113

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 1. Hubungan kelarutan tehadap waktu

Semakin besar suhu kelarutan ozon semakin kecil ( Eagleton, 1999 ). Pada waktu 30 menit di suhu 20
o

C ( 10.303 gr/L O3 ), 25 oC ( 7.985 gr/L O3 ), dan 30 oC ( 6.55 gr/L O3 ). Hal ini disebabkan semakin besar suhu,

terjadinya dekomposisi ozon semakin cepat ( Langlai, 1991 ).


Persen ( % ) penyisihan karbofuran dalam larutan karbofuran secara ozonasi pada pH 7 di berbagai suhu
( 20, 25, dan 30 oC ) selama 30 menit, persentasi penyisihan karbofuran semakin besar yaitu di suhu 20 oC ( 73%
), 25 oC ( 88% ) dan 30 oC ( 95% ).

Gambar 2. Hubungan % penyisihan terhadap waktu

Hal ini disebabkan semakin besar suhu dekomposisi O3 menjadi OH* dan radikal O2 semakin besar,
sehingga reaksi penyisihan karbofuran dengan OH* dan radikal O2 semakin cepat, disamping itu dengan semakin
besar suhu reaksi antara O3 dengan karbofuran semakin cepat.
5. Kesimpulan
Percobaan pengaruh suhu terhadap kelarutan O3 dan penyisihan karbofuran dengan cara ozonasi pada pH 7
dan berbagai suhu ( 20, 25, 30 oC ) dapat disimpulkan :
1. Persen penyisihan karbofuran semakin tinggi seiring dengan kenaikan suhu. Pada percobaan ini suhu
penyisihan karbofuran terbaik adalah pada suhu 30 oC.

114

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2. Kelarutan ozon semakin rendah seiring dengan kenaikan suhu. Pada percobaan ini suhu kelarutan ozon yang
terbaik terjadi pada suhu 20 oC.

Daftar Pustaka
1.

Benitez, F.J., Acero, J.I., and Real, F.J., 2001, Degradasi of Carbofuran by using Ozone, UV
Radiation and Advanced Oxidation Processes , Proceeding of The 15th World Congress, London, Vol.
2, pp.131-146

2.

Burke, E.R., Holden A.J., and Shaw I.C., 2003, A Methode to determine Residue Levels of Persistens
Organochlorine Pesticides in Human Milk from Indonesian Woman , Chemosphere, Vol.50, pp. 529535

3.

Chu, W., and Ching, M. H., 2003, " Modeling the ozonation of 2,4-dichlorophoxyacetic acid through an
kinetic approach ", Water Research,Vol.37, pp 39-46.

4.

Cook, J. L., Baumann, P., Jackman, J. A., and Stevenson, D., 2004, " Pesticide characteristics that affect
water quality. Texas Agricultural Extension Service ", The Texas A%M University System, pp. 24,
(http:insects.tamu.edu/extension/bulleins/water/water0.1.html)

5.

Eagleton, J., 1999, " Ozone ( O3 ) In Drinking Water Treatment ", Draft-JGE.

6.

Evers, S., 2004, " Enviromental Fate of Carbofuran ", pp 14.

7.

(http://www.cdpr.a.gov/docs/empm/pubs/fatememo/carbofuran.pdf)

8.

Extoxenet, 2000, " Pesticide Information Profiles : Carbofuran ", Extension Toxicologi Network,
Oregon State University. (http://ace.orst.edu/info/extoxnet/pips/carbofuran.html)

9.

Gilliom, R. J., 1997, Pesticides in Ground Water, Lewis Publisher, London New York Washington,
D.C.

10. Gunter, U. V., 2003, " Ozonation of drinking water : Part I. Oxidation kinetics and product formation ",
Water Research, Vol.37, pp.1443-1467.
11. Katsumata, H., Matsuda, k., Kaneco, S., Suzuki, T., Ohta, K., Yobiko, Y., 2005, " Degradation of
carbofuran in aquaeous solution by Fe (III) aquacomplexes a effective photo catalysis ", Jurnal of
Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 170, pp.239-245
12. Langlais, B., David, A. R., Brink, D. R., 1991, " Ozone in Water Treatment Application Engineering ",
Cooperative Research Report. Florida. Lewis Publishing.
13. Mahler, R. I., Hugh, W., Homan and Carpenter, G. F., 2002, " Pesticide and Their Movemen in Soil and
Water ", University of Idaho. Pp. 13 (http://www.UIdaho.edu/wqpubs/cis865.html)
14. Plese Luis Pedro de Melo., Lourival Costa Paraiba., Luiz Lonardoni Foloni., Luiz Roberto Pimentel
Trevizan., Jurnal Chemosphere, Vol.60, (2005), pp. 149-156.
15. Sudibyaningsih, T., (1993), Pestisida Dalam Bahan Pangan Anak Balita dan Keluarga Petani Sayur di
Daerah Lembang dan Pangalengan. Universitas Padjadjaran, Bandung.
16. Supriadi, (2003), Penggunaan insektsida sudah melampaui batas. Suara Merdeka, Jateng.
17. Turner, B. C., and Caro, J. H., 1973, " Uptake and Distribution of Carbofuran and Its Metabolites in
Field-Grown Corn Plant ", J. Environ. Qual, Vol.2, pp. 245-246.

115

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

18. Underwood, A. L., and Day, R. A., 1980, " Quantitative Chemical Analysis ", Emory University, 294.
19. Wong, S. S., 1997, Guide to Pesticide Tolerance on Crops in Taiwan Agricultural Chemicals and Toxic
Substance, Research Institute, 150.

TANYA JAWAB :
Penanya : Teguh Sulityo.
Mengapa pada suhu 30oC dan 20oC hasil penyisihan dan kelarutan karbofuran dan ozon sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia?
Jawaban :
Karbofuran jika bereaksi dengan Chlor akan membentuk senyawa Organokhlorida yang bersifat toksid (
berpengaruh pada system urat syaraf) jika ikut dalam rantai makanan yang masuk kedalam tubuh manusia.
Suhu (20; 25; 30)oC tidak berpengaruh terhadap penyisihan karbofuran agar tidak berbahaya bagi manusia daan
lingkungan.

116

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENGOLAHAN LIMBAH PESTISIDA SECARA OZONASI KATALITIK DAN NON KATALITIK


Ika Puspita
Jurusan Teknik Kimia - UNPAM
Abstrak
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk membasmi hama maupun penyakit pada tanaman. Jenis
pestisida barmacam macam dan diantaranya endosulfan dan karbofuran. Jenis pestisida ini sering digunakan
petani dan menimbulkan pencemaran lingkungan perairan terutama irigasi.untuk menangani hal tersebut
dilakukan berbagai macam cara salah satunya dengan ozonasi katalitik dan non katalitik dengan pH yang
berbeda selama 60 menit maka akan didapat kondisi terbaik untuk penyisihan endosulfan dan karbofuran.

I. Pendahuluan
Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
membasmi serta memberantas hama dan penyakit yang mengagganggu bagi pertumbuhan suatu organisme
(khususnya dalam pertanian). Pestisida merupakan bahan kimia yang dalam sejarah umat manusia telah
memberikan banyak jasanya baik dalam bidang pertanian, kesehatan, pemukiman, dan kesejahteraan masyarakat
lainnya. Berkat pestisida manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit yang membahayakan
seperti malaria dan demam berdarah, kaki gajah, dll. Pada mulanya produksi pertanian juga berhasil ditingkatkan
karena pemakaian dari pestisida yang dapat menekan populasi hama dan kerusakan tanaman akibat serangan
hama.
Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun di Indonesia pada industri pertanian dan perkebunan semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bahan aktif yang beredar di pasaran. Pada tahun 1990
terdapat sedikitnya 488 jenis nama dagang pestisida yang beredar di pasaran dan pada tahun 2002 terdapat 813
jenis, nama-nama pestisida tersebut belum termasuk pestisida untuk rumah tangga. Sekarang hampir 2000 jenis
bahan aktif pestisida yang telah dibuat dengan 40.000 jenis nama dagang yang telah beredar secara luas di
seluruh dunia. (Direktorat Pertanian dan Pestisida, 2002)
Kurang lebih sekitar 60-99% pestisida yang diaplikasikan akan tertinggal pada target atau sasaran,
sedangkan apabila digunakan bentuk serbuk, hanya 10-40% yang mencapai target, sisanya terbawa ke udara atau
aliran air atau tertinggal pada tanah sehingga menjadi media yang sudah tercemar.
Diperkirakan apabila pestisida tidak digunakan, maka produksi hasil pertanian akan berkurang sekitar 30-60%
(Atmawidjaja,
1986).
Efek negatif tersebut berupa residu pestisida dalam lingkungan terutama di tanah dan perairan yang
dapat membahayakan bagi kesehatan. Efek lain yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah
membahayakan organisme bukan sasaran. Selain itu pestisida yang digunakanpun mempunyai tingkat keracunan
yang berbeda-beda antara jenis pestisida yang satu dengan yang lainya. Dilaporkan bahwa 60-99% pestisida
yang diaplikasikan akan tertinggal pada target atau sasaran, sedangkan apabila digunakan bentuk serbuk, hanya

117

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

10-40% yang mencapai target, sedangkan sisanya terbawa ke udara atau aliran air ataupun tertinggal pada tanah
sehingga menjadi media yang sudah tercemar (Ware, 1978 dalam Noegrohati, 1987).
Sebagian besar petani padi sawah di Indonesia menggunakan pestisida dari jenis endosulfan dan
karbofuran. Melihat ancaman yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan oleh pestisida terutama golongan
pestisida yang sukar diuraikan secara alamiah dan bersifat sangat toksik, oleh karena itu perlu dilakukan
pengelolaan pestisida dan pengelolaan terhadap media yang dicemari oleh residu pestisida tersebut.
Pengolahan dapat dilakukan secara alami melalui proses hidrolisa akan tetapi membutuhkan waktu yang
lama untuk dapat menguraikan pestisida. Hasil penguraian ini pun dapat membentuk senyawa intermediet yang
lebih berbahaya dan beracun, serta memiliki persistensi yang panjang. Oleh karena itu, diperlukan penanganan
pestisida lebih lanjut. Salah satu prinsip penanganan pestisida adalah dengan menguraikannya secara oksidasi.
Beberapa senyawa oksidator yang dapat digunakan antara lain hidrogen peroksida (H2O2) dan ozon maupun
kombinasinya.
Pada percobaan ini digunakan senyawa ozon sebagai pengoksidasi yang kuat, dapat menguraikan
molekul yang besar menjadi molekul yang kebih kecil atau sederhana, meningkatkan sifat degradasi senyawa
yang diuraikan dan dapat meningkatkan oksidasinya dengan cara mengkombinasikan dengan UV, H2O2 dan
katalis.
2. Teori
Ditinjau dari bahasanya, pestisida berasal dari kata pest yang berarti pengganggu atau hama dan
sida yang berarti pembunuh atau mematikan. Jadi secara umum pestisida berarti semua zat kimia dan bahan
lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk membasmi serta memberantas hama dan penyakit yang
mengagganggu bagi pertumbuhan suatu organisme (khususnya dalam pertanian). (Priyono, tanpa tahun).
Berdasarkan sasaran yang hendak dimusnahkan, pestisida terbagi atas beberapa bagian di antaranya
insektisida, herbisida, fungisida, dan lainnya. Namun dalam hal ini lebih difokuskan pada insektisida yang
digunakan untuk membunuh serangga.
Karbofuran merupakan salah satu jenis pestisida golongan karbamat, memiliki rumus molekul
C12H15NO3, dengan nama kimia 2,3-dihidro 2,2-dimetil 7-benzonil metilkarbamat. Karbofuran berbentuk kristal
putih, tidak berbau, meleleh pada suhu 150oC sampai 152oC (murni) dan mempunyai tekanan uap sebesar 2 x 105

mmHg pada temperatur 33oC serta larut dalam air pada temperatur 25oC.
Senyawa ini memilki nama dagang furadan, oleh Departemen Pertanian sudah dilarang penggunaannya

sejak tahun 1996, tetapi kenyataannya masih ditemukan dipasaran berupa butiran, serbuk basah dan fluida.
Karbofuran memiliki tekanan uap (8,3.10-6 mmHg (25oC) dan konstanta Hendry yang rendah (3,9.10-9
atm.m3/mol), data ini menunjukkan bahwa kemugkinan karbofuran untuk menguap ke udara dari air atau dari
tanah kecil (Duel et.al,1979). Sehingga jumlah atau konsentrasi karbofuran di udara rendah. Karbofuran
memiliki kalarutan yang besar dalam air dan terhidrolisa cepat dengan adanya katalis basa (0,54 hari pada pH 9,0
(25oC)), dimana sebagian besar karbofuran terdegradasi baik di air dan di sedimen.
Karbofuran di lingkungan tanah. Kelarutan karbofuran di dalam air tinggi (351 ppm/liter pada 25oC)
dan koefisien adsorpsi rendah (Koc 22) dan koefisien partisi oktanol-air (log Kow) = 1,52 maka dari tersebut
mobilitas karbofuran relatif besar di dalam tanah dan air permukaan. Sehingga pada aplikasi karbofuran

118

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

berpotensi mencemari danau, sungai dan air tanah. Karbofuran di tanah dapat mengalami hidrolisa, oksidasi dan
mineralisasi.
Endosulfan ( C9Cl6H6O3S ) pada keadaan murni berbentuk kristal berwarna coklat. Insektisida jenis ini
umumnya digunakan pad tanaman padi, jagung, kopi, kapsa, tomat, teh dan penggunaannya sudah dilarang sejak
tahun 1996 tetapi sampai tahun 2004 masih beredar dipasaran dengan nama dagang diantaranya thiodan dan
berupa larutan emulsi 500g/l, powder basah 25%, debu 2%, 3% da 4% granular 5% dan 10%.
Menurut EPA, endosulfan merupakan substansi sangat berbahaya, B3 lethal oral untuk manusia 50
500 mg/kg atau 1 sendok teh 1 ons untuk 150 lb berat badan (Marshall Sittig, 1993). Dilihat dari koefisien
absorpsi dapat diduga endosulfan terserap baik di dalam tanah dan kemungkinan terlepas ke dalam air tanah dan
airpermukaan sangat kecil sekali karena memiliki kelarutan yang sangat kecil.
Endosulfan di lingkungan udara
Tekanan uap endosulfan bila dibandingkan dengan karbofuran dan DDT, ternyata lebih besar yaitu
8,3.10.E-4 Pa pada 25oC untuk 2:1 campuran Alfa dan beta-isomer, bila endosulfan terdapat di udara maka akan
mudah terserap secara inhalasi.
Endosulfan di lingkungan air
Endosulfan mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (0,32 0,33 mg/l) dan terhidrolisa pelan dalam
larutan asam dan baru terhidrolisa dengan baik pada pH sekitar 9,0
Endosulfan di lingkungan tanah
Endosulfan mempunyai koefisien sorpsi cukup besar (Koc 12.400 bahkan antara 3000-20.000 ml/g.OC
pada 20-25oC), berat jenis lebih besar dari air (1.735 pada 20oC pada pH 7.2 alam air) dan sifat persisten yang
tinggi.sifat tersebut, maka endosulfan akan terikat baik dengan tanah,terlepas ke air permukaan kecil kecuali
akibat pemakaian yang disemprotkan dan ini berakibat terhadap pencemaran air dan lainnya.
Proses Hidrolisis
Reaksi Hidrolisis adalah reaksi pestisida dengan air pada media abiotik atau biological. Kebanyakan
reaksi hidrolisis terjadi melalui mekanisme subtitusi nukleofil dan diserang oleh atom dalam molekul elektrofil
menghasilkan molekul lebih kecil, mudah larut dalam air dan membentuk ikatan baru C-OH atau C-H
Ozon (O3)
Ozon (O3) pertama kali digunakan sebagai senyawa disinfeksi dalam distribusi air minum di negara
Perancis pada awal tahun 1900-an. Penggunaan ozon pada instalasi pengolahan ini umumnya ditujukan untuk
pengendalian rasa air, bau dan zat-zat yang dapat menimbulkan warna.
Penggunaan ozon sebagai senyawa disinfeksi untuk air limbah secara ekonomis telah semakin
kompetitif. Ozon juga dapat digunakan dalam pengolahan air limbah untuk pengendalian bau serta penghilangan
zat-zat organik berbahaya yang terlarut di dalam air limbah.

Sifat Fisik Ozon

119

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Ozon (O3) adalah bentuk alotropik dari oksigen (O2), senyawa ini merupakan gas tak berwarna (pada
suhu kamar) yang mengembun membentuk suatu cairan biru pada temperatur -112oC, dan membeku pada suhu 251,4oC. Pada suhu di atas 100oC akan dengan cepat mengalami dekomposisi.
Ozon merupakan gas yang mempunyai bau seperti pedas (pungent), tajam (acrid), tidak enak, seperti
bahan pemutih klor, dan seperti sesuatu yang menusuk dalam lubang hidung. Ozon merupakan gas yang sangat
beracun, lebih beracun dari pada sianida (KCN atau NaCN), striknina dan karbon monoksida. Spesifikasi ozon
adalah sebagai berikut:

Berat molekul

Kerapatan relatif terhadap udara : 1.667

Berat jenis pada 0oC dan 1 atm : 2,143 Kg/m3

Panas pembentukan pada volume tetap : 143 Kj/mol (34,2 kkal/mol)

: 48 g/mol

Ozon adalah oksidan yang sangat ampuh, memiliki potensial oksidan 2,07 volt.
Dalam larutan cair, ozon relatif tidak stabil dimana memiliki waktu paruh (half-time) sekitar 20-30
menit di dalam air destilat pada suhu 20oC. Tetapi pada udara kering, ozon akan lebih stabil dengan waktu paruh
sekitar 12 jam (Rise & Browning, 1981).
Ozon merupakan zat yang keberadaanya kurang stabil dengan titik didih sebesar -112oC pada tekanan
atmosfer. Ozon memiliki kelarutan di dalam air, bersih dan aman untuk proses oksidasi, juga memiliki
karakterisasi menghilangkan bau.

Sifat Kimia Ozon


Ozon berbentuk gas pada temperatur dan tekanan normal. Kelarutan oksigen dalam air bergantung pada

temperatur dan tekanan parsial ozon dalam fasa gas, di samping adanya pengaruh pH cairan. Sebagai senyawa
tak stabil, yang mudah terurai kembali menjadi oksigen, laju reaksi dekomposisinya bertambah besar sebanding
dengan kenaikan suhu dan pH.

Kelarutan dan Kestabilan Ozon


O3 lebih larut dalam air dibandingkan O2 pada order yang besar, kelarutan ozon dalam air bergantung

pada suhu, tekanan parsial dalam fasa gas dan pH cairan. Umur O3 dalam larutan pendek, kira-kira dalam air
murni hanya 25 menit pada suhu kamar, selanjutnya terdekomposisi membentuk reaksi samping.
Molekul ozon tidak stabil dalam air dan terdekomposisi membentuk radikal atau species ionic seperti OH*. 03-,
O2-, dan O- . Kestabilan ozon sebagian besar bergantung pada kandungan air terutama pH, tipe dan kandungan
organic alamiah (NOM) dan alkalinitas. Dekomposisi ozon dengan dan tanpa katalis sangat dipengaruhi oleh pH
air karena ion hidroksida (OH-) berfungsi sebagai inisiator dekomposisi ozon, diantaranya reaksi sebagai berikut
(Langlai Bruno, 1991 dan gunten, 2003), diantaranya reaksi dekomposisi ozon adalah sebagai berikut :
HO2- +

O3 + OH-

O3 + HO2

OH

O2 -

O3 -

O3 +

1.

O2
O2 -

+ O2

+ O2

k = 70 M-1 S-1
-1

k = 2,8.10 M S
9

-1

(1)
-1

(2)

-1

k = 1,6.10 M S (3)

Reaksi Secara Langsung oleh molekul ozon, sangat selektif, pelan dan melalui tiga mekanisme yaitu :

120

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Penambahan siklo (+ dan -) terjadi pada ikatan jenuh sebagai dipole dan membentuk : Ozonida
Karbonil (aldehid dan keton) Hidroksi- hidroperoksida karbonil dan hidrogen peroksida.

Elektrofilik (+) terjadi ditempat molekul yang densitas elektroniknya kuat misalnya : aromatis
(fenol dan anilin) elektronik kuat terjadi pada posisi orto dan para.

Nukleofilik (-) terjadi pada molekul ditempat yang densitas elektroniknya kurang dan lebih sering
terjadi pada karbon yang mempunyai gugus yang lepas.

2.

Reaksi Secara Tidak Langsung melalui radikal yang terbentuk selama dekomposisi ozon. Radikal
tersebut adalah yang utama radikal hidroksida (OH*), radikal hifrokso peroksida (HO2*), radikal ion
superoksida (O2-).
Dalam media yang kompleks reaktivitas mikropolutan dengan ozon harus lebih tinggi supaya dapat
terurai. Reaksi awal molekul ozon terjadi pada ikatan multiple (C=C, C=C-OR, -C=C-X) atau pada
atom yang membawa perubahan muatan negatif (N,P, O, S dan nukleofilik karbon). Untuk senyawa
aromatis reaktifitas awal kuat terjadi pada posisi orto dan para serta disubtituen seperti : OH, CH3 atau
OCH3.

Proses Ozonasi Non Katalitik


Proses ozonasi selalu meliputi dua spesies yaitu ozon (O3) dan radikal hidroksida (OH.) (Langlai Bruno
et al., 1991; Guten, 2003). Peran masing-masing spesies dalam proses ozonasi dapat diketahui dengan
mengkondisikan pH reaksi. Pada pH asam dominant terjadi ozonasi secara langsung oleh O3 dan pada pH basa
dominant ozonasi secara tidak langsung oleh radikal hidroksida. Ozon sangat selektif terhadap senyawa yang
mengandung heteroatom seperti S, N, O dan Cl.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ozonasi

Dosis ozon.

Waktu kontak dan objek yang diolah

Derajat keasaman (pH)

Temperatur

Penggunaan katalis

3. Metodologi Penelitian
Proses Hidrolisa
-

Ditimbang insektisida Karbofuran sebanyak 0.005 gram dan Endosulfan sebanyak 0.0052 gram

Dilarutkan ke dalam 500 ml aquades (untuk endosulfan dilarutkan terlebih dahulu dalam 1 ml
etanol)

Dikondisikan pH dengan menambahkan HCl 1 M atau NaOH 1 M kemudian diaduk agar


tercampur rata

Diambil 20 ml sample setiap 0, 5, 10, 15, 30 dan 60 menit kemudian dianalisa GC

121

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Penentuan kelarutan O3 dalam aquades


-

Dimasukkan 500 ml aquades kedalam kolom ozonasi

Kondisikan pH kemudian dialirkan ozon

Diambil sample sebanyak 5 ml setiap 5, 10, 15 dan 20 menit

Ditambahkan larutan KI 5 % sebanyak 10 ml

Diteteskan indikator kanji (warna berubah menjadi ungu kebiru-biruan)

Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warna hilang

Dicatat volume Natrium Tiosulfat yang terpakai

Proses Ozonasi Non Katalitik


-

Dimasukkan 500 ml aquades ke dalam kolom ozonasi

Kondisikan pH kemudian dialirkan ozon selama 10 menit

Dimasukkan insektisida Karbofuran dan Endosulfan

Diambil sample sebanyak 20 ml setiap 0, 5, 10, 15, 30 dan 60 menit

Dianalisa GC

Proses Ozonasi Katalitik


-

Dimasukkan 500 ml aquades ke dalam kolom ozonasi

Kondisikan pH

Dimasukkan karbon aktif sebanyak 0.5 gram

Dialirkan ozon selama 10 menit

Dimasukkan insektisida Karbofuran dan Endosulfan

Diambil sample sebanyak 20 ml setiap 0, 5, 10, 15, 30 dan 60 menit

Dianalisa GC

Penentuan Ozon sisa (baik ozonasi non katalitik maupun non katalitik)

O3 sisa yag tidak terlarut


Pada proses ozonasi, ozon yang tidak terlarut dalam sampel dialirkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

larutan KI 5 % sebanyak 20 ml. Ozon yang terdapat di dalam larutan KI tersebut merupakan ozon sisa yang
dapat ditentukan dengan cara:

Larutan KI tersebut diteteskan indikator kanji (ungu kebiru-biruan)

Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warna hilang

Dicatat volume Natrium Tiosulfat yang terpakai

O3 sisa yang tidak bereaksi dengan pestisida


-

Diambil sampel sebanyak 5ml

Kemudian ditambahkan KI 5 % sebanyak 10ml

Larutan KI tersebut diteteskan indikator kanji (ungu kebiru-biruan)

Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.097 M hingga warna hilang

Dicatat volume Natrium Tiosulfat yang terpakai.

4. Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini dilakukan tiga macam proses penyisihan terhadap pestisida karbofuran dan
endosulfan, yaitu proses hidrolisa, ozonasi non katalitik dan ozonasi katalitik. Pada prinsipnya karbofuran dan

122

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

endosulfan di lingkungan perairan dapat terurai menjadi senyawa lain yang lebih sederhana melalui proses
hidrolisis, oksidasi dsb, akan tetapi proses alamiah tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena
itu dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan proses ozonasi. Ozonasi merupakan proses oksidasi yang dapat
menguraikan pestisida karbofuran dan endosulfan menggunakan O3. Proses ozonasi yang dilakukan adalah
metoda ozonasi non katalitik dan katalitik. Pada ozonasi katalitik digunakan karbon aktif sebagai katalis.
Penyisihan konsentrasi pestisida melalui proses hidrolisa, ozonasi katalitik, dan ozonasi non katalitik
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis pestisida, waktu operasi, dan pH. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan proses hidrolisa,ozonasi non katalitik, dan katalitik
Proses hidrolisa merupakan proses penyisihan pestisida secara alami di dalam air. Reaksi hidrolisis
terjadi melalui mekanisme subtitusi nukleofil dimana atom pada molekul nukleofil diserang oleh atom dalam
molekul elektrofil menghasilkan molekul lebih kecil, mudah larut dalam air dan membentuk ikatan baru C-OH
atau C-H (Gilliom, et al.1999).
Grafik Persentase Penyisihan Karbofuran Secara
Hidrolisa

Grafik Persentase Penyisihan Endofuran Secara


Hidrolisa
40

60

Persen
Penyisihan

30

40

Persen
20
Penyisihan
10

20
0

5 10
15 30
60
t(menit)

t(menit)

pH 5

pH 5

pH 7

pH 9

10 15

pH 7

30

60

pH 9

Gambar 3 Penyisihan Konsentrasi Karbofuran Secara Hidrolisa (kiri)


Gambar 4 Penyisihan Konsentrasi Endosulfan Secara Hidrolisa (kanan)

Berdasarkan gambar 3 dan 4 diatas, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu proses hidrolisa, baik
untuk karbofuran maupun endosulfan, maka semakin besar pula persen penyisihannya. Sebagai contoh, untuk
karbofuran pH 5 pada t = 60 menit diperoleh persentase penyisihan sebesar 15.597 %, sedangkan pada t = 15
menit sebesar 6.195 % dan untuk endosulfan pH 5 dihidrolisa selama 60 menit persentase penyisihannya sebesar
20.043 %, sedangkan pada t = 15 menit sebesar 4.33 %. Gambar hasil percobaan tersebut juga menunjukkan
bahwa persentase penyisihan konsentrasi pestisida secara hidrolisa cukup kecil, hal ini membuktikan bahwa
pestisida karbofuran dan endosulfan memang terurai secara alami, akan tetapi membutuhkan jangka waktu yang
panjang untuk menguraikan menjadi konsentrasi yang sangat kecil.Selain itu, dari gambar IV-3 dan IV-4 juga
dapat dilihat bahwa karbofuran dan endosulfan terhidrolisa dengan baik pada kondisi basa (pH 9). Pada pH 9
sebesar 32.412%, sedangkan untuk endosulfan dengan waktu hidrolisa 15 menit, pada pH 5 diperoleh persen
penyisihan sebesar 4.33 %, pada pH 7 persen penyisihannya sebesar 5.761%, dan pada pH 9 sebesar 10%. Hal
ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa degradasi karbofuran di dalam air dapat dilakukan melalui
hidrolisis pada kondisi alkali dan degradasi oleh mikroba
Kelarutan Endosulfan di dalam air sebesar 22 ppm sedangkan karbofuran sebesar 320 ppm
(Gilliom.et al. 1999), penyisihan karbofuran secara hidrolisa lebih baik dibandingkan penyisihan endosulfan.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, persentase penyisihan endosulfan lebih kecil daripada karbofuran.

123

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Proses ozonasi merupakan proses penyisihan pestisida secara oksidasi dengan menggunakan senyawa
ozon (O3). Pada proses ozonasi molekul-molekul ozon menyerang permukaan pestisida sehingga terurai menjadi
senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya, serta dapat meningkatkan sifat degradasi senyawa yang
dioksidasi.
Grafik Persentase Penyisihan Karbofuran pada
Ozonasi Non Katalitik

Grafik Penyisihan Endosulfan pada Proses Ozonasi


Non Katalitik
80

80

P e rs e n ta s i
P e n y is ih a n

P e rs e n
p e n y is ih a n

100
60
40
20
0
0 5
10 15
30 60
t (menit)
pH 5

pH 7

pH 9

60
40
20
0
0

5 10
15 30
60
t (menit)

pH 5

pH 7

pH 9

Gambar 5 Penyisihan Konsentrasi Karbofuran Secara Ozonasi Non Katalitik (kiri)


Gambar 6 Penyisihan Konsentrasi Endosulfan Secara Ozonasi Non Katalitik (kanan)

Berdasarkan gambar IV-5 dan IV- 6 , dapat dilihat bahwa semakin lama waktu kontak ozon dengan
pestisida karbofuran dan endosulfan, maka semakin kecil pula konsentrasinya, hal ini terjadi karena semakin
lama waktu ozonasi non katalitik maka semakin banyak molekul O3 yang bereaksi dengan pestisida, sehingga
konsentrasi pestisida semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari salah satu data yaitu pada t = 60 menit dan pH
5 konsentrasi karbofuran berkurang sebesar 87.276 % dari konsentrasi awal, dibandingkan pada t = 15 menit
sebesar 86.66 %, sedangkan untuk endosulfan pada t = 60 menit dan pH 5 konsentrasinya berkurang sebesar
75.746 % dari konsentrasi awal, dibandingkan pada t = 15 menit sebesar 70.669 %.
Dari gambar diatas juga dapat dilihat bahwa penyisihan karbofuran secara ozonasi non katalitik, paling
baik terjadi pada pH 9 dengan persentase penyisihan sebesar 92.888 %, dibandingkan pada pH 5 sebesar 87.276
% dan pH 7 sebesar 86.786 % sedangkan untuk Endosulfan proses ozonasi paling baik terjadi pada pH 5 dengan
persentasi penyisihan sebesar 75.746 %, dibandingkan pada pH 7 sebesar 66.329 % dan pH 9 sebesar 66.927 %.
Hal ini disebabkan karena karbofuran pada pH basa bereaksi dengan ozon dan radikal hidroksida (terbentuk
dalam suasana basa), sehingga penyisihannya sangat baik terjadi jika pada suasana basa, sedangkan endosulfan
merupakan pestisida jenis organoklorida yang hanya bereaksi dengan ozon, sehingga penyisihannya baik di pH
asam karena pada pH asam dominan terjadi ozonasi secara langsung oleh O3. Pada pH basa dominan terjadi
ozonasi secara tidak langsung oleh radikal hidroksida.

124

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Grafik Persentase Penyisihan Karbofuran pada


Ozonasi katalitik

Grafik Penyisihan Endosulfan pada Proses Ozonasi


Katalitik
80

80

Persen tasi
Pen yisih an

Persen
Pen yisih an

100

60
40
20

60
40
20
0

0
0

10 15
30 60
t (menit)

pH 5

pH 7

pH 9

10 15
30 60

t (menit)
pH 5

pH 7

pH 9

Gambar 7 Penyisihan Konsentrasi Karbofuran secara Ozonasi Katalitik (kiri)


Gambar 8 Persentase Penyisihan Endosulfan secara Ozonasi Katalitik (kanan)
Berdasarkan gambar 7 diatas, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu kontak ozon dengan pestisida
karbofuran dan endosulfan, maka semakin kecil pula konsentrasinya, hal ini terjadi karena semakin lama waktu
ozonasi katalitik maka semakin banyak molekul O3 yang bereaksi dengan pestisida, sehingga konsentrasi
pestisida semakin menurun. Selain itu, pestisida karbofuran, endosulfan dan ozon teradsorpsi secara bersamaan
pada permukaan katalis (karbon aktif). Hal ini dapat dilihat dari salah satu data yaitu pada t = 60 menit dan pH 5
konsentrasi karbofuran berkurang sebesar 93.775 % dari konsentrasi awal dibandingkan pada t = 15 menit,
persen penyisihannya sebesar 91.024 %, sedangkan untuk endosulfan dengan waktu dan pH yang sama,
berkurang sebesar 76.512 % dari konsentrasi awal dibandingkan pada t = 15 menit, persen penyisihannya sebesar
72.967 %.
Dari gambar 7 dan 8 diatas juga dapat dilihat bahwa penyisihan konsentrasi karbofuran secara ozonasi
katalitik, paling baik terjadi pada pH 9 dengan persentase penyisihan sebesar 95.633 %, dibandingkan pada pH 5
sebesar 93.775 % dan pada pH 7 sebesar 91.683%, sedangkan untuk endosulfan proses ozonasi paling baik
terjadi pada pH 5 dengan persentase penyisihan sebesar 76.512 %, dibandingkan pada pH 7 dan 9 masing
masing sebesar 68.472 % dan 72.285 %. Hal ini disebabkan karena karbofuran pada pH basa bereaksi dengan
ozon dan radikal hidroksida (terbentuk dalam suasana basa). Selain itu, ion hidroksil (OH-) dan katalis yang
terdapat dalam cairan akan membantu dekomposisi ozon membentuk radikal hidroksida (OHo) sehingga semakin
banyak radikal hidroksida yang bereaksi dengan karbofuran. Sedangkan endosulfan, seperti yang telah di
jelaskan di sub bab sebelumnya memiliki reaktifitas yang tinggi terhadap ozon, sehingga penyisihannya baik di
pH asam karena pada pH asam dominan terjadi ozonasi secara langsung oleh O3.
Perbandingan proses hidrolisa, ozonasi non katalitik dan ozonasi katalitik dapat dilihat dari %
penyisihan (% removal). Berdasarkan data yang kami peroleh yaitu:

125

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Grafik Penyisihan Karbofuran pada pH 5 secara


Hidrolisa, Ozonasi Non Katalitik dan Ozonasi
Katalitik

Grafik Penyisihan Endosulfan pada pH 5 secara


Hidrolisa, Ozonasi Non Katalitik dan Ozonasi
Katalitik

100
Persen
Penyisihan

80

80
60

60
Persen
40
Penyisihan
20

40
20
0

0 5
10 15 30
60
t (menit)
Hidrolisa

Ozonasi non Kalitik

Ozonasi katalitik

0 5 10
15 30 60
t (menit)
Hidrolisa

Ozonasi non Kalitik

Ozonasi katalitik

Gambar 9 Penyisihan Karbofuran pada pH 5 secara Hidrolisa, Ozonasi Non Katalitik dan Ozonasi Katalitik (kiri)
Gambar 10 Penyisihan Endosulfan pada pH 5 secara Hidrolisa, Ozonasi Non Katalitik dan Ozonasi Katalitik
(kanan)
Berdasarkan gambar gambar diatas,dari data yang diperoleh terlihat bahwa kenaikan persen
penyisihan pada proses ozonasi katalitik dibandingkan proses ozonasi non katalitik sangat kecil. Sebagai contoh,
untuk karbofuran pada pH 5 ( t=60 menit) diperoleh kenaikan persen penyisihan sebesar 6.499 % dari persen
penyisihan proses ozonasi non katalitik, sedangkan untuk endosulfan pada pH dan waktu yang sama
kenaikannya sebesar 0.766 % dari persen penyisihan proses ozonasi non katalitik.
Perbedaan kenaikan persentase penyisihan yang tidak terlalu besar antara proses ozonasi non katalitik
dengan ozonasi katalitik menunjukkan bahwa peran katalis pada proses ozonasi tidak banyak mempengaruhi
penyisihan pestisida.
5 Kesimpulan
1.

Pada proses hidrolisa, semakin besar pH maka semakin besar pula persentase penyisihan karbofuran
dan endosulfan.

2.

Pada proses ozonasi (baik non katalitik maupun katalitik), penyisihan karbofuran paling baik terjadi
pada pH 9 (pH basa), sedangkan untuk endosulfan paling baik terjadi pada pH 5 (pH asam).

3.

Semakin lama waktu reaksi hidrolisa, ozonasi non katalitik dan ozonasi katalitik maka semakin besar
pula persentase penyisihan karbofuran dan endosulfan.

4.

Karbofuran dan endosulfan dapat terurai secara alami dengan proses hidrolisa, akan tetapi
membutuhkan waktu yang sangat lama, karena persentase penyisihan kedua senyawa tersebut oleh
proses hidrolisa sangat kecil.

5.

Penyisihan karbofuran dan endosulfan oleh proses ozonasi berlangsung efektif karena memiliki
persentase penyisihan yang sangat baik.

6.

Perbedaan efektifitas penyisihan karbofuran dan endosulfan secara ozonasi non katalitik dan katalitik
tidak terlalu besar.

126

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

DaftarPustaka
1.

Bruno langlais, David A.Reckhow, Deborah R.Bring, Ozone in Watertreatment Application


Engineering, Cooperative Research report.

2.

Gilliom, R. J. .1997. Pesticides in Ground Water. Lewis Publishers, London New York
Washington,D.C.

3.

Gunten, U. V. 2003.Ozonation of drinking water: Part I. Oxidation kinetics and product formation.
Water Research. 37. 1443 1467.

4.

James S.bridge and clyde R.dempsey, 1990, Pesticide waste Disposal technology, U.S. Enviromental
Protection agency Cincinnati, Ohio, Noyes Data Corporation.

5.

Katsumata, H., Matsuba, K., Kaneco, S., Suzuki, T., Ohta, K., Yobiko, Y. 2005. Degradasi of
Carbofuran in aqueous solution by Fe(III) aquacomplexes a effective photocatalysts. Journal of
Photochemistry and Photobiology A : Chemistry. 170. 239-245.

6.

Sudibyaningsih, Theresia. 1993. Pestisida Dalam Bahan Pangan anak Balita Keluarga Petani sayur di
daerah lembang dan Pengalengan. Universitas Pajajaran . Bandung

7.

Sutamihardja, Makalah Kualitas dan Pengelolaan Pencernaan Pencemaran Lingkungan, IPB.

8.

Untung Kasumbogo, 2001, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, edisi empat, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Tanya Jawab :
Nama Penyaji : Ika Puspita.
Penanya : Ari Mulyoto.
Didaerah-daerah industri/pertanian limbah banyak sekali. Mengapa dalam penelitian anda harus membuat dulu
limbahnya, mengapa tidak mengambil limbah dari industry atau pertanian yang ada?.
Jawaban :
Karena limbah yang ada disekitar kita ada karbofurannya, karena yang diteliti karbofurannya.
Penanya : Wiwik Indrawati.
1. Apa perbedaan pengolahan limbah peptisida buatan secara ozonisasi katalitik dan non katalitik?
2. Alasan apa pemilihan PH dan waktu 60 menit?
Jawaban :
1. Ozonisasi katalitik : pada percobaan/penelitian menggunakan katalis untuk meningkatkan dekomposisi
ozon menjadi radikal hidrioksida sehingga penyisihan mikropolutan organic dan produk antara dari
proses tersebut berlangsung cepat.Pada pH asam dominan terjadi ozonisasi secara langsung , sedangkan
pH bas dominan terjadi ozonisasi secara tidak langsung.
2.

pH merupakan salah satu factor yang berpengaruh pada ozonisasi. Untuk waktu 60 menit hanya variasi
untuk perbandingan penyisihan yang didapat agar terlihat waktu yang lama dan waaktu yang hanya

127

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

beberapa menit saja, sehingga dapaat disimpulkan semakin lama waktu ozonisasi maka semakin besar
prosentase penyisihan pada proses tersebut.

Penanya : Muhammad Medi.


Setelah menggunakan pestisida , adakah cara-cara untuk bercocok tanam itu sendiri, dengan kata lain Palam
(Pengelolaan tanaman terpadu) untuk pertanian setelah ada anaalisis teknologi?
Jawaban :
Cara bercocok tanam yang baik sebenarnya tidak harus dengan menggunakan pestisida terutama pestisida
yang bersifat toksik dan sukar diuraikan oleh mikroorganisme.
Sebenarnya penggunaan pestisida hanya untuk memberantas hama dan penyakit pada tanaman. Untuk
mendapatkan hasil produksi pertanian yang baik dapat digunakan pestisida yang memang dengan kadar
pemberian dosis yang diperbolehkan dengan jenis pestisida yang memang terdapat pada Direktorat
Pertanian dan Pestisida.

128

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PERAWATAN SISTEM INSTRUMENTASI DAN KENDALI RSG-GAS PADA UMUR OPERASI


LEBIH DARI 20 TAHUN
Koes Indrakoesuma*) Djunaidi*)

ABSTRAK
PERAWATAN SISTEM INSTRUMENTASI DAN KENDALI RSG-GAS PADA UMUR OPERASI LEBIH DARI 20
TAHUN. Telah dilakukan perawatan sistem instrumentasi dan kendali pada peralatan di RSG-GAS secara rutin
dan berkesinambungan. Perawatan telah dilakukan sesuai petunjuk perawatan reaktor riset dari pemasok.
Untuk perawatan rutin telah dilakukan perawatan secara periodik yaitu bulanan, 3 bulanan, 6 bulana tahunan
dan perawatan korektif serta refungsionalisasi agar reaktor tetap dapat beroperasi dengan aman, handal dan
terkendali. Pada perawatan bulanan Kegiatan yang utama adalah melakukan kalibrasi daya reaktor, untuk
perawatan 3 bulanan melakukan uji fungsi kanal pengukuran yang terkait dengan sistem RPS, sedangkan untuk
perawatan rutin 6 bulanan melakukan tes fungsi dari komponen dan sistem. Pada perawatan tahunan
melakukan kegiatan cek alat-alat control utama operasi reaktor, melakukan refungsionalisasi sistem analog
kabinet dan kebutuhan lain. Selama tahun 2008 tercatat telah dilakukan perbaikan sebanyak 43 kali, sedangkan
tahun 2009 sebanyak 61 kali.
Kata Kunci : Perawatan, instrumentasi dan kendali RSG-GAS

1. Pendahuluan
Keselamatan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi dalam mengoperasikan reaktor penelitian
seperti di Reaktor Serba Guna G.A.Siwabessy (RSG-GAS). Beberapa cara yang dilakukan untuk menunjang
keselamatan operasi reaktor, diantaranya melakukan perawatan terhadap sistem instrumentasi dan kendali
reaktor. Yang termasuk di dalam perawatan ini adalah : perawatan sistem mekanik, sistem proses, sistim
ventilasi, sistem instrumentasi dan kendali, sistem listrik, dan sistem eksperimen termasuk juga refungsionalisai
komponen khusus. Upaya perawatan pada sistem instrumentasi dan kendali untuk memelihara, memperbaiki dan
kalibrasi semua peralatan yang berkaitan dengan operasi reaktor agar dapat bekerja normal kembali. Dengan
bertambahnya umur maka program perawatan sistem instrumentasi dan kendali ini menjadi penting, karena
semakin tua umur reaktor maka semakin banyak pula komponen, peralatan yang mengalami penurunan
kemampuan.
Sistem instrumentasi dan kendali RSG-GAS meliputi sistem instrumentasi dan kendali proses, sistem
pengukuran fluks neutron, sistem instrumentasai dan kendali reaktor, teknik pengendalian reaktor, instrumentasi
sistem penggerak batang kendali dan instrumentasi sistem seismik. Mengingat banyaknya peralatan yang
memerlukan perawatan maka kegiatan perawatan ini dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama perawatan
rutin ( bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan dan tahunan) masing-masing memiliki tugas berbeda satu dengan yang lain.
Selanjutnya perawatan yang sifatnya perbaikan, ini tidak tergantung waktu dan jumlahnya tidak menentu setiap
bulannya dan selebihnya adalah kegiatan yang bersifat refungsionalisasi. Dalam pelaksanaan sehari-hari di
lapangan masih banyak kendala, seperti semakin lama umur operasi reaktor maka permintaan perbaikan (PPIK)
cenderung bertambah juga tuntutan refungsionalisasi terus bergulir, selain itu tidak tersedianya suku cadang,
pengadaan suku cadang membutuhkan waktu lama, suku cadang tidak ada di pasaran atau pabrik pembuat suku
cang sudah tutup dan lain sebagainya. Dengan perawatan rutin diharapkan pelaksanaannya semakin lebih baik
lagi didalam menunjang kelancaran operasi reaktor

129

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2.Sistem Instrumentasi Dan Kendali Reaktor


Sistem instrumentasi dan kendali reaktor merupakan instrumen-instrumen elektronik yang berfungsi
untuk pengukuran parameter proses, pemantauan,pengaturan dan pengendalian proses di reaktor, oleh karena itu
instrumentasi dan kendali reaktor merupakan perangkat penting dalam mengoperasikan reaktor.Tugas yang
diemban sehubungan dengan tersebut diatas adalah menyelenggarakan keselamatan manusia, instalasi dan
lingkungan dalam bentuk peralatan proteksi radiasi. Melakukan pekerjaan spesifik dalam bentuk open loop dan
close loop. Melakukan pekerjaan pengukuran besaran parameter-parameter yang ada di instalasi reaktor,
kalibrasi dan pekerjaan pengawasan dalam bentuk penampil pada panel kontrol. Sedangkan lingkup bekerjanya
antara lain meliputi sistem instrumentasi dan kendali proses, sistem pengukuran fluks neutron, sistem
instrumentasai dan kendali reaktor, teknik pengendalian reaktor, instrumentasi sistem penggerak batang kendali
dan instrumentasi sistem seismik.
Sistem instrumentasi dan kendali proses bertugas melakukan pengukuran seluruh besaran atau
parameter proses di instalasi reaktor, pengawasan proses juga pengaturan dan pengendalian proses. Seluruh
kegiatan sistem instrumentasi dan kendali berjalan secara simultan dan terpadu. Selanjutnya hasil pengukuran
parameter-parameter proses akan ditampilkan, didokumentasikan dan diolah dengan tujuan pengaturan dan
pengendalian. Di dalam mekanisme pengaturan dan pengendalian proses operasi reaktor, sistem instrumentasi
dan kendali harus mampu mengendalikan operasi reaktor baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi
darurat dengan selamat.Sistem instrumentasi dan kendali proses ini merupakan sistem non safety related yang
berfungsi untuk mengatur mekanisme proses otomatis pada instalasi sistem reaktor. Sistem pengukuran fluks
neutron di RSG-GAS lebih diarahkan pada pengukuran daya oleh instrumentasi pemantau proses pada sistem
pembangkitan daya. Sistem pembangkitan daya reaktor akan sebanding dengan jumlah pembangkitan fluks
neutron termal dan tingkat daya yang dicapai dapat dipantau dari suhu pendingin yang diakibatkan oleh panas
yang terserap oleh pendingin dari bahan babar nuklir. Sistem pengukuran pembangkitan daya yang lazim
digunakan di reaktor nuklir adalah kanal pengukuran fluks neutron dan untuk RSG-GAS kanal pengukuran fluks
neutron terbagi dalam tiga daerah pengukuran yakni daerah start up,daerah intermediete dan daerah power.
Sistem instrumentasi dan kendali reaktor bertugas memantau dan mengukur radiasi daerah kerja serta
mengendalikan operasi reaktor.Dalam melakukan pekerjaan sistem instrumentasi dan kendali reaktor
menggunakan kanal pengukuran nuklir untuk pengukuran radiasi. Kanal pengukuran nuklir di RSG-GAS
digunakan selain untuk tujuan pengukuran dan pemantauan juga sebagai masukan pada sistem proteksi reaktor
dan sistem proses dan kanal-kanal yang tersedia antara lain kanal pengukuran fluks neutron, kanal pengukuran
radiasi di daerah kerja serta kanal pengukuran dan monitoring menara penbuangan udara keluar melewati sistem
ventilasi. Untuk mengendalikan dan mengatur operasi reaktor menggunakan teknik pengendalian berdasarkan
teori kenetika dan dinamika reaktor. Di dalam kenetika reaktor disebutkan bahwa pencapaian stabilitas operasi
terjadi pada saat reaktor mencapai kondisi kritis, artinya bahwa fluks neutron dalam kondisi tetap (jumlah
penambahannya sama dengan jumlah pengurangannya).Di dalam reaktor kenetika dan dinamika reaktor
dipengaruhi oleh pergerakan batang kendali, fraksi bakar dari elemen bakar, produksi isotop racun, perubahan
suhu, perubahan lingkungan dan terjadinya kecelakaan. Parameter-parameter seperti perubahan suhu, produksi
racun dan perubahan lingkungan merupakan parameter yang dapat memberikan umpan balik kepada kenetika

130

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

pengendalian reaktor, oleh karena itu dibutuhkan dinamuka keseimbangan reaktor agar level daya tetap dapat
dipertahankan pada harganya.
Sistem proteksi reaktor (RPS) berfungsi untuk memantau dan memproses berbagai variabel proses yang
penting untuk tujuan keselamatan instalasi reaktor secara otomatis. Kegiatan RPS merupakan kegiatan awal
keselamatan sebelum proses berlangsung melampaui batas-batas keselamatan yang diijinkan. Instrumentasi
sistem proteksi radiasi berfungsi untuk memantau paparan radiasi dan kontaminasi di dalam gedung reaktor yang
berasal dari operasi reaktor, aktivitas pengotor air pendingin, aktivitas hasil korosi, pelepasan hasil fisi dan
aktivitas hasil eksperimen. Instrumentasi sistem proteksi radiasi di RSG-GAS dirancang untuk memantau daerah
kerja. Pemantau keadaan tidak normal dan memantau udara yang melewati cerobong. Instrumentasi sistem
proteksi radiasi memantau antara lain laju dosis gamma, udara di ruang kerja, cerobong udara dan sistem proses.
Instrumentasi sistem penggerak batang kendali mengatur mekanisme gerakan batang kendali. Mekanisme
gerakan batang kendali ini dibantu oleh pengaturan putaran motor penggerak batang kendali melalui
instrumentasi pengatur yang dapat dilakukan secara manual oleh operator maupun secara otomatis menggunakan
sistem kendali otomatis. Sistem kendali reaktor bertumpu pada pengaturan terhadap posisi batang kendali di
dalam teras. Batang kendali terbuat dari bahan yang kuat penyerap neutron, sehingga batang kendali dapat
mengendalikan kecepatan pertumbuhan fluks neutron di dalam teras. Sistem instrumentasi seismik berfungsi
untuk menentukan parameter dan periode gelombang dari getaran gempa bumi yang terjadi serta untuk merekam
terjadinya gempabumi tersebut. Semua komponen dari instrumentasi seismik didisain dengan kualitas E-1, yaitu
peralatan atau komponen yang mampu beroperasi secara normal walaupun terjadi getaran gempa sampai dengan
0,2 skala Gray (g).

3.Tata Kerja
Implementasi yang dijalankan pada upaya perawatan sistem instrumentasi dan kendali telah dilengkapi
dengan prosedur atau juklak yang sudah baku dari pemasok reaktor. Aktivitas perawatan rutin dilakukan
berdasarkan interval waktu yang telah ditentukan (bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan dan tahunan) dalam petunjuk
perawatan dan juga telah dibuat baku oleh pemasok reaktor. Kemungkinan ada sedikit penyimpangan jadwal
karena tidak tersedianya suku cadang dipasaran dan kelambatan itu merupakan kendala yang terjadi di lapangan.
Pelaksanaan perawatan pada sistem instrumentasi dan kendali RSG-GAS ddlakukan dengan cara
melihat langsung output sistem instrumentasi pada meter yang terpasang di panel atau dengan menggunakan alat
bantu AVO meter. Langkah selanjutnya perbaikan atau penggantian dan terakhir melakukan uji fungsi dengan
cara memberikan feed in pada masukannya dan melihat respon outputnya. Kegiatan perawatan rutin semakin
penting karena usia reaktor yang telah melebihi 20 tahun, sementara itu tuntutan unjuk kerja masih harus
dipertahankan. Tugas lain yang lebih penting adalah menangani gangguan/kerusakan dan juga refungsionalisasi
komponen utama yang sewaktu waktu bisa terjadi, ini jumlahnya tidak menentu setiap bulannya.

4.Hasil dan Pembahsan


Untuk perawatan rutin bulanan, tugas utama adalah melakukan kalibrasi daya reaktor. Kalibrasi
dilakukan dengan metode kalorimeter yaitu dengan mengambil data laju alir dan perbedaan suhu air antara yang

131

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

masuk dan keluar kolam reaktor. Laju alir diambil dari kanal pengukuran JE01 CF811, suhu air masuk kolam
diambil dari kanal pengukuran JE01 CT001 sedangkan suhu air keluar diambil dari titik pengukuran JE01
CT006. Dari hasil pencatatan JE01 CT001,CT006 dan CF811 dalakukan perhitungan daya dengan metode
kalorimeter untuk mengoreksi penunjukan daya pada kanal pengukuran JKT04 DX001.
Perawatan rutin 3 bulanan memiliki tugas melakukan uji fungsi kanal pengukuran yang terkait dengan
sistem RPS di RSG-GAS, akumulasi setiap tahunnya banyak dan setiap tahunnya tidak sama. Berikut ini
kegiatan rutin 3 bulanan selama tahun 2008 :

TABEL 1.
UJT FUNGSI KANAL PENGUKURAN PADA RPS TAHUN 2008
No.

SISTEM

UJI FUNGSI

1.

RPS

CNJ01 :Funcional Check of the SMA-3 (strong motion acceleration system)

2.

RPS

CNJ01: Check of battery voltage of the SMP-1 playback unit and funtion of
the SP-1 (Seismic switch system)

3.

RPS

Limit signal tranducer & comparator :Test of Adjusment and funtional test
of limit signal tranducer and comparator.

4.

RPS

Trip signal : Test of the trip signal for : 1.Reactor scram 2. isolation of the
primery system.3.Isolation of the raactor pool aux.system.4.Isolation
building.5.Emergency diesel start-up

5.

RPS

Trip signal: Test of the trip signal for verification of funtion of the residual
heat remaval.

Untuk uji fungsi yang kaitannya dengan RPS selama satu tahun peralatan masih berfungsi dengan baik
untuk melakukan respon ketika sistem tersebut diberikan perintah logik untuk ekskusi, seperti sistem pendingin
darurat kolam reaktor JNA 10/20/30, sistem isolasi gedung JZR 20, sistem isolasi auxialiary JZR 45, sistem
isolasi primer dan juga sisten scram JZR 11.
Perawatan rutin 6 bulanan memiliki tugas uji fungsi kompomem dan sistem yang beroperasi di RSG-GAS.
Pada perawatan 6 bulanan secara umum kondisi peralatan PRSG masih beroperasi normal, kanal-kanal
pengukuran tranducer, power suply, tegangan kerja pada modul beroperasi dengan baik seperti JKT01/02/03,
JAC01 CR811/821/831, KLA60 CR811/821/831.
Perawatan rutin tahunan bertugas melakukan tes tentang alat-alat kontrol dari sisi instrumen yang
digunakan di RSG-GAS.

132

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

TABEL 2.
UJI FUNGSI KOMPONEN DAN SISTEM SELAMA TAHUN 2008
ITEM

No.

KKS

1.

KLA60 CR

Functional test of tranducer. Test with test adapter TKA14 (Gamma source)

2.

KLA60 CR

Test of instalation resistance.

3.

KLA60 CR

Funtional test of measiring channels Including analog segtion.

4.

Logic section : Functional test of lagic section Including Storage elemens

5.

Logic section : Funtional test of time elemens

6.

JKT01

Functional test measuring channel Including analog system

7.

JKT01

Test of instalation resistance

8.

JKT01

Test of power suply and detector hight voltage suply

9.

JKT02

Funtional test of measuring channel Including analog system

10.

JKT02

Test of instalation resistance

11.

JKT02

Test of power suply & Detector hight voltage suply

12.

JKT03

Functional test measuring channel Includinge analog section

13.

JKT03

Test of instalation resistance

14.

JKT03

Test of power suply & Detector hight voltage supply

15.

JAC01

Funtional test measuring channel including analog section

16.

JAC01

Test of isolation resistance.

17.

JAC01

Test of power supply & The detector hight voltage supply

133

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

TABEL 3.
UJI FUNGSI ALAT-ALAT KONTROL DARI SISI INSTRUMEN
PADA TAHUN 2008
No.

KKS

ITEM

1.

JAA01

Water level in the reactor pool :Functional test measuring channel including
analog section CL811/CL821/CL831

2.

JAA01

Water level in the reactor pool :Funcional test tranducer

3.

Control

Control drive mechanism: check of control rod position indcaition for each in use

rod
4.

include elektrical check and check of drop time

Control
rod

5.

Priority & Drive control :Funtion test of priority & Drive control cabinet
CCA,CCB,CCC,CDK,CDL

JE01

Clusure ofnatural circulation flap: Funcional test of measuring channel include the
analog section CP811/821/831

6.

JE01

Mass flow inthe primery collant System: Funcional test of measuring channel
include the analog section CT811/821/831

7.

JE01

Mass flow inthe primery collant System: Funcional test of measuring channel
include the analog section CF811/821/831

8.

JAA01

Water level in reactor pool: : Funcional test of measuring channel include the
analog section CL811/821/831

9.

JE01

Position of primery isolation valves :Funcional test CG811/821/831,


CG812/822/832,CG818/828/838,CG819/829/839.

Untuk perawatan tahunan menunjukkan bahwa sistem instrumentasi reaktor masih berfungsi dengan
benar.Beberapa kegiatan seperti memberikan
CT811/821/831,

CG811/821/831,

feed in arus 0-20 mA pada kanal pengukuran JE01

CG812/822/832,

CG818/828/938,

CG819/829/839,

CL811/821/831

memberikan output dengan perbedaan dibawah 2% artinya pengukuran tersebut masih berfungsi dengan benar.
Pada perawatan rutin bulanan, 3 bulanan, 6 bulana dan tahunan berjalan dengan normal dan faktor penuaan, suhu
kelembaban lingkungan dan juga paparan panas pada komponen akan berpengaruh terhadap cirilaku kinerja alat
karena menurunnya kemampuan komponen oleh karena itulah perawatan rutin harus dilakukan secara tertip.
Selanjutnya upaya untuk persiapan Sarana Operasi (PSO), dengan melakukak kalibrasi atau adjusment sistem
proteksi reaktor, sistem monitor gempa dan sistem penggerak batang kendali dan lain sebagainya untuk lebih
meyakinkan bahwa reaktor akan beroperasi dengan aman dan terkendali pada setiap kenaikan teras.
Selain perawatan preventif seperti tersebut diatas masih ada kegiatan perawatan korektif. Kegiatan ini
melakukan perbaikan gangguan peralatan yang mengalami kerusakan yang sifatnya insidentil sewaktu-waktu
dapat terjadi. Tindakan yang dilakukan selama perawatan adalah penggantian komponen atsu adjusment untuk
mengembalikan sistem pada kondisi kerja normalnya.Kegiatan ini dilakukan atas dasar laporan gangguan alat
dari bidang operasi reaktor yang ditindak lanjuti dengan PPIK yang dibahas pada rapat harian pagi hari. Tercatat
selama tahun 2008 perawatan korektif perbaikan sebanyak 43 kasus relah diselesaikan dan pada tahun 2009
sebanyak 61 kasus telah diselesaikan. Adanya satu atau dua kasus tidak dapat diselesaikan sampai akhir tahun

134

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

karena kurang tersedianya suku cadang pada saat dibutuhkan dan itu merupakan kendala dilapangan saat ini.
Jumlah kerusakan pada sistem instrumentadi dan kendali setiap tahunnya tidak sama secara kebetulan saja pada
dua tahun terakhir ini ada kenaikan jumlah kerusakan namun belum berarti bahwa dengan bertambahnya umur
operasi kerusakan bertambah banyak karena kemungkinan tahun berikutnya jumlah kerusakan akan menurun.
Apabila kerusakan bertambah banyak maka akan dilakukan refungsionalisasi dan untuk kondisi sekarang sudah
mulai ada kegiatan refungsionalisasi untuk komponen penting suatu alat. Tercatat selama tahun 2008 untuk
sistem instrumentasi dan kendali telah dilakukan refungsionalisasi kabinet CRA04, CRA06, CRB02, CRB03,
CGK01 dan yang lain adalah sistem control dan pengolah data (PLC) dari diesel BRV-20.
PLC yang digunakan pada diesel BRV 20 adalah sistem control dan pengolah data semua input
komponen-komponen yang ada di ruang diesel dan hasil pengolahan datanya berupa eksekusi untuk menjalankan
komponen-komponen diesel termasuk sistem keselamatannya.Pelaksanaan refungsionalisasi PLC diesel BRV20 dengan cara penggantian karena PLC lama yang sudah tidak berfungsi lagi. PLC lama tipe Eberle PLS511
yang terpasang pada sistem diesel di RSG-GAS dan (PLC) yang baru yaitu Simatic S7-300. PLC lama yang
digunakan diruang diesel BRV10/20/30 adalah PLC Eberle PLS511, PLC ini sudah mulai tidak dapat beroperasi
dengan normal dan cirilakunya sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena ada beberapa kannal dalam modul
input dan outputnya yang sudah tidak dapat menerima input dan mengeluarkan output. CPU yang terdapat pada
PLC tersebut sudah tidak bisa mengeksekusi program yang ada di dalamnya dengan sempurna, bahkan kadangkadang PLC mengalami hang dan error tiba-tiba. Dengan kata lain PLC lama tersebut sudah tidak dapat
mengoperasikan diesel saat tombol start ditekan pada posisi manual, tes dan start dari RPS dan juga dari panel
tegak RKU serta otomatis hidup saat listrik PLN mati, sehingga PLC lama harus diganti dengan yang baru agar
disel BRV 20 tetap dapat dioperasikan kembali. Untuk memperbaiki PLC yang lama tidaklah mudah. Modul dan
sparepart modul sudah tidak ada lagi dipasaran, dikarenakan PLC tersebut sudah tidak diproduksi lagi.
Pemrograman ulangpun sudah tidak dapat dilakukan, karena tidak ada interface dan PC

khusus yang bisa

dipakai untuk memprogram PLC tersebut.


Dari hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan penggantian PLC lama dengan PLC baru dengan tipe
simatic S7-300 buatan siemens yang mempunyai spesifikasi dan kemampuan yang dapat menggantikan PLC
lama. Setelah dilakukan uji fungsi, hasilnya diesel BRV-20 dapat beroperasi kembali dengan baik. Gambar 1
adalah PLC baru yang dapat meregenerasi komponen yang sudah tua dan menjamin penyediaan suku cadang
yang cukup untuk beberapa tahun mendatang. Gambar 2 adalah diagram alir pengolahan sinyal PLC di BRV 20.

5.Kesimpulan
Upaya perawatan sistem instrumentasi dan kendali RSG-GAS dengan cara melakukan perawatan
preventif rutin, perawatan korektif perbaikan insidentil dan juga melakukan refungsionalisasi komponen penting.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan sistem instrumentasi dan kendali RSG-GAS sangat
membantu untuk keselamatan operasi reaktor saat ini dan waktu mendatang.

135

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Daftar Pustaka
1.ANIMOUS, Safety Analysis Report RSG-GAS, vol 8, Badan Tenaga Atom Nasional.
2. ANIMOUS, Catatan hasil perawatan sistem instrumentasi dan kendali tahun 2008
3. ANIMOUS, Beberapa catatan dari ruang kendali utama RSG-GAS.
4. ARLINAH KUSNOWO, In Service Inspection reaktor penelitian untuk meningkatkan
umur reaktor , Proseding BATAN-JEPIC, ISBN 979-8500-23-7 ,1998
5. AEP SAEPUDIN CATUR,Manajemen peraweatan sistem reaktor sebagai
pendukung keselamatan operasi reaktor:, ISBN 978-979-17109-3-0,Proseding seninar
nasional pranata nuklir PRSG tahun 2008.

Gambar.1. PLC Simatic S7-300

136

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar.2. Diagram Alir Prinsip Pengolahan Sinyal PLC Diesel BRV20

TANYA JAWAB :
Penanya :

Sutiono (LIPI)

1) Seberapa ketat dan akurat terhadap persyaratan peralatan keselamatan Nuklir tersebut?
2) Apakah yang dimaksud dengan persyaratan kualitas E1?
3) Tadi dinyatakan bahwa pada mulanya reactor tidak didisain tahan gempa, namun sekarang diakui
bahwa Indonesia rentan gempa sehingga perlu diperhitungkan, Kapan diidentifikasi kebutuhan tahan
gempa tersebut? Dan upaya apa yang telah dilakukan untuk menanganinya?
4) Pada Th 2008 terjadi 43 kasus, dan pada 2009, 61 kasus naik. Mengapa terjadi kenaikan? Apakah
diprediksi atau tidak?
Jawab : Koes Indra Kusuma
1.

Dalam perawatan I & C telah mengikuti standard yang telah ditetapkan oleh pemasok, baik
perameter parameter system maupun alat-alat yang digunakan telah dikalibrasi di KIM-LIPI.

2.

Persyaratan kualitas E1 adalah peralatan atau system yang tahan terhadap getaran gempa.

3.

Reactor didisain tahan terhadap getaran gempa tetapi belum dilengkapi dengan system

yang

langsung mematikan reactor secara otomatis saat getaran terjadi


4.

Kenaikan yang dimaksud adalah jumlah perawatan yang dilakukan dimana, ada perawatan yang
tertunda pada tahun 2008 karena reactor beropersi, maka dilakukan pada tahun 2009

137

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PENURUNAN KEMAMPUAN PADA ALAT PENUKAR KALOR


Djunaidi *) ,Sarwani*)
*) Staf PRSG-BATAN

Abstrak
PENURUNAN KEMAMPUAN PADA ALAT PENUKAR KALOR. Alat penukar kalor bertugas
memindahkan sejumlah panas dari sistem pendingin primer ke sistem pendingin sekunder. Dalam kinerjanya
alat ini akan mengalami penurunan kemampuan memindahkan panas setelah beroperasi beberapa tahun secara
terus-menerus, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi kinerja alat tersebut. Evaluasi kinerja dilakukan dengan
mengamati parameter suhu sistem pendingin.Berdasarkan data yang dicatat setiap hari akan dihitung nilai
koefisien perpindahan panas global (Ug) atau koefisien kemampuan penukar panas. Perhitungan Ug dilakukan
terus menerus setiap tahun untuk menentukan sampai kapan alat ini masih efektif untuk dioperasikan dan
selanjutnya dilakukan overhaul. Dengan demikian masalah pembuangan panas akan dapat berjalan secara
teratur, berkesinambungan dan keselamatan instalasi tetap terjamin.
Kata kunci : Alat penukar kalor

1.Pendahuluan
Masalah Pembuangan panas didalam proses industri merupakan masalah besar yang harus dilakukan
agar proses produksi berjalan secara teratur dan berkesinambungan. Alat penukar kalor atau Heat Exchanger
merupakan salah satu alat pemindah panas/kalor dari satu fluida ke fluida lain yang bersekala besar dan terus
menerus, oleh karena itu sampai saat ini alat penukar kalor masih dianggap alat yang handal. Alat penukar kalor
yang digunakan dalam industri bermacam-macam tergantung kebutuhannya dan yang umum digunakan adalah
jenis shell and tube karena jenis ini memiliki luas bidang transfer panas (A) paling besar diantara beberapa jenis
lain sehingga perpindahan panasnya lebih lancar. Dari janis shell and tube sendiri ada beberapa tipe dan sering
dan umum digunakan orang adalah shell and tube 2-2 karena turbulensi didalamnya kecil dan aliran primersekunder berlawanan arah sehingga lebih praktis dan tidak banyak masalah.
Diantara pendingin primer dan sekunder terdapat alat penukar kalor yang bekerja untuk memindahkan
kalor yang telah diambil dari pendingin primer untuk dipindahkan ke pendingin sekunder dengan media air.
Sehubungan dengan telah lamanya alat tersebut digunakan, maka kinerjanyapun mulai dirasakan menurun yang
ditunjukkan oleh koefisien transfer panas global (Ug). Apabila setelah beroperasi beberapa tahun ternyata nilai
Ug lebih kecil dibandingkan dengan pada saat baru, maka perlu dilakukan overhaul dan dibersihkan agar
kinerjanya kembali lebih baik lagi. Pengalaman kejadian seperti ini banyak dialami dalam pengoperasian alat
penukar kalor di beberapa industri maupun tempat-tempat riset. Pengamatan untuk menghitung Ug mulai
dilakukan setelah beroperasi 3 tahun, dihitungnya setiap tahun sampai dirasakan nilai Ug menurun. Nilai ini
akan menurun karena lamanya pemakaian dan adanya unsur pengotor yang mengganggu perpindahan panas.
Dari data-data pengoperasian suhu keluaran dapat dibuat grafik antara perpindahan panas global Ug dan waktu
pengoperasian yang menunjukkan adanya penurunan kemampuan. Dengan demikian akan dapat direncanakan
kapan alat penukar kalor akan dibersihkan untuk overhaul yang tentunya disesuaikan dengan keperluan proses
produksi.

138

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Alat penukar kalor sangat umum digunalan di dalam proses produksi untuk membuang sejumlah panas
secara kontinyu. Alat penukar kalor yang umum digunakan dalam industri adalah jenis shell and tube 2-2 karena
turbulensi didalamnya kecil dan aliran primer-sekunder berlawanan arah sehingga lebih praktis dan tidak banyak
masalah.
Dalam pengamatan selanjutnya diambil sebuah sampel beroperasinya alat penukar kalor jenis diatas dengan
kapasitas besar untuk memperjelas perubahan besaran yang diukur. Alat penukar panas pada sistem pendingin di
fasilitas riset adalah jenis Shell and Tube berbentuk tabung tegak, aliran berlawanan 2 pass shell dan 2 pass tube.
Beban nominal 15 MW, alat ini memiliki penyekat (baffle) longitudinal pada bagian garis tengah shell, sisi shell
dilalui oleh fluida panas sedangkan tube dilalui oleh fluida dingin seperti pada Gambar 1. Alat pembersih tube
berupa bola-bola elastis dilewatkan tube secara reguler bersama aliran yang digerakkan oleh pompa sirkulasi.
Tabel 1 menyajikan data spesifikasinya.

longitudin
l b ffl

windo
Kanal
Gambar 1. Skema Aliran Penukar
k l 1

Tabel 1. Data Spesifikasi Alat. [1]


Type

Shell and tube

Diameter shell

1300 mm

Diameter tube

22 mm ID, 23 mm OD

Jumlah tube per pass

816 buah

Panjang tube

7410 mm

Tube Lay out

Square

Luas bidang kontak

780 m2

Laju alir sisi shell

430 kg / det

Laju alir sisi tube

485 kg / det

139

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Penukar panas jenis ini (shell-tube) memiliki luas bidang transfer panas (A) paling besar diantara beberapa
jenis lain. Penggunaan alat penukar panas jenis ini cukup banyak terutama dalam industri modern, dan diantara
pemakaiannya adalah[2] :
-

Sebagai Cooler dan Heater. Untuk pendinginan (tidak ada perubahan fase) dengan
pendingin referigerant yang biasa disebut sebagai chiller.

Sebagai Kondenser dan Reboiler.


Diantara beberapa pemakaian di atas yang paling awet penggunaannya adalah sebagai cooler dan heater

karena beban kerjanya yang umumnya tidak terlalu berat.

2.Dasar Perhitungan
Di dalam alat penukar kalor terjadi transfer panas dari sisi shell menuju sisi-tube, hal ini menunjukkan
adanya kesetimbangan panas antara panas masuk dan keluar diantara shell dan tube.

Energi panas yang

dipindahkan dari pendingin primer adalah sama dengan energi panas yang diterima pendingin sekunder[3],
dengan demikian dapat ditulis sebagai berikut :
Qp = Qs = mp. Cpp . Tp

. .. . . . ... . . . . . . .. . . . .. . .(1)

Di mana mp dan Tp merupakan parameter yang terukur sedangkan Cpp adalah kapasitas panas sebagai fungsi
suhu fluida. Kemudian hubungan antara luas bidang transfer panas, koefisien transfer panas global dan
perubahan panas dengan beban panas yang ditransfer dapat dirumuskan oleh persamaan dasar penukar panas
berikut[3] :
Qp = Qs = Ug. A. Tlmtd

. . . . . . . . . . . .. . .. . . .. . .(2)

Di mana Ug adalah koefisien transfer panas global dan A merupakan luas bidang transfer panas. Koefisien
transfer panas global (Ug) merupakan koefisien transfer panas kedua sisi antara tube dan shell di mana nilai Ug
cenderung akan menurun harganya jika dioperasikan terus, dan ini menunjukkan pengurangan kinerja alat
penukar panas setelah sekian lama dioperasikan. Selain itu penurunan kinerja alat penukar panas juga dapat
dilihat dari grafik distribusi suhu fluida. Distribusi suhu alat penukar panas adalah perubahan suhu antara masuk
dan keluar baik fluida panas dan fluida dingin sepanjang tube (antara inlet dan outlet). Hasilnya dibandingkan
dengan grafik distribusi pada saat awal operasi pada operasi dengan daya yang sama.
Beda Suhu Rerata Logaritmik (Tlmtd) : [4]
Pada umumnya suhu fluida di dalam penukar panas tidak merupakan garis lurus apabila di plot terhadap
panjang lintasan fluida (L) sebagai mana ditunjukkan pada Gambar 2. Pada setiap titik T-t antara dua aliran
dapat diperoleh beda suhu rerata logaritmik dengan menurunkan hubungan antara T-t terhadap L dan dengan
melakukan identifikasi beda suhu di sepanjang lintasan fluida. Untuk menurunkan persamaan beda suhu antar
dua fluida perlu dibuat beberapa asumsi sebagai berikut :

Koefisien transfer panas global (Ug) konstan sepanjang lintasan.

Laju massa aliran fluida konstan dan tunak

Panas spesifik konstan

Tidak ada perubahan fasa di dalam sistem

Kehilangan panas ke sekelilingnya diabaikan.

140

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dengan menggunakan bentuk persamaan diferensial maka,


dQ = Ug (T-t) A" dL ...................................................................................... (3)
persamaan diferensial neraca panas adalah,
dQ = Mp Cp dT = ms cs dt ............................................................................(4)
Pada tiap titik sepanjang lintasan aliran dari kiri kekanan, dengan mengambil neraca panas dari L=0 ke L=X
maka,
Mp Cp (T-T2) = ms cs (t-t1) ..............................................................................(5)
Dari persamaan (3), (4) dan substitusi T dan penyelesaian persamaan (4) menghasilkan:
Ug A" dL

dt
=

.................... (6)
T2 - (ms.cs)t1/(Mp.Cp) + {(ms.cs)(Mp.Cp)-1}t

ms cs

Integrasi suku kanan dalam bentuk rumus persamaan integral sbb,


dt

1
= log [ a1+b1.t ] ........................................................................ (7)

a1+b1.t

b1

Integrasi dL antara 0 dan L dan dt antara t1 dan t2,


Ug A

T2-(ms.cs)t1/Mp.Cp+[ms.cs/Mp.Cp-1]t2

1
=

ms.cs

ln

.... (8)
T2-(ms.cs)t1/Mp.Cp+[ms.cs/Mp.Cp-1]t1

(ms.cs)/(Mp.Cp)-1

penyederhanaan persamaan (8) dan substitusi ms.cs/Mp.Cp dari persamaan (4) diperoleh,
Ug A

T1 -t2

1
=

ln
(T1 -T2)/(t2 -t1) -1

ms.cs

t2 -t1
=

T2 -t1
T1 -t2

ln
(T1 -t2)/(T2 -t1)

.....................................................(9)
T2 -t1

141

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

oleh karena ms.cs = Q / (t2 -t1) maka persamaan di atas menjadi,


[ (T1 -t2) - (T2 -t1) ]
Q = Ug A
ln (T1 -t2)/(T2 -t1)
(Tpi-tso)-(Tpo-tsi)
Q = Ug A LMTD

atau

LMTD =

......................(10)
ln (Tpi-tso)/(Tpo-tsi)

Tpi

primer
Tpo

tso
sekunder

tsi

Panjang Lintasan
Gambar 2. Grafik LMTD
Tahanan dari endapan atau pengotor pada dinding pipa biasanya disebut Rd dan untuk menghitung harga Rd
dengan rumus berikut :
Rd =

Uc - Ud .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (11)

Uc.Ud
Dengan Uc merupakan koeffisien transfer panas global pada alat saat masih baru dan ini biasanya ada dalam
dokumen alat tersebut atau dapat dihitung pada saat komisioning dan Ud adalalah Ug yang sebenarnya.

3.Metodologi Penelitian
Secara umum berdasarkan deskripsi penukar panas di atas tahapan evaluasi meliputi pengamatan /
pengukuran atau pengambilan data kemudian perhitungan untuk

menghitung besarnya nilai Ug dengan

persamaan (1), (2) dan (10). Besarnya Ug pada saat awal dioperasikan juga dihitung sebagai bahan komparasi.
Adapun suhu-suhu yang digunakan dalam evaluasi adalah besaran suhu pada sisi shell dan sisi tube alat penukar
panas saat beroperasi sebagai berikut :
Tpi : Suhu pendingin primer menuju sisi shell penukar panas
Tpo : Suhu pendingin primer keluar sisi shell penukar panas

142

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tsi : Suhu pendingin sekunder menuju sisi tube penukar panas


Tso : Suhu pendingin sekunder keluar sisi tube penukar panas
Suhu-suhu tersebut di atas diamati pada saat beroperasi pada daya yang sama dengan harga rata-rata setiap tahun
sejak beberapa tahun beroperasinya alat penukar panas.
4. Hasil dan Pembahsan
Dari data spesifikasi teknis alat penukar panas diperoleh harga Ug = 41,0916 kcal/menit.m2 oK= 2465,5
kcal/j m2 oC., ini yang merupakan harga Ug dari alat penukar panas awal. Evaluasi kinerja alat penukar panas,
dilakukan dengan menggunakan data masukan dari kondisi operasi. Data operasi dicatat pada daya 15 MW
selama kurun waktu 10 tahun sebelum dilakukan overhaul. Tabel 2 berikut ini adalah hasil pencatatan dari
operasi alat dan perhitungan Ug dengan perhitungan rata-rata.
Tabel 2. Data Operasi alat dan Perhitungan Ug
Waktu thn

Pendingin Primer
o

Pendingin Sekunder
o

Fp
3

Ug

Tpi ( C)

Tpo( C)

Tsi( C)

Tso( C)

(m /jam)

kcal/men. m2 oK

0.

36

31

32

35

2750

41,84

1.

41

33

33

38

2850

41,27

2.

43

34

32

38

3200

90,92

3.

43

35

31

34

3200

42,92

4.

40

33

34

38

3150

120,53

5.

42

34

34

38

3200

91,71

6.

41

34

35

38

3200

63,59

7.

39

32

30

36

3150

93,88

8.

44-

37

38

41,5

3200

60,62

9.

41

35

35

38

3100

54,51

10.

30

27

27

28

3200

34,66

pengamatan

Sebelum dilakukan overhaul perlu dilakukan perhitungan tahanan dinding dengan pengotor/kerak yang
menempel biasanya untuk semua jenis alat penukar panas memiliki standar minimum Rd min = 0,003 J.m2
o

C/kcal. Untuk alat penukar panas yang telah lama beroperasi harga Rd harus lebih besar dari 0,003 J.m2 oC/kcal

dan untuk menentukan kapan alat penukar panas harus dibongkar dan dibersihkan perlu dilakukan perhitungan
Rd setiap tahunnya. Apabila nilai Rd telah jauh melebihi nilai tersebut maka sebaiknya dibersihkan dari kerak
yang menempel di dalamnya (overhaul). Untuk menghitung nilai UD (Udirty) digunakan harga Ug yang paling
jelek (kecil) pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan harga Uc (Uclean) dapat digunakan Ug pada saat alat
penukat panas masih baru atau Ug desain dan juga dapat dilakukan perhitungan dengan koefisien film individu.
Sebagai catatan sebelum dilakukan overhaul kondisi di dalam alat penukar panas sudah tampak kotor, hal ini
dapat ditunjukkan oleh nilai Rd = 0,00449 (Tabel 3) yang mana lebil besar dari Rd minimum.

143

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 3. Data pada awal pengamatan :


Parameter
Hi

57,5 Kcal/m2.men.oK

Ho

47,8 Kcal/m2.men.oK

Uc

41,09 Kcal/m2.men.oK

UD

34,66 Kcal/m2.men.oK
0,00449 m2.men.oK/kcal

Rd calculated

0,003 m2.men.oK/kcal

Rd min

Dari data operasi alat selama beberapa tahun operasi menunjukkan bahwa beda suhu masuk dan keluar (t)
untuk pendingin primer (sisi-shell) pada alat penukar panas harganya di bawah 10oC. Ini berarti kerja alat
penukar panas tidak terlalu berat dan nilai ho menjadi kecil. Namun demikian nilai Ug pada daya 15 MW
tersebut dari waktu ke waktu sangat bervariasi karena pengaruh additive pada fluida dingin dan kecenderungan
dari tahun ke tahun semakin turun (Gambar 3).
Hal ini mengindikasikan adanya proses pengambilan panas yang semakin tidak sempurna.

90
80
70
Uglobal

60
50
40
30
20
10
0
0

5
6
w aktu

10

G am bar 3.G rafik U g sebelum overhaul

5.Kesimpulan
Penurunan kemampuan alat penukar kalor sangat dipengaruhi lamanya pemakaian yang dapat dihitung
dari nilai perpindahan panas global (Ug) yang mengindikasikan penurunan, tahanan dari endapan di dalam tube
yang cenderung naik harganya. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa alat penukar kalor yang
mengalami penurunan kemampuan seperti tersebut diatas harus dilakukan overhaul untuk pembersihan dari
kerak dan kotoran di dalam tube dan dinding sell.

144

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1. Djunaidi dkk, Evaluasi kinerja sistem pendingin RSG-GAS pasca overhaul, Seminar
Nasional penelitian Dasar Ilmu penetahuan dan Teknologi, Yogyakarta ,25 Juni 2002.
2 . ROBERT E.TREYBAL, Mass-Transfer Operation, Mc GRAW-HILL
KOGAKUSHA. LTD, International Student Eddition,Chapter .1968.
3. WARNIATI AGRA. Ringkasan Perpindahan Panas, Diktat kuliah Fakultas Teknik
Universitas GADJAH MADA, 1981.
4. KERN D.Q. Process Heat Transfer, Chapter 4, Mc Grow Hill Co, International
Student Edition, 1950.

145

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

KINCIR RODA AIR SUDU BERGERAK (RASB) SEBAGAI JAWABAN


KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK PEDESAAN DI PEDALAMAN KALIMANTAN
BARAT
Heru Suprapto1; Savitri2 ; Ismun UA3
1. Universitas Pamulang, Tangerang.
2. P2Kimia LIPI, Kawasan Puspiptek Serpong
3. Universitas Proklamasi 1945 Yogyakarta.

Abstrak
Suatu pemanfaatan energi alam bagi hajat hidup masyarakat pedalaman Kalimantan
yang dianugrahi sungai-sungai besar dengan fluktuasi debit yang relatif tetap antara musim
kemarau dan penghujan dapat ditangkap dengan kincir roda air sudu bergerak atau RSAB .
Walaupun hasilnya dalam penangkapan energi ini tidak terlalu besar namun dapat dirasakan
bagi daerah pedalaman Kalimantan Barat bagian tengah yang masih sulit dijangkau dari
keramaian; dan energi listrik sebagai energi yang sangat optimal dalam pengiriman serta
pendistribusiannya tentu akan segera mempercepat laju informasi dan pembangunan di
daerah pedalaman.
Kata kunci : debit besar; energi listrik; sungai

1.Pendahuluan
Negeri yang kaya akan energi merupakan potensi untuk meraih kemakmuran.
Bagaimana dengan negeri yang kita cintai ini? Masihkah ada kepedulian untuk mengais
energi, walaupun hanya segenggam harapan?
Energi alam merupakan energi yang penuh misteri, besar, berlimpah, dasyat dan luar
biasa bila tak terkendali, namun bila kita tangkap hasilnya hanyalah kecil, itulah kemampuan
manusia, dihadapan kekuasaan sang Pencipta yang Maha Luar biasa. Namun manusia tetap
harus berusaha walaupun hanya menimbulkan secercah harapan

demi membantu

kesejahteraan umat manusia. Keadaan ini hanya terjadi di pedalaman Kalimantan yang
mempunyai anugerah sungai yang berdebit cukup antara

dua musim. Mengais harapan

dengan seorang putra Kalimantan mulailah kincir roda air/ angin sudu bergerak ini dirancangbangun untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, maupun pengairan lahan gambut.

146

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Ide penemuan ini berawal dari percobaan dengan menggunakan sudu tetap, ternyata
hasilnya amat sangat ti dak memuaskan, yaitu banyak kerugian tenaga yang hilang, yang
menjadikan hidraulika lossesnya menjadi besar, belum lagi rugi-rugi mekanik yang lain,
sehingga energi losses besar dan rendemen sangat rendah; belum lagi dikaitkan dengan
kekuatan kkonstruksi yang nantinya dipbutuhkan kekokohan (stiffness) yang sangat besar,
bahan konstruksipun bertambah dan muara akhir, nilai (cost) menjadi besar sedangkan energi
yang diperoleh rendah, sehingga harga per kwh menjadi tinggi. Sebagai standard adalah harga
listrik PLN, namun dari segi cost yang dilakukan pengkajian terus menerus saat ini sampai
Rp.200,- per KWH. Dengan menggunakan RASB ISMUN; efisiensi total dapat mencapai
hampir 80%; Kincir ini dalam operasionalnya sangat mudah demikian pula pengendalian
beban dan maintenance-nya murah.
Kincir tersebut beberapa dipasang didaerah ketapang hulu pada sungai pawan anak
sungai kapuas dan ada yang dipasang di daerah sekadau. Dalam penjajakan selanjutnya saat
ini sedang dilakukan survei untuk sungai-sungai besar didaerah irian (papua); dengan harapan
RASB dapat bermanfaat untuk menunjang kemakmuran masyarakat luas (informasi,
komunikasi) untuk daerah terpencil atau pedalaman.
Energi air di daerah yang masih jauh dari jangkauan teknologi untuk dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran. Perlu diketahui pula bahwa RASB ini dapat digunakan
pula dengan menggunakan aliran angin, model ini sangat diminati untuk pertanian, yaitu
dengan menggerakkan pompa air (dipakai pompa plunyer) untuk mengangkat air dari suatu
tempat ke tujuan akhir, untuk daerah pantai selatan Yogyakarta, diharapkan dapat untuk
penyuburan daerah pesisir, dengan memompa air tawar (sungai) ke lahan pantai. Untuk kincir
angin ini dengan menggunakan poros vertikal; untuk anginpun harus dilakukan survei atas
potensi angin sepanjang tahun, baru dilaku kan kegiatan engineering. Bahkan permintaan dari
kalangan ilmuwan dan juga pasar (lapangan) , kincir RASB minta dilakukan standarisasi,
ukuran dan daya, namun karena situasi lapangan yang berbeda-beda, maka hal tersebut hanya
untuk memudahkan engineering pakage saja, sedangkan surve di lapangan tetap menjadi
acuan yang utama.
Maka secara konstruksi, posisi poros RASB ada 2 macam Vertikal dan atau horizontal
sesuai dengan keperluan desain dan pula media fluidanya. Mudah-mudahan yang disampaikan
pada pendahuluan ini dapat diikuti lanjut pada bab-bab berikutnya.

147

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2.Teori.
Setiap kegiatan perancangan, sampai dengan pelaksanaan lapangan, tentu akan
mengalami beberapa tahapan, yaitu kegiatan rekayasa (Engineering), kegiatan operasi
(operation) bahkan dapat berlanjut sampai pemeliharaan, perawatan dan perbaikan
(maintenance).
Adapun kegiatan rekayasa sendiri meliputi beberapa kegiatan utama yaitu kegiatan
rancang bangun (design), pengadaan (proccurrement), dan konstruksi (construction); serta
untuk kegiatan lapangan berlanjut dengan pemasangan (installation), dan atau perentangan
(errection), untuk dilakukan pengujian (testing), secara individual maupun menyeluruh sistem
(commissioning). Kemudian baru dilakukan operasi rutin dan diberlakukan sistem
maintenance. Demikian pula kincir RASB yang dapat dipergunakan untuk fluida air ataupun
angin melalui tahapan tersebut. Kincir RASB telah dipatenkan oleh penemunya Ismun UA,
dengan no patent ID.0007984. Mengapa hal ini kita angkat dalam forum diskusi karena
terkait dengan kondisi saat ini telah mengalami krisis energi yang cukup berat, terlebih
dengan naiknya harga minyak dunia Pemerintah melalui pidato presiden tgl 30 April 2008
mencanangkan untuk hemat energi.
Teori kerja diatas adalah teori kerja engineering yang mendukung terlaksananya
dibuatnya kincir RASB, sedangkan teori kerja RASB sendiri sangat mudah yaitu kincir roda
tetap yang pada bagian ujung sudu (untuk fluida air atau angin) diberi engsel (pivot); pada
saat menerima tekanan gaya alir, sudu membuka penuh, dan saat sudu meninggalkan aliran air
penuh sudah mulai melipat, bahkan saat sudu tak tercelup akan melipat penuh. Dengan
demikian tekanan udara diatas konstruksi juga tidak menghasilkan drag (tek. Hambatan
udara) yang besar sehingga kincir akan melaju berputar, memang putaran tak besar, paling
hanya menghasikan putaran antara 3- 6 rpm, tergantung dari aliran sungainya; maka untuk
memutar generator perlu suatu akselerator yang akan disesuaikan dengan putaran generator
listrik; adapun pengendalian putaran lebih dapat diatasi dengan beberapa peralatan : governor,
flap gate pada aliran sungai, dan pengereman mekanik; juga saat dilakukan maintenance misal
intuk perbaikan-perbaikan. Adapun pengaturan kearah beban listrik dapat digunakan
stabilisator tegangan dengan fluktuasi kisaran antara 10- 15 %.
Bila untuk penggerakan pompa air plunyer maupun centrifugal beban utamanya
adalah kapasitas (debit) dan head (ketinggian isap dan tekan), namun untuk keperluan tersebut
lebih sederhana daripada beban generator listrik. Di dalam merancang konstruksi ini memang
harus benar-benar diperhatikan, berat bahan; kekuatan bahan, losses yang timbul supaya

148

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

mendapatkan rendemen yang optimal (tinggi) cost rendah dan reliabilitas yang tinggi. Tentu
saja semua ini harus dilakukan tahapan engineering yang optimal pula.
3.Metodologi
Aliran sungai dengan debit yang cukup besar, dengan kedalaman yang memadai (lebih
dari 3 meter), banyak terdapat di daerah pedalaman Kalimantan berpotensi untuk diubah
menjadi tenaga listrik/ energi listrik. Kincir tersebut telah dicoba di sungai Pawan, dan anak
sungai Kapuas hulu yang lain di daerah Sekadau (Kalimantan Barat bagian tengah). Debit air
berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan antara 0,8 m/det - 1,5 m/det. Variasi
kedalaman antara 3 meter sampai 6 meter. Dengan menggunakan aliran sungai alami tanpa
bendungan dapat diperoleh tenaga yang cukup besar dengan rumus:
P

=(Q..h)

.........................................................................................................................(1)
sedangkan = .g, dan jika tidak ada perubahan ketinggian tekanan air(head), maka
perubahan daya (P) hanya dipengaruhi kecepatan aliran air sungai, kemudian debit air (Q)
adalah hasil kali luas sudu kincir dengan kecepatan, sehingga rumus di atas dapat ditulis
sebagai berikut:
P

(A.

.g

.v

)/2

........................................................................................................................(2)
Dimana :
P = Daya
Q = Debit air (m3/s)

= berat jenis air (1000 kg/ m 3)

= gaya gravitasi (kg/m.s2)

= ketinggian tekanan air (m)

A = luas penampang aliran (m2)


v

= kecepatan air per detik (m/s2)


Permasalahannya adalah bagaimana mengambil energi air yang mengalir dengan

kecepatan rendah tersebut, untuk mampu memutar turbin air/ kincir air (water wheel). Dengan
menggunakan kincir RASB kita akan dapat memfaatkannya. Dari percobaan lapangan
diperoleh hasil yang diharapkan mendekati perhitungan teori sebesar 40.000 watt/ unit kincir
(40KW)

149

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

4.Pembahasan
Sebelum masuki berbagai tahapan sampai ke tahapan akhir (konstruksi lapangan) kita
masuki teori dasar dan beberapa pengujian model di laboratorium. Adapun teori dasar kincir
air ini adalah sebagai berikut :
Sudu RASB mempunyai engsel/ sendi yang bergerak sehingga sudu membuka pada saat
didalam air dan melipat saat keluar dari permukaan air. Tekanan air yang tidak begitu tinggi
akan menghasilkan gaya optimal didalam air, dan hambatan/ tahanan sudu waktu memasuki
permukaan air dan pada saat meninggalkan permukaan air sangat halus tanpa
hentakan/sodokan, bahkan cenderung tanpa hambatan.
Spesifikasi kincir :
Jumlah deret sudu

3 susun seri tiap jari-jari drum (disk). Jumlah disk tersusuk sejajar

berjumlah 4 rangkaian yang terikat pada satu poros; dengan melalui pasak pengikat disk ke
poros. Banyaknya jari-jari sudu dalam satu disk ada 6 buah; yang masing-masing bersudut
beraturan 60o, namun posisi jari-jari sudu dalam setiap disk tidak sama terpaut 30o, sehingga
pada setiap 30o gerakan poros akan tercelup/ terbenam rangkaian sudu ke dalam permukaan
air, demikian seterusnya. Jari-jari kincir 600 cm.

Gambar 1 Skema Kincir Roda Air Sudu Bergerak

Daya yang dihasilkan dari Kincir RASB dapat dilihat dari perhitungan mekanik berikut ini:
F

=pxA

dF

= dp x dA

dF

= dh x dA
150

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

dh

= r cos d

dF

= r cos d x b.dr.dcos
20

r2
F = b. .r.dr cos ( sin )d .b. .
2
0
70

20

sin . cos.d

70

Jika diasumsikan kecepatan aliran sungai 0.8 m/detik, maka:


2 sin.cos
2 d

= sin 2

= d 2

d = d 2
20

r2
1
b. . sin 2 .d 2
2 0 4 70
0

air = 1 Kg/dm3
b.

.r 2
2

20

0
1
.( cos 2 ) 70
4

10 dm x 1000 Kg/dm3 x 202/2 dm2 x (0 + cos 140o)


F = 10 x 1 x 400/2 x x 1.766 Kg
= 883 Kg
Daya = F x V
= 883 Kg x 0.8 m/detik
= 706.4 Kg.m/detik
= 9.42 PK
= 6.9 KW
Bila saat 3 deret sudu terbenam dalam air dengan asumsi kekuatan:
1 3 1 5
+ + = gaya total ,
3 3 3 3

Maka daya yang timbul:


5
6.9 KW = 11.54 KW
3

Apabila penggerak tersusun dari 4 disk maka daya yang ditimbulkan secara total dalam 1 unit
dengan efisiensi 0.8 (80 %) = 0.8 x 4 x 11.54 KW = 37 KW. Jika terdistribusi dengan daya
500 watt tiap rumah, maka akan bisa dikonsumsi oleh sekitar 60 rumah penduduk. Dimana
untuk daerah pedalaman terdapat rata-rata 50 rumah penduduk. Dengan memasang kisncir
RASB sepanjang tepi sungai, maka desa di sepanjang aliran sungai akan menerima
penerangan listrik.
151

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dengan menggunakan kecepatan kecepatan keliling v = Dn dimana : D =diameter


roda kincir, dan n : putaran roda tiap menit, sedangkan v : kecepatan keliling roda yang setara
dengan kecepatan aliran air m/ menit. Dari hasil penelitian lapangan kecepatan air dapat
berfluktuasi dari segi besarnya debit air sungai maupun posisi percobaan. Untuk posisi hilir
ada pengaruh pasang surut sehingga terjadi arus balik sedangkan pada posisi hulu aliran dapat
terjadi secara normal dan lebih aktual.
Bila putaran berubah karena kondisi alam (perubahan debit); bisa terjadi pula adanya
pengurangan beban karena servis pemeliharaan maka terjadi penurunan putaran. Untuk
kecepatan 0.625 m/det atau 37.5 m/menit sampai ke 5.6 m/ menit dihasilkan : T = Fx r ; T =
883 kgf x 1,83 m = 1615,89 kgf-m. Daya yang timbul T = 716,2 N/n
Aliran
sungai

Kincir
air

Generator

Gardu
transmisi

distribusi

Gambar 2 Blok diagram distribusi aliran sungai menjadi tenaga listrik


Demikian pula apabila kita pergunakan untuk kincir angin RASB guna mengangkat air
(Untuk irigasi pertanian atau untuk sarana air bersih penduduk) tentunya mengalami proses
engineering yang berstandard sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.
5.Hasil dan Diskusi
Apabila kenaikan arus sungai naik, daya output akan naik pula, untuk itu sistem
kontrol kecepatan RASB water wheell harus dilakukan supaya frekwensi generator tidak
melebihi 50 hertz; demikian pula untuk melakukan penyeimbangan/ keajegan putaran
digunakan roda terbang (fly-wheel) sebagai penyimpan energi mekanik. Hasil riset awal pada
tahun 1996 di daerah kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat) dirasa kurang berhasil, dan
mendapat cemoohan, sehingga kalangan ilmuwan tetap menggunakan bendungan untuk
menangkap energi air dari sungai. Namun dibalik kegagalan tersebut ada pula keberhasilan
dari kincir ini yaitu :
1. Kerugian putar (torsi) dapat dikatakan nol, karena posisi sudu kincir dapat menyesuaikan
pada gaya-gaya yang terjadi.
2. Putaran halus (rata) sehingga putaran generator listrik konstan.
3. Untuk memperbesar torsi dapat dilakukan dengan membuat kincir berukuran besar atau
beberapa buah kincir kecil dikopel secara serie, ataupun paralel; atau beberapa buah
PLTA RASB dipasang berjajar sepanjang sungai; karena pada jarak beberapa meter saja
aliran sungai telah normal kembali.
152

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

4. Dibangun di desa terpencil di pedalaman Kalimantan; atau pulau lain yang


memungkinkan seperti di Irian Jaya (Papua); dan tak perlu jaringan interkoneksi seperti di
Jawa-Bali.
5. Dapat diterapkan pula dengan fluida angin untuk pengairan lahan gambut, guna
pengolahan/penyuburan lahan pertanian
6.Kesimpulan
Setelah melalui berbagai kajian, percobaan dan pengujian lapangan Kincir Roda Air
Sudu Berubah oleh beberapa instansi dan institusi yang berwenang dan terkait, maka telah
dinyatakan bahwa kemanfaatan serta konstruksi teknis dapat dilaksanakan di Indonesia; dan
juga telah dipatenkan sebagai kajian hasil riset.
Perlu kajian lebih lanjut tentang masalah pengontrolan, konstruksi (kekuatan dan
ergonomis mesin) serta hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, tentu saja
tidak lepas dari keterkaitan berbagai pihak tentang perijinan lokasi dan pendanaan.

The image part with relationship ID rId143 was not found in the file.

The image part with relationship ID rId142 was not found in the file.

153

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1. Suprapto, Heru, U.A., Ismun, Presentasi proposal di Perusahaan Air Minum
Samarinda, Samarinda, 2005.
2. Suprapto, Heru, Engineering Procedure, PPNR (Pusat Perangkat Nuklir dan Rekayasa)
BATAN, 1998
3. U.A., Ismun, Kincir Roda Air Sudu Bergerak sebagai Modal Dasar Pembangunan
Indonesia dari Desa, Yogyakarta, 2001.

154

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

SINTESIS SILIKA GEL DARI ABU BAGASSE DAN UJI ADSORPSINYA TERHADAP ION LOGAM
TIMBAL(II)*
Nunung Choirina
nunungchoirina@yahoo.com
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis silika gel dari abu bagasse melalui pengabuan pada
temperatur 7000C. Pembentukan natrium silikat dilakukan dengan menambahkan natrium hidroksida dan
pengasaman menggunakan asam klorida, asam nitrat dan asam asetat. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui pengaruh jenis asam terhadap karakter silika gel, banyaknya silika gel yang dihasilkan dan daya
adsorpsi serta efisiensi adsorpsi ion logam timbal(II).
Subjek dalam penelitian ini adalah silika gel yang disintesis dari abu bagasse dengan variasi jenis
asam. Jenis asam yang digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam asetat 3M. Sintesis silika gel dari
abu bagasse dilakukan dengan melarutkan 6 gram abu bagasse ke dalam 200 mL natrium hidroksida 1M
disertai pengadukan dan pemanasan selama 1 jam. Campuran didiamkan selama 18 jam pada suhu kamar dan
disaring. Filtrat natrium silikat yang terbentuk ditambahkan asam bertetes-tetes disertai pengadukan hingga pH
7. Gel yang terbentuk didiamkan semalam, disaring dan dicuci dengan akuademineralisata hingga netral lalu
dikeringkan dalam oven pada temperatur 1200C selama 2 jam dan digerus hingga lolos ayakan 200 mesh,
kemudian digunakan dalam adsorpsi ion logam timbal(II).
Hasil penelitian ini adalah padatan putih silika gel. Silika gel hasil sintesis mempunyai efisiensi
produktivitas 64,18; 70,89 dan 73,80%, kadar air 17,80; 8,11 dan 13,08%, rumus kimia SiO2. 0,7222 H2O, SiO2.
0,2943 H2O dan SiO2. 0,5019 H2O masing-masing untuk silika gel yang disintesis dengan menggunakan asam
nitrat, asam klorida dan asam asetat. Karakterisasi silika gel hasil sintesis menggunakan spektrofotometer
inframerah menunjukkan pola yang sama dengan kiesel gel 60G (E-Merck). Daya adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi optimal ion logam timbal(II) tercapai pada silika gel hasil sintesis dengan asam nitrat.

1. Pendahuluan
Pendirian instalasi pabrik-pabrik industri, menyebabkan mengalirnya air limbah ke aliran-aliran
sungai disekitarnya sehingga akan membuat sungai menjadi tercemar. Zat berbahaya yang terdapat dalam air
limbah yang saat ini banyak dikaji oleh kalangan ahli adalah logam berat. Logam berat tersebut antara lain Pb,
Zn, Hg, Mn, Cd, Cr, Co dan Cu. Logam berat dinyatakan sebagai polutan yang sangat toksik dan berbahaya
karena sifatnya yang sukar terurai. Sifat inilah yang menyebabkan logam berat dapat terakumulasi ke dalam
jaringan tubuh makhluk hidup sehingga dapat menyebabkan keracunan secara akut dan kronis bahkan dapat
menyebabkan kematian. Dampak dari keracunan timbal sendiri sangat membahayakan bagi manusia, utamanya
bagi anak-anak adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan,
penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelegensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti
ginjal, sistem syaraf, sistem reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak.
Adsorpsi merupakan salah satu cara untuk menghilangkan unsur runut mikropolutan dalam air limbah
dan buangan industri. Adsorpsi melibatkan pengikatan molekul ke dalam permukaan bahan secara fisika.
Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak adanya
gayagaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini yang menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai
gaya adsorpsi.

155

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Silika gel merupakan salah satu padatan anorganik yang dapat digunakan untuk keperluan adsorpsi
karena memiliki gugus silanol (SiOH) dan siloksan (Si-O-Si) yang merupakan sisi aktif pada permukaannya.
Disamping itu silika gel mempunyai pori-pori yang luas, berbagai ukuran partikel dan area permukaan yang
khas. Silika gel dapat dibuat dengan pengasaman larutan natrium silikat teknis, yang dapat diperoleh dengan
mudah di toko-toko kimia dengan harga yang relatif murah. Selain itu, silika gel juga dapat dibuat dari natrium
silikat yang diperoleh dari abu ampas tebu atau sering disebut dengan abu bagasse.
Limbah penggilingan tebu adalah limbah dari pabrik gula yang menggunakan tebu sebagai bahan
baku dan jumlahnya cukup besar. Sampai saat ini limbah tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk
timbunan. Berdasarkan data dari pabrik gula Madukismo di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hasil
produksi rata-rata per tahun bahan baku tebu 350.000 400.000 ton per tahun dan gula 25.000 35.000 ton per
tahun. Ampas tebu yang diperoleh sekitar 30 % dari tebu. Masa produksi sekitar 5 6 bulan per tahun (24 jam
sehari), secara terus menerus antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober (Ilhamnuryasin, 2009).
Bagasse yang dihasilkan pada proses setelah penggilingan tebu menjadi gula mengandung 45%
selulosa, 32% pentose, 18% lignin, 5 % komponen penyusun lainnya (Hardi, 2003:3-6). Unsur unsur kimia
penyusun yang terdapat dalam bagasse terdiri dari 48% karbon, 6,5% hydrogen, 44% oksigen dan 2,5 % abu.
Menurut Paturau (1982), dalam pembakaran bagasse biasanya menghasilkan 0,3% abu dengan silika (SiO2)
sebagai komponen utamanya yaitu sekitar 73,5% dan unsur-unsur minor lainnya dalam bentuk oksida logam.
Sehingga penelitian tentang sintesis silika gel dari abu bagasse menjadi menarik untuk dilakukan.
2. Tinjauan Pustaka
Abu bagasse merupakan abu hasil dari sisa pembakaran bagasse. Bagasse adalah cellulose fiber,
campuran dari serat yang kuat dengan jaringan parenchyma yang lembut, mempunyai tingkat higroskopis tinggi
yang merupakan residu dari penggilingan tebu.
Menurut Paturau (1982), dalam pembakaran bagasse dihasilkan abu sebanyak 0,3% dari berat tebu,
dimana komponen utama penyusunnya adalah silika (SiO2) yaitu 73,5%. Besarnya jumlah silika yang
terkandung dalam abu bagasse menjadikannya berpotensi sebagai salah satu bahan baku untuk sintesis silika gel,
komposisi kimia abu bagasse ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia abu bagasse
Komponen

% Berat

SiO2

73,5

Al2O3

7,6

Fe2O3

2,7

CaO

3,0

MgO

2,6

K2O

7,1

P205

1,7

Proses sol-gel
Proses sol-gel menurut (Schubert dan Husing, 2000: 200) meliputi beberapa langkah sebagai
berikut:

156

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

a. Hidrolisis dan kondensasi dari prekursor material dan pembentukan gel


b. Gelasi (transisi sol-gel)
c. Aging (masa pertumbuhan gel)
d. Drying (pengeringan)
Reaksi hidrolisis dan kondensasi pada proses sol-gel (Schubert dan Husing, 2000: 201) dapat
ditunjukkan sebagai berikut :
a. Hidrolisis alkoksida menghasilkan silanol
Si OR + H2O Si OH + ROH
b. Kondensasi antara alkoksida dengan silanol menghasilkan siloksan
Si OR + Si OH Si O Si + ROH
c. Kondensasi antar silanol menghasilkan siloksan
Si OH + Si OH Si O Si + H2O
Melalui

polimerisasi

kondensasi

akan

terbentuk

dimer, trimer

dan

seterusnya

sehingga

membentuk bola-bola polimer sampai pada ukuran tertentu. Gugus silanol pada permukaan partikel bola
polimer yang berdekatan akan mengalami kondensasi disertai pelepasan air sampai terbentuk gel. Gel
yang terbentuk dikenal dengan sebutan alkogel yang merupakan gel yang bersifat sangat lunak dan tidak
kaku.
Alkogel yang terbentuk kemudian didiamkan (proses aging) semalam. Pada tahap ini, kondensasi antara
bola-bola polimer terus berlangsung dan akan mengalami penyusutan volume alkogel. Penyusutan akibat
kondensasi lanjut diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam. Tahapan ini dikenal dengan sebutan
sinersis. Tahap sinersis pada umumnya menghasilkan hidrogel, yaitu gel dengan sifat hampir kaku dan kokoh.
Tahap akhir pembentukan silika gel adalah pembentukan serogel yang merupakan fasa silika gel setelah
dilakukan pencucian dan pemanasan pada temperatur sekitar 100 C menghasilkan bahan amorf yang keras yang
disebut silika gel. (Agus Prastiyanto dkk, 2008: 7)
Silika Gel
Silika gel pertama kali dikenal dalam bentuk hidrogel dan dianggap telah ditemukan oleh Thomas
Graham pada tahun 1861. Silika gel tersebut dibuat melalui pencampuran larutan natrium silikat dan asam
hidroklorida. Silika gel merupakan adsorben anorganik yang banyak digunakan di laboratorium kimia terutama
untuk fasa diam kromatografi. Luasnya pemakaian silika gel disebabkan oleh sifat-sifat yang dimilikinya,
diantaranya adalah inert, netral, dan kereaktifan permukaannya yang memiliki daya adsorpsi yang cukup besar
(Scott, 1993 : 2-4).
Silika gel merupakan senyawa SiO2 hidrat yang bersifat amorf, mempunyai struktur berpori yang stabil
dengan gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) pada permukaannya. Gugus silanol (Si-OH) pada silika gel,
dapat terdeprotonasi pada kisaran pH 2 sampai 3 menjadi Si-O- (Harris, 2007 : 560). Struktur silika gel menurut
Harris (2007 : 560) dapat dilihat pada gambar 2.

157

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 2. Struktur silika gel (Harris, 2007 : 560)


Adsorpsi (Penjerapan)
Adsorpsi adalah gejala pembentukan lapisan gas atau cairan pada permukaan padatan, sehingga banyak
sedikitnya zat yang diadsorpsi tergantung pada luas permukaan zat pengadsorpsi. Padatan dimana terjadi proses
adsorpsi pada permukaannya disebut adsorben, sedangkan bahan teradsorp disebut adsorbat (Levine, 2003 :
397).
Secara eksperimen, proses adsorpsi dari larutan relatif lebih sederhana dibandingkan adsorpsi dari fase
gas, tetapi secara teoritis adsorpsi dari larutan lebih kompleks dibandingkan adsorpsi gas. Hal ini dikarenakan
pada adsorpsi dari larutan selalu meliputi kompetisi antara zat terlarut dan pelarut atau antara komponenkomponen dalam larutan untuk berinteraksi dengan situs-situs aktif adsorpsi (Shaw, D.J., 1999:169-170).
Logam Timbal (Pb)
Logam timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi (11,48 g ml-1
pada suhu kamar). Timbal mudah larut dalam asam nitrat dengan konsentrasi 8M, dan terbentuk nitrogen
oksida.Timbal sebagai logam berat merupakan unsur yang terbanyak di dunia. Istilah logam berat digunakan
karena timbal mempunyai densitas (rapatan) yang sangat tinggi (11,34 g cm-3). Timbal bersifat lembek dengan
titik leleh ~327 oC, nampak mengkilat/berkilauan ketika baru dipotong, tetapi segera menjadi buram ketika
terjadi kontak dengan udara terbuka. Hal ini karena terjadi pembentukan lapisan timbal oksida atau timbal
karbonat yang melapisi secara kuat, sehingga mencegah terjadinya reaksi lanjut (KH Sugiyarto, 2001 : 7.2-7.3).
4.Metodologi Penelitian
Sampel bagasse yang berasal dari Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta dibakar dan dihasilkan arang
bagasse. Kemudian arang bagasse ditimbang dan diabukan dalam muffle furnace pada temperatur 7000C selama
4 jam menggunakan krus porselin. Setelah itu dimasukkan ke dalam deksikator dan ditimbang. Abu bagasse
tersebut kemudian digerus menggunakan mortar dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Sebanyak 25 gram
abu halus tersebut dicuci dengan 150 mL larutan HCl 0,1 M melalui pengadukan selama 1 jam dan didiamkan
selama semalam, kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 42 dan dibilas dengan
akuademineralisata hingga netral, dicek menggunakan kertas pH 14 Universal Merck. Abu bagasse yang telah
dicuci tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 1100C selama 2 jam.
Sebanyak 6 gram abu bagasse kering yang telah dicuci, dilebur dengan menggunakan 200 mL larutan
NaOH 1M sambil diaduk sampai mendidih selama 1 jam kemudian didiamkan selama 18 jam. Larutan Natrium
Silikat yang terbentuk disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42.

158

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Pembuatan silika gel


Sebanyak 20 mL larutan Natrium Silikat ditempatkan dalam wadah plastik kemudian ditambahkan
larutan HCl 3M secara perlahan sambil diaduk sampai gel mulai terbentuk atau terjadi kondensasi larutan
natrium silikat dengan larutan asam sampai pH=7, kemudian didiamkan selama 1 malam untuk terbentuknya gel.
Kemudian gel yang terbentuk disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dan dilakukan pencucian dengan
akuademineralisata sampai bersifat netral. Lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 1200 C selama 2 jam.
Silika gel kemudian digerus menggunakan mortar dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Prosedur diulang
untuk HNO3 3M dan CH3COOH 3M. Kemudian silika gel dikarakterisasi gugus fungsionalnya menggunakan
alat FTIR dan dibandingkan dengan spektra IR pada Kiesel Gel 60G Merck.
Penentuan Kadar Air Silika Gel
Sebanyak 0,1 gram silika gel dipanaskan dalam oven pada temperatur 100 oC selama 4 jam, kemudian
didinginkan dan ditimbang. Setelah itu, dipijarkan dalam muffle furnace pada temperatur 6000C selama 2 jam.
Sampel kemudian didinginkan dan ditimbang kembali. Kadar air dihitung dengan mengurangkan berat silika gel
sebelum pemijaran (sesudah pemanasan pada suhu 100 OC selama 4 jam) dengan berat silika gel setelah
pemijaran dibagi berat silika gel awal dikalikan 100%.
Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
Sebanyak 10 mL larutan ion logam Pb(II) 10 ppm ditambahkan ke dalam 0,25 gram silika gel dalam
botol plastik. Kemudian diaduk dalam alat Shaker selama 90 menit. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan
2000 rpm selama 30 menit. Silika gel dan filtrat didekantir, filtrat yang diperoleh dianalisis konsentrasi ion
Pb(II) dengan menggunakan AAS. Penjerapan ini dilakukan pada silika gel hasil sintesis dengan berbagai
konsentrasi asam serta silika Kiesel gel 60G buatan Merck secara triplo.
5.Hasil dan Pembahasan
Data hasil pembuatan silika gel dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Data hasil sintesis silika gel dari abu bagasse dengan variasi jenis asam
Jenis asam

Volume asam

Berat Silika Gel yang

Efisiensi

(mL)

diperoleh (gram)

Produktivitas (%)

HNO3 3M

8,1

0,5348

64,18

HCl 3M

10,5

0,5907

70,89

CH3COOH 3M

9,0

0,6150

73,80

Keasaman dan kadar air dari silika gel hasil sintesis dan kiesel gel 60G dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Keasaman, Kadar Air Total dan Rumus Kimia Silika Gel Hasil Sintesis dan Pembanding
NO

Jenis Silika Gel

Kadar Air Total (%)

Rumus Kimia SiO2.xH2O

Kiesel Gel 60G

5,52

SiO2 .0,1957 H2O

SGAB-HNO3

17,80

SiO2. 0,7222 H2O

SGAB-HCl

8,11

SiO2. 0,2943 H2O

SGAB-CH3COOH

13,08

SiO2. 0,5019 H2O

159

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Berdasarkan tabel 3, kadar air silika gel hasil sintesis dengan larutan asam klorida 3M memiliki kadar
air yang paling mendekati dengan kiesel gel 60G. Sehingga dapat dikatakan silika gel hasil sintesis dengan
larutan asam klorida memiliki karakter yang mirip dengan karakter kiesel gel 60G.. Spektra inframerah dari
silika gel hasil sintesis (SGAB-HCl, SGAB-HNO3 dan SGAB-CH3COOH) dan kiesel gel 60G dapat dilihat pada
gambar 3. Spektra inframerah untuk silika gel hasil sintesis dengan larutan asam nitrat 3M sebelum dan setelah
digunakan sebagai adsorben ion logam Pb(II) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 3. Spektra Inframerah Kiesel Gel 60G dan silika gel hasil sintesis

Gambar 4. Spektra Inframerah SGAB-HNO3 sebelum dan setelah adsorpsi


Uji kemampuan penjerapan silika gel terhadap ion logam Pb(II) dinyatakan dengan daya jerap serta
efisiensi penjerapan. Efisiensi penjerapan merupakan jumlah ion logam berat Pb(II) yang terjerap oleh silika gel
yang diaduk dan disertai perendaman dalam larutan ion logam berat Pb(II) 10 ppm dengan volume 10 ml.
Penentuan konsentrasi larutan Pb(II) diawali dengan pembuatan larutan standar Pb(II) dengan variasi
konsentrasi kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer serapan atom. Data absorbansi dan
konsentrasi larutan standar Pb(II). Data absorbansi larutan standar Pb(II) kemudian digunakan untuk pembuatan
kurva kalibrasi larutan standar. Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar tersebut, diperoleh persamaan
garis regresi linear Y = 0,001056X 0,000583. Dari hasil uji signifikasi, persamaan tersebut memiliki nilai R
sebesar 0,986227. Harga R tersebut dikonsultasikan dengan tabel nilai produk momen dengan jumlah data 8
pada taraf signifikasi 1% yaitu sebesar 0,834. Harga R hitung ternyata lebih besar dari R tabel sehingga ada
korelasi signifikan antara konsentrasi (X) dan absorbansi(Y). Daya jerap dan efisiensi penjerapan dapat dilihat
pada tabel 4.

160

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 4. Daya Jerap dan Efisiensi Penjerapan Silika Gel Terhadap Ion Logam Pb(II)
Jenis Silika Gel

Daya Jerap (mg/g)

Efisiensi Penjerapan (%)

KG-60G

0,2598

57,30

SGAB-HCl

0,4111

90,68

SGAB- HNO3

0,4211

92,91

SGAB-CH3COOH

0,3982

87,90

Sintesis Silika Gel


Sintesis silika gel dari abu bagasse secara garis besar melalui 5 tahap yaitu preparasi natrium silikat,
pengasaman natrium silikat, pembentukan hidrogel, pencucian dan pengeringan hidrogel menjadi serogel. Pada
tahap pertama yaitu preparasi natrium silikat. Abu bagasse yang telah dicuci dan dikeringkan ditimbang
sebanyak 6 gram, kemudian abu bagasse tersebut dilebur dengan larutan NaOH 1M sebanyak 200 mL di dalam
teflon disertai pengadukan dan pemanasan hingga mendidih selama 1 jam. Reaksi yang terjadi pada peleburan
abu bagasse yaitu:
SiO2 (s) + 2 NaOH (aq)

Na2SiO3 (aq) + H2O (l)

Pada tahap kedua yaitu pengasaman natrium silikat. Sebanyak 20 mL larutan Natrium Silikat yang
dihasilkan, ditempatkan dalam wadah plastik kemudian ditambahkan larutan HCl 3M secara perlahan sambil
diaduk sampai gel mulai terbentuk atau terjadi kondensasi larutan natrium silikat dengan larutan asam sampai
pH=7. Reaksi yang terjadi pada proses pengasaman adalah:
Na2SiO3(aq) + H2O(l) + 2H+(aq)

Si(OH)4(aq) + 2Na+(aq)

Proses pengasaman bertujuan untuk membentuk asam silikat yang merupakan monomer dari silika gel.
Pembentukan gel terjadi karena atom oksigen dari asam silikat akan menyerang atom silikon dari asam silikat
yang lain. Asam silikat bebas dengan cepat akan mengalami polimerisasi dengan asam silikat bebas yang lain
membentuk dimer, trimer dan ahirnya membentuk polimer asam silikat. Reaksi polimerisasi asam silikat
menurut Scott, R. P. W (1933:3) dapat dilihat pada gambar 5 berikut.

Gambar 5. Reaksi Polimerisasi Asam Silikat


Efisiensi produktivitas dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa sintesis
silika gel menggunakan larutan asam asetat 3M mempunyai efisiensi produktivitas yang lebih besar
dibandingkan dengan menggunakan larutan asam klorida 3M dan asam nitrat 3M. Produktivitas silika gel sangat
tergantung pada kuantitas natrium silikat yang digunakan dan pH pengasaman. Meningkatnya efisiensi
produktivitas mungkin disebabkan naiknya konsentrasi proton dari asam sehingga jumlah asam silikat yang
terbentuk juga semakin banyak yang mengakibatkan naiknya efisiensi produksinya.

161

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Kadar Air Silika Gel


Penentuan kadar air silika gel dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang dilepaskan oleh silika gel
selama pemanasan pada temperatur tertentu. Kadar air dalam penelitian ini didefinisikan sebagai banyaknya air
yang dilepaskan oleh silika gel akibat pemanasan pada temperatur 600OC selama 2 jam. Pemanasan silika gel
pada temperatur dibawah 120OC terjadi pelepasan air yang terikat secara lemah pada permukaan silika gel yang
disebut sebagai air yang terikat secara fisik. Air yang terikat secara fisik dapat diuapkan pada temperatur relatif
lebih rendah dibandingkan untuk menguapkan air yang berasal dari kondensasi gugus-gugus silanol menjadi
gugus siloksan. Pemanasan silika gel pada tempuratur 580-7000C akan mengakibatkan terjadinya kondensasi
gugus-gugus silanol menjadi gugus siloksan dengan melepaskan molekul air.
Berdasarkan tabel 2 dan 3 dapat diketahui bahwa silika gel asam nitrat, asam klorida dan asam asetat
semakin tinggi efisiensi produktivitasnya namun kadar air silika gel dari kiesel gel 60G ke SGAB-HCl ke
SGAB-CH3COOH dan ke SGAB-HNO3 semakin meningkat. Data tersebut dapat dijelaskan dengan melihat
spektra IR kiesel gel dan silika gel hasil sintesis pada gambar 3. Pada gambar tersebut menunjukkan intensitas
pita-pita serapan dari kiesel gel 60G ke SGAB-HCl ke SGAB-CH3COOH dan ke SGAB-HNO3 semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air. Semakin tinggi atau tajamnya intensitas serapan pada
bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 dan 1600 cm-1 yang merupakan vibrasi rentangan dan bengkokan OH
pada SiOH, yang menandakan adanya air yang terjerap, sehingga kadar air juga semakin tinggi. Data kadar air
dapat digunakan untuk penentuan rumus kimia silika gel yang dihasilkan dengan asumsi bahwa silika hanya
terdiri dari SiO2 dan H2O. Rumus kimia Kiesel Gel 60G E-Merck adalah SiO2. 0,1957 H2O sedangkan untuk
silika gel yang dihasilkan dengan menggunakan asam klorida, asam asetat dan sasam nitrat 3M masing-masing
adalah SiO2. 0,2943 H2O; SiO2. 0,5019 H2O dan SiO2. 0,7222 H2O. Sehingga silika gel hasil sintesis yang
memiliki kadar air yang mirip dengan kiesel gel 60G adalah silika gel hasil sintesis dengan asam klorida 3M.
Spekta Inframerah Silika Gel Sebelum dan Setelah Adsorpsi
Pada penelitian ini, silika gel hasil sintesis dengan menggunakan variasi jenis asam dikarakterisasi
gugus-gugus fungsionalnya dengan menggunakan spektrofotometer inframerah. Silika gel yang digunakan
sebagai pembanding adalah kiesel gel 60G buatan E-Merck. Berdasarkan spektra inframerah kiesel gel 60G pada
gambar 3 terdapat beberapa serapan karakteristik pada bilangan gelombang 1111,55 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi regangan asimetri Si-O dari Si-O-Si. Pita serupa yang karakteristik Si-O juga muncul pada bilangan
gelombang 797,77 cm-1. Pita lebar pada 3414,79 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus OH dari Si-OH (Hardjono
Sastrohamidjojo, 1990:102). Pita tersebut dipertegas oleh pita pada daerah 1627,94 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi bengkokan OH dari Si-OH. Pita pada daerah 471,38 cm-1 menunjukkan vibrasi bengkokan dari Si-O-Si.
(Brinker, C.J. dan Sherer, W.J.,1990:583).
Berdasarkan spektra inframerah, secara umum silika gel hasil sintesis memberikan pola spektra
inframerah yang mirip dengan pola spektra inframerah kiesel gel 60G Merck. Kemiripan tersebut menunjukkan
bahwa silika gel hasil sintesis memiliki kemiripan gugus-gugus fungsional dengan kiesel gel 60G Merck.
Berdasarkan gambar 3, spektra inframerah pada silika gel dengan asam klorida 3M (SGAB-HCl) memiliki pola
spektra yang paling mirip dengan pola spektra kiesel gel 60G E-Merck.

162

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Berdasarkan spektra infra merah sebelum dan setelah mengalami penjerapan ion logam Pb(II) baik
kiesel gel 60G, SGAB-HCl, SGAB-HNO3 maupun SGAB-CH3COOH terjadi pergeseran pita-pita serapan pada
spektra inframerah dan penurunan intensitas pita-pita serapan. Misalnya pada spektra IR SGAB-HNO3 sebelum
dan setelah adsorpsi pada gambar 4 menunjukkan telah terjadinya pergeseran pita serapan yang semula berada
pada bilangan gelombang 3461,49 cm-1 yang menunjukkan vibrasi rentangan -OH dari Si-OH menjadi 3463,12
cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1635,18 cm-1 bergeser menjadi 1644,69 cm-1. Pergeseran ini
dimungkinkan terjadi akibat terikatnya ion logam Pb(II) pada gugus silanol. Terikatnya ion logam Pb (II) pada
gugus silanol menyebabkan berubahnya lingkungan elektronik dari gugus silanol sehingga terjadi pergeseran
pita. Selain itu pergeseran pita-pita yang muncul juga terjadi pada daerah karakteristik siloksan. Pita serapan
pada bilangan gelombang 1087,90 cm-1 yang menunjukkan vibrasi rentangan asimetri Si-O dari Si-O-Si
mengalami pergeseran menjadi 1087,62 cm-1. Pita serapan pada frekuensi 791,15 cm-1 juga bergeser menjadi
794,48 cm-1. Pita serapan pada frekuensi 469,86 cm-1 juga bergeser menjadi 465,83 cm-1. Hal ini menunjukkan
bahwa ion logam berat Pb(II) juga dimungkinkan terikat pada gugus siloksan.
Penjerapan Ion Logam Berat Pb(II)
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4 menunjukkan daya jerap 0,2598; 0,3982; 0,4111 dan 0,4211
mg/g, efisiensi penjerapan 57,30; 87,90; 90,68 dan 92,91% masing-masing untuk kiesel gel 60G, SGABCH3COOH, SGAB-HCl dan

SGAB-HNO3. Dari data tersebut menunjukkan bahwa silika gel hasil sintesis

menunjukkan daya jerap dan efisiensi penjerapan yang lebih besar dari kiesel gel 60G. Hal ini menunjukkan
bahwa silika gel hasil sintesis berpotensial untuk dijadikan sebagai adsorben ion logam berat seperti ion logam
Pb(II). Silika gel hasil sintesis dengan asam nitrat 3M memiliki daya jerap dan efisiensi penjerapan yang paling
besar, dapat dipertegas dengan adanya spektra IR pada gambar 4, dimana terjadi pergeseran pita-pita antara
sebelum adsorpsi dan setelah adsorpsi. Pada gambar 3, untuk spektra IR SGAB-HNO3 memiliki intensitas
serapan yang paling tinggi diikuti intensitas SGAB-CH3COOH, SGAB-HCl, dan kiesel gel 60G yang
intensitasnya semakin turun. Maka semakin tinggi intensitas serapan pada spektra IR silika gel, maka daya jerap
serta efisiensi penjerapan silika gel yang dihasilkan akan semakin besar.
6.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.

Silika gel dapat disintesis dari abu bagasse dengan pengasaman menggunakan larutan asam klorida, asam
nitrat dan asam asetat, masing-masing dengan konsentrasi 3M. Hasil karakterisasi kadar air dan gugus
fungsi dengan spektroskopi inframerah menunjukkan bahwa silika gel hasil sintesis mempunyai kemiripan
dengan Kiesel Gel 60G, dimana yang paling mendekati dengan spektra IR kiesel Gel 60G adalah silika gel
hasil sintesis dengan larutan asam klorida 3M.

2.

Adanya variasi jenis asam yang digunakan dalam sintesis silika gel memberikan pengaruh terhadap
banyaknya silika gel yang dihasilkan. Efisiensi produktivitas hasil sintesis silika gel 64,18; 70,89 dan
73,80% masing-masing untuk silika gel hasil sintesis dengan asam nitrat, asam klorida dan asam asetat 3M.

3.

Adanya variasi jenis asam yang digunakan dalam sintesis silika gel memberikan pengaruh terhadap daya
jerap serta efisiensi penjerapan. Daya jerap 0,4211 dan efisiensi penjerapan 92,91 adalah hasil optimal dari
silika gel dengan larutan asam nitrat 3M.

163

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1.

Agus Prastiyanto, Choiril Azmiyawati dan Adi Darmawan. (2008). Pengaruh Penambahan
merkaptobenzotiazol (MBT) terhadap kemampuan adsorpsi gel silika dari kaca pada ion logam
cadmium. Jurusan Kimia Universitas Diponegoro Semarang. 1-13.

2.

Brinker, C.J. dan Sherer, W.J. (1990). Sol-Gel Science: The physics and Chemistry of Sol-Gel
Processing. San Diego : Academic Press.

3.

Hardi Santosa. (2003). Perbaikan Tanah Ekspansif dengan Menggunakan Quicklime dan Abu
Ampas Tebu. Skripsi. Surabaya : FT Universitas Kristen Petra.

4. Hardjono S. (1991). Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty.


5. Harris, Daniel C. (2007). Quantitative Chemical Analysis. New York : W. H. Freeman and Company.
6.

Ilhamnuryasin. (2009). Pemanfaatan biopozzolan eks limbah penggilingan tebu untuk


meningkatkan mutu beton.

7. K, H. Sugiyarto. (2001). Kimia Anorganik II. Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
8. Khopkar. (1990). Konsep Dasar Analisis. Jakarta : UI Press.
9. Levine, I. N. (2003). Physical Chemistry. New York : Mc Graw Hill.
10. Paturau, J.M. (1982). By product of the cane sugar industry. Amsterdam:Elseiver.
11. Schubert, U., dan Husing, N. (2000). Synthesis of Inorganic Material. Weinheim: Wiley-VCH
Verlag Gmbh, D-69469. 201, 200, 213.
12. Scott, R. P. W. (1993). Silica Gel and Bounded Hases: Their Production, Properties and use
in LC. Chincester: John Wiley & Sons Ltd. 2-4.
13. Shaw, D.J. (1999). Colloid and Surface Chemistry . Inggris: Butterwort-Heinemenn.
14. Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum. (2003). Kimia Analisis Instrumental. Yogyakarta : FMIPA
UNY.

164

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PENGGUNAAN METODE GEOLISTRIK DALAM MENENTUKAN RESISTIVITAS AIR


BAWAH PERMUKAAN DI TPA BABAKAN CIPARAY DAN SEKITARNYA DI KABUPATEN
BANDUNG
Mimin Iryanti * dan Nanang Dwi Ardi *
*Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika, UPI
ABSTRAK
Pengkajian nilai resistivitas atau tahanan jenis air bias memberikan penjelasan tentang kualitas air, terutama
air bersih. Nilai resistivitas air tanah fresh adalah antara 10 100 m (Loke, 1997). Nilai resistivitas di peroleh
dengan menggunakan metode geolistrik, yaitu dengan menginjeksikan arus pada bawah permukaan. Konfigurasi
elektroda yang digunakan dalam penelitian ini adalah konfigurasi Wenner yaitu dengan spasi elektroda yang
sama 5m tiap eletroda. Ada 6 lintasan yang diukur di TPA Babakan Ciparay dan sekitarnya untuk memperoleh
penampang bawah permukaan. Dari pengambilan data dan pengolahan data Geolistrik terlihat pada lintasan
1,2,3 dan 6 diduga keberadaan air tercemar ada di kedalaman 3.75 m dengan nilai resistivitas 0.019 6.51m.
Hal ini menunjukan bahwa kandungan air didaerah tersebut dibawah ambang batas air fress. Sedangkan pada
lintasan 4 dan 5 dengan geolistrik nilai resistivitas yang terukur berada dalam range nilai air fress yaitu sekitar
7.16-13.3m. Gambaran yang menujukan nilai resistivitas di buat dalam penampang 2D. sehingga diperoleh
variasi resistivitas dan kedalaman yang terukur.
Kata Kunci : TPA, Geolistrik, Konfigurasi Wenner, Resistivitas.

1.Pendahuluan
Permasalahan air merupakan permasalahan yang sangat mendasar bagi kehidupan bermasyarakat,
terutama dikota-kota besar. Penyediaan air sangat diperlukan bagi masyarakat terutama air bersih. Di sekitar
tempat pembuangan akhir sampah, terdapat pemukiman penduduk yang sangat memerlukan ketersediaan air
bersih. Dalam mengidentifikasi ketersediaan air bersih bisa dilihat dari parameter fisika dan kimia. Dalam
penelitian ini dilakukan parameter fisika yaitu berupa pengukuran nilai resistivitas. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran nilai resistivitas air bawah permukaan di TPA Babakan Ciparay dan Sekitarnya. Hasil
dari gambaran ini bias dijadikan rujukan dalam memperoleh air yang bersih.
2.Tinjauan Pustaka
Metode geolistrik merupakan metode yang menerapkan konsep kelistrikan pada permasalahan
kebumian. Metode geolistrik yang digunakan yaitu metode geolitrik tahanan jenis. Metode tahanan jenis
merupakan metode yang cukup efektif dalam menggambarkan keadaan bawah tanah berdasarkan nilai
resistivitas. Pada metode ini injeksi arus I yang diberikan pada bumi dilakukan melalui dua perantara elektroda
(terbuat dari bahan konduktor) selanjutnya hasil pengukuran medan pada medium akan dideteksi oleh dua buah
elektrode yang lain (dibuat dari bahan yang sama) seperti ditunjukkan pada Gambar 1 Secara normal tegangan

165

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

antara dua elektroda bermuatan dapat terukur dengan detektor melalui impedansi internal yang sangat besar
dibanding impedansi antara kontak elektroda dengan media tanah.

Gambar 1. Penempatan elektroda (Geologicresource)


Pada metode tahanan jenis, besar tahanan jenis semu yang terukur dapat dirumuskan sebagai berikut
(Gerkens, 1988) :

a = K

V
I

Keterangan:
a = tahanan jenis semu (ohm-meter)
V = beda potensial antara dua elektroda P1 dan P2 (volt)
I

= arus antara dua elektroda C1 dan C2 (ampere)

K = faktor geometri (meter)


3.Metode Penelitian
Metoda geolistrik tahanan jenis secara sounding dapat digunakan untuk menggambarkan variasi
kedalaman bawah permukaan. Metoda ini mendeteksi sifat kelistrikan bumi dan sangat peka terhadap material
yang mengandung air. Konfigurasi elektroda yang digunakan adalah konfigurasi Wenner.
Ciri khas konfigurasi Wenner yaitu penempatan jarak yang sama pada setiap elektroda, hal ini terlihat
pada Gambar 2 konfigurasi ini digunaknan untuk mendapatkan profil dari permukaan lapangan, cara ini dikenal
dengan teknik mapping.

Gambar 2. Konfigurasi Wenner

166

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Faktor geometri untuk konfigurasi wenner diturunkan menjadi :

K w = 2a Dan nilai resistivitasnya adalah : = 2a

V
I

Gambaran dari penampang dibuat dalam 2D sehingga mempertajam gambaran bawah permukaan bumi.
Pengolahan data 2D akan dilakukan menggunakan perangkat lunak Res2Dinv.

4.Hasil dan Pembahasan


Dalam penelitian ini diperoleh 6 lintasan yang terukur, setiap lintasan memiliki nilai resistivitas yang
berbeda.

Gambar 3. Lintasan 1

167

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 4. Lintasan 2

Gambar 5. Lintasan 3

168

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 6. Lintasan 4

Gambar 7. Lintasan 5

169

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 8. Lintasan 6
Pada lintasan 1 di ketinggian sekitar 866-879 m diperoleh penampang yang memiliki nilai resistivitas
terkecil degan rentang 0.0283-0.429 m. Lintasan berada tepat ditumpukan sampah dan dari hasil gambaran
penampang 2D maka terlihat penyebaran nilai resistivitasnya. Pada Lintasan 2 pada ketinggian 874 879 m,
yang memiliki resistivitas rendah yakin sekitar 0.209-0.673 m. Terlihat pada penampang 2D, lapisan ini hanya
berada ditengah lintasan yang diukur. Lintasan ini merupakan tempat pembuangan sampah yang telah ditimbun.
Pada lintasan 3 pada ketinggian 874 884 m terlihat adanya nilai resistivitas yang kecil di sepanjang lintasan
dengan nilai resistivitas berkisar 0.0244-0.812 m. Lintasan ini merupakan wilayah pembuangan sampah yang
aktif. Pada Lintasan 4 pada ketinggian 838 843 m, nilai resistiviatas terkecilnya pada rentang 5.27-9.87 m.
Lintasan ini berada mendekati pemukiman penduduk, wilayah yang diukur berupa lahan kebun. Pada lintasan 5
terletak pada ketinggian 874 880 m nilai resitivitas terkecil pada rentang 6.94-14.8 m, merupakan daerah atas
di sekitar TPA dan Pada lintasan 6 pada ketinggian 853-860 m nilai resistivitas terkecil terdapat pada rentang
2.19-4.83 m, berupa wilayah lalu lintas pengangkutan sampah.

5.Kesimpulan
Dengan mengacu pada referensi bahwa air fress memiliki rentang nilai resistivitas antara 10 - 100m
(loke, 1997) maka kita dapat melihat lintasan mana saja yang teridentifikasi memiliki air fress. Bila dilihat dari
nilai resistivitas yang diperoleh maka harus diidentifikasi keberadaan lintasan tersebut. Pada lintasan 1, 2, 3 dan
6 yang memiliki nilai resistivitas kurang dari 6 m ternyata pengukuran geolitriknya dilakukan tepat di
tumpukan sampah dan daerah penumpukan sampah yang tidak aktif. Sedangkan lintasan 4 dan 5 yang memiliki
nilai resistivitas yang lebih besar sekitar 7 13 m, berada dipemukiman penduduk dan cukup jauh dari tempat
pembuangan sampah. Walaupun memiliki nilai resistivitas yang cukup dalam kategori air fress. Daerah ini
merupakan daerah yang berpotensi untuk tercemar, bila penanganan air lindi di TPA tidak ditanggani dengan
serius.

170

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1. Gerkens, J.C., foundation Of Exploration Geophysics, Elsevier, Hal 527 649, 1988
2. Loke, M.H., Electrical Imaging Surveys For Environmental And Engineering Studies. Hal 4, 1997
3. Telford W.M., Gerdart L.P., Sheriff R, Applied Geophysics, Cambridge University Press, Second
Edition, New York, Hal 522 590, 1990.
4. http://www.geologicresources.com/resistivity
5. Reynold. John M.1995. An introduction to Applied and Environmental Geophycis.North
wales,UK:willey

171

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

PENERAPAN DISTRBUTED CONTROL SYSTEM (DCS)


PADA LAPANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
Radita.Arindya,ST,MT
* Dosen Universitas Satyagama dan Sr.Supervisor Instrument Total E&P Indonesie

Abstrak
Konsep dasar dari Distributed Control System (DCS) adalah merupakan suatu jaringan sistem kontrol yang
terdistribusi di mana dimungkinkan terjadinya pemakainan data data yang sama oleh lebih dari satu peralatan.
Kontrole di letakkan di dekat unit unit proses yang tersebar di area yang luas (terdistribusi) dan operator
dapat memantau dan mengawasi operasional pabrik dari suatu Operator Console di Control Room. Mimic
Panel dan Panel panel besar yang ada sebelumnya sudah tidak diperlukan lagi.

172

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1.Pendahuluan
Kurang lebih di era sebelum tahun 1920-an, operator melaksanakan tugastugasnya dengan cara
Direct Acting, langsung di lapangan.

Dengan system direct acting tersebut, operator harus mengeluarkan

tenaga yang cukup banyak untuk membuka menutup valve dalam upaya menjalankan fungsi operatornya,
apalagi kalau jumlah valve-nya banyak.

Untuk membantu permasalahan operator tersebut, pada akhir tahun

1920-an (awal era 1930-an). Mulailah diperkenalkan controller untuk membuka menutup valve menggunakan
media udara betekanan yang dipasang di dekat unit proses yang dikendalikan (Direct Connected Pneumatic
Controller). Menggunakan controller ini, operator mendapatkan banyak kemudahan dalam pengoperasian pabrik
karena besaran-besaran proses dan besaran keluaran controller hanya bisa dilihat pada controller tersebut. Belum
ada komunikasi antara controller yang satu dengan controller yang lain, kecuali komunikasi secara visual dan
lewat suara antara operator yang satu dengan operator yang lain.

Kondisi ini berubah pada akhir era tahun

1930-an dengan semakin berkembangnya skala industri proses serta semakin kompleksnya proses yang harus
dikendalikan.Hampir tidak dimungkinkan lagi untuk mengoperasikan pabrik dengan metode seperti diatas.
Disini, operator memerlukan suatu Centralized Control Room, sehingga semua besaran besaran proses
diharapkan dapat dipantau dan dikendalikan dari suatu lokasi serta antara controller yang satu dengan yang lain
dapat di interaksi satu sama lain.
Hal ini dimungkinkan dengan dikembangkannya suatu teknologi transmisi signal pneumatic (Pneumatic
Transmitter) pada tahun 1938. Arsitektur dari transmitter pneumatic ini adalah pengukuran besaran proses
dilakukan langsung dilapangan dan dikonversikan menjadi signal pneumatic standart 3 - 15 Psig atau 0.2 1.0
Kg/cm(g). Selanjutnya signal tersebut dikirim. Ke Controller di control room untuk dibandingkan dengan set
pointnya, dan output controller dikirim kesuatu Final Device seperti Control Valve, Governer dll. Sedangkan
untuk system intelocknya, seperti untuk start / stop pompa, membuka / menutup on-off valve dsb, dikerjakan
oleh electromechanical relay.

Ada satu kelemahan yang dimiliki dari system transmisi signal pneumatic

tersebut, yakni pada masalah jarak. Jarak maksimum yang direkomondasikan untuk signal pneumatic adalah +/300 feet (100 meter).

Untuk industri industri skala besar dimana peralatan peralatan instrumentasinya

tersebar pada area yang sangat luas, maka sistem sentralisasi berbasis system pneumatic bukanlah jawaban yang
tepat. Pada era akhir tahun 1950-an, teknologi transmisi signal tersebut mulai bergeser dari pneumatic ke
electronic menggunakan signal standar 4 20 mA DC.

Tujuan

perubahan

system

transmisi

signal

tersebut adalah menggantikan tubing-tubing pneumatic dengan satu pasang kabel yang diperlukan untuk system
electronic. Perubahan tersebut memiliki beberapa keuntungan keuntungan, antara lain:
a.

Mengurangi Installation cost

b.

Menghilangkan Time Lag yang ada pada system pneumatic


Pada masa ini juga, sistem interlock juga mulai bergeser dari electromechanical relay ke Electronic

Logic Controller, yang mana controller hanya menerima masukan 2 ( dua ) keadaan yakni ON/OFF dan / atau 0 /
24 volt .Hal lain yang tidak boleh diabaikan dalam evolusi sistem pengendalian adalah evolusi Computer-based
Process Control System. Penerapan Computer untuk industri proses pertama kali hanya bersifat untuk
Supervisory saja, belum bisa melakukan data Acquisition. Operator sudah bisa melakukan Logging secara
otomatis berdasarkan waktu yang sudah ditetapka, apakah 8 jam sekali, 1 jam sekali ataupun 1 shift sekali.
Technologi computer yang baru ini diterapkan pertama kali oleh suatu Power Generation Plant.Selanjutnya
teknologi baru tersebut mulai dipakai pada industri proses dan kimia pada tahun 1959 1960. Di sini, Controller

173

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

utamanya tetap Analog Controller, sedangkan computer hanya mengerjakan perhitungan perhitungan untuk set
point analog analog controller tersebut.Evolusi berikutnya tentang Computer based Process Control adalah
dipakai computer sebagai Primary Loop Controller.

Computer langsung berinteraksi dengan fieldfield

instrument. Fenomena inilah yang diberi nama Direct Digital Control (DDC). Dalam sistem ini, muncul
kendala baru yakni tentang reability Operation dari pabrik, karena apabila ada satu kerusakan pada salah satu
loop, maka untuk memeperbaikinya, computer tersebut harus dimatikan terlebih dahulu. Untuk mengatasinya,
ditambahkanlah satu Back-up Analog controller untuk masing masing loop control.Teknologiteknologi di atas
di kembangkan terus dan semakin pesat perkembangannya dengan telah di temukannya teknologi
microprocessor. Pada awal era 1970-an, pertama kali di perkenalkan suatu teknologi baru berbasis
microprocessor yang diberi nama Distributed Control System (DCS). Pelopor petama kali teknologi DCS pada
industri proses adalah Honeywell dengan produk DCS-nya yang diberi nama TDC-2000 (Total Distributed
Control 2000).Adapun konsep dasar dari Distributed Control System (DCS) adalah merupakan suatu jaringan
sistem control yang terdistribusi di mana dimungkinkan terjadinya pemakainan data data yang sama oleh lebih
dari satu peralatan. Controllercontroller di letakkan di dekat unit unit proses yang tersebar di area yang luas
(terdistribusi) dan operator dapat memantau dan mengawasi operasional pabrik dari suatu Operator Console di
Control Room. Mimic Panel dan Panel panel besar yang ada sebelumnya sudah tidak diperlukan lagi.Apabila
dibandingkan antara sistem electronic sebelumnya (non-DCS) dengan sistem yang berbasis DCS, maka dapat
dilihat beberapa hal :

174

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Kebutuhan

Sistem sebelumnya

Sistem DCS

Reliability

Cukup

Bagus

Safety

Cukup

Bagus

Maintainability

Cukup

Bagus

Plant Integrity

Sulit

Mudah

Information System

Sulit

Mudah

Installation Cost

Mahal

Murah

Control Room Area

Besar

Kecil

Mimic Panel

Pelu sekali

Tidak

Operator

Banyak

Sedikit

Dll

175

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2.

Distributed Control System ( DCS ).


Distributed Control System ( DCS ) buatan Honeywell yang diberi nama TDC 3000 LCN System ( Total
Distributed Control 3000 Local Control Network System ), untuk Terminal Process Area (TPA) dan
Condensate Stabilization Unit (CSU)
2.1

Arsitektural TDC-3000 LCN System


TDC-3000 LCN System merupakan pengembangan dari TDC-3000 Basic atau yang sebelumnya
dikenal dengan nama TDC-2000. Bentuk pengembangan yang bisa dilihat adalah telah
ditambahkannya suatu Local Control Network, serta ditingkatkan-nya sistem Redundancy / back-up
pada Controller controllernya. Sebagaimana sistem sistem computer yang ada, TDC-3000 LCN
System tersusun atas 2 (dua) konfigurasi dasar, yakni:
(1)

Perangkat Keras (Hardware)

(2)

Perangakat Lunak (Sofware)

2.1.1 Perangkat keras TDC-3000 LCN Sistem


Arsitektur hardware TDC-3000 LCN System tersusun atas 2 (dua) bagian besar, yakni :
(1)
(2)

Local Control Network


Universal Control Network (UCN)

Local Control Network (LCN) merupakan sarana komunikasi antara modul yang satu dengan modul
yang lainnya yang ada didalam ruang pengendali ( Control Room ). Sedangkan UCN merupakan
sarana komunikasi antara LCN dengan field instrument ataupun dengan final control element
lainnya, seperti Control Valve, Solenoid valve, dll.
Universal Station ( US )
Salah satu aspek yang harus diperhatikan agar bisa memanfaatkan daya guna teknologi tinggi
seoptimal mungkin adalah aspek hubungan antara manusia (operator) dengan proses maupun
peralatan peralatan lainnya (Human Engineering), yang meliputi aspek aspek fisis, psikologis
maupun social. Universal Station (US) merupakan suatu Man Machine Interface, media
penghubung antara pengguna ( dalam hal ini bisa operator, process engineering maupun teknisi
pemeliharaan ) dengan equipment equipment lain di dalam sistem TDC-3000 secara keseluruhan,
baik yang ada di field ( lapangan ) maupun yang ada di dalam Control Room.Secara Hardware,
Universal Station dirancang sedemikian rupa dalam bentuk layar monitor beserta keyboardnya
dengan penampilan yang tidak melupakan aspek aspek Human Engineering. Mimik Diagram
beserta panel panel control maupun panelpanel alarm yang berderet deret di Control Room
digantikan fungsinya dalam suatu bentuk yang lebih compact dan arsitektural dilayar
monitor.Universal Station dirancang sedemikian rupa sehingga mudah didalam pengoperasiannya
serta mampu memberikan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap fungsinya yang berupa jaminan
keamanan operasional sistem secara keseluruhan. Secara fisik, Universal Station terdiri dari beberapa
peralatan utama dan peripheral lainnya, antara lain :
(1)

CRT Colour monitor 19 dengan Touch Screen

(2)

Keyboard yang terbagi menjadi 2 ( dau ) bentuk yakni :

Operator Keyboard

Engineering Keyboard

176

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

(3)

Microcomputer

(4)

Printer

(5)

Floppy Disk Drive

(6)

Video Copier

(7)

Console equipment

CRT berfungsi sebagai video monitor / layar monitor yang dapat menampilkan data-data proses yang
dipantau ataupun dikendalikan. Data-data tersebut dapat berupa angka, huruf ataupun grafik. CRT
tersebut dilengkapi dengan fasilitas Touch Screen, sehingga ditampilkan dengan cara menyentuh
tanda layar monitor.Operator keyboard berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan / meneruskan
perintah dari operator ke sistem pengendali, seperti misalnya untuk merubah set point, mengganti
mode control dari MAN ke AUTO atau sebaliknya, mereset alarm, dll. Sedangkan Engineering
Keyboard berfungsi untuk menyusun konfigurasi sistem, membuat program control, menyusun sistem
data base, dll. Microcomputer berfungsi sebagai perangkat pembaca, penterjemah, penghitung,
pengingat ataupun pengolah data sesuai dengan program yang tersedia padanya.
Disketter Drive.
Pada umumnya tiap Operator Console dilengkapi dengan dua diskette drive. Diskette Drive tersebut
berfungsi :
*

Menyimpan data dari sistem CRT atau microcomputer atau sistem pengendali dalam diskette.

Mengambil data dari diskette untuk ditampilkan pada layar CRT

Mengambil data dari diskette dan mengirimkannya ke sistem microcomputer, untuk diolah
sesuai dengan program yang tersedia.

Printer, berfungsi sebagai alat pencetak / alat tulis, yang dapat diperhatikan oleh operator untuk
menuliskan data-data dari layar CRT keatas kertas printer. Printer ini juga dapat diprogram untuk
menuliskan data data alarm yang terjadi. Apabila terjadi suatu alarm, maka printer akan secara
otomatis (tergantung proritas alarmnya) menuliskan data data tempat dan waktu terjadinya alarm,
yang meliputi :
*

Tag Name / Tag. No

Keterangan / uraian Tag No tersebut, apakah untuk alarm temperature, level, dll.

waktu terjadinya alarm ( Jam / Menit / Detik / Tanggal )

Waktu yang menunjukkan bahwa alarm sudah direset oleh operator

Pesan atau peringatan

Video Copier, dapat digunakan untuk mencetak gambar, trend display maupun tampilantampilan
lainnya sesuai dengan yang tampak pada layar CRT lengkap dengan warna warnanya.
History Module ( HM )
History Module merupakan salah satu modul yang ada pada Local Control Network. Modul ini
berfungsi sebagai media penyimpan semua informasi yang ada pada sistem TDC-3000 LCN System,
Baik berupa historical plant, software operasi maupun informasi informasi lain yang ada. Semua
kejadian, seperti kondisi alarm, perubahan mode control, perubahan sistem status, error messages
maupun kejadian kejadian lainnya akan secara otomatis disimpan didalam History Module.
Application Module ( AM )

177

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Application Module ( AM ) merupakan salah Satu modul yang ada pada Local Control network.
Modul ini merupakan Supervisory Control Processor yang memiliki algoritma control tertentu.
Modul ini difungsikan unrtuk mengerjakan hal hal yang tidak bisa dikerjakan oleh modul lain
dalam sistem TDC-3000 LCN.

Computer Gateway ( CG )
Computer Gateway ( CG ) merupakan salah satu node pada Local Control network yang difungsikan
sebagai gerbang komunkasi antara Management Information System dengan sistem TDC-3000 LCN.
Hiway Gateway ( HG )
Hiway Gateway (HG) merupakan media penghubung (Interface) antara Local Control Network
dengan Programmable Logic Controller dari vendor lain.
Advance Multifunction Controller (A-MC)
Advance Multifunction Controller (A-MC) pada dasarnya merupakan pengembangan dari
Multifunction Controller (MC-TDC 3000 Basic), dimana sistem redundancynya ditingkatkan dari
semula empat banding satu menjadi satu banding satu. A-MC memiliki kemampuan untuk mengolah
berbagai operasional proses, baik yang bersifat batch process maupun proses kontinyu.
Fungsi dasar yang dimiliki A-MC dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), antara lain:
( 1 ) Modulating Control
A-MC menerima signal analog ataupun digital dari Smart field instrument, membentuk logaritma
control dan menghasilkan signal keluaran ke Final Control Element (Control Valve, dll).
( 2 ) I/0 Monitoring
A-MC memantau semua signal masukan dan keluaran, baik berupa analog, digital maupun pulsa.
( 3 ) Logic Control
A-MC merupakan logika operasional sistem sesuai dengan yang dikehendaki oleh keperluan
proses, yang disusun berdasarkan Logic Block data point yang bersangkutan.
( 4 ) Sequence Control
A-MC memungkinkan untuk mengerjakan urutan proses control, dimana programnya dibuat
melalui suatu bahasa pemprograman tertentu yang lebih dikenal dengan nama CL/MC ataupun
SOPL (Sequence Oriented Procedural Language).
Low Level Process Interface Unit (LL-PIU)
LL-PIU merupakan salah satu perangkat keras pada sistem TDC-3000 LCN yang khusus
digunakan untuk memantau besaran besaran proses yang ditransmisikan dalam bentuk signal
berorde rendah, seperti dari RTD, Thermocouple, dll.
2.1.2. Perangkat Lunak TDC-3000 LCN System
Salah satu komponen yang tidak boleh dilupakan demi operasional sistem TDC-3000 LCN adalah
perangkat lunaknya (Sofware). Dengan adanya 3 (tiga) kelompok pengguna (Operator, Teknisi
Pemeliharaan dan Engineer), maka perangkat lunak dalam TDC-3000 LCN ini dikelompokkan
menjadi 3 ( tiga ) tingkat personality, yakni :
(1)

Process Operator Personality

178

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Process Operator Personality berisis semua fungsi yang diperlukan oleh seorang operator
untuk mengendalikan proses secara keseluruhan.
(2)

Maintenance Technician Personality


Personality ini berisi semua fungsi yang diperlukan oleh seorang teknisi pemeliharaan didlam
mengecek hardware TDC-3000 apabila TDC-3000 Self Diagnostic kurang cukup mampu
memeberikan diagnosa tentang adanya suatu kerusakan pada sistem.

(3)

Engineering Personality
Personality ini berisi fungsifungsi yang diperlukan untuk menyusun konfigurasi sistem,
process data base, dll.
Personality software dibaca dan dimasukkan kedalam memory Universal Station ari History
Module (HM), atau langsung dari diskette.
Masing masing personality dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dioperasikan lewat
layar monitor melalui fasilitas Touch Screen.
Langkah terpenting di dalam perancangan sistem control berbaris DCS TDC-3000 LCN adalah
Konfigurasi Konfigurasi sistem hanya dapat dikerjakan melalui Engineering personality
dengan cara menyentuh (Touch) ataupun memilih target ( menggunakan Engineering
Keyboard ) pada Engineers Main Menu dan memasukkan data kedalam fill in the blank
type screen form.
Secara garis besar, screen form yang digunakan untuk configurasi sistem dibagi menjadi 4
(empat) bagian besar :
*

Network Configuration Form (NCF)


Form form ini dipergunakan untuk mendifinisikan networks area, Unit, Console,
Module, Gateway dan Hiway Boxes.

Point Building Form


Form form ini dipergunakan untuk menyususn konfigurasi data point pada Hiway
Gateway ( A-MC, LL-PIU, dsb ), menyusun Logic Block, untuk melakukan configurasi
data point pada Application Module serta Compacting Module.

File Building Form


Form form ini dipergunakan untuk konfigurasi custom grapic, log-sheet, history
group, dsb.

Area configuration Form


Form form ini dipergunakan untuk mendifinisikan area Process Operators
responsibility, operating display, dsb.

2.1.3. Video Display


Media penghubung (Interface) utama didalam TDC-3000 LCN System adalah suatu Video Display
Monitor yang memiliki tingkat resolusi tinggi. Ada tiga jenis standard display yang bisa disajikan
oleh TDC-3000 yang tergantung pada type penggunanya.
Sabagai contoh, operator mempunyai display yang membantunya untuk memantau suatu area proses
yang menjadi tanggung jawabnya. Engineer mempunyai Display yang membantunya untuk
membentuk graphic display. Teknisi pemeliharaan, memiliki display yang menuntutnya didalam

179

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

diagnosa suatu problem. Semua tampilan / diplay diatas dapat dipanggil melalui 2 ( dua ) cara :
Melalui tombol tekan / Keyboard, Melalui Touch Screen.
Bila dihubungkan dengan keperluan seorang operator proses, ada 4 (empat) jenis standard display
yang bisa ditampilkan, antara lain:
( 1 ) Area Display
Area display merupakan sekelompok tampilan kondisi operasi suatu proses pada area tertentu.
Satu area display terdiri atas beberapa jenis display, antara lain : Alarm Annunciator Display,
Alarm Summary Display, Trend Overview Display, Schematic Overview Display, Message
Summary display.Dari berbagai jenis tampilan tersebut, seorang operator tinggal memilih jenis
tampilan apa yang diperlukan. Agar diperoleh informasi yang lebih banyak, operator bisa melihat
ke unit display melalui keyboard ataupun Touch Screen
( 2 ) Unit Display
Unit Display merupakan serangkaian kondisi operasi suatu proses pada unit tertentu. Unit ini bisa
furnace, boiler, reactor dsb. Satu unit bisa terdiri dari atas beberapa group, dimana satu group
maksimal mempunyai 8 ( delapan ) data point. Unit display juga bisa dikatakan sebagai suatu
schematic display. Dari display ini, operator bisa mendapatkan lebih banyak informasi melalui
group display.
( 3 ) Group Display
Group Display (terdiri atas max. 8 data point) menyajikan tampilan berupa
o

Indikasi variable proses masing masing loop, setpoint maupun output variablenya,
baik dalam bentuk angka, bar chart maupun trend graphic.

Keterangan status dari suatu kontak ( kontak dalam keadaan ON/OFF, OPEN CLOSE )

Keterangan Group Number, Tag Number, Tag Name dsb.

Mode operasi suatu peralatan ( AUTO atau MANUAL )

Point atau Tag Name sedang mengalami alarm.

Melalui group display. Operator bisa merubah set point, output, mode operasi dari MAN ke
AUTO atau sebaliknya. Melalui display ini, operator dapat mendapatkan informasi yang lebih
banyak tentang masingmasing data point dengan pergi ke detail display.
( 4 ) Detail Display
Melalui display ini, operator akan bisa melihat keseluruhan data pada masing masing data
point. Operator bisa mengetahui konfigurasi data point yang bersangkutan, tetapi tidak bisa
merubahnya. Operator hanya bisa merubah setpoint, output, mode operasi sebagaimana
wewenang seorang operator.
2.2. TDC-3000 LCN System
Konfigurasi hardware TDC-3000 LCN System untuk TPA & CSU dibedakan dalam 3 (tiga) Data
Hiway. Komponen Hardware antara lain sebagai berikut :
*

1 (satu) unit Application Module

1 (satu) unit History Module

1 (satu) unit Computer Gateway

3 (tiga) unit Hiway Gateway

180

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

3 (tiga) unit Universal Station, masing-masing untuk CSU & TPA. Masing-masing Universal
Station terdiri atas :
9

1 ( empat ) buah CRT 19 dilengkapi Touch Screen

Keyboard terdiri dari :


1 ( empat ) buah Operator Keyboard
1 ( satu ) buah Engineering keyboard

1 ( satu ) unit printer

1 ( satu ) unit Video Copier / Hard Copier

Floopy Disk Drive

Trend Recorder

Annunciator Panel

Push Button Panel

Process Connected Boxes


Masing-masing Process Connected Boxes adalah untuk TPA & CSU. Komponen
Hardwarenya terdiri dari :
( 1 ) Untuk TPA Plant, 2 APM (Advanced Process Control) dan 1 HPM (HighProcess
Module)
( 2 ) Untuk CSU Plant, 1 APM (Advanced Process Control)

3.

Perancang Sistem Kontrol


Didalam perancang sistem control bagi suatu industri proses, apakah akan memilih sistem pneumatic atau
sistem electronic, maka perlu dipertimbangkan beberapa Faftor antara lain : Cost, Dependability, Safety,
Mintainability, Adaptability to the process.

3.1 Cost
Harga peralatan-peralatan control electronic memang lebih mahal dibandingkan peralatan-peralatan
pneumatic, tetapi untuk membandingkan Installation Cost diantara keduanya tidaklah mudah.
Pada umunya, installation cost untuk sistem pneumatic adalah murah untuk pabrik-pabrik yang kecil ( jarak
relative dekat ), sedangkan untuk pabrik-pabrik yang besar, maka dengan sistem electronic cost akan mampu
menurunkan installation cost yang cukup banyak.
3.2 Despendality
Apabila ditinjau dari faktor ini, maka sistem pneumatic pada umumnya memiliki dependality yang lebih
baik dibanding dengan electronic.
Sebagai contoh, untuk suatu industri yang berada ditengah hutan ataupun daerah yang jauh dari jangkauan
tenaga listrik, maka hanya dengan mengandalkan suatu diesel compressor udara, industri tersebut sudah bisa
menjalankan fungsinya. Sebaliknya dengan sistem elekctronic.
3.3 Safety
Untuk industri industri seperti refinery, petrochemical process ataupun industri kimia lainnya, hampir
semua pabrik / plant mempunyai area yang hazardous atmosphere. Untuk daerah-daerah hazardous tersebut,
sistem pneumatic tidak memiliki masalah yang berarti. Untuk sistem electronic, maka instrumentasinya,
sistem installasinya bail eleCRTical maupun Instrument harus dipilih yang sekurang kurangnya Intrisically
Safe, sehingga tidak akan menimbulkan potensi bahaya pada daerah Hazardous.

181

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3.4 Maintenance
Memang pada awal diperkenalkannya sistem electronic, faktor maintenancenya cukup sulit dikarenakan
skill teknisi pemeliharaan yang waktu itu masih rendah. Tetapi bukan menjadi masalah, baik untuk sistem
electronic maupun sistem pneumatic.
3.5 Adaptibility to the process
Kadang kadang beberapa process memerlukan respon yang rendah, cukup cepat ataupun sangat cepat.
Untuk proses yang hanya memerlukan respon cepat, sistem pneumatic sudah mampu menjawab
permasalahan yang ada, tetapi untuk suatu proses yang memerlukan respon waktu yang sangat cepat,
masalah ini hanya bisa diatasi dengan penggunaa sistem electronic.
Apabila diringkas, kedua sistem kontrol tersebut dapat diperbandingkan sebagai berikut :
(1) Sistem Elektronik
*

Respon waktu sangat cepat dan dapat dipercepat apabila diperlukan

Installation cost cukup rendah untuk pabrik-pabrik yang berskala besar dimana transmisi signalnya
cukup jauh ( lebih dari 300 feet )

Integrasi pabrik mudah karena dimungkinkan untuk dijadikan suatu jaringan sistem kontrol

Reliability bagus dan semakin bagus

Dari tahun ke tahun, harga peralatan peralatan electronic semakin murah sedangkan teknologi
yang ditawarkan semakin baik

Faktor safety memiliki sedikit masalah, dimana adanya keharusan menggunakan instrument yang
intricisally safe untuk daerah daerah hazard

Accucary pengukuran lebih baik ( 0. 25 1 % )

Dapat mengerjakan suatu process control yang sangat kompleks dengan peralatan yang sedikit.

(2) Sistem Pneumatik


*

Installation Cost cukup murah untuk pabrik pabrik yang berskala kecil, dimana transmisi
signalnnya cukup dekat ( kurang dari 300 feet ).

Respon

waktu

cukup

cepat,

tetapi

tidak

mampu

mengatasi

suatu

proses

182

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

yang memerlukan respon waktu lebih cepat lagi.


*

Tidak memerlukan tambahan peralatan yang diperlukan untuk berhubungan dengan final control
element ( Control Valve ), karena sebagian besar control valve untuk throtle service adalah
digerakkan dengan udara bertekanan

Reliability cukup bagus

Safety adalah sangat bagus

Accuracy pengukuran lebih rendah ( 0.5 1 % )

183

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

4. Kesimpulan

1.

Distributed Control System (DCS) adalah merupakan suatu jaringan sistem control yang terdistribusi di
mana dimungkinkan terjadinya pemakainan data data yang sama oleh lebih dari satu peralatan.
Controllercontroller di letakkan di dekat unit unit proses yang tersebar di area yang luas (terdistribusi)
dan operator dapat memantau dan mengawasi operasional pabrik dari suatu Operator Console di Control
Room. Mimic Panel dan Panel panel besar yang ada sebelumnya sudah tidak diperlukan lagi.

2.

Salah satu komponen penting operasional DCS adalah perangkat lunaknya (Sofware). Dengan adanya 3
(tiga) kelompok pengguna (Operator, Teknisi Pemeliharaan dan Engineer)

3.

Didalam perancang sistem control bagi suatu industri proses maka perlu dipertimbangkan beberapa Faktor
antara lain Cost / Biaya, Dependability, Safety, Maintainability / Perawatan, Adaptability to the process

Daftar Pustaka

1. Arnold. Ken, Stewart Maurice, Surface Production Operations : Design of Gas Handling Systems and
Facilities, Gulf Publishing, Company, Houston, Tx, 1999.

2. Bahan JAF, training TOTAL E&P Indonesie, 2000


3. Maurice Stewart, PE, CSP, Production Safety Systems, LDI Training
4. Rosemount Measurement, Comprehensive Product Catalogue, English : 1995-1996. Rosemount Inc.
5. TOTAL Indonesia TATUN Operations, Operating Manual

184

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ADSORPSI GAS CO MENGGUNAKAN ZEOLITE ALAM TERAKTIVASI


Yuliusman 1), Widodo WP 2), Yulianto S.N. 3), Apriawan P4),
1,2,4)

3)

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia


Kampus UI, Depok 16424, Indonesia

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia


Kampus UI, Depok 16424, Indonesia
usman@che.ui.ac.id, yuliusman@yahoo.com

Abstrak
Pada kasus kebakaran banyak korban yang sulit menyelamatkan diri dan sulit dievakusi bahkan mengalami
kematian karena gas-gas berbahaya dan beracun seperti gas CO. Pada penelitian ini bermaksud meningkatkan
kinerja zeolit alam dalam mengadsorpsi gas CO yang terproduksi hasil kebakaran. Aktivasi zeolit alam meliputi
pelarutan oksida pengotor dengan larutan HF 2 %, proses dealuminasi dengan larutan HCl 6 M yang dibantu
pertukaran ion menggunakan NH4Cl 0,1 M serta proses kalsinasi pada 500oC agar dapat menguapkan
kandungan air dan pengotor organik. Penentuan kondisi optimum dengan cara pengujian daya adsorp yaitu
melewatkan campuran gas CO dan N2 dalam reaktor unggun yang sudah diisikan zeolit teraktivasi. Kondisi
optimum didapatkan pada ukuran partikel 50 dan laju alir volum total 119,05 ml/menit yaitu persentase total
gas CO dan volum teradsorp sebesar 34,85 % dan 1,383 ml/menit yang meliputi pengambilan data 6 kali selama
30 menit. Selain itu juga, setelah dibandingkan dengan zeolit tanpa proses aktivasi sangat berbeda jauh dalam
penyerapan total gas CO yaitu hanya sebesar 6,82 % atau 0,271 ml/menit. Hasil karakterisasi zeolit meliputi
peningkatan komposisi kimiawi rasio Si/Al dan penurunan pengotor per tahapan aktivasi serta peningkatan luas
permukaan setelah akhir aktivasi proses. Tahapan aktivasi pertukaran ion pelarutan NH4Cl 0,1 M
menghasilkan rasio Si/Al maksimal sehingga akan lebih baik dengan adanya tahapan proses ini.

185

ISSN 977.2086796.00.2
1.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pendahuluan
Pada saat ini, terjadinya kebakaran pada suatu gedung tertentu yang dialami masyarakat Indonesia baik

dalam ruang tertutup maupun dalam ruang terbuka, dengan ventilasi yang cukup maupun tidak merupakan hal
yang sering terjadi. Pada kasus kebakaran tersebut menghasilkan asap yang mengandung gas-gas berbahaya dan
beracun yang dapat membahayakan keselamatan orang yang terpapar dalam waktu yang lama ataupun waktu
singkat seperti CO, CO2, dan gas-gas senyawa organik dan anorganik yang berbahaya dan beracun lainnya.
Demikian juga, banyak kematian pada saat akibat kebakaran terjadi karena menghirup gas berbahaya dan
beracun seperti gas CO dari asap yang terproduksi hasil pembakaran.
Gas buang hasil pembakaran juga akan bervariasi tergantung kepada kondisi pembakaran, bahan dan
material yang ikut terbakar yang dimana memiliki jumlah yang bergantung kepada laju pertumbuhan api.
Adapun faktor lainnya untuk menyebabkan gas buang pembakaran yang lebih bervariasi dalam komposisi dan
jumlah senyawa yaitu temperatur dan konsentrasi oksigen yang bervariasi pula.
Gas CO merupakan komponen gas yang sangat beracun karena akan menyebabkan penghambatan
aliran O2 untuk mengikat haemoglobin dan lebih cepat untuk mengikat haemoglobin menjadi
carboxyhaemoglobin.Demikian juga gas CO2 yang berlebihan akan berakibat buruk sebab dalam darah akan
mengstimulasi hyperventilation dan menyebabkan sesak nafas, (Babrauskas, 1996). Kekurangannya suplai O2
pada batas tertentu yaitu pada konsentrasi O2 kurang dari 14 % akan menyebabkan meningkatnya resiko
kematian. Adapun kriteria-kriteria produksi CO dari pembakaran tidak sempurna akan meningkat seperti berikut:
a.

Peningkatan suhu pada fase gas sehingga menyebabkan smouldering

b.

Adanya pendinginan secara tiba-tiba pada reaksi yang sedang terjadi seperti terdapatnya halogen dalam
reaksi, dan juga ventilasi berlebihan sehingga menyebabkan pendinginan reaksi.

c.

Keberadaan molekul yang stabil, seperti aromatik, yang tahan lebih lama dalam zona nyala.

d.

O2 yang kurang, seperti pembakaran underventilated maka flux panas radiant yang besar membakar
bahan bakar bukan saja karena O2 tidak cukup untuk reaksi tidak sempurna.
Pada kasus kebakaran gas CO hasil pembakaran akan terus meningkat sehingga ruangan akan penuh

dengan gas CO secara langsung sehingga sulit bagi orang yang tersekap pada area kebakaran untuk meloloskan
diri. Kemudian pada kondisi seperti ini terjadi pada waktu yang lama maka orang tersebut akan terpapar gas CO
yang beracun bagi tubuh korban khususnya saluran pernafasan. Pada awalnya orang tersebut akan pingsan dan
jika lebih lama lagi terpapar dalam kondisi masih banyaknya kandungan CO pada ruangan tersebut maka akan
menyebabkan kematian.
Oleh karena hal tersebut, maka diperlukan suatu metode yang dapat berfungsi mengurangi gas buang
hasil pembakaran tersebut khususnya gas CO. Sehingga mempermudah proses evakuasi untuk menyelamatkan
orang-orang yang tersekap di dalam kebakaran tersebut. Dengan metode tertentu gas CO yang berbahaya dan
beracun akan berkurang dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah seperti dengan proses
adsorpsi yaitu proses penyerapan gas CO hasil pembakaran.
Belum banyak penelitian tentang menjernihkan dan menurunkan tingkat racun asap kebakaran.
Yadav,dkk (2007) melakukan penelitian penyerapan asap dari gasifikasi senyawa glycol menggunakan oksida
logam ukuran nano sebagai adsorben. Hasilnya menunjukkan, bahwa untuk mencapai kejernihan 10% dan 20%
dicapai dalam rentang waktu 2.5 menit dan 4 menit, jika tanpa menggunakan adsorben diperlukan waktu 26 dan
39 menit. Xu, Y. Dkk (2003), menemukan bahwa zeolit mempunyai kemampuan mengadsorpsi asap rokok lebih

186

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

baik dibandingkan material lain. Kamarudin (2006), menggunakan zeolit untuk menadsorpsi gas mentana dan
karbondioksida, dengan capaian kapasitas adsorpsi 19.8% dan 7.48% untuk masing-masing gas.
Zeolit alam dengan struktur berpori mempunyai potensi digunakan sebagai penjernihan asap pada
kasus kebakaran. Indonesia sangat kaya akan sumber zeolit alam. Akan tetapi sebelum digunakan zeolit alam
harus dibersihkan terlebih dahulu, karena terdapat pengotor seperti mineral dan senyawa organik. Pengotor
tersebut menutupi pori-pori zeolit mengurangi luas permukaan aktifnya sehingga mengurangi kinerja zeolit alam
dalam proses adsorpsi. Oleh sebab itu perlu dilakukan perlakukan awal sebagai proses aktivasi. Bahan alam
zeolit merupakan bahan yang mudah dan murah untuk didapatkan terutama di Negara Indonesia ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan daya serap zeolit alam yang ada di Indonesia dengan
tahapan proses preparasi. Karakterisasi tahapan preparasi pada rasio Si/Al dan luas struktur permukaan. Dan
juga, Penentuan kondisi optmum fisik pada zeolit alam yang mempengaruhi proses adsorpsi.
2.

Metode Penelitian

Tahap penelitian ini dilakukan seperti terlihat pada Gambar 1.


2.1. Preparasi
Proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir penelitian di bawah ini. Penelitian
dimulai dengan proses preparasi awal yang berfungsi untuk meningkatkan daya adsorpsi lalu yang meliputi
Dealuminasi (HF 2 % & HCl 6 M), pertukaran ion (NH4Cl 0,1 M) dan kalsinasi T = 500oC. Kemudian setelah
preparasi selesai dilakukan proses uji adsorpsi, uji rasio Si/Al dan uji luas permukaan.
2.2. Karakterisasi zeolit alam
2.2.1 Komposisi kimia
Pada uji analisa X-Ray Floressence (XRF) untuk mengetahui komposisi bahan utama, perbandingan
Si/Al dan senyawa pengotor yang terdapat pada bahan alam zeolit. Pada tiap variasi tahapan proses preparasi
bahan alam zeolit dilakukan uji analisa menggunakan alat analisa XRF. Sehingga pada akhirnya dapat diketahui
peningkatan rasio Si/Al.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

187

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2
2.2.2 Luas permukaan

Pada uji analisa BET untuk mengetahui luas permukaan struktur dalam pada bahan alam zeolit dan bahan
alam zeolit yang telah dilakukan proses tahapan preparasi. Perbandingan pada zeolit alam tanpa proses preparasi
terhadap zeolit alam dengan proses preparasi dilakukan uji analisa BET Sehingga pada akhirnya dapat diketahui
perbandingan luas permukaan struktur dalam pada zeolit alam sebelum dan sesudah proses preparasi.
2.2.3. Analisa kandungan pengotor organik dan air
Penentuan kandungan pengotor organik dan air pada zeolit alam dengan cara perhitungan berat zeolit
yang teruapkan pada saat proses preparasi kalsinasi awal pada temperatur 120oC yang dapat menguapkan air dan
kalsinasi pada temperatur 500oC yang dapat menguapkan pengotor-pengotor organik seperti lemak jenuh dan
protein.
2.3 Uji Adsorpsi
2.3.1 Tahap pengujian zeolit alam
Pada tahap uji adsorpsi zeolit alam yang pada awalnya telah dilakukan proses perlakuan awal atau
preparasi proses dengan beberapa tahap. Tahap pengujian zeolit alam ini terhadap besarnya daya serap meliputi
beberapa pengujian yaitu dengan variasi ukuran partikel, laju alir volum dan konsentrasi awal gas CO sebagai
adsrobat. Pengujian zeolit alam ini akan dilakukan dengan melewatkan gas CO sebagai adsorbat dan gas N2
sebagai gas pembawa pada unggun reaktor yang terdapat zeolit alam yang telah di lakukan preparasi seperti pada
Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Skema alat uji adsorpsi


2.3.2 Uji adsorpsi dengan variasi ukuran partikel
Pengujian daya serap pada zeolit alam dengan variasi ukuran partikel yang meliputi ukuran partikel sebesar
50 mikron, 100 mikron dan 150 mikron
2.3.3 Uji adsorpsi dengan variasi lajualir volum total
Pengujian daya serap pada zeolit alam dengan variasi lajualir volum total gas CO dan gas pembawa N2
yang meliputi laju alir volum total sebesar 105,5409 ml/menit; 119,0476 ml/menit dan 132,8409 ml/menit.
3. Hasil penelitian
3.1 Karakterisasi zeolit alam
3.1.1 Komposisi senyawa kimia
Berdasarkan Gambar 3 rasio Si/Al pada tiap tahapan proses preparasi zeolit alam menunjukkan bahwa
pada langkah pertama terjadi penurunan rasio Si/Al pada tahapan proses pelarutan oksida pengotor dengan

188

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

perendaman larutan HF 2% yaitu 7,55 menjadi 7,52 dan komposisi element aluminium terjadi peningkatan dari
9,245 % (wt) menjadi 9,715 % (wt). Hal ini dapat terjadi karena larutan HF 2 % yang berfungsi melarutkan

Perbandingan Si terhadap Al

oksida pengotor tetapi bukan sebagai pelarutan oksida aluminium.

14

12.81

12
9.43

10

8.51
7.55

7.52

6
4
2
0
Zeolite alam asli Zeolite HF 2%

Zeolite HCl 6 M

Zeolite NH4Cl Zeolite kalsinasi

Tahapan preparasi

Gambar 3. Perbandingan Si/Al


Pada tahapan proses dealuminasi menggunakan larutan HCl 6 M terjadi peningkatan rasio Si/Al dari
7,52 menjadi 8,51 dan terjadi penurunan element aluminium dari 9,715 %(wt) menjadi 8,707 % (wt). Pada saat
proses pelarutan menggunakan larutan HCl 6 M berfungsi melarutkan oksida Aluminium (AlO4)5- dengan
membuka pori-pori zeolit menjadi berukuran pori lebih besar sehingga oksida aluminium dari kerangka dalam
kristal akan keluar kerangka kristal dan mendorong oksida aluminium keluar dari struktur zeolit dan terlarut
dalam larutan HCl 6 M.
Tahapan proses perlakuan garam menggunakan larutan NH4Cl 0,1 M terjadi peningkatan rasio Si/Al
dari 8,51 menjadi 12,81 dan penurunan element aluminium dari 8,707 %(wt) menjadi 6,578 %(wt). Pada proses
pertukaran ion ini menghasilkan penurunan element aluminium yang paling besar dikarenakan pada saat proses
dealuminasi masih banyak oksida aluminium yang tertinggal diluar rangka kristal yang sulit terdorong keluar
dari struktur zeolit. Sehingga proses perlakuan garam ini sangat berperan penting setelah dilakukannya proses
dealuminasi.
Tahapan proses kalsinasi pada temperatur 500oC terjadi kembali penurunan rasio Si/Al dari 12,81
menjadi 9,43. Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses kalsinasi pada temperatur 500oC oksida-oksida silika
(SiO2) mengendap pada bagian bawah dan melekat pada cawan penguapan sebagai wadah sehingga pada saat
analisa komposisi oksida silika menurun.
3.1.2 Luas permukaan
80
70.95

S urface area (m 2/gram )

70
60
50

46.13

40
30
20
10
0
Zeolite alam asli

Zeolite preparasi

Gambar 4. Luas permukaan


Pada Gambar 4. di atas menunjukkan peningkatan luas permukaan internal zeolit yang telah dilakukan
preparasi yang pada zeolit tanpa preparasi besarnya luas permukaan 46,13 m2/gram menjadi 70,95 m2/gram.

189

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Terjadinya peningkatan ini dipengaruhi oleh tahapan proses preparasi yaitu pada tahapan proses pertukaran ion
dan proses kalsinasi karena pada proses pertukaran ion dengan larutan NH4Cl 0,1 M melarutkan pengotorpengotor yang masih tertinggal pada proses dealuminasi sehingga dapat menjadikan ruang kosong dalam kristalkristal. Proses kalsinasi pada temperatur 500oC yang menguapkan molekul-molekul air dari dalam kristal
sehingga terbentuk suatu rongga dengan permukaan yang lebih besar.
3.1.3 Analisa kandungan air dan pengotor organik
Pada proses kalsinasi terjadi penurunan berat yang pada awalnya berat zeolit basah sebesar 65,11 gram
menjadi 62,59 gram pada kalsinasi awal T1 = 120oC dan menjadi 56,20 gram pada kalsinasi T2 = 500oC.
Kemudian, didapatkan komposisi kandungan air sebesar 3,87 % dan komposisi pengotor organik sebesar 13,68
%.
3.2. Pengujian daya serap zeolit alam
Adapun proses pengujian zeolit alam dengan variasi-variasi yang digunakan dalam pengambilan data
yaitu variasi konsentrasi awal gas CO, variasi ukuran partikel zeolit alam dan variasi lajualir total gas CO dan
gas pembawa N2. Dalam pengambilan data zeolit alam yang digunakan adalah zeolit yang terlebih dahulu telah
dilakukan perlakuan awal/preparasi dengan berbagai tahapan proses.
3.2.1

Pengaruh ukuran partikel zeolit


1.6
1.383

Volum teradsorp (ml/menit)

1.4
1.2

1.082

1
0.8

0.894
0.741

0.662

0.702

0.529

0.6

0.352

0.4

0.366

0.2
0
50 mikron

100 mikron
Ini con 8%

Ini con 10 %

150 mikron
Ini con 15 %

Gambar 5. Pengaruh ukuran partikel terhadap daya serap zeolit


Pada Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa pada berbagai variasi konsentrasi awal gas CO yang masuk
sebagai umpan yaitu 8 %, 10 % dan 15 % dapat menghasilkan persentase total gas CO teradsorp yang terbesar
yaitu pada ukuran partikel zeolit alam yang paling kecil (50 mikron) dan persentase total gas CO yang teradsorp
paling kecil yaitu pada ukuran partikel zeolit alam paling besar (150 mikron).
Dengan ukuran partikel zeolit alam yang semakin kecil akan mempengaruhi semakin besarnya jumlah
gas CO yang terserap sebagai adsorbat. Hal ini dapat terjadi karena ukuran partikel zeolit alam yang semakin
kecil akan semakin besarnya luas kontak antar tiap partikel zeolit dengan komponen-komponen molekul gas CO
yang dilewatkan pada tumbukan zeolit alam tersebut. Selain itu juga, tiap partikel zeolit memiliki 3 type pori
yaitu macropore, micropore dan mesopore. Macropore merupakan pori paling luar partikel dan sebagai jalan
masuk molekul-molekul adsorbate ke dalam partikel menuju mikropore. Mikropore tidak berkontribusi terhadap
besarnya luas permukaan zeolit sedangkan mikropore sangat berpengaruh terhadap besarnya luas permukaan
zeolit dan berpengaruh pada besarnya daya adsorp zeolit. Dengan ukuran partikel tiap zeolit yang semakin kecil
maka jarak antara macropore dan micropore akan semakin dekat sehingga dengan proses adsorpsi yang
berlangsung secara kontinu terhadap waktu akan menghasilkan jumlah adsorbate yang semakin banyak pula.
3.2.2 Pengaruh laju alir volum total gas adsorbat

190

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2
40

34.852

35
30

27.263

25

Total CO
20
teradsorp (%)

18.808
15.048

15

20.183
16.739

17.696

10.014

8.264

10
5
0
105.54

119.05

132.89

Lajualir volum (ml/menit)

50 mikron

100 mikron

150 mikron

Gambar 6. Pengaruh laju alir terhadap daya serap zeolit alam


Pada Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa zeolit alam pada ukuran partikel 50 mikron, 100 mikron
dan 150 mikron dengan laju alir sebesar 119,0476 ml/menit dapat menyerap total gas CO yang paling besar dari
pada lajualir volum 105,5409 ml/menit dan 132,8904 ml/menit. Hal ini dapat terjadi karena semakin lambat laju
alir akan mengakibatkan semakin lama waktu tinggal fluida gas CO terhadap zeolit alam sehingga zeolit alam
dapat menyerap gas CO lebih banyak pada laju alir volum yang rendah akan tetapi pada laju alir 105,5409
ml/menit menghasilkan total gas CO yang teradsorp lebih rendah dari pada laju alir volum 119,0476 ml/menit
karena semakin tidak efektifnya proses adsorpsi pada laju alir volum yang semakin rendah.
3.3 Perbandingan zeolit alam aktivasi dan tanpa proses aktivasi
40
34.852
35
30

27.263

25
% total CO
20
teradsorp
15
10
5

17.696

6.823

4.664

2.909

0
Zeolite tanpa preparasi
50 mikron

Zeolite dengan preparasi


100 mikron

150 mikron

Gambar 7. Perbandingan daya serap zeolit diaktivasi dan tidak diaktivasi


Pada Gambar 7 di atas menunjukkan bahwa pada proses preparasi sangat mempengaruhi proses
adsropsi sehingga dapat diiartikan bahwa zeolit yang aktif dapat menyerap gas CO lebih besar daripada zeolit
tanpa diperlakukan proses preparasi. Dengan hasil penelitian zeolit dengan proses preparasi memiliki daya serap
lebih besar yaitu 34,85 % atau 1,383 ml/menit; 27,26 % atau 1,082 ml/menit dan 17,69% atau 0,702 ml/menit
atau dibandingkan dengan zeolit tanpa proses preparasi sebesar 6,82 % atau 0,208 ml/menit; 4,56 % atau 0,185
ml/menit dan 2,91 % atau 0,115 ml/menit.
Pada perbandingan zeolit alam preparasi dan tanpa preparasi ini dapat diartikan bahwa proses preparasi
sangat berpengaruh pada luas permukaan internal partikel zeolit yang semakin besar dan perbandingan Si/Al
yang semakin besar pula.
4. Kesimpulan
1.

Hasil Uji analisa X-Ray Flouressence. Tahapan proses preparasi dengan perendaman NH4Cl 0,1 M sangat
mempengaruhi besarnya adsorpsi gas CO tertanda perbandingan Si/Al yang meningkat paling besar.

2.

Hasil Uji analisa metode BET, Terjadi peningkatan luas permukaan zeolit alam pada sebelum preparasi
dengan luas permukaan sebesar 46,13 m2/gram dan zeolit dengan preparasi dengan luas permukaan sebesar
70,95 m2/gram.

191

ISSN 977.2086796.00.2
3.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Analisa komposisi pengotor organik dan air. Komposisi pengotor organic yang terkandung pada zeolit alam
yaitu 13,78 % dan komposisi air sebesar 3,78 %.

4.

Hasil uji zeolit alam preparasi


Zeolit alam setelah preparasi menghasilkan daya serap optimum pada ukuran partikel 50 mikron

(dengan range 70 mesh 140 mesh) dan laju alir 119,05 ml/menit yaitu total adsorpsi selama 30 menit dengan 6
kali pengambilan data sebesar 34,85 % dan dengan volume teradsorp 1,383 ml/menit.
Perbandingan adsorpsi gas CO menggunakan zeolit alam tanpa preparasi terhadap zeolit preparasi
dengan kondisi optimum yang didapatkan sebelumnya berturut-turut menghasilkan total dan volume gas CO
yang teradsorp yaitu sebesar 6,82 % atau 0,271 ml/menit dan 34,85 % atau 1,383 ml/menit.
Zeolit dengan rasio Si/Al yang tinggi dan luas permukaan yang besar dapat mempunyai kemampuan
menyerap molekul organik terutama gas CO yang merupakan komposisi gas berbahaya dan beracun hasil
pembakaran pada kasus kebakaran.

Daftar Pustaka
1.

Annemarie, J.B, Fabienne Reisen, Agus Cook, Brian Devine, Philip Weinstein, 2008. Respiratory
Irritants in Australian Bushfire Smoke: Air Toxics Sampling in a Smoke Chamber and During Prescribed
Burns, Spinger Science.

2.

Babrauskas, Vytenis, 1996. Toxicity for the primary gases found in fires, Fire Science and Technology
Inc.

3.

Blomqvist, Per, Lars Rosell, and Margaret Simonson, 2004. Emissions from Fires Part I: Fire Retarded
and Non-Fire Retarded TV-Sets, Fire Technology, 40, 3958, Kluwer Academic Publishers.

4.

Blomqvist P, Lars Rosell and Margaret Simonson, 2004. Emission from Fires Part II: Simulation Room
Fires, Kluwer Academic Publishers.

5.

Deroche, Irena, Lucia Gaberova, Guillaume Maurin, Philip Llewellyn, Maria Castro, Paul Wright, 2008.
Adsorption of carbon dioxide in SAPO STA-7 and AlPO-18: Grand Canonical Monte Carlo simulations
and microcalorimetry Measurements, Springer.

6.

Hall,R.John,2004.How Many People Can be Saved from Home Fires if GivenMore Time to Escape, Fire
Technology, Kluwer Academica.

7.

Kamarudin and Khairul Sozana Nor, 2006. Structural and gas adsorption characteristics of zeolite
adsorbents, PhD thesis, Universiti Teknologi Malaysia.

8.

Karamah, FT dan Sutrasno K, (2009) Pemanfaatan Zeolit Alam Sebagai Pengikat pada
Proses Flotasi untuk Mengolah Limbah Cair yang Mengandung Amonia, Proposal
penelitian Hiber.

9.

J Trauma. 2008. QuikClot use in trauma for hemorrhage control: case series of 103 documented uses.
Peter Rhee, et al.

10.

Neviaser, Julie L, Richard G. Gann 2004, Evaluation of Toxic Potency Values for Smoke from Products
and Materials, Fire Technology, 40, 177199, Kluwer Academic Publishers.

192

ISSN 977.2086796.00.2
11.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Othman, M.R., O.E Lee and W.J.N. Fernando,2006. Gas Adsorption and Surface Diffusion on 5
Microporous Adsorbent in Transition and Tubulent Flow Region, IIUM Engineering Journal, Vol. 7, No. 1

12.

Pu, Shi and Sisi Zlatanova, Evacuation Route Calculation of Inner Buildings, Delft University of
Technology, OTB Research Institute for Housing, Urban and Mobility Studies, Jaffalaan, the
Netherlands.

13.

Shih Wei-Heng, Raj Mutharasan, Qiang Zhao and Nanlin Wang 2001. Development of Mesoporous
Membrane Materials for CO2 Separation, Drexel University, Philadelphia.

14.

Wei Wang, Zhang He Ping dan Wan Yu Tian, 2007. Experiimental study on CO2/CO of Typical lining
Materials in full-sclae fire test, Chinese Science Bulletin,Springer-Verlag.

15.

Xu Yang, Jian Hua Zhu, Li Li Ma, An Ji, Yi Lun Wei, Xi Yong Shang, 2003. Removing Nitrosamines
from Mainstream Smoke of Cigarettes by Zeolites, Elsevier.

16.

Yadav R, R.G. Maghirang, L.E., Erickson, B. Kakumanu, S.G., Castro, 2007. Laboratory Evaluation of
the Effectiveness of Nanostructured and Conventional particles in Clearing smoke in enclosed space,
Elsevier.

193

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Analisis Kebutuhan Proses Bisnis Menggunakan Metode Kano


:
Sri Nurhayati
Jurusan Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Unikom
Email : serieid@yahoo.com
1

Abstrak
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu
sumber daya utama pada suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan ke arah model bisnis
yang menekankan pertukaran informasi dan transaksi bisnis yang bersifat paperles. Oleh karena itu setiap
perusahaan mencoba untuk menerapkan teknologi informasi agar dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas
dalam proses bisnisnya. Makalah ini akan membahas bagaimana menganalisis kebutuhan proses bisnis dilihat
dari pengguna menggunakan metode kano.
Kata kunci : Teknologi informasi, kebutuhan proses bisnis, metode kano.
1.

Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi membawa dampak transformasi di berbagai aspek kehidupan salah

satunya dalam dunia bisnis. Beberapa perusahaan menerapkan model bisnisnya yang menekankan pada
pertukaran informasi dan transaksi bisnis dengan memanfaatkan teknologi informasi yang bersifat paperless.
Oleh karena itu dibutuhkan analisis kebutuhan yang terkait dengan proses bisnisnya yang didukung dengan TI
yang dipenuhi oleh sebuah sistem di perusahaan sehingga dapat memberikan informasi yang tepat, akurat dan
sesuai dengan kebutuhan pengguna.
2.

Metode Kano
Dalam merencanakan suatu produk atau layanan, kita dapat membuat suatu daftar kebutuhan yang dapat

membuat produk atau layanan tersebut sebisanya memuaskan calon pelanggan (customer). Menemui secara
langsung pelanggan yang sudah ada atau mereka yang berpotensi untuk menjadi pelanggan, adalah cara yang
baik untuk memperoleh masukan tentang hal apa saja yang harus ada di dalam daftar keperluan dari pelanggan
yang potensial tadi. Untuk mengetahuinya, kita harus melakukan penyelidikan terhadap setiap daftar kebutuhan
yang dibuat sedetail mungkin untuk lebih memahami persyaratan apa yang benar-benar perlu ada dalam produk
atau layanan akhir. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis tersebut adalah metode kano
yang ditemukan oleh Propesor Noriaki kano dari Tokyo Rika University.
Metode Kano membedakan antara tiga tipe dari persyaratan produk yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan terlihat pada gambar 1, yaitu:

1. Persyaratan yang Bersifat Must-Be (Harus Ada)


Persyaratan yang bersifat must-be adalah kriteria dasar dari suatu produk. Pemenuhannya hanya akan
mencapai pernyataan tidak mengecewakan. Persyaratan ini dalam beberapa kasus justru menentukan
faktor kompetitif, dimana pelanggan menjadi tidak tertarik akan produk tersebut jika persyaratan ini tidak
dipenuhi. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, pelanggan akan sangat kecewa. Tapi di sisi lain, saat
pelanggan memerlukan kebutuhan ini untuk kesenangannya, ternyata pemenuhan persyaratan ini tidak
menaikkan kepuasan mereka.

194

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2. Persyaratan yang Bersifat One-Dimensional (Satu Dimensi)


Karena menghargai persyaratan ini, kepuasan pelanggan pada tingkatan pemenuhannya bersifat
proporsional. Artinya, semakin tinggi tingkat pemenuhannya, maka kepuasan pelanggan pun akan semakin
tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin rendah pemenuhannya maka kepuasan pun akan semakin menurun.
Persyaratan one-dimensional ini biasanya secara eksplisit diminta oleh pelanggan.

3. Persyaratan yang Bersifat Attractive (Menarik)


Persyaratan ini adalah kriteria produk yang memiliki pengaruh yang besar pada bagaimana produk
tersebut dapat memuaskan pelanggan. Persyaratan attractive tidak diungkapkan secara eksplisit dan tidak
pula diharapkan oleh pelanggan. Pemenuhan persyaratan ini mengantarkan pada lebih dari kepuasan yang
proporsional. Tetapi jika tidak ada, ternyata, tidak membuat pelanggan merasa kecewa.

Kepuasan Pelanggan

Persyaratan Attractive

Persyaratan One-dimensional

- Diucapkan

Tidak dinyatakan
Dikhususkan olehpelanggan

- Terdefinisi
- Terukur
- Bersifat Teknis

Kebutuhan tidak

Kebutuhan

Persyaratan M ust-be
- Tersirat
- Menjelaskan diri
- Tidak dinyatakan
- Jelas

Kekecewaan Pelanggan

Gambar 1. Penggolongan Tipe Metode Kano

Keuntungan dari pengklasifkasian kebutuhan pelanggan dengan menggunakan metode Kano ini diantaranya
adalah:

1. Prioritas pada pengembangan produk. Sebagai contoh, tidak banyak keuntungannya jika kita
menginvestasikan pada perbaikan persyaratan must-be yang memang sudah ada pada tingkat kepuasan,
tetapi lebih baik meningkatkan persyaratan one-dimensional atau attractive yang memang jelas berpengaruh
pada kualitas produk dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.

2. Syarat produk lebih dimengerti. Kriteria produk yang memiliki pengaruh terbesar pada kepuasan pelanggan
dapat diidentifikasi. Penggolongan persyaratan produk ke dalam dimensi must-be, one-dimensional, dan
attractive dapat digunakan untuk lebih fokus pada sesuatu.

195

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3. Kepuasan pelanggan menggunakan model Kano dapat secara optimal dikombinasikan dengan penyebaran
fungsi kualitas. Suatu prasyarat mengidentifikasi kebutuhan, hirarki dan prioritas pelanggan (Griffin/Hauser,
1993). Model Kano digunakan untuk menetapkan pentingnya fitur produk untuk kepuasan pelanggan dan
itu dapat menciptakan prasarat yang optimal pada kegiatan pengembangan produk berorientasi proses.
3.

Analisis Kebutuhan Proses Bisnis

a.

Identifikasi Pengguna
Tahapan ini akan menganalisis siapa saja pengguna dari proses bisnis dari sistem di sebuah perusahaan.

Perlu juga di analisis apakah produk dan layanan memang dibutuhkan atau tidak oleh pengguna sistem.
b.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk metode kano adalah menggunakan survey dengan cara

mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisoner. Keseluruhan pengamatan yang ingin kita
teliti, berhingga atau tidak, membentuk apa yang disebut populasi. Agar inferensi dari sampel pada populasi
tersebut meyakinkan, maka sampel haruslah diambil sehingga mewakili populasi.
Kuesioner yang akan disebarkan memiliki bentuk yang khusus. Bentuk ini disesuaikan dengan metode yang
diperkenalkan oleh Kano, dimana setiap pertanyaan mengandung komponen pilihan jawaban yang sama terlihat
pada tabel 1 yaitu:
a.

Suka

b.

Harus

c.

Netral

d.

Boleh

e.

Tidak suka

Setiap pertanyaan ditanyakan dua kali kepada responden, dimana pertanyaan pertama bersifat positif dan yang
kedua bersifat negatif (kebalikannya). Contohnya:
-

Positif: Bagaimana seandainya jika terdapat fasilitas A?

Negatif: Bagaimana seandainya jika tidak terdapat fasilitas A?

Dua jawaban dari pertanyaan positif dan negatif ini kemudian dikombinasikan dalam tabel evaluasi sehingga
fitur produk dapat digolongkan.
Tabel 1. Tebel Evaluasi Metode Kano
Kebutuhan Pelanggan

Pertanyaan Disfungsional (Negatif)


1. Suka

2. Harus

1. Suka

Pertanyaan

2. Harus

Fungsional

3. Netral

(Positif)

3. Netral

4. Boleh

5. Tdk suka

4. Boleh

5. Tdk suka

196

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dari tabel ini dapat disimpulkan apakah kebutuhan pelanggan ini termasuk:
a.

A = Attractive (Menarik)

b.

M = Must-be (Harus Ada)

c.

O = One-Dimensional (Satu Dimensi)

d.

R = Reverse (Kebalikan)

e.

Q = Questionable (Diragukan)

f.

I = Indifferent (Biasa Saja)

Dari semua responden yang ada dihitung hasil pengisian kuesioner tersebut untuk setiap pertanyaan. Kesimpulan
diambil dari mayoritas jawaban yang dipilih.

c.

Daftar Pertanyaan
Daftar pertanyaan yang dimasukkan ke dalam kuesioner didasarkan pada komponen-komponen fitur

yang sudah ada sebelumnya pada system di sebuah perusahaan ditambah komponen lain yang kira-kira
diperlukan oleh pengguna model bisnisnya. Komponen e-bisnis yang telah ada pun perlu dievaluasi apakah
memang diperlukan atau tidak. Jika tidak diperlukan sebaiknya dihilangkan dan diganti dengan fitur lain yang
lebih memuaskan pengguna.

4.

Hasil Pengolahan Data


Perhitungan kuesioner dilakukan berdasarkan tabel evaluasi Kano. Masing-masing pertanyaan yang

diajukan kepada setiap responden ditentukan apakah termasuk kategori A, M, O, R, Q, atau I. Setelah masingmasing jawaban pertanyaan dikonversi ke dalam bentuk AMORQI, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penghitungan jumlah masing-masing komponen A, M, O, R, Q, dan I untuk setiap pertanyaan.
Dari hasil yang telah kita peroleh ini, dapat pula kita hitung koefisien kepuasan konsumen dengan rumusan:
Tingkat kepuasan
Koefisian tingkat kepuasan berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin dekat dengan nilai 1 maka semakin
mempengaruhi kepuasan konsumen, sebaliknya jika nilai mendekati ke 0 maka dikatakan tidak begitu
mempengaruhi kepuasan konsumen.

A+O
A+O + M + I

(1)

Tingkat Kekecewaan.
Jika nilai semakin mendekati angka -1 maka pengaruh terhadap kekecewaan konsumen semakin kkuat,
sebaliknya jika nilainya 0 maka tidak mempengaruhi kekecewaan konsumen.

O+M
( A + O + M + I ) (1)

(2)

Tanda minus yang disimpan di depan koefisien tingkat kekecewaan konsumen adalah untuk menegaskan
pengaruh negatif dari kepuasan konsumen pada kualitas produk yang tidak dipenuhi.

197

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

5.

Kesimpulan
Untuk menerapkan model bisnis yang didukung dengan memanfaatkan TI, maka diperlukan suatu analisis

kebutuhannya salah satunya menganalisis kebutuhan dari pengguna system agar system yang dibuat bisa
memberikan nilai tambah bagi perusahaan tersebut. Metode Kano dapat bekerja dengan baik untuk memilahmilah kebutuhan konsumen khususnya dari segi kepuasan konsumen atas terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
tersebut.
6.

Daftar Pustaka

1.

Berger, C., Blauth, R., Boger, D., etc.,


2003, Kanos Methods for Understanding Customer-defined Quality, Center for Quality of Management
Journal, Volume 2 Nomor 4 hal. 3-36, www.diva-portal.org/diva/getDocument?urn_nbn_se_kaun_diva506-1_fulltext.pdf.

2.

Sauerwein, E., Bailom, F., Matzler, K., dan Heinterhuber, H.H., 1996, The KANO Model : How to Delight
Your Customer, International Working Seminar on Production Economic, Volume 1, hal 313-327,
www.competence-site.de/dienstleistung.nsf/3397D512929D8241C1256AD8004B0027/$File/kanomodel.pdf.

3.

Customer Satisfaction Model


(KANO),http://www.12manage.com/Methods_kano_customer_satisfaction_model.html.

198

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

SISTEM PEMETAAN LINGKUNGAN


DENGAN METODE MODIFIED HISTOGRAMIC IN-MOTION MAPPING (M-HIMM) PADA KURSI
RODA MANDIRI E-CHAIR

Lukas, Felix Febrian Iskandar, Ferry Rippun G.M.


Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
e-mail: lukas@atmajaya.ac.id

ABSTRAK
Kursi roda merupakan alat bantu gerak yang banyak digunakan terutama oleh orang yang memiliki
keterbatasan mobilitas. Untuk mempermudah penggunaan dari kursi roda maka dibangun suatu kursi roda
mandiri, yang dapat bergerak secara mandiri untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pengguna. Untuk
membangun kursi roda mandiri ini, membutuhkan beberapa modul salah satunya adalah modul pemetaan yang
berfungsi untuk memetakan lingkungan operasi kursi roda. Metode yang digunakan pada modul ini adalah
Metode
Modified
Histogramic
in-Motion
Mapping
(M-HIMM). Sistem pemetaan dengan menggunakan Metode M-HIMM dapat diimplementasikan untuk
membuat peta dari lingkungan operasi kursi roda mandiri.
Kata kunci: kursi roda, pemetaan lingkungan, Modified Histogramic in-Motion Mapping.

1.Pendahuluan
Kursi roda merupakan alat bantu bagi orang yang memiliki kesulitan untuk bergerak secara mandiri,
yang disebabkan oleh keterbatasan fisik terutama pada kaki. Secara umum terdapat 2 (dua) macam kursi roda,
yaitu kursi roda konvensional dan kursi roda otomatis. Kursi roda konvensional membutuhkan tenaga manusia.
Hal ini menyebabkan penggunaan kursi roda konvensional menjadi kurang nyaman.
Solusi yang ada yaitu kursi roda otomatis dengan penggerak berupa motor. Untuk mengendalikan kursi roda ini,
pengguna menggunakan sebuah joystick. Motor akan meng-gerakan kursi roda sesuai dengan masukan arah
gerak dari pengguna. Kursi roda ini relatif lebih nyaman dari kursi roda konvensional. Namun pengguna harus
secara terus-menerus mengendalikan pergerakan kursi roda.
Untuk mengatasi masalah penggunaan kursi roda maka di-rancang penggunaan teknologi wahana gerak
mandiri. Kursi roda ini menggunakan penggerak motor dan dapat bergerak ke tujuan yang di-inginkan pengguna
secara mandiri.
Wahana gerak mandiri me-merlukan sistem pemetaan lingkungan yang berfungsi untuk memetakan
rintangan-rintangan yang berada pada lingkungan operasi wahana. Pemetaan harus dilakukan dengan cepat dan
akurat. Pemetaan yang cepat agar peta dapat segera diperbarui jika terjadi perubahan lingkungan sesuai dengan
data yang diperoleh dari sensor. Pemetaan akurat dimaksudkan agar wahana dapat bergerak tanpa terjadi
benturan dengan rintangan yang terdapat pada lingkungan.

199

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 1 Daerah objek yang dapat dideteksi sensor


2.Landasan Teori
Ukuran standar untuk kursi roda sesuai dengan ukuran tubuh orang Indonesia dan ISO 7176-5
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Ukuran standar kursi roda [1]
Uraian/Deskripsi

Dimensi (mm)

Panjang maksimum

1300

Lebar

700

Tinggi total

1000

Lebar tempat duduk

500

Tinggi tempat duduk dari tanah

500

Tinggi sandaran tangan dari tempat duduk

200

Panjang tempat duduk

450

Tinggi sandaran

300

Wahana gerak mandiri (autonomous vehicle) adalah suatu wahana yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sensor-sensornya sebagai dasar pengambilan
keputusan sendiri dan dapat bergerak secara mandiri sehingga memiliki ketergantungan yang minim pada
manusia [7].
Bahasa C# merupakan pe-ngembangan dari Bahasa C dan C++ dengan tujuan untuk memudahkan
pengguna dalam membangun sebuah aplikasi. Bahasa C# merupakan bahasa yang berorientasi objek. Bahasa C#
memiliki banyak persamaan dengan Bahasa C dan C++ namun memiliki perbedaan pada penggunaan
namespaces, classes, methods, dan exception handling [8]. Keunggulan Bahasa C# antara lain fleksibel, mudah
digunakan, dan mendukung multithreading [3].
Metode ini merupakan modifikasi dari Metode Histogramic in-Motion Mapping (HIMM). Peta terbagi
atas kisi-kisi yang disebut dengan certainty grid [2]. Perbedaan utama metode ini dengan Metode HIMM adalah
pada nilai konstanta penambahan-pengurangan dan rentang nilai certainty value (CV) setiap kisi. CV tidak
memiliki satuan.
Metode M-HIMM membagi model sensor sonar menjadi 3 (tiga) bagian yang sama besar radiusnya [5]. Jika
sebuah sensor sonar memiliki jangkauan R, maka akan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dengan radius tiap bagian
adalah R/3.

200

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 2 Pembagian daerah jangkauan sensor ultrasonik [5]


Dengan memperhatikan Gambar 2, radius pembagian tiap daerah adalah:
1.

Daerah I (Z1) 0 < kisi R/3

2.

Daerah II (Z2) R/3 < kisi 2R/3

3.

Daerah III (Z3) 2R/3 < kisi R

Rentang nilai CV setiap kisi antara 0-16. Pembaruan nilai CV dilakukan untuk tiap kisi yang terletak tegak lurus
sensor ultrasonik. Kons-tanta penambahan yang digunakan untuk kisi rintangan adalah +4. Untuk konstanta
pengurangannya sebagai berikut (r = jarak sensor ke rintangan; R = jarak jangkauan sensor) [5]:
1.

Jika r R/3 maka: kisi < r (daerah I) CV = CV 1.

2.

Jika R/3 < r 2R/3 maka:

a.

Untuk kisi R/3 (daerah I) CV = CV 2.

b.

Untuk R/3 < kisi < r (daerah II) CV = CV 1.

3.

Jika 2R/3 < r < R maka:

a.

Untuk kisi R/3 (daerah I) CV = CV 3.

b.

Untuk R/3 < kisi 2R/3 (daerah II) CV = CV 2.

Tabel 2 Perbandingan cara kerja Metode HIMM dengan Metode M-HIMM [5]
Tinjauan

Metode HIMM

Metode M-HIMM

Model peta

Certainty grid

Certainty grid

Pembagian
jangkauan sensor
Representasi
rintangan
Rentang CV
Konstanta I

3 (tiga) bagian

3 (tiga) bagian dengan radius tiap


bagian sama besar

Certainty Value (CV)

Certainty Value (CV)

0 15

0 16

+3

+4

-1

(bervariasi; -1 sampai -3)

Konstanta I

201

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Tabel 3 Perbandingan kelebihan-kekurangan Metode HIMM dengan M-HIMM [5]


Metode HIMM
+

Metode M-HIMM

Menggunakan GRO untuk memperbaiki

Tidak menggunakan GRO.

Perbedaan antara kisi rintangan dengan

efek penyebaran.
-

Perbedaan antara kisi rintangan dengan

kisi kosong kurang jelas.

kisi kosong lebih jelas.

Perbaikan nilai CV terhadap kesalahan

Perbaikan nilai CV terhadap kesalahan

pembacaan lambat.

pembacaan lebih cepat.

Lebih lambat (dengan GRO).

c.

Untuk 2R/3 < kisi < r (daerah III) CV = CV 1.

4.

Jika sensor mendeteksi tidak ada rintangan maka pembaruan mengikuti aturan nomor 3.

Relatif lebih cepat (tanpa GRO).

Persamaan (1) menunjukkan rumus perhitungan CV pada Metode M-HIMM [5]:


kisi[x][y] = kisi[x][y] + I

(1)

Keterangan:
I+ = +4 jika ada rintangan

I=

I- = (relatif sesuai daerah kisi) jika ruang kosong

kisi[x][y] = nilai CV
[x][y] = koordinat sel;
0 kisi[x][y] 16
Perbandingan cara kerja Metode HIMM dan Metode M-HIMM ditunjukkan pada Tabel 2; Sedangkan
perbandingan kelebihan dan kekurangan kedua metode tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.
3. Perancangan Sistem
Pada penelitian ini, dirancang dan direalisasikan suatu kursi roda mandiri yang dinamakan E-CHAIR.
A

Arsitektur E-CHAIR
Arsitektur dari E-CHAIR di-tunjukkan pada Gambar 3. E-CHAIR memiliki 2 (dua) mode, yaitu mode

mandiri dan mode semimandiri. Pada mode mandiri, E-CHAIR dapat mengantarkan pengguna ke titik tujuan
yang diinginkan secara mandiri. Pada mode semimandiri, pengguna mem-berikan arah gerak yang diinginkan
namun tetap dijaga agar E-CHAIR tidak terbentur dengan rintangan yang terdapat pada lingkungan.
Modul sensor ultrasonik berfungsi untuk menghitung jarak dari rintangan-rintangan yang berada di sekitar ECHAIR.

202

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 3 Arsitektur kursi roda mandiri E-CHAIR


Modul estimasi posisi berfungsi untuk memperkirakan posisi dan orientasi dari E-CHAIR. Modul pemetaan
bertugas untuk memetakan posisi, orientasi dan rintangan yang berada pada lingkungan operasi ke dalam peta.
Modul perencana jalur bekerja pada mode mandiri dan bertugas untuk merencanakan jalur yang akan dilalui ECHAIR untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pengguna.
Modul penghindar rintangan bekerja pada mode semimandiri dan bertugas untuk mengawasi arah gerak yang
diberikan pengguna agar tidak terjadi benturan dengan rintangan.
Modul pengendali motor bertugas mengatur arah dan kecepatan putaran motor yang sesuai dengan perintah
pergerakan yang telah diberikan oleh modul perencana jalur atau modul penghindar rintangan.
B

Spesifikasi E-CHAIR

Rancangan kursi roda mandiri E-CHAIR ditunjukkan pada Gambar 4. Spesifikasi E-CHAIR ditunjukkan pada
Tabel 4. Spesifikasi sedikit berbeda dari ukuran standar kursi roda karena kesalahan pada faktor pengelasan.
Tabel 4 Spesifikasi E-CHAIR
Spesifikasi

Keterangan

Panjang kursi roda

1150 mm

Lebar kursi roda

700 mm

Tinggi total kursi roda

900 mm

Lebar tempat duduk

430 mm

Tinggi tempat duduk


dari tanah
Tinggi sandaran tangan
dari tempat duduk

500 mm
250 mm

Panjang tempat duduk

400 mm

Tinggi sandaran

400 mm

Diameter roda belakang

400 mm

Diameter roda depan

120 mm

Berat kursi roda

65 kg

Kecepatan berjalan

25 rpm

Kecepatan berputar

10 rpm

203

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Berat maksimum
pengguna
Sensor ultrasonik
Kamera
Rotary encoder
Motor DC
Sumber energi

100 kg
13 pasang
1 buah
1 buah (1000 pulsa /
putaran)
2 buah (120W / 12V)
Aki 12V / 45Ah
Aki 12V / 5Ah
Prosesor 600MHZ
RAM 256 MB

Laptop (minimum)

Hard-disk 4 GB
Sistem operasi
Windows XP service
pack 2

Metode pergerakan

dual differential drive

Mode operasi

Mandiri, semimandiri
Franklin Software

Perangkat lunak

Proview32,
Microsoft Visual
Studio 2005 (C#)

Gambar 4 Rancangan kursi roda mandiri E-CHAIR


C

Perancangan Modul Pemetaan

Gambar 5 menunjukkan diagram blok modul pemetaan. Modul pemetaan merupakan modul yang termasuk ke
bagian perangkat lunak. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah Bahasa C#.
Modul pemetaan menerima masukan berupa jarak rintangan dari modul sensor ultrasonik dan posisi serta
orientsi E-CHAIR dari modul estimasi posisi. Lalu dibentuk 2 (dua) buah peta:

204

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

1.

Peta lokal, yaitu peta yang dibentuk berdasarkan pembacaan sensor pada suatu waktu sehingga peta ini

bersifat real-time dan jangkauannya terbatas pada jangkauan sensor ultrasonik. Peta lokal digunakan untuk memperbarui peta global.
2.

Peta global, yaitu peta yang menyimpan kondisi lingkungan operasi wahana secara keseluruhan. Peta

ini diperbarui dengan menggunakan peta lokal sehingga peta akan selalu up-to-date walaupun terjadi perubahan
lingkungan.
Kedua peta ini dan posisi serta orientasi E-CHAIR selanjutnya digunakan oleh modul perencana jalur dan modul
penghindar rintangan untuk mengatur pergerakan E-CHAIR. Modul perencana jalur menggunakan peta global
untuk merencanakan jalur ke titik tujuan yang diinginkan oleh pengguna, sedangkan modul penghindar rintangan
menggunakan peta lokal untuk mengawasi arah gerak

E-CHAIR yang diberikan oleh pengguna agar tidak

terjadi benturan dengan rintangan pada lingkungan operasi.

Gambar 5 Diagram blok modul pemetaan

205

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Perancangan Program Pemetaan Lingkungan dengan Metode Modified Histogramic in-Motion

Mapping (M-HIMM)
Dalam melakukan pemetaan lingkungan, perlu dibuat suatu rasio perbandingan antara luas lingkungan operasi
wahana dengan luas piksel yang digunakan untuk mewakili lingkungan tersebut.
Pada pemetaan lingkungan ini, luas piksel yang digunakan adalah 500 x 500 piksel dengan setiap pikselnya
mewakili 5 x 5 cm pada lingkungan yang sebenarnya. Dengan kata lain luas maksimum lingkungan operasi ECHAIR adalah 2500 x 2500 cm.
Kisi pada Metode M-HIMM diwakiliki oleh piksel. Untuk menentukan kisi rintangan, digunakan Persamaan (2)
dan Persamaan (3).
x = xps + {[sin (bot + ssr 180) *
(robs + rssr)] / ratio}

(2)
y = yps + {[cos (bot + ssr 180) *

(robs + rssr)] / ratio}

(3)

Keterangan:
x, y

= koordinat piksel rintangan

xps, yps

= koordinat pusat sensor

bot

= sudut orientasi E-CHAIR


terhadap lingkungan ()

ssr

= sudut sensor terhadap arah


0 E-CHAIR ()

robs

= jarak dari sensor ke rintangan (cm)

rssr

= jarak dari titik pusat sensor


ke sensor (cm)

ratio

= rasio perbandingan (cm)


Gambar 6 menunjukkan contoh tampilan E-CHAIR pada peta. Lingkaran padat menunjukkan wahana

sedangkan lingkaran di luar E-CHAIR menunjukkan jarak aman terhadap rintangan. Garis hitam menunjukkan
orientasi E-CHAIR terhadap lingkungan.

Gambar 6 Tampilan wahana pada peta


Gambar 7 menunjukkan diagram alir untuk modul pemetaan dengan Metode M-HIMM.

206

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 7 Diagram alir pemetaan lingkungan dengan Metode M-HIMM


Sistem bekerja dimulai dengan inisialisasi variabel kemudian modul pemetaan menerima data jarak
rintangan dari modul sensor ultrasonik dan posisi kursi roda dari modul estimasi posisi. Lalu dilakukan
pembentukan peta lokal dan pembaruan peta global, termasuk di dalamnya dilakukan perhitungan nilai CV untuk
kisi-kisi yang berada tegak lurus dengan sensor ultrasonik. Selanjutnya peta lokal dikirimkan ke modul
penghindar rintangan dan peta global dikirimkan ke modul perencana jalur.

Gambar 8 Diagram alir pembentukan peta lokal dan pembaruan peta global
(r = jarak rintangan dari sensor; R = jarak jangkauan sensor)

207

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Untuk diagram alir pembentukan peta lokal dan pembaruan peta global ditunjukkan pada Gambar 8.
Diawali dengan melakukan inisialisasi variabel yang akan digunakan dalam perhitungan, kemudian diperiksa
apakah jarak (r) kurang dari jangkauan sensor (R) untuk menentukan apakah terdapat rintangan atau tidak. Jika
terdapat rintangan maka nilai CV kisi rintangan ditambah 4 (+4).
Lalu dilakukan pemeriksaan terhadap kisi-kisi yang berada tegak lurus dari sensor sampai rintangan.
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kisi tersebut terletak pada daerah I (0 < kisi R/3), II (R/3 < kisi
2R/3), atau III (2R/3 < kisi R). Daerah menentukan konstanta pengurangan yang akan diterapkan pada kisi
tersebut. Pemeriksaan terus berlangsung hingga mencapai 1 (satu) kisi sebelum kisi rintangan atau 1 (satu) kisi
sebelum kisi terluar dari jangkauan sensor ultrasonik.

Untuk menentukan keberadaan rintangan pada

suatu kisi, diperlukan nilai batas CV (CVthreshold). Jika CVkisi < CVthreshold maka diasumsikan tidak ada
rintangan, sebaliknya CVkisi CVthreshold maka diasumsikan terdapat rintangan.
Proses penandaan rintangan menggunakan 2 (dua) warna, yaitu piksel rintangan berwarna hitam dan
piksel bukan rintangan berwarna putih. Penentuan ketebalan warna piksel rintangan dilakukan berdasarkan nilai
CV. Penandaan akan dilakukan secara bertahap, yaitu piksel yang merupakan rintangan warnanya akan semakin
tebal jika nilai CV-nya bertambah dan menjadi hitam mutlak jika nilai CV maksimum (CV = 16). Sebaliknya
penghapusan rintangan juga menggunakan konsep yang sama, yaitu warna rintangan akan semakin tipis jika nilai
CV-nya berkurang dan menjadi putih mutlak jika nilai CV minimum (CV = 0).
4.Pengujian Sistem
A

Pengujian Modul Pemetaan terhadap Peta Lingkungan Simulasi

Pemetaan terhadap peta buatan dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu Metode HIMM dan
Metode M-HIMM. Pengujian ini dilakukan untuk mengamati kelebihan dan kekurangan antara kedua metode
tersebut, yang telah ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Notebook yang digunakan untuk pengujian ini
memiliki spesifikasi prosesor Intel Pentium Core 2 Duo T7500 2.20 GHz dan memori DDR2 2048 MB.

A.1

Perbandingan Peta Hasil Pemetaan

Peta awal lingkungan buatan ini ditunjukkan pada Gambar L1a. Garis putus-putus menunjukkan jalur yang akan
dilalui E-CHAIR. Jalur tersebut akan dilalui E-CHAIR sebanyak beberapa putaran.
Hasil pemetaan dari E-CHAIR setelah mengelilingi lingkungan untuk 2 (dua) putaran ditunjukkan pada Gambar
L2. Peta yang dihasilkan kedua metode hampir serupa. Masing-masing metode memiliki keunggulan tersendiri
dalam kemampuannya mendeteksi rintangan. Kemampuan kedua metode dalam mendeteksi rintangan dapat
dikatakan sama baik.
Proses pemetaan dilanjutkan dengan peta yang ditunjukkan pada Gambar L1b. Rintangan berupa lingkaran pada
titik A dan garis pada titik B disingkirkan untuk mem-bandingkan kedua metode terkait kemampuannya untuk
melakukan pembaruan terhadap rintangan yang disingkirkan.
Hasil pemetaan untuk putaran ketiga dan kedelapan berturut-turut ditunjukkan pada Gambar L3 dan Gambar L4.
Hasil pemetaan putaran ketiga sampai kedelapan menunjukkan bahwa Metode M-HIMM lebih cepat dalam
melakukan pembaruan untuk rintangan yang disingkirkan. Terlihat bahwa rintangan berbentuk lingkaran pada
titik A dan rintangan berupa garis lurus pada titik B lebih cepat terhapus dengan Metode M-HIMM. Hal ini

208

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

disebabkan karena pada Metode

M-HIMM konstanta pengurangannya bervariasi tergantung daerah letak kisi

berada. Data frekuensi nilai CV untuk untuk pengujian ini terdapat pada Tabel L1.
A.2

Perbandingan Waktu Pemetaan

Dalam melakukan pemetaan, Metode M-HIMM berlangsung lebih cepat dari Metode HIMM. Hal ini karena
pada Metode HIMM terdapat fungsi GRO sehingga proses per-hitungan nilai CV menjadi lebih rumit.
Dari data pada Tabel L1, putaran ke-1 waktu pemetaan untuk Metode M-HIMM = 40900 ms dan Metode HIMM
= 41300 ms. Semakin banyak putaran, selisih waktu keduanya semakin besar. Semakin cepat proses pemetaan,
data dari sensor dapat segera terpetakan sehingga dihasilkan peta yang lebih akurat.
B

Pengujian Modul Pemetaan dalam Sistem Kursi Roda Mandiri E-CHAIR

Pengujian modul pemetaan dilakukan seiring pergerakan

E-CHAIR menjelajahi lingkungan. Tujuan dari

pengujian ini adalah untuk melihat berlangsungnya proses pemetaan dalam sistem E-CHAIR.

(a)

(b)

Gambar 9 Pengujian modul pemetaan


Gambar 9a menunjukkan peta awal yang tidak terdapat rintangan. Posisi rintangan pada lingkungan operasi kursi
roda ditunjukkan pada Gambar 9b. Garis putus-putus menunjukkan jalur yang akan dilewati E-CHAIR untuk
menjelajahi lingkungan. Gambar 10 menunjukkan peta yang terbentuk berdasarkan lingkungan pada Gambar 9b.

Gambar 10 Peta hasil pengujian


Peta yang dihasilkan cukup sesuai dengan lingkungan operasi. Pada sisi kiri E-CHAIR, terdapat rintangan
sepanjang jalur yang dilewati E-CHAIR. Pada sisi kanan E-CHAIR, terdapat rintangan namun ada celah di
antara rintangan tersebut.
Data nilai CV untuk pengujian modul pemetaan ditunjukkan Tabel 5.

209

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Tabel 5 Data pengujian modul pemetaan


Nilai CV

Pengujian I

249.901

72

14

10

11

12

13

14

15

16

TOTAL

250.000

Pengujian Sistem Kursi Roda Mandiri E-CHAIR

C.1

Pengujian Mode Mandiri

Pengujian mode mandiri terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:


1.

Berjalan tanpa perubahan jalur.

2.

Berjalan dengan perubahan jalur.

Pada pengujian berjalan tanpa perubahan jalur, E-CHAIR berjalan dari koordinat (258, 251) menuju titik pusat
landmark kedua (200, 250). Gambar 11 menunjukkan hasil pengujian berjalan tanpa perubahan jalur.
Keadaan awal

Keadaan akhir

Gambar 11 Pengujian berjalan tanpa perubahan jalur


Pada keadaan akhir, E-CHAIR dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Jalur yang dilalui sedikit berliku-liku
karena hasil perhitungan dari landmark terkadang berbeda satu sampai dua piksel, namun perencana jalur tetap
mengatur pergerakan E-CHAIR agar sesuai dengan rencana jalur yang telah dibentuk.
Posisi akhir E-CHAIR me-nyimpang 5 cm dari tujuan yang diinginkan. Ini terjadi karena faktor kesalahan dari
pembacaan landmark.

210

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pada pengujian berjalan dengan perubahan jalur, E-CHAIR berjalan dari koodinat (263, 260) menuju koordinat
(201, 240) yang berada pada daerah landmark kedua. Seiring E-CHAIR bergerak, terdeteksi rintangan baru
sehingga E-CHAIR membentuk jalur baru untuk tetap dapat mencapai tujuan. Gambar 12 memperlihatkan hasil
pengujian berjalan dengan perubahan jalur.

Keadaan
awal

Keadaan
akhir

Rintangan
baru
Gambar 12 Pengujian berjalan dengan perubahan jalur
Posisi akhir E-CHAIR me-nyimpang 15 cm di belakang dan 5 cm di kanan tujuan. Penyimpangan terjadi karena
kesalahan pembacaan landmark dan karakteristik motor yang tidak dapat langsung berhenti saat diperintahkan
untuk berhenti.
C.2

Pengujian Mode Semimandiri

Pada pengujian ini, E-CHAIR digerakkan maju seperti ditunjukkan Gambar 13. Saat bergerak maju, terdeteksi
adanya rintangan sehingga dilakukan penghindaran rintangan.

Gambar 13 Kondisi lingkungan pengujian mode semimandiri


Gambar 14a menunjukkan penghindaran yang dilakukan.

(a)

(b)
Gambar 14 Hasil pengujian mode semimandiri

211

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

E-CHAIR lalu diarahkan ke kanan untuk menjauhi rintangan lalu kembali diarahkan menuju tujuan.
Rintangan masih terdeteksi sehingga E-CHAIR melakukan penghindaran ke arah atas seperti ditunjukkan pada
Gambar 14b. Lalu E-CHAIR dapat diarahkan oleh pengguna untuk mencapai tujuan.
Dari hasil pengujian, E-CHAIR berhasil mencapai tujuan dan menghindari rintangan apabila arah masukan
pengguna terlalu mendekati rintangan. Gambar 15 menunjukkan peta jalur hasil pengujian mode semimandiri.

Gambar 15 Peta jalur hasil pengujian mode semimandiri


5.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.

Metode Modified Histogramic in-Motion Mapping (M-HIMM) dapat diimplementasikan untuk proses

pembuatan peta lingkungan dalam kursi roda mandiri E-CHAIR.


2.

Pada mode mandiri, kursi roda mandiri E-CHAIR dapat mengantarkan pengguna mencapai tujuan yang

diinginkan. Mode ini dapat berjalan pada kondisi lingkungan yang statis maupun dinamis, namun masih terjadi
sedikit penyimpangan.
3.

Pada mode semimandiri, kursi roda mandiri E-CHAIR dapat melakukan penghindaran rintangan apabila

arah pergerakan yang diberikan pengguna terlalu mendekati rintangan yang terdapat pada lingkungan.
Daftar Pustaka
1.

Batan, I M. L. 2006. Pengembangan Kursi Roda Sebagai Upaya Peningkatan Ruang Gerak Penderita
Cacat

Kaki,

Jurnal

Teknik

Industri

(online),

Vol.

8,

No

2,

(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ind/article/ viewPDFInterstitial/16549/16541, diakses 26


Mei 2009).
2.

Borenstein, J. dan Koren, Y. 1991. Histogramic In-Motion Mapping for Mobile Robot Obstacle
Avoidance, IEEE Journal of Robotics and Automation (online), Vol. 7, No. 4 (http://wwwpersonal.umich. edu/~johannb/Papers/paper18.pdf, diakses 2 Mei 2009).

3.

Davis, S.R. dan Sphar, C. 2006. C# 2005 For Dummies. Indianapolis: Wiley Publishing, Inc.

4.

Ge, S.S. dan Lewis, F.L. 2006. Autonomous Mobile Robots. Boca Raton: CRC Press.

5.

Habib, M.K. 2007. Real Time Mapping and Dynamic Navigation for Mobile Robots. International
Journal

of

Advanced

Robotic

Systems,

Vol.

4,

No.

(http://www.intechweb.

org/downloadpdf.php?id=4239&PHPSESSID=n5inj0kosgka7b36hkuk5bp6k2, diakses 20 Mei 2009).


6.

Murphy, R.R. 2000. Introduction to AI Robotics. Massachusetts: MIT Press.

7.

Rippun, F. 2004. POEMAV SISKOG SUNDR 05 Pengembangan Model Enjiniring Wahana Gerak
Mandiri. Tesis Magister Teknik. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

8.

Wille, C. 2000. Presenting C#. Indianapolis: Sams Publishing.

212

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

LAMPIRAN

A
B

a.
b.
Gambar L1 Peta Lingkungan Buatan: a.) Awal dan b.) Akhir

213

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

A
B

a.
b.
Gambar L2 Pemetaan putaran ke-2: a.) Metode M-HIMM dan b.) Metode HIMM

A
B

a.
b.
Gambar L3 Pemetaan putaran ke-3: a.) Metode M-HIMM dan b.) Metode HIMM

A
B

a.
b.
Gambar L4 Pemetaan putaran ke-8: a.) Metode M-HIMM dan b.) Metode HIMM

214

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar L5 Tampilan akhir program pengujian mode mandiri tanpa perubahan jalur

Gambar L6 Tampilan akhir program pengujian mode mandiri dengan perubahan jalur

215

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel L1 Data frekuensi nilai CV dan waktu pemetaan untuk pengujian terhadap peta simulasi
Putara
n ke-

Metode
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM
MHIMM
HIMM

0
8924
3
8924
3
8924
3
8924
3
8922
9
8921
5
8942
9
8925
0
8944
7
8942
4
8944
9
8944
9
8944
9
8944
9
8944
9
8944
9

Frekuensi Nilai CV
1
5 6 7 8
9
0

1
1

12

1
3

1
4

15

16

13
2

92

13
8

39
5

20

13

1
4

4
6

1
0

12

1
4

59
7

13
2

62
5

72
2

1
2

1
5

12
3

19

1
1

22

11

11
4

41
8

1
7

11

14
1

2
6

2
5

53
4

1
1

10

54
1

1
0

13
7

2
7

2
4

54
3

10

54
1

24

55
0

55
1

55
0

55
1

55
1

55
1

55

Wakt
u
(ms)
4090
0
4130
0
8140
0
8210
0
1253
00
1261
00
1688
00
1699
00
2121
00
2136
00
2555
00
2573
00
2984
00
3008
00
3416
00
3445
00

216

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

SISTEM PENGHINDAR RINTANGAN DENGAN METODE MINIMUM VECTOR


FIELD HISTOGRAM PADA KURSI RODA MANDIRI E-CHAIR
Lukas, Edwin, Ferry Rippun G.M.
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
e-mail: lukas@atmajaya.ac.id

ABSTRAK
Manusia yang memiliki keterbatasan mobilitas memerlukan alat bantu gerak. Salah satu alat bantu gerak
itu adalah kursi roda konvensional. Namun kursi roda konvensional kurang memberikan kenyamanan bagi
penggunanya karena membutuhkan tenaga manusia untuk menggerakkannya. Karena itu, muncul ide untuk
membuat kursi roda mandiri yang dapat mengantarkan penggunanya ke tempat tujuan yang dipilih. Dan dalam
implementasi kursi roda mandiri, faktor keselamatan merupakan salah satu faktor penting yang harus
diutamakan. Faktor keselamatan ini dapat ditingkatkan dengan adanya kemampuan penghindar rintangan yang
baik. Karena itu, diharapkan metode MVFH mampu memberikan respons penghindaran ke arah yang aman,
sehingga wahana mampu menghindari rintangan dengan tetap memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
Kata kunci: kursi roda mandiri, penghindar rintangan, Minimum Vector Field Histogram

1.Pendahuluan
Kursi roda adalah salah satu alat bantu gerak untuk manusia yang memiliki keterbatasan mobilitas.
Namun, kursi roda konvensional kurang memberi kenyamanan bagi pengguna, karena membutuhkan tenaga
manusia untuk meng-gerakkannya. Karena itu, dibuat kursi roda otomatis, yaitu kursi roda yang dilengkapi
penggerak dari luar berupa motor listrik dan dapat dikendalikan arah pergerakannya dengan joystick. Akan
tetapi, kursi roda otomatis ini membutuhkan pengendalian terus menerus, sehingga bagi orang-orang yang
mengalami beberapa keter-batasan tambahan seperti gangguan pada lengannya, akan mengalami kesulitan dalam
mengendalikan kursi roda otomatis tersebut. Berdasarkan pemikiran ini, muncul ide mengenai wahana berupa
kursi roda mandiri.
Agar wahana dapat berjalan mandiri, diperlukan adanya ke-mampuan seperti: persepsi, navigasi, aktuasi,
dan interaksi dengan manusia. Salah satu sistem yang diperlukan untuk mewujudkan wahana yang mandiri
adalah sistem penghindar rintangan.
Pada penelitian sebelumnya, telah dibuat sistem penghindar rintangan dengan menggunakan metode
Vector Field Histogram (VFH), namun metode ini kurang sesuai dengan karakteristik kursi roda mandiri yang
dapat dikendalikan arah pergerakannya oleh pengguna. Kekurangan metode VFH ini coba dihilangkan dengan
menggunakan metode Minimum Vector Field Histogram (MVFH).

217

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 1 Daerah objek yang dapat dideteksi sensor

2. Landasan Teori
A

Kursi Roda Standar


Ukuran standar untuk kursi roda sesuai dengan ukuran tubuh orang Indonesia dan ISO 7176-5

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Ukuran standar kursi roda [1]


Uraian/Deskripsi
Panjang maksimum
Lebar
Tinggi total
Lebar tempat duduk
Tinggi tempat duduk dari tanah
Tinggi sandaran tangan
Panjang tempat duduk
Tinggi sandaran
B

Dimensi (cm)

130
70
100
50
50
20
45
30

Wahana Gerak Mandiri


Wahana gerak mandiri adalah wahana mandiri yang mampu mengatasi masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan tugasnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari sensor-sensornya tanpa ada campur tangan
manusia dan mampu bergerak secara mandiri karena dalam pergerakannya dilengkapi dengan penggerak
(aktuator) yang dikendalikan oleh komputer yang terpasang di dalamnya [5].
C

Bahasa Pemrograman C#
Bahasa C# merupakan pengembangan dari Bahasa C dan C++ dengan tujuan untuk me-mudahkan

pengguna dalam mem-bangun sebuah aplikasi. C# merupakan bahasa yang modern, sederhana, dan berorientasi
objek. Bahasa C# memiliki banyak persamaan dengan Bahasa C dan C++ namun memiliki perbedaan pada
penggunaan namespaces, classes, methods, dan exception handling [4]. Bahasa C# juga mendukung untuk
melakukan eksekusi beberapa thread dalam sebuah program secara pararel (multithreading). Bahasa C# menggabungkan kekuatan dan efisiensi dari C++, kesederhanaan dari orientasi objek yang dimiliki Java, dan
kemudahan penggunaan dari Visual Basic [7].
D

Metode Minimum Vector Field Histogram (MVFH)


Metode penghindar rintangan adalah metode untuk mencegah terjadinya tabrakan dengan rintangan pada

suatu sistem [2].


Salah satu metode penghindar rintangan adalah MVFH. Pada MVFH terdapat 4 tahap pemrosesan data
[8], yaitu:

218

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Mendeskripsikan lingkungan sekitar menjadi Cartesian Histogram Grid dua dimensi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Cartesian Histogram Grid dua dimensi


Cartesian Histogram Grid dua dimensi ini diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

y ybot

x xbot

xy = arctan

m xy = (CV xy ) 2 (a bd xy )

(1)

(2)

Keterangan:
a,b : konstanta positif
CVxy: nilai kemungkinan terdapat rintangan pada kisi (x,y)
dxy : jarak antara kisi aktif (x,y) dan VCP (Vehicle Center Point)
mxy : besarnya rintangan vektor pada kisi (x,y)
xbot, ybot : koordinat awal VCP
x, y : koordinat kisi aktif (x,y)

xy : arah dari kisi aktif (x,y) terhadap VCP


2.

Mentransformasikan Cartesian Histogram Grid dua dimensi ke dalam polar histogram satu dimensi seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3. Polar histogram ini meliputi n sektor sudut dengan lebar masing-masing
sektor sebesar .

Gambar 3 Polar histogram satu dimensi

219

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Transformasi yang dilakukan menggunakan persamaan 3, yaitu dengan memetakan setiap nilai CV pada
Cartesian Histogram Grid ke polar histogram, dan menghasilkan representasi ke-padatan rintangan untuk
setiap sektor pada polar histogram.

hk = xy mxy

(3)

Keterangan:
hk : kepadatan rintangan polar (polar obstacle density)
Dikarenakan sifat diskrit dari histogram grid yang dihasilkan, hasil pemetaan dapat terlihat kasar dan
menyebabkan kesalahan dalam penentuan arah kemudi. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu proses
smoothing terhadap hk, yang ditentukan oleh :

(4)
Keterangan:
adalah smoothed Polar Obstacle Density.

3.

Penambahan kurva parabola w pada polar histogram, dimana kurva w merupakan representasi dari arah
masukan yang diinginkan pengguna, seperti yang dapat dilihat pada Gambar L1.

4.

Didapat keluaran berupa arah gerak wahana berdasarkan algoritma MVFH, dan polar histogram.

3.Perancangan Sistem
A

Ilustrasi Sistem
Wahana gerak mandiri ini terdiri dari enam buah modul, yaitu modul sensor ultrasonik, modul pemetaan,

modul estimasi posisi, modul penghindar rintangan, modul perencana jalur, dan modul pengendali motor.
Masing-masing modul memiliki fungsi masing-masing, dan saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga
membentuk sistem pengendalian untuk kursi roda mandiri.
B

Arsitektur E-CHAIR
Secara keseluruhan, arsitektur

E-CHAIR ini memiliki dua macam mode, yaitu mode mandiri dan

semimandiri. Kedua mode ini memiliki perbedaan pada seberapa besar pengaruh pengguna dalam
penggunaannya. Arsitektur E-CHAIR dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada mode mandiri, pengguna hanya memberikan masukan berupa titik tujuan yang ingin dicapai, dan
dalam pelaksanaannya wahana sendiri yang akan bekerja untuk membawa wahana ke titik tujuannya. Sedang
pada mode semimandiri pengguna menentukan sendiri arah pergerakan yang diinginkan, dan wahana hanya akan
melakukan gerak menghindari rintangan apabila ternyata pada
arah yang dituju oleh pengguna terdapat rintangan.

220

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 4 Arsitektur kursi roda mandiri E-CHAIR

221

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Spesifikasi E-CHAIR
Kursi roda mandiri E-CHAIR memiliki sketsa seperti terlihat pada Gambar 5. Spesifikasi E-CHAIR

ditunjukkan pada Tabel 2.

Gambar 5 Kursi roda mandiri E-CHAIR

Tabel 2 Spesifikasi E-CHAIR


Spesifikasi

Keterangan

Panjang maksimum

115 cm

Lebar kursi roda

70 cm

Tinggi total kursi roda

90 cm

Lebar tempat duduk

43 cm

Tinggi tempat duduk dari tanah

50 cm

Tinggi sandaran tangan dari tempat duduk

25 cm

Panjang tempat duduk

40 cm

Tinggi sandaran

40 cm

Diameter roda belakang

40 cm

Diameter roda depan

12 cm

Berat kursi roda

65 kg

Kecepatan maju

25 rpm

Kecepatan berputar

10 rpm

Berat pengguna

0 - 100 kg

Sensor ultrasonik

13 pasang

Kamera
Rotary encoder
Motor DC
Sumber energi

1 buah
1 buah (1000 pulsa / putaran)
2 buah (120W / 12V)
Aki 12V / 45Ah
Aki 12V / 5Ah

222

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Prosesor 600MHZ
RAM 256 MB
Laptop (minimum)

Hard-disk 4 GB
Sistem operasi Windows XP
service pack 2

Metode pergerakan

dual differential drive

Mode operasi

Mandiri, semimandiri
Franklin Software

Perangkat lunak

Proview32,
Microsoft Visual Studio 2005
(C#)

Perancangan Modul
Perancangan modul penghindar rintangan dibagi menjadi 3 yaitu perancangan perangkat lunak untuk

pengambilan data, pengolahan data, dan penghasil keputusan. Langkah kerja modul penghindar rintangan dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir proses umum penghindar rintangan

223

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Perangkat Lunak Pengambilan Data


Modul penghindar rintangan melakukan pengambilan data berupa peta lokal dari modul pemetaan. Data

yang diambil tersebut ditempatkan pada array dua dimensi sebagai bentuk cartesian histogram grid, sedang nilai
indeks dari elemen-elemen pada array ini berfungsi sebagai koordinat x dan y pada histogram grid. Array ini
merupakan berukuran 101 x 101 kisi, sehingga pengambilan data lingkungan sekitar wahana dilakukan sebesar
50 kisi dari titik koordinat wahana.
F

Perangkat Lunak Pengolahan Data


Pada bagian ini, data peta lokal yang semula disimpan pada array dua dimensi diolah menjadi data

histogram polar. Kemudian dilanjukan dengan proses smoothing. Setelah proses di atas, selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data masukan pengguna, dimana terdapat empat macam masukan yaitu : masukan arah
maju, masukan arah mundur, masukan arah berputar ke kiri, dan masukan arah berputar ke kanan.
Setiap masukan akan menghasilkan kurva parabola w yang berbeda, dan selanjutkan dilakukan
penambahan kurva total beban dengan kurva parabola w sehingga akan diperoleh kurva keluaran s. Dari kurva
keluaran s, dicari arah (sektor) yang memiliki nilai kepadatan rintangan minimum, sektor tersebut merupakan
arah terbaik yang akan dipilih sebagai keluaran dari sistem.
G

Perangkat Lunak Pengambil Keputusan


Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode MVFH, selanjutnya akan dihasilkan keluaran

berdasarkan hasil pengolahan data tersebut. Keluaran yang dihasilkan berupa perintah yang selanjutnya akan
dikirim ke modul pengendali motor. Terdapat lima macam perintah yaitu maju, mundur, kiri, kanan, dan
berhenti. Perintah berhenti merupakan perintah standar, setiap perulangan proses pada sistem perintah akan
kembali diatur menjadi perintah berhenti. Keluaran yang dihasilkan sangat tergantung dari masukan yang
diberikan.
Diagram alir secara rinci dari metode MVFH dapat dilihat pada Gambar L2, Gambar L3, dan Gambar L4.

4.Pengujian Sistem
A

Pengujian Modul Penghindar Rintangan


Pengujian modul penghindar rintangan bertujuan untuk mengetahui apakah perangkat lunak modul

penghindar rintangan yang akan digabungkan ke dalam wahana sudah dapat bekerja dengan baik. Pada
pengujian ini juga akan dibandingkan antara metode MVFH yang digunakan pada E-CHAIR dengan metode
VFH yang pernah digunakan pada penelitian sebelumnya. Pengujian dilakukan pada komputer dengan prosesor
Intel Pentium Core 2 Duo T7500 2,20 GHz dan memori DDR2 2048 MB dengan melakukan simulasi. Compiler
yang digunakan adalah Microsoft Visual Studio 2005 (C#).
B

Pengujian dengan Bantuan Modul Pemetaan


Simulasi modul penghindar rintangan dilakukan dengan peta simulasi yang diterima dari modul

pemetaan. Pada simulasi ini tetap diperlukan masukan dari pengguna berupa arah tujuan pergerakan, dan modul
penghindar rintangan akan menentukan apabila arah tersebut aman atau tidak untuk dilalui. Diagram blok
pengujian dapat dilihat pada Gambar 7.

224

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 7 Diagram blok pengujian


Modul simulasi pada Gambar 7 dibuat untuk menggantikan modul-modul yang belum tergabung, modulmodul tersebut adalah modul sensor ultrasonik, modul estimasi posisi, dan modul motor. Akibatnya modul
simulasi harus mampu menghasilkan data yang dibutuhkan oleh modul pemetaan, dan mengolah hasil keluaran
dari modul penghindar rintangan.
B.1

Pengujian secara umum


Pengujian dilakukan dengan melakukan simulasi pada personal computer (PC). Pengujian modul

penghindar rintangan akan menerima data rintangan dari modul pemetaan. Pada pengujian ini, wahana akan
digerakkan dari titik tengah peta simulasi, dan bergerak mengelilingi peta.

Gambar 8 Pengujian secara umum


Pada Gambar 8 diperlihatkan pergerakan wahana yang dimulai dari tengah peta kemudian bergerak ke
bawah dan mengelilingi peta. Dari pengujian ini, terlihat bahwa kedua metode mampu menggerakkan wahana
pada jarak yang cukup aman dari rintangan-rintangan dan pergerakan yang dihasilkan juga hampir selalu
mengikuti masukan dari pengguna, kecuali pada beberapa titik dimana arah masukan tidak memungkinkan untuk
dilewati.
B.2

Pengujian berjalan mundur secara simulai


Pada pengujian ini, E-CHAIR akan diberikan masukan arah mundur oleh pengguna. Melalui pengujian ini

diharapkan E-CHAIR dapat terus berjalan mundur selama diberi masukan mundur dan tidak terdapat rintangan
di belakang. Akan tetapi bila terdapat rintangan di belakang, E-CHAIR tidak dapat bergerak mundur walaupun
diberi masukan mundur.

225

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Rintangan di
belakang
E-CHAIR
Gambar 9 Pengujian berjalan mundur
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa E-CHAIR dapat digerakkan mundur selama tidak terdapat rintangan
di belakang E-CHAIR. Tetapi apabila terdeteksi adanya rintangan di belakang E-CHAIR, maka E-CHAIR tidak
dapat bergerak mundur.
B.3

Pengujian celah sempit secara simulasi


Pengujian akan dilakukan terhadap dua macam celah sempit, yaitu celah sempit yang cukup lebar untuk

dilewati wahana, dan celah sempit yang terlalu kecil untuk dilewati wahana.

B.3.1 Celah sempit yang dapat dilewati


Pada pengujian ini, wahana akan dihadapkan pada celah sempit yang dapat dilewati. Melalui pengujian
ini diharapkan wahana dapat melalui celah sempit dengan baik (tanpa berbelok-belok ketika melewati celah
sempit).

Gambar 10 Pengujian celah sempit yang dapat dilewati

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa baik dengan metode MVFH maupun dengan metode VFH wahana
dapat melewati celah sempit. Akan tetapi, pada metode VFH wahana akan bergerak berbelok-belok ketika
melewati celah sempit, sedang pada metode MVFH wahana dapat bergerak lurus ketika melewati celah sempit.

226

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

B.3.2 Celah sempit yang tidak dapat dilewati


Pada pengujian ini wahana akan dihadapkan pada celah sempit yang terlalu kecil untuk dilewati wahana,
seperti yang ditunjukkan Gambar 11. Melalui pengujian ini diharapkan wahana dapat menghindar ketika
dihadapkan pada celah sempit tersebut.

Lingkaran
merah
menandakan
celah sempit
yang tidak dapat
dil
i h
Gambar 11 Celah sempit yang tidak dapat dilalui wahana

Gambar 12 Pengujian celah sempit yang tidak dapat dilewati


Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa kedua metode sama-sama akan membuat wahana bergerak
menghindari celah sempit tersebut ketika jarak antara wahana dan celah tersebut sudah kurang dari jarak aman.
Namun kedua metode tersebut akan menghasilkan arah penghindaran yang berbeda.
Dari beberapa macam pengujian pada komputer, dapat diperoleh data-data hasil pengujian seperti yang
ditunjukkan pada Tabel L1.
B.4

Pengujian Melewati Koridor pada Sistem Kursi Roda Mandiri E-CHAIR


Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat kemampuan metode MVFH dalam melewati koridor.

Gambar 13 menunjukkan kondisi lingkungan pengujian melewati koridor.

Titik Awal
1,35 m

Rintangan
1,8 m
Titik Akhir

227

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 13 Kondisi lingkungan pengujian melewati koridor

Pada pengujian ini, E-CHAIR diarahkan oleh pengguna untuk masuk dan melewati suatu koridor.
Diharapkan, E-CHAIR dapat melewati koridor dengan gerakan yang lurus.
Dari hasil pengujian, E-CHAIR dapat memasuki koridor, dan melewati koridor tanpa berbelok-belok
hingga mencapai titik akhir. Hasil pengujian ditampilkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil pengujian melewati koridor

Pengujian E-CHAIR

C.1

Pengujian mode mandiri


Pada bagian ini, dilakukan pengujian terhadap mode mandiri pada E-CHAIR. Tujuan dari

pengujian ini adalah untuk melihat kemampuan mode mandiri dalam mengantarkan pengguna
E-CHAIR ke titik tujuan secara aman. Pengujian mode mandiri terdiri dari 4 bagian yaitu berjalan
tanpa perubahan jalur d an berjalan dengan perubahan jalur yang dilakukan tanpa dan dengan
menggunakan landmark.
Pada pengujian berjalan tanpa perubahan jalur dan tanpa landmark, titik tujuan kursi roda terletak pada
jarak 2,5 meter di depan kursi roda. Hasilnya, kursi roda mampu mengantarkan pengguna ke titik yang berjarak
4 pixel dari titik tujuan. Gambar 15 memperlihatkan keadaan awal E-CHAIR sebelum melakukan perjalanan dan
keadaan akhir sesudah mencapai tujuan.

Gambar 15 Hasil pengujian jalan lurus tanpa perubahan jalur dan tanpa landmark

Pada pengujian berjalan dengan perubahan jalur dan tanpa landmark, titik tujuan diberikan 4,25 m lurus
di depan kursi roda mandiri. Kemudian modul perencana jalur melakukan pembuatan rencana jalur menuju titik
tujuan. Akan tetapi dalam per-jalanannya, terdeteksi sebuah halangan yang terletak pada jarak 2,25m dari titik
awal. Hal ini membuat modul perencana jalur harus melakukan perubahan rencana jalur dengan cara memutari
rintangan tersebut. Gambar 16 memperlihatkan keadaan awal sebelum E-CHAIR melakukan per-jalanan menuju
titik tujuan dan keadaan akhir sesudah mencapai tujuan. Posisi akhir E-CHAIR berada 48 cm di depan titik
tujuan seharusnya dan 50 cm di sebelah kanan titik tujuan seharusnya dengan pe-nyimpangan orientasi arah 12.
Ini terjadi karena landmark tidak digunakan sehingga penyimpangan odometry terakumulasi sepanjang
perjalanan E-CHAIR.

228

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 16 Hasil pengujian berjalan dengan perubahan jalur dan tanpa landmark

Pada pengujian berjalan tanpa perubahan jalur dan dengan landmark, posisi awal E-CHAIR berada pada
daerah landmark pertama (258,251) dan posisi tujuan merupakan titik pusat daerah landmark kedua (200,250).
Gambar 17 mem-perlihatkan keadaan awal E-CHAIR sebelum melakukan perjalanan dan keadaan akhir sesudah
mencapai tujuan. Sepanjang perjalanan, modul estimasi posisi memperbaiki posisi dan orientasi hasil
perhitungan odometry dengan menggunakan metode landmark. Pada keadaan akhir, posisi E-CHAIR mengalami
penyimpangan 5 cm dari titik tujuan seharusnya.

Gambar 17 Hasil pengujian berjalan tanpa perubahan jalur dan dengan landmark
Pada pengujian berjalan dengan perubahan lingkungan dan dengan landmark, posisi awal E-CHAIR
berada pada daerah landmark pertama (263,260) dan posisi tujuan yang akan dicapai berada pada daerah
landmark kedua (201,240). Pada awalnya, E-CHAIR membuat rencana jalur seperti yang terlihat pada Gambar
18. Kemudian dalam perjalannya terdeteksi sebuah rintangan di depan E-CHAIR, sehingga modul perencana
jalur harus mengubah rencana jalur awal agar tetap dapat mengantarkan pengguna menuju titik tujuan. Modul
perencana jalur mempertimbangkan semua kemungkinan jalur yang dapat dilewati, yang akhirnya diperoleh jalur
dengan cara memutari halangan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18. Pada keadaan akhir, secara
perangkat lunak posisi E-CHAIR berada pada koordinat (201,239). Pada keadaan sebenarnya, posisi E-CHAIR
berada pada 5 cm di sebelah kanan titik tujuan dan 15 cm di bawah titik tujuan seharusnya. Orientasi robot baik
pada perangkat lunak maupun pada keadaan sebenarnya sesuai, yaitu pada 68. Penyimpangan masih terjadi
karena faktor kesalahan dari pembacaan landmark dan karakteristik dari motor yang tidak dapat langsung
berhenti saat diberikan perintah untuk berhenti.

Gambar 18 Hasil pengujian berjalan dengan perubahan jalur dan dengan landmark

229

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

C.2

Pengujian mode semimandiri


Pada pengujian ini, kursi roda akan menggunakan mode semimandiri dan dijalankan oleh penggunanya

untuk mencapai suatu titik tujuan. Melalui pengujian ini diharapkan baik modul penghindar rintangan dapat
mengikuti arah pergerakan yang diinginkan pengguna dengan tetap menghindari rintangan yang ada. Selain itu
diharapkan pada pengujian ini masing-masing modul dapat bekerja dengan baik dan akan menciptakan sistem
kursi roda mandiri yang baik.
Jarak titik mulai dan titik tujuan kurang lebih sejauh lima meter. Dan pada jarak kurang lebih 3.5 meter
dari titik mulai pengujian diletakkan sebuah rintangan, sehingga untuk mencapai titik tujuan kursi roda harus
mampu melakukan manuver peng-hindar rintangan. Peta pengujian dapat dilihat pada Gambar 19a.
Ketika kursi roda berada pada jarak kurang lebih 2 meter dari titik mulai, kursi roda mendeteksi halangan
di depannya. Karena pada sebelah kiri kursi roda juga dideteksi adanya rintangan, maka arah penghindaran yang
dipilih adalah ke arah kanan. Gambar 19b menunjukkan arah peng-hindaran wahana.
Kemudian pengguna berjalan lurus ke arah kanan peta untuk memutari halangan. Lalu pengguna
mengubah arah E-CHAIR menuju ke titik tujuan, akan tetapi karena pada arah tersebut terdeteksi halangan di
depannya, kursi roda kembali melakukan manuver penghindaran rintangan ke arah atas seperti yang ditunjukkan
Gambar 4.19c. Baru dari titik tersebut, E-CHAIR dapat diarahkan oleh pengguna secara manual hingga
mencapai titik tujuan yang diinginkan.
Dari hasil pengujian kursi roda berhasil mencapai titik tujuan, dan mengarahkan pengguna apabila pada
arah masukan yang diinginkan pengguna terdeteksi adanya rintangan. Gambar 20 menunjukkan peta dan jalur
hasil pengujian.

230

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

rintangan

titik
tujuan

titik
5m

3.5 m

(a)

wahana

wahana titik
tujuan
2m

titik awal

(b)

titik awal

(c)

titik awal

Gambar 19 Peta pengujian mode semimandiri

Gambar 20 Peta dan jalur hasil pengujian

5.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1.

Metode MVFH lebih sesuai dibanding metode VFH untuk diimplementasikan dalam mode semimandiri
pada kursi roda mandiri E-CHAIR.

2.

Tingkat kelengkungan kurva parabola w (masukan pengguna) akan mempengaruhi karak-teristik dari
keluaran sistem penghindar rintangan.

3.

Pada mode mandiri, E-CHAIR mampu mengantarkan pengguna ke titik tujuan pada kondisi lingkungan
yang statis maupun lingkungan yang dinamis, namun masih terdapat penyimpangan posisi E-CHAIR
yang sebenarnya dengan posisi titik tujuan yang diinginkan.

4.

Pada mode semimandiri, E-CHAIR dapat melakukan penghindaran rintangan apabila arah tujuan
pengguna merupakan daerah yang tidak aman. Arah penghindaran rintangan yang dipilih adalah arah
yang dianggap merupakan daerah teraman.

231

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Daftar Pustaka
1

Batan, I M. L. 2006. Pengembangan Kursi Roda Sebagai Upaya Peningkatan Ruang Gerak Penderita
Cacat

Kaki,

Jurnal

Teknik

Industri

(online),

Vol.

8,

No

2,

(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ind/article/viewPDFInterstitial/ 16549/16541, diakses 26 Mei


2009).
2

Borenstein, J., Koren, Y. 1991. The Vector Field Histogram Fast Obstacle Avoidance for Mobile
Robots, (online), (www-personal.umich.edu/~johannb/Papers/paper16.pdf, diakses tanggal 7 Mei 2009).

Nugroho, E. P. 2005. Penggunaan Algoritma Vector Field Histogram pada Perangkat Bantu Tunanetra.
Tugas Akhir. Jakarta: Fakultas Teknik Unika Atma Jaya.

Rasheed, F. 2006. Programmers Heaven: C# School, 1st ed. Fuengirola: Synchron Data.

Rippun, F. 2004. POEMAV SISKOG SUNDR 05 Pengembangan Model Enjiniring Wahana Gerak
Mandiri. Tesis Magister Teknik. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Simpson, R., et al. 1995. The NavChair Assistive Navigation System, (online), (www.cs.unc.
edu/~welch/class/mobility/papers/NavChair.pdf, diakses tanggal 29 April 2009).

Wille, C. 2000. Presenting C#. Indianapolis: Sams Publishing.

Vibhu O. Mittal, et al. 1998. Assistive Technology and Artificial Intellegence, (online),
(http://books.google.com/books?id=u_LpTAW7SAcC&printsec= frontcover#v=onepage&q=&f= false,
diakses tenggal 14 November 2009).

232

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENGEMBANGAN ROKET KORINDO 2010 SEBAGAI PELUNCUR MINI UAVSURVEILANCE


Oleh :
Gunawan S Prabowo *)
*) Peneliti Madya Bidang Missile dan Kendaraan Ruang Angkasa, Pusat Teknologi Terapan Dirgantara, LAPAN, Rumpin
Abstrak
Dalam situasi perang, informasi detil tentang kondisi musuh sangat diperlukan, salah satu cara terkini
mengetahui kondisi musuh dengan cara yang cukup murah adalah dengan menerbangkan pesawat tanpa awak
atau UnManned Aerial Vehicle (UAV). Berbagai UAV telah dikembangkan oleh banyak negara, dari yang
berukuran besar hingga bobot dalam orde kilogram (mini UAV), dari UAV yang bergerak dengan altitude yang
tinggi hingga UAV dengan ketinggian rendah dan sedang.
LAPAN mempunyai beberapa produk roket, produk roket yang cukup sederhana adalah roket RUM (
Roket Uji Muatan ) dengan diameter 70 mm ,mempunyai ketinggian terbang hingga 800 m, mampu membawa
muatan dengan berat 1-2 kg, mempunyai sistem separasi muatan. Roket ini digunakan untuk lomba antar
universitas yang terkenal dengan Kontes Roket Indonesia ( KORINDO ).
Roket ini telah mengalami perubahan desain sesuai dengan kebutuhan lomba muatan yang ada. Saat
ini dengan perlombaan yang mengarah pada muatan kendali yang dikombinasikan dengan telemetri dan
telekommand. Muatan yang dapat dibawa berukuran panjang 30 cm, lebar 10 cm, berat 1-2 kg, roket ini akan
separasi pada ketinggian 400 m
Dalam paper ini akan disajikan sebuah ide alternative untuk memanfaatkan Roket KORINDO 2010 yang
telah dimodifikasi, untuk dijadikan alat peluncur Mini UAV dengan
muatan Kamera dan system penggerak
propeller dengan misi surveillance tingkat awal.
Mini UAV ini diharapkan akan terbang dengan ketinggian 400 m, dengan radius 1-2 km, dengan masa
terbang lebih kurang 30 menit. Aplikasi ini sangat membantu untuk mengetahui kondisi musuh dalam waktu yang
singkat, system surveillance ini dapat dioperasikan dengan mudah. Dapat dibawa dengan mudah (portable) , Mini
UAV ini bisa digunakan untuk melakukan pengamatan sesaat, guna penyusunan strategi dan dalam sekelompok
kecil prajurit.
Kata Kunci :mini UAV, surveilance mission, propeler, portable

1. Pendahuluan
Dalam rangka memasyarakatkan teknologi kepada masyarakat, khususnya para generasi muda dan
mahasiswa, LAPAN dalam beberapa tahun ini telah mengadakan lomba muatan roket dengan nama KORINDO
atau Kontes Roket Indonesia.
Dalam Kontes ini Mahasiswa akan membuat muatan dan LAPAN menyediakan wahana terbang roket,
diharapkan dengan muatan tersebut mahasiswa dapat mengetahui perilaku dan dinamika terbang serta system
operasi roket. Untuk melayani hal tersebut LAPAN menyediakan wahana roket yang berukuran cukup kecil
yaitu RX-70 Roket Uji Muatan (RUM), Roket ini berdiamter 70 cm dan panjang sekitar 1 meter dengan berat
total kurang lebih 5 kg.[4]

233

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 1.1 Muatan Roket dan Roket RX-70 [4]


Pada perkembangan selanjutnya lomba ini terus berlangsung bahkan didukung oleh Kementrian Pendidikan
Nasional ( Diknas ) dan dari tahun ke tahun peserta lomba muatan roket ini terus bertambah.
2. Roket Korindo 2010
Pada tahun 2010 ini, pelaksanaan Korindo telah menginjak tahun ke 4, tema yang diusung dalam
laomba kali ini adalah Homing Payload Roket. Payload Roket (RUM: Roket Uji Muatan) untuk pengukuran
parameter meteorologi yang mampu kembali ke HOME setelah roket diluncurkan dan payload terpisah dari
roket peluncur[1].
Untuk mengakomodasi hal tersebut maka Roket RUM-70 yang biasanya digunakan untuk lomba
telemetry, diubah bentuk dan spesifikasinya menjadi Roket Korindo 2010, roket ini telah berubah bentuk
menjadi sbb :

Gambar 2.1 Roket Korindo 2010 [2]


Data teknis roket ini adalah sbb :
- Panjang Roket: 1230 mm

234

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

- Diameter Roket: 76 mm
- Berat Roket: 4.6 kg
- Propelan: Komposit
- Daya Dorong: 30kgf
- Ketinggian: 600 m
- Berat Muatan: 1kg
- Dimensi Muatan: diameter 100 mm, tinggi 200 mm
- Recovery: 2 parasut
- Bahan Tabung: PVC
Dengan data tersebut roket mempunyai trayektori terbang sbb[1] :

Gambar 2.2 Trayektori Terbang Roket Korindo 2010 [1]


Dengan trayektori demikian, maka payload mahasiswa akan dilepas pada ketinggian sekitar 500 m s/d 600 m
Secara 3 dimensi roket korindo 2010 dapat digambarkan sbb :

Gambar 2.3 Komponen Roket Korindo 2010 [2]


Roket tersebut kini mempunyai kompartemen payload yang lebih besar dengan ukuran diameter 10 cm dan
panjang 30 cm, diharapkan dengan ukuran tersebut payload yang dapat dimuat bias lebih besar.

235

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3. UAV
Dalam perkembangan yang lain, teknologi pesawat tanpa awak ( UnManned Aerial Vehicle) atau lebih
dikenal dengan UAV telah berkembang pesat. Aplikasinya sangat luas, baik untuk keperluan sipil maupun
militer, dalam keperluan sipil misalnya dapat dipergunakan untuk monitoring, pemetaan, geografik, dan lain
sebagainya, Sementara dalam bidang militer, penggunaan UAV lebih ditekankan pada kemampaun pengintaian,
surveillance dan deteksi kondisi musuh dalam situasi perang.
Dalam perkembangannya, ada beberapa terminology UAV, yaitu yang bersifat High Speed dan Low
Speed, maupun dalam terminology tinggi dan rendahnya terbang yaitu High Altitude, Medium Altitude maupun
yang Low Altitude. Disamping itu ada juga dikembangkan Tactical Un Manned Aerial Vehicle, pesawat ini
banyak digunakan dalam perang Afganistan, Irak maupun didalam jajaran pasukan Amerika Serikat, berikut
adalah gambaran Tactical UAV (TUAV) yang ada[3] :

Gambar 3.1 Contoh beberapa TUAV


TUAV ini mempunyai persyaratan teknis berkiar sebagai berikut :
-

Mission : Surveillance

Lama Terbang : +/- 30 menit

Ketinggian 300 m s/d 400 m

Berat 1-2 kg

Power : Baterrey

Payload : Micro video/Camera

Panjang +/- 30 s/d 40 cm

Lebar sayap +/- 30 cm s/d 40 cm


Operasinya akan meliputi pengamatan singkat ( short time surveillance ), pengamatan perimeter,

pengamatan convoy dalam system kecil yang dipersyaratkan sangat mudah dibawa (portable)[3]. Dalam
operasinya dapat dilakukan oleh 2 anggota pasukan, dengan peralatan berupa laptop untuk mengimplementasi
dan mengolah data visual. Saat ini, operasi peluncuran TUAV dilakukan dengan manual, seperti halnya
aeromodelling, yaitu dengan dilempar oleh seorang prajurit agar pesawat ini terbang menjalankan misi. Berikut
adalah peralatan 1 paket TUAV :

236

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 3.2 System TUAV


4. Roket Korindo Sebagai Peluncur Tuav
Dengan mengamati performance roket Korindo 2010 dan sistem operasi TUAV, ada beberapa titik temu secara
engineering operation requirement ,yaitu :
1.

Kemampuan Roket Korindo 2010 meluncurkan sistem payload

2.

Kebutuhan operasi TUAV yang membutuhkan peluncur yang mampu meningkatkan dan memperlama
terbang untuk menjalankan misinya.

Dari 2 aspek tersebut, dua system ini dapat digabung untuk mendapatkan system sutveillance dengan TUAV
yang lebih optimal dengan peluncur Korindo 2010.
Dengan demikian roket korindo 2010 ini dapat dimuati dengan TUAV, hipotesanya adalah : System
gabungan ini dapat meningkatkan performance TUAV dalam menjalankan misi pengintaian dengan
memperpanjang waktu pengintaian, disebabkan peluncur yang lebih tinggi. Sehingga data yang didapat lebih
banyak dan lengkap.
4.1 Muatan TUAV
Untuk mendukung pengembangan system tersebut, maka perlu dipertimbangkan untuk melengkapi
TUAV dengan system camera yang bagus, berikut adalah system camera yang dapat digabung ke TUAV :

Gambar 4.1 System Camera TUAV


Spesifikasinya adalah sbb :
-

NTSC 1/3 - 2:1 Inter lace CCD Image sensor

237

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

40 Horizontal FOV

Operating Voltage of 12V DC (+-10%)

Current consumption of 100mA

High resolution of 600 TV lines


795(H) x 596(V)

0.0003 Lux max.

S/N ratio: better than 45 dB

Auto Shutter: 1/50sec 1/100,000 sec

Operating temp of -10C - +50C

Spesifikasi ini dilengkapi dengan kemampuan kontrol pada kamera yang mampu berputar secara horisontal
sebesar 360 sehingga akan mengoptimalkan proses pengamatan yang dilakukan. Disamping kamera payload ini
tentu dilengkapi dengan sistem batery dan antena untuk komunikasi dan mengirimkan gambar ke ground support
yang system nya juga merupakan sistem ringan dan bersifat mudah dibawa ( portable ).
4.2 Sistem Spacecraft ( TUAV)
Hal lain yang dikembangkan adalah TUAV, persyaratan desain nya adalah mememnuhi kondisi
kompartemen dari Korindo 2010, yaitu diameter 10 cm dan panjang 30 cm. Disamping itu, untuk meningkatkan
waktu terbang, maka untuk mendapatkan wingspan (lebar sayap) yang cukup untuk melakukan glider,
persyaratan desainnya mensyaratkan sayap yang dilipat. Berikut adalah gambaran spesifikasi awal TUAV :

Dengan spesifikasi awal :


-

Flight Time

: 30

Payload

: max 0.5 kg

Whole spacecraft

: max 1.5 kg

Payload Mission

: Surveillance

Comm.

: TBD

Radius

: min 1 km

Sensor

: micro video

color
Engine

: Battery

Dengan spesifikasi tersebut misi pengintaian dapat dilakukan cukup leluasa yaitu selama 30 dalam radius yang
cukup luas yaitu 1 km hingga 2 km. Akan menarik jika TUAV ini juga mempunyai kemampuan Homing Base.

238

ISSN 977.2086796.00.2

5.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Kesimpulan
Telah disampaikan ide tentang menggabungkan kemampuan roket korindo dengan payload berupa Mini

UAV. Payload ini mempunyai misi short surveillance dalam bentuk color video visual. Dengan resolusi 2 m.
Pengembangan roket Korindo 2010 sebagai peluncur Mini UAV mempunyai peluang diaplikasikan untuk
operasi militer, khususnya untuk para komando dalam hal misi pengintaian. Ide ini masih dalam taraf awal
desain dan pengembangan. Hal-hal yang perlu dikerjakan lebih lanjut ( future work ) adalah :
-

Persyaratan payload mini UAV harus ditambahkan dengan faktor system separasi yang lebih halus (
smooth separation ),

System kompartemen yang lebih menjamin pelepasan muatan,

Pembahasan algoritma operasi system payload, mulai dari pelepasan hingga kemampuan homing
system ,

System peluncur yang portable dan dapat dioperasikan dengan sedikit prajurit.

Daftar Pustaka
1.

Anonimus, Endra Pitowarno and The Team Rule Book Korindo 2010 , DP2M, Dikti, 2010

2.

Tengku Icwan, Yudha Agung, dkk. Dokumen Teknis Roket Korindo 2010 Pusat Teknologi Terapan
Dirgantara, 2010

3.

James R Claper, Jr, etc Un Manned System Roadmap 2007-2032 Office of Secretary of Defense
Roadmap System, 2007

4.

Anonymus, Laporan Bidang Teknologi Instrumentasi Wahana Dirgantara 2007 Pusat Teknologi
Terapan Dirgantara, 2007

5.

Burt Camera System, Technical Note of Camera/Micro Camera . 2010

Tanya Jawab
Pertanyaan (Sarwani)
Apakah UAV dapat digunakan untuk mennggantikan peran helicopter dalam memantau arus mudik
Jawaban
UAV sangat mungkin digunakan sebagai pemantau arus mudik, karena biaya pembuatan sangat murah
dengan tingkat resiko minimal, juga awal penggunaan UAV adalah untuk system pelacakan.
Pertanyaan (Sudiro)
Apakah roket KORINDO termasuk roket balistik atau kendali.
Jawaban
Roket KORINDO termasuk roket balistik karena hanya sebagai wahana peluncur saja..

239

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pertanyaan (Suwoto)
Pemanfaatan mini UAV untuk penanganan gempa dan mitigasi bencana alam
Jawaban
:
UAV telah berkembang tidak hanya dalam bentuk pesawat, namun juga dapat sebagai kendaraan
pencari jejak, sehingga sangat mungkin digunakan untuk membantu penanganan gempa atau bencana alam.
Namun untuk penanganan gempa maka diperlukan tambahan IR thermal sensor.

240

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ANALISA KEKUATAN STRUKTUR SATELIT INASAT-1 TERHADAP GANGGUAN


LINGKUNGAN ANTARIKSA
Oleh :
Gunawan S Prabowo
Abstrak
Satelit INASAT-1 ( Indonesian Amateur Satelit-1) adalah sebuah proyek pertama dalam
pengembangan satelit micro/nano di LAPAN dan mungkin di Indonesia serta berorientasi pada
eksperimen sub system, Paper ini akan menganalisa sejauh mana kualitas struktur INASAT-1 dari
sisi desain dan tingkat ketahanan terhadap gangguan lingkungan antariksa . Kesimpulan dari
analisa ini akan menjadi justifikasi dalam menilai kualitas struktur INASAT-1 khususnya dalam
melindungi komponen elektronik di dalamnya dan ketahanan struktur tersebut dalam menghadapi
kondisi lingkungan antariksa.

Kata Kunci :Inasat, Struktur,lingkungan antariksa

241

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Pendahuluan
Pada akhir tahun 2008, LAPAN telah menandatangani kesepakatan dengan ORARI ( Organisasi Radio

Amatir Indonesia ) untuk membangun sebuah satelit yang merupakan cikal bakal satelit eksperimen komunikasi,
satelit ini merupakan satelit komunikasi suara (voice) yang sederhana, berbasis pada frekuensi UHF/VHF.
Sejak pertemuan awal pada Agustus 2008 hingga penandatangan MOU, satelit yang akan dikembangkan
untuk keperluan tersebut adalah satelit INASAT-1.
Alasan pemilihan tersebut, secara teknis didasarkan pada tingkat kesederhanaan system Inasat-1 sebagai
satelit eksperimen, dimana persyaratan terbang sebuah satelit komunikasi eksperimen tidak terlalu membutuhkan
pengendalian sikap yang kritis dan akurat, kontak dengan stasiun bumi yang tidak dipersyaratkan dalam jangka
yang cukup lama, dan secara non teknis ada kesamaan semangat kemandirian yang tinggi antara ORARI dan
Tim Inasat-1.
INASAT-1 merupakan awal sejarah persatelitan di LAPAN, jauh sebelum satelit LAPAN-TUBSAT
diterbangkan, Sejarah INASAT-1 dimulai dari program Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara tahun 2002,
kemudian berlanjut hingga tahun 2005, yang secara program berada dalam kelompok kegiatan Riset Unggulan
Kemandirian Kedirgantara LAPAN ( RUKK )
Sejak awal INASAT-1 mempunyai misi untuk melakukan eksperimen uji coba manufaktur subsistem
satelit, sehingga satelit ini dapat dikatakan sebagai demonstration satellite technology . Misi ini diyakini
sebagai salah satu pintu gerbang menuju kemandirian teknologi satelit, sebagaimana telah terbukti dan berani
dilakukan oleh Korea Selatan, sehingga ketergantungan terhadap dunia luar dapat dikurangi secara signifikan.
Misi ini jelas akan menjadi indikator tingkat penguasaan teknologi yang semakin baik, bukan hanya sebatas
kemampuan integrasi namun juga lebih pada verifikasi teknologi, khususnya pada level desain, integrasi,
pengembangan sub system, manufacturing dan tentu untuk mengetahui kemampuan nasional dalam system
produksi dan dukungan terhadap riset satelit.
2.

Sistem Inasat-1
Sesuai dengan konfigurasi yang terakhir INASAT-1 mempunyai spesifikasi sbb :
Tabel 2.1 : Spesifikasi Inasat-1
PARAMETER

MISSION

SPECIFICATIONS
Data

Communication:

APRS, Voice; Test Satellite;


Flight dynamic study
ORBIT

LEO-NEO,

Altitude

876 km

Inclination

10o

242

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

AODCS
Sensor
Actuator
Strategy

1 Magnetometer; 3 gyro; 1
GPS
3 Magnetictorquer
Automatic

3-axes

stabilization and control


Communication
Function

TTC, APRS, Voice repeater

Frequency

VHF 144 MHz U/L


UHF 435.200/435.400 MHz

Hardware

D/L
4 antenna UHF, 1 antenna
VHF turnstile ; VHF as
receiver

Data Speed

and

UHF

as

transmitter

Communication module for


TTC, APRS Voice
1200 kbps
POWER
Solar Panel

6 panel, body mounted; GaAs eff 25%; Power maks. /


panel 25 W

Baterry

2 pack (@ 4 buah tiap pak)


Capacity 30 - 40 watt @
pack

OBDH
Function

Data

acquisition

and

Telemetry

STRUCTURE
Shape / Size
Material

Hexagonal, 340 x 340 x


370 mm

243

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Box

Al 6061 T6

Treatment

Coating, anodizing

Massa

~ 30 kg

THERMAL
Strategy

3.

Passive thermal control

Struktur Inasat

3. 1. Trade Studies
3. 1. 1. Pemilihan Model
Salah satu persyaratan dari definisi misi adalah tidak adanya kendali terhadap attitude satelit, alias
kendali pasif. Untuk itu struktur harus mampu mengatasi ganguan yang akan mengubah attitude tersebut. Salah
satu cara adalah memodelkan struktur dalam bentuk dumble di mana konsentarsi massa berada pada ujung-ujung
satelit seperti halnya dumble. Struktur luar bisa berupa balok, silinder, atau heksagonal.

Gambar 3-1. Sistem dumble mass


Sementara dalam pemilihan bentuk, dilakukan atas dasar berbagai pertimbangan sbb :
Tabel 3-1. Perbandingan beberapa bangun untuk INASAT-1
Bentu

Kestabilan

(model)

Luas

Kemudahan

permukaan

manufaktur

Kubus

Tida stabil

Kurang

Mudah

Balok

Stabil

Kurang

Mudah

Silinder

Stabil

Cukup

Sulit

Heksagonal

Stabil

Cukup

Mudah

3. 1. 2. Pemilihan Material

244

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Material yang digunakan untuk sebuah satelit harus memenuhi berbagai persyaratan, diantaranya adalah
kuat tetapi ringan, mudah dibentuk, dan mudah diperoleh dipasaran. Material yang memenuhi persyaratan itu,
hingga saat ini, adalah aluminium. Sebelum menentukan aluminium jenis apa perlu dilakukan perbandingan
terlebih dahulu. Perbandingan sifat-sifat fisika berbagai jenis aluminium ditunjukkan oleh tabel 4.
Sedangkan kriteria yang umum digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih material terbaik adalah:
1.

Stiffness to Mass Ratio

2.

Manufacturing Time

3.

Kerataan (Uniformity) Permukaan

4.

Durability

Uji terhadap kriteria tersebut di atas dilakukan terhadap aluminium Al 7075-T6 dan Al 6061-T6 dengan
ketebalan 2,54 cm. Hasil uji, dengan memberikan pembobotan, ditunjukkan oleh tabel 5. Dari tabel 5 tersebut,
aluminium 7075-T6 memiliki sedikit kelebihan dari pada 6061-T6.

3. 2. Rancangan Awal
Rancangan awal adalah bentuk struktur secara umum yang belum memiliki ukuran dan layout
penempatan muatan. Bentuk tersebut berupa model heksagonal dengan panel tengah sebagai tempat untuk
meletakkan muatan. Selengkapnya, rancangan awal ini dapat dilihat pada gambar 4.

3. 3. Rancangan Detail
3. 3. 1. Jenis dan Fungsi Komponen Struktur
Struktur utama INASAT-1 terdiri dari komponen-komponen di mana setiap komponen mempunyai
bentuk, fungsi dan jumlah tertentu. Komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 3-2. Perbandingan sifat-sifat fisika Aluminium 7075 dan 6061
Sifat fisika terukur

2014-T6 (sheet)

6061-T62 (plate)

7075-T6 (sheet)

(g/cm3)

2,80

2,71

2,80

E (103 MPa)

73.1

69,0

71,4

0,33

0,33

0,33

E (%)

10

Ftu (MPa)

460

290

460

Fcy (MPa)

410

240

380

Fsu (MPa)

280

190

260

Kic, pada temperatur kamar, (MPavcm

300

290

400

k, pada temperatur kamar, (W/m . K)

160

150

160

, pada temperatur kamar, (10-6 m/m/0C)

22,5

22,9

22,1

Ketahanan korosi

Cukup - kurang

Bagus

Bagus

245

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Mampu las

Cukup

Bagus

Kurang

Mampu olah mesin

Sangat bagus

Sangat bagus

Bagus

Keterangan:

- kerapatan mass,

Ftu - batas tensile ultimate stress


k-konduktivitas termal,
E - modulus Young
Fcy - batas compressive yield stress

- poissons ratio,

Fsu - batas shear stress


e - elongation,
Kic - fracture toughness
- koefisien ekspansi termal

Gambar 3-2. Rancangan awal Struktur INASAT-1


4.

Analisis
Analisis dimulai dari membahas struktur dan bentuk Inasat-1, dalam gambar di bawah ini ditampilkan

penampang dalam dari struktur Inasat-1. Sebelah kiri adalah penampang dalam dan sebelah kanan adalah
penampang struktur tanpa sisi Z+ dan Z-.

Gambar 4-1 Struktur penampang sisi dalam INASAT-1

246

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Sedangkan tabel 4-1 berikut adalah komponen struktur lebih rinci yang menyangkut struktur primer, sekunder
dan tersier.
Tabel 4-1. Jenis dan fungsi komponen
INASAT-1
Jenis
Panel luar

Fungsi
Meletakkan solar sel

Material

Jumlah

Al 7075 T6

Melindungi boks muatan


Rangka (frame)

Penguat struktur

Al 7075 T6

Kolom 2

Penyangga struktur

Al 7075 T6

Al 7075 T6

Penyambung antar frame


Kolom 1

Penyangga struktur
Penyambung antar frame
Tempat melekatkan panel dalam

Panel dalam

Tempat menempelnya boks muatan

Al 7075 T6

Tutup bawah

Pelindung boks muatan

Al 7075 T6

Al 7075 T6

Al 7075 T6

Penyambung dengan interface roket


Tutup atas

Pelindung boks muatan


Tempat meletakkan antena

Tatakan antena

Memegang antena

Dari tabel terlihat bahwa masing-masing sub system telah dilindungi dengan struktur dalam bentuk modular
desain. Ketebalan rata-rata dari modul struktur yang membungkus sub system adalah 5 mm, sedangkan struktur
luar adalah 10 mm. Dalam pengertian tentang integrasi, struktur satelit lebih diperkenalkan sebagai bagian dari
usaha shielding terhadap gangguan lingkungan.
Akan kita lihat grafik ketebalan versus pengaruh radiasi sbb :
Rad/days

103
102
101
100
10-1

101

102

103

247

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Shielding Thickness
Gambar 4-2. Grafik Ketebalan Vs Radiasi
Terlihat pada garfik di atas adalah sumbu Y melambangkan kuantitas radiasi yang didimensikan dalam bentuk
radian dose/day dan dari grafik di atas, terlihat pada orbit satelit GEO, dengan ketebalan alumunium sekitar 0.6
cm, masih terlihat ada kemungkinan radiasi sebesar 0.7 rad/day atau dalam satu tahun akan terdapat radiasi
sebesar 255 rad/day. Gambar di bawah ini adalah grafik serupa, namun dengan kondisi orbit LEO yaitu sekitar
400 km.
Rad/days

103
101
100
10-1
10-2

10-4

10-3

10-2

10-2

100

Aluminium Shielding
Gambar 4-3. Tingkat radiasi pada Orbit LEO
Ini adalah orbit Satelit LEO, dengan asumsi ketinggian antara 400 km-800 km, dapat dilihatt dengan shielding
alumunium sebesar 1 cm, radiasi dapat ditekan hingga 1/100 rads/day atau 10-2 rads/day, nilai ini adalah radiasi
total gabungan antara proton dan electron. Kalau dibandingkan dengan ketebalan yang sama yaitu 0,6 cm, maka
radiasi yang akan diterima hanya sekitar 0,1 rads/day atau 36,5 rads/years.
Nilai ini jauh dari ambang batas kerusakan yang dipersyaratkan, seperti tabel berikut :
Tabel 4-2 Material vs Damage Treshold
___ ___________________________________
MATERIAL

Biological

101 - 102

Electronic

102 - 106

Lubricant

105 - 107

Ceramics

106 - 108

DAMAGE TRESHOLD

248

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Polymeric

107 - 109

Structural

109 - 1011
Sumber [ 3 ]

5.

Kesimpulan
Analisa struktur Inasat-1 telah dilakukan, dengan dasar pada dokumen referensi yang ada. Dari data

referensi yang ada, struktur Inasat-1 menunjukkan kemampuan menahan gangguan kondisi lingkungan
khususnya yang menyangkut gangguan serangan proton dan netron/electron.
Dengan tebal 10 mm pada struktur terluar ditambah dengan 5 mm pada struktur sekunder pada sub
system, perlindungan yang dilakukan struktur Inasat-1 terhadap gangguan proton, netro dan gama X-ray sudah
lebih dari cukup, shielding ini mampu menyaring radiasi sehingga menjadi hanya sekitar 0,1 rads/day jauh dari
nilai nilai ambang batas untuk komponen elektronik yaitu 102 - 106

rads/day yang dipersyaratkan, sehingga

komponen-komponen di dalam box yang rentan terhadap gangguan tersebut dapat terlindungi.
Dengan melihat ambang batas yang ada, rekomendasi yang dapat disampaikan adalah jika desain
menginginkan berat yang lebih ringan dari struktur satelit, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan cukup
signifikan, misalnya dengan mengurangi ketebalan struktur primer di balik solar panel..

Daftar Pustaka
1.

James Wertz. Space Mission Analysis Design:Third edition Microscom Publisher,2005.

2.

Alan C Tribble The Space Environment : Implications for Spacecraft Design Princeton University Press,
2003

3.

Joseph Bennedeto An Approach Quality of COTS Component for Spaceborne Electronics based on based
available commercial device, Radiation Assured Device Press Release

4.

Sammy Kayali Utilization of COTS Electronics in Space Applications,relliability chalenges and reality
Jet Propulsion Technology, California Intitutes Technology, 2007

5.

Tim RUKK Inasat-1 Preliminary Design review Inasat-1 ,2004-2005

6.

Tim RUKK Inasat-1 [Gunawan, Widodo, Ery, dkk] Laporan Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan
Indonesian Nano Satellite -1 , Biro Renor LAPAN, 2004

249

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENGUJIAN KELAYAKAN DESAIN PEMBUATAN BUTADIENA DARI n-BUTANA

Heri Budi Wibowo


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Ds Sukamulya, Rumpin, Bogor 16340
Telp 021-75790031, Fax 021-75790383, email : heribw@lapan.go.id

Abstrak
Tulisan ini memaparkan disain pabrikasi 1,3-butadiena dari n-butana untuk mengatasi keterbatasan
dalam rangka mendapatkan butadiena skala kecil untuk penelitian dan pengembangan HTPB (Hydroxy
Terminated Polybutadiene). Pabrikasi 1,3-butadiena konvensional dengan proses thermal cracking dari naftalen
memunculkan biaya pabrikasi yang tinggi karnea dibutuhkan pemisahan komponen campuran yang sangat
kompleks.
Disain tersebut memungkinkan untuk mengatasi masalah pengadaan bahan butadiena dalam jumlah
kecil yang diperlukan dalam rangka penelitian dan pengembangan HTPB untuk menjamin kemandirian bahan
baku pendukung propelan roket padat di Indonesia. Selain itu, disain teknologi yang dikembangkan dapat
mengatasi kelemahan-kelemahan dari proses pembuatan butadiena dengan thermal cracking senyawa
hidrokarbon berat molekul tinggi.
Peralatan produksi dirancang menggunakan bahan baku n-butana dan memiliki keluaran 1,3butadiena dengan kemurnian 99%, seperti yang dipersyaratkan untuk pembuatan HTPB. Proses dasar meliputi
dehidrogenasi n-butana menjadi 1-butena dan 2-butena, dehidrogenasi 1-butena dan 2-butena menjadi 1,3butadiena, dan akhirnya pemurnian 1,3-butadiena dari senyawa yang bercampur.
Kata kunci : butadiena, HTPB, n-butana

1.Pendahuluan
Bahan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiene) merupakan salah satu bahan baku pemndukung
propelan roket padat yang memiliki nilai sangat strategis. Untuk kepentingan penguasaan teknologi roket di
Indonesia, baik untuk kepentingan sipil maupun pertahanan, maka kemampuan penguasaan teknologi proses
pabrikasi HTPB diperlukan. Salah satu kendala dalam penelitian pembuatan HTPB adalah pengadaan bahan gas
butadiena. Gas butadiena telah diimpor oleh beberapa industri di Indonesia dalam jumlah besar, terutama
industri kimia dasar untk polimer dan karet. Namun demikian, pemerolehan bahan butadiena dalam jumlah kecil
sangat sulit untuk impor, pembelian jumlah kecil ke sejumlah importer terkendala oleh aturan pihak perusahaan
terbuka dan tidak dibolehkannya pengguna akhir untuk memperjualbelikan. Oleh karena itu, upaya penelitian
proses produksi dalam jumlah kecil diperlukan.
Secara umum, butadiena secara konvensional dibuat dengan thermal cracking dari senyawa
hidrokarbon jenuh seperti naftalen.

Hasil dari cracking adalah campuran metana, etana, propana, butena,

butadiena, dan senyawa hidrokarbon lain yang memiliki

berat molekul lebih rendah. Senyawa-senyawa

asetilenat dari hidrokarbon jenuh yang dihasilkan seperti asetilen, propyne, 1-butyne, 2-butyne, butenyne, dan
diasetilena akan mengganggu hasil reaksi karena membentuk dimerisasi dari butadiena menjadi vynil

250

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

sikloheksan. Beberapa hidrokarbon tidak jenuh lain yang mengandung 4 (empat) atom C juga memerlukan
penanganan yang relatif sulit. Butyne yang terbentuk dalam campuran hanya dapat dihilangkan dengan distilasi
atau ekstraksi dari butadiena dengan tingkat kemurnian tinggi yang sulit diperoleh. Kelemahan lain adalah
campuran hidrokarbon yang kompleks dan berdekatan akan menyulitkan pemisahan, biasanya jumlah etena dan
propena yang dihasilkan lebih banyak dari pada butadiena itu sendiri.
Alternatif lain yang paling mungkin adalah pembuatan butadiena dari n-butana dengan dehidrogenasi
katalitik. Senyawa n-butana cukup melimpah di Indonesia. Tetapi kelemahan yang muncul adalah konversi
butadiena yang dihasilkan relatif kecil karena dehidrogenasi n-butana akan menghasilkan 1-butena dan 2butena. Kelemahan tersebut akan dapat diatasi jika 1-butene dan 2-butena dapat dikonversi menjadi butadiena
atau senyawa yang lain yang lebih berguna. Tulisan ini mencoba mengatasi proses pembuatan butadiena dari nbutana dengan mengolah butena-1 dan butane-2 menjadi butadiena dengan proses isomerisasi sehingga hasil gas
butadiena yang terjadi dapat diperbesar sehingga menguntungkan untuk pabrikasi.
2.Proses pembuatan butadiena
Proses pembuatan butadiena dari n-butana mengikuti tiga proses besar, sebagai berikut :
A.

Dehidrogenasi pertama untuk mengubah n-butana menjadi 1-butena dan 2-butena dan sebagian kecil
butadiena, sehingga hasil reaksi adalah campuran n-butana, 1-butena, 2-butena, dan butadiena.

B.

Dehidrogenasi kedua untuk mengubah 1-butena dan 2-butena menjadi butadiena, sehingga dalam hasil
reaksi terdapat campuran n-butana, butadiena, dan komponen lain.

C.

Pemurnian butadiena yang dihasilkan untuk mendapatkan butadiena dengan kemurnian seperti yang
diinginkan.

3.Dehidrogenasi n-butana menjadi butadiena


Mula-mula n-butana didehidrogenasi secara katalitik nonoksidan untuk mengubah n-butana menjadi 1butena dan 2-butana, sehingga output reaktor dehidrogenasi pertama adalah campuran 1-butena, 2-butena, sisa nbutana, sejumlah kecil butadiena, senyawa-senyawa ikutan seperti seperti gas hidrogen, metana, etana, etena,
propana, propena dan pentana. Beberapa gas lain seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO),
nitrogen (N2), dan air (H2O) sangat mungkin juga akan dihasilkan.
Proses dehidrogenasi n-butana dapat dijalankan dalam semua tipe reaktor seperti fixed bed tubular atau
tube bundle reaktor. Reaksi biasanya dilakukan pada suhu operasional 300-1200 oC, tekanan 1-8 bar, dengan
kecepatan alir gas (gas hourly space velocity, GSHV) 500-2000. Sebagai bahan pemanas adalah pembakaran
gas metan-propan yang dihasilkan dibakar.

Reaksi dehidrogenasi dilakukan secara autothermal, dimana

campuran gas tersisa dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan untuk reaksi dehidrogenasi. Jumlah
oksigen yang diperlukan disesuikan pembakaran hydrogen dan hidrokarbon yang diperlukan agar diperoleh
panas sesuai kebutuhan untuk reaksi. Sebagai acuan jumlah total oksigen yang diperlukan adalah 0.002-0.5 mol
oksigen/mol n-butana. Jumlah gas hidrogen H2/O2 adalah 1-10 mol /mol n-butana. Hidrogen akan terbakar
secara katalitik dan dihasilkan gas CO2,CO, air. Katalis yang dapat digunakan untuk dehidrogenasi dapat berupa
oksida atau pospat dari germanium, tin, lead, arsenic, antimony, dan bismuth. Beberapa oksida dari zirconium,

251

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

zinc, alumunium, silicon, titanium, magnesium, lantanium, cerium, dan campuran dari masing-masing
komponen juga dapat digunakan sebagai katalis.
Dehidrogenisasi tahap kedua memerlukan ratio oksigen/1-butene 0,5 mol/mol.
digunakan adalah Mo-Bi-O, terikat dengan

Katalis yang dapat

potassium, magnesium, zirconium, chromium, nickel, cobalt,

cadmium, tin, lead, germanium, lanthanium, mangan, tungsten, phosphorous, cerium, aluminum atau silicon.
Beberpa contoh katalis adalah adalah Mo12BiNi8Pb0.5Cr3K0.2Ox, Mo12BiNi6Cd2Cr3P0.5Ox, atau secara umum
ditulis Mo12BiaFebCocNidCreXfKgOx.
X

-W,Sn,Mn,La,Ce,Ge,Ti,Zr,Hf,Nb,P,Si,Sb,Al,Cd,Mg.

0,5-5

0-5

0-10

0-10

0-10

0-5

0-2

Pemurnian butadiena hasil reaksi


Butadiena hasil reaksi dehidrogenasi biasanya berada dalam bentuk campuran dengan senyawa
hidrokarbon lain, sehingga perlu pemurnian lebih lanjut. Pemurnianbutadiena dapat dilakukan dengan langkahlangkah mendinginkan gas keluar dari reaktor untuk mencairkan air dan hidrokarbon bertitik didih lebih tinggi ,
sedangkan gas-gas denga titik didih rendah akan dikeluarkan melalui uap keluar dari pemisahan tersebut seperti
hidrogen, CO, CO2, N2, metana, etana, etena, propana, propena, butadiena dan n-butana tersisa, sebagian kecil 1butene dan 2-butena dan oxygenate. Bahan oksigenat kemudiandipisahkan dengan kolom distilasi. Selanjutnya
n-butana, 1-butena, dan 2-butena dipisahkan dari butadiena denga distilasi. Sisa n-butana dapat dikembalikan ke
umpan segar untuk menambah n-butana umpan segar.
4.Gambaran proses
Mula-mula umpan segar n-butana dialirkan menuju reaktor dehidrogenasi BDH dan dialirkan pula
oksigen atau udara dan uap (steam) masing-masing melalui saluran 2 dan 3. Di dalam reaktor BDH terjadi
dehidrogenasi n-butana menjadi 1-butena, 2-butena, dan sedikit 1,3-butadiena. Reaksi terjadi pada suhu 200300oC dan tekanan 1-2 bar. Selanjutnya produk yang keluar dari reaktor BDH dialirkan menuju reaktor
dehidrogenasi tahap kedua ODH melalui saluran 5. Ke dalam reaktor dehidrogenasi ODH juga dialirkan gas
oksigen atau udara. Kondisi reaksi pada reaktor ODH adalah 55oC dan tekanan 2,2 bar. Senyawa 1-butena dan 2butena akan didehidrogenasi lebih lanjut menjadi 1,3-butadiena dalam reaktor ODH, sehingga keluaran dari
reaktor ODH melalui saluran 7 adalah campuran butadiena, sisa 1-butena, 2-butena, n-butana, dan komponen
skunder (gas H2, N2, O2, CO2, steam, metana, propane, pentane).

252

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

O2
steam

2
nC4
1

3
BDH

4
O2

nC4,1C4,2C4,
butadiene
H2,CO2,steam

6
ODH

7
butadiene
nC4,1C4,2C4,
H2,CO2,steam

CR

7a

C1

8
Wastewater

E1
10

11
nC4,
H2,CO2
steam

C2

13
nC4,
H2,CO2

12

butadien

C3

H2,
CO2

14

14a
HE

17
17
nC4
E2

H2,CO2
Wastewate

15

Gambar 1. Desain proses pembuatan 1,3-butadiena dari n-butana

16

nC4

Selanjutnya campuran tersebut dilewatkan menuju reaktor pembakaran katalitik untuk membakar H2
sehingga semua oksigen dan senyawa sekunder akan tereduksi. Dengan demikian setelah melewati reaktor CR
maka campuran menjadi butadiena, sisa n-butana, dan komponen skunder (gas H2, N2, , CO2, steam, metana,
propana, pentana). Reaksi pembakaran katalitik terjadi pada suhu 155oC dan tekanan 5,2 bar. Kemudian melalui
saluran 7a, campuran ditekan dan didinginkan untuk mengkondensasi steam menjadi air dan komponenkomponen yang larut dalam air. Setelah itu, campuran didistilasi dengan rectifier column untuk mengambil
butadiena yang keluar lewat saluran 10. Dengan demikian saluran keluaran dari distilasi adalah n-butana, H2,
CO2, sisa steam. Reaksi dilakukan pada tekanan 12 bar dan suhu 5oC. selanjutnya gas CO2 dan H2 dipisahkan
dari sisa n-butana melalui saluran 13 dengan kompresor C2 dan n-butana dialirkan ke pemisahan fasa. Sisa nbutana dialirkan kembali ke rektifier untuk memisahkan gas CO2 dan H2. Dengan demikia maka n-butana sisa
dialirkan ke pemisahan fasa untuk selanjutnya diumpankan balik menuju reaktor dehidrogenasi melalui saluran
15.

253

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

5.Simulasi dan pembahasan


Sebagai ilustrasi maka dilakukan simulasi untuk mengetahui seberapa jauh distribusi komponen di
setiap saluran sehingga dapat dinilai apakah disain yang telah dilakukan cukup masuk akal untuk dijalankan.
Sebagai dasar perhitungan adalah kapasitas umpan masuk 25.000 kg/jam. Dengan mempertimbangkan parameter
kinetika reaksi yang ada dan suhu serta tekanan operasi adalah standar minimal, maka komposisi komponen
campuran di setiap saluran dapat dilihat sebagai berikut. Setelah melewati reaktor dehidrogenasi tahap kedua,
konversi 1-butena yang menjadi butadiena adalah 99%. Selektifitas butadiena yang terjadi meningkat menjadi
88%. Ternyata butadiena yang diperoleh cukup besar dan dapat diperoleh murni 99%. Dengan demikian, secara
umum desain proses pabrikasi tersebut cukup baik untuk menghasilkan butadiena dengan hasil yang cukup
tinggi kinerjanya.
Apabila mula-mula komposisi n-btana 100%, maka 1,3-butadien mulai muncul pada saluran 5 sebanyak
0,0208 bagian. Setelah melewati beberapa proses, maka proses distilasi pada saluran 10 menujukkan bawa hanya
butadiene yang terapat pada saluran 10 tersebu, sehingga butadiene dianggap murni (99%). 1-butena dan 2butena terbentuk pada reactor dehidrogenasi tahap pertama sehingga terlihat pada saluran 4 mulai terbentuk
dengan sisa n-butana masih cukup besar. Gas oksigen sudah dapat terbakar pada reactor pembakaran sehingga
saluran 7a tidak lagi terdapat oksigen karna semua oksigen dipakai untuk membakar. Hydrogen dan karbon
dioksida dapat hilang seelah melewati pemisahan terakhir seperti terlihat pada saluran 14 dan 17. 1-butena dan 2butena setelah melewati pembakaran denga oksigen akan menjadi hilang seperti ditunjukkan pada saluran 8, 9,
dan seterusnya. Semua n-butana yang akan diumpankan kembali ke reactor memiliki kemurnian tinggi dan sama
dengan kemurnian umpan masuk segar ke reactor pada saluran 1, ditunjukkan dengan fraksi mol n-butana pada
saluran 15 sama dengan pada saluran 1, yaitu 1 atau 100% (n-butana murni atau kemurnian 99%).
Tabel 1. Komposisi gas masuk dan keluar tiap saluran
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Saluran
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Komponen

7a

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------[kg/h]

24834 4779

1231

59068

59067

PROPANE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0243 0.0309 0.0000 0.0265 0.0265 0.0187

BUTANE

1.0000

1-BUTENE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1155 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

CIS-2-BUTENE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0032 0.1174 0.0000 0.0050 0.0050 0.009- 4

TRANS-2-BUTENE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0074 0.1471 0.0000 0.0113 0.0113 0.0- 201

1,3-BUTADIENA

0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

0.0000 0.0000 0.8408 0.4272

9799

68866

68865

14685

0.0000 0.3665 0.3665 0.0001

0.0208 0.0000 0.3014 0.3014 0.00- 03

254

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

WATER

0.0000

CARBON DIOXIDE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0218 0.0284 0.0000 0.0729 0.0729 0.0- 095

HYDROGEN

0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0057 0.0000 0.0049 0.0043 0.0000

OXYGEN

0.0000 0.9901

0.0000 0.0801

0.0000 0.0099

0.0000 0.0008 0.0008 0.0088 0.0019 0.0019 0.0000

Temperature [ C] 25

10

143.61

420

520

17.5

380

55

55

Pressure [bar]

3.2

3.2

3.2

2.7

2.7

2.2

2.1

5.1

N2
o

3.2

0.0000 1.0000 0.0216 0.1059 0.0000 0.2052 0.2102 0.9419

0.0004 0.9912 0.0046 0.0000 0.0000

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Saluran
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Komponen

10

11

12

13

14a

14

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------[kg/h]

54180

20750

33430

15971

17459

10227

7232

PROPANE

0.0286 0.0000 0.0463 0.0555 0.0379 0.0504 0.0203

BUTANE

0.4658 0.0000

1-BUTENE

0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

CIS-2-BUTENE

0.0038 0.0000 0.0062 0.0077 0.0049 0.0066 0.0024

TRANS-2-BUTENE

0.0088 0.0000 0.0143 0.0173 0.0117 0.0155 0.0062

1,3-BUTADIENA

0.3830 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

WATER

0.0119 0.0000 0.0193 0.0338 0.0060 0.0079 0.0034

CARBON DIOXIDE

0.0901 0.0000 0.1460 0.0182 0.2629 0.0637 0.5445

HYDROGEN

0.0055 0.0000 0.0089 0.0000 0.0170 0.0000 0.0410

OXYGEN

0.0001 0.0000 0.0001 0.0000 0.0002 0.0000 0.0004

N2

0.0025 0.0000 0.0040 0.0000 0.0076 0.0000 0.0184

Temperature [oC.]

55

111.66 111.66 55

55

55

55

Pressure [bar]

5.1

12

30.1

30.1

0.7549 0.8675 0.6519 0.8559 0.3634

12

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Saluran
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Komponen

15

16

17

17a1

17a2

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

255

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Amount [kg/h]

28229

813

4387

1834

1011

PROPANE

0.05080 0.07185 0.01273 0.03283 0.03015

BUTANE

0.87976 0.00501 0.09033 0.81808 0.72345

1-BUTENE

0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000

CIS-2-BUTENE

0.00678 0.01858 0.00046 0.00595 0.00469

TRANS-2-BUTENE

0.01556 0.04243 0.00132 0.01464 0.01212

1,3-BUTADIENA

0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000

WATER

0.00151 0.74052 0.00013 0.01031 0.00476

CARBON DIOXIDE

0.04559 0.12157 0.79644 0.11815 0.22475

HYDROGEN

0.00000 0.00001 0.06754 0.00001 0.00001

OXYGEN

0.00000 0.00000 0.00070 0.00000 0.00001

N2

0.00001 0.00003 0.03035 0.00003 0.00008

[oC.]

30

30

30

Pressure [bar]

30.1

30.1

30.1

30.1

30.1

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6.Kesimpulan
Teknologi pabrikasi butadiena dengan bahan baku gas n-butana. Disain tersebut memungkinkan untuk
mengatasi masalah pengadaan bahan butadiena dalam jumlah kecil yang diperlukan dalam rangka penelitian dan
pengembangan HTPB untuk menjamin kemandirian bahan baku pendukung propelan roket padat di Indonesia.
Selain itu, disain teknologi yang dikembangkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari proses pembuatan
butadiena dari thermal cracking senyawa hidrokarbon berat molekul tinggi.
Peralatan produksi dirancang menggunakan bahan baku dari gas n-butana dan memiliki keluaran 1,3butadiena dengan kemurnian 99%, seperti yang dipersyaratkan untuk pembuatan HTPB. Proses dasar meliputi
dehidrogenasi n-butana menjadi 1-butena dan 2-butena, dehidrogenasi 1-butena dan 2-butena menjadi 1,3butadiena, dan akhirnya pemurnian 1,3-butadiena dari senyawa yang bercampur.
DAFTAR PUSTAKA
US PATENT NO 3161670
US PATENT NO 4408085
US PATENT NO 4558168
US PATENT NO 4718986
US PATENT NO 4788371
US PATENT NO 4902849
US PATENT NO 4996387
US PATENT NO 4996849
US PATENT NO 5087780
US PATENT NO 5220091

256

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

US PATENT NO 5389342
US PATENT NO 5430220
US PATENT NO 5877369
US PATENT NO 5955640
US PATENT NO 6414209
US PATENT NO 6437206
US PATENT NO 6670303
US PATENT NO 7034195
US PATENT NO 2003/0220530
US PATENT NO 2005/0119515
US PATENT NO 2005/0171311

Tanya Jawab
Pertanyaan (Nunung) :
Mengapa butadiene menjadi penting untuk diproduksi
Jawaban
:
Butadien merupkan bahan dasar pembuatan HTPB. HTPB aalah senyawa yang biasa
digunakan untuk fuel binder propelan dengan kinerja terbaik. Senyawa HTPBmerupakan
senyawa yang memiliki nilai strategis.
Pertanyaan (Fitri)
:
Apakah konversi hassil butadiene dapat ditingkatkan menjadi90% dan bagaimana
caranya
Jawaban
:
Konversi hasil dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi pereaksi atau suhu
reaksi karena semakin tinggi suhu reaksi maka kecepatan reaksi menjadi semakin besar.
Namn demikian, konsekuensi kenaikan konsentrasi adalah kenaikan volume reactor sehingga
perlu dipikirkan biaya peralatan yang menjadi mahal dan kurang efektif. Peningkatan suhu
reaksi tidak optimal karena diperlukan reactor dan perlengkapan pemanas (heat exchanger)
yang tidak murah harganya. Beberapa hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan suhu
menjadi tidak efektif.

257

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

UJI KELAYAKAN PEMBUATAN BUTADIENA DARI GAS LPG (Liquid Petroleum Gas)

Heri Budi Wibowo


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Ds Sukamulya, Rumpin, Bogor 16340
Telp 021-75790031, Fax 021-75790383, email : heribw@lapan.go.id

Abstrak
Tulisan ini memaparkan disain pabrikasi 1,3-butadiena dari gas LPG untuk mengatasi keterbatasan
dalam rangka mendapatkan butadiena skala kecil untuk penelitian dan pengembangan HTPB (Hydroxy
Terminated Polybutadiena). LPG merupakan sumber n-btana yang cukup melimpah di Indonesia dengan
kandungan yang tinggi. Pabrikasi 1,3-butadiena konvensional dengan proses thermal cracking dari naftalen
memunculkan biaya pabrikasi yang tinggi karnea dibutuhkan pemisahan komponen campuran yang sangat
kompleks. Dengan menggunakan gas LPG, maka biaya lebih murah dan tidak memerlukan umpan awal n-btana
kemurnian tinggi yang sulit dan mahal.
Berdasarkan ketersediaan bahan baku LPG yang melimpah di Indonesia, maka dapat didisain teknologi
pabrikasi butadiena dengan bahan baku gas LPG. Disain tersebut memungkinkan untuk mengatasi masalah
pengadaan bahan butadiena dalam jumlah kecil yang diperlukan dalam rangka penelitian dan pengembangan
HTPB untuk menjamin kemandirian bahan baku pendukung propelan roket padat di Indonesia. Selain itu, disain
teknologi yang dikembangkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari proses pembuatan butaien dari
thermal cracking senyawa hidrokarbon berat molekul tinggi.
Peralatan produksi dirancang menggunakan bahan baku dari gas LPG pertamina dan memiliki keluaran
1,3-butadiena dengan kemurnian 99%, seperti yang dipersyaratkan untuk pembuatan HTPB. Proses dasar
meliputi pemurnian LPG untuk mendapatkan bahan n-butana, kemudian dehidrogenasi n-butana menjadi 1butena dan 2-butena, dehidrogenasi 1-butena dan 2-butena menjadi 1,3-butadiena, dan akhirnya pemurnian 1,3butadiena dari senyawa yang bercampur. Dengan demikian, rancang bangun pabrikasi butadiena dari n-butana
dapat disempurnakan menjadi lebih murah dan mudah didapat bahan bakunya.
Kata kunci : butadiena, HTPB, LPG, n-butana

1.Pendahuluan
Bahan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiena) merupakan salah satu bahan baku pemndukug
propelan roket padat yang memiliki nilai sangat strategis. Untuk kepentingan penguasaan teknologi roket di
Indonesia, baik untuk kepentingan sipil maupun pertahanan, maka kemampuan penguasaan teknologi proses
pabrikasi HTPB diperlukan. Salah satu kendala dalam penelitian pembuatan HTPB adalah pengadaan bahan gas
butadiena. Gas butadien telah diimpor oleh beberapa industry di Indonesia dalam jumlah besar, terutama industri
kimia dasar untk polimer dan karet. Namun demikian, pemerolehan bahan butadiena dalam jumlah kecil sangat
sulit untuk impor, pembelian jumlah kecil ke sejumlah importer terkendala oleh aturan pihak perusahaan terbuka
dan tidak dibolehkannya pengguna akhir untuk memperjualbelikan. Oleh karena itu, upaya penelitian proses
produksi dalam jumlah kecil diperlukan.
Secara umum, butadien secara konvensional dibuat dengan thermal cracking dari senyawa hidrokarbon
jenuh seperti naftalen. Hasil dari cracking adalah campuran metana, etana, propana, butena, butadiena, dan

258

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

senyawa hidrokarbon lain yang memiliki

berat molekul lebih rendah. Senyawa-senyawa

asetilenat dari

hidrokarbon jenuh yang dihasilkan seperti asetilen, propyne, 1-butyne, 2-butyne, butenyne, dan diasetilena akan
mengganggu hasil reaksi karena membentuk dimerisasi dari butadien menjadi vynil sikloheksan. Beberapa
hidrokarbon tidak jenuh lain yang mengandung 4 (empat) atom C juga memerlukan penanganan yang relative
sulit. Butyne yang terbentuk dalam campuran hanya dapat dihilangkan dengan distilasi atau ekstraksi dari
butadiena dengan tingkat murnian tinggi yang sulit diperoleh. Kelemahan lain adalah campuran hidrokarbon
yang kompleks dan berdekatan akan menyulitkan pemisahan,

biasanya jumlah etena dan propena yang

dihasilkan lebih banyak dari pada butadiena itu sendiri.


Alternatif lain yang paling mungkin adalah pembuatan butadiena dari n-butana dengan dehidrogenasi
katalitik. Rancang bangun pabrikasi 1,3-butadiena dari n-butana telah beberapa peneliti bahas (Wibowo, 2010),
namun masih menggunakan bahan n-butana yang realtif murni. Senyawa n-butana murni cukup mahal (10 kali
lipat harga gas LPG), sehingga perlu dilakukan pengembangan rancang bangun dengan memulai umpan
segarnya adalah gas LPG yang mengandung banyak gas butane maupun etana. Senyawa n-butana cukup
melimpah dari gas LPG, dengan komponen terbesar LPG adalah n-butana (90%). Untuk proses tersebut, maka
LPG perlu dilakukan perlakuan awal (pretreatment) terlebih dahulu. Tetapi kelemahan yang muncul adalah
konversi butadiena yang dihasilkan relatif kecil karena dehidrogenasi n-butana akan menghasilkan 1-butena dan
2-butena. Kelemahan tersebut akan dapat diatasi jika 1-butene dan 2-butena dapat dikonversi menjadi butadiena
atau senyawa yang lain yang lebih berguna. Tulisan ini mencoba mengatasi proses pembuatan butadiena dari nbutane dengan mengolah butena-1 dan butane-2 menjadi butadiena dengan proses isomerisasi sehingga hasil gas
butadiena yang terjadi dapat diperbesar sehingga menguntungkan untuk pabrikasi. Tulisan ini memaparkan
rancangan proses pembuatan butadiena dari n-butana dari gas LPG komersial dari PERTAMINA.
LPG

PemurnianLPG
A
nbutana

DehidrogenasiI
B
1butena
2butena
nbutana,others

DehidrogenasiII
C
butadiena
1butena,2butena
others

Pemurnianbutadien
D

259

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 1. Diagram alir proses produksi gas butadiena dari LPG

2.Proses pembuatan butadiena


Proses pembuatan butadiena dari n-butana mengikuti empat proses besar, sebagai berikut :
a)

Proses pemurnian gas n-butana dari LPG sampai diperoleh n-butana dengan kemurnian tinggi (99%)
sebagai umpan segar.

b) Dehidrogenasi pertama untuk mengubah n-butana menjadi 1-butena dan 2-butena dan sebagian kecil
butadiena, sehingga hasil reaksi adalah campuran n-butana, 1-butena, 2-butena, dan butadiena.
c)

Dehidrogenasi kedua untuk mengubah 1-butena dan 2-butena menjadi butadiena, sehingga dalam hasil
reaksi terdapat campuran n-butana, butadiena, dan komponen lain.

d) Pemurnian butadiena yang dihasilkan untuk mendapatkan butadiena dengan kemurnian seperti yang
diinginkan.
3.Pemurnian gas n-butana dari LPG
Sebagai bahan dasar sumber n-butana adalah LPG yang mengandung banyak n-butana. LPG mengandung
senyawa-senyawa hidrokarbon C2-C5. Sesuai Keputusan Dirjen Migas No. 25 K/36/DDJM/1990 tanggal 14 Mei
1990 tentang Spesifikasi Bahan Bakar Gas Elpiji untuk Keperluan Dalam Negeri, berikut adalah Spesifikasi LPG
Butane (C4):
Tabel 1. Komposisi LPG Pertamina
Test

Min

Spesilic Gravity at 60/60 F

Max
To be reported

Methode
ASTM D-1657

Vapour Pressure 100 F, psig

210

ASTM D-1267

Weathering Test 36 F,%vol

95

ASTM D-1837

Copper Corrosion 1 hr, 100 F

No. 1

ASTM D 1838

Total Sulfur. grains/100 cuft

15 *)

ASTM D-2784

2.5

ASTM D-2163

Composition
97.5

C4 % volume

C5 % volume

C6 & heavier % volume

NIL

Ethyl or Buthyl mercaptan added, ml/100

50

260

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

AG

Untuk mendapatkan n-butana yang relatif tinggi kadarnya, maka perlu dilakukan pretreatment untuk
memisahkan bahan lain yang mengganggu seperti metana, propana, etana, pentane, isobutana dan mungkin gas
lain yang mengganggu. Mula-mula propana, metana, etana, dan pentana dari LPG diambil dengan mengalirkan
campuran ke kolom distilasi/rektifier, sehingga senyawa yang mengalir lewat dasar kolom adalah n-butana dan
isobutana. Isobutana

diubah menjadi n-butana dengan proses isomerisasi sehingga diperoleh n-butana yang

lebih banyak dan kemurnian tinggi untuk menjadi umpan segar proses lebih lanjut (dehidrogenasi).
4.Dehidrogenasi n-butana menjadi butadiena
Mula-mula n-butana didehidrogenasi secara katalitik nonoksidan untuk mengubah n-butana menjadi 1butena dan 2-butana, sehingga output reaktor dehidrogenasi pertama adalah campuran 1-butena, 2-butena, sisa nbutana, sejumlah kecil butadiena, senyawa-senyawa ikutan seperti seperti gas hidrogen, metana, etana, etena,
propana, propena dan pentana. Beberapa gas lain seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO),
nitrogen (N2), dan air (H2O) sangat mungkin juga dihasilkan.
Proses dehidrogenasi n-butana dapat dijalankan dalam semua tipe reaktor seperti fixed bed tubular atau
tube bundle reactor. Reaksi biasanya dilakukan pada suhu operasional 300-1200oC, tekanan 1-8 bar, dengan
kecepatan alir gas (gas hourly space velocity, GSHV) 500-2000. Sebagai bahan pemanas adalah pembakaran
gas metan-propan yang dihasilkan dibakar.

Reaksi dehidrogenasi dilakukan secara autothermal, dimana

campuran gas tersisa dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan untuk reaksi dehidrogenasi. Jumlah
oksigen yang diperlukan disesuikan pembakaran hydrogen dan hidrokarbon yang diperlukan agar diperoleh
panas sesuai kebutuhan untuk reaksi. Sebagai acuan jumlah total oksigen yang diperlukan adalah 0.002-0.5 mol
oksigen/mol n-butana. Jumlah gas hidrogen H2/O2 adalah 1-10 mol /mol n-butana. Hidrogen akan terbakar
secara katalitik dan dihasilkan gas CO2,CO, air. Katalis yang dapat digunakan untuk dehidrogenasi dapat berupa
oksida atau pospat dari germanium, tin, lead, arsenic, antimony, dan bismuth. Beberapa oksida dari zirconium,
zinc, alumunium, silicon, titanium, magnesium, lantanium, cerium, dan campuran dari masing-masing
komponen juga dapat digunakan sebagai katalis.
Dehidrogenisasi tahap kedua memerlukan ratio oksigen/1-butene 0,5 mol/mol.
digunakan adalah Mo-Bi-O, terikat dengan

Katalis yang dapat

potassium, magnesium, zirconium, chromium, nickel, cobalt,

cadmium, tin, lead, germanium, lanthanium, mangan, tungsten, phosphorous, cerium, aluminum atau silicon.
Beberpa contoh katalis adalah adalah Mo12BiNi8Pb0.5Cr3K0.2Ox, Mo12BiNi6Cd2Cr3P0.5Ox, atau secara umum
ditulis Mo12BiaFebCocNidCreXfKgOx.
X

-W,Sn,Mn,La,Ce,Ge,Ti,Zr,Hf,Nb,P,Si,Sb,Al,Cd,Mg.

0,5-5

0-5

0-10

0-10

0-10

0-5

261

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

0-2

5.Pemurnian butadiena hasil reaksi


Butadien hasil reaksi dehidrogenasi biasanya berada dalam bentuk campuran dengan senyawa
hidrokarbon lain, sehingga perlu pemurnian lebih lanjut. Pemurnianbutadien dapat dilakukan dengan langkahlangkah mendinginkan gas keluar dari reactor untuk mencairkan air dan hidrokarbon bertitik didih lebih tinggi ,
sedangkan gas-gas dengan titik didih rendah akan dikeluarkan melalui uap keluar dari pemisahan tersebut
seperti hidrogen, CO, CO2, N2, metana, etana, etena, propana, propena, butadiena dan n-butana tersisa, sebagian
kecil 1-butene dan 2-butena dan oxygenate. Bahan oksigenat kemudiandipisahkan dengan kolom distilasi.
Selanjutnya n-butana, 1-butena, dan 2-butena dipisahkan dari butadiena dengan distilasi. Sisa n-butana dapat
dikembalikan ke umpan segar untuk menambah n-butana umpan segar.

6.Gambaran proses
Saluran masuk 1 berisi LPG yang mengandung propana, n-butana, isobutena, dan sedikit gas metana,
etana, dan pentana disalurkan menuju kolom distilasi T1 yang akan memisahkan propana, metana, dan etana
melalui saluran 3, saluran keluaran 4 terdiri dari campuran n-butana, isobutana, dan pentana. Campurn dari
saluran 4 dialirkan menuju kolom pemisah T2 dimana pentana dipisahkan melalui saluran 6. Campuran butana
dan isobutana melalui saluran 7 kemudian dialirkan menuju kolom kolom pemisah T3 dan isobutana dipisahkan
melalui saluran 9. Isobutana kemudian dimasukkan ke dalam reaktor isomerisasi R1 untuk mengubah isobutana
menjadi n-butana. Isobutana yang tersisa diumpankan kembali ke kolom pemisah T3 melalui saluran 11.
Gas butadiena dari hasil pemisahan melalui saluran 12 akan menjadi umpan masuk menuju reaktor
dehidrogenasi pertama R2. Reactor dehidrogenasi R2 akan mengubah n-butana menjadi 1-butena, 2-butena, dan
sebagian kecil butadiena. Reaksi dijalankan dalam kondisi autothermal dengan pemasukan oksigen atau udara
melalui saluran 13 dan pemasukan gas hidrogen pada saluran 14. Produk keluar dari reaktor R2 adalah campuran
butadiena, 1-butena, 2-butena melalui saluran 16. Selain senyawa tersebut terdapat pula sisa n-butana, uap,
komponen kedua seperti hidrogen, karbon oksida, karbon dioksida, nitrogen, metana, etana, etena, propana dan
propena untuk diumpankan ke reaktor dehidrogenasi kedua R3 dan melalui saluran 17 dialirkan oksigen atau
udara. Gas yang dihasilkan kemudian dari saluran 19 dialirkan meuju HE C1 untuk mengkondensasi air dan
produk samping bertitik didih tinggi melalui saluran 21, sedang gas yang tidak terkondensasi melalui saluran 22
akan dialirkan menuju pemisah 23 untuk memisahkan senyawa titik didih rendah dan komponen sekunder yang
tidak terkondensasi melalui saluran 24 seperti metana, propana, CO2, CO, nitrogen, hidrogen , etana, propana,
oksigen. Pemisah T4 dapat berupa kolom pemisah atau unit absorber/desorber. Saluran keluar dari pemisah T4
adalah saluran 25 yang mengandung hasil senya karbon C4 hasil dehidrogensasi, n-butana yang tidak bereaksi,
dan oksigenat seperti furan dan anhidrid maleat, selanjutnya dialirkan menuju pemisah T5 untuk memisahkan
oksigenat dan air sisa melaui saluran 27, sedangkan saluran keluaran 28 mengandung butadiena dan n-butana
serta mengandung sedikit 1-butena dan 2-butene dialirkan menuju kolom pemisah selanjutnya T6 yang akan
memisahkan 1-butene dan 2-butene melalui saluran 31 dan butadiena murni dikeluarkan melalui saluran 30.
Sebagian campuran n-butana melalui saluran 31 diumpankan kembali ke reaktor dehidrogenasi menuju reaktor
dehidrogenasi R2.

262

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3
1

nbutane
isobutane

CH4
C2H6
C3H8
nbutane
isobutane

KETERANGAN:
TRectifiercolumn/
Absorber/desorber
RReaktor
CCondensor

11
R1

CH4,C2H6,C3H8 T
T3 9 isobutane
1
7
nbutane
isobutene
4nbutane
12
pentane
T2
nbutane
isobutene
pentane
6 pentane
O2/udara
H2

14

13

31
R2

16 CH4 ,C2H6 ,C3H8,C2H4 ,C3H6

O2/udara

17

1butene,2butene,butadiena
nbutane
H2,N2,O2,H2O,CO,CO2

R3

19
nbutane
1butene
2butene

O2/udara

17a
R4

19a

CH4 ,C2H6 ,C3H8,C2H4 ,C3H6


Butadiena,nbutane
1butene,2butene,
oxygenate
H2,N2,O2,H2O,CO,CO2
pentane

24

H2,N2,O2,H2O,CO,CO2
CH4,C2H6,C3H8,C2H4,C3H6

T4
22

25

28
T6

30 butadiena
C4product
T
5
nbutane
furan
21
maleatanhidride27
Water
Highboilingorganic
furan
Oxygenate
maleatanhydride
pentane
water(trace)
C1

pentane

Gambar 2. Diagram alir detail proses pabrikasi gas butadiena


7.Simulasi dan Pembahasan

263

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Sebagai ilustrasi, adalah disimulasikan proses pabrikasi dengan basis kapasitas produksi 1,3- butadiena
sebesar 100 kg/jam. Simulasi dilakukan dengan menggunakan data-data kinetika dari Othmer, 1979, kemudian
diolah dengan program simulasi CHEMCAD.

Konversi n-butana yang menjadi

1-butena adalah 94%.

Selektifitas butadiena yang terjadi masih kecil, yaitu 3,3%. Untuk menguji rancangan yang dibuat maka diuji
nilai komposisi senyawa campuran dari aliran yang masuk dan keluar dari reactor dehisrogenasi tahap pertama
dan taha kedua. Uji simulasi tersebut bertujuan untuk melihat apakah komposisi komponen sudah sesuai dengan
metode pemisahan yang diterapkan.
Setelah melewati reaktor dehidrogenasi tahap pertama, mula-mula senyawa mengandung gas H2, O2, N2
dari udara, air, dan n-butana maka terbentuk gas 1-butena dan 2-butena cukup besar. Kemudian selian itu juga
terbentuk senyawa hidrokarbon dengan berat molekul lebih rendah seperti metana, etanan, propane, sedikit
butadiena dan propena. Jumlah H2O relatif tetap selama reaksi berlangsung.
Tabel 1. Komposisi gas masuk dan keluar dari reaktor dehidrogenasi tahap pertama
No

Komponen

Aliran masuk

Aliran keluar

Metana

0,07

Etana

0,05

Etena

Propane

0,10

Propena

0,05

H2

16,3

O2

N2

6,8

CO

0,03

CO2

0,28

Isobutana

0,11

n-butana

57,4

33,2

trans-butena

5,7

cis-butena

4,8

isobutene

0,08

1-butena

4,1

1,3-butadiena

0,52

H2O

28,6

27,7

Setelah melewati reactor dehidrogenasi tahap kedua, konversi 1-butena yang menjadi butadiena adalah
99%. Selektifitas butadiena yang terjadi meningkat menjadi 88%. Proses dehidrogenasi selalu menghasilkan
senyawa-senyawa sekunder seperti tampak pada tabel 2, yaitu metana, propane, propena, dan air. Demikian pula
gas CO2 dan O2.

264

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Komposisi gas masuk dan keluar dari reaktor dehidrogenasi tahap kedua
No

Komponen

Aliran masuk

Aliran keluar

Metana

0,07

0,01

Etana

0,05

0,01

Etena

Propane

0,10

0,02

Propena

0,05

H2

16,3

3,5

O2

11,1

N2

6,8

63,5

CO

0,03

1,3

CO2

0,28

1,3

Isobutana

0,11

0,02

n-butana

33,2

7,0

trans-butena

5,7

cis-butena

4,8

isobutene

0,08

1-butena

4,1

1,3-butadiena

0,52

2,6

H2O

27,7

9,6

8.Kesimpulan
Berdasarkan ketersediaan bahan baku LPG yang melimpah di Indonesia, maka dapat didisain teknologi
pabrikasi butadiena dengan bahan baku gas LPG. Disain tersebut memungkinkan untuk mengatasi masalah
pengadaan bahan butadien dalam jumlah kecil yang diperlukan dalam rangka penelitian dan pengembangan
HTPB untuk menjamin kemandirian bahan baku pendukung propelan roket padat di Indonesia. Selain itu, disain
teknologi yang dikembangkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari proses pembuatan butadien dari
thermal cracking senyawa hidrokarbon berat molekul tinggi.
Peralatan produksi dirancang menggunakan bahan baku dari gas LPG pertamina dan memiliki keluaran
1,3-butadiena dengan kemurnian 99%, seperti yang dipersyaratkan untuk pembuatan HTPB. Proses dasar
meliputi pemurnian LPG untuk mendapatkan bahan n-butana, kemudian dehidrogenasi n-butana menjadi 1butena dan 2-butena, dehidrogenasi 1-butena dan 2-butena menjadi 1,3-butadiena, dan akhirnya pemurnian 1,3butadiena dari senyawa yang bercampur. Desain tersebut dapat memperbaiki kinerja rancang bangun pabrikasi
1,3-butadiena dari n-butana.

265

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

DAFTAR PUSTAKA
Othmer, 1979, Enclycopedia of Chemical Engineering, John Wiliams and Sons Publ. Inc., New York
US PATENT NO 3161670
US PATENT NO 4408085
US PATENT NO 4558168
US PATENT NO 4718986
US PATENT NO 4788371
US PATENT NO 4902849
US PATENT NO 4996387
US PATENT NO 4996849
US PATENT NO 5087780
US PATENT NO 5220091
US PATENT NO 5389342
US PATENT NO 5430220
US PATENT NO 5877369
US PATENT NO 5955640
US PATENT NO 6414209
US PATENT NO 6437206
US PATENT NO 6670303
US PATENT NO 7034195
US PATENT NO 2003/0220530
US PATENT NO 2005/0119515
US PATENT NO 2005/0171311
Wibowo, H.B., 2010, Disain dan Uji Kelayakan Pembuatan Butadiena dari n-Butana, Proceeding, JASAKIAI,
Jogjakarta.

Tanya Jawab

Pertanyaan (ita Puspita) :


Apakah dengan berdirinya pabrik butadiene maka harga butadiene menjadi lebi murah
dari butadiene impor
266

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Jawaban
:
Apabila kapasitas produuksi butadien minimal 100.000 ton per tahun, maka nilai
keuntungan diperoleh dengan masa operasi pabrik 10 tahun. Pabrik butadiene dengan pangsa
pasar yang relative tinggi di tanah air membuat butadiene terserap pasar dalam negeri semua,
dan biaya butadiene yang dihasilkan menjadi lebh murah karena tidak memerlukan impor
bahan baku utama, LPG yangmelimpah di Indonesia, dan tidak keluar biaya tarnsportasi dan
pajak yang relative tinggiberkontribusi terhadap biaya produksi.
Petanyaan (Sarwani) :
Adakah syarat khusus gas LPG dapat igunakan sebagai bahan baku pembuatan
butadiene
Jawaban
:
Gas LPG ada dua jenis, yaitu yang mengandung senyawa dominan C4 atau butane dan
LPG yang mnegandung senyawa dominan C5 atau lebih tinggi.

267

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Kajian Penerapan ISO/IEC 17024:2003 Sebuah Lembaga Sertifikasi Personel

Medi Yarmen1 , Sik Sumaedi2


Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Kawasan Puspiptek Gedung
410, Serpong, Tangerang 15311,2
E-mail : medi001@lipi.go.id 1, siks002@lipi.go.id2
Abstrak
Sertifikasi personel merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia guna
mencapai daya saing nasional. Lembaga Sertifikasi Personel memegang peranan penting untuk menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan sertifikasi tersebut. Oleh karena itu, Lembaga Sertifikasi Personel dituntut
untuk dapat beroperasi secara efisien dan efektif. Dalam kaitan itu, Lembaga Sertifikasi Personel dapat
mengadopsi ISO/IEC 17024:2003, standar internasional tentang Penilaian Kesesuaian-Persyaratan Umum
Untuk Lembaga Sertifikasi Personel.
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji ISO/IEC 17024:2003, bagaimana proses penerapannya pada proses
usaha Lembaga Sertifikasi Personel di Indonesia, serta apa saja manfaat setelah proses penerapan.Kajian ini
penting mengingat baru 4 Lembaga Sertifikasi Personel di Indonesia yang terakreditasi ISO/IEC 17024.
Metode kajian bersifat studi kasus. Objek studi kasus adalah sebuah Lembaga Sertifikasi Personel Auditor
Sistem Manajemen Mutu. Hasil kajian menunjukkan bagaimana proses penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada
lembaga tersebut. Selain itu, teridentifikasi juga beberapa manfaat yang didapat setelah penerapan ISO/IEC
17024:2003 oleh Lembaga Sertifikasi Personel tersebut, antara lain fokus pada pelanggan menjadi lebih baik,
setiap proses usaha terpetakan dan alur kerja menjadi jelas serta mudah dideteksi apabila terjadi masalah,
konsistensi pengukuran kinerja yang memberikan gambaran utuh performa lembaga, budaya perbaikan
berkelanjutan, dokumentasi sistem yang mampu memenuhi kebutuhan karakteristik sebuah lembaga sertifikasi,
dan sertifikat akreditasi sistem yang meningkatkan kepercayaan umum.

268

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

1. Pendahuluan
Daya saing merupakan isu penting bagi Indonesia pada dekade ini. Menurut World Economic Forum,
pada tahun 2009, daya saing Indonesia hanya menduduki peringkat 54 dari 133 Negara yang dinilai [1]. Hal ini
mengindikasikan perbaikan di berbagai aspek mutlak dibutuhkan.
Sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang menentukan daya saing suatu Negara.
Kompetensi sumber daya manusia dalam berbagai bidang harus senantiasa dibina dan ditingkatkan. Mengingat
hal itu, Sertifikasi personel yang memberikan penilaian kecukupan atas kompetensi seseorang dalam suatu
bidang merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya tersebut.
Lembaga Sertifikasi Personel (LSP) adalah lembaga yang memverifikasi kesesuaian kompetensi personel dengan
persyaratan yang ditetapkan [1]. LSP menentukan skema sertifikasi yang melingkupi kriteria dan rincian
persyaratan bagi kandidat personel yang akan disertifikasi. LSP bertanggung jawab atas kelancaran proses
aplikasi, evaluasi, pengambilan keputusan dalam sertifikasi, surveillance, dan re-sertifikasi personel. Dalam
kaitan tersebut, LSP memegang peranan penting untuk membina dan meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Hal ini berkonsekuensi pada keharusan LSP untuk beroperasi secara efektif dan efisien.
Dalam kaitan pembangunan daya saing suatu negara, Total Quality Management (TQM) yang
dikembangkan oleh Dr. Edward Deming pada tahun 50-an telah terbukti mampu memulihkan kondisi
perekonomian Jepang pasca perang dunia ke-2[10]. TQM secara nyata meningkatkan efisiensi dan efektifitas
organisasi dengan berbasis pada prinsip-prinsip kepemimpinan manajemen puncak, perbaikan secara
berkesinambungan, memenuhi persyaratan pelanggan, mengurangi pengerjaan ulang, visioner, meningkatkan
keterlibatan karyawan dan kerja tim, mendesain ulang proses, benchmark, problem solving berbasis tim,
pengukuran hasil secara konsisten, dan hubungan yang erat dengan para pemasok (Powell, 1995; Whitney and
Pavett, 1998) [11].
LSP dapat menerapkan TQM agar ia mampu beroperasi secara efisien, efektif, dan berkontribusi nyata
pada pembangunan daya saing nasional. Akan tetapi, TQM berisikan filosofi-filosofi umum yang perlu dirinci
dan dikontekstualisasikan lebih lanjut. Hal ini berarti LSP yang akan menerapkan TQM haruslah menyediakan
waktu dan personel untuk membuat kerangka TQM yang cocok bagi organisasinya.
ISO, organisasi standar internasional, menyadari kondisi di atas.Oleh karenanya, dikeluarkanlah standar
ISO/IEC 17024:2003 yang memberikan kriteria-kriteria pengelolaan untuk Lembaga Sertifikasi Personel [2].
Standar tersebut memfasilitasi kebutuhan LSP akan kerangka TQM. Bagi sebuah LSP, penerapan ISO/IEC
17024:2003 merupakan salah satu langkah untuk mengembangkan TQM [6]. Dengan mengadopsi standar
ISO/IEC 17024:2003, LSP diharapkan dapat beroperasi secara efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan
stakeholder dan lingkungan usahanya. Selain itu, perolehan sertifikat akreditasi ISO/IEC 17024:2003 diharapkan
juga akan menjadi dasar bagi LSP untuk dapat bergerak lebih ekspansif memperluas jangkauannya. Hal ini
menjadi lebih penting, apabila dikaitkan dengan tuntutan persaingan saat era CAFTA yang mengharuskan
sumber daya manusia Indonesia lebih bermutu.

269

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Standar ISO/IEC 17024:2003 dikeluarkan oleh ISO pada tahun 2003, sedangkan pedoman penerapannya
dikeluarkan oleh International Accreditation Forum (IAF) pada tahun 2004. Standar ISO/IEC 17024 : 2003
mengantikan standar EN 45013:1989 tentang Kriteria Umum untuk Lembaga Sertifikasi Personel [4]. Meskipun
demikian, belum banyak LSP yang menerapkan standar tersebut. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IAF,
hingga tahun 2008, terdapat 194 LSP yang terakreditasi ISO/IEC 17024:2003 di seluruh dunia [6]. Jumlah
tersebut didominasi oleh LSP yang bergerak untuk mensertifikasi auditor sistem manajemen mutu (18%), disusul
oleh LSP yang mensertifikasi mekanik (15%).
Salah satu upaya untuk memperbanyak penerapan ISO/IEC 17024:2003 di Indonesia adalah dengan
mengadopsi standar tersebut menjadi standar nasional. Pedoman KAN 501-2003 merupakan bentuk adopsi
standar ISO/IEC 17024:2003 di Indonesia. Kedua jenis standar memiliki isi dan struktur yang sama. Pembeda
antara keduanya, hanya terletak pada bahasa yang digunakan dimana Pedoman KAN 501-2003 menggunakan
bahasa Indonesia sementara ISO/IEC 17024:2003 menggunakan bahasa Inggris. Meskipun demikian, LSP yang
terakreditasi sesuai Pedoman KAN 501-2003, dengan sendirinya diakui sesuai dengan akreditasi ISO/IEC
17024:2003.
2. Metodologi Kajian
Kajian ini mengadopsi metode penelitian yang dijalankan oleh Singh dan Nahra (2006) yaitu studi kasus. Objek
kajian adalah

pengalaman sebuah LSP Auditor

Sistem Manajemen Mutu dalam menerapkan ISO/IEC

17024:2003. Pengumpulan data dilakukan dengan key informant strategy [9] melalui personel kunci LSP yang
telah menjalankan sistem ISO/IEC 17024:2003 tersebut.
3. Persyaratan Lembaga Sertifikasi Personel ISO/IEC 17024:2003
Proses penerapan ISO/IEC 17024:2003 adalah proses intrepretasi persyaratan-persyaratan standar ke
dalam proses usaha LSP. Oleh karena itu, untuk menjembatani pemahaman terhadap proses penerapan ISO/IEC
17024:2003 dan apa manfaat yang bisa diperoleh, terlebih dahulu dikaji seperti apakah persyaratan ISO/IEC
17024:2003 tersebut? Apa kaitannya dengan Total Quality Management (TQM) seperti di singgung pada I.1?
Standar ISO/IEC 17024 adalah standar internasional yang merinci persyaratan-persyaratan untuk
menjamin lembaga sertifikasi personel agar dapat menjalankan operasinya secara konsisten, dapat diuji, dan
reliable. Dengan menerapkan ISO/IEC 17024:2003, diharapkan LSP dapat menjadi lembaga sertifikasi dengan
karakteristik baik yaitu fokus pada kebutuhan klien dan pelanggannya, keputusan sertifikasinya dapat
dipertanggungjawabkan secara teknis, dan mampu memberikan nilai tambah sehingga proses sertifikasi
bermanfaat [8].
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, ISO/IEC 17024:2003 dirancang sebagai sebuah perpaduan sistem
manajemen yang berlandaskan pada TQM ditambah dengan persyaratan-persyaratan spesifik terkait proses usaha
sebuah LSP. Unsur TQM terlihat pada persyaratan sistem manajemen (klausul 4.4) dimana standar mengarahkan
agar LSP menerapkan dokumentasi berbasis ISO 9001 untuk memenuhi persyaratan tersebut [1].

270

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gotzamani and Tsiotras (2002) menjelaskan bahwa ISO 9001 adalah sebuah sub sistem TQM yang bila
secara sadar dan konsisten diterapkan akan membawa perbaikan bagi organisasi[12]. Model TQM compatible
dan komplemen dengan model ISO 9001. Dimulai dengan ISO 9001:2000, dan kini dipertegas dengan ISO
9001:2008, persyaratan-persyaratan yang ada memperjelas keterkaitan antara SMM ISO 9001 dengan TQM
(Biazzo and Bernardi, 2003). Standar ISO tersebut mengadopsi filosofi TQM dengan fokus yang lebih kuat pada
kepuasan pelanggan dan pendekatan perbaikan proses yang berkelanjutan (Chan et al., 2002); dan menekankan
agar manajemen puncak memastikan seluruh personel memahami pentingnya memenuhi persyaratan pelanggan
(Kartha, 2004) [12].
Selain itu, di dalam standar juga disebutkan secara jelas lembaga sertifikasi harus mempunyai sistem
pengendalian dokumen dan audit internal serta kaji ulang manajemen yang sudah diterapkan termasuk ketentuan
untuk perbaikan berkelanjutan, tindakan koreksi dan pencegahan [2]. Apabila ditelaah lebih mendalam, maka
persyaratan tersebut mengindikasikan adanya kriteria TQM yaitu continual improvement.

Persyaratan-

persyaratan yang terdapat pada ISO/IEC 17024:2003 secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian
utama yaitu persyaratan untuk lembaga sertifikasi, persyaratan untuk personel lembaga sertifikasi, dan
persyaratan untuk proses sertifikasinya sendiri. Persyaratan untuk lembaga sertifikasi menentukan kriteriakriteria bagaimana proses internal sebuah LSP seharusnya dijalankan. Dalam hal ini, ditentukan mulai dari
persyaratan umum lembaga sertfikasi, struktur organisasi, pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi,
sistem manajemen, subkontrak, rekaman, kerahasiaan hingga proses penjaminan keamanan.
Persyaratan untuk personel lembaga sertfikasi menentukan kriteria-kriteria bagaimana seorang penguji
LSP seharusnya. Selain itu, persyaratan juga menentukan keharusan LSP untuk menetapkan kompetensi personel
penguji serta memelihara dokumen dan rekaman terkait. Sementara persyaratan untuk proses sertifikasi
menentukan kriteria-kriteria proses usaha LSP yang mencakup proses aplikasi, evaluasi, pengambilan keputusan
dalam sertifikasi, surveillance, dan resertifikasi personel.

4. Studi Kasus: Penerapan ISO/IEC 17024:2003 Pada LSP Auditor Sistem Manajemen Mutu
Sesuai bahasan I.2, LSP terbanyak yang menerapkan ISO/IEC 17024:2003 adalah LSP yang
mensertifikasi Auditor Sistem Manajemen Mutu. Oleh karena itu untuk menangkap fenomena tersebut dan
mencapai tujuan kajian, berikut ini dibahas penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada sebuah LSP Auditor Sistem
Manajemen Mutu di Indonesia. LSP tersebut menerapkan Pedoman KAN 501-2003 yang merupakan adopsi atas
ISO/IEC 17024:2003 dan telah berhasil terakreditasi oleh KAN.
Proses Penerapan ISO/IEC 17024:2003
Proses penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada objek kajian dapat dibagi menjadi empat fase yaitu fase
persiapan, pengembangan, fase penerapan, serta fase pemeliharaan. Fase persiapan bertujuan untuk memetakan
tugas-tugas yang diperlukan dalam rangka menerapkan ISO/IEC 17024:2003 dengan output akhir berupa
implementation plan. Fase ini diawali

dengan pembentukan Tim untuk mengembangkan sistem ISO/IEC

271

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

17024:2003. Setelah Tim terbentuk, anggota tim mengadakan diskusi untuk menyamakan persepsi terkait
persyaratan ISO/IEC 17024:2003. Setelah itu, diidentifikasi gap/kesenjangan antara sistem yang ada dengan
persyaratan ISO/IEC 17024:2003 dan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil identifikasi
gap/kesenjangan, disusunlah implementation plan yang berisi rincian tugas bagi setiap anggota tim dalam rangka
memenuhi persyaratan ISO/IEC 17024:2004.
Fase pengembangan bertujuan untuk menyusun struktur organisasi, skema sertifikasi, proses-proses
usaha yang diperlukan, serta dokumen ISO/IEC 17024:2003. Struktur organisasi terdiri atas sekretariat dan
komite-komite. Komite terpenting yang mesti ada adalah komite penguji dan komite skema. Skema sertifikasi
merupakan inti dari proses usaha yang terdapat dalam LSP. Berdasarkan skema sertifikasi, dibentuk prosedur
dari masing-masing proses dimulai dari permohonan sertifikasi awal, kenaikan tingkat, perpanjangan sertifikasi
hingga perpanjangan sertifikasi.
Dokumen yang dibentuk terdiri atas tiga level dokumen yaitu pedoman mutu, prosedur, dan instruksi
kerja serta dokumen pendukung. Alur pembuatan dokumen dimulai dari pedoman mutu, diturunkan menjadi
prosedur. Lalu prosedur diturunkan menjadi instruksi kerja dan dokumen pendukung. Output akhir dari fase
pengembangan adalah disahkannya dokumen sistem yang terdiri atas pedoman mutu, prosedur, instruksi kerja
maupun dokumen pendukung oleh pihak-pihak yang berwenang. Pedoman mutu adalah dokumen yang
menggambarkan secara umum bagaimana ISO/IEC 17024:2003 dijalankan pada LSP.
Setelah dokumen disahkan, fase selanjutnya adalah penerapan sistem. Fase ini diawali dengan
sosialisasi dokumen yang akan digunakan. Setelah itu, setiap personel menggunakan dokumen system dalam
proses kerjanya. Setiap dokumen dan rekaman hasil aktivitas dikendalikan menggunakan prosedur pengendalian
dokumen dan prosedur pengendalian rekaman. Setelah beberapa bulan diterapkan, dilakukan kegiatan audit
internal dan tinjauan manajemen sebagai upaya untuk memelihara sistem. Proses audit internal, pada prinsipnya
merupakan proses untuk memeriksa pelaksanaan dan efektifitas sistem. Proses ini diatur dan mengacu pada
prosedur tersendiri yang disebut prosedur audit mutu internal.
Proses tinjauan manajemen merupakan proses pemeriksaan oleh manajemen terhadap performa system
yang ada. Dalam tinjauan manajemen dibahas hasil audit internal, pencapaian sasaran mutu dan performa proses,
feedback klien, dan ketidaksesuaian serta hal-hal lain yang dianggap penting dan dapat mempengaruhi sistem.
Setelah seluruh fase dilalui, LSP diregistrasi pada KAN untuk diakreditasi.
2 Manfaat Penerapan ISO/IEC 17024:2003
Setelah seluruh fase dilalui oleh LSP, terdapat beberapa manfaat penerapan ISO/IEC 17024:2003 yang
dirasakan oleh organisasi. Berikut ini beberapa manfaat yang berhasil diidentifikasi.
Fokus Pada Pelanggan
Setelah diterapkan ISO/IEC 17024:2003, LSP menjadi lebih fokus pada kebutuhan dan kepuasan pelanggan
yaitu para auditor sistem manajemen mutu. Setiap tahun, LSP mengirimkan kuesioner untuk mengevaluasi

272

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

kepuasan para auditor sistem manajemen mutu para pelanggannya. Hasil dari pengolahan kuesioner, menjadi
input yang berharga untuk memperbaiki performa layanannya. Hal ini meminimalisir bahkan meniadakan
keluhan pelanggan sekaligus meningkatkan hubungan antara LSP dengan pelanggannya.
Orientasi Proses
Setelah diterapkan ISO 17023:2004, LSP harus memetakan proses usahanya baik di level organisasi maupun
level fungsi. Hal ini membuat alur koordinasi dan komunikasi antar tiap proses menjadi lebih baik. Setiap
personel dapat mengetahui secara pasti proses apa yang harus dikerjakan setelah proses yang dikerjakannya
selesai. Selain itu, apabila terjadi masalah dapat diidentifikasi dengan cepat proses apa yang bermasalah.
Pengukuran Kinerja
Sebagai konsekuensi dari penerapan ISO/IEC 17024:2003, LSP menetapkan dan mereview secara berkala
sasaran mutu. Sasaran mutu adalah sesuatu yang dicari, atau dikehendaki, yang berkaitan dengan mutu [8].
Dalam hal ini, sasaran mutu menunjukan indikator-indikator kuantitatif yang disepakati oleh LSP untuk
menunjukkan performa sistem. Hal ini membuat kinerja LSP menjadi terukur dan dapat dievaluasi guna
meningkatkan performa kinerja LSP.
Perbaikan Berkelanjutan
ISO/IEC 17024:2003 mengarahkan LSP melakukan kegiatan audit internal dan tinjauan manajemen secara
berkala. Dua kegiatan ini membuat kebutuhan akan perbaikan di dalam sistem dapat diidentifikasi. Selain itu,
ISO/IEC 17024 mengarahkan agar setiap hasil audit internal dan tinjauan manajemen ditindaklanjuti. Hal ini
membuat perbaikan berkelanjutan terjadi di dalam sistem LSP.
Dokumentasi Sistem
LSP identik dengan penataan dan pengarsipan dokumen. Penerapan ISO/IEC 17024:2003 membuat proses
pengendalian dan pengarsipan dokumen pada LSP menjadi lebih mudah. Hal ini disebabkan ISO/IEC
17024:2003 mengarahkan organisasi untuk membuat prosedur pengendalian dokumen dan pengendalian
rekaman.
Akreditasi Sistem
Setelah menerapkan ISO/IEC 17024:2003, LSP berhasil memperoleh sertifikat akreditasi KAN. Dengan
diperolehnya, sertifikat tersebut, meningkatkan kepercayaan umum terhadap sertifikasi yang dilakukan oleh
LSP. Hal ini bisa dimanfaatkan LSP untuk memperluas jangkauan pemasarannya. Selama ini, LSP Auditor
Sistem Manajemen Mutu memiliki pesaing International Register of Certification Auditor (IRCA). Dengan
terakreditasi ISO/IEC 17024:2003, membuat jaminan mutu sertifikasi yang dilakukan oleh LSP tidak kalah
dengan hasil sertifikasi IRCA. Selain itu, pengguna auditor yang disertifikasi LSP Auditor Sistem Manajemen
Mutu umumnya adalah Lembaga Sertifikasi Produk. Dengan adanya sertifikat akreditasi ISO/IEC 17024:2003,

273

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

maka legalitas para auditor hasil sertifikasi LSP untuk menilai kesesuaian produk luar dengan persyaratan
dengan SNI diyakini semakin kuat.
5. Kesimpulan
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, mengacu pada pengalaman sebuah LSP Asesor
sistem manajemen mutu, secara umum dapat diberikan gambaran bahwa:
1.

Proses penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada LSP dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase
pendahuluan, fase pengembangan, fase penerapan, serta fase pemeliharaan.

2.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh LSP dengan penerapan ISO/IEC 17024:2003 antara lain fokus pada
pelanggan menjadi lebih baik, setiap proses usaha terpetakan dan alur kerja menjadi jelas serta mudah
dideteksi apabila terjadi masalah, konsistensi pengukuran kinerja yang memberikan gambaran utuh
performa lembaga, budaya perbaikan berkelanjutan, dokumentasi sistem yang mampu memenuhi kebutuhan
karakteristik sebuah lembaga sertifikasi, dan sertifikat akreditasi sistem yang meningkatkan kepercayaan
umum.

Daftar Pustaka

1. Santoso, Dana (2010). Kebijakan Industri Nasional dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri
Nasional. Prosiding SNNPTI. UMB

2. ISO/IEC 17024:2003/Pedoman KAN 501 :2003, International Standard, Conformity Assessment General
requirement for Bodies Operating Certification of Persons

3. IAF GD 24:2009/Pedoman KAN 506 : 2009, IAF Guidance on the Application of ISO/IEC 17024:2003
4. Thomson, John (2006). Global Review of Qualification and Certification of Personnel for NDT &
Condition Monitoring, ECNDT Th. 3.6.1

5. Swift, Roy A (2009). ISO 17024A Standard for the 21st Century A Basis for Economic Development of a
Country. Semana de la Acreditation. ANSI

6. Sugiri (2005). TQM, Best Method to Eliminate Narcotics and Psychotropics Abuse and Illegal
Distribution. Vol. 327 41 No. 4 October December

7. Subramaniam, Parama I. (2007). Update On the Adoption and Use of QMS Standards in Malaysia .
SIRIM Seminar

8. ISO 9000:2005, International Standard, Fundamentals and vocabulary


274

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

9. Singh, Prakash and Nahra, Manshour (2006). ISO 9000 in the public sector: a successful case from
Australia. The TQM Magazine Vol. 18 No. 2, 2006 pp. 131-142

10. Winn, Robert. C and Green, Robert. S (1998). Applying Total Quality Management to The Educational
Process Int. J. Eng Ed. Vol. 14, No. 1, p. 2429.

11. Lewis, W. G et all (2005). An AHP-based study of TQM benefits in ISO 9001 certified SMEs in Trinidad
and Tobago. The TQM Magazine Vol. 17 No. 6. PP 558-572.

12. Sakthivel, P.B. and Rajendran, G (2005). TQM Implementation and Students Satisfaction of Academic
Performance. The TQM Magazine Vol. 17 No. 6, 2005 PP. 573-589

275

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Identifikasi dan Pemeringkatan Faktor Kunci Sukses Penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada Lembaga
Sertifikasi Personel di Indonesia Dengan Analytical Hierarchy Process
Medi Yarmen1 , Sik Sumaedi2
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Kawasan Puspiptek Gedung 410, Serpong,
Tangerang 153101,2
E-mail : medi001@lipi.go.id 1, siks002@lipi.go.id2
Abstrak
Keberhasilan penerapan suatu sistem baru dikarenakan organisasi mampu mengembangkan faktor-faktor kunci
sukses pengembangan suatu sistem. Telah banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
kunci sukses di bidang-bidang Total Quality Management (TQM), Business Process Re-engineering, ISO 9001,
ataupun Knowledge Management. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada bukti bahwa penelitian terhadap
faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan memberikan peringkat faktor-faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 bagi
Lembaga Sertifikasi Personel di indonesia. Penelitian ini penting karena diharapkan dapat menjadi input bagi
lembaga-lembaga sertifikasi personel untuk menyusun strategi yang tepat dalam menerapkan ISO/IEC
17024:2003.
Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengumpulan data dilakukan dengan
kuesioner perbandingan berpasangan. Responden penelitian adalah para praktisi lembaga-lembaga sertifikasi
personel terakreditasi ISO/IEC 17024:2003 yang memiliki pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam
menerapkan standar tersebut dalam lembaganya.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 adalah dukungan
pimpinan puncak, keterlibatan personel lembaga sertifikasi dalam penerapan ISO/IEC 17024:2003, kecukupan
pelatihan dan pendidikan bagi para personel lembaga sertifikasi, serta komunikasi antar personel yang efektif.
Berdasarkan analisa bobot Analytic Hierarchy Process, diperoleh bahwa faktor kunci sukses terpenting adalah
dukungan pimpinan puncak dengan bobot 0.73, lalu disusul keterlibatan personil Lembaga sertifikasi personel
dalam menerapkan ISO/IEC 17024:2003 dengan bobot 0.16, kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel
dengan bobot 0.06, dan komunikasi antar personel yang efektif dengan bobot 0.05.

1. Pendahuluan
Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas dimana hambatan tarif tidak mampu lagi membatasi
produk-produk asing untuk memasuki pasar domestiknya. Alternatif upaya pencegahan yang dapat dilakukan
pemerintah agar perekonomian dalam negeri tetap bertahan adalah dengan menciptakan hambatan non tarif
seperti penetapan standar produk. Selain itu, juga dapat dilakukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
agar tidak kalah bersaing. Dalam kaitan tesebut, kebutuhan akan lembaga sertifikasi personel menjadi penting.
Lembaga sertifikasi personel menilai kompetensi seseorang apakah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu dan menerbitkan sertifikat pengakuan atas kompetensi tersebut. Berdasarkan sertifikat tersebut,
seseorang dapat menjadi auditor atau pengambil sampel atau profesi lainnya sesuai kompetensi yang
dimilikinya. Mengingat hal itu, lembaga sertifikasi personnel dituntut memiliki kredibilitas sehingga sertifikat
yang dikeluarkannya dapat diakui.ISO/IEC 17024:2003 adalah standar internasional tentang penilaian
kesesuaian-persyaratan umum untuk Lembaga Sertifikasi Personel. Standar tersebut mengatur bagaimana

276

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

menjalankan suatu lembaga sertifikasi personil. Akreditasi ISO/IEC 17024:2003 diharapkan mampu
meningkatkan kredibilitas lembaga-lembaga sertifikasi personil di Indonesia.
Pengembangan sistem berbasis faktor kunci sukses, menurut Rockart (1979), akan memberikan manfaat antara
lain, kegiatan pengembangan yang lebih terfokus, menghindari pemborosan kegiatan, pengumpulan data dan
informasi yang tidak diperlukan [1]. Mengingat hal itu, penelitian ini bertujuan:

Mengidentifikasi faktor-faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 hingga mampu terakreditasi

Memberikan peringkat tingkat kepentingan faktor kunci sukses tersebut dalam penerapan ISO 17024:2003

2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process, mengadaptasi apa yang
dilakukan oleh Ramoutar dan Syam (2009) saat mengindentifikasi dan memberikan peringkat faktor-faktor kritis
yang mempengaruhi keberhasilan penerapan ISO 9001. Analytical Hierarchy Process, salah satu metode
pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970-an, adalah suatu
metode untuk memecah situasi kompleks dan tidak terstruktur menjadi bagian-bagian komponen; mengatur
bagian-bagian ini menjadi urutan hirarki; memberikan nilai numerik terhadap kepentingan relatif dari setiap
variabel; dan mensintesis penilaian tersebut untuk menentukan bagian mana yang mempunyai prioritas tertinggi
dan harus dilakukan untuk mempengaruhi hasil dari situasi tersebut [10].
Tiga fitur Analytical Hierarchy Process yang membuat ia berbeda dari pendekatan pengambilan keputusan
lainnya adalah [5]:

Kemampuannya untuk menangani atribut tangible maupun intangible;

Kemampuannya untuk menstrukturisasi masalah menjadi sebuah hirarki untuk memperoleh pemahaman
lebih mendalam pada pengambilan keputusan;

Kemampuannya untuk memantau konsistensi atas penilaian seorang pengambil keputusan.

Pemilihan Analytical Hierarchy Process sebagai metode penelitian yang digunakan, didasari bahwa penilaian
terhadap suatu faktor kunci sukses merupakan suatu pengambilan putusan atas masalah yang komplek [5] karena
pertimbangan berikut:

Relatif sulitnya untuk mengkonseptualisasikan dan menstrukturkan penilaian faktor kunci sukses menjadi
sebuah kerangka analitis;

Nature dari faktor kunci sukses, beberapa kuantitatif sedangkan beberapa lainnya bersifat subyektif;

Terdapat banyak faktor yang terlibat dalam kesuksesan suatu implementasi sistem dimana terkadang faktorfaktor tersebut terkadang mereflekan sesuatu yang lebih bersifat psikologis , kualitatif, dan intangible.

Tahapan penelitian mengadopsi alur kerja penelitian Analytical Hierarchy Process dalam [5], [10] yaitu:
1.

Identifikasi faktor kunci sukses


Metode yang digunakan dalam identifikasi faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 adalah
dengan studi literatur dan menyebarkan kuesioner semi tertutup pada para pakar ISO/IEC 17024:2003

277

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

yang terdiri atas praktisi lembaga sertifikasi personil yang terakreditasi standar tersebut dan juga
perwakilan Komite Akreditasi Nasional (KAN).
2.

Pembobotan faktor kunci sukses


Pembobotan faktor kunci sukses diawali dengan penyebaran kuesioner perbandingan berpasangan pada
para praktisi ISO/IEC 17024:2003 yang dianggap memiliki pengetahuan mendalam tentang penerapan
ISO/IEC 17024:2003. Kuesioner perbandingan berpasangan menggunakan skala kepentingan relatif
sebagai berikut [10]:
Tabel 1. Skala Dasar Untuk Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan

Definisi

Kepentingan sama

Kepentingan menengah

Kepentingan kuat

Kepentingan sangat kuat

Kepentingan ekstrim

2,4,6,8

Untuk nilai tengah dari nilai-nilai di atas

Berdasarkan hasil kuesioner dilakukan pengolahan data menggunakan bantuan software EC.Pro 2000
untuk mengetahui bobot kepentingan tiap faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 dan rasio
inkonsistensi pembobotan.
3.

Analisis konsistensi
Analytical Hierarchy Process mengukur konsistensi keseluruhan dari penilaian dengan menggunakan
rasio inkonsistensi. Nilai rasio inkonsistensi harus bernilai lebih kecil atau sama dengan 5% untuk matriks
3 x 3, 9% untuk matriks 4 x 4, dan 10% untuk matriks yang lebih besar [10].

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan kuesioner yang dibagikan pada para responden penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang
dianggap sebagai kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 hingga terakreditasi adalah sebagai berikut:

Dukungan pimpinan puncak


Dukungan pimpinan puncak menjadi penting karena dalam pengembangan suatu sistem baru dibutuhkan
sumber daya dan kekuatan legal untuk menghadapi pertentangan perubahan sistem. Dukungan pimpinan
puncak dapat dibuktikan dengan terlibatnya pimpinan dalam pembuatan kebijakan maupun sasaran mutu
ataupun dokumen lainnya yang diperlukan, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan serta mengeluarkan
kebijakan yang dapat meminimalisir gangguan-gangguan penerapan ISO/IEC 17024:2003. Selain itu,
dukungan pimpinan puncak juga dilakukan dengan jalan pemantauan terhadap proyek pengembangan
ISO/IEC 17024:2003 dan mengkomunikasikan tentang pentingnya proyek tersebut. Apabila dikaitkan
dengan delapan prinsip manajemen mutu, dukungan pimpinan puncak merupakan bukti pelaksanaan prinsip
kedua yaitu kepemimpinan.

278

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Keterlibatan personel Lembaga sertifikasi personel dalam menerapkan ISO/IEC 17024:2003


ISO/IEC 17024:2003 merupakan panduan bagi pelaksanaan sistem lembaga sertifikasi personel sehari-hari
(proses usaha inti). Oleh karena itu, terlaksana atau tidaknya sistem tersebut bergantung pada
pelaksana/personel harian lembaga. Apabila sistem telah dibuat, tetapi dalam kegiatan harian tidak
dilaksanakan maka kecil kemungkinan lembaga akan dapat terakreditasi. Dalam kaitan itu, delapan prinsip
manajemen mutu mengatakan tentang pentingnya keterlibatan personel.

Kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel


ISO/IEC 17024:2003 merupakan pengetahuan baru bagi personel organisasi yang mulai mengadopsi standar
tersebut. Kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel diharapkan dapat mengarahkan terpenuhinya
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem. Paling tidak kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi oleh personel yang terlibat dalam pelaksanaan ISO/IEC 17024:2003 adalah kemampuan
untuk mengintrepretasikan persyaratan standar dalam proses usaha lembaga, kemampuan untuk membuat
dokumentasi yang efektif, serta kemampuan untuk melakukan kegiatan audit internal secara tepat.

Komunikasi antar personel yang efektif


Pelaksanaan ISO/IEC 17024:2003 merupakan pekerjaan yang melibatkan seluruh institusi lembaga
sertifikasi personel. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi efektif antar tiap personel. Dengan adanya
komunikasi yang efektif, diharapkan dapat dibangun kesamaan visi dan tujuan antar tiap personel lembaga.
Berdasarkan hasil kuesioner perbandingan berpasangan yang merupakan penilaian individu para pakar

dilakukan pembobotan. Hasil penilaian para pakar tersebut digabungkan dengan menggunakan rataan geometris.
Hasil rataan geometris menjadi input bagi matriks perbandingan berpasangan. Tabel 2 adalah matriks
perbandingan berpasangan faktor kunci sukses yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya.
Tabel 2. Matriks perbandingan berpasangan faktor kunci sukses

Faktor Kunci Sukses


A1
A2
A3
A4

A1
1.00

A2
4.47
1.00

A3
12.00
2.45
1.00

A4
14.97
3.87
1.41
1.00

Keterangan: A1 = Dukungan pimpinan puncak, A2 = Keterlibatan personil Lembaga sertifikasi personel


dalam menerapkan ISO/IEC 17024:2003, A3 = Kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel, dan A4
= Komunikasi antar personel yang efektif

279

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Matriks perbandingan di atas menjadi input untuk tahap selanjutnya yaitu pengolahan data bobot dengan
menggunakan software Ec. Pro 2000. Berdasarkan penghitungan diperoleh bobot kepentingan untuk tiap faktor
kunci sukses adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Bobot kepentingan untuk tiap faktor kunci sukses


Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa faktor kunci sukses terpenting dalam penerapan ISO/IEC
17024:2003 agar dapat terakreditasi adalah dukungan pimpinan puncak dengan bobot kepentingan 0.73, lalu
keterlibatan personil Lembaga sertifikasi personel dalam menerapkan ISO/IEC 17024:2003 dengan bobot 0.16,
kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel dengan bobot 0.06, dan komunikasi antar personel yang
efektif dengan bobot 0.05.
Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh rasio inkonsistensi untuk penelitian ini adalah 0.23%.
Mengingat matriks perbandingan berpasangan yang digunakan berukuran 4 x 4 mensyaratkan rasio inkonsistensi
di bawah atau sama dengan 9%, maka hasil penilaian para pakar yang menjadi responden konsisten dan dapat
digunakan.
4. Kesimpulan
Sesuai permasalahan dan tujuan penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal:
1.

Telah dilakukan penelitian tentang faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 pada lembagalembaga sertifikasi personil dengan metode Analytical Hierarchy Process.

2.

Berdasarkan hasil penelitian, faktor kunci sukses penerapan ISO/IEC 17024:2003 hingga dapat terakreditasi
adalah dukungan pimpinan puncak, keterlibatan personil Lembaga sertifikasi personel dalam menerapkan
ISO/IEC 17024:2003, kecukupan pelatihan dan pendidikan bagi personel dan komunikasi antar personel
yang efektif .

3.

Faktor kunci sukses terpenting dalam penerapan ISO/IEC 17024:2003 agar dapat terakreditasi adalah
dukungan pimpinan puncak dengan bobot kepentingan 0.73, lalu keterlibatan personil Lembaga sertifikasi
personel dalam menerapkan ISO/IEC 17024:2003 dengan bobot 0.16, kecukupan pelatihan dan pendidikan
bagi personel dengan bobot 0.06, dan komunikasi antar personel yang efektif dengan bobot 0.05.

Daftar Pustaka
1.

Amberg, Michael et al (2005). Background of Critical Succes Factor Research. Working Paper No.2.
Friedrich-Alexander-Universitt

Erlangen-Nrnberg

Lehrstuhl

fr

Betriebswirtschaftslehre,

insb.

Wirtschaftsinformatik III Lange Gasse 20, 90403 Nrnberg

280

ISSN 977.2086796.00.2

2.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Jingjing, Wang (2006). A Study of Perceived Key Succes Factors among Salmon Importers and
Distributors in Shanghai Master of Science Thesis, Department of Social Science and Marketing,
Norwegian College of Fishery Science, University of Tromso, Norway.

3.

Sugiri (2005). TQM, Best Method to Eliminate Narcotics and Psychotropics Abuse and Illegal
Distribution. Vol. 327 41 No. 4 October December

4.

ISO/IEC 17024:2003/Pedoman KAN 501 :2003, International Standard, Conformity Assessment General
requirement for Bodies Operating Certification of Persons

5.

Ramoutar, Krystal and Syan, Chanan S (2009) An-AHP Based Study of WCM Implementation in ISO
9001 Certified Manufacturing Organizations in Trinidad and Tobago. Procedings of World Congress on
Engineering Vol 1. WCE, London, UK.

6.

Amar, Kifayah and Zain, Mohd. Zuraidah (2002) Barriers to Implementing TQM in Indonesia. The TQM
Magazine. Volume 14 No. 6. Pg 367-372

7.

Balzarova, Michael A (2004). Key success factors in implementation of process-based management, A UK


housing association experience. Business Process Management Journal Vol. 10 No. 4, 2004 pp. 387-399

8.

Al-Mashari, Majed and Zairi, Mohamed (1999). BPR implementation process: an analysis of key success
and failure factors Business Process Management Journal, Vol. 5 No. 1, pp. 87-112.

9.

Mathri, Kavindra (2004). Key Success Factors for Knowledge Management. Master Thesis, University of
Applied Sciences/FH Kempten, Germany

10. Yadrifil dan Sumaedi, Sik (2005). Analisis Risiko Pembiayaan pada Bank Umum Syariah dengan Metode
Analytic Hierarchy Process. Jurnal Teknologi, Edisi Khusus No.3, Teknik Industri Tahun XIX, Pg. 63-69

281

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pengukuran Kepuasan Pelanggan Sebuah Lembaga Sertifikasi Personel Dengan Service Quality
(Servqual)
Sik Sumaedi1 , Medi Yarmen2
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Kawasan Puspiptek Gedung 410, Serpong,
Tangerang 153101,2
E-mail : siks002@lipi.go.id 1, medi001@lipi.go.id 2
Abstrak
Untuk menerapkan ISO/IEC 17024:2003 dengan sistem manajemen (klausul 4.4) berbasis ISO 9001:2008 ,
Lembaga Sertifikasi Personel dituntuk untuk fokus pada pelanggan. Salah satu kegiatan yang dapat
memfasilitasi hal itu adalah pengukuran kepuasan pelanggan terhadap kualitas jasa/layanan yang diberikan.
Dengan teridentifikasinya kepuasan pelanggan, diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga untuk
memperbaiki kinerja jasa/pelayanannya. Service Quality (Servqual) adalah metode pengukuran kualitas
jasa/layanan yang memetakan kualitas jasa/layanan ke dalam lima dimensi yaitu Reliable, Assurance, Tangible,
Empathy, dan Responsiveness. Selain itu, metode tersebut tidak hanya mengukur persepsi pelanggan, tetapi juga
dapat mengidentifikasi tingkat harapan pelanggan yang memungkinkan diketahuinya kesenjangan antara
persepsi dengan harapan pelanggan. Metode ini penting untuk diterapkan agar lembaga tidak keliru
mengintrepretasikan tingkat kepuasan pelanggannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Servqual pada pengukuran kepuasan pelanggan lembaga sertifikasi
personel. Metode penelitian bersifat studi kasus pada sebuah Lembaga Sertifikasi Personel Auditor Sistem
Manajemen Mutu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dengan bantuan kuesioner servqual
terhadap pelanggan-pelanggan lembaga.
Hasil Penelitian menunjukan hasil penerapan Servqual berupa indeks kepuasan pelanggan (Actual Servqual
Score) lembaga sertifikasi personel objek kajian secara keseluruhan sebesar 92.69%, Servqual Score yang
memperlihatkan analisa kesenjangan antara harapan dan kinerja pelanggan, serta Weigthed Servqual Score
yang menunjukkan prioritas dimensi apa saja yang harus sesegera mungkin ditingkatkan.

I. Pendahuluan
Dalam rangka memenuhi persyaratan sistem manajemen (klausul 4.4) ISO 17024:2003 tentang
penilaian kesesuaian-persyaratan umum untuk Lembaga Sertifikasi Personel, sebuah Lembaga Sertifikasi
Personel (LSP) diarahkan untuk mengadopsi standar ISO 9001:2008 [1].

ISO 9001:2008 adalah standar

internasional tentang sistem manajemen mutu yang dibutuhkan organisasi untuk memperlihatkan
kemampuannya secara konsisten dalam memenuhi persyaratan customer, peraturan dan perundang-undangan.
Selain itu, ia bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui aplikasi sistem yang efektif, termasuk
proses untuk perbaikan terus menerus dan jaminan kesesuaian persyaratan customer, peraturan, dan perundangundangan [2].
ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengacu pada delapan prinsip manajemen mutu yaitu fokus
pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan personel, pendekatan proses, pendekatan sistem untuk pengelolaan,
perbaikan terus menerus, pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan fakta, dan hubungan saling
menguntungkan dengan pemasok [3] dan mengadopsi metodologi Plan-Do-Check-Action (PDCA) dalam setiap
prosesnya [2]. Dalam konteks tersebut, dapat dilihat kesesuaian antara model ISO 9001:2008 dengan Total
Quality Management (TQM) yang telah terbukti efektif memulihkan keterpurukan Jepang pasca Perang Dunia
ke-2.

282

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISO 9001:2008 merupakan pilihan yang tepat bagi sistem manajemen sebuah LSP. Hal ini disebabkan banyak
penelitian telah membuktikan bahwa penerapan ISO 9001 secara konsisten akan memberikan banyak manfaat
baik dari sisi internal organisasi seperti peningkatan mutu, produktivitas, efektifitas, dan kinerja, maupun dari
sisi eksternal seperti peningkatan image dan peluang pemasaran [4].
ISO 9001:2008 terdiri atas lima persyaratan utama yaitu (1) sistem manajemen mutu, (2) tanggung
jawab manajemen, (3) manajemen sumber daya, (4) realisasi produk, (5) pengukuran, analisa, dan peningkatan.
Sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, ISO 9001 :2008 secara spesifik menyebutkan
adanya persyaratan-persyaratan fokus pada pelanggan (persyaratan 5.2), proses terkait pelanggan (7.2), dan
kegiatan pengukuran kepuasan pelanggan (8.2.1).
Dalam konteks pengukuran kepuasan pelanggan, ISO 9001 :2008 mensyaratkan kegiatan ini dengan
tujuan memastikan bahwa performa sistem manajemen mutu telah memenuhi persyaratan pelanggan. Dalam hal
ini, standar tersebut mensyaratkan adanya kegiatan pemantauan informasi persepsi pelanggan terhadap
pemenuhan persyaratan yang dikerjakan oleh LSP. Meskipun demikian, ISO 9001 :2008 tidak mengarahkan
pada sebuah metode khusus. LSP dapat memilih kegiatan pengukuran persepsi kepuasan pelanggan diantaranya
survei kepuasan pelanggan, data ketepatan realisasi layanan, survey opini pelanggan, lost business analysis,
ataupun laporan keluhan pelanggan [2].

2. Service Quality (Servqual)


Untuk memperkuat dasar penggunaan Servqual sebagai konsep pengukuran kepuasan pelanggan pada
Lembaga Sertifikasi Personel yang menerapkan sistem manajemen ISO 9001:2008, maka berikut ini dibahas
konsep dasar Servqual serta keterkaitannya dengan ISO 9001:2008.
Servqual adalah konsep yang diciptakan oleh Parasuraman, Berry, dan Zeithaml[7]. Konsep tersebut
didasari oleh model diskonfirmasi yang diadopsi secara luas pada literatur-literatur kepuasan pelanggan. Pada
literatur tersebut, kepuasan pelanggan dioperasionalkan dalam bentuk hubungan antara ekspektasi (E) dengan
persepsi (P). Jika P sesuai dengan E, maka diindikasikan adanya kepuasan pelanggan. Jika P lebih dari E, maka
diindikasikan akan diperoleh customer delight. Jika E melebihi P, maka ketidakpuasan pelanggan
diindikasikan terjadi [5].
Parasuraman et al (1988) mengungkapkan bahwa Servqual menggunakan lima dimensi penilaian
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Definisi kelima dimensi tersebut menurut mereka
ditunjukan pada tabel 1 [8]. Kelima dimensi tersebut diturunkan menjadi 2 bagian yang masing-masing terdiri
atas 22 buah peryataan. Bagian pertama menentukan tingkat ekspektasi pelanggan, sedangkan bagian kedua
menunjukkan tingkat penilaian pelanggan terhadap performa (kepuasan) suatu layanan[6].

283

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Lima Dimensi Servqual


Dimensi

Definisi

Tangibles

Tampilan materi komunikasi, personel, perlengkapan, maupun fasilitas fisik

Reliability

Kemampuan menyajikan layanan yang dijanjikan secara akurat

Responsiveness

Kesediaan membantu pelanggan & memberikan layanan dengan tepat

Assurance

Pengetahuan dan keramahan personel dan kemampuan mereka untuk menimbulkan


kepercayaan dan keyakinan

Empathy

Kepedulian, perhatian pribadi pada pelanggannya

Sumber: Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1988, p. 23. and Parasuraman, Berry, and Zeithaml, 1991, p. 41.
Servqual mendefinisikan evaluasi kualitas suatu layanan oleh customer sebagai sebuah fungsi gap (kesenjangan)
antara layanan yang diharapkan dan layanan yang diterima. Parasuraman et al (1988) mengidentifikasi lima gap
berikut yang dapat menyebabkan kegagalan suatu layanan [9]:

1. Kesenjangan antara ekspektasi customer dengan persepsi manajemen


2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas layanan
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dengan jasa yang diberikan
4. Kesenjangan antara jasa yang diberikan dengan komunikasi eksternal
5. Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dengan jasa yang diberikan
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Servqual sebagai bagian dari sistem ISO 9001:2008, yaitu
kegiatan pengukuran kepuasan pelanggan (persyaratan 8.2.1). Mengingat hal itu, perlu dibahas keterkaitan antara
ISO 9001:2008 dengan Servqual. Mengapa Servqual yang dijadikan sebagai acuan untuk kegiatan pengukuran
kepuasan pelanggan tersebut?
Alasan mendasar untuk menjawab pertanyaan di atas adalah ISO 9001:2008 memiliki tujuan yang sejalan
dengan Servqual yaitu mengatasi kesenjangan yang biasa terjadi sebagaimana disebutkan dalam [9]. ISO
9001:2008 menetapkan 4 persyaratan yang berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan yaitu penentuan
persyaratan produk (7.2.1), peninjauan persyaratan produk (7.2.2), Komunikasi pelanggan (7.2.3) dan kepuasan
pelanggan (8.2.1). Persyaratan 7.2.1, organisasi diharuskan mengidentifikasi seluruh persyaratan pelanggan,
baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan. Dalam konteks ini, penerapan persyaratan tersebut dapat
menghilangkan gap antara ekspektasi customer dengan persepsi manajemen karena manajemen dapat
mengetahui secara jelas apa ekspektasi customer.
Persyaratan 7.2.2, organisasi dituntut untuk mengkaji setiap persyaratan customer dan menentukan
persyaratan apa saja yang dapat dipenuhi serta apa saja yang tidak dapat dipenuhi. Dalam menentukan
spesifikasi layanan, organisasi haruslah mengacu pada hasil tinjauan tersebut. Dalam konteks ini, penerapan
persyaratan tersebut dapat menghilangkan gap antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas layanan
serta gap antara spesifikasi kualitas layanan dengan jasa yang diberikan.

284

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Persyaratan 7.2.3, organisasi dituntut untuk mengelola komunikasi dengan customernya secara efektif.
Dalam konteks komunikasi pemasaran, organisasi diarahkan untuk tidak mengkomunikasikan atau menjanjikan
sesuatu layanan yang tidak dapat dipenuhi sesuai hasil tinjauan persyaratan pelanggan. Dalam konteks ini,
penerapan persyaratan dapat mengatasi gap antara jasa yang diberikan dengan komunikasi eksternal.Persyaratan
8.2.1, organisasi dituntut untuk melakukan kegiatan pemantauan informasi persepsi pelanggan terhadap
pemenuhan persyaratan yang dikerjakan. Dengan adanya kegiatan ini secara konsisten, organisasi dapat
memetakan tingkat performa layanan yang dijanjikannya dengan tingkat persepsi kepuasan pelanggan. Dalam
konteks ini, apabila persyaratan tersebut diterapkan maka antara kualitas jasa yang diharapkan dengan kualitas
jasa yang diberikan dapat diilangkan.
Dari paparan di atas, dapat dilihat Organisasi ISO 9001 :2008 diarahkan untuk mengukur apa saja layanan
yang dijanjikan pada pelanggannya. Dalam konteks tersebut, kepuasan pelanggan ISO 9001 :2008 tidaklah
mengidentifikasi jenis layanan tambahan yang dibutuhkan oleh customer tetapi mengukur tingkat kualitas
layanan yang dijanjikan. Dalam konteks tersebut, Servqual menjadi alat ukur kepuasan pelanggan yang tepat
mengingat Servqual mengukur level kualitas suatu layanan dan bukan jangkuan layanan suatu organisasi.
3 Metodologi Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan studi
kasus. Studi kasus dikerjakan dengan objek penelitian sebuah lembaga sertifikasi personel auditor sistem
manajemen mutu. Objek penelitian telah menerapkan dokumentasi ISO 9001 sebagai bagian dari pemenuhan
persyaratan sistem manajemen (klausul 4.4) ISO/IEC 17024:2003. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
survey menggunakan alat bantu kuesioner. Kuesioner disusun mengikuti daftar pertanyaan yang diajukan oleh
Parasuraman dan kawan-kawan. Berdasarkan uji validitas dan realibilitas, kuesioner yang digunakan dalam
pengumpulan data valid dan reliable. Hasil uji validitas menunjukan bahwa setiap variabel pertanyaan memiliki
koefisien korelasi (r) bekisar antara 0.52 hingga 0.91. Dengan taraf kepercayaan 95%, nilai ini lebih besar dari r
tabel product moment (0.413) sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner valid. Pengujian reliabilitas dilakukan
dengan internal consistency dengan teknik belah dua Speaman Brown. diperoleh koefisen korelasi Speaman
Brown (rj) untuk kuesioner persepsi dan ekspektasi masing-masing sebesar 0.97 lebih besar dari r tabel Speaman
yang berarti reliable.
Mengingat tersebarnya pelanggan LSP objek penelitian, penelitian ini terbatas hanya dilakukan pada
responden sebanyak 30 orang auditor sistem manajemen mutu yang tersertifikasi oleh LSP yang memiliki lokasi
kerja di wilayah Jakarta, yakni Auditor-Auditor yang berasal dari Departemen Perindustrian dan Departemen
Perdagangan.
4. Hasil dan Pembahasan
Output kegiatan pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode servqual adalah servqual score,
weighted servqual score, dan actual servqual score. Oleh karena itu, akan dibahas ketiga hal tersebut di bawah
ini.

285

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

esuai dengan paparan I.3, kelebihan penggunaan Servqual pada survey pengukuran kepuasan pelanggan
adalah diketahuinya tingkat ekspekstasi pelanggan, tidak hanya tingkat persepsi pelanggan saja. Hal ini akan
membuat lembaga sertifikasi personel, mengetahui kesenjangan antara mutu layanan yang diberikan dengan apa
yang diharapkan pelanggan. Pembuktian hal tersebut dapat dilihat pada servqual score. Servqual score
menunjukkan gap antara persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap layanan. Selain itu dengan analisa Servqual
Score juga dapat menunjukan pada dimensi apa pelanggan menaruh harapan tertinggi dan menilai performa
tertinggi lembaga. Tabel 2 menunjukkan Servqual Score untuk objek penelitian.
Tabel 2. Servqual Score Objek Penelitian

No
1
2
3
4
5

Dimensi
Reliability
Responsiveness
Tangibles
Assurance
Empathy

Ekspektasi
4.03
4.04
3.91
4.00
3.76

Persepsi
3.75
3.75
3.50
3.80
3.51

Servqual Score
-0.29
-0.30
-0.41
-0.20
-0.24

Dari tabel Servqual Score dapat dilihat bahwa meskipun persepsi pelanggan terhadap jasa cukup tinggi bekisar
antara 3.50 hingga 3.75, tetapi ternyata ekspektasi pelanggan juga cukup tinggi yaitu antara 3.76 hingga 4.04.
Pada Servqual Score dapat dilihat bahwa seluruh dimensi bernilai negatif yang berarti kualitas layanan objek
kajian masih perlu diperbaiki. Fakta ini tidak dapat terungkap apabila lembaga menggunakan model pengukuran
kepuasan pelanggan tradisional yang hanya mengeksplorasi persepsi pelanggan saja, tanpa membandingkan
dengan ekspektasinya.
Apabila dilakukan analisa secara terpisah terhadap persepsi, ekspektasi, dan servqual score, dapat
diberikan gambaran sebagai berikut. Pelanggan objek kajian memiliki standar mutu yang cukup tinggi, hal ini
dapat dibuktikan dengan nilai ekspektasi yang tinggi. Nilai ekspekstasi tertinggi terletak pada dimensi
responsiveness, yaitu kesediaan petugas lembaga sertifikasi personil membantu pelanggan dan memberikan
layanan dengan tepat, sebesar 4.04. Sementara nilai terendah terletak pada dimensi empathy, yaitu kepedulian,
perhatian pribadi lembaga sertifikasi personil pada pelanggannya, sebesar 3.76.Pelanggan juga memberikan nilai
persepsi yang cukup tinggi. Apabila pengukuran kepuasan pelanggan tidak menggunakan Servqual, lembaga
sertifikasi akan terkecoh dengan hasil yang diperolehnya. Hal ini disebabkan meskipun nilai persepsi cukup
tinggi, tetapi nilai ekspektasi pelanggan lebih tinggi sehingga tetap terjadi kesenjangan. Nilai persepsi tertinggi
diberikan pelanggan pada dimensi assurance, yaitu pengetahuan dan keramahan personel dan kemampuan
mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, sebesar 3.80. Sementara yang terendah adalah
tangibles, yaitu tampilan materi komunikasi, personel, perlengkapan, maupun fasilitas fisik, sebesar 3.50.
Dari Servqual Score, terlihat bahwa nilai tertinggi adalah dimensi assurance, sebesar -0.20. Setelah itu, secara
berturut-turut disusul oleh dimensi empathy, reliability, responsiveness dan tangibles dengan nilai masingmasing -0.24, -0.29, -0.30, dan -0.41
Kelebihan servqual lainnya adalah ia dapat menunjukkan prioritas perbaikan yang harus dikerjakan oleh
lembaga sertifikasi personel. Hal ini dibuktikan dengan adanya weighted servqual score (WSC). WSC

286

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

merupakan hasil perkalian antara servqual score dengan tingkat kepentingan suatu dimensi. Dimensi dengan
WSC terkecil memiliki prioritas perbaikan pertama kali.
Tabel 3. Weighted Servqual Score Objek Penelitian

No
1
2
3
4
5

Dimensi
Reliability
Responsiveness
Tangibles
Assurance
Empathy

Bobot
0.22
0.23
0.17
0.21
0.18

WSC
0.06
0.07
0.07
0.04
0.04

Berdasarkan tabel 3, maka WSC terendah adalah dimensi responsiveness dan tangibles. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua dimensi ini perlu memperoleh perhatian lembaga sertifikasi personel untuk diperbaiki. Apabila
dibandingkan berdasarkan tingkat kepentingan, maka dimensi responsiveness memiliki tingkat kepentingan
tertinggi sementara tangible memiliki tingkat kepentingan terendah.
Actual Servqual Score menunjukkan seberapa baik performa lembaga sertifikasi personil dalam memenuhi
harapan pelanggannya. ASC merupakan indeks kepuasan pelanggan menurut konsep Servqual. Ukuran yang
digunakan adalah persentase (%). Intrepretasi yang digunakan sebagai berikut [10]:

Nilai yang kurang dari 100% menunjukkan bahwa pelayanan selama ini belum memenuhi harapan
pelanggan;

Nilai 100% menunjukkan bahwa pelayanan selama ini memenuhi harapan pelanggan;

Nilai yang lebih dari 100% menunjukkan bahwa pelayanan selama ini melebihi harapan pelanggan.
Tabel 4 menunjukkan Actual Servqual Score objek penelitian. Berdasarkan tabel ASC dapat dilihat bahwa

indeks kepuasan pelanggan objek penelitian sebesar 92.69%. Hal ini berarti objek penelitian baru memenuhi
92.69% harapan pelanggannya. Dimensi dengan nilai ASC tertinggi adalah assurance disusul secara beurutan
empathy, reliability, responsiveness, dan tangibles.
Tabel 4. Actual Servqual Score objek penelitian

No
1
2
3
4
5

Dimensi
Reliability
Responsiveness
Tangibles
Assurance
Empathy
Rata-rata

ASC
92.89%
92.69%
89.44%
94.93%
93.52%
92.69%

5. Kesimpulan
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

Servqual dapat digunakan oleh lembaga sertifikasi personel untuk mengukur kepuasan pelanggannya.
Dengan servqual, lembaga sertifikasi personel dapat mengidentifikasi tingkat persepsi, ekspektasi,
kesenjangan persepsi dan ekspektasi maupun prioritas perbaikan yang perlu dilakukan;

287

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dalam studi kasus, diperoleh output pengukuran kepuasan pelanggan objek penelitian berupa indeks
kepuasan pelanggan (Actual Servqual Score) sebesar 92.69%. Servqual score untuk masing-masing
dimensi adalah sebagai berikut dimensi assurance, sebesar -0.20, dimensi empathy (-0.24), reliability (0.29), responsiveness (0.30) dan tangibles (-0.41) ;

Prioritas perbaikan mutu layanan disusun berdasarkan Weigthed Servqual Score (WSC) pada objek
penelitian adalah dimensi responsiveness, kesediaan petugas lembaga sertifikasi personil membantu
pelanggan dan memberikan layanan dengan tepat dan tangibles, tampilan materi komunikasi, personel,
perlengkapan, maupun fasilitas fisik.

Daftar Pustaka

1. ISO 17024:2003/Pedoman KAN 501 :2003, International Standard, Conformity Assessment General
requirement for Bodies Operating Certification of Persons

2. ISO 9001 :2008, International Standard, Quality Management Systems Requirements


3. Lam, Steve Y.W (2002), Role of Surveyors under ISO 9000 in the Construction Industry, Journal of
Surveying Engineering, Vol. 128, No. 4, November 1.

4. Nurcahyo, Rahmat dan Sumaedi, Sik (2010). Pengembangan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 Pada
Industri Komponen Otomotif dengan Model Bimbingan Berkelompok. Prosiding Seminar Nasional
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri. Universitas Mercu Buana

5. Buttle, Francis (1996), SERVQUAL: review, critique, research agenda. European Journal of
Marketing. Vol. 30 No. 1, pp. 8-32.

6. Nejati et al (2007), Using SERVQUAL to Measure Employee Satisfaction: An Iranian Case Study.
Proceedings of the 13th Asia Pacific Management Conference, Melbourne, Australia, 371-375

7. Ikiz, Aysun Kapucugil dan Masoudi, Ali (2008). A QFD and SERVQUAL Approach to Hotel Service
Design. Isletme Fakltesi Dergisi, Cilt 9, Say 1, 17-31

8. Abu, Nur Khalidah (2004). Service Quality Dimensions: A Study on Various Sizes of Grocery
Retailers A conceptual Paper Proceeding of IBBC.

9. Tan, Kay. C dan Pawitra, Theresia A (2001). Integrating Servqual and Kanos Model into QFD for
Service Excellent Development. Managing Service Quality. ABI/INFORM GLOBAL pg. 418

10. Surjandani, Isti dkk (2010). Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Fleksi (CDMA) dengan
metode Servqual. Prosiding Seminar Nasional Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri.
Universitas Mercu Buana

288

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA: SUATU TINJAUAN


Maria A. Kartawidjaja
Fakultas Teknik Unika Atma Jaya, Jakarta
email: maria.kw@atmajaya.ac.id
Abstrak
Perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membawa dampak yang sangat besar pada pola
kehidupan manusia. Salah satu kemajuan teknologi ini adalah pemanfaatan komunikasi lewat jaringan internet.
Kemudahan komunikasi ini sudah banyak dimanfaatkan manusia untuk melakukan pertukaran informasi,
ataupun perdagangan lewat web, yang lazim disebut sebagai e-commerce. Sarana komunikasi ini juga
dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk membangun electronic government (E-Gov), dengan tujuan
menyediakan sarana teknologi informasi yang efisien dan efektif untuk administrasi di bidang-bidang
pemenrintahan, yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan menerapkan E-Gov, tidak
berarti data yang sudah ada harus didaur ulang, melainkan data itu harus dikelola sedemikian rupa sehingga
sesuai kebutuhan.
Walaupun jelas E-Gov akan sangat membantu masyarakat dalam proses memperoleh informasi, ataupun
melakukan berbagai proses secara interaktif dengan Pemerintah, namun sampai saat ini masih ada sejumlah
kendala yang perlu diatasi agar E-Gov dapat dimanfaatkan secara optimal.
Beberapa masalah yang masih sangat membutuhkan penanganan yang seksama dari Pemerintah antara
lain adalah penyediaan infrastruktur dan sarana yang mendukung, informasi yang koheren dan transparan,
sosialisasi dan bimbingan khusus bagi masyarakat yang masih awam dalam penggunaan teknologi informasi dan
telekomunikasi (ICT), penyediaan fasilitas untuk masyarakat yang memiliki keterbatasan lahiriah, serta
penanganan privasi dan keamanan informasi.
Kata kunci: ICT, informasi, internet, sekuritas

1.Pendahuluan
Perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membawa dampak yang sangat besar pada pola
kehidupan manusia. Salah satu kemajuan teknologi ini adalah pemanfaatan komunikasi lewat jaringan internet.
Kemudahan komunikasi ini sudah banyak dimanfaatkan manusia untuk melakukan pertukaran
informasi, ataupun perdagangan lewat web, yang lazim disebut sebagai e-commerce. Sarana komunikasi ini juga
dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk membangun Electronic government (E-Government), dengan tujuan
menyediakan sarana teknologi informasi yang efisien dan efektif untuk administrasi di bidang-bidang
pemenrintahan, yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
The World Bank Group mendefinisikan E-Government sebagai berikut: E-Government refers to the
use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile
computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government
[1]. Dengan demikian jelaslah bahwa E-Government merupakan suatu layanan dari Pemerintah. Sebenarnya ada
empat layanan yang dimungkinkan, yaitu layanan Pemerintah kepada publik (G2C: Government to Citizens),
layanan Pemerintah dalam bisnis (G2B: Government to Business), layanan Pemerintah kepada Pegawai (G2E:
Government to Employee), dan layanan antar-unit Pemerintah (G2G: Government to Government) [2].
Pembahasan dalam artikel ini difokuskan pada layanan Pemerintah kepada publik atau G2C.
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di berbagai negara dapat disimpulkan bahwa penerapan EGovernment pada sistem Pemerintahan dapat meningkatkan kinerja layanan. Sebagai contoh, penerapan EGovernment di California dapat menyediakan layanan yang efektif dan efisien bagi masyarakat dan
meningkatkan pendapatan masyarakat [3], penerapan E-Government di Swedia pada Departemen Trasnportasi
juga meningkatkan kinerja layanan dari Departemen tersebut [4]. Di Filipina, penerapan E-Gov di Kantor
Investigasi Nasional yang mengurus dokumen misalnya yang dokumen yang berkaitan dengan ketenagakerjaan,
paspor, visa, juga telah berhasil mempersingkat proses administrasinya [5]. Demikian pula di negara
berkembang seperti India dan Afrika, penerapan E-Government telah berhasil meningkatkan layanan dari
pemerintah kepada masyarakat [6].
Walaupun jelas E-Government akan sangat membantu masyarakat dalam proses memperoleh informasi,
ataupun melakukan berbagai proses secara interaktif dengan Pemerintah, namun sampai saat ini masih ada

289

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

sejumlah kendala yang perlu diatasi dan tantangan yang harus dihadapi agar E-Government dapat dimanfaatkan
secara optimal.
Artikel ini membahas mengenai tahap-tahap yang dibutuhkan untuk pembangunan E-Government,
berbagai tantangan yang dihadapi Pemerintah, serta hambatan penerapan E-Government di Indonesia.
E-Government bukanlah melulu suatu proses peralihan dari pengelolaan informasi secara konvensional
menjadi informasi elektronik, melainkan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk
meningkatkan layanan, dan membentuk suatu hubungan timbal-balik antara unit Pemerintah dan publik.
Menurut Richard Heeks ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan agar penerapan dan
pengembangan e-Gov berhasil dengan baik. Faktor-faktor tersebut adalah [7]:
1. Adanya dorongan dari luar pemerintahan, misalnya masyarakat,
2. Adanya dorongan dari pemegang kekuasaan dalam mewujudkan terlaksananya E-Gov,
3. Sejalan dengan visi dan strategi good governance,
4. Projek manajemen yang aktif,
5. Dukungan dan komitmen dari ownership dan stakeholder dalam menyikapi E-Gov,
6. Rancangan yang efektif ditinjau dari perspektif kebutuhan pengguna.
7. Mempunyai kompetensi yang handal dibidang Teknologi Informasi (IT) dan administrasi
pemerintahan,
8. Sejalan dengan pengembangan teknologi infrastruktur.
Umumnya pembangunan suatu E-Gov,mencakup tiga tahap [6], yaitu tahap publikasi informasi, tahap
interaksi dengan publik, dan tahap transaksi.
Tahap Publikasi Informasi
Pada tahap ini Pemerintah akan menyediakan informasi yang dapat diakses publik dengan mudah
melalui media komunikasi berkecepatan tinggi seperti internet. Publikasi di sini dapat mencakup berbagai hal,
misalnya peraturan dan kebijakan pemerintah, formulir-formulir, informasi yang berkaitan dengan unit-unit
pemerintah, dan lain sebagainya. Dengan tersedianya informasi yang dapat diakses dari rumah, kantor, ataupun
tempat-tempat yang menyediakan fasilitas akses, maka birokrasi dapat dihindari dan korupsi dapat ditekan.
Penyajian informasi sedapat mungkin menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat
dan dilengkapi dengan ikon, agar masyarakat dapat menelusuri informasi dengan mudah.
Tahap Interaksi Dengan Publik
Sesudah tahap publikasi, maka ada tahap interaksi antara masyarakat dengan Pemerintah yang
merupakan komunikasi dua arah. Pada tahap ini seyogyanya disediakan layanan e-mail, yang memungkinkan
masyarakat untuk menanyakan hal-hal yag kurang dipahaminya. Selain itu, demi meningkatkan kinerja dari EGov, sebaiknya disediakan sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan umpan-balik, kritikan ataupun keluhan
atas layanan E-Gov ini.
Tahap Transaksi
Sesudah kedua tahap tersebut di atas, maka E-Gov dapat memasuki tahap ketiga yang menyediakan
sarana transaksi online bagi masyarakat, misalnya untuk pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pengurusan
dan pembayaran pajak, dan lain sebagainya.
E-Gov merupakan sarana informasi elektronik yang disediakan pemerintah sebagai media interaksi
antara pemerintah dan masyarakat. Adapun gagasan tersebut dikemukakan pada tahun 2003 dengan Instruksi
Presiden No. 3 Tahun 2003 [8].

3.

E-Government Di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang memiliki populasi penduduk lebih dari 200 juta sudah pasti
membutuhkan suatu E-Government yang handal. Sebenarnya inisiatif untuk mengembangkan E-Government di
Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2001 dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001
tentang Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia yang menghimbau
aparat Pemerintah untuk menggunakan teknologi telematika dalam mencapai tata-kelola yang baik, dan
mempercepat proses demokrasi [9]. Implementasi E-Government kemudian diwujudkan melalui Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2003 yang berkaitan dengan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan EGovernment [8].

290

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menyatakan bahwa terdapat lima unsur
penting yang mendukung E-Gov, yaitu legal support, budaya/kultur, infrastruktur, konten dan organisasi [10].
Dasar hukum penerapan E-Gov sudah ada dengan dikeluarkannya Inpres No. 3 tahun 2003 dan Inpres No. 5
Tahun 2004, dan salah satu dukungan terhadap infrastruktur adalah program Palapa Ring yang mulai dibangun
di Kawasan Timur Indonesia dengan maksud terciptanya pemerataan infrastruktur di Indonesia. Ini berarti masih
perlu penataan konten dan organisasi serta penyesuaian budaya bangsa.
Beberapa situs E-Government yang ada misalnya www.ri.go.id. yang merupakan situs akses internet
bagi pejabat negara, www.pajak.go.id. yang merupakan situs informasi pajak, dan www.bkn.go.id. yang memuat
informasi mengenai Pegawai Negeri Sipil.
Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia saat ini, perlu diterapkan enam strategi yang saling
terkait dalam rangka mencapai E-Government yang efektif dan efisien. Keenam strategi itu adalah sebagai
berikut [8]:
a. Mengembangkan sistem pelayanan yang handal, terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas.
b. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara
holistik.
c. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.
d. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi
informasi.
e. Mengembangkan kapasitas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai
dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
f. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan terukur.
Lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas pelaksanaan E-Government adalah Direktorat EGovernment yang bernaumg di bawah Direktorat Jendral Aplikasi Telematika, Depkominfo. Direktorat EGovernment bertugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
prosedur, kiteria, pemberian bimbingan teknis, sosialisasi, implementasi, evaluasi dan pelaporan di bidang EGovernment. Bagi lembaga-lembaga pemerintah yang terbaik dalam menerapkan E-Government dalam kegiatan
lembaganya, Pemerintah memberikan penghargaan yang berupa E-Government Award, dengan tujuan agar
lembaga-lembaga Pemerintah semakin berupaya untuk memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat
Indonesia.
4.Kendala Penerapan E-Government Di Indonesia
Pada masa ini E-Government sudah banyak diterapkan, baik di negara-negara maju seperti Amerika dan
Jepang, ataupun di negara berkembang seperti India dan Indonesia. Namun penerapan E-Government yang
menyeluruh bukanlah suatu hal yang mudah dan murah. Sampai saat ini masih terdapat sejumlah kendala yang
perlu ditanggulagi untuk dapat dicapainya suatu sistem E-Government yang efektif dan efisien. Kendala-kendala
itu adalah:
a. E-Literacy
b. Sarana akses
d. Format data
e. Privasi
f. Sekuritas

E-Literacy
Tidak dapat dipungkiri bahwa walapun infrastruktur teknologi sudah sangat berkembang masih ada
kelompok masyarakat yang sangat awam dengan pemanfaatan teknologi. Hal ini terutama didapati pada
masyarakat yang belum atau kurang tersentuh dengan pendidikan. Program E-Government harus melalukan
sosialisasi bukan saja kapada masyarakat yang melek teknologi, namun juga kepada masyarakat yang buta
teknologi. Soaialisasi dapat dibuat dengan program yang user-friendly, dengan tampilan yang menawan, atau
menggunakan media surat kabar, radio dan televisi. Agar program E-Government dapat sukses, maka seluruh
lapisan masyarakat harus mampu dan tertarik untuk memanfaatkan sistem ini.
Sarana Akses
Pemerintah harus mampu melayani seluruh lapisan masyarakat baik yang sehat ataupun cacat fisik.
Oleh karena itu layanan secara online harus memperhitungkan kendala dari penderita cacat fisik. Sebagai contoh,

291

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

bagi para tunanetra dapat diintegrasikan program komputer yang sedang dikembangkan oleh BPPT [11] untuk
membantu para tunanetra mengakses sistem informasi.
Format Data
E-Government adalah suatu sistem yang berkaitan dengan pengolahan data dalam jumlah yang sangat
besar secara intensif. Data tersebut haruslah memiliki format baku dan ditata secara terstruktur, sehingga
memudahkan pengelolaan informasi.
Privasi Dan Sekuritas
Privasi adalah salah satu isu penting yang berkaitan dengan penggunaan internet. Pemerintah memiliki
data masyarakat, dan kerapkali data itu adalah data yang tidak boleh dibocorkan ke pihak lain. Ini berarti
Pemerintah ikut bertanggungjawab atas kerahasiaan data tersebut. Kebocoran data dapat disebabkan oleh
ketidakamanan jaringan komunikasi, namun jaga bisa disebabkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Masalah utama yang dihadapi adalah belum adanya pemahaman (awareness) akan masalah sekuritas.
Walaupun dapat dimengerti bahwa penerapan E-Government di Indonesia masih pada tahap awal sehingga fokus
utamanya bukan pada masalah sekuritas, namun tanpa penerapan sekuritas pada sistem E-Government, masalah
akan timbul di kemudian hari. Oleh karena itu, penanganan privasi dan sekuritas sudah harus dicanangkan pada
tahap awal perancangan suatu situs E-Government.
Kendala-kendala tersebut di atas bukan hanya dialami oleh Pemerintah Indonesia, namun juga dialami
oleh negara-negara lain yang menerapkan E-Government. Di samping kendala yang diuraikan di atas, masih ada
tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan E-Government, yaitu
infrastruktur untuk E-Government yang mahal, sumber daya manusia yang masih belum mencukupi, serta sikap
sekelompok masyarakat yang masih enggan untuk beralih ke sesuatu yang baru.
5.Kesimpulan
Penerapan E-Government di Indonesia masih perlu penyempurnaan sebagaimana layaknya di negaranegara yang sudah maju. Beberapa masalah yang masih sangat membutuhkan penanganan yang seksama dari
Pemerintah antara lain adalah penyediaan infrastruktur dan sarana yang mendukung, informasi yang koheren dan
transparan, sosialisasi dan bimbingan khusus bagi masyarakat yang masih awam dalam penggunaan teknologi
informasi dan telekomunikasi (ICT) atau masyarakat yang memiliki keterbatasan lahiriah, serta penanganan
privasi dan keamanan informasi.

DAFTAR PUSTAKA
[1] The World Bank Group, E Government Definition.
http://www1.worldbank.org/publicsector/egov/definition.htm, diakses 8 Maret 2010.
[2] Saldhana, A. 2007. Secure E-Government Portals. W3C Workshop on e-Government and the Web,
National Academy of Sciences. Washington DC., USA.
[3] Brannen, A. 2001. E-Government in California, Providing Services to Citizens Through Internet.
Legislative Analysts Office. http://www.lao.ca.gov/2001/012401_egovernment.html, diakses 5 Maret 2010
[4] Grunden, K. 2009. A Social Perspective on Implementation of e-Government a Longitudinal Study at the
County Administration of Sweden. Electronic Journal of e-Government vol 7 issue 1 2009, page 65 76.
Available online at www.ejeg.com.
[5] Pascual, P. J. 2003. e-Government, e-ASEAN Task Force UNDP-APDIP
[6] The e-Government Handbook For Developing Countries.
www.infodev.org/en/Publication.16.html.
Diakses 8 Maret 2010.
[7] Heeks R. 2003. eGovernment for Development: Causes of eGovernment Success and Failure: Factor
Model. IDPM, University of Manchester, UK. http://www.egov4dev.org/causefactor.htm. Diakses 8 Maret
2010.
[8] Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government Jakarta.

292

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

http://kelembagaanfiles.pnri.go.id/pdf/about_us/official_archives/public/normal/20031219102428.pdf.
Diakses tanggal 5 Maret 2010.
[9] Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tshun 2001 Tentang Pengembangan Dan Pendayagunaan
Telematika Di Indonesia. Jakarta. http://www.bappenas.go.id/node/133/2174/inpres-no-6-tahun-2001tentang-pengembangan-dan-pendayagunaan-telematika-di-indonesia/. Diakses tanggal 5 Maret 2010.
[10] Achmad Rouzni Noor II Detiknet, Penerapan e-Gov Jangan Otak Proyek,
http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/09/tgl/26/time/173043/idnews/834801/id
kanal/399. Diakses 10 Maret 2010.
[11] Teknologi Informasi untuk Tunanetra. 2010. Surat kabar Suara Pembaruan tanggal 11 Maret 2010.

293

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PEMETAAN MASALAH DALAM PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU PADA


PERUSAHAAN SERTA SOLUSINYA

Djoko Agustono 1), Dyna Sri Andriyanie 2)


1)
2)

Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI


Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi LIPI

Intisari
Ketatnya persaingan di pasar global merupakan salah satu alasan diterapkannya sistem manajemen mutu di
perusahaan. Makalah ini menguraikan tentang masalah yang secara umum dihadapi perusahaan dalam
penerapan sistem manajemen mutu, serta solusi yang dapat diambil apabila masalah serupa terjadi.Makalah ini
dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti internet, wawancara langsung dengan
berbagai pihak dalam perusahaan, serta dari sumber-sumber informasi lainnya. Masalah-masalah yang terjadi
antara lain disebabkan kurangnya komitmen terutama pada pimpinan puncak, kecenderungan pemilik/pengelola
perusahaan untuk lebih memfokuskan bagaimana memperoleh sertifikat tetapi melupakan tujuan bagaimana
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari penerapan sistem mutu tersebut, serta adanya kejenuhan dari
beberapa personel pelaksana langsung sistem manajemen mutu tersebut.
Kesimpulan utama dalam makalah ini adalah permasalahan penerapan sistem manajemen mutu bukan
diakibatkan oleh persyaratan yang ada pada sistem manajemen mutu tersebut, tetapi lebih pada cara atau
bagaimana melaksanakan persyaratan yang diminta oleh sistem manajemen mutu. Selain itu dirasakan perlunya
pemahaman yang baik dan benar dari personel perusahaan, terutama dari para manajer tentang sistem
manajemen mutu yang diterapkan.
Kata Kunci: Sistem Manajemen Mutu, Masalah, Solusi, Perusahaan.

Abstract
Intense competition in global markets is one reason for the application of quality management systems in
companies. This paper describes the general problems faced by companies in implementing quality management
systems and solutions that can be taken if a similar problem arises. This paper is based on data obtained from
various sources such as the Internet, direct interviews with various parties within the company, as well as from
the other information sources. The problems occur partly due to lack of commitment, especially at top
management, a tendency owner / manager of the company to focus on how to obtain the certificate, but forget
the purpose of how to benefit as much as possible from the application of these quality systems, and the
saturation of several executive personnel directly the quality management system.
The main conclusions of this paper is the problem of application of quality management system is not caused by
the existing requirements on the quality management system, but more on the way or how to implement the
requirements demanded by the quality management system. Besides the perceived need for better understanding
and the right of the company's personnel, especially from the managers of the quality management system is
implemented.
Keywords: Quality Management System, problems, solutions, the company.
1. Pendahuluan
Era perdagangan bebas telah memaksa produsen barang dan jasa untuk lebih meningkatkan daya saing
produk mereka. Salah satu cara yang paling umum ditempuh oleh perusahaan adalah dengan menerapkan sistem
manajemen mutu yang sesuai dengan perusahaan mereka.

294

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Rata-rata pemilik perusahaan sangat berharap bahwa dengan penerapan sistem manajemen mutu yang
sesuai akan memberikan manfaat pada perusahaan mereka, terutama manfaat financial. Selain itu kecenderungan
semakin meningkatnya persaingan untuk masuk ke pasar global semakin nyata. Untuk itu penerapan sistem
manajemen mutu, khususnya ISO 9001 merupakan suatu yang tidak dapat diabaikan lagi.
Pada umumnya pada awalnya penerapan ISO 9001 ini dirasakan oleh beberapa perusahaan tampak lebih
menguntungkan bagi mereka, namun setalah berjalan beberapa tahun, mulai tampak tanda-tanda terjadinya
masalah dengan penerapan sistem manajemen mutu tersebut. Dengan munculnya permasalahan, maka mulai
timbul keragu-raguan dalam penerapan sistem manajemen mutu tersebut.
Apakah penyebab terjadinya permasalahan dalam penerapan sistem manajemen mutu, khususnya ISO
9001? dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut?
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Sistem Manajemen Mutu
Menurut Gaspersz (2001), Sistem manajemen mutu merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi
dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan
produk (barang dan atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu
ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.
Sistem manajemen mutu mendefinisikan bagaimana organisasi menerapkan praktek-praktek manajemen mutu
secara konsisten untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar. Terdapat beberapa karakteristik umum dari
sistem manajemen mutu, antara lain sebagai berikut (Gaspersz, 2001, pp.10-11):
a. Sistem manajemen mutu mencakup suatu lingkup yang luas dari aktivitas-aktivitas dalam organisasi
modern. Kualitas dapat didefinisikan melalui lima pendekatan utama, antara lain sebagai berikut:
transcendent quality yaitu suatu kondisi ideal menuju keunggulan; product based quality yaitu suatu
atribut produk yang memenuhi kualitas; user based quality yaitu kesesuaian atau ketepatan dalam
penggunaan produk; manufacturing based quality yaitu kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan
standar; value based quality yaitu derajat keunggulan pada tingkat harga yang kompetitif.

Sistem manajemen mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini sering mencakup beberapa
tingkat dokumentasi terhadap standar-standar kerja.

Sistem manajemen mutu berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga bersifat proaktif, bukan
pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Patut diakui pula bahwa banyak sistem manajemen mutu
tidak akan efektif sepenuhnya pada pencegahan semata, sehingga sistem manajemen mutu juga harus
berlandaskan pada tindakan korektif terhadap masalah-masalah yang ditemukan. Dalam kaitan dengan
hal ini, sistem manajemen mutu merupakan suatu closed loop system yang mencakup deteksi, umpan
balik, dan korelasi. Proporsi terbesar harus diarahkan pada pencegahan kesalahan sejak tahap awal.

295

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2.2 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 2008


Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dikeluarkan oleh International Organization for
Standardization pada akhir tahun 2008. Standar ini merupakan peningkatan dari seri sebelumnya yang dirilis
tahun 2000, atau dikenal dengan ISO 9001:2000. ISO 9001:2008 adalah merupakan sistem manajemen mutu
yang berlaku internasional.
Standar atau persyaratan ini berisi klausul-klausul yang terdiri dari delapan Bab, yakni:
- Bab 1: Umum
- Bab 2: Pendahuluan dan Ruang Lingkup
- Bab 3: Definisi
- Bab 4: Sistem Manajemen Mutu
- Bab 5: Tanggung-jawab Manajemen
- Bab 6: Manajemen Sumber Daya
- Bab 7: Realisasi Produk, dan
- Bab 8: Pengukuran Analisa, dan Perbaikan.
ISO 9001:2008 fokus pada bagaimana mengelola organisasi atau memberi petunjuk langkah-langkah
yang perlu diikuti oleh organisasi agar bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan. Langkah awal adalah
adanya komitmen manajemen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Salah satu wujud komitmen
adalah dengan mengkomunikasikan kepada seluruh jajaran mengenai pentingya memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh pelanggan dan penyediaan sumber daya yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kepuasan
pelanggan. Selain itu ditunjuk Wakil Manajemen atau Management Representative yang memiliki wewenang
dan tanggung-jawab yang jelas dalam kaitannya dengan implementasi ISO 9001:2008.
Selain itu manajemen juga harus memastikan bahwa proses dan sumber daya yang tersedia mampu
untuk mewujudkan persyaratan pelanggan tsb. Untuk itu persyaratan pelanggan harus diidentifikasi, proses harus
ditetapkan, sumber daya disediakan, proses direalisasikan dan dikendalikan, data dianalisa. Dokumentasi system
manajemen mutu harus dikelola secara memadahi. Sistem Manajemen Mutu keseluruhan harus dicheck melalui
audit internal dan eksternal guna mengevaluasi efektifitasnya dan ditinjau secara periodik melalui tinjauan
manajemen guna menilai efektifitasnya serta kemungkinan perlunya perbaikan berkesinambungan.
2.3 Elemen-elemen Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu mencakup elemen-elemen: tujuan, pelanggan, hasil-hasil, proses-proses,
masukan, pemasok, dan pengukuran untuk umpan balik dan umpan maju..
2.4 Alasan Perusahaan Menerapkan Sistem Manajemen Mutu
Banyak alasan mengapa perusahaan-perusahaan menerapkan sistem manajemen mutu, antara lain:

Mendorong proses kerja perseroan menjadi lebih efektif dan efisien. (Susan Silaban, 2009)

Memberikan dampak positif bagi pendapatan perusahaan (http://www.interking.com/ads/konsultaniso.htm)

Produk lebih kompetitif di pasar internasional (Bambang Kesit, 2009)

Meningkatkan cost, efficiency dan keamanan produk

296

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

(http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=195:iso-90012008bbsdlp&catid=1:latest&Itemid=1)

Penjualan terus meningkat dan perbaikan sistem supaya menjadi lebih baik. (Gunawan, N.Y., 2006)
Alasan utama adalah adanya tuntutan pelanggan. Alasan-alasan lainnya antara lain adalah, kompetitor

telah atau sedang mengurus sertifikasi, dan untuk dapat bersaing di pasar global. Perlu diketahui bahwa
kecenderungan pasar internasional bagi segala macam produk saat ini menuntut standar kualitas atau mutu yang
semakin tinggi.

2.5 Tahapan Penerapan Sistem Manajemen Mutu


Tidak ada tahapan baku dalam menerapkan sistem manajemen mutu. Namun pada umumnya tahapantahapan dalam penerapan sistem manajemen mutu adalah sebagaimana yang diutarakan Gasperz (2001, hal. 18)
sebagai berikut:
a. Komitmen dari manajemen puncak
b. Pembentukan Komite Pengarah
c. Pelajari Persyaratan Standar Sistem Manajemen Mutu
d. Melakukan training pada semua anggota organisasi
e. Melakukan peninjauan ulang manajemen
f. Mengklasifikasi dokumen
g. Mengimplementasikan sistem manajemen mutu
h. Melaksanakan audit internal.

3. Metodologi Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan merupakan penelitian yang masuk dalam kategori deskriptif kualitatif.
Penelitian ini. bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang
mengapa terjadi kekecewaan pemilik/pengelola perusahaan yang telah menerapkan sistem manajemen mutu dan
menganggap bahwa sistem manajemen mutu yang telah diterapkannya tersebut tidak membuat perusahaan lebih
maju.
Data awal yang dimiliki peneliti menyebutkan bahwa beberapa perusahaan tidak mengalami kemajuan dalam
bisnisnya setelah beberapa tahun menerapkan sistem manajemen mutu.
Dugaan awal terjadinya permasalahan adalah, kurangnya komitmen pimpinan puncak, sehingga perbaikan
manajemen sering dilakukan secara setengah hati, sehingga tidak dapat mencapai tujuan secara optimal.

297

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Lokasi Penelitian meliputi daerah-daerah: DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Penelitian dilakukan sejak awal tahun 2009 sampai sekarang.

4.

Permaslahan dan Solusi Dalam Penerapan Sistem Manajemen Mutu di Perusahaan


Permasalahan yang umumnya dihadapi perusahaan setelah menerapkan sistem manajemen mutu pada

perusahaannya antara lain adalah:


a. Banyak sekali kegiatan yang tidak sesuai dengan dokumen mutu yang mereka miliki, baik Prosedur maupun
Instruksi Kerja.
b. Pimpinan perusahaan kesulitan untuk memenuhi janjinya dalam penyediaan sumber daya yang memadai.
c. Kesulitan dalam menelusuri akar penyebab sebuah persoalan.
d. Keuntungan perusahaan cenderung untuk turun setiap tahunnya.
e. Kinerja perusahaan yang cenderung turun.
f. Motivasi kerja karyawan yang cenderung turun
g. Banyak pelanggan yang lari ke produk perusahaan lain.
Jadi secara garis besar untuk mengatasi masalah tidak diperolehnya manfaat penerapan Sistem
Manajemen Mutu adalah:
a. Menyadarkan manajemen puncak bahwa komitmen mereka sebagaimana yang tertuang dalam dokumen mutu
perlu benar-benar dilaksanakan.
b. Apabila selama ini perusahaan hanya fokus ke persyaratan legal, maka perlu diingatkan ke seluruh jajaran
organisasi bahwa hal tersebut kurang tepat. Seharusnya semuanya sadar bahwa Sistem Manajemen Mutu
dapat benar-benar dimanfaatkan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan.
Dengan mengikuti seluruh aturan yang telah disepakati, dapatlah dengan mudah semua kegiatan terkontrol,
yang pada akhirnya bisa mengurangi pemborosan-pemborosan yang tidak perlu.
c. Problema dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu juga bisa diakibatkan keahlian/ketrampilan karyawan
yang tidak mendukung continual improvement. Hal ini sering terjadi karena keengganan pimpinan
perusahaan untuk mengirimkan karyawannya mengikuti diklat. Dengan demikian pimpinan perusahaan perlu
diingatkan kembali bahwa mengikuti diklat jangnlah diartikan membuang uang, tetapi meningkatkan
keahlian/keterampilan karyawan, yang pada gilirannya nanti akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan
perusahaan.
d. Hal lain yang perlu disadari oleh pimpinan perusaan adalah, kejenuhan yang terjadi pada karyawan
perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu. Akibatnya bisa fatal, karena karyawan tidak lagi
termotivasi untuk melakukan tindakan peningkatan berkelanjutan, bahkan bisa cenderung untuk mengurangi

298

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

produktivitas mereka. Untuk itu pimpinan perusahaan harus mampu membuat terobosan-terobosan baru
dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu, sehingga tidak terjadi kejenuhan
5.

Kesimpulan

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:


(1) Permasalahan penerapan sistem manajemen mutu bukan diakibatkan oleh persyaratan yang ada pada
sistem manajemen mutu tersebut, tetapi lebih pada cara atau bagaimana melaksanakan persyaratan yang
diminta oleh sistem manajemen mutu.
(2) Dari berbagai pengamatan tentang penerapan sistem manajemen mutu di perusahaan, maka ada
beberapa alasan mengapa penerapan sistem manajemen mutu tersebut tidak/kurang efektif, antara lain:
z

Sejak dari awal pemilik/pengelola perusahaan lebih cenderung untuk bagaimana memperoleh
sertifikat sistem manajemen mutu, bukan bagaimana memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya dari penerapan sistem manajemen mutu yang dipilih.

Beberapa pemilik/pengelola perusahaan menganggap bahwa inti dari penerapan sistem


manajemen mutu adalah pada pembuatan dokumen mutu. Sehingga mereka memfokuskan diri
bagaimana membuat dokumen mutu yang sesuai dengan persyaratan. Padahal seharusnya
pandangan lebih difokuskan ke bagaimana meningkatkan kinerja perusahaan dengan
memanfaatkan sistem manajemen mutu yang diterapkan tersebut.

Beberapa pemilik/pengelola perusahaan lebih fokus pada persyaratan legal, bukan pada
tujuan/maksud dari persyaratan yang telah ditentukan dalam sistem manajemen mutu tersebut.

(3) Hal lain yang juga dapat diidentifikasi sebagai penyebab mengapa sistem manajemen mutu dianggap
tidak mampu lagi dalam memajukan perusahaan adalah, terjadinya kejenuhan pada beberapa personel
yang berkaitan dengan mutu, dalam menerapkan sistem manajemen mutu tersebut, terutama dalam
continual improvement
(4) Hal lain yang juga tidak kalah penting yang dapat diduga sebagai penyebab masalah dalam penerapan
sistem manajemen mutu adalah, mulai berkurangnya/tidak lagi komitmen para manajemen dan
karyawan dalam menerapkan sistem manajemen mutu secara baik dan benar.
5.2

Saran
Untuk mengoptimalkan manfaat yang diperoleh dalam penerapan sistem manajemen mutu, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:


(1) Para manajer dan karyawan harus saling mengingatkan tentang komitmen awal mereka dalam menerapkan

299

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

sistem manajemen mutu.


(2) Untuk menghindari kejenuhan, perlu adanya variasi dalam menerapkan sistem manajemen mutu. Salah
satu caranya adalah dengan mengadakan lomba, dimana dilakukan penilaian terhadap para pengusul
continual improvement. Memberikan hadiah bagi mereka yang dianggap berhasil menemukan kegiatan
yang memberikan manfaat yang lebih baik/besar bagi perusahaan.
(3) Saling mengingatkan bahwa tujuan utama dari penerapan sistem manajemen mutu bukan hanya untuk
memperoleh sertifikat, tetapi yang lebih penting adalah memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari
penerapan sistem manajemen mutu yang dipilih.
(4) Harus selalu diingatkan kepada siapa saja yang terlibat dalam penerapan sistem manajemen mutu, bahwa,
kalau terjadi permasalah pada penerapan sistem manajemen mutu, yang salah bukannya persyaratan yang
harus dipenuhi dalam sistem tersebut, tetapi pada cara bagaimana melaksanakan persyaratan yang diminta.

6. Daftar Pustaka
a.

Gaspersz, Vincent. Total Quality Management (TQM), PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta, 2001.

b. Gunawan N.Y. Evaluasi Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 Pada PT
Indo Karya Anugerah, Fakultas Ekonomi, Universitas Bina Nusantara, 2006.
c.

http://www.interking.com/ads/konsultaniso.htm

d.

Kesit,

B..

Mengapa

Mengimplementasikan

ISO

9001:200?,

(http://bambangkesit.staff.uii.ac.id/2009/01/15/mengapa-mengimplementasikan-iso90012000/.)
e.

Silaban,

S.,

BTEL

Raih

Sertifikat

ISO

9001:2008

,(http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2009/10/16/168764/btel-raih-sertifikat-iso90012008/)

300

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

KETIDAKSESUAIAN YANG SERING DITEMUKAN PADA AUDIT INTERNAL LABORATORIUM


BERBASIS SNI ISO/IEC 17025:2008
Sri Kadarwati
Puslit Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian-LIPI
Komplek Puspiptek Gedung 413 Serpong Tangerang Selatan 15314

Intisari
Pada laboratorium yang menerapkan SNI ISO/IEC 17025:2008, audit internal merupakan persyaratan
yang harus dilakukan setiap tahun untuk mengetahui apakah laboratorium telah menerapkan sistem manajemen
mutu dengan baik. Untuk mengetahui ketidaksesuaian apa saja yang sering terjadi pada audit internal, telah
dilakukan kajian terhadap hasil audit internal dari tiga laboratorium pengujian. Hasil pengkajian
memperlihatkan ada kesamaan ketidaksesuaian dari tiga laboratorium tersebut yaitu ketidaksesuaian pada
klausul 4.3 Pengendalian dokumen, 4.10 Peningkatan, 4.13 Pengendalian Rekaman, 5.2 Personel, 5.5
Peralatan, 5.9 Jaminan mutu hasil pengujian.
Abstract
SNI ISO/IEC 17025:2008 require that a laboratory has to conduct an internal audit annually, in order
to verify that its operations continue to comply with requirements of the management system. To get an
information about nonconformities that often occurred in internal audit, a study toward the internal audit
findings from three testing laboratories has been done. The study shows there are some similarity of
nonconformity identified such as nonconformities of clause 4.3 Control of document, 4.10 Improvement, 4.13
Control of records, 5.2 Personnel, and 5.5 Equipment, 5.9 Assuring the quality of test result.
Kata kunci: laboratorium, audit internal, SNI ISO/IEC 17025:2008

1.Pendahuluan
SNI ISO/IEC 17025:2008 adalah adopsi indentik dari ISO/IEC 17025:2005. Dokumen ini diterbitkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan
laboratorium kalibrasi. SNI ISO/IEC 17025:2008 digunakan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai
persyaratan akreditasi. Artinya laboratorium pengujian atau kalibrasi akan diakreditasi oleh KAN hanya apabila
telah memenuhi/menjalankan semua persyaratan yang ada pada standar tersebut.

301

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

abel 1. Persyaratan dalam SNI ISO/IEC 17025:2008


Persyaratan Manajemen
1.
Organisasi

Persyaratan Teknis
1.
Umum

2.
3.
4.

Sistem manajemen
Pengendalian dokumen
Kaji ulang permintaan, tender dan kontrak

2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.

Subkontrak pengujian dan kalibrasi


Pembelian jasa dan perbekalan
Pelayanan kepada pelanggan
Pengaduan
Pengendalian pekerjaan pengujian dan/atau
kalibrasi yang tidak sesuai
Peningkatan
Tindakan perbaikan
Tindakan pencegahan
Pengendalian rekaman
Audit internal
Kaji ulang manajemen

5.
6.
7.
8.
9.

10.
11.
12.
13.
14.
15.

10.

Personel
Kondisi akomodasi dan lingkungan
Metode pengujian, metode kalibrasi dan
validasi metode
Peralatan
Ketertelusuran pengukuran
Pengambilan contoh (sample)
Penangan barang yang diuji dan dikalibrasi
Jaminan mutu hasil pengujian dan hasil
kalibrasi
Pelaporan hasil

Persyaratan didalam SNI ISO/IEC 17025:2008 terdiri atas Persyaratan Manajemen dan Persyaratan
Teknis, seperti diperlihatkan pada Tabel 1.Untuk mengetahui apakah laboratorium telah melaksanakan
persyaratan-persyaratan tersebut, maka laboratorium melakukan audit internal. Audit dilakukan dengan cara
memverifikasi kesesuaian semua kegiatan yang dilakukan laboratorium

dengan persyaratan standar sistem

manajemen mutu SNI ISO/IEC 17025:2008. Apabila di dalam pelaksanaan audit ditemukan ketidaksesuaian
maka harus dilakukan perbaikan, sehingga kesesuaian pelaksanaaan kegiatan laboratorium dengan persyaratanpersyaratan standar manajemen mutu dapat segera dipulihkan.
Makalah ini memperlihatkan kecenderungan ketidaksesuaian yang sering terjadi pada audit internal
laboratorium mengacu kepada persyaratan SNI ISO/IEC 17025:2008. Kajian yang dilakukan terhadap hasil
audit internal dari tiga laboratorium pengujian yang berbeda bidang menunjukkan adanya kesamaan
ketidaksesuaian di beberapa klausul, yaitu ketidaksesuaian pada klausul 4.3 Pengendalian dokumen, 4.10
Peningkatan, 4.13 Pengendalian Rekaman, 5.2 Personel, 5.5 Peralatan, 5.9 Jaminan mutu hasil pengujian. Oleh
karena itu klausul-klausul tersebut harus mendapat perhatian dari pengelola sistem manajemen mutu agar dapat
dilakukan tindak pencegahan.
2.Tinjauan Pustaka
Beberapa istilah dan definisi yang berhubungan dengan audit, diberikan oleh SNI 19-19011-2005 dan
APLAC TC 002-2006, antara lain sebagai berikut;
Audit: proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan
mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan sejauh mana kriteria audit dipenuhi.
Bukti audit: rekaman, pernyataan tentang fakta atau informasi lain yang terkait dengan kriteria audit dan dapat
diverifikasi.
Kriteria audit: seperangkat kebijakan, prosedur atau persyaratan yang digunakan sebagai acuan pembanding
terhadap bukti audit.
Ketidaksesuaian: adalah tidak terpenuhinya suatu persyaratan dari kriteria audit.

302

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Ketidaksesuaian dalam audit internal ada dua katagori, yaitu:


1.

Ketidaksesuaian major: merupakan penyimpangan yang sangat signifikan dalam sistem manajemen
mutu dan akan langsung mempengaruhi mutu data hasil pengujian/kalibrasi. Ketidaksesuaian ini harus
segera diperbaiki

2.

Ketidaksesuaian minor: merupakan penyimpangan yang secara tidak langsung mempengaruhi mutu
hasil pengujian/kalibrasi. Tindak perbaikan dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Adapun menurut Anwar Hadi audit internal laboratorium diartikan sebagai suatu proses yang dimiliki

oleh laboratorium untuk penerapan sistem majemen mutunya dengan melakukan penilaian sistematik dan
mandiri untuk menetapkan apakah kegiatan mutu dan hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang
direncanakan.
SNI ISO/IEC 17025:2008 mensyaratkan laboratorium pengujian harus melakukan audit internal secara
periodik, sesuai dengan jadwal dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Program audit internal harus
ditujukan pada semua unsur sistem manajemen termasuk kegiatan pengujian. Audit internal paling tidak harus
dilakukan setahun sekali.
3.Metoda Penelitian
Data yang dipergunakan pada kajian ini adalah data primer yang merupakan hasil audit internal dari tiga
laboratorium pengujian yang berbeda bidangnya, yaitu bidang pengujian mekanik, kelistrikan dan kimia. Hasil
audit tersebut dianalisa dan dibandingkan satu sama lain untuk melihat kecenderungan ketidaksesuaian yang
ditemukan terdapat pada klausul yang mana.
4.Hasil dan Pembahasan
Hasil audit internal dari 3 laboratorium pengujian, menemukan ketidaksesuaian masing-masing sebagai
berikut: laboratorium mekanik menemukan 12 ketidaksesuaian katagori major dan 9 ketidaksesuaian katagori
minor, laboratorium kelistrikan menemukan 16 katagori major dan 7 katagori minor, sedangkan laboratorium
kimia menemukan 14 katagori major dan 11 katagori minor. Setelah dilakukan analisa, maka ketidaksesuaian
yang memiliki kesamaan dapat dikelompokkan menjadi 6 klausul, seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

303

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2.Pengelompokan ketidaksesuaian yang terjadi pada tiga laboratorium pengujian.


Klausul
4.3

Pengendalian
dokumen

4.10

Peningkatan

4.13

Pengendalian
Rekaman

5.2

Personel

5.5

Peralatan

5.9

Jaminan mutu hasil


pengujian

Mekanik
Dokumen kedaluwarsa
masih belum ditarik dari
laboratorium dan tidak ada
cap kedaluwarsa.
Tidak mempunyai bukti
distribusi dokumen

Mempunyai Program
Peningkatan tetapi tidak
ada monitoring dan
Evaluasi
Rekaman tidak memakai
indeks, sehingga sulit untuk
ditemukan kembali
Rekaman riwayat alat tidak
lengkap
Belum memiliki Program
Peningkatan kompetensi
personil
Beberapa peralatan
terlambat dikalibrasi ulang
Satu peralatan belum
dikalibrasi
Tidak melakukan
pengukuran antara
Belum melakukan Uji
Banding

Laboratorium
Kelistrikan
Tidak mempunyai daftar
induk dokumen
Identitas dokumen tidak
sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan

Belum mempunyai
Program Peningkatan.
Rekaman tidak
memakai indeks,
sehingga sulit untuk
ditemukan kembali
Rekaman riwayat alat
tidak ditemukan
Belum memiliki
Program Peningkatan
kompetensi personil
Beberapa peralatan
terlambat dikalibrasi
ulang
Tidak melakukan
pengukuran antara
Belum melakukan Uji
Banding

Kimia
Dokumen kedaluwarsa
masih belum ditarik dari
laboratorium dan tidak
ada cap kedaluwarsa.
Dokumen yang
kedaluwarsa tidak ditarik
dari Manajer Puncak
Mempunyai Program
Peningkatan tetapi tidak
ada monitoring dan
Evaluasi
Rekaman data teknis ada
yang tidak diidentifikasi.

Belum memiliki uraian


kerja untuk masingmasing pelaksana uji
Beberapa peralatan
terlambat dikalibrasi
ulang
Telah melakukan
pengukuran antara
Sudah melakukan Uji
Banding dan Uji
Profisiensi

Melihat kecenderungan kesamaan klausul dimana ketidaksesuaian yang ditemukan, maka


ketidaksesuaian diatas dapat digolongkan sebagai ketidaksesuaian yang potensial menimbulkan penyimpangan
hasil pengujian. Klausul-klausul dimana ketidaksesuaian sering terjadi perlu mendapat perhatian agar dapat
dilakukan tindak pencegahan sehingga tidak terjadi penyimpangan yang serupa.
Jumlah data hasil audit yang hanya meliputi tiga laboratorium memang agak kurang memadai. Hasil
kajian akan semakin valid apabila data yang diperbandingkan semakin banyak, akan tetapi untuk mendapatkan
data hasil audit dari sebuah laboratorium sangat sulit, karena data hasil audit bersifat rahasia. Apabila data
cukup banyak, maka metode pembandingan dapat dilakukan dengan cara mengkuantisasi data audit yang bersifat
kualitatif, dengan memberikan score sesuai dengan berat/ringannya ketidaksesuaian yang ditemukan.
5.Kesimpulan
Dari hasil analisa temuan ketidaksesuaian pada tiga laboratorium pengujian dapat diambil kesimpulan
bahwa ketidaksesuaian yang sering terjadi dalam audit internal ada pada klausul 4.3 Pengendalian dokumen,
4.10 Peningkatan, 4.13 Pengendalian Rekaman, 5.2 Personel, 5.5 Peralatan, 5.9 Jaminan Mutu Hasil Pengujian.

304

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Oleh karena itu, ketidaksesuaian tersebut dapat digolongkan sebagai ketidaksesuaian yang potensial
menimbulkan penyimpangan hasil pengujian dan harus menjadi perhatian pengelola sistem manajemen mutu,
sehingga dapat dilakukan tindak pencegahan sesuai klausul 4.12.
Daftar Pustaka
1.

SNI ISO/IEC 17025:2008, Persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi,
Badan Standardisasi Nasional.

2.

SNI 19-19011-2005 Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan Badan
Standardisasi Nasional.

3.

APLAC TC 002-2006, Internal audit for laboratories and inspection body, Issue No. 3, Asia Pasific
Laboratory Accreditation Cooperation.

4.

Anwar Hadi, Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025:2005, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007.

5.

Guidance for Documenting and Implementing ISO/IEC 17025:2005 & Laboratory Guidance,
Laboratory Accreditation Bureau, Revision 2, 2006.

305

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS


INDUSTRI MANUFAKTURING NASIONAL MELALUI PENERAPAN SERIUS
SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000
Masri Wendy Zulfikar
BTMP-BPPT, PUSPIPTEK
HP. 0815 14160208
email: maswendis@yahoo.co.id
Abstrak
Hingga sewasa ini, industri manufakturing nasional secara ekomomik kurang dapat berkompetisi
dengan industri label asing didalam dan luar negeri.. Produk lokal sulit terjual dalam pasar sendiri, yang
dituduhkan terkendala dengan kualitas produknya. Pelanggan dalam negeri sangat bangga dengan produk
import dengan argumentasi wajar: banyak pilihan model, garansi cukup panjang waktu, kualitas terjamin dan
harga masih terjangkau. Labih lagi diera globalisasi ini tidak ada lagi proteksi pemerintah untuk melindungi
produk dalam negeri. Kajian ini akan melihat, seberapa pengaruh adopsi sistem manajemen mutu ISO 900
(QMS~quality management system) dapat membantu, meningkatkan percaya diri dan kemampuan organisasi
perusahaan yang dipakai standar manajemen industri nasional. Singapore dan Malaysia telah memacu
industrinya yang mengadopsi manajeman ISO 9000, sehingga mampu meningkatkan kompetisi pada pasar lokal,
regional dan internasionalnya. Keluhan pelangggan dapat ditekan hingga 60% dan kepuasan pelanggan
meningkat drastis sebanding dengan konsistensinya dalam penerapan standar internasional itu. Kegagalan
hanya sering terjadi di industri dalam negeri, karena Standar manajemen ISO 9000 tidak dijalankan secara
fokus sebagai manajemen perusahaan, dan sering hanya berfungsi sebagai label saja.
Kata kunci: organisasi, produk lokal, industri, ISO 9000
1.

Pendahuluan
Pada masa tahun 70 an perkembangan industri, aspek kualitas pada produk barang dan jasa belum

menjadi fokus perhatian, karena jumlah konsumen lebih banyak daripada produk atau layanan yang ditawarkan.
Perkembangan teknologi masih belum mendominasi variasi barang, industri belum banyak, sementara itu barang
sedikit dan konsumen sangat banyak. Pada perkembangan selanjutnya, ketika industri mulai memasuk aneka
ragam produk dan jasa, pasar mulai jenuh dengan berbagai macam merek dan tawaran keunggulan produk,
sehingga konsumen dihadapkan pada banyak alternatif untuk membeli barang. Dari sinilah mulai terjadi
kompetisi para pembuat barang dan memaksa pihak industri berkonsentrasi pada selera / minat pembeli dengan
konsep kualitas yang melekat pada produknya.
Mulanya konsep kualitas tertuju pada kualitas produk semata. Produk hanya dilihat dari penampilan
fisik fungsi, karakteristik, warna, ada tidaknya cacat, mudah perawatan. Kemudian berlanjut pada
pertimbangan biaya (cost), delivery, safety dan terus berkembang lebih komplek lagi hingga perlunya jaminan
produk. Industri berlomba memberikan garansi produk, dapat suku cadang (fast moving part), sevice atau ganti
baru / uang kembali untuk waktu 1 minggu, 3 tahun, 20 tahun dan bahkan ada yang memberikan life-time
warannty. Semakin besarnya (banyak items) tuntutan mutu oleh pelanggan, membuat kebanyakan organisasi
bisnis Indonesia yang tidak peka pada setiap perubahan prilaku konsumen, sehingga produk lokal tidak
kompetitif di pasar. Untuk itu perlu dikaji dan ditemukan suatu alat / sistem jitu yang dapat mempercepat
ketertinggalan produk lokal.
Konsep mutu, bukan lagi terbatas di bengkel / layanan produksi, dan QC, tetapi sudah menjadi konsen
manajemen yang dimulai dari pengaturan organisasi. Konsumen menentukan pilihan produk akan melihat
bagaimana organisasi pemasok itu bekerja. Nilai kepercayaan pada organisasi pemasok, akan dilihat bagaimana

306

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

segala proses yang merangkai terbentuknya produk itu sampai kepada konsumen. Dengan demikian organisasi
mutu sepatutnya memprioritaskan pada
o

Customer needs (hanya membuat produk yang dibutuhkan pelanggan)

Customer satisfactions (mencapai kepuasan pelanggan lahir / bathin)

Customer expectations (menjawab harapan pelanggan)

Lembaga pengelola harus memiliki keputusan yang mengadopsi suatu sistem manajemen, yang konsisten
pengendalian mutu sepanjang masa, karena pelanggan adalah teman sepanjang masa, bukan pelanggan
temporary.
2.

Tinjauan Pustaka
Umumnya perusahaan atau industri yang bertahan dan sukses di abad 21, adalah perusahaan yang

sangat memperhatikan mutu untuk diterapkan disemua lini kerja kelembagaannya. Berbagai macam tingkatan
layanan pada pelanggan harus direspon, termasuk didalamnya perlunya penetapan standard produk / jasa, bahkan
sampai pada pengelolaan sistem berorganisasi. Dalam tinjauan pustaka, berbagai teori dan praktek manajemen
mutu dipakai oleh kalangan organisasi, dan salah satu yang sangat populer dikenal sebagai standar internasional
yang lebih disebut ISO 9000.
Latar belakang dan sejarah perkembangan famili ISO 9000, dikembangkan oleh lembaga dunia yang
bernama ISO (International Organization for Standardization) yang merupakan organisasi non pemerintah dan
anggotanya terdiri dari sejumlah badan standarisasi nasional dari beberapa negara. Standard Manajemen Mutu
ISO-9000 (QMS Quality Management System) mulai diperkenalkan pada tahun 1987 di Jenewa Switzerland.
Model Standard ISO-9000 sering dipakai sebagai pedoman standard untuk
o

perancangan,

pabrikasi,

penjualan,

perbankan,

pendidikan,

pemerintahan dan

pelayanan lainnya, baik berupa barang maupun jasa.

Standar ISO 9000: 2008 adalah versi ke-IV, yang diterbitkan pada 14 Nopember 2008, menggantikan tiga versi
terdahulu ISO 9001:2000, dan ISO 9001, 9002, 9003 versi 1994. Sebelum Desember 2000, dipakai istilah
standar ISO 9001, 9002, 9003. Dan ketika sesudah Desember 2000, the International Organization for
Standardization meleburkan menjadi standar ISO 9001 saja, untuk membedakan dengan versi sebelumnya.
Selanjutnya pada revisi yang terbaru dipakai istilah ISO 9001 untuk ISO 9001:2008 yang diluncurkan pada
Nopember 2008, sebagaimana logo yang sukses pada ISO 9000:2000. Secara paraktis makna ISO 9000 dan ISO
9001 dianggap sama.
Umumnya perubahan dan perbaikan dukumen standar dilakukan 7 tahun sekali. Untuk versi baru
9000:2008 tidak banyak perubahan dan masih mengacu pada versi sebelumnya. Bagi pihak yang masih
menerapkan versi 9000:2000, masa kadalursanya m asih ada 8 bualan lagi yaitu berakhir pada 13 Nopember
2010. Penulis lebih fokus pada evaluasi manajeman versi 2000, untuk bahan kajian karena banyak data yang
tersedia untuk dilakukan penelitian. Sebagai ilustrasi dapat dilihat famili ISO 9000:2000 sbb

307

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Nama Standar

Uraian

ISO 9000

Quality management systems - Fundamentals and vocabulary

ISO 9001

Quality management systems - Requirements

ISO 9004

Quality management systems - Guidelines for performance improvements

Berbagai perusahaan dunia saling berlomba membuat keputusan investasi jitu untuk memperoleh
sertifikasi ISO 9000 untuk kegiatan sistem manajemen mutu. Mereka berharap dengan sertifikasi yang didapat
akan membawa manfaat eksternal seperti meningkatnya kepuasan pelanggan, besarnya penguasaan pasar, serta
meningkatnya margin keuntungan dan kesejahteraan pegawai. Disamping itu dirasakan manfaat internal, seperti
naiknya produktivitas, pengoperasian yang efisiensi, pengendalian manajemen lebih baik, dan meningkatnya
kesadaran karyawan.
2.1.

Prinsip Standar ISO 9001


Semua persyaratan dari Standar Internasional ini adalah generik (umum) dan dapat diterapkan pada

hampir semua organisasi, tanpa menghiraukan jenis, ukuran dan macam produk yang dihasilkan. Suatu ketetapan
yang harus dipatuhi bahwa organisasi yang menerapkan QMS ISO 9001:2000 harus menetapkan,
mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen mutu dan secara berkelanjutan
meningkatkan efektivitasnya sesuai dengan persyaratan Standar Internasional. Adapun semua persyaratannya
termaktub pada pasal 4, 5, 6, 7 dan 8 yang harus diikuti sebagai standar all:

2.2.

Pasal 4.

Sistem manajemen mutu

Pasal 5.

Tanggung jawab manajemen

Pasal 6.

Manajemen sumber daya

Pasal 7.

Realisasi produk

Pasal 8.

Pengukuran, analisis dan peningkatan

Enam Keunggulan ISO 9001:2000


Hingga saat ini peranan konsultan dan lembaga pelatihan ISO 9000 masih dibutuhkan untuk memberi

penjelasan, menuntun secara rinci, bagaimana menyusun, menjalankan dan memelihara dokumen sistem mutu
yang menjadi syarat pada pasal 4, 5, 6, 7, 8, untuk memperagakan bahwa organisasi sudah sesuai dengan standar
internasional tsb, dan mempercepat mendapatkan sertifikat ISO 9001. Konsultan berupaya mempercepat (mendrive) perubahan prilaku / budaya kerja sebagaimana layaknya yang dikehendaki manajemen modern. Secara
umum pelaksanaan ke-5 pasal tsb dapat diuraikan menjadi 6 keunggulan ISO 9001 sbb:
2.2.1.

Terbangunnya Sistem Quality Management


Organisasi diminta membiasakan diri untuk mencatat, memelihara setiap hal yang penting dan hanya

menjalankan sesuai dengan dokumen yang sudah direncanakan. Semua dukumen mutu ditinjau pada selang
waktu tertentu untuk dilihat keefektifannya, serta dimutakhirkan sesuai dengan tuntutan pelanggan / publik
pemakai. Semua dokumen dan bukti pekerjaan (rekaman) harus dipelihara.

308

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2.2.2.

Peran Pucuk Pimpinan.


Pesan mutu harus menjadi komitmen pucuk pimpinan. Struktur organisasi, wewenang dan tanggung

jawab, partisipasi semua level pekerja dan staf ditetapkan dengan yang jelas dan dipatuhi dalam pelaksanaannya.
Sumberdaya yang mendukung pelaksanaan manajemen mutu harus tersedia, dan bekerja dengan benar. Kegiatan
pelatihan (pada sub. Pasal 6.2.1.b.) untuk ketrampilan tenaga yang memadai harus dijadwalkan, dan kualifikasi
tenaga kerja dapat dibuktikan ketersediaannya. Tugas dan tanggung manajemen pada pasal 5. jelas diuraikan
menjadi 6 sub.pasal pada standar ini, sehingga posisi perhatian menjadi sangat penting yang melebihi ke-5 pasal
yang lainnya, seperti;

2.2.3.

Sub.pasal 5.1. Komitmen Manajemen

Sub.pasal 5.4. Perencanan Mutu

Sub.pasal 5.2. Fokus pada Pelanggan

Sub.pasal 5.5. Komunikasi

Sub.pasal 5.3. Kebijakan Mutu

Sub.pasal 5.6. Tinjauan Manajemen

Keterlibatan Semua Orang.


Keterlibatan semua pihak dalam organisasi dapat terlaksana dengan baik dengan adanya komitmen

semua karyawan.

Komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan sangat penting, dan bahkan sering

menjadi isu populer dalam rapat evaluasi pimpinan. Pada kenyataannya komitmen sering hanya menjadi slogan,
tetapi sulit dibuktikan, sehingga banyak yang tidak paham apa makna sprit dari komitmen dalam organisasi.
Porter mendefinisikan komitment organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Ini sebagi basic spirit dalam suatu
komunitas yang ingin dibangun untuk mencapai tujuan. Sedangkan Richard M. Steers (1985 : 50)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi),

keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi),

loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan
oleh seorang pegawai terhadap organisasinya.

Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik
terhadap, policy (quality), tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Dengan demikian fungsi manusia yang
berkomitmen dalam segala tingkatan sangat penting dan memiliki andil bersama membangun mutu pada
organisasi atau industri tsb.

2.2.4.

Audit (External & Internal).


Salah satu keunggulan ISO 9000 adalah dijadwalkannya kegiatan audit. Khusus untuk sertifikasi, pihak

ke-3 melakukan pemeriksaan atas komitmen organisasi pemasok terhadap mutu yang dideklarasikan dan bukti
kesanggupan memenuhi permintaan pelanggan. Audit external dapat juga dilaksanakan oleh pihak II untuk
persetujuan kontrak (jika diperlukan), tetapi pada kenyataannya memang jarang ditemui di lapangan pihak ke-2
melakukan pemeriksaan sendiri karena ada keterbatasan tenaga ahli, waktu, kesempatan dan biaya. Dengan
pertimbangan efisensi, kegiatan audit external cukup dipercayakan pada pihak III (third party) yang diakui netral
sebagai badan sertifikasi oleh ke-dua pihak supplier dan customer. Ini menjadi nilai positif karena ada
pihak luar, yang diizinkan masuk untuk pemeriksaan sistematis dan rinci pada semua level kegiatan yang
dilakukan oleh organisasi pemasok. Di sisi lain peran auditor ini, akan ikut mendorong organisasi untuk selalu
konsen pada

309

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

memperhatikan respon pelanggan (keluhan / kepuasan)

perbaikan sistem manajemen

Pada audit internal (sub. pasal 8.2.2.) evaluasi dilakukan lebih sering untuk menguji baik, tidaknya
sistem mutu yang sedang dijalankan. Ini merupakan evaluasi diri, karena pihak internallah yang paling tahu
kondisi didalam yang sebenarnya. Pada masing-masing bagian / bidang / departemen dapat dijadwalkan untuk
saling mengaudit. Dan tidak tertutup kemungkinan dilakukan audit di tingkat manajemen dalam rangka
perbaikan dijalur top management. Kebiasaan melakukan auditing baik auditee dan auditor, akan terbentuk
budaya mau mengkoreksi dan dikoreksi, yang pada giliranya akan terjadi jalinan komunikasi saling percaya
sesama pekerja dan meningkatkan kesadaran untuk selalu berbuat yang terbaik bagi organisasi.
2.2.5.

Mengukur Respon Pelanggan


Respon pada keluhan pelanggan terdapat pada sub pasal 7.2.3.c, dan kepuasan pelanggan pada Sub

pasal 6.1.b. , 8.2.1.. Sedangkan pemahaman fokus pada pelanggan (pasal 5.2.) adalah merupakan tugas utama
pucuk pimpinan menyadarkan bahwa perusahaan itu dapat tumbuh besar karena pelanggan membeli produknya.
Kepuasan dan kekecewaan pelanggan harus dipantau, yang dapat melalui survey lapangan. Analisa statistik
harus diagendakan sebagai bagian tugas pimpinan organisasi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan
upaya penambah pelanggan baru.
2.2.6.

Penerbitan / Pencabutan Sertifkat Pengakuan Mutu.


Adopsi sistem manajemen mutu sepatutnya menjadi keputusan strategis suatu organisasi (pasal 0.1.),

sehingga ketetapan mencari sertifikat ISO 9001:2000 adalah merupakan tekat kuat semua level pekerja dalam
organisasi. Untuk mendapatkan sertifikat harus dilalui suatu proses pemeriksaan / audit penerapan sistem mutu
yang dilakukan pihak ketiga; yang dikenal dengan istilah registration body disingkat registrar (khususnya di
Amerika) atau certification body. Banyak organisasi yang semakin berkembang dalam hitungan bulan, tahun
setelah meraih sertifikat ISO 9001. Tetapi di sisi lain, ada beberapa organisasi yang sulit berubah dari budaya
kerja statisnya, dan bahkan merosot kinerja organisasinya. Untuk organisasi yang tidak dapat mempertahankan
komitmen mutu yang sudah diikrarkannya, melalui pemeriksaan yang adil oleh pihak yang mengeluarkan
sertifikat, maka sertifikat ISO 9001 yang sudah diraihnya dapat dibatalkan. Ini merupakan bukti ketatnya kendali
oleh lembaga sertifikasi, sehingga

ada beberapa organisasi yang dicabut sertikatnya karena lalai dalam

kewajiban yang ditentukan oleh standar internasional itu. Pada tahun 2002 saja, tercatat 50.209 (sekitar 8,9%)
sertiikat ISO 9001.

3. Metoda Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan memanfatakan data sekunder melalui berbagai survey yang sudah
dikerjakan antara lain ditujukan pada 220 perusahaan Indonesia yang sedikitnya telah tiga tahun memegang
bersertifikat ISO 9001. Bagi perusahan beroperasi dengan sistem ISO 9001 memperoleh beberapa manfaat yang
didapat setelah meraih sertifikasi, meskipun dengan ke tingkat kemanfaatan yang berbeda untuk setiap
perusahaannya. ISO 9000 ibarat tools yang bermata dua; suatu sisi sebagai konsep manajemen mutu, yang
maknanya mirip dengan TQM, Six Sigma ,Kaizen dll, di sisi lain ISO 9000 adalah sebuah standar yang harus

310

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

dipatuhi mutlak bagi yang mengadopsinya dan sekaligus dapat berfungsi sebagai manajemen perusahaan
berdampingan dengan manajemen lain yang sudah biasa dipakai di perusahaan tersebut.
Tinjauan pada pesan sakral pakar dunia mutu W. Edward Deming yang mengingatkan kepada pimpinan
perusahaan / bangsa, mengenai kehancuran tengah mendekati, kecuali bagi perusahaan yang segera berpaling
pada standar-standar kualitas, akan dipakai sebagai rujukan untuk melihat tingkat kebenaran yang nanti dapat
dibuktikan pada paparan hasil dan analisis.
Melihat berbagai keluhan tentang rumitnya diberbagai perusahaan menerapkan standar kualitas yang
terhalang oleh budaya kerja lokan dan rendahnya komitmen manajemen baik itu karyawab maupun pimpinan
akan beropengaruh berar terhadap upaya mencapai kulaitas unggul.
4.

Hasil / Evaluasi Sumber Daya Nasional


Hasil evaluasi dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Tetapi kebanyakan orang lebih suka

memperagakan dalam bentuk kuantitatif berupa angka, huruf, %, grade. Berikut ini disajikan contoh evaluasi
(semacam audit), yang hasilnya kurang memuaskan pada kemajuan kualitas di banyak aspek kegiatan
o

Evaluasi I,

Partisipasi pada beberapa ISO yang Penting

Evaluasi II,

HDI Manca Negara sebagai Perbandingan

Evaluasi III,

Produktifitas Kerja dan Mutu

Evaluasi IV,

Kenyataan Perusahaan yang Bersertifikat

Hasil evaluasi dapat dipakai mengukur bagaimana posisi organisasi dengan kompetitor terdekatnya.
3 macam audit dilakukan pihak luar, yang dapat dipakai sebagai umpan balik (feedback), atas reaksi / penilaian
publik pada beberapa aktifitas / keadaan sebagai bagian indikator penilaian elemen mutu. Sementara ini, banyak
yang tidak puas (public complaint), tetapi ada yang setuju, pada penilaian tsb.
4.1.

Partisipasi pada Beberapa Model Standar ISO


Organisasi bisnis Indonesia agak tertinggal dengan negara lain pada bidang perhatian akan kesertaan

peningkatan mutu manajeman. Survey yang dilakukan oleh ISO untuk ISO 9001:2000, Quality Management
Systems (QMS), Sistem Manjemen Mutu sampai akhir Desember 2004, tercatat 670.399 sertifikat ISO
9001:2000 yang sudah diterbitkan untuk 154 negara, sebagaimana yang digambarkan pada tabel 1.
Tabel 1, Data Sertifkat ISO 9001:2000,Quality Management Systems
World results
Total Sertifikat

Dec.2000
408.631
ISO 9000:1994

Dec.2001
44.388

Dec.2002
167.210

Dec.2003
497.919

Dec.2004
670.399

98

122.822
134

330.709
149

172.480
154

Peningkatan
Jumlah negara

Sejak diperbaruinya menerapkan model ISO 9001:2000, kesertaan organisasi dari berbagai negara dari tahun
ketahun bertambah, dari tahun 2001 hingga akhir tahun 2004, yang masing-masing bertambah menjadi 98, 134,
149, 154 negara
o

Pada tahun 2004, terjadi peningkatan hingga 172.480 (35%) sertifkat, jika dibandingkan tahun 2003,
yang ketika itu hanya ada 497.919 sertifikat.

311

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Sedangkan pada yang sama (2004) secara total terjadi kenaikkan 261.768 certifikat ( 64 %) terhadap
akhir tahun 2000, yang kala itu masih menerapkan versi yang lama ISO 9001/2/3:1994 hanya mencapai
408 631 sertifikat.

Adanya ISO 9000:2000 versi baru, yang dicacat sejak tahun 2001, nampak organisasi bisnis dunia
sangat antusias beradaptasi dengan perbaikkan sistem standar yang selalu di up-date. ISO memang
membuktikan adanya perbaikan berkelanjutan (continual Improvement), sebagaimana komitmen itu
dibuktikan adanya perbaikan standar ISO 9000 versi I, tahun 1987, diperbaiki versi II tahun 1994, dan
diperbaiki lagi versi III tahun 2000.

Ini membuktikan adanya minat, spirit dan rasa kompetisi yang sangat besar dikalangan organisasi dunia
untuk meraih mutu manajemen perusahaannya.
Kemudian, bagaimana keikutsertaan Indonesia pada kompetisi global ini. Tabel 2, 3, 4, 5 yang masing

merupakan 4 model standar manajemen ISO untuk mutu, lingkungan, otomotif dan rumah sakit yang banyak
diikuti perusahaan dunia.
Tabel 2, Partisipasi Beberapa Negara Asia pada Sertifikasi ISO 9001:2000
Negara
Thailand
Malaysia
Singapore
Indonesia
Philippines

Dec.2001
89
257
333
161
43

Dec.2002
938
1 119
1 953
308
270

Dec.2003
1 675
3 076
3 341
1 318
456

Dec.2004
5 955
4 337
3 964
3 134
1 108

Tabel 3, Partisipasi Beberapa Negara Asia pada Sertifikasi ISO 14001: 2004
Negara
Dec.1999
Dec.2000
Thailand
229
310
Singapore
87
100
Malaysia
117
174
Indonesia
55
77
Philippines
39
46
Thailand pemegang record terjelek ke-2

Dec.2001
Dec.2002
483
671
298
441
367
367
199
229
120
124
sesudah Mexico City pada

Dec.2003
736
523
370
297
174
pencemaran

Dec.2004
966
616
566
373
261
udara, nampaknya

memiliki komitmen kuat untuk membenahi lingkungannya.


Tabel 4, Sertifikat. ISO/TS 16949:2002
(bidang Automotive)
Negara
Dec.2004
Singapore
117
Malaysia
22
Thailand
18
Philippines
14
Indonesia
10
Sumber: ISO Central Secretariat,

Tabel 5, Sertifikat ISO 13485:2003


(bidang Kesehatan)
Negara
Dec.2004
Singapore
17
Philippines
10
Malaysia
4
Thailand
3
Indonesia
1

Nampak keterlibatan organisasi (Indonesia) semakin melemah pada penerapan mutu di beberapa standar. Ini
dapat disebabkan oleh ketidaksiapan SDM, program pengembangan teknologi, keorganisasian dan kurang
pekanya akan tuntutan publik pada produk / layanan jasa yang bermutu.

312

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

4.2.

HDI Manca Negara sebagai Perbandingan:


Sebenarnya Indonesia ada kemajuan yang dicapai setiap 5 tahunan pada HDI, seperti yang ditulis

dalam HDI pada tabel 6., dimulai pada tahun 1975 hingga 2002. Terjadi kenaikan yang signifikan, dengan ratarata kenaikan 7%. Pada tahun 2000, posisi Indonesia tergeser 6 digit oleh Viet Nam, yang kemudian Indonesia
naik tipis 1 digit terhadap Viet Nam. Pada evaluasi (survey) itu Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 177
negara yang diteliti, tetapi pada setiap 5 tahunan perkembangan.
Tabel. 6, Perbandingan Peringkat HDI antara Negara Serumpun
HDI Rank
Negara
25
Singapore
33
Brunei
59
Malaysia
76
Thailand
83
Philippines
111
Indonesia
112
Viet Nam
Sumber: UN 2003

1975
0.724

1980
0.761

1985
0.784

1990
0.821

1995
0.859

2000

0.614
0.613
0.653
0.467
-

0.657
0.651
0.686
0.529
-

0.693
0.676
0.692
0.582
-

0.720
0.707
0.719
0.623
0.610

0.759
0.742
0.735
0.662
0.649

0.789
0.680
0.686

2002
0.902
0.867
0.793
0.768
0.753
0.692
0.691

Pada laporan evaluasi tahun 2003, Viet Nam lebih baik 3 nomor menjadi urutan ke-109, Thailand naik 2
nomor menjadi urutan ke-74, Malaysia naik 1 nomor menjadi urutan ke-58, Brunei Darussalam naik 2 nomor
menjadi urutan ke-31, sementara itu Indonesia turun 1 nomor dan Philipina 2 nomor, masing-masing menjadi
urutan ke-112 dan 85. Suatu kalkulasi lain; jika negara yang memiliki HDI rank 1, diberi nilai 100, dan yang
paling bawah 177 diberi nilai 0, maka Indonesia yang HDI nya nomor 111, mendapat nilai 40. Bandingkan
dengan target kelulusan UAN dipatok 4,26 (atau 42,6 untuk rentang 100).
4.3.

Produktifitas Kerja dan Mutu


Survey Institute of Management Development 2002 yang dilakukan dalam kompetisi dunia

perekonomian menunjukkan, bahwa daya saing ekonomi Indonesia di pasar global, baik dari mutu maupun
produktifitas kerjanya masih rendah yang berada diurutan ke 47 dari 49 negara. Sebagai pembanding masingmasing negara-negara di Asia menunjukkan tingkat yang lebih baik, antara lain: Singapura peringkat ke 5,
Malaysia 26, Thailand 34, Philipina 40, dan India pada peringkat ke42.
Nampak mereka telah memiliki kesadaran yang sangat tinggi terhadap mutu dan produktifitas nasionalnya.
Mereka bekerja lebih terencana dan pasti. Mereka mengerti bahwa perubahan, peningkatan mutu dan
produktifitas tak bisa ditawar-tawar lagi ditengah dunia yang berkompetisi dalam memanfaatkan SDM,
kemajuan teknologi dan kepiawaian dalam mengelola sistem manajemen.
5.

Pembahasan
Dari informasi dan data, serta potensi yang dapat dikembangkan pada konsep ISO 9000:2000, maka

didapat beberapa analisis sbb:


o

Dibidang mutu dan produktifitas Indonesia berada di urutan mendekati terbelakang (47 dari 49 nregara yang
diteliti), sehingga diprediksi akan mengalami kesulitan dalam bersaing di pasar global. Rendahnya mutu
SDM Indonesia secara rata-rata ikut memberi andil tersendatnya pertumbuhan industri nasional.

313

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Diantara sekian banyak kelemahan yang diukur orang, masih ada keunggulan yang dimiliki Indonesia,
khususnya terkait dengan mutu pendidikan. Pada tahun 2005 salah satu universitas di Indonesia masuk 50
TOP Universitas di Asia, bersama-sama 2 universitas Singapore. Sementara itu negara tetangga yang lain
seperti, Malaysia, Philipina, Thailand tidak masuk. Prestasi yang mengagumkan ini harus dikembangkan
sebagai penggerak untuk dibuat suatu rencara dan action plan lebih serius lagi.

Teori manajemen yang implementasinya diawasi oleh pihak lain (lembaga sertifikasi / akreditasi) seperti
standar internasional ISO 9000. Ada komentar beberapa orang yang menyatakan bahwa Sertifikasi ISO9000, sebenarnya tidak lebih sebuah pengakuan dengan penerbitan selembar kertas yang ditanda-tangani
oleh orang lain di luar perusahaan penerimanya. Tetapi uniknya mampu membangun persepsi untuk segera
berkeyakinan, bahwa organisasi / perusahaan (yang logo dan namanya dituliskan di kertas tersebut, dapat
dinyatakan bahwa telah melaksanakan sebuah pedoman kerja, berdasarkan suatu standar international, yakni
Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System, QMS). Banyak organisasi di negara seperti
Thailand, Singapore, Malaysia mengunakan standar internasional (ISO 9000, 14000, 16949, 13485) sebagai
pedoman kerja pada organisasi untuk meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tuntutan pelanggan / publik
(tabel 2, 3, 4, 5). Sementara itu di Indonesia, meskipun tidak sebanyak di negara tetangga, beberapa
organisasi sudah merasakan manfaat besar dengan mengadopsi ISO 9000.

Budaya kerja ala melayu perlu dipecut / bina-contoh dengan spirit yang tinggi dapat diharapkan etos kerja
dapat ditingkatkan 50% hingga 90 % yang pada akhirnya dapat mengimbangi etos kerja negara maju
lainnya.

Hampir semua konsep manajemen modern yang beredar di seminar / texbook lebih kurang
mempertimbangkan aspek seperti; (1) fokus kepada pelanggan (customer focus), (2) kepemimpinan
(leadership), (3) keterlibatan semua orang (involvement of people) (4) Pendekatan proses (process
approach) (5) manajemen dengan pendekatan sistem (system approach to management) (6) peningkatan
berkelanjutan (continual improvement) (7) pendekatan fakta untuk pengambilan keputusan (factual
approach to decision making) (8) Relasi dengan pemasok yang saling menguntungkan (mutually
beneficialsupplier relationships). Sedangkan standar ISO 9000 menambahkan kegiatan pemeriksaan,
pengawasan, yang dilakukan oleh pihak yang credible diluar organisasi. Pemeriksaan sistematis dilakukan
secara reguler tentang ketaatazasan organisasi pada persyaratan yang tertulis pada standar.

Mengawasi dan diawasi melalui kegiatan audit (internal dan external) adalah model manajemen yang paling
tepat dilaksanakan di Indonesia. Karena hanya dengan model itu mereka mau / harus bekerja dengan benar
untuk mencapai progam peningkatan kualitas. Sedangkan kalau mengandalkan bangkitnya kesadaran
pekerja / pemimpin lokal tentu perlu menunggu 100 tahun atau lebih. Tetapi disisi saat ini ada budaya jelek
yang bersemi, yaitu sibuk saat ada pemeriksaan auditor pihak ke-3, dan segera kemudian kembali ke pola
kerja asal jika auditor pergi. Sifat itu (inconsistency, manipulasi data) adalah kontra produktif yang itu
semua adalah sesuatu tidak boleh ada pada saat menerapkan konsep manajemen apapun.

6.

Kesimpulan
o

SDM Indonesia banyak kelemahan yang dapat dilihat dari berbagai data sebagai persepsi orang
lain , tetapi disisi lain ternyata lembaga pendidikan Indonesia ada yang masuk 50 besar
Universitas TOP di Asia.

314

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Standar manajemen mutu ISO 9000 adalah merupakan mendekatan manajemen yang cocok
dipakai sebagai dasar mengelola berbagai kegiatan bisnis di Indonesia, karena didalamnya ada
ketentuan

yang

wajib

dilalui

yaitu

kegiatan

pengawasan

sistematik

berupa

audit

(internal/external) secara reguler.


o

Organisasi yang tidak konsisten / menyalahi standar pada penerapan manajemen mutu ISO 9000,
lembaga external dapat membatalkan sertifikat yang sudah diraihnya. Ini adalah hukuman sangat
mendidik dan memicu organisasi bekerja lebih profesional lagi.

Adanya pengawasan pihak luar dan komunikasi internal (audit internal), diharapkan akan
menjadikan industri / perusahaan di Indonesia lebih terpacu untuk berkembang bersama yang
lainnya. Hal yang lebih serius lagi adalah keterlibatan / kerja keras pucuk pimpinan untuk
memimpin agenda perubahan dan peningkatan pelaksanaan manajemen mutu.

Daftar Pustaka
1.Indra Ismawan. 2005. Spirit of Change. Jakarta: Penerbit Cakrawala,
2.ISO. 2005. The ISO Survey-2004. Genewa. ISBN 92-67-10410-1,
3.Samuel KHO. 1995. TQM an Integrated Approach. London: KoganPage Limited,.
4.Siswanto Sutojo. 1995. Studi Kelayakan Pryek. Jakarta: PT Saptodadi,
5.Sugiyono. 2009. Metoda Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung
Pertanyaan :
Heru Suprapto (Batan)
9

Banyak masyarakat kita yang menilai produk standar Internasional ISO hanya merupakan rekayasa
industri maju, yang memberikan syarat ketat untuk kualitas produk negara berkembang, sehingga
akan melemahkan kompetisi di pasa bebas. Bagaimana pendapat saudara melihat masalah itu ?

Jawaban Penyaji 2:
Masri Wendy Zulfikar:
9

Memang dilema itu terbagi dalam 2 pendapat. Pendapat yang positif bisa menerima bahwa banyak
manfaat yang didapat dengan penerapan standar internasional itu. Kita dapat belajar untuk bekerja
berdasarkan kebutuhan pelanggan dan mengutamakan kepuasan pelanggan. Kita memang harus
mengubah budaya kerja, menjadi pekerja yang berdasarkan rencana yang sudah ditetapkan, kendali
kualitas yang kuat dan menghemat bahan untuk meningkatkan efisiensi mencapai keuntungan
semua pihak.

315

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

MAPPING KESEIMBANGAN KENDARAAN UMUM DAN KENDARAAN PRIBADI


UNTUK MENGURANGI POLUSI UDARA DI KOTA METROPOLITAN
Masri Wendy Zulfikar
BTMP-BPPT, PUSPIPTEK
HP. 0815 14160208
email: maswendis@yahoo.co.id

Abstrak
Problema polusi udara dan kemacetan Kota Tangerang Selatan, Tangerang, Depok, dan Bekasi
adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan skema kesemrawutan sistem transportasi rutin Ibukota
Jakarta. Di suatu kota modern, sistem transportasi yang baik merupakan suatu indikator utama berkembangnya
(sustainable) kota untuk masa depan yang cerah. Sering kali perencanaan transportasi tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan, ketika keseimbangan pertumbuhan kendaraan bermotor tidak dapat di antisipasi dengan
perencanaan prasarana dan transportasi yang memadai, maka kemacetan tidak dapat dihindari. Makalah in
akan mendiskusikan konsep mengatasi persoalan transportasi kota yang melibatkan beberapa aspek penting,
antara lain: teknologi, lingkungan, dan sosial.
Kata kunci: polusi udara, kebutuhan transportasi, kemacetan, manajemen lalu lintas

1. Pendahuluan
Hampir di berbagai kota besar dunia seperti London, New York, Tokyo, Mexico City, Bangkok dan
juga tidak ketinggalan kota Metropolitan Jakarta yang dengan penduduk di siang hari hampir mencapai 12 juta
jiwa mengalami kemacetan di hampir semua jalan menuju pusat kota. Terjadinya masalah transportasi berupa
kemacetan dipicu oleh tidak seimbangnya pertambahan kapasitas jalan yang tersedia dengan laju pertumbuhan
kendaraan bermotor (mobil pribadi dan sepeda motor), sebagai konsekuensi besarnya jumlah penduduk dan
permintaan jasa angkutan. Pertambahan jaringan jalan di berbagai kota di Indonesia tidak lebih 4%, sedangkan
jumlah kendaraan bertambah jauh lebih besar yang mencapai 11%.
Pada tahun 2000, terdapat 20,7 juta perjalanan harian di wilayah sibuk jalan-jalan Jakarta, yang 20%
nya adalah perjalanan komuter yang datang dari wilayah penyanggah kota sekitarnya antara lain: Tangerang,
Tangerang Selatan, Depok, Bogor dan Bekasi. Pengunaan kendaraan pribadi sangat tidak efisien, hanya 4%
kendaraan pribadi yang mengangkut penumpang 4 orang lebih. Sementara itu sekitar 84% kendaraan pribadi
sering memuat hanya 1 atau 2 orang.
Sehingga kemacetan dapat disaksikan sepanjang jalur masuk kota Jakarta dan bahkan kemacetan juga
sudah dimulai sejak di kota penyanggah, seperti di jalan Ciputat, Raya Bogor, Raya Bekasi dll. Berbagai
kerugian yang dirasakan oleh masyarakat antara lain:

a.

Banyaknya waktu yang hilang pada operasi kendaraan dan kendaraan sering dalam kondisi idle, sehingga
menimbulkan polusi udara yang sangat buruk dan merusak lingkungan kota.

b.

Penggunaan bahan bakar yang boros dan menimbulkan biaya perjalannan yang relatif lebih mahal.

c.

Kerugian waktu perjalanan lebih dari 50 hingga 200%

d.

Timbulnya rasa kesal, jemu, stress yang dapat menurunkan produktifitas kerja

e.

Hilangnya waktu bersama keluarga, sebagai akibat banyaknya waktu yang tersita dalam perjalanan.

316

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Munculnya permasalahan transportasi secara umum diakibatkan beberapa faktor antara lain:

a.

Terbatasnya kualitas dan kuantitas jasa layanan transportasi masal yang dapat mengatasi
kebutuhan angkutan publik secara cepat dalam jumlah yang banyak. Jalur kereta api sebagai andalan
angkuatan masal dan cepat belum terintegrasi dengan moda angkutan lainnya. Frekuensi perjalanan yang
sangat minim, ditambah lagi jadwal pemberangkatan yang sering melesat, kondisi stasiun yang kurang
asri menyebabkan masyarakat menghindar dari penggunaan kereta api. Banyaknya silang pintu
perlintasan kereta dengan jalan raya yang belum dikelola dengan sistematik menjadikan pada titik wilayah
itu sebagai bagian pemicu kemacetan baru yang durasi waktunya cukup membosankan.

b.

Besarnya keinginan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Rendahnya minat masyarakat


memakai kendaraan publik, dengan alasan diatas, ditambah rasa percaya diri yang tinggi atas keuntungan
pribadi yang didapat tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang terjadi, menjadikan banyak
memaksakan diri untuk memiliki kendaran pribadi. Tersedianya fasilitas kridit murah serta cara
memperoleh kendaraan yang lebih mudah, akan meningkatkan penjualan mobil lebih besar dari tahun ke
tahun. Gambar 1, memperlihatkan tren penambahanan dan penjualan mobil pertahunnya

Sumber: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)


* Data Penjualan triwulan 1 (menjadi 500.000 unit terjual pada akhir 2008, jika 70%)

Gambar 1, Data Penambahan dan Penjualan Mobil


Pada data tersebut dapat dibaca betapa besar distribusi kendaraan bermotor (mendekati 60% dari
penambahan nasional) yang akan mengisi jalan-jalan kota Jakarta dan sekitarnya.

c.

Regulasi dan penegakannya yang tidak mendukung. Manajemen transportasi yang masih semrawut
yang tidak didukung pengaturan lalu lintas yang baik serta rendahnya kesadaran pemakaian jalan.
Beberapa regulasi yang secara langsung dan tidak langsung ikut dapat dipakai membatasi volume
kendaraan bermotor antara lain:
Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api,
Sungai Dan Danau Serta Penyeberangan, Pasal 50,
penetapan jalur bus khusus (bus way ); sistem satu arah; pembatasan lalu lintas: 3 in 1, sistem stiker,
sistem ganjil genap, area licencing system, road pricing, penerapan tarif parkir yang tinggi pada
daerah pusat-pusat kegiatan (CBD), penerapan pajak progresif terhadap kepemilikan kendaraan
lebih dari satu, pembatasan perjalanan kendaraan pribadi dalam tiap tahunnya dengan penggunaan
lisensing sistem untuk tiap kendaraan;

317

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

mengingat pembatasan kendaraan bermotor dengan model tersebut masih kontroversi maka dapat didekati
dengan regulasi emisi yang terkait langsung dengan lingkunagn dan kesehatan untuk membatasai jumlah
kendaraan bermotor.
Sementara itu pembatasan volume kendaraan bermotor yang terkait dengan syarat kualitas emisi
kendaraan bermotor dapat dilihat pada beberapa regulasi dibawah ini:
UU Nomor 14/1992, tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN,
Bab X, ps 50 : Dampak Lingkungan
Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat
mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi
persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan
UU Nomor 23/1997, Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9, ay3
Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999,
Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara, ps 33
Kendaraan bermotor tipe baru dan bermotor lama yang mengeluarkan emisi gas buang wajib
memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor
Keputusan Gubernur 31/2008
Tabel 1. Ambang Batas Emisi Kendaraan sesuai Surat Keputusan Gubernur No 31 Tahun 2008
Jenis Mobil

CO

HC

Bensin di bawah th 2007

3,0%

700 ppm

Bensin di atas th 2007

1,5%

200 ppm

Kepekatan

Disel di bawah 3,5 ton

50% HSU

Disel di atas 3,5 ton

60% HSU

PerGub Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 92 Tahun 2007, Tentang, Uji Emisi Dan
Perawatan Kendaraan Bermotor
Pasal 4, ay(1) Setiap kendaraan bermotor . yang beroperasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta wajib
memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor.
Pasal 13, (ay1) Bengkel Pelaksana Uji Emisi yang telah ditetapkan dapat dicabut atau dibekukan
sebagai Bengkel Pelaksana Uji Emisi apabila melanggar ketentuan sebagai berikut :. (b)
melakukan pemalsuan data hasil uji emisi; (c) melakukan kecurangan prosedur uji emisi.
Perda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2 / 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Pasal 33 (ay 1) : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke Pengadilan dan/atau
melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah pencemaran udara yang merugikan
perikehidupan masyarakat.

318

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Makalah ini akan mendiskusikan beberapa cara mengatasi persoalan kemacetan untuk mandapatkan solusi yang
tepat.

2. Tinjauan Pustaka
Sudah banyak tulisan yang membicarakan dan memikirkan masalah pencemaran udara yang terkait
dengan kemacetan lalu-lintas dan teknologi mesin sebagai penggeraknya. Ini suatu pertanda bangkitnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan (udara) bersih sebagai jaminan atas kelangsungan hidup
masyarakat di kota metropolitan. Mereka mulai bosan atau merasa terusik ketenangannya akibat gas beracun
yang dikeluarkan oleh mesin-mesin kendaraan bermotor dalam jumlah yang besar dan hanya terakumulasi pada
tempat tertentu.
Kasus kemacetan yang berkepanjangan yang berimbas langsung pada buruknya kualitas udara Ibukota
Jakarta memang sangat membahayakan bagi kesehatan. Data tahun 2007, menununjukkan dari jumlah hari
dengan berkategori sehat sebanyak 56 hari. Jumlah hari sebanyak itu hanyalah 16%, yang masih jauh dari
standar hidup sehat di wilayah perkotaan. Sumber pencemaran udara terbesar kota Jakarta adalah gas buang yang
dilepaskan oleh bertambahnya kendaraan bermotor yang lalu lalang di jalanan di Ibukota.
Permasalaan lingkungan yang langsung dapat dirasakan masyarakat secara fisik adalah polusi udara yang
melepaskan bahan pencemar ke udara oleh pembakaran tidak sempurna (CO), gas rumah kaca (CO2), bahan
bakar yang tidak terbakar (HXCY), reaksi kimia pada temperatur tinggi (NOX), reaksi bahan ikutan (SOX).
Dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor praktis pemakaian bahan bakar akan semakin tinggi,
yang konsekuensinya kondisi udara di Ibukota semakin buruk (Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Provinsi DKI Jakarta, Budirama Natakusumah). Ada sekitar 10 juta kendaraan bermotor (data dinas
Perhubungan Propinsi DKI Jakarta Maret 2007) termasuk yang datang dari Depok, Tangerang, Bekasi yang telah
berpartisikasi secara berramai-ramai merusak lingkungan udara Jakarta .
Adapun tujuan utama dikelolanya sistem transportasi sebagaimana Program Pengembangan Pola
Transportasi Makro (PTM) DKI Jakarta atau Jakarta Macro Transportation Scheme (JMaTS) adalah:
o

Mengurangi Kemacetan di Jalan

Mengurangi Jumlah Kendaraan Pribadi

Menekan Konsumsi BBM

Bahasan lain yang perlu mendapat tinjauan sbb:


o

Menekan emisi bahan bakar

Mengurangi biaya transportasi


Sehingga pemakaian kendaran pribadi menurun dan pemakaian transportasi publik meningkat sebanding

dengan baiknya variasi transportasi publik all:


o

Bus priority (antara lain busway),

Light Rail Transit (LRT),

Mass Rapid Transit (MRT) dan

Angkutan Sungai.

319

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

4. Metoda Penelitian
Kegiatan penelitian akan menggunakan data sekunder untuk mendapatkan mapping pembatasan jumlah
kendaraan yang mendapat prioritas masuk wilayah tertentu berdasarkan prestasi emisi yang dibangkitkan dan
plotting balance kendaraan pribadi-umum untuk mendapatkan keseimbangan pemakaian jalan sehingga
terhindar dari kemacetan.
Studi juga diarahkan untuk mengevaluasi kebijakan yang sudah berjalan di Jakarta dan di negara lain
yang potensial dapat juga diterapkan di dalam negeri. Model yang didapat akan mengurai kemacetan lalulintas,
yang memperlancar arus orang/barang ke tempat tujuan dengan cepat, aman dan nyaman, merupakan dambaan
semua warga di Ibukota Jakarta.
Mesin-mesin pengerak moda transportasi yang sementara ini didominasi oleh pembakaran bahan bakar fosil,
otomatis akan menghasilkan sampah (gas buang beracun dan GRK) yang memiliki efek berbahaya bagi
kesehatan dan kelangsungan hidup makhluk hidup di dunia. Regulasi dan perangkat hukum yang terkait dengan
emisi gas beracun, akan dipakai sebagai acuan utama untuk menetapkan batasan kendaraan bermotor yang
berwawasan lingkungan dan meningkatkan kesehatan bersama (Surat Keputusan Gubernur No 31 Tahun 2008)
Kajian dan penelitian kasus kemacetan dan polusi DKI yang komplek ini akan disertakan pendekatan
kerangka multidisiplin, yang melibatkan

4.

aspek engineering (meninjau rekayasa teknologi pada pola pembakar bahan bakar dan desain otomotif),

aspek manajeman transportasi dan kelembagaan (standarisasi pelayanan transportasi umum),

aspek regulasi pembatasan kendaraan bermotor

Hasil dan Kondisi yang ada


Dengan meninjau pesatnya pertambahan populasi mobil sekitar 11 % pertahun (pada tahun 2006

penjualan sekitar 480.000 unit, sedang yang terdaftar telah melampaui 5.500.000 unit). Setiap hari, penambahan
kendaraan bermotor di Jakarta rata-rata 1.127 unit, sehingga semakin tahun akan semakin banyak mobil yang
secara berramai-ramai menyebarkan polutan didalam kota. Industri otomotif nampaknya terus berlomba-lomba
meningkatkan pemasarannya, mereka masih terfokus pada pengembangan ekonomi tanpa memperhatikan
keseimbangan ekologi. Diakhir 2007 tercatat penjualan mobil di berbagai pasar dunia sbb :
9

USA

8 juta unit

Japan

6 juta unit

Thailand 800.000 unit

Malaysia 500.000 unit

Indonesia 500.000 unit

Jika Indonesia menghentikan atau mengurangi produksi otomotifnya, maka akan masuk deras produk-produk
regional maupun global. Ini terjadi karena belum adanya komitmen regional dan global dalam mengurangi
pertumbuhan otomotif yang tidak terkendali itu.
Kenyataan memang terjadi penjualan kendaraan bermotor langsung diserap oleh konsumen dan
dioperasikan di jalan raya, sehingga jumlah kendaran bermotor semakin berlipat. Sehingga populasi kendaraan
bermotor terus meningkat, memaksa Direktorat Lalu Lintas Polri, menerapkan kebijakan baru dengan
menggunakan 3 huruf di belakang nomor plat mobil, untuk memudahkan identifikasi dan regristasi. Meskipun

320

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

kodefikasi sudah memenuhi ketentuan Pasal 172 UU No. 14/1992, tentang pengaturan registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor yang menetapkan jumlah maksimal no plat mobil yang berlaku sebanyak 8 digit
berdasarkan tipe mobil (B 1234 ABU), sedan, truk atau minibus. Ini sebuah bukti bahwa seri kenadaran
bermotor sudah mulai kehabisan nomor identifikasi, karena berjibunnya kendaraan bermotor di jalan raya.
Berdasar data terakhir Dinas Perhubungan DKI, saat ini ada sekitar 5 juta unit kendaraan di Jakarta
yang terdiri 2,2 juga unit mobil, dan 2,8 juta unit sepeda motor. Laju pertambahan kendaraan di Jakarta sangat
luar biasa. Mobil dan motor baru setiap harinya masing-masing bertambah 296 unit dan 1.036 unit. Sedangkan
data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya lebih rinci lagi. Jumlah kendaraan yang beroperasi di Jakarta
tercatat 6.506.244 unit yang terdiri atas 2.229.354 unit mobil berbagai jenis dan 3.276.890 sepeda motor.
Besarnya minat memiliki kendaraan pribadi pada publik, maka diprediksi pada tahun 2014 Jakarta akan
mengalami kemacetan total. Terjadi stagnasi pada jalan-jalan di Kota Jakarta. Perkiraan itu bukan-bukan
mengada-ada, tetapi bercermin pada data yang ada di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dengan
fakta bahwa
o

pertambahan badan jalan di Jakarta tak sampai satu persen per tahun,

pertambahan jumlah kendaraan mencapai 11 persen setiap tahunnya,

maka kondisi transportasi Ibu Kota 5 tahun mendatang akan betul-betul terhenti.
Dari sisi lain saat ini sudah banyak usaha yang ditempuh oleh perancang mobil untuk mengurangi emisi
gas buang, dengan melakukan modifikasi ruang bakar ataupun penyempurnaan pola pembakaran melalui
perbaikkan alat bantu lainnya seperti: penyempurnaan pengkabutan bensin dengan pemakaian injektor,
perbaikan pengapian melalui CDI, membawa kembali sebagian gas buang melalui sistem Exhaust Gas
Recirculation (EGR), dll. Yang semuanya itu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian bahan bakar
dan mengurangi emisi gas beracun. Satu lagi yang relatif baru di Indonesia, yaitu penggunaan katalisator yang
sudah lazim dipasang pada mobil di USA, Jepang dan Eropa untuk mengontrol emisi gas beracun CO, HC dan
NOX hingga turun mencapai 80%.
Tetapi upaya itu semua, akan tetap sia-sia, jika pertambahan jumlah kendaraan bermotor pertahun jauh
lebih besar, yang tidak sebanding dengan kemajuan perbaikkan teknologi mesin yang ada.
Menyadari permasalahan polusi udara yang semakin serius ini, tentu cukup beralasan sekali, untuk
mempertimbangkan adanya pembatasan jumlah kendaraan yang beroperasi di Jakarta yang lebih rasional, adil
dan hanya mengizikan mobil masuk yang memiliki desain yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan
mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah kota.

321

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

5. Pembahasan

Gambar 2. Mapping Pembatasan Area Kerja kendaraan bermotor berdasarkan kualitas emisi yang dibangkitkan

322

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Jakarta Transportation Balance (JTC)


100
90
80
70
56%

60

50
56%

40

44%

30
20
10 %

%
0

2%

98 %
Gambar 3. Alat Kontrol Rasio Jumlah Kendaraan

Hubungan emisi kendaran bermotor dan upaya mengurangi kemacetan melalui pembatasan kendaran
bermotor yang bermasalah sangat rasional. Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor
pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil beberapa langkah untuk dapat
mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi
masalah tersebut antara lain:
o

uji emisi,

pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan

penggunaan katalitik konverter.

pembatasan operasi kendaran bermotor

Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di Jakarta melakukan uji emisi
kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji, hanya 54 persen yang memenuhi baku mutu emisi. Artinya
46% tidak lulus uji emisi dan berpeluang berkontribusi pemperparah pencemaran udara. 46% kendaran inilah
yang perlu dibatasi untuk tidak masuk kota. Dan jika ini di diuraikan lagi dalam pembagian proporsional pada
sisi emisi CO maka akan didapat model mapping klasifikasi pembatasan kendaraan yang boleh masuk di areal
tertentu sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar 2

323

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Model alat kontrol pada gambar 3 ini, merupakan hasil ploting, menggunakan data Dr. Edie Toet (hal
6). 17 juta perjalanan, hanya menggunakan 2% kendaraan umum, sementara kendaraan pribadi mendominasi
hampir 98% yang mengangkut tidak lebih 44% pemumpang. Model indikator ini dapat dipakai sebagai ukuran
prestasi Otorita Transportasi Ibukota atau Pemprov / gubernur DKI untuk meningkatkan pelayanan dan
kepuasan publik pada transportasi umum.
Jika ingin menurunkan pemakaian kendaran pribadi, maka balance kepuasan transporatsi publik harus
ditingkatkan. Dengan memperbaiki pelayanan MRT-BRT, melalui setiap peningkatan 5% akan terjadi penurunan
pemakaian kendaraan pribadi (setara mobil) = 500.000 unit. Atau setiap kenaikan pelayanan angkutan publik 1%
akan terjadi penurunan pemakaian 100.000 unit setara mobil. Begitu juga berlaku sebaliknya, jika terjadi
penurunan tingkat pelayanan 1%, maka masyarakat tidak puas, jengkel, dan masyarakat meningkatkan
pemakaian kendaraan pribadi.

Gambar 4, Sungai Cheonggyecheon, sebelum dan sesudah program penghancuran jalan tol
Disisi lain upaya walikota Myung Bak Lee, kota Seoul, Korea telah melakukan inovasi kebijakan
dengan menghancurkan jalan layang 4 mile yang menutupi sungai Cheonggyecheon River dalam kota dan
digantikan taman sungai yang indah, yang dilengkapi dengan fasilitas pejalan kaki ruang publik yang baik.
Dibangunnya fasilitas ini untuk menghindarkan semakin padatnya mobil dan truk yang masuk pada daerah itu,
sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas. Langkah ini ternyata membuahkan perbaikan ekonomi lokal,
meningkatkan kesehatan dan kenyamanan kota. Sebagai kompensasinya disediakan jalus bus umum yang
memadai sepanjang 36 mile jalur sibuk dan jumlah itu direncanakan akan ditambah sebanding dengan kebutuhan
untuk memenuhi tuntutan layanan transportasi publik. Langkah yang ditempuh Walikota Seoul Myung-Bak Lee,
mengantarkan nya untuk mendapat penghargaan Sustainable Transport Award (Piagam Penghargaan untuk
Transportasi yang berkelanjutan) pada tahun 2006. Penghargaan itu diberikan untuk sebuah kota yang telah
melakukan inovasi strategis bidang pengelolaan transportasi, sehingga mampu diberikan;

324

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

meningkatkan kualitas hidup untuk komunitasnya, dan yang sukses menurunkan emisi kendaraan
bermotor, serta kecelakaan,

memprioritaskan jalur sepeda dan pejalan kaki atau meningkatkan mobilitas kaum miskin.

menurunkan dampak perubahan iklim melalui pengurangan gas beracun dan gas rumah kaca sektor
transportasi.

6. Kesimpulan
o

Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar biasanya timbul karena kebutuhan akan
transportasi lebih besar daripada prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana yang ada tidak dapat
berfungsi sebagai mana mestinya.

Pembatasan kendaraan yang beroperasi dijalan raya dapat didekati oleh regulasi persyaratan emisi dan diatur
bersadarkan zona yang dikendalikan.

Alat kontrol untuk menurunkan penggunaan kendaraan pribadi, dapat dikendalikan dengan meningkatkan
pelayanan transportasi publik.

Kebijakan yang dilakukan oleh walikota Seoul dapat yang sukses mengurangi kendaran masuk wilayah
tertentu dapat juga dipertimbangkan adopsinya.

Daftar Pustaka
Ari Muhammad. 2006. Jakarta Kota Polusi. Pustaka LP3ES. Jakarta
Edi Junaedi. Makin bertambahnya Kendaraan bermotor Nomor Plat Mobil Ditambah 3 Huruf. INILAH.COM,
Jakarta. Kamis (16/10).
Deaton Michael L, Winebrake James J. 2000. Dyanamic Modelling of Environmental System. Springer Science,
New York.
-----, 1994. Automotive Handboook, Bosc,
Jachrizal Subrata. 2005. Permasalahan Transportasi Kota: Bagaimana Mengatasinya. Jurnal Kajian
Perkembangan Kota. Vol.1 No.1. Universitas Indonesia. Jakarta.
Johnson Matthew 1991, CUTTING CAR POLLUTION, 3rd Edition,. Catalytic System Division
Kathleen C Tayler, AUTOMOTIVE CATALYTIC CONVERTER, Springer Verlag.
Lamont C. Hempel. 1996. Environmental Governance. Islan Press. California
Lorraine Elliott. 2004. The Global Politict of the Environment. New York University Press. New York
Roy M Harrizon, 1990 POLLUTION CAUSES, EFFECT & CONTROL, The Royal Sociaty of Chemistry.
Zoeraini Djamal Irwan. 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi. PT Bumi Aksara. Cetakan keempat. Jakarta
Zainal Arifin.2009. Pengendalian Polusi Kendaraan. Alfabeta. Bandung

325

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

LEMBAR PERTANYAAN

Pertanyaan 1 :
Sudewo Harjoko (Mahasiswa Teknik)
9

Apakah regulasi yang tersedia belum cukup memadai untuk mengelola keseimbangan transportasi
sehingga kemacetan seharusnya tidak perlu terjadi ?

Jawaban Penyaji 1:
Masri Wendy Zulfikar:
9

Sebenarnya peraturan dan UU sudah banyak digulirkan, tetapi menang sarana dan prasarana publik
sangat minim dan pengadaannya sangat mahal, sementara masyarakat kita tidak sabar untuk
menuntut yang lebih baik dari apa yang ada saat ini. Disisi lain para pejabat pun tidak memberikan
keteladannya serta lemahnya penegakkan peraturannya,

Pertanyaan 2 :
Koes Indrawati
9

Bagaimana menekan polusi udara ?, kalau selama ini tidak ada pembatasan penjualan kendaraan
bermotor ?, sementara kendaraan bermotor masih didominasi oleh fossil fuel vehicle ?. bagaimana
makalah saudara ini menjawabnya ?

Jawaban Penyaji 2:
Masri Wendy Zulfikar:
9

Bisa jadi kebijakan ekstrim yang dicontohkan oleh Walikota Myung Bak Lee dapat dijadikan
model penyelesaian masalah kemacetan dan polusi udara, meskipun banyak para pengambil
keputusan tidak setuju. Tetapi efek yang ditimbulkan tetap berpihak pada kepentingan publik dan
mengurangi kemacetan dan menekan jumlah kendaraan yang masuk pada distrik kota yang
diisolasi.

326

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

KUALITAS VERSUS STANDAR


Nur Metasari, I Gede Mahatma Yudha Bakti
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian - LIPI
Kompleks Puspiptek Serpong, Gedung 410 Tangerang 15310
e-mail: nur.metasari@lipi.go.id; i.gede.mahatma.yuda.bakti@lipi.go.id

Abstrak
Tulisan ini akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan kualitas, standar, dan bagaimana
hubungan antara keduanya. Standar dan kualitas sangat erat berkaitan, dimana jika tidak ada salah satunya,
maka yang lain tidak akan pernah ada, dan sulit untuk menentukan manakah yang harus dicapai terlebih
dahulu. Suatu produk dikatakan berhasil di pasaran apabila produk tersebut memiliki kualitas yang baik, dan
kualitas yang baik tidak akan dapat dicapai dengan optimal tanpa pemenuhan standar yang telah ditetapkan
menurut sistem manajemen kualitas yang ada.
Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk memberikan pandangan dan pengetahuan baru bahwa
terdapat suatu hubungan antara kualitas dan standar yang perlu dipahami dengan lebih baik, dimana
karakteristik kualitas tertentu dapat memunculkan suatu standar baru. Begitu pula sebaliknya, standar juga
dapat memunculkan karakteristik kualitas yang sebelumnya belum terpenuhi di dalam produk atau jasa yang
bersangkutan.
Kata Kunci: Standar, Kualitas, Hubungan Standar dan Kualitas

1.Pendahuluan
Standar dan kualitas merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya dengan produk suatu perusahaan,
yaitu barang dan jasa. Ada tiga hal mendasar yang sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan suatu produk atau
layanan di pasaran, yaitu harga, ketersediaan, dan kualitas [6]. Kualitas merupakan suatu persyaratan mutlak
agar suatu produk dapat diterima dan bertahan di pasar. Untuk menjamin bahwa kualitas suatu produk tetap
terjaga, diperlukan suatu standar produk/spesifikasi menurut keinginan konsumen atau berdasarkan suatu sistem
manajemen mutu baik sistem manajemen mutu nasional seperti SNI maupun sistem manajemen mutu
internasional seperti ISO.
Sebagai persyaratan yang harus ada dalam suatu produk, kualitas dan standar tidak dapat dipisahkan
keberadaannya. Kualitas barang/jasa harus dipenuhi produsen berdasarkan suatu standar, dan standar yang
dibentuk harus menjamin kualitas produk yang dihasilkan, baik dilihat dari proses maupun hasil akhirnya.
Sebagai contoh adalah penerapan standar internasional ISO seri 9000. Seri ISO 9000 bukan merupakan standar
produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk akan tetapi
merupakan standar sistem manajemen kualitas. Standar ISO seri 9000 tidak menekankan mutu produk yang
diproduksi oleh suatu organisasi, namun pada mutu proses yang organisasi gunakan untuk membuat suatu
produk dan berfokus pada proses manajemen untuk memproduksi produk secara konsisten. Dari penjelasan
diatas, standar dan kualitas sangatlah erat berkaitan dimana jika tidak ada salah satunya, maka yang lain tidak
akan pernah ada, dan sulit untuk menentukan manakah yang harus dicapai terlebih dahulu.
2.Standar
Pada tahap awal ini kita akan mencoba untuk memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan
standar, serta hal-hal yang berhubungan dengan standar, terutama di Indonesia. Standar adalah spesifikasi teknis
atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya [2]. Dari pengertian yang dikemukakan oleh BSN, kita

327

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

dapat mengatakan bahwa suatu standar merupakan suatu ketentuan baku mengenai spesifikasi teknis yang dibuat
untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dan disetujui oleh pihak-pihak yang terkait dengan standar tersebut
dan dalam penentuan standar juga mempertimbangkan unsur keselamatan, kesehatan, teknologi, dll. Sebagai
contoh standar pengukuran yaitu bahan ukur, alat ukur atau sistem pengukuran yang digunakan untuk
menentukan, mewujudkan, melestarikan atau mereproduksikan suatu satuan ukuran atau satu atau lebih nilai
yang telah diketahui dari suatu besaran untuk dialihkan ke alat ukur lainnya dengan cara pembandingan (Contoh:
Standar massa 1 kg; Standar resistor 100 Ohm; Standar frekuensi atom Caesium).
Selain itu, menurut ISO/IEC, standar didefinisikan sebagai dokumen, yang dibentuk menurut suatu
konsensus/kesepakatan dan disetujui oleh badan yang berwenang, yang menyediakan aturan, garis pedoman,
atau karakteristik untuk aktivitas/hasil, bertujuan untuk pencapaian tingkat optimum dalam konteks yang
diberikan.
Jadi pada dasarnya standar merupakan hasil kesepakatan/konsensus dari stakeholder/pihak yang
memiliki kepentingan terhadap terbentuknya suatu standar baru.
Standar terdiri atas dua macam. Yaitu standar secara de facto dan secara de jure. Secara de facto,
standar dimaksudkan sebagai standar yang ditetapkan oleh pemain pasar dan terbentuk secara sendirinya sebagai
satu-satunya, atau salah satu, dari standar dominan tanpa pengaruh dari badan standardisasi resmi.
Sedangkan secara de jure, standar dimaksudkan sebagai standar yang dibentuk secara resmi oleh badan
standardisasi yang resmi.
Kedua standar, yaitu secara de facto dan de jure, digunakan secara bersama-sama, sesuai kesepakatan/
konsensus dari para stakeholder standar yang bersangkutan.
Proses pembuatan standar oleh panitia teknis perumus standar dan kemudian disahkan oleh suatu badan
standardisasi dinamakan standardisasi. Secara formal, menurut ISO/IEC, standardisasi didefinisikan sebagai
aktivitas pembutan, yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi/mungkin terjadi, yang bertujuan untuk
pencapaian tingkat optimum dalam suatu konteks permasalahan yang diberikan.
Suatu definisi standardisasi yang baru yang dirasa cukup baik diberikan oleh [11], yang menyebutkan
bahwa standardisasi adalah aktivitas pembuatan dan pencatatan seperangkat solusi yang terbatas yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi/yang mungkin terjadi, dengan tujuan untuk memuaskan pihakpihak yang berkepentingan dengan permasalahan tersebut, memenuhi keinginan mereka, dan berharap bahwa
solusi-solusi tersebut akan dapat digunakan secara berulang/kontinyu, selama periode tertentu, dan digunakan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan standar tersebut.
Standar diharapkan dapat digunakan secara berulang-ulang dan seterusnya untuk suatu permasalahan
yang sama, sehingga proses pembuatan standar (standardisasi) yang memakan waktu cukup lama dan proses
yang cukup sulit, tidak terkesan sia-sia, karena biasanya proses pembuatan standar hingga menjadi suatu standar
de jure berkisar antara lima hingga tujuh tahun.
Beberapa aktivitas yang berhubungan dengan standar adalah akreditasi dan sertifikasi. Akreditasi
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh lembaga akreditasi nasional, yang menyatakan
bahwa suatu lembaga/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu,
sedangkan sertifikasi didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat (merupakan jaminan tertulis
yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses,
sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan) terhadap barang dan atau jasa [2].
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi adalah suatu jaminan bahwa suatu
lembaga atau laboratorium tertentu dapat melakukan kegiatan sertifikasi (mempunyai wewenang mengeluarkan
sertifikat), sedangkan sertifikasi adalah suatu aktivitas pembuatan sertifikat untuk suatu barang atau jasa tertentu.
Sebagai contoh adalah tanda SNI (
) yang merupakan tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada produk/
barang, kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi persyaratan SNI. Lembaga
yang berwenang mengeluarkan sertifikat tersebut (mempunyai akreditasi) adalah lembaga sertifikasi, dan pihak
yang berwenang memberikan akreditasi adalah Komite Akreditasi Nasional.
Akhir-akhir ini, dikenal suatu istilah baru dalam permasalahan mengenai standar, yaitu munculnya
open standard. Open standard didefinisikan sebagai standar yang dapat diperbanyak, digunakan, dan
didistribusikan secara cuma-cuma dan semua teknologi yang menyertainya tidak dapat ditarik kembali setelah
dimasukkan dalam teknologi yang bebas royalti. (ANSI)

328

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Istilah open standard ini muncul karena para pelaku merasa bahwa untuk menggunakan suatu standar
yang baku/standar yang telah dipatenkan, mereka harus membayar sejumlah biaya kepada pemilik paten standar
yang bersangkutan (biasanya disebut sebagai sponsor). Suatu standar yang dikeluarkan oleh badan standardisasi
yang resmi seperti ISO, IEC, dan IETF mengandung spesifikasi-spesifikasi teknis tertentu di mana untuk
menerapkannya, pengguna harus membayar biaya lisensi paten.
Jika harus membayar biaya paten, maka standar ini tidak dapat dimanfaatkan oleh perusahaan kecil
yang sedang berkembang dalam hal peningkatan kualitas, karena biaya paten yang harus dibayar oleh pengguna
cukup mahal. Hal ini akan bertentangan dengan prinsip dasar pengembangan standar yaitu Openess
(memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak).
Standar harus selalu diterapkan dalam proses-proses yang bertujuan untuk menghasilkan produk,
dengan tujuan menjamin kualitas produk yang dihasilkan agar konsumen puas dengan produk tersebut dan tetap
menggunakan produk perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Jika kualitas yang dihasilkan buruk, maka
akan mengakibatkan kehilangan pelanggan, produktivitas rendah, dan biaya kualitas yang mahal. Untuk
mencegahnya, standar yang baik dan baku diperlukan di setiap produk dan proses yang dijalani produk tersebut
[6].
3.Kualitas
Untuk mempertahankan keberadaannya di pasar dalam jangka panjang, maka perusahaan yang bergerak
di sektor barang maupun jasa harus berorientasi pada kualitas. Mengapa demikian? Karena kualitas dapat
diartikan sebagai kemampuan suatu produk baik barang maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Sehingga dengan demikian perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan yang ketat dan cepat mengalami
perubahan seperti saat ini, harus selalu mempertahankan tingkat kualitas yang telah mereka capai, serta selalu
berusaha mengadakan perbaikan-perbaikan berkelanjutan demi peningkatan kualitas perusahaan.
Dengan demikian penting sekali peran kualitas untuk suatu produk atas jasa tertentu sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga suatu perrusahaan dapat memperoleh keuntungan yang besar. Dalam
hal ini kita tentu perlu mengetahui beberapa dimensi kualitas yang diperlukan yaitu a. Performansi yaitu
karateristik utama dari suatu produk atau jasa, b. Astetik, mengenai rasa, penampilan, perasaan, bau, c. Feature
khusus, merupakan karateristik tambahan, d. Kesesuaian, yaitu seberapa baik suatu produk atau jasa sesuai
dengan harapan konsumen, e. Tahan uji, adalah suatu konsitensi performansi, f. Daya tahan, masa
hidup/kegunaan suatu produk/jasa, g. Kualitas yang dirasakan, evaluasi tidak langsung dari kualitas misal
reputasi, h. Kemampuan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan setelah produk terjual [3].
Dengan memiliki semua dimensi kualitas yang telah disebutkan di atas, diharapkan suatu produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan ideal produk yang biasanya dibutuhkan/ diminta oleh konsumen.
Perusahaan yang bergerak di sektor barang menghasilkan produk nyata yang berwujud sedangkan di
sektor jasa menghasilkan produk yang merupakan pelayanan. Dengan demikian kegiatan ekonomi yang biasanya
menghasilkan sesuatu yang wujudnya tidak nyata seperti pendidikan, hiburan, transportasi, administrasi, layanan
keuangan, kesehatan disebut kegiatan di sektor jasa. Namun sekarang ini terdapat kecenderungan banyak produk
yang merupakan kombinasi dari barang maupun jasa yang biasanya dikenal dengan istilah mix service. Akan
tetapi apapun jenis produk yang dihasilkan, perusahaan sekarang ini harus memfokuskan pada kualitas karena
bagi konsumen produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan sehingga kepercayaan untuk mengkonsumsi
produk tersebut akan terus menjadikan para konsumen memiliki loyalitas akan produk tersebut.
Kualitas dapat didefinisikan sebagai kecocokan atau melebihi kebutuhan konsumen akan penggunaan
produk. Kualitas/kualitas merupakan hal yang sangat vital diperlukan untuk meningkatkan perkembangan dan
kemajuan ekonomi. Suatu produk dikatakan memiliki kualitas baik apabila memenuhi dua kriteria, yaitu kualitas
desain (produk yang memiliki spesifikasi produk yang bersangkutan secara fisik/performance) dan kualitas
kesesuaian (produk tersebut tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditetapkan dan dapat memenuhi permintaan
konsumen sehingga konsumen merasa puas dengan produk yang diterimanya).
Pada masa sekarang, pengertian konsep kualitas sudah lebih luas lagi dari sekedar inspeksi. Pengertian
modern dari konsep kualitas adalah membangun kualitas sistem modern. Pada dasarnya, sistem kualitas modern
dapat dicirikan oleh lima karakteristik yaitu berorientasi pada pelanggan, adanya partisipasi aktif seluruh bagian
organisasi yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus
(continuous improvement), adanya pemahaman setiap orang dalam organisasi terhadap tanggung jawab spesifik

329

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

terhadap kualitas, adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan (bukan berfokus untuk
mendeteksi kerusakan), dan adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup
(way of life).
Saat ini, perusahaan harus menyadari bahwa kualitas merupakan harga mutlak yang tidak bisa ditawar
lagi. Pengendalian kualitas harus dilaksanakan oleh semua perusahaan baik yang bergerak di bidang manufaktur
ataupun jasa. Hal ini terutama disebabkan karena harapan konsumen terhadap kualitas tidaklah sama untuk
kelas-kelas produk atau jasa yang berbeda. Untuk itu perusahaan perlu mengadakan sistem jaminan kualitas baik
internal maupun eksternal. Sistem jaminan kualitas internal digunakan untuk mengetahui apakah suatu
perusahaan telah menerapkan konsep pengendalian kualitas secara menyeluruh di perusahaan (Total Quality
Control TQM) atau belum. Sedangkan sistem jaminan kualitas eksternal digunakan untuk mengetahui tingkat
kualitas yang telah dicapai oleh suatu perusahaan.
Penjaminan kualitas adalah semua aktivitas yang dilakukan untuk menjamin kualitas produk yang
keluar dari proses dan hal ini memerlukan prosedur-prosedur, sistem dan pengukuran. Penjaminan kualitas
diperlukan untuk mengontrol kualitas (to check and control quality) agar kualitas tetap terjaga, meningkatkan
kualitas (to improve the quality), dan melindungi konsumen (costumer protection) dari produk-produk yang
tidak sesuai dengan persyaratan dan keinginan konsumen.
Ada dua segi umum tentang kualitas: kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan
jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Variasi dalam tingkat kualitas ini memang disengaja, maka dari
itu istilah teknik yang sesuai adalah kualitas rancangan. Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu
sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas kecocokan dipengaruhi
oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan, dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem
jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang digunakan, seberapa
jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas [3].
Selain itu, pengendalian kualitas diperlukan agar biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan mencapai
tingkat yang paling minimum. Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas
yang buruk, jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penilaian, pengidentifikasian, perbaikan
dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu: biaya kegagalan
internal, biaya kegagalan eksternal, biaya penilaian, dan biaya pencegahan.
Berdasarkan pengukuran terhadap biaya kualitas, pihak manajemen dapat menjadikan ukuran-ukuran itu
sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan dalam upaya meningkatkan kualitas
produk yang ditawarkan. Jika suatu perusahaan ingin melakukan program perbaikan kualitas, pertama kali
perusahaan itu harus mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan pada masing-masing dari keempat kategori
biaya kualitas diatas. [5].
Program perbaikan dapat dilakukan dengan melalui reduksi biaya yaitu melalui eliminasi pemborosan.
Elemen-elemen biaya kegagalan internal dan eksternal dapat dipergunakan untuk memantau secara terus
menerus apakah program reduksi biaya telah efektif. Berkaitan dengan hal ini, kita dapat menggunakan suatu
alat yang disebut sebagai Jendela Kegagalan (Failure Grid).
Tanpa Kegagalan Eksternal
Tanpa
Kegagalan
Internal
Dengan
Kegagalan
Internal

Dengan Kegagalan Eksternal

OK
( tidak ada pemborosan )

$$$$
( ada pemborosan )

$$$$$$$$
( ada pemborosan )

$$$$$$$$
$$$$$$$$
( ada pemborosan )

Gambar 1. Jendela Kegagalan

330

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Informasi biaya kualitas dapat memberikan berbagai macam manfaat antara lain dapat digunakan
untuk:

Mengidentifikasi laba, menekan biaya pembelian dan biaya yang berkaitan dengan pemasok
Mengambil keputusan capital budgeting dan keputusan investasi lainnya
Mengidentifikasi pemborosan dalam aktifitas yang tidak dikendaki pelanggan.
Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.
Dijadikan sebagai alat manajemen strategik untuk mengalokasikan sumber daya dalam perumusan
dan pelaksanaan kebijakan strategi.
Kualitas dapat diukur berdasarkan biayanya, pada dasarnya perusahaan menginginkan agar biaya
kualitas turun namun mampu menghasilkan output kualitas yang meningkat. Oleh karena itu konsep biaya
kualitas dapat digunakan pula sebagai indikator keberhasilan suatu program perbaikan kualitas [5].
Pengendalian kualitas sendiri dikatakan efektif dan efisien apabila biaya total kegagalan internal dan
eksternal terus menurun, sehingga biaya kualitas total juga akan terus menurun. Adanya komitmen manajemen
yang tinggi secara simultan akan mengurangi pemborosan, sehingga akan menurunkan biaya kualitas total.
Disamping itu komitmen manajemen untuk meningkatkan kepuasan pelanggan secara terus menerus akan
meningkatkan penerimaan total melalui loyalitas pelanggan terhadap produk. Pada akhirnya dengan adanya
selisih yang besar antara penerimaan total dan biaya total akan menambah keuntungan bagi perusahaan.
Berdasarkan beberapa pengertian kualitas yang dipaparkan oleh Quality Gurus seperti Deming, Juran,
dkk dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kualitas merupakan fitur atau karakteristik total dari sebuah produk
barang atau jasa yang dikaitkan dengan kemampuannya memuaskan kebutuhan yang terlihat maupun tersirat.
Menetapkan harapan kualitas sangat penting bagi operasi yang efisien dan efektif.

4.Standar Versus Kualitas


Setidaknya ada tiga hal mendasar yang sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan suatu produk atau
layanan di pasaran, yaitu harga, ketersediaan, dan kualitas. Konsumen sangat membutuhkan produk atau
layanan yang berkualitas tinggi dan tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan harga yang terjangkau dan
sesuai dengan manfaat yang akan diperoleh. Organisasi atau perusahaan akan dapat sukses dan mampu bersaing
di pasaran jika tingkat kepuasan pelanggan terhadap pemakaian produk dan layanannya cukup tinggi. Faktor
harga dan ketersediaan adalah fitur transient saja, dalam arti pengaruhnya tidak berlangsung lama setelah
terjadi transaksi. Lain halnya dengan kualitas, yang mempunyai pengaruh dan implikasi yang cukup panjang,
karena kualitas suatu produk atau layanan ditentukan dari tingkat kesuksesan kegunaan produk atau layanan
tersebut selama pemakaiannya [6].
Makna kualitas suatu produk atau layanan sendiri erat kaitannya dengan tingkat kesempurnaan,
kesesuaian dengan kebutuhan, bebas dari cacat, ketidaksempurnaan, atau kontaminasi, serta kemampuan dalam
memuaskan konsumen. Sebuah produk atau layanan yang memiliki fitur atau manfaat yang memuaskan
kebutuhan konsumen dapat disebut sebagai produk atau layanan yang berkualitas, demikian pula sebaliknya,
produk atau layanan yang memiliki fitur atau manfaat yang tidak memuaskan kebutuhan konsumen dapat
disebut sebagai produk atau layanan yang tidak berkualitas. Akan dapat menilai tingkat kepuasan konsumen
terhadap produk melalui berbagai cara, seperti feedback langsung dari konsumen, atau juga bisa dilihat dari
tingkat kerugian penjualan, turunnya market share, dan pada akhirnya adalah kerugian bisnis. Pada pasar
dengan tingkat persaingan usaha yang sangat ketat, kualitas dari suatu produk atau layanan yang ditawarkan
akan memiliki peranan yang sangat strategis terhadap perkembangan bisnis.
Adalah sesuatu yang tidak mungkin perusahaan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dan
mempertahankan suatu produk yang berkualitas tanpa disertai adanya manajemen proses yang matang dan rapi
di dalamnya. Kualitas yang baik tidak akan dapat diraih hanya dengan mengandalkan keberuntungan semata,
tapi mutlak harus dengan cara penerapan manajemen bisnis yang baik.
Sistem manajemen kualitas akan memberikan kemampuan kepada perusahaan dalam melakukan
kontrol, menciptakan stabilitas, prediktabilitas, dan kapabilitas bisnis. Dengan adanya sistem kualitas
diharapkan perusahaan akan lebih terbantu dalam mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas
produk atau layanan yang disediakan secara ekonomis. Sistem manajemen kualitas akan sangat membantu
untuk dapat bertindak dengan lebih baik dibanding sebelumnya.
Saat membeli suatu produk atau layanan dari suatu perusahaan, tentunya berharap akan mendapatkan

331

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

produk atau layanan dengan kualitas atau kualitas yang persis sama seperti yang mereka janjikan. Jaminan
bahwa akan mendapatkan kualitas barang atau layanan yang sesuai dengan harapan tersebut hanya dapat
diberikan oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikasi suatu standardisasi sistem kualitas.
Mengapa standardisasi itu penting? Sebagai pembeli atau pengguna suatu produk tentunya akan
merasa sangat terganggu dan kecewa ketika produk yang telah dibeli tersebut ternyata memiliki kualitas yang
sangat buruk, tidak layak pakai, tidak cocok dengan peralatan yang telah dimiliki sebelumnya, mudah rusak,
atau berbahaya jika digunakan. Sebaliknya ketika produk yang dibeli atau digunakan telah memenuhi keinginan
dan harapan dan tidak menimbulkan masalah selama pemakaiannya, kadang merasakan kenyamanan tersebut
sebagai hal yang biasa saja. Itulah sebagian gambaran dimana masyarakat terkadang kurang peduli terhadap
peran dari suatu sistem kualitas dalam meningkatkan level kualitas/kualitas, keamanan, ketahanan, efisiensi,
dan interchangeability dari suatu produk yang digunakan.
Suatu standard kualitas memberikan kontribusi yang sangat besar pada segenap aspek kehidupan,
walaupun kadang kontribusinya sering tidak disadari. Lantas, peran seperti apa yang dapat dilakukan oleh suatu
standardisasi sistem kualitas seperti ISO 9000, Six Sigma, dan Malcolm Baldrige dalam membantu kesuksesan
suatu perusahaan? Sistem-sistem tersebut merupakan tool atau alat untuk membantu perusahaan agar bekerja
dengan lebih terorganisir serta membantu pengelolaan dan pengontrolan proses bisnis yang berjalan di
perusahaan dengan berpegang pada standard kualitas yang telah ditetapkan. Sistem kualitas seperti ISO 9000,
TS 16949, QS 9000, Six Sigma, dan Malcolm Baldrige adalah suatu sistem yang telah teruji dan terbukti luas di
dunia
Penerapan standar didorong oleh tuntutan konsumen terhadap suatu jaminan mutu. Tuntutan tersebut
menjadi lebih gencar setelah ditandatanganinya perjanjian World Trade Organization (WTO) yang di dalamnya
mencakup mengenai penerapan standar Mutu, sehingga baik dalam kegiatan perdagangan internasional maupun
untuk melindungi pengusaha dan konsumen di dalam negeri, standar Mutu menjadi salah satu nilai tambah bagi
produsen & eksportir.
Dengan penerapan suatu sistem kualitas tertentu seperti ISO 9000, QS-9000, atau yang lain, tentunya
akan membawa dampak positif bagi bisnis, yaitu meningkatkan dan menjamin kualitas dari produk atau
layanan yang dihasilkan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kepuasan konsumen terhadap
produk atau layanan yang disediakan.
Mutu suatu produk/layanan harus mengikuti suatu standar tertentu karena dengan penerapan standar,
maka sistem secara otomatis akan berusaha mengontrol dan mencegah setiap potensi timbulnya ketidaksesuaian
atau penyimpangan pada seluruh tahapan rantai pasok. Hal ini juga akan berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan yaitu akan terhindarnya pemborosan anggaran, meminimalisasi biaya-biaya, dan pada akhirnya
adalah meningkatnya keuntungan perusahaan secara signifikan.
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa standar dalam hal ini adalah sistem manajemen mutu
dapat meningkatkan kualitas yang terdapat dalam produk atau jasa jika benar-benar dijalankan secara benar dan
konsekuen. Sebaliknya karakteristik kualitas tertentu juga dapat menjadi suatu standar apabila karakteristik
kualitas tersebut belum ada sebelumnya dalam suatu produk, dan dianggap perlu untuk dijadikan standar.
Standar semacam ini dinamakan dengan private standard.
Private standard, didefinisikan sebagai standar yang tidak selalu mengikuti prinsip-prinsip penyusunan
standar yang telah ditetapkan dalam persetujuan WTO, namun terbentuk melalui penerimaan Code of Good
Practice [9].
Namun, perlu diingat juga bahwa pada pasar dengan tingkat persaingan bisnis yang ketat, perusahaan
harus memiliki produk atau layanan dengan mutu yang baik dan tinggi agar tetap dapat meningkatkan nilai
kompetitif perusahaan. Mutu yang baik hanya bisa dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki sistem
manajemen mutu yang handal. Tapi sistem manajemen mutu hanyalah sebuah alat yang dapat membantu
perusahaan untuk bekerja secara lebih efektif dan efisien.
5.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua produk sebuah
perusahaan (barang atau jasa) akan berhasil dalam pasar apabila produk tersebut berkualitas dengan baik seperti
tidak mudah rusak atau tahan lama. Kualitas produk tersebut tidak akan bisa dicapai tanpa adanya standarstandar yang telah ditetapkan sesuai dengan sistem standardisasi yang telah disepakati bersama seperti sistem

332

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISO 9000, TS 16949, QS 9000, Six Sigma, dan Malcolm Baldrige. Dengan adanya sistem standardisasi tersebut
diharapkan kemampuan suatu produk untuk memenuhi persyaratan konsumen dan memberikan kepuasan
konsumen meningkat.

Daftar Pustaka
1. Badan Standardisasi Nasional. 2007. Diktat Kuliah Standardisasi. Tidak Diterbitkan.
2. Badan Standardisasi Nasional. Salinan Lampiran Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor:
3401/Bsn-I/Hk.71/11/2001 Tanggal: 26 November 2001 Mengenai Sistem Standardisasi Nasional.
3. Dwiningsih, Nurhidayati. 2006. Diktat Kuliah Desain Produk dan Manajemen Kualitas. Tidak Diterbitkan.
4. Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
5. Goetsch, David L dan Davis, Stanley B. 2006. Quality Management: Introduction to Total Quality
Management for Production, Processing, and Services. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
6. http://id.saltanera.com/bahan/manajemen/sistem-manajemen-mutu-antara-kebutuhan-dan-keharusan
7. http://www.wikipedia.com/open_standard.html
8. http://www.wikipedia.com/standardization.html
9. International Standardization Organization. 2010. International Standard and Private Standard. ISO.
10. Krechmer, Ken. 2005. Open Standard Requirements in Standard Engineering. HICSS Proceedings.
11. Kurihara, Shiro. 2006. The General Framework and Scope of Standard Studies dalam Hitotsubashi
Journal of Commerce and Management 40. Tokyo: Hitotsubashi University.
12. National IT and Telecom Agency. Definition of Open Standard. Denmark: National IT and Telecom
Agency
13. Slob, Florens J.C. dan Henk J. de Vries. Best Practice in Company Standardization.
14. Verman, Lal. C. 1973. Standardization: A New Discipline. New Delhi: East-West Press Pvt Ltd.

333

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ANALISIS HUBUNG SINGKAT 3 FASA UNTUK MENGEVALUASI KEMAMPUAN BUSBAR DAN


CIRCUIT BREAKER TEGANGAN 11 kV
PT PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II DUMAI
1)

Sudirman Palaloi 1)
Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
1)
Universitas Pamulang, Banten
Email : palaloi@yahoo.com

Abstrak
Makalah ini memaparkan hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fasa pada sistem kelistrikan PT
Pertamina UP II Dumai. Analisis hubung singkat dilakukan untuk mendapatkan nilai arus kerja pemutusan
(interrupting duty) dan kerja sesaat (momentary duty) yang dapat digunakan untuk menentukan kemampuan
bus dan circuit breaker. Gangguan yang dianalisis pada makalah ini adalah gangguan hubung singkat tiga
fasa, karena dipandang sebagai gangguan yang dapat menghasilkan arus dan daya hubung singkat terbesar.
Analisis hubung singkat ini dilakukan karena penambahan suplai daya baru pada sistem kelistrikan PT
Pertamina UP II Dumai, berupa pembangunan 1 unit pembangkit PLTU 1 x 14 MW (dari 2 unit dan 1 yang
belum terpasang) dan 1 Unit Diesel Emergency 1x 5 MW yang akan bekerja parallel (interkoneksi) dengan
pembangkit lama 4 x 14 MW dan Gas Turbin Generator 2 x 17,5 MW. Dalam studi hubung singkat ini
penulis melakukan analisis terhadap konfigurasi-konfigurasi kondisi pola operasi pembangkit yang akan
diaplikasikan. Konfigurasi yang dikembangkan dalam analisis ini mengacu kepada kemungkinan
pengoperasian beberapa pembangkit yang bekerja secara paralel untuk melayani keseluruhan beban.
Berdasarkan kondisi eksisting dan pengoperasian yang akan datang, maka dikembangkan 13 konfigurasi pola
operasi yang dihitung dengan menggunakan software EATAP 4.0. Hasil perhitungan hubung singkat
menujukkan bahwa ke 13 konfigurasi tersebut layak untuk diaplikasikan karena nilai arus hubung singkat
yang mungkin terjadi masih lebih kecil dibanding dengan kapasitas breaking capacity bus bar dan circuit
breaker.
Kata kunci : Arus hubung singkat, kapasitas pemutusan, busbar, circuit breaker
1.

Pendahuluan
Kapasitas produksi Kilang UP II secara keseluruhan sebesar 170.000 barel per hari. Jumlah itu berasal

dari Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai sebesar 120.000 barel per hari; dan unit produksi BBM Kilang UP II
Sungai Pakning yang berkapasitas pengolahan 50.000 barel per hari. Kilang UP II Dumai memiliki 14 unit
proses produksi pengolahan dan dua unit penunjang proses produksi. Kilang minyak UP II Dumai terdiri atas
kilang lama (Existing Plant) dan kilang baru (New Plant). Existing Plant terdiri atas 3 unit proses, yaitu
Topping Unit/ Crude Distilling Unit (CDU), Naptha Rerun Unit (NRU), dan Hydrobon Platforming Unit
(Platforming I). New Plant (Hydrocracker Complex) merupakan perluasan dari Existing Plant yang dibangun
pada tahun 1981.
Pengoperasiannya

diresmikan

oleh

Presiden

Soeharto,

16

Februari

1984.

New Plant terdiri atas 11 unit proses produksi, yaitu High Vacuum Unit (HVU), Delayed Coking Unit (DCU),
Hydrocracking Unit (HCU), Naptha Hydrotreating Unit (NHDtU), CCR Platforming Unit, Destillate
Hydrotreating Unit (DHDtU), Amine & LPG Recovery Unit, Hydrogent Plant, Nitrogen Plant, dan Sour Water
System Plant. Sedangkan dua unit penunjang produksi adalah Instalasi Tanki dan Pengapalan dan Utilities Unit.
Dibangunnya Kilang Hydrocracker Complex ini bertujuan untuk memproses lebih lanjut Low Sulfur
Waxy Residu (LSWR) yang dihasilkan oleh Crude Distilling Unit (CDU) Dumai dan CDU Sungai Pakning,
sehingga dapat menghasilkan produk-produk BBM yang siap pakai. Dari 100 persen minyak mentah yang

334

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar 37,5 persen produk BBM, 62 persen LSWR
(Residu), dan sisanya sekitar 0,5 persen gas. Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses
produksi Hydrcocracker Complex dapat dihasilkan produk BBM sekitar 93,34 persen dan sisa berupa produk
gas yang digunakan sebagai bahan bakar (fuel) di unit-unit proses produksi kilang.
Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke. Produk ini digunakan
kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses peleburan biji alumunium. Kilang Dumai mengolah
minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan oleh PT
Caltex Pacific Indonesia. Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam produk BBM dan produk non BBM.
Jenis-jenis produk BBM yang dihasilkan adalah premium, kerosene, avtur, JP-5 (bahan bakar khusus),
dan solar/diesel. Sedangkan jenis-jenis produk non BBM yang dihasilkan adalah Elpiji (LPG), green coke, dan
calcined coke. Produk BBM yang dihasilkan Kilang Minyak UP II Dumai memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, khususnya daerah operasi UPms I (Provinsi-provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau). Sementara produk non BBM (coke) diarahkan untuk
ekspor. Pendistribusian produk tersebut dikirim melalui perpipaan (10 persen) dan melalui kapal (90 persen).
Sebagai sebuah kilang minyak terbesar ketiga di Indonesia, Kilang minyak UP II Dumai memiliki
sejumlah fasilitas pendukung, yaitu tangki penampung, unit pembangkit listrik, dan di kompleks kilang ini pun
terdapat pengolah air tawar Water Treatment Plant (WTP) yang berkemampuan pengolahanan 12.000 m3 per
jam. Terdapat juga pembangkit steam, udara tekan, nitrogen plant, dan unit pengolah limbah cair.
Untuk mendukung semua itu maka diperlukan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas total lebih
kurang 90 MW. Namun karena ada penambahan kapasitas produksi, dan pembangkit yang ada mengalami
derating karena faktor usia, maka diperlukan pembangkit baru berupa STG dengan kapasitas 2x14 MW dan 1
unit Diesel engine yang berkapasitas 5 MW. Adanya penambahan beban dan pembangkit ini, tentulah memiliki
konsekuensi terhadap kenaikan arus hubung singkat yang mungkin terjadi.
Dalam operasi sistem tenaga listrik terjadinya gangguan tidak dapat dihindarkan. Gangguan dapat
terjadi dikarenakan adanya kejadian secara acak dalam sistem yang dapat berupa berkurangnya kemampuan
peralatan, meningkatnya beban dan lepasnya peralatan-peralatan yang tersambung ke sistem. Gangguan yang
sering terjadi pada saluran distribusi adalah gangguan hubung singkat. Untuk menentukan dan mengevaluasi
peralatan listrik seperti CB dan busbar, umumnya berdasarkan arus hubung singkat 3 fasa, karena arus hubung
singkat 3 fasa inilah yang menyebabkan arus paling besar diantara arus gangguan lainnya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis akan melaksanakan menghitung arus hubung singkat 3 fasa pada Sistem Kelistrikan PT.
Pertamina Unit Pengolahan (UP) II Dumai.
Analisis hubung singkat ini dilakukan karena penambahan suplai daya baru pada sistem kelistrikan PT.
Pertamina Unit Pengolahan (UP) II Dumai, berupa pembangunan unit pembangkit PLTU 2 x 14 MW (1 unit
belum terpasang) dan 1 Unit Diesel Emergency 1x 5 MW yang akan bekerja parallel (interkoneksi) dengan
pembangkit lama 4 x 14 MW dan Gas Turbin Generator 2 x 17.5 MW. Permasalahan yang terjadi setelah
interkoneksi adalah kemungkinan arus hubung singkat yang terjadi pada sistem kelistrikan PT.Pertamina UP II
dumai akan menjadi lebih besar dari nilai sebelumnya. Hal ini tentu akan berpengaruh pada kemampuan busbar
dan kapasitas pemutusan daya (CB). Evaluasi kemampuan circuit breaker dan busbar (switchgear) dilakukan
dengan cara membandingkan hasil perhitungan arus hubung singkat berbasis standar ANSI (yang mencakup arus

335

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Momentary dan Interrupting) yang didapatkan dari perhitungan menggunakanc software ETAP dengan kapasitas
circuit breaker terpasang dan yang akan dipasang pada unit baru.
Dalam melakukan analisis hubung singkat Sistem Kelistrikan Pertamina UP-II Dumai di lakukan
analisis terhadap konfigurasi-konfigurasi kondisi pola operasi pembangkit yang akan diaplikasikan. Konfigurasi
yang dikembangkan dalam analisis ini mengacu kepada kemungkinan pengoperasian beberapa pembangkit
yang bekerja secara paralel untuk melayani keseluruhan beban.
2.

Metodologi
Dalam penelitian ini, ada beberapa langkah-langkah yang telah dilakukan antara lain :

a. Survei lapangan untuk mengumpulkan data - data seperti single line diagram sistem kelistrikan PT
.Pertamina UP II Dumai, data-data generator existing maupun data generator baru, data-data
transformator, data-data penghantar, data CB, dan busbar serta data-data beban beban listriknya. Datadata tersebut akan dipergunakan untuk menganalisis arus hubung singkat 3 fasa simetris.
b. Studi tentang konfigurasi sistem pembangkit yang akan bekerja secara paralel untuk melayani beban.
c. Perhitungan arus gangguan hubung singkat dari konfigurasi kerja paralel pembangkit yang mungkin
terjadi dengan menggunakan software ETAP.
d. Evaluasi kemampuan busbar dan circuit breaker berdasarkan hasil perhitungan.
3. Hasil dan Pembahasan
Dalam melakukan studi hubung singkat

Sistem Kelistrikan Pertamina UP-II Dumai di lakukan

analisis terhadap konfigurasi-konfigurasi kondisi pola operasi pembangkit yang akan diaplikasikan. Konfigurasi
yang dikembangkan dalam analisis ini mengacu kepada kemungkinan pengoperasian beberapa pembangkit
yang bekerja secara paralel untuk melayani keseluruhan beban.
Perhitungan hubung singkat dilakukan hanya pada bus-bus tegangan menengah 11 kV. Namun
demikian beban-beban seperti motor-motor pada tegangan 3,3 kV dan 380 V dimasukkan dalam perhitungan.
Sehingga konstribusi arus hubung singkat bukan hanya berasal dari Generator, tetapi juga berasal dari motormotor, baik motor tegangan menengah juga motor tegangan rendah. Gambaran pembangkit yang akan
beroperasi secara paralel dapat dilihat pada single line diagram berikut ini.

336

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 1. One single line diagram sistem kelistrikan UP II Dumai


Berdasarkan kondisi eksisting dan penambahan pembangkit baru untuk kemungkinan pengoperasian
yang akan datang, maka dikembangkan 13 konfigurasi pola operasi yang dihitung hubung singkatnya. Untuk
semua konfigurasi dipasang reactor sebesar 0.6 ohm dengan rating 2000 A yang menghubungkan antara bus
sinkronisasi PLTU eksisting (lama) dengan bus sinkronisasi PLTU baru. Sedangkan antara Diesel Emergency
Generator dengan bus sinkron (lama) dihubungkan dengan transformator Step-Up 6,6/11 KV.

Konfigurasi

pola operasi masing-masing yang akan dihitung, seperti berikut.

337

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 1. Konfigurasi sistem pengoperasian pembangkit yang mungkin diterapkan


Pola Operasi

TG1

TG2

TG3

TG4

TG5

TG6

GT1

GT2

DEG

10

11

12

13

Keterangan :

: Beroperasi

x : Tidak Beroperasi

3.1. Data-data peralatan listrik


Tabel 2. Data Generator
Nama Generator

Kapasitas (MW)

Tegangang (kV)

Xd

Xd

X2

STG-01

14,025

11

18

25

18

STG-02

14,025

11

18

25

18

STG-03

14,025

11

18

25

18

STG-04 (New)

14,025

11

18

25

18

STG-05 (New)

14,025

11

18

25

18

GTG-01

18,3

10.5

13,62

18,33

12

GTG-01

18,3

10.5

13,62

18,33

12

DG (New)

6,6

26

35

22

Tabel 3. Data transformator


Nama
Transformator
T 1-1

Kapasitas
(MVA)
10

T 2-1

Z (%)

Tegangan (kV)

8,16

11/3,5

10

8,11

11/3,5

T 1-2

10

8,09

11/3,5

T 2-2

10

8,22

11/3,5

T 1-3

10

8,34

11/3,5

T 2-3

10

8,07

11/3,5

338

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Nama
Transformator
T 1-2

Kapasitas
(MVA)
10

T 2-4

Z (%)

Tegangan (kV)

8,11

11/3,5

10

8,23

11/3,5

T 1-5

7,11

11/3,5

T 2-5

7,27

11/3,5

T 1-6

7,22

11/3,5

T 2-6

7,11

11/3,5

T 1-7

10

8,11

11/3,5

T 2-7

10

8,15

11/3,5

T 1-10

10

8,25

11/3,3

T 2-10

10

8,25

11/3,3

T 1-11

4.45

11/3,3

T 2-11

4.45

11/3,3

LBO TR-1

8,09

11/3,45

LBO TR-2

8,09

11/3,45

TR-DG

6,25

6,6/11

3.2. Hasil dan analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 1

Tabel 4. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 1


Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus ST-01

11

34,94

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
28,19

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

Bus ST-02

11

34,94

28,19

40

ok

Bus ST-03

11

34,94

28,19

40

ok

Bus ST-04

11

34,94

28,19

40

ok

Bus Sinkron lama

11

34,94

28,19

40

ok

Bus ST-05

11

11,33

10,39

40

ok

Bus ST-06

11

11,33

10,39

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

11,33

10,39

40

ok

Bus Nissan

10,5

15,17

13,36

40

ok

Bus ES#12

11

10,86

9,96

40

ok

Analisis :

339

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 1. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST4 dan GT1 didapatkan bahwa tidak ada nilai
Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas
hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.

3.3. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 2


Tabel 5. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 2
Bus

Tegangan
(kV)

Bus TG-01

11

32,196

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
25,59

Bus TG-02

11

32,196

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

25,59

40

ok

32,196

25,59

40

ok

11

32,196

25,59

40

ok

Bus Sinkron lama

11

32,196

25,59

40

ok

Bus TG-05

11

15,88

14,83

40

ok

Bus TG-06

11

15,88

14,83

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

15,88

14,83

40

ok

Bus Nissan

10,5

16,76

14,986

40

ok

BUS ES#12

11

14,59

13,65

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 2. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST5 dan GT1 didapatkan bahwa tidak ada nilai
Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas
hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.4. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 3
Tabel 6 Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 3
Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

28,56

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
22,04

Bus TG-02

11

28,56

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

22,04

40

ok

28,56

22,04

40

ok

11

28,56

22,04

40

ok

Bus Sinkron lama

11

28,56

22,04

40

ok

Bus TG-05

11

20,27

19,01

40

ok

Bus TG-06

11

20,27

19,01

40

ok

Bus

340

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Bus Sinkron Baru

11

20,27

19,01

40

ok

Bus Nissan

10,5

16,96

15,19

40

ok

BUS ES#12

11

17,85

16,79

40

ok

Analisis : dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 3. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST5, ST6 dan GT1 didapatkan bahwa tidak ada nilai
Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas
hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.5. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 4
Tabel 7 Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 4
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

34,16

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
26,91

Bus TG-02

11

34,16

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

Ok

26,91

40

Ok

34,16

26,91

40

Ok

11

34,16

26,91

40

Ok

Bus Sinkron lama

11

34,16

26,91

40

Ok

Bus TG-05

11

10,10

8,59

40

Ok

Bus TG-06

11

10,10

8,59

40

Ok

Bus Sinkron Baru

11

10,10

8,59

40

Ok

Bus Nissan

10,5

5,94

4,11

40

Ok

BUS ES#12

11

9,56

8,07

40

Ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 4. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST4 didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs dan
MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas hubung
singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.6. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 5
Tabel 8. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 5
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

27,39

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
20,78

Bus TG-02

11

27,39

Bus TG-03

11

27,39

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

20,78

40

ok

20,78

40

ok

341

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Bus TG-04

11

27,39

20,78

40

ok

Bus Sinkron lama

11

27,39

20,78

40

ok

Bus TG-05

11

15,46

14,20

40

ok

Bus TG-06

11

15,46

14,20

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

15,46

14,20

40

ok

Bus Nissan

10,5

16,74

14,95

40

ok

BUS ES#12

11

14,26

13,13

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 5. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST5, GT1 didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs dan
MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas hubung
singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.7. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 6
Tabel 9. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 6
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

31,76

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
24,89

Bus TG-02

11

31,76

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

24,89

40

ok

31,76

24,89

40

ok

11

31,76

24,89

40

ok

Bus Sinkron lama

11

31,76

24,89

40

ok

Bus TG-05

11

14,59

12,93

40

ok

Bus TG-06

11

14,59

12,93

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

14,59

12,93

40

ok

Bus Nissan

10,5

6,28

4,49

40

ok

BUS ES#12

11

13,23

11,656

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 6. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST5 didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs dan
MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas hubung
singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.

342

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3.8 Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 7


Tabel 10. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 7
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

28,32

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
21,61

Bus TG-02

11

28,32

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

21,61

40

ok

28,32

21,61

40

ok

11

28,32

21,61

40

ok

Bus Sinkron lama

11

28,32

21,61

40

ok

Bus TG-05

11

18,98

17,11

40

ok

Bus TG-06

11

18,98

17,11

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

18,98

17,11

40

ok

Bus Nissan

10,5

6,48

4,7

40

ok

BUS ES#12

11

16,50

14,82

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 7. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST5, ST6 didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs dan
MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas hubung
singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.

343

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3.9. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 8


Tabel 11. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 8

11

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)
27,86

Arus Pemutusan
Sym
(rms kA)
20,99

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)
40

Bus TG-02

11

27,86

20,99

40

ok

Bus TG-03

11

27,86

20,99

40

ok

Bus TG-04

11

27,86

20,99

40

ok

Bus Sinkron lama

11

27,86

20,99

40

ok

Bus TG-05

11

14,25

11,44

40

ok

Bus TG-06

11

14,25

11,44

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

14,25

11,44

40

ok

Bus Nissan

10,5

6,26

4,46

40

ok

BUS ES#12

11

12,96

11,26

40

ok

Bus

Tegangan
(kV)

Bus TG-01

Ket
ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 8. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST5, DEG didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs dan
MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas hubung
singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.

3.10 Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 9


Tabel 12. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 9
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

23,50

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
16,88

Bus TG-02

11

23,50

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

16,88

40

ok

23,50

16,88

40

ok

11

23,50

16,88

40

ok

Bus Sinkron lama

11

23,50

16,88

40

ok

Bus TG-05

11

15,02

13,49

40

ok

Bus TG-06

11

15,02

13,49

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

15,02

13,49

40

ok

Bus Nissan

10,5

16,71

14,89

40

ok

BUS ES#12

11

13,90

12,56

40

ok

344

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 9. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST5, GT1 dan DEG didapatkan bahwa tidak ada
nilai Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada
Kapasitas hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.11 Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 10
Tabel 13. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 10
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

30,27

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
22,01

Bus TG-02

11

30,27

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

22,01

40

ok

30,27

22,01

40

ok

11

30,27

22,01

40

ok

Bus Sinkron lama

11

30,27

22,01

40

ok

Bus TG-05

11

9,84

8,22

40

ok

Bus TG-06

11

9,84

8,22

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

9,84

8,22

40

ok

Bus Nissan

10,5

5,91

4,07

40

ok

BUS ES#12

11

9,35

7,75

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 1. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, dan DEG didapatkan bahwa tidak ada nilai Ihs
dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada Kapasitas
hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.

345

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3.12 Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 11


Tabel 14. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 11
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

37,89

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
31,28

Bus TG-02

11

37,89

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

31,28

40

ok

37,89

31,28

40

ok

11

37,89

31,28

40

ok

Bus Sinkron lama

11

37,89

31,28

40

ok

Bus TG-05

11

16,19

15,28

40

ok

Bus TG-06

11

16,19

15,28

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

16,19

15,28

40

ok

Bus Nissan

10,5

15,54

13,77

40

ok

BUS ES#12

11

14,81

13,96

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 11. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST4, ST5, GT1 dan DEG didapatkan bahwa
tidak ada nilai Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah
daripada Kapasitas hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.13. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 12
Tabel 15. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 12
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

33,084

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
26,47

Bus TG-02

11

33,084

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket

40

ok

26,47

40

ok

33,084

26,47

40

ok

11

33,084

26,47

40

ok

Bus Sinkron lama

11

33,084

26,47

40

ok

Bus TG-05

11

15,88

14,84

40

ok

Bus TG-06

11

15,88

14,84

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

15,88

14,84

40

ok

Bus Nissan

10,5

15,52

13,74

40

ok

BUS ES#12

11

14,57

13,61

40

ok

Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 12. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2 ST3, ST5, GT1 dan DEG didapatkan bahwa tidak

346

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ada nilai Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada
Kapasitas hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
3.14. Hasil dan Analisis Hubung Singkat pada Konfigurasi 13
Tabel 16. Hasil perhitungan hubung singkat pada konfigurasi 13
Bus

Tegangan
(kV)

Arus Sesaat
Sym
(rms kA)

Bus TG-01

11

23,77

Arus
Pemutusan
Sym
(rms kA)
17,21

Bus TG-02

11

23,77

Bus TG-03

11

Bus TG-04

Kapasitas
Bus bar
Sym( kA)

Ket.

40

ok

17,21

40

ok

23,77

17,21

40

ok

11

23,77

17,21

40

ok

Bus Sinkron lama

11

23,77

17,21

40

ok

Bus TG-05

11

19,64

18,02

40

ok

Bus TG-06

11

19,64

18,02

40

ok

Bus Sinkron Baru

11

19,64

18,02

40

ok

Bus Nissan

10,5

15,67

13,91

40

ok

BUS ES#12

11

17,37

16,04

40

ok

Analisis :
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat dan daya hubung singkat untuk konfigurasi 1. dimana ada
5 generator yang beroperasi secara pararel yakni ST1, ST2, ST5, ST6, dan GT1 didapatkan bahwa tidak ada
nilai Ihs dan MVAhs yang melebihi kapasitas busbar yang terpasang. Nilai ini masih lebih rendah daripada
Kapasitas hubung singkat busbar dan Kapasitas daya hubung singkat busbar.
5.

Kesimpulan
Dari hasil analisis hubung singkat 3 fasa di Pertamina UP II Dumai, dapat disimpulkan bahwa Untuk semua

pola operasi, kemungkinan arus hubung singkat terbesar terjadi di bus sinkron, bus TG1-TG4 dengan nilai Ihs
tertinggi adalah 37,89 kA (pola operasi 11). Namun demikian arus hubung singkat masih lebih rendah
dibandingkan kapasitas bus dan CB yang terpasang. Sehingga semua peralatan berada pada kondisi aman untuk
dioperasikan untuk berbagai macam pola operasi.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.

Arrillaga, J. ; C.P. Arnold. dan B.J. Harker. 1984. Computer Modeling of Electric Power Systems. John
Wiley & Sons Ltd.
Boylestad, Robert L. 1997. Introductory Circuit Analysis, 8th Edition. Prentice Hall International Inc.
Donald J dkk. Standard Handbook for Electrical Engineers. 12th edition, Mc. Graw-Hill Book Company.

347

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

4.

El-Abiad dan Stagg 1968. Computer Methods in Power System Analysis. International Student Edition,
Mc. Graw-Hill Series in Electric Systems.
5. Marsudi, Jiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Balai penerbit dan Humas ISTN, Jakarta.
6. Operation Techonology Inc. ETAP 4.0.0. Volume I & II Southern California
7. Pai, M.A. 1980. Computer Techniques in Power Systems Analysis. Tata Mc Graw-Hill Publishing
Company. Limited , New Delhi.
8. Schauder, C ; Bernhard M. dan Stacey. E. 1995. Development of a .100 MVAr Static Condenser for
Voltage Control of Transmission Systems. IEEE Transactions on Power Delivery, Vol. 10 No.3
9. Single line diagram dan data-data sistem kelistrikan PT Pertamina UP II Dumai, 2009
10. Stevenson Jr, William D dan Kemal Idris. 1990. Analisis Sistem Tenaga, Erlangga. Jakarta, 1990.
11. Weedy, B.M. 1980. Electric Power System. Third Edition, John Wiley & Sons Ltd.

348

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ANALISIS PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK


DI INDUSTRI BAJA

1)

Sudirman Palaloi 1)
Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
1)
Universitas Pamulang, Banten
Email : palaloi@yahoo.com

ABSTRAK
Makalah ini menyajikan hasil penelitian penggunaan energi listrik di industri baja. Pabrik ini
mengolah bahan dasar berupa scrap limbah automatif menjadi barang jadi berupa komponen
automotif yang bernilai tinggi. Proses produksi diawali dengan proses memasak/melting scrap
tersebut ke dalam tungku/furnace untuk menghasilkan baja cair. Setelah proses melting selesai,
kemudian dilanjutkan dengan proses penuangan kedalam cetakan (pouring), lalu dilanjutkan dengan
proses pendinginan di cooling line. Setelah dingin kemudian dilakukan proses shake out untuk
melepas cetakannnya. Tahapan proses selanjutnya adalah proses finishing dengan melakukan proses
shot blasting dan grinding. Proses inspeksi akhir dilakukan dengan mesin dan dilanjutkan dengan
proses packing.
Dari hasil penelitian menujukan bahwa pada tahun 2008, untuk meproduksi baja cari sebanyak
14.125,8 ton diperlukan energi listrik sebesar 12.758.484 kWh dengan demikian konsumsi energi
spesifik adalah 903 kWh/ton baja cair. Sedangkan total konsumsi energi listrik spesifik untuk melting
hingga proses packing adalah 1.730 kWh/ton produk jadi.
Kata kunci : melting, baja cair, energi listrik, konsumsi energi listrik spesifik.
1. Pendahuluan
Industri baja merupakan salah satu industri padat energi. Salah satu industri yang dikaji penggunaan
energinya adalah Industri Baja Bakrie Tosanjaya. Pabrik ini memproduksi suku cadang kendaraan bermotor
dan manufactured casting yang terbuat dari besi baja seperti: brake drum, fly wheels, hubs, exhaust manifold,
disc brake, clutch housings, fly wheel housing, gear boxes, transmission cases, diesel component, valve body,
anchorage, electrical accessories dan pump castings.
Produk-pruduk tersebut sebelum di cetak, masi dalam bentuk baja cair. Baja cair tersebut di produksi pada plant
yang sama. Pabrik Bakrie Tosanjaya telah mempunyai 3 plant dengan total kapasitas produksi rata-rata 17.000
ton/tahun. Plant 1 terdiri dari : 4 dapur yakni dapur 1,dapur 2, dapur 3, dan dapur 4. Dapur 1 dan dapur 2
kapasitas masing-masing 5 ton. Dapur 3 dan 4 masing-masing 2 ton. Plant 2 terdiri dari : 3 dapur yakni dapur
5,dapur 6, dan dapur 7 . Kapasitas masing-masing dapur 4 ton. Plant 3 terdiri dari : 2 dapur yakni dapur 8, dan
dapur 9. Kapasitas masing-masing dapur 3 ton.
Bahan baku utama adalah berupa besi scrap limbah automotif yang dipasok oleh potongan besi/baja dari
perusahaan automotive seperti Mitsubishi, Isuzu, Suzuki dan lainnya yang berasal dari Jabodetabek, Magelang,
Surabaya. Pasokan lain didapatkan dari pengumpul besi bekas yang dipilih sesuai dengan standar bahan baku
yang diperbolehkan. Bahan tambahan lain adalah: silica, Fe, Cr dll. Produk yang dihasilkan pada PT Bakrie
Tosanjaya berdasarkan pesanan untuk konsumsi baik dalam negeri (hampir semua ATPM) maupun pesanan
industri outomotif luar negeri, yakni dari Malaysia, Jepang dan Australia.
Makalah ini menyajikan profil penggunaan energi listrik untuk memproduksi baja cair dan produk bahan jadi
lainnya. Disajikan pula baik penggunaan energi spesifik dalam kWh per ton baja cair.

349

ISSN 977.2086796.00.2

2.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Tinjauan Pustaka

2.1 Proses Produksi


Dalam produksinya, PT Bakrie Tosanjaya mengolah bahan dasar berupa scrap limbah automatif
menjadi barang jadi berupa komponen automotif yang bernilai tinggi. Proses produksi diawali dengan proses
memasak/melting scrap tersebut kedalam tungku/furnace untuk menghasilkan baja cair. Diagram alir dari
proses produksinya seperti pada Gambar 1. Secara simultan juga dilakukan tahapan proses lainnya yaitu
pembuatan cetakan atau moulding dan pembuatan cetakan core untuk produksi yang terdapat rongga.
Setelah proses melting selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses penuangan kedalam cetakan (pouring), lalu
dilanjutkan dengan proses pendinginan di cooling line. Setelah dingin kemudian dilakukan proses shake out
untuk melepas cetakannnya. Tahapan proses selanjutnya adalah proses finishing dengan melakukan proses shot
blasting dan grinding. Proses inspeksi akhir dilakukan dengan mesin dan dilanjutkan dengan proses packing.

Gambar 1. Proses produksi


2.2

Sumber Energi Listrik


Energi yang dibutuhkan di PT. Bakrie Tosanjaya dalam operasinya adalah :
energi listrik, dan
energi termal dari BBM dan gas acetylene
Energi listrik digunakan pada peralatan-peralatan produksi utama yaitu Furnace Induksi, serta
peralatan penunjang seperti; kompressor udara (air compressor), sistim transportasi produk (ban berjalan,
dan lainnya), motor listrik, work shop, sistim penerangan serta sistim tata udara (air conditioning) ruang
kantor. Energi listrik tersebut dipasok dari :
a. PLN dengan kapasitas terpasang sebesar 8.660 kVA dan
b. Pembangkitan sendiri dengan generator diesel (Genset) dengan kapasitas terpasang 1 x 250 kVA yang
digunakan sebagai emergency.
c. Sumber energi gas berupa gas acetylene digunakan pada produksi pembuatan core /Core Making.

350

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Daya yang berasal dari PLN pada tegangan 20 kV terdistribusi ke seluruh pabrik melalui 3 buah
feeder. Feeder 1 masuk ke substation-02. Feeder 2 ke substation-1A dan feeder 03 ke substation-03.
Tranformator daya yang digunakan ada 2 macam. yakni transformator daya untuk peleburan dan
transformator daya untuk utilitas. Diagram sederhana sistem kelistrikan PT. Bakrie Tosanjaya diperlihatkan
pada gambar berikut.

1000 kVA
20/0,380 kV

Main Panel 01
PLANT-2

1000 kVA
20/0,380 kV

Main Panel 02
PLANT-2

2900 kVA
20 /0,575kV

FURNACE 05
PLANT-2

2900 kVA
20 /0,575kV

FURNACE 06
PLANT-2

2900 kVA
20 /0,575kV

GARDU PLN
8660 kVA
20 kV

FURNACE 07
PLANT-2

2900 kVA
20 /0,575kV

FURNACE 07
PLANT-2

2900 kVA
20 /0,380kV

PANEL
KOMPRESOR-A

1000 kVA
20 /0,575kV

SELURUH
KEPERLUAN
PABRIK

PANEL
KOMPRESSOR-B

1400 kVA
20 /0,575kV

1250 kVA
20 /0,575kV
1250 kVA
20 /0,575kV

FURNACE 03
FURNACE 04

PLANT-1

FURNACE 01
FURNACE 02

PLANT-1

OFFICE & BUILDING


PLANT-1

2500 kVA
20 /0,575kV

FURNACE 08
FURNACE 09

1250 kVA
20 /0,575kV

PLANT-3

PLANT-3 &
MACHINE SHOP
UTILITY,
LINGHTING
PLANT-3

Gambar

2.

Diagram

Sederhana

Sistem

Kelistrikan

pabrik

baja

PT

Bakrie

Tosanjaya

351

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

3. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan survei langsung ke lapangan dan
pemanfaatan beberapa data sekunder. Data-data yang dikumpulkan meliputi : data proses produksi, disain
peralatan terpasang berikut pola operasinya, data produksi bulanan dan tahunan, data pemakaian bahan baku
dan produk yang dihasilkan serta data-data historis yang tersedia di pabrik yang dikunjungi. Verifikasi data
yang dilakukan saat survei adalah bila ditemukan data-data yang kurang lengkap. Verifikasi pencatatan
energi pada masing-masing proses juga dilakukan untuk menambah informasi dalam menganalisis.
Pengelompokan penggunaan energi listrik berdasarkan proses produksi telah dilakukan oleh pabrik
yang bersangkutan dan menjadi masukan dalam evaluasi. Data pemakaian energi listrik, data pemakaian
bahan bakar lain, modifikasi proses yang pernah dilakukan sebelumnya, serta permasalahan-permasalahan
yang sering muncul dalam proses produksi kemudian dievaluasi. Data yang dianalisis adalah data yang
didapatkan pada tahun 2008. Data yang diperoleh kemudian dianalisis seperti :

3.

Profil penggunaan energi listrik

Profil produksi

Hubungan penggunaan energi listrik dan produksi baja cair

Konsumsi energi spesifik

Hasil dan Pembahasan

4.1 Konsumsi energi listrik dan produksi baja

Pada bagian ini akan dipaparkan data-data konsumsi energi dan data-data produksi. Penggunan energi
listrik disamping untuk mencairkan besi, juga untuk keperluan lain. Berdasarkan data yang didapatkan terlihat
bahwa konsumsi energi paling besar adalah di plant II, ini wajar saja karena di Plant II terdapat 3 furnace yang
berkapasitas total 12 ton dan lebih besar dibanding dengan furnace yang lainnya.

Konsumsi energi listrik

masing-masing plant dan penggunaan energi listrik untuk keperluan lain diperlihatkan pada Tabel 1. Dan profil
penggunaan energi listrik bulanan tahun 2008, disajkikan pada Gambar 3.
Tabel 1. Data konsumsi energi listrik bulanan 2008

MONTH
2008
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Min
Rata2
Max
Total

PLANT I
FURNACE
01, 02
215,334.0
132,520.0
145,760.0
149,000.0
244,080.0
281,920.0
224,840.0
277,628.0
343,640.0
231,120.0
358,280.0
274,200.0
132,520.0
239,860.2
358,280.0
2,878,322

KONSUMSI ENERGI (kW h)


PLANT II
PLANT III

FURNACE
03, 04
74,000.0
102,738.0
93,261.0
152,137.0
203,715.0
199,103.0
198,683.0
193,838.0
134,692.0
108,915.0
163,039.0
137,963.0
74,000.0
146,840.3
203,715.0
1,762,084

FURNACE
05,06,07
308,974.0
357,683.0
535,333.0
396,471.0
567,945.0
646,832.0
522,144.0
619,709.0
656,302.0
441,342.0
666,583.0
647,054.0
308,974.0
530,531.0
666,583.0
6,366,372

FURNACE
08,09
112,816.0
37,340.0
35,343.0
99,958.0
180,260.0
181,255.0
176,704.0
191,795.0
184,340.0
130,096.0
219,207.0
202,592.0
35,343.0
145,975.5
219,207.0
1,751,706

PENGGUNAAN
UNTUK
FASILITAS LAIN
902,570.0
710,264.0
921,335.0
711,568.0
1,052,870.0
1,089,499.0
1,058,370.0
1,127,541.0
1,203,996.0
904,474.0
1,315,955.0
1,298,322.0
710,264.0
1,024,730.3
1,315,955.0
12,296,764

352

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 3. Grafik konsumsi energi listrik, tahun 2008


Berdasarkan konsumsi energi listrik tahun 2008, terlihat bahwa total konsumsi energi adalah 25.055.248 kWh.
Pemakaian energil istrik untuk furnace adalah 12.758.132 kWh (50,92 %) dan non furnace 12.296.764 kWh
(49.08%). Pada Plant I terdapat furnace 01, 02, 03, 04 , dan pada Plant II terdapat furnace 05, 06, 07
sedangkan furnace 08 dan 09 terdapat pada Plant III. Distribusi konsumsi energi pada masing-masing furnace
dan peralatan non furnace secara lengkap diperlihatkan pada Gambar berikut.

YANG LAIN
12,296,764 kwh
49.08%

TOTAL KONSUMSI LISTRIK


TAHUN 2006 : 25,055,248
kwh

FURNACE 01, 02
2,878,322 kwh
11.49%

FURNACE 08,09
1,751,706 kwh
6.99%

FURNACE 03, 04
1,762,084 kwh
7.03%

FURNACE 05,06,07
6,366,372 kwh
25.41%

Gambar 4. Distribusi konsumsi energi Furnace dan kebutuhan lainnya tahun 2008
Sebagaimana kita ketahui bahwa furnace 01 dan 02 adalah dua furnace yang identik. Demikian pula
halnya furnace 03 dan 04. Sedangkan furnace 05, furnace 06 dan furnace 07 juga merupakan 3 unit furnace
yang identik. Demikian halnya furnace 08 dan furnace 09. Furnace yang identik biasanya running secara
bergantian, untuk memudahkan saat pouring. Dari data produksi selama tahun 2008, Furnace 01 & Furnace 02
memproduksi baja cair sebanyak 2.909,5 ton. Furnace 03 dan furnace 04 sebanyak 1.920,5 ton. Sedangkan

353

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

furnace 05, furnace 06 dan furnace 08 memproduksi 7.834, 1 ton baja cair. Untuk furnace 08 dan furnace 09
hanya 1.461,4 ton baja cair. Rendahnya produksi furnace 08 dan 09 disebabkan pada bulan Februari dan Maret
mengalami perbaikan. Data produksi masing-masing Furnace disajikan secara lengkap pada Tabel 2 dan dalam
bentuk grafik diperlihatkan pada Gambar 5. Sedangkan Gambar 6 memperlihatkan hubungan antara
penggunaan energi dengan produksi. Dari gambar tersebut telihat bahwa ada kecenderungan bila produksi naik,
konsumsi energi listrik juga akan naik. Hal ini nampak untuk semua pabrik.

Tabel 2. Data produksi baja cair, tahun 2008


PRODUKSI TAPPING (TON)
MONTH
2008

TAPPED
FURN 01,02
200.8
129.9
156.3
152.1
279.7
325.7
251
301.8
343.9
206.4
334.9
227
129.9
242.5
343.9
2909.5

TAPPED FURN
05,06,07

77.4
114.8
106
180.1
219
228.7
232.7
213.9
145.7
108.7
161.7
131.8
77.4
160.0
232.7
1920.5

TAPPED
FURN 08,09

360.7
370
613.4
452.7
698.4
734.7
671.4
749.4
848.9
597.7
887.8
849
360.7
652.8
887.8
7834.1

107.4

81.8
158.4
154.2
154.6
164.3
155.5
121.2
198.2
165.8
81.8
146.1
198.2
1461.4

Des08

Nop08

Okt08

Sep08

Agust08

Jul08

Jun08

Mei08

Apr08

Mar08

Feb08

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Jan08

Produksibajacair(ton)

Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Min
Rata2
Max
TOTAL

TAPPED
FURN 03,04

Tahun2008
PRODUKSITAPPING(TON)TAPPEDFURN01,02
PRODUKSITAPPING(TON)TAPPEDFURN05,06,07

PRODUKSITAPPING(TON)TAPPEDFURN03,04
PRODUKSITAPPING(TON)TAPPEDFURN08,09

Gambar 5 . Grafik profil produksi baja cair, tahun 2008

354

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

KonsumsiEnergiListrik(MWh)

700

1000
900

600

800

500

700

400

600
500

300

400

200

300
200

100

100
0
Des08

Nop08

Okt08

Sep08

Agust08

Jul08

Jun08

Mei08

Apr08

Jan08

Feb08

Mar08

Tahun2008
FURNACE01,02

FURNACE03,04

FURNACE05,06,07

FURNACE08,09

TAPPEDFURN01,02

TAPPEDFURN03,04

TAPPEDFURN05,06,07

TAPPEDFURN08,09

Gambar 6 . Grafik Konsumsi energi listrik vs produksi baja cair, tahun 2008

3.2 Konsumsi energi Spesifik


Konsumsi energi spesifik (KES) merupakan perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi
terhadap jumlah produk ( kWh/ton). KES masing-masing pabrik akan disajikan pada Tabel 3 dan secara grafik
pada Gambar 7.
Tabel 3. Konsumsi energi spesifik masing-masing furnace

KONSUMSI ENERGI SPESIFIK (KWH/TON)


MONTH
2008

Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Min
Rata2
Max

FURNACE FURNACE FURNACE FURNACE


01, 02
03, 04
05,06,07
08,09
1072.4
1020.2
932.6
979.6
872.6
865.6
895.8
919.9
999.2
1119.8
1069.8
1207.9
865.6
998.7
1207.9

956.1
894.9
879.8
844.7
930.2
870.6
853.8
906.2
924.4
1002.0
1008.3
1046.8
844.7
926.7
1046.8

856.6
966.7
872.7
875.8
813.2
880.4
777.7
826.9
773.1
738.4
750.8
762.1
738.4
822.6
966.7

1050.4
1079.2
1001.2
1222.0
1138.0
1175.5
1143.0
1167.3
1185.5
1073.4
1106.0
1221.9
1001.2
1134.4
1222.0

KWH/TON
TOTAL
FURNACE

KWH/TON
OTHER
TOTAL

KWH/TON
FURN &
OTHER

953.0
971.0
889.0
920.0
882.0
907.0
857.0
898.0
883.0
882.0
889.0
919.0
857.0
903.6
971.0

1209.0
1094.0
1011.0
821.0
777.0
755.0
808.0
789.0
806.0
875.0
832.0
945.0
527.0
826.7
1209.0

2162.3
2064.6
1900.1
1741.2
1659.1
1661.9
1665.1
1686.4
1688.7
1756.2
1720.6
1863.8
1386.0
1730.2
2162.3

355

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2250
2000
1750
1500
1250
1000
750
500
250
0
Des-08

Nop-08

Okt-08

Sep-08

Agust-08

Jul-08

Jun-08

Mei-08

Apr-08

Mar-08

Feb-08

Jan-08

Konsumsi Energi Spesifik (kWh/ton)

2500

FURNACE 01, 02 (kWh/ton)

FURNACE 03, 04 (kWh/ton)

FURNACE 05,06,07 (kWh/ton)

FURNACE 08,09 (kWh/ton)

KWH/TON TOTAL FURNACE

KWH/TON OTHER TOTAL

KWH/TON FURN & OTHER

Gambar 7. Distribusi konsumsi energi Furnace dan kebutuhan lainnya tahun 2008
Berdasarkan KES yang diperlihatkan pada Tabel 3 terlihat bahwa furnace 01 dan furnace 02 memiliki nilai
KES rata-rata 998,7 kWh/ton, terbaik 865,6 kWh/ton dan paling tinggi adalah 1.207,9 kWh/ton. Furnace 03
dan furnace 04 mempunyai nilai KES lebih baik dari furnace 01 dan furnace 02, yaitu dengan nilai rata-rata
926,7 kWh/ton, terendah 844,7 kWh/ton dan tertinggi 1046,8 kWh/ton. Furnace 05, furnace 06 dan furnace 07,
memiliki performace terbaik diantara furnace yang lain. Ini terlihat pada nilai KES rata-rata adalah 822,6
kWh/ton, terendah 738,4 kWh/ton dan tertinggi 966,7 kWh/ton. Sedangkan furnace 08 dan furnace 09
merupakan furnace yang paling boros. Ini terlihat dari nilai KES rata-rata 1134,4 kWh/ton. Nilai terbaiknya pun
masih juga tinggi yaitu 1001,2 kWh/ton. Secara keseluruhan di Industri ini untuk menghasilkan 1 ton baja cair,
dibutuhkan energi listrik sebanyak 903,6 kWh. Sedangkan penggunaan energi listrik lainnya yang merupakan
rangkaian proses produksi menjadi barang jadi diluar furnace dibutuhkan energi sebesar 826,7 kWh/ton.
Sehingga untuk menghasilkan barang jadi mulai dari bahan baku dibutuhkan energi listrik sebanyak 1730,2
kWh/ton barang jadi.

Sedangkan Gambar 7 mengillustrasikan bahwa Furnace 05, 06 dan 07 sepajang tahun

mulai Bulan Januari hingga Desember 2008, memililiki nilai KES selalu lebih baik dibandingkan dengan
furnace-furnace lainnya.

4. Kesimpulan
Berdasarkan data konsumsi energi listrik dan data produksi terlihat bahwa furnace 05, furnace 06 dan
furnace 07 lebih efisien dibanding dengan furnace lainnya yaitu 822,6 kWh/ton.

356

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Hasil perhitungan menunjukan bahwa di perusahaan ini untuk memproduksi baja cair 1 ton dibutuhkan
energi rata-rata sebesar 903,6 kWh. Sedangkan penggunaan energi listrik lainnya yang merupakan
rangkaian proses produksi menjadi barang jadi diluar furnace dibutuhkan energi sebesar 826,7 kWh/ton.
Sehingga untuk menghasilkan barang jadi mulai dari bahan baku dibutuhkan energi listrik sebanyak
1730,2 kWh/ton barang jadi.
.
Daftar Pustaka
1.
2.

Data produksi dan Energi PT Bakrie Tosanjaya tahun 2006, Tahun 2007 dan tahun 2008.
ICN. Perkembangan Industri Baja Indonesia, 2008. Phttp://www.datacon.co.id/Baja2008IndList.html

3.

J.A.T. Jones, B. Bowman, and P.A. Lefrank, Electric Furnace Steelmaking, in The

4.

Making, Shaping and Treating of Steel, 525660. R. J. Fruehan, Editor. 1998, The AISE Steel
Foundation: Pittsburgh.

5.

G. D. Rai, Non Conventional Energy Sources, 17th Edition. 2006, Khanna Publishers: New Dehli.

6.

American Iron and Steel Institute, Saving One Barrel of Oil per Ton: A New Roadmap for
Transformation of Steelmaking Process. 2005. http://tinyurl.com/yf778we

7.

Databases from MARMAGOA STEEL LIMITED (MSL), Goa.

8.

S. Banerjee, Process for making steel, US Patent 6424671, July 23, 2002.

9.

K. H. Oribe, M. Watanabe, and T. Machida, Electric furnace waste heat recovery method and
apparatus, US Patent 4099019, July 4, 1978.

10. H. Ester (SMS Siemag), Energy recovery technology for EAFs, presented at the
11. International Convention on Clean, Green, and Sustainable Technologies in Iron and Steelmaking,
Bhubaneswar, India, July 15-17, 2009. http://tinyurl.com/yby6yu2
12. K. K. Singhal (Steel Authority of India, Ltd.) Energy efficiency in steel industry & Clean Development
Mechanism, presented at the International Convention on Clean, Green, and Sustainable Technologies
in Iron and Steelmaking, Bhubaneswar, India, July 15-17, 2009. http://tinyurl.com/yhxr9ka

357

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL EPOKSIDASI DARI MINYAK KELAPA


SAWIT

Geni Rosita
Peneliti LAPAN
Abstrak
Poliuretan merupakan reaksi poliol dengan diisosianat, minyak kelapa sawit curah (CPO) merupakan
gliserid yang tidak memiliki gugus alcohol sehingga perlu perlakuan awal pengolahan CPO untuk
mendapatkan gugus alkohol sehingga dapat menjadi poliuretan yaitu antara lain: esterifikasi, epoksidasi dan
pembuatan polialkid untuk memperpanjang rantai. CPO disini di epoksidasi membentuk epoksidasi CPO,
epoksidasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor. Pada penelitian ini kami mencoba dengan fariasi suhu,
katalisator, jumlah pelarut dan kecepatan pengaduk, ternyata kecepatan pengaduk tidak terlalu berpengaruh
terhadap hasil epoksidasi yang berpengaruh adalah suhu maksimal pada 75C dengan lama reaksi 3 jam.
variasi pelarut kami lakukan pada 100 cc, 150 cc dan 200 cc, sedangkan katalisator 1 g- 10 g. Lama reaksi
maksimal pada 3 jam.

1.Pendahuluan
Sebagaiman kita ketahui Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar setelah Malaysia, tapi
banyak potensi pengolahan minyak kelapa sawit mentah atau CrudePalmOil (CPO) menjadi produk turunan
yang tidak berkembang padahal pohon sawit mulai dari: daun, tandan buah, buah kelapa sawit dan batang
adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan. Potensi produk turunan CPO banyak yang belum dimanfaatkan oleh
pengusaha kita, padahal bahan baku melimpah 75% dari semua CPO Indonesia di ekspor ke pasar Internasional
seperti: India, beberapa negara Eropa dan China, sisa yang 25% baru diolah, sangat disayangkan CPO yang
diekspor keluar masuk kembali ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih mahal. Kondisi ini berbeda dengan
Malaysia yang sudah mengelola produk turunan minyak kelapa sawit hingga 90% sementara Indonesia selain
memanfaatkan minyak kelapa sawit baru ada 10 perusahaan yang mengelola tandan kosong sawit sebagai
produk kompos dan 2 pabrik baru mengelola biodiesel padahal, potensi serapan CPO dalam negeri masih besar
terutama untuk pengembangan biodiesel. Banyak dari turunan CPO yang dapat diolah untuk bahan pangan dan
non-pangan.
LAPAN sebagai instansi pengembang teknologi dirgantara pada pengembangan roket khususnya
memerlukan bahan komposit untuk digunakan sebagai fuelbinder dan liner propelan padat komposit. LAPAN
sampai saat ini menggunakan bahan Poliuretan berbasis HTPB untuk binder propelan padat. Salah satu bahan
lain yang memungkinkan pengganti HTPB adalah Polieter yang berasal dari monogliserid yang diolah dari
CPO atau bentuk epoksidasinya. Minyak kelapa sawit merupakan Trigeliserid apabila diesterifikasi akan
dihasilkan monogliserid. Monogliserid merupakan gliserid dengan dua ujung OH hingga dapat berfungsi
sebagai poliol HTPB.

358

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2. Landasan Teori
Epoksidasi mudah terurai menjadi alkohol, oleh karena itu air haruslah di reduksi untuk mendapatkan
oxiran yang maksimal untuk mengatur reaksi tekanan dan mencegah peruraian H2O2 maka untuk itu digunakan
asam asetat galaksial. Reaksi dapat terjadi dengan katalisator asam peroksida, seperti Hidrogen peroksida,
Bipenilperoksida dll. Reaksi pembentukan dari minyak pada dasarnya adalah reaksi pembentukan gugus
epoksi. Hasil reaksi addisi ikatan rangkap dua menjadi oxiran dan air, seperti reaksi dibawah ini
O
/ \
C=C + HOO ------> C----C + H2O

(1)

Kinetika Reaksi
Perubahan konsentrasi pereaksi selama reaksi berlangsung dengan anggapan reaksi merupakan reaksi
elementer yang dapat dituli sebagai berikut ;
dCA

= -kCACB

(2)

dCB ------ = -kCACB

(3)

-------

dt

dCD
------ = -k (CAo - Cd )(CB - CD )
dt

(4)

pengaruh katalisator terhadap konstanta kecepatan reaksi diperoleh dengan rumusan persamaan (5), dimana as
adalah konsentrasi katalisator yang digunakan.
(rA) = k aS
(5)
Sifat mekanik suatu bahan polimer dipengaruhi oleh strukrur jaringan polimer, derajat kristalinitas dan
panjang rantai polimer dengan struktur yang rapat dan tidak teratur akan cenderung memiliki sifat keras dan
getas, namun struktur jaringan yang teratur akan memiliki sifat fleksibel dan kuat. Polimer yang tersusun atas
untaian mer-mer dengan berat molekul yang panjang - panjang cenderung memberikan sifat polimer yang
lunak, sebaliknya polimer dengan untaian mer-mer yang pendek - pendek memberikan struktur jaringan yang
rapat sehingga cenderung keras.

4.

Metodologi Penelitian
Proses epoksidasi dari minyak kelapa sawit mentah ( CPO ) dilakukan dengan metode

Gall dan

Greenspan yang sudah dimodifikasi dalam bentuk reactor bath berkapasitas 1 L yang telah dilengkapi dengan
pendingin balik, thermostat dan pengaduk magnit. Masukan bahan berturut-turut Pelarut benzene, katalisator
resin Amberlit IR-120 dan CPO , atur suhu reaksi 30

C dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Reaksi

dilakukan dengan menambahkan 1 : 1 H2 O2 ( Hidrogen peroksid dan Asam asetat galaksial, setiap interval
waktu 1 jam sampel diambil

10 cc dicuci dengan panas, lalu dipisahkan , air yang masih tersisa di jerab

359

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

dengan potassium karbonat kadar epoksi dapat ditentukan dengan Gas Chromatografi Mass Spetrofotometry
( GC-MS rentang suhu 30 80 0

5.

Hasil Penelitian

Pengaruh Katalisator
Semakin banyak katalisator yang dipakai, semakin tinggi kecepatan reaksinya.
Bahan yang dipakai benzene 100 grm, ester 100 grm, kecepatan pengaduk 100 rpm,
suhu 75oC.
Tabel 1. Pengaruh katalisator terhadap reaksi
Hasil Grm/ liter dengan katalis
Lama Reaksi

Katalis 1 grm

Katalis 2 grm

Katalis 5 grm

Katalis 10 grm

1 jam
2 jam
3 jam
4 jam

0.1511
0.4012
0.5807
0.6009

0.3253
1.5351
0.6393
0.6283

0.761
1.0364
1.1648
0.9863

0.6243
0.8651
1.5089
0.979

Pengaruh Katalisator
4.5
4

0.8651

1.5089

3.5
0.9796

1.0364
10gr

2.5
2

1.1648
0.7243

0.9863

1.5351

2gr

1.5

1gr
0.7651

1
0.5
0

5gr

0.3253

0.4012

0.6393

0.6283

0.5867

0.6009

0.1511
1jam

2jam

3jam

4jam

Dilihat dari hasil diatas kondisi terbaik dicapai pada jumlah katalisator 5 grm dengan waktu reaksi 3
jam, karena pada waktu 4 jam mulai terbentuk hidrolisir alcohol

360

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Pengaruh pemakaiaan jumlah pelarut


Bahan yang dipakai adalah katalis 1 grm, ester 100 grm, suhu 75oC, kecepatan pengaduk 100 rpm
Tabel 2. Pengaruh jumlah pelarut
Hasil dan Jumlah pelarut dalam grm/ liter
Lama Reaksi
1 jam
2 jam
3 jam
4 jam

Pelarut 100 cc

Pelarut 150 cc

Pelarut 200 cc

0.5946
0.6959
1.6061
1.8025

0.3253
0.5351
0.6393
0.6283

0.6368
0.4222
0.5374
0.3286

Jumlah pelarut ideal adalah : pada 100 cc, sudah stabil, pada waktu 4 jam, karena semakin banyak
pelarut, zat reaksinya tidak sempurna.
Pengaruh Pelarut
3
0.5374

0.3286

2.5

0.6283
0.6393

2
1.8025
0.6368

1.5

0.4222

Pelarut200cc

1.6061

Pelarut150cc
0.5351

Pelarut100cc

0.3253
0.5946

0.5

0.6959

0
1jam

2jam

3jam

4jam

Pengaruh Suhu
Bahan yang dipakai ester 100 grm, benzene 100 grm, katalis 1 grm, kecepatan pengaduk 100 rpm.
Tabel 3. Pengaruh Suhu
Lama Reaksi

Hasil dan fariasi suhu (oC)


30
45

60

75

90

1 jam
2 jam
3 jam
4 jam

0.3846
0.6832
0.7818
1.1877

0.5946
0.6959
1.6061
1.8025

0.4998
0.6717
0.9745
1.5325

0.4946
0.6875
0.91234
1.4989

0.4925
0.6769
0.7803
1.2036

361

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Pengaruh Suhu
8

3.5

1.4989

2.5
60

5
2

0.91234

4
3
0.4946

0.5946
0.4998

0.3846

0.6875

1.6061

0.6959
0.6717

0.9745

0.6837

0.788

1.8025

30

1.5325

1.5
1

1.1877

2jam

3jam

90
75

0.5
0

1jam

45

4jam

Setelah dapat data dengan variasi suhu, dari keseluruhan suhu dan keseluruhan reaksi terlihat, semakin
lama reaksi semakin banyak hasilnya, semakin tinggi suhu, seharusnya kecepatan reaksi semakin meningkat
dan hasil semakin banyak, nyatanya pada penelitian ini, suhu maksimal terdapat pada suhu 75oC, diatas 75oC
hasil menurun, dan ada yang naik atau tidak konsisten dimana hal ini menunjukkan reaksi lanjutan berupa
hidrolisi masih terjadi karena pengambilan air tidak sempurna.
5. Kesimpulan
1.

.Pada variasi katalisator dengan lama reaksi, hasil maksimal didapat pada jumlah katalisator 5 grm,
dan lama reaksi 3 jam, pada waktu reaksi 4 jam hasil mulai menurun.

2.

Pada variasi pelarut, semakin lama reaksi hasil semakin banyak, semakin banyak pelarut, hasilnya naik
turun, hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan reaksi, jumlah yang maksimal pelarut 150 cc,
pada pelarut 200 cc, seakin lama reaksi hasil semakin turun.

3.

Pada variasi suhu dengan lama reaksi, sangat kelihatan hasilnya, dimana semakin naik suhu reaksi,
semakin sempurna, hasil jadi banyak dan batas maksimal pada suhu 75oC, diatas 75oC hasil semakin
menurun kerena terjadi hasil hidrolit lanjutan.

Daftar Pustaka
1.

Aranguen, M.I and William, R.J.J., 1998, Kinetic and Statistic Aspect of the Formation of
Polyyurethanes from Toluen Diisocyanate, J.Polymer Sci., 27, 424-428.

2.

Avery, H.E., 1982, Basic Reaction Kinetics and Mechanism, p.p. 355-370, The Macmillan Press Ltd.,
Hong Kong.

3.

Bhabhe, M.D. and Athawale, V.D., 1998, Chemoenzymatic Synthesis of Urethane Oil Based on
Special Funcional Group Oil., J.Appl. Polym. Sci 69, 1451-1458

362

ISSN 977.2086796.00.2

4.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dubois, C, Desilets, S., Ait- kadi, A., and Tanguy, P., 1995, Bulk Polymerization of HTPB with TDI :
a Kinetics Study Using 13C-NMR Spectroscopy., J.Appl. Polym. Sci., 58, 827-834

5.

Flory, J. 1969, Principles of Polymer Chemistry., p.35, Cornell University Press, London

6.

Gupta, D.C., Deo, S.S., Wast, D.V., Raomore, S.S., and Gholap, Dd.H., 1995, HTPB-Based
Polyurethanes for Inhibition of Composite Propellants., J.Appl.Polym. Sci., 65, 355-363

7.

Hepburn, C., 1982, Polyurethane Elastomers, Applied Science Publishers, p.p. 355-359, New York.

8.

Pryde, E.H., 1979, Fatty Acids, 2nd printing, p.p. 513-514, Illionis, AOCS

TANYA JAWAB
Pertanyaan (Wigati)
Mengapa dipilih bahan CPO?
Jawab
Karena CPO merupakan bahan yang murah dan melimpah di Indonesia, dan merupakan idustri
terbesar nomor dua di dunia.

363

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

MENCARI PERBANDINGAN REAKSI HIDROTERMINETED POLI BUTADIEN DENGAN


TOLUENDIISO SIANAT UNTUK BINDER PROPELAN PADAT KOMPOSIT
Oleh Geni Rosita
LAPAN
ABSTRAK.
Hampir semua propelan roket modern menggunakan bahan fuel binder poliuretan yang
didapat dari hasil reaksi HTPB dengan Toluen Diisosianat ( T D I ), karena memiliki sifat mekanik yang
baik. Sifat mekanik poliuretan dipengaruhi oleh perbandingan diisosianat dengan poliol, reaksi pemadatan
terjadi karena adanya diisosianat berlebihan. Propelan komposit padat harus memiliki sifat kuat mekanik yang
memadai sehinga selama penerbangan tidak terjadi keretakan atau perubahan sifat fisik yang dapat
menyebabkan terjadi ledakan. Fuel binder propelat komposit padat ,ternyata selain berfungsi sebagai pengikat
oksidator juga dapat berfungsi sebagai liner atau pelapis tahan panas. Penelitian ini dilakukan untuk
mencari perbandingan yang tepat supaya didapat hasil sesuai dengan yang diharapkan, HTPB yang dipakai
adalah hasil polimerisasi Butadien.pada sampel 1, dengan perbadingan HTPB : TDI yang elastis pada 9:1
dan 7:1, pada sampel 2, dengan perbandingan 13 : I, 17 : 1. Sampel 3, dengan perbandingan 11 : 1 dan 13 :
1. Sampel 4, dengan perbandingan 9 : 1, 11 : 1 dan 13 : 1, setelah diamati semuanya ini memenuhi
persyaratan yang ditentukan. Yang dicari adalah elastis dan tidak ada gelembung udara

1.Pendahuluan
Pengembangan propelan padat di LAPAN terus dilakukan untuk mendapatkan propelan dengan
kinerja yang baik, propelan padat yang dikembangkan adalah jenis komposit. Propelan roket padat komposit
terdiri dari oksidator,fuel binder dan bahan additive.yang secara umum mudah dicetak .Ada beberapa jenis
polimer yang dapat digunakan untuk fuel binder diantaranya polisulfit, polistirin ,polisiloksan, poliuretan dll,
Poliuretan dikenal sebagai bahan binder propelan roket padat yang terbaik. yaitu sebagai jaringan untuk
mengikat bahan oksidator.Hampir semua roket padat modern saat ini menggunakan fuel binder poliuretan
berbasis HTPB ,karena memiliki sifat mekanik yang baik dan sifat energetik yang tinggi ( I sp ).
Poliuretan merupakan reaksi dari isosianat dengan alkohol,asam atau amin, poliuretan berbasis
HTPB, bahan utamanya adalah HTPB dan direaksikan dengan TDI .Bahan TDI banyak terdapat dipasaran
yang biasa dipakai pada industri- industri karet, sedangkan HTPB merupakan senyawa yang secara khusus
dipakai untuk kepentingan bahan fuel binder propelan roket padat, sehingga pengembangannya pembuatan
HTPB hanya dikembangkan oleh lembaga khusus yang bergerak dalam bidang peroketan, HTPB merupakan
bahan strategis yang susah di dapat dipasaran oleh karena itu LAPAN susah mendapatkan HTPB dengan
spesifikasi yang sama yang dapat mengganggu peneltian. Oleh karena itu LAPAN perlu mengembangkan
penelitian pembuatan HTPB khusus untuk fuel binder dengan spesifikasi yang sama. HTPB yang dipakai pada
penelitian ini adalah HTPB hasil polimerisasi butadiene menjadi polibutadien melalui bermacam-macam
variasi antara lain, lama proses, suhu proses, banyak pelarut dan jumlah katalisator.

2.Tinjauan Pustaka
Propelan komposit padat secara umum terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : oksidator sebagai
sebagaia sumber oksigen, fuel binder sebagai pengikat kepadatan oksidator, dan solit fuel untuk menaikkan

364

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

suhu pembakaran, solit fuel agar terdistribusi secara merata. Bahan fuel binder propelan, selain ebagai pengikat
kepadatan sekaligus sebagai bahan bakar propelan, sebagai bahan pengikat, fuel binder harus memiliki sifat
mekanik yang memadai sehingga selama pembakaran tidak terjadi perubahan sifat fisik, supaya tidak terjadi
fluks pembakaran yang bergejolak, karena apabila arah pembakaran dan fluks pembakaran tidak terkena
pembakaran kedinding tabung motor roket, akan menjadi ledakan sangat besar.
Poliuretan merupakan polimer dengan rantai dasar uretan yang dapat dibentuk dari reaksi isosianat
dengan hidroksil atau amin. Reaksi linier akan membentuk rantai lurus, apabila poliol dan diisosianat bereaksi
membentuk rantai lurus

akan menghasilkan polimer yang lunak. Apabila digunakan poliol

dengan

fungsionalitas lebih dari 2, maka akan terjadi ikatan silang yang banyak, bila yang terjadi banyak ikatan silang,
akan mempengaruhi sifat mekanik poliuretan menjadi agak keras. Sifat mekanik poliuretan dapat dipengaruhi
oleh bilangan hidroksil, poliol, berat molekul poliol, perbandingan poliol dan isosianat,dll.
Sifat mekanik poliuretan untuk propelan padat yang pernah digunakan dapat dilihat pada
tabel .1
Tabel.1. Sifat mekanik poliuretan untuk propelan padat yang pernah digunakan
Bahan
HTPB / TDI / TMP.
HTPB : TDI
Polisikloheksan
HTPB : TDI
HMDI
IPDI
HTPB - TDI
HTPB - IPDI
Solitan

TS ( kg cm-1 )
1,2 - 8,9
4
- 16
2,4 - 9
5,3 - 13
6,6 - 15,3
14,5
14,6
4 - 10
4 - 10
4 - 7
6
- 15

E(%)

Kekerasan

129
90

- 30
- 108

65
83
79,9
74,3
153

- 100
- 74,4
- 56,8

25 - 50
30 - 58 4
68
54 7

Pilihan utama yang digunakan pada roket padat peluncur pada saat ini adalah poliuretan berbasis
HTPB , dimana HTPB direaksikan dengan TDI . Poliuretan memiliki sifat mekanik yang baik dan memenuhi
persyaratan untuk binder propelan padat komposit. Karena itu kinetika reaksi pembentukan poliuretan penting
dipelajari untuk pengembangan propelan roket padat, poliuretan selain sebagai binder propelan padat ternyata
juga sangat baik untuk pelapis penahan panas. Secara umum diisosianat bereaksi dengan HTPB membentuk
poliuretan, sifat meknik yang muncul tergantung pada bilangan hidroksil, perbandingan hidroksil dengan
isosianat ,berat molekul poliol dsb. Polimer yang memenuhi yang memenuhi persaratan untuk sifat mekanik
adalah elastomer yang cukup elastis tapi tidak lunak, tidak mengalami perobahan sifat fisik dan perubahan
bentuk selama proses

3.Spesifikasi HTPB
Hidroksil indek

0,7 - 0,9

Humiditi ( % )

0,1 maks

Zat menguap ( % )

0,5 maks

365

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Visikositas pada suhu 30 oC


Total peroksid ( ppm )

40 - 65
500 maks

Identifikasi Infra merah ( % )


Cis

20 - 35

Tran
Vinil

45 60
16 22

Struktur (%) 1,4 addition


1,2 addition
CCL4 (%)

> 60
< 40
0.2 Maks

Asam Sulfat (%)

0.05 Maks

Toluene DIIsocyanate
Specitifications
4.Cara Penelitian
Polimerisasi gas butadiene menjadi polibutadien, dengan cara :
-Penampungan gas butadiene dari tabung induk ke tabung penampungan 1
pada T -300C dengan t : 4 jam, dialirkan ke tabung penampungan 2
dengan ukuran 200 ml pada T -30oC dengan t : 1 jam
-Tabung 2 dipanaskan pada T 50oC 60oC, dilairkan ke reactor yang berisi
Butanol, H2O2 yang telah di vakum terlebih dahulu pada suhu kamar
dengan t : 2 jam, hasil polimerisasi dicuci dengan methanol, terjadi
larutan kental (HTPB), di oven dan di vakum untuk menghilangkan zat- zat
lainnya.
Mereaksikan HTPB dengan TDI
-HTPB yang terbentuk direaksikan dengan TDI pada suhu kamar,
dalam labu leher 3, sambil diaduk sampai merata, dicetak dan diamati
reaksi yang terjadi. Yang memenuhi persyaratan adalah yang elastis dan
tidak ada gelembung udara.

5.Hasil dan Pembahasan


Bahan HTPB merupakan bentuk polibutadien (pengulangan butadien), dengan gugus ujungnya adalah
gugus hidroksil, berdasarkan strukturnya memiliki 3 isomer, yaitu : vinil 1.2 HTPB, sis 1.4 HTPB, dan trans 1.4
HTPB yang saling bercampur, dimana dominan masing- masing struktur akan mempengaruhi sifat mekanin
polimer yang dihasilkan.

366

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Hasil :
Sampel 1=

HTPB : TDI (grm)

Keterangan

20

: 7

sangat keras getas, warna coklat keruh

17

: 7

sangat keras getas, warna coklat keruh

17

: 1

keras tanpa gelembung, warna coklat


bening

15

: 1

keras tanpa gelembung, warna kuning


muda

Sample 2 =

13

: 1

sedikit agak elastis, warna kuning muda

11

: 1

sedikit agak elastis, warna kuning muda

: 1

lebih elastis, tetapi ada gelembung

: 1

lebih elastis, tetapi ada gelembung

HTPB : TDI

Keterangan

: 1

keras, ada gelembung, kuning tua

keras, ada gelembung, kuning tua

11

sedikit elastis tanpa gelembung, warna


kuning muda

13

elastis, tanpa gelembung, kuning muda

15

elastis, tanpa gelembung, sedikit agak


lembek, warna kuning muda

Sampel 3 =

HTPB : TDI
7

Keterangan

: 1

Keras bergelembung, kuning muda


elastis, sedikit bergelembung, kuning
muda

11

: 1

elastis, tanpa gelembung, kuning


muda

13

elastis, tanpa gelembung, kuning


muda

15

elastis, tanpa gelembung, sedikit agak


lembek, kuning muda

17

elastis, tanpa gelembung, sedikit agak


lembek

Sampel 4 =

HTPB : TDI

Keterangan

: 1

keras, kropos

: 1

keras, kropos

11

: 1

keras, kropos

13

: 1

keras, kropos

367

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

15

: 1

keras, kropos

Dari hasil reaksi perbandingan HTPB dan TDI, dapat kita lihat, masing- masing sampel yang dicoba berbeda
beda hasilnya, kerena setiap sampel HTPB yang direaksikan, proses dan komposisi juga berbeda. Disini
terlihat, bahwa hasil polimerisasi dipengaruhi oleh bermacam- macam faktor, diantaranya : suhu reaksi, lama
proses, pelarut, katalis, dll. Struktur HTPB yang dihasilkan juga berbeda- beda, dan dapat mempengaruhi sifat
mekanik HTPB,

sedangkan yang kita ingingkan adalah struktur cis 1.4 HTPB, karena membuat elastis atau

tidak keras.

6.Kesimpulan
Dilihat dari hasil reaksi HTPB dengan TDI dari berbagai perbandingan, dapat kita simpulkan:
Pada sampel 1, yang bisa dipakai adalah perbandingan 9 : 1, dan 7: 1
Pada sampel 2, yang bisa dipakai adalah perbandingan 11 : 1, 13 : 1, dan 15 : 1
Pada sampel 3, yang bisa dipakai adalah perbandingan 11 : 1, 13 : 1, 15 : 1, dan
17 : 1
Pada sampel 4, tidak ada yang bisa dipakai, karena semua hasilnya keras dan
kropos
Daftar Pustaka
1.

Aranguen, M.I and William, R.J.J., 1998, Kinetic and Statistic Aspect of the Formation of
Polyyurethanes from Toluen Diisocyanate, J.Polymer Sci., 27, 424-428.

2.

Avery, H.E., 1982, Basic Reaction Kinetics and Mechanism, p.p. 355-370, The Macmillan Press Ltd.,
Hong Kong.

3.

Bhabhe, M.D. and Athawale, V.D., 1998, Chemoenzymatic Synthesis of Urethane Oil Based on
Special Funcional Group Oil., J.Appl. Polym. Sci 69, 1451-1458

4.

Dubois, C, Desilets, S., Ait- kadi, A., and Tanguy, P., 1995, Bulk Polymerization of HTPB with TDI :
a Kinetics Study Using 13C-NMR Spectroscopy., J.Appl. Polym. Sci., 58, 827-834

5.

Flory, J. 1969, Principles of Polymer Chemistry., p.35, Cornell University Press, London

6.

Gupta, D.C., Deo, S.S., Wast, D.V., Raomore, S.S., and Gholap, Dd.H., 1995, HTPB-Based
Polyurethanes for Inhibition of Composite Propellants., J.Appl.Polym. Sci., 65, 355-363

7.

Hepburn, C., 1982, Polyurethane Elastomers, Applied Science Publishers, p.p. 355-359, New York.

8.

Pryde, E.H., 1979, Fatty Acids, 2nd printing, p.p. 513-514, Illionis, AOCS

TANYA JAWAB
Pertanyaan (Turah Sembiring)
Selain HTPB adakah bahan yang dapat digunakan untuk propelan?
Jawab
Propelan dibedakan dari roket cair dan roket padat.roket padat dibedakan menjadi propelan komposit
dan propelan homogeny. Propelan komposit terdiri dari ammonium perklorat, HTPB, TDI, dan alumunium.

368

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PERHITUNGAN PRESTASI TERBANG ROKET RKX 170-LPN


DENGAN BERBAGAI SUDUT ELEVASI
Turah Sembiring
LAPAN
Abstrak
Penelitian ini membicarakan masalah perhitungan prestasi terbang roket RKX 170-LPN dengan sudut
Elevasi 50o, 60o dan 70o. Perhitungan dilakukan dengan data spesifikasi roket : berat total roket 120 kg, berat
propelan 34 kg, gaya dorong rata-rata 500 kgf, waktu pembakaran 8,5 detik dan diameter roket adalah 17 cm.
Perhitungan berdasarkan pada beberapa data dari konfigurasi roket, beban aerodinamik dan data
propulsi. Perhitungan prestasi terbang roket dilakukan dengan menggunakan metode Adams Bashforts
Moulton. Dengan sudut elevasi 50o diperoleh hasil perhitungan prestasi terbang roket antara lain waktu
terbang maksimum roket adalah 45 detik, jarak jangkauan maksimum roket adalah 11,145 km, ketinggian
maksimum roket adalah 1,738 km dan kecepatan maksimum roket adalah 1,119 mach. Dengan sudut elevasi
60o hasil perhitungan prestasi terbang roket adalah waktu terbang maksimum roket adalah 60 detik, jarak
jangkauan maksimum roket adalah 13,403 km, ketinggian maksimum roket adalah 3,270 km dan kecepatan
maksimum roket adalah 1,076 mach. Pada sudut elevasi 70o hasil perhitungan waktu terbang roket adalah 70
detik, jarak jangkauan maksimum roket adalah 11,734 km, ketinggian maksimum roket adalah 5,109 km dan
kecepatan maksimum roket adalah 1,040 mach.
Dengan telah diperolehnya prestasi terbang roket maka untuk selanjutnya dapat ditentukan apakah
roket RKX 170-LPN diluncurkan untuk penelitian atmosfir atau apakah roket diluncurkan untuk
pengembangan persenjataan. Hal ini tergantung pada antara lain sudut elevasi yang diluncurkan.

1. Pendahuluan
Dalam peluncuran suatu roket, salah satu bagian penting yang perlu diperhatikan untuk menentukan
prestasi terbang roket tersebut adalah waktu terbang roket, jarak jangkauan, ketinggian roket dan kecepatan dari
roket. Dengan diketahuinya prestasi terbang roket besarnya waktu terbang maksimum, jarak jangkauan
maksimum, ketinggian maksimum dan kecepatan maksimum dari roket dapat diketahui.
Roket yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah roket RKX 170-LPN tanpa dikendalikan yang
digunakan untuk penelitian atmosfir dan dapat dikembangkan untuk persenjataan. Dengan diketahuinya besar
gaya dorong, waktu

pembakaran dan sudut elevasi roket maka persamaan gerak roket tersebut dapat

diselesaikan dengan berbagai metode numerik, salah satu diantaranya adalah metode Adams Bashfort Moulton
yang hasilnya tidak begitu jauh menyimpang dari sebenarnya.
Perhitungan dilakukan dengan sudut elevasi 50o, 60o dan 70o. Dengan sudut elevasi ini maka diperoleh
prestasi gerak dari roket.
2. Persamaan Gerak Lintasan Roket
Gerakan suatu roket yang diluncurkan bukan untuk persenjataan tetapi secara khusus untuk penelitian
atmosfir dapat dianggap sebagai gerakan roket dengan lintasan dua dimensi. Arah dari lintasan roket dan sumbu
roket diasumsi berimpit sehingga sudut serang roket dan gaya angkat roket dapat diabaikan. Berdasarkan
asumsi ini maka persamaan gerak lintas roket dapat ditulis sebagai sistem persamaan differensial bukan linear
orde pertama yaitu sebagai berikut :

369

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

dx
= V cos
dt
dh
= V sin
dt
dV T D
=
g sin
dt
m

................................................................................... (2-1)

d g cos
=
dt
V
dm
= m&
dt
dimana :
D = gaya hambat roket
g = gravitasi roket
h = tinggi roket
m = massa roket
T = gaya dorong roket
t = waktu terbang roket
V = kecepatan
x = jarak jangkauan roket
.

m = laju aliran massa roket

= sudut lintas terbang roket

Gravitasi dari roket dapat dihitung berdasarkan formula :

R02
g = g0
( R0 + h) 2

......................................................................................... (2-2)

dimana :

g 0 = gravitasi muka laut = 9,81 m/det2


R0 = jari-jari bumi = 6856953,7402 m
Besarnya bilangan mach dihitung dengan formula

M =

V
.........................................................................................................................(2-3)
a

dimana M adalah bilangan mach roket dan a adalah kecepatan suara yang besarnya diasumsi konstan yaitu 340
m/det
Koefisien gaya hambat udara roket dihitung dengan formula :

370

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

CD = 0,4 + 0,5 M6 untuk M < 1...............................................................................(2-4)

CD =

0,16 + 0,74 / M untuk M > 1......................................................................(2-5)


Gaya hambat udara roket dihitung dengan formula :

D=

1
V 2 S C D .......................................................................................................(2-6)
2

dimana :
S = luas penampang roket
CD = koefisien gaya hambat udara roket

= diasumsi konstan = 0,1205 kg/m3

..

Dengan adanya formula gravitasi, bilangan mach, koefisien gaya hambat udara dan gaya hambat udara roket
maka dengan metode Adams Bashfort Moulton prestasi terbang roket dapat dilakukan.
2.1 Spesifikasi Roket RKX 170-LPN
Sebagai data perhitungan dari makalah ini diambil roket RKX 170- LPN yaitu roket LAPAN yang
diluncurkan oleh para peneliti LAPAN dengan data sebagai berikut:
Berat total roket

: 120 kg

Diameter roket

: 17 cm

Berat propelan roket : 34 kg


Gaya dorong rata-rata : 500 kgf
Waktu pembakaran

: 8,5 detik

Sudut elevasi

: 50o,60o dan 70o

Dengan adanya data perhitungan ini, perhitungan untuk memperoleh prestasi terbang roket dapat ditentukan.
2.2 Kondisi Awal Dan Batas
Dalam penerbangannya roket mempunyai kondisi awal dan kondisi batas. Kondisi awal adalah kondisi
pada saat roket mulai diterbangkan dan kondisi batas pada saat bahan bakar roket habis terbakar. Kondisi batas
ini dicapai bila massa roket adalah sama dengan massa struktur dan massa beban guna, jadi setelah propelan
roket habis terbakar.
Segmen lintasan setelah waktu kondisi batas dicapai adalah merupakan segmen lintas terbang bebas.
Setelah waktu ini terbang roket hanya digerakkan oleh kecepatan pada waktu bahan bakar habis dan ini
berlangsung hingga roket jatuh ketanah.
3. Massa Roket Selama Terbang
Massa awal roket didefinisikan sebagai jumlahan dari massa yang terdiri dari massa struktur, massa
propelan dan massa beban guna yaitu sebagai berikut :

m0 = mc + m p + mu .......................................................................................(3-1)
dimana :

371

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

m0 = massa awal roket


mc = massa struktur

m p = massa propelan
mu = massa beban guna
Propelan roket diasumsi terbakar secara merata. Propelan roket diasumsi terbakar secara linear, jadi
massa roket berkurang secara linear sampai propelan roket habis terbakar. Setelah propelan habis terbakar
massa roket adalah konstan.
Selama waktu pembakaran propelan massa roket dihitung sebagai berikut :

mi +1 = m0 m p .t / w1 ....................................................................................(3-2)
dimana :

mi +1 = massa selama propelan roket terbakar pada waktu ke (i+1)


w1 = waktu pembakaran roket
4. Solusi Persamaan Gerak Roket
Perhitungan dalam penelitian ini dilakukan dengan sudut elevasi 50o,60o dan 70o. Pertama sekali
masing-masing persamaan gerak lintas roket (2-1) ditulis sebagai satu variabel. Kemudian diintegrasikan
sehingga diperoleh solusi dari masing-masing persaman tersebut. Solusi untuk masing-masing persamaan gerak
lintas roket dengan metode Adams Bashfort Moulton dilakukan sebagai berikut :

dx
= F ( x) maka
dt

xi +1 = xi + F ( x)dx .....................................................(4-1)
ti

Ada tiga tahap dalam menyelesaikan persamaan ini. Tahap pertama adalah perhitungan prediktor, tahap kedua
adalah perhitungan korektor dan tahap ketiga adalah gabungan dari keduanya. Dengan melalui tahap-tahap ini
akhirnya diperoleh :
x i +1 = xi + z / 24(55 Fi 59 Fi 1 + 37 Fi 2 9 Fi 3 )
p

xic+1 = xi + z / 24(9 Fi +1 + 19 Fi 5 Fi 1 + Fi 2 )

...................................(4-2)

xi +1 = X ic+1 19 / 270( xic+1 xip+1 )


Dengan cara yang sama didapat juga solusi untuk variabel-variabel h, v dan . Dengan demikian telah
diperoleh formulasi untuk masing-masing variabel dari persamaan gerak lintas roket. Bahwa superskript p
menyatakan hasil prediktor dan superskript c menyatakan hasil koreksi dari perhitungan.

5. Hasil Perhitungan

372

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Hasil perhitungan yang diinginkan adalah waktu terbang roket, jarak jangkauan roket, ketinggian roket
dan kecepatan roket. Sudut elevasi yang digunakan adalah 50o, 60o dan 70o.
Pada sudut elevasi 50o waktu terbang maksimum roket yang dicapai adalah 45 detik, jarak jangkauan
maksimum roket adalah 11,145 km, ketinggian maksimum roket adalah 1,738 km dan kecepatan maksimum
roket adalah 1,119 mach.
Pada sudut elevasi 60o waktu terbang maksimum roket yang dicapai adalah 60 detik, jarak jangkauan
maksimum roket adalah 13,403 km, ketinggian maksimum roket adalah 3,270 km dan kecepatan maksimum
roket adalah 1,076 mach.
Pada sudut elevasi 70o waktu terbang maksimum roket yang dicapai adalah 70 detik, jarak jangkauan
maksimum roket adalah 11,734 km, ketinggian maksimum roket adalah 5,109 km dan kecepatan maksimum
roket adalah 1,040 mach. Prestasi terbang maksimum roket RKX 170-LPN satu tingkat dapat dilihat pada Tabel
5-1.
Tabel 5-1: Prestasi Terbang Maksimum Roket RKX 170-LPN

1
2
3
4

Sudut Elevasi

Hasil Perhitungan Prestasi Terbang

No

Roket RKX 170-LPN

50o

60o

70o

45 detik

60 detik

70 detik

Jarak Jangkauan Maksimum

11,145 km

13,403 km

Ketinggian Maksimum

1,738 km

3,270 km

Kecepatan Maksimum

1,119 mach

1,076 mach

Waktu terbang maksimum

11,734 km
5,109 km
1,040 mach

6. Pembahasan
Dari Tabel 5-1 diketahui bahwa waktu terbang maksimum roket terbesar yang dicapai adalah pada
sudut elevasi 70o dan terkecil adalah 50o. Pada sudut elevasi 70o waktu terbang maksimum yang dicapai roket
adalah 70 detik dan pada sudut elevasi 50 o adalah 45 detik.
Jarak jangkauan maksimum terbesar yang dicapai roket adalah pada sudut elevasi 60o yaitu 13,403 km.
Pada sudut elevasi yang lain yaitu 50o dan 70o jarak jangkauan maksimum yang dicapai adalah lebih kecil.
Ketinggian maksimum terbesar yang dicapai roket adalah pada sudut elevasi terbesar yaitu 70o. Makin
kecil sudut elevasi maka ketinggian maksimum yang dicapai adalah makin kecil.
Kecepatan maksimum terbesar yang dicapai roket adalah pada sudut elevasi 50o yaitu 1,119 mach.
Kecepatan maksimum akan lebih kecil bila sudut elevasi makin besar.
Bila roket adalah alat untuk penelitian atmosfir maka roket harus terbang pada sudut elevasi terbesar
o

yaitu 70 . Sedangkan bila roket dikembangkan untuk persenjataan maka roket harus terbang pada sudut elevasi
60o yaitu pada jarak jangkauan maksimum terbesar dari roket.
Gambar 6-1, Gambar 6-2 dan Gambar 6-3 masing-masing adalah gambar jarak jangkauan, gambar
ketinggian dan gambar kecepatan vs waktu terbang roket.

373

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

7. Kesimpulan
Dari perhitungan terbang roket RKX 170-LPN dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-

Waktu terbang maksimum yang dicapai roket adalah 70 detik. Hal ini untuk penelitian atmosfir.

Jarak jangkauan maksimum yang dicapai roket adalah 13,403 km pada sudut elevasi 60o. Hal ini untuk
mengembangkan persenjataan.

Tinggi maksimum yang dicapai roket adalah 5,109 km pada sudut elevasi 70o. Hal ini untuk penelitian
atmosfir.

Kecepatan maksimum terbesar yang dicapai roket adalah pada sudut elevasi 50o yaitu sebesar 1,119
mach. Hal ini untuk mengembangkan persenjataan.

Daftar Pustaka
1.

Neelson Jack N., Missile Aerodynamics , Mc Graw Hill Book Company, New York, 1960.

2.

Said Jenie., Desain Manual Roket , Jakarta, 1989.

3.

Sastry S.S., Introductory Methods Numerical Analysis , Prentice Hall of India, New York, 1979.

4.

Sembiring T dan Salam Ginting., Prediksi Penampilan Roket RKX 150-LPN A-DUI , Jakarta,
1995.

5.

Sembiring T., Prestasi Terbang Roket Dua Tingkat , Jakarta, 1999.

6.

Sembiring T., Perbandingan Solusi Metode Runge Kutta dan Metode Adams Bashfort Moulton
Dalam Persamaan Gerak Roket , Jakarta, 2000.

7.

Sembiring T., 2005, Menentukan Tinggi Maksimum Roket Balistik Dengan Beban Guna Tertentu
Yang Terbang ke Atmosfir , Prosiding Siptegan IX-2005, Jakarta.

8.

Sembiring T., 2008, Penelitian Prestasi Terbang Roket Sonda Satu Tingkat RX 320 , Jurnal
Teknologi Dirgantara, Jakarta.

9.

Sembiring T., 2009, Perhitungan Besarnya Gaya Hambat Udara Roket Satu Tingkat RX 100 Pada
Berbagai Sudut Elevasi , Prosiding Siptegan XIII-2009, Jakarta.

TANYA JAWAB
PERTANYAAN
Apa misi dan jangkauan roket RX-170?
JAWAB
Misi roket RX-170 adalah roket untuk kepentingan militer dan jarak jangkauan menengah (jangkauan
10-16 km). Roket tersebt merupakan salah satu desain roket roket jarak sedang dan menengah serta dapat
digunkaan sebagai roket bertingkat.

374

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

X (km)
14

60

12
50

70

10

4
2
t (detik)
0

10

20

30

50

40

60

70

waktu
Gambar 6-1: Jarak jangkauan vs waktu

h(km)

12
10
8
6
4
2
60

50
0

10

20

30

40

70
t(detk)

50

60

70

Waktu
Gambar 6-2 : Ketinggian vs Waktu

375

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

376

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

UJI STATIK RANCANG BANGUN SISTEM SEPARASI


ROKET BERTINGKAT
Wigati
LAPAN

Abstrak
Pada pengembangan roket di LAPAN, telah dirancang jenis roket
bertingkat dua. Untuk
mengoptimalkan kinerja terbang roket bertingkat ini yang berupa ketinggian dan jarak jangkau yang bisa
dicapai, kedua motor roket tersebut dipisahkan dengan dipasang sistem separasi roket bertingkat yang berfungsi
memisahkan roket tingkat I dengan roket tingkat II pada saat terbang.
Makalah ini manyajikan uji statik rancang bangun sistem separasi roket tipe piston yang diletakkan
pada sambungan roket tingkat I dan II yang selanjutnya untuk memisahkan kedua roket tersebut piston
diledakkan menggunakan sistem komando elektronik dan piroteknik yang berisi bahan peledak. Rancangan ini
telah diuji statik untuk roket bertingkat berdiameter 150 mm hasil rancangan LAPAN, didapat untuk berat roket
tingkat II 20 kg, menggunakan bahan peledak 2 gram ,roket tingkat II terlontar sejauh 2m. Dari grafik antara
berat roket tingkat II dengan jarak lontar terlihat linier.

1. Pendahuluan
Tujuan penggunaan wahana peluncur roket, dengan daya jangkau maupun ketinggian yang memadai,
dan berdayaguna untuk kepentingan masyarakat penguna roket makin mendesak, baik untuk kepentingan
umum, berupa roket pengorbit satelit maupun untuk kepentingan khusus yaitu sistem pertahanan dan keamanan
wilayah . Maka, salah satu pilihan alternatif dengan menggunakan roket bertingkat dua dan dilengkapi sistem
separasi sebagai upaya untuk mengoptimalisasi pencapaian ketinggian dan daya jangkau roket

pada saat

terbang.
Pada pengembangan wahana roket LAPAN dewasa ini, telah dipersiapkan untuk memenuhi tujuan
tersebut, yaitu memperoleh gaya dorong roket yang besar, pada motor roket tingkat satu dengan motor roket
konfigurasi propelan jenis bintang yang memiliki gaya dorong roket besar yang dipersiapkan sebagai motor
booster. Sedangkan, untuk dapat mencapai ketinggian dan daya jangkau yang optimal, pada motor roket tingkat
kedua dipilih konfigurasi propelan dengan waktu bakar yang panjang jenis cigaret burning.
Untuk mencapai ketinggian dan daya jangkau roket yang optimal, dipilih dengan mengabungkan kedua
jenis roket tersebut menjadi roket bertingkat. Pada operasional terbang kedua motor roket tersebut harus
dipisahkan dengan dipasangkan sistem sparasi roket bertingkat, diantara kedua bagian roket tersebut . Dengan
demikian wahana roket dapat memperoleh kecepatan awal yang cukup dari roket tingkat satu dan dapat
memperoleh ketinggian dan jangkauan yang optimum dari roket tingkat dua.
Selanjutnya dalam paper ini disajikan uji statik rancangan sistem separasi tersebut sehingga didapat
parameter- parameter dari sistem separasi ini untuk dilanjutkan dengan uji terbang roket .

377

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

2. Prinsip Dasar Sistem Separasi


Sistem separasi roket bertingkat adalah perangkat sistem pemisah roket dua tingkat saat terbang, terdiri dari
komponen struktur separator yang kompak dan kokoh, sistem komando elektronik dan piroteknik yang spesifik
dan harus dapat bekerja secara sinkron dengan kepresisian yang tinggi.Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat
pada gambar berikut:

Motor roket tk I

Sistem
separasi

Motor roket tk II

Gambar 2.1. Hubungan Motor Roket tk I Dengan Motor Roket tk II


Sistem separasi roker bertingkat harus dapat bekerja pada waktu yang tepat dan terprogram secara
cermat. Separasi roket tingkat satu dan tingkat dua terjadi atas perintah system komando elektronik yang
diprogram waktunya. Waktu mengaktifkan separasi dilakukan sesaat setelah motor roket tingkat satu habis
terbakar, sedangkan seting waktu yang tepat untuk separasi dapat dilihat dari kurva thrust dan tekanan yang
diperoleh dari uji statik motor Roket.
Dari Kurva Gaya Dorong Motor Roket Dan Data Fisiknya, Dapat Ditentukan Gaya Dorong Piston
Separasi Yang Diperlukan Untuk Mendorong Melepaskan Motor Roket Tingkat Satu Dari Roket Tingkat Dua.
Berikut Ilustrasi Cara Kerja Separasi

378

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Roket Tingkat 2

Roket Separasi

Roket Tingkat 1
Roket Tingkat 2
Recover
Roket 2 Tingkat mulai terbang

Gambar 2.2 Ilustrasi cara kerja separasi roket bertingkat


3. KOMPONEN SISTEM SEPARASI
Bagian-bagian atau komponen system separasi roket bertingkat dua yang dirancang di LAPAN adalah:
1.

2.

3.

Sistem mekanik separasi :

Piston pelontar

Iner pelurus separator

Cakar pelurus

Sistem elektronik separasi

Timer system perintah serparasi

Saklar perintah otomatis

Baterai

Piroteknik

Sumber daya pelontar

Penyala awal / squip

Gambar berikut ini adalah susunan komponen system separasi roket untuk roket bertingkat dua.

379

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 3..1 Rancangan system separasi roket 2 tingkat


3.1

Piston Pelontar Separasi


Sistem separasi yang digunakan untuk memisahkan motor rokek tk I dengan motor roket tk II

menggunakan suatu piston yg berfungsi untuk mendorong motor roktet tk II saat pemisahan dilakukan. Agar
tenaga ledak piroteknik pada system separasi bekerja secara optimal maka kontruksi piston perlu diperhatikan
terutama pada ketebalan dinding-dinding piston. Karema pada dinding-dinding ini akan bekerja gaya yang
timbul akibat ledakan piro teknik didalam piston.
Gaya-gaya yang akan timbul pada ruang piston :

Gaya longitudinal yaitu gaya yang searah dengan sumbu piston atau roket (P1)

Gaya aksial yaitu gaya yang searah dengan poros piston (P2)

P2
P1

P1

Gambar 3.1.1. Diagram gaya-gaya pada ruang ledak piston


Piston pelontar separasi adah bagian utama pada system separasi ini, piston berfungsi sebagai pendorong
untuk memisahkan roket tingkat I dan roket tingkat II .
Piston yang berbetuk silinder bertingkat dengan salah satu sisi ujung silinder tertutup dengan luasan rongga
bagian dalam yang dirancang cukup untuk volume udara/ oksigen yang diperlukan untuk penyalaan sistem piro
teknik didalam rongga tersebut. Bagian tutup dan diding piston ketebalanya harus memiliki kemampuan untuk
menahan tekanan yang terjadi didalamnya, sehingga besaran tekanan ini akan membangkitkan gaya dorong pada
piston yong diperlukan untuk mendorong beban minimal seberat motor roket yang habis pembakarannya. Karena

380

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

piston ini dirancang untuk bebas bergerak kearah depan bagian piston yang tertutup dengan tumpuan gesekan
pada diding piston bagian luar, agar tenaga dorong piston tidak mengalami rugi-rugi daya atau hambatan tenaga,
maka permukaan diding piston bagian yang begesekan dengan silinder rumah piston diperkecil dengan membuat
alur-alur yang berbentuk ring merata pada diding bagian luar.

Gambar 3.1.2. Piston sistem separasi


3.2

Inner Silinder Pelurus Separator


Inner adalah bagian komponen yang berfungsi ganda, yaitu sebagai penyabung dan sekaligus pelurus

sambungan antara roket tingkat I dan roket II. Selain fungsi tersebut inner juga berfungsi sebagai rumah piston
atau silinder piston. Pada bagian inner ini akan dibangkitkan kompresi tekanan yang timbul karena piston
bergerak kearah depan. Ketebalan dinding silinder inner dibuat untuk mampu menahan sambungan roket
bertingkat. Bagian ujung depan dari inner bekerja sebagai penghubung dengan bagian nosel pada riket tingkat II,
sedangkan bagian belakan ujung inner berfungsi untuk menyambung roket tingkat I pada bagian capnya. Pada
ujung inner bagian depan dengan diameter yang disesuaikan dengan ujung nosel tingkat II bagian belakang.
Kedua bagian diding ini permukanya harus licin agar memperkecil gesekan, selain itu pemukaanya dibuat agar
permukaan diding yang begesekan sekecil mungkin yaitu diding bagian luar untuk nosel dan permukaan bagian
dalam untuk inner, baik berfungsi untuk sanbungan maupun sebagai silinder piston separasi ( Gambar 3 inner
separasi sambungan pelurus )

381

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 3.2.1. Inner separasi sambungan pelurus


3.3 Cakar Pelurus Separasi
Dinamakan cakar karena bentuknya mirip cakar binatang, cakar ini juga berfungsi ganda, yaitu berfungsi
untuk menyambung kedua bagian roket bertingkat,dan berfungsi juga untuk meluruskan sambungan roket
tingkat I dan roket tingkat II bersama dengan komponen inner. Jikalau inner berfungsi meluruskan sambungan
dari arah dalam maka cakar menjaga kelurusan pada bagian luar sambungan.
Selain fungfsi tersebut diatas cakar juga berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran dudukan
roket yang berupa posisi puntiran dari roket tingkat II terhadap motor tingkat I. Cakar dibuat dengan ketebalan
yang diperhitungkan mampu menahan sambungan kedua roket pada saat terbang. (Gambar 4 rancangan Cakar
pelurus separasi )
Bagian yang perlu dicermati pada cakar ini adalah, pada celah cakar yang terdiri dari empat bagian yang
terbagi pada sudut lingkaran 900, dimana ditempatkan sirip roket tingkat II . Posisi cengkeraman cakar perlu
diberikan celah toleransi cepitan cakar terhadap rumah sirip agar tidak menghambat pergeseran pelepasan pada
saat separasi bekerja.

382

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Gambar 3.3.1. Cakar pelurus separasi


3.4

Piroteknik
Piroteknik adalah komponen sumber daya pelontar yang dipasang pada bagian dalam piston pelontar

separasi. Sehingga kemampuan untuk memisahkan pada system separator sangat tergantung dari daya ledak
yang membangkitkan gaya dorong dari piroteknik didalam ruang ledak piston.
Menurut formula Morton Shorr, berat bahan peledak yang berupa black powder dapat ditentukan sebagai
berikut:

W =

1
g 0 V c Pc
1 T Ra T
i
M ig

Dimana :

Ve

= Volume ruang bakar

Pe

= Tekanan gas pembakaran

Tg

= Temperatur pembakaran

= Fraksi pembakaran

Mig

= Berat molekul gas pembakaran

Ra

= Tetapan gas

go

= Percepatan grafitasi

383

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

4. Uji Statik Sistem Separasi


SUB SISTEM

PROTO TYPE SISTEM


SEPARASI

PEREKAM DATA DAN


VISUALISASI

Gambar 4.1. Skema operasional Uji Statik


5. Pembahasan Dan Hasil Yang Dicapai
Sebelum dirangkai menjadi sebuah rancangan sistem separasi untuk diuji statik , terlebih dahulu
dilakukan uji masing-masing komponen antara lain:

Piston pelontar sebagai bagian utama untuk mendorong terpisahnya dua bagian roket
dan pada pengujiannya terlihat optimalisasi kinerja piston terletak pada ruang bakar
dimana ditempatkan piroteknik.

Gambar 5.1.Piston pelontar separasi

Piroteknik sebagai sumber daya pembangkit gaya dorong gerakan piston pendorong,
Untuk pengujian piroteknik optimalisasi kinerja terletak pada ketepatan jumlah black
powder isian yang dipasang dan kualitas sistem penyala awal tidak gagal menyala.

Gambar 5.2. Piroteknik.

384

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Sistem elektronik separasi yaitu sistem perintah untuk menyalurkan daya listrik
penyala piroteknik. Pengujian timer piroteknik optimalisasi terletak pada ketepatan
waktu perintah yaitu tepat seperti waktu perintah kerja piroteknik yang dirancang
dan kemampuan untuk meneruskan daya listrik ke penyala awal

Gambar 5.3.Sistem elektronik separasi


Tahap selanjutnya dilakukan uji Statik untuk rancang bangun sistem separasi dengan rangkaian seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.4. Rangkaian Uji Statik Sistem Separasi


Adapun data spesifikasinya adalah:
Diameter

: 150 mm

Panjang : 25 mm
Bahan
Squip

Piston

: Aluminium ketebalan 6mm


: 1 buah (6 volt, 1 amp )

Berat beban yang dilempar

: 20 kg

Berat Isian (black powder) : bervariasi


Posisi tempat : horisontal

385

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Friksi dianggap nol


Dan hasil uji statik ditunjukkan dalam bentuk kurva berikut ini:

kurva piroteknik Vs jarak

jarak lontar (cm)

2500
2000
2000
1500
1000
500

250

400

500

1.5

0
0.5

piroteknik (gram)

Gambar 5.5. Kurva Piroteknik VS Jarak


Kurva Beban payload vs Jarak lontar

jarak lontar (m)

3 2.5
2.5
2

2.2

2
1.4

1.5

1.2

1
0.5

0.75
0.4

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Beban payload (kg)

Gambar 5.6. Kurva beban payload (roket tk II) VS Jarak


6.

Kesimpulan
1) Bahwa komponen piston denganvolume ruang bakar yang dirancang dengan material
aluminium dan ketebalan min 6 mm dapat beroperasi dengan baik dan memenuhi syarat teknis
dan fungsinya.
2) Dari uji coba piroteknik maka penggunaan black powder yang tepat yaitu 2 gram telah mampu
menisahkan beban denga beban dumyload seberat 20 kg dengan getaran minimal ( yaitu
getarn ledakan yang tidak menganggu kinerja roket),
3) Timer bekerja pada 10 detik dan bekerja tepat waktu dengan kemampuan menyalurkan daya
listrik bertegangan 6 volt, kuat arys 1 Amp untuk menyalakn penyala awal dengan sempurna
4) Pada uji beban separator mampu memisahkan beban yaitu simulasi dua roket tingkat satu dan
tingkat dua dengan sempurna.

386

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Daftar Pustaka
1. Howard S. Seifert,1959, Space Technology, John Willey and Sons,

New York.

2. Kcham B,et al,1967,Rocket and Space Science Series, Vol 1 Propulsion,Amateur Association, W.
Foulsham and Co, England.
3. Morton Shoor,1967, Solid Rocket Technology, John Willey and Sons,

New York.

4. Sutton G P,2001,Rocket Propulsion Elements ,John Willey and Sons,

New York.

5. Thomson W T, 1985, Introduction to Space Dynamics, Douver Publication Inc, New York.

TANYA JAWAB
PERTANYAAN (Prapto)
Roket ini menggunakan bahan bakar padat atau cair?
JAWAB
Roket berbahan bakar padat
PERTANYAAN (Geni)
Apa misi besar roket jenis ini?
JAWAB
Sistem separasi digunakan untuk separasi pada roket RX-200 dengan misi sistem separasi pada roket
pengorbit satelit (RPS).

387

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PEMBUATAN MONOGLISERID
DARI MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)
Oleh
Estiningsih TH
Abstrak
Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil / CPO) merupakan trigliserid dari ester asam lemak jenuh dan
tak jenuh yang tidak memiliki gugus hidroksil, tetapi pada proses esterifikasi pada minyak kelapa sawit akan
dihasilkan monogliserid yang memiliki dua buah gugus hidroksil, kemudian digliserid dengan satu gugus
hidroksil dan gliserol.
Senyawa alkohol yang biasa digunakan pada proses esterifikasi adalah monoalkohol (methanol,
etanol) dialkohol (butandiol, etilen glikol) atau trialkohol (gliserol)

1.

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara agraris tengah mengusahakan sektor industry andalan terutama perkebunan
kelapa sawit.
Produk ekspor minyak kelapa sawit nasional lebih dari 50% berupa minyak kelapa sawit curah (CPO), sehingga
nilai ekspor relatif rendah.
Disamping itu mutu minyak kelapa sawit curah dari Indonesia dikenal bermutu rendah, hal tersebut
yang menyebabkan harganya yang kurang dapat bersaing dengan baik di pasaran internasional.
ntuk itu diperlukan langkah perbaikan mutu pada minyak kelapa sawit hasil olahan atau melalui diversifikasi
CPO supaya diperoleh produk lain yang memilikin nilai ekonomis yang lebih tinggi.
2.

Teori
Minyak adalah lemak yang pada suhu kamar berbentuk cair, umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan
seperti jagung, zaitun, kelapa sawit dan sebagainya.
Wujud lemak berkaitan dengan asam lemak pembentuknya, untuk lemak yang berwujud cair (minyak)
banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (C17H31COOH), asam linoleat (C17H31COOH)
sedang lemak yang berwujud padat lebih banyak mengandung asam lemak jenuh seperti asam astearat
(C15H35COOH) dan asam palmitat (C15H31COOH).
Untuk mendapatkan monogliserid dan gliserol dari minyak kelapa sawit (CPO) dibutuhkan proses
esterifikasi.
Proses esterifikasi dengan alkohol disebut alkoholisis dan yang menggunakan gliserol disebut gliserolisis,
dengan jumlah monogliserid yang dihasilkan lebih banyak dari gliserid (Pryde, 1979)
Produk yang terbentuk tidak sempurna, selalu dalam bentuk campuran monogliserid, digliserid dan ester
dalam reaksi kesetimbangan.

388

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut :


H2 C O CO R1
HC O CO R2
H2 C OH
H2 C O CO R1
H2 C O CO R2 + 3ROH
H2 C O CO R3

H2 C OH + R1COR + R2COR
HC OH
H2 C O C R3
H2 C OH
H C OH + R1 -C-OR + R1 -C-OR + R1 -

Katalisator yang digunakan adalah asam sulfat atau asam klorida (untuk yang bersidat asam) serta natrium
hidroksida atau kalium hidroksida untuk yang bersifat basa (Wiratni, 1995). Penggunaan katalisator basa lebih
memberikan keuntungan karena reaksi dapat berjalan lebih cepat meskipun suhu proses menggunakan suhu
rendah.
Adapun kelemahan adalah menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan dan reaksi harus pada kondisi
benar-benar bebas air.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi adalah waktu, suhu, katalisator,
pencampuran. Perbandingan komposit zat dan konsentrasi zat pereaksi.
a. Waktu
Semakin lama waktu reaksi maka konversi minyak nabati akan akan semakin besar hingga dicapai titik
kesetimbangan. Dengan bertambah panjang waktu reaksi, akan member kesempatan molekul-molekul zat
pereaksi untuk saling bertembukan.
b. Suhu
Dengan semakin tingginya suhu reaksi maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat.
Hal tersebut disebabkan semakin meningkat pula energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul zat pereaksi.
c. Katalisator
Reaksi energi aktivasi yang lebih rendah dari reaksi normal akan membuat jalur baru reaksi sehingga
kecepatan reaksi mengalami peningkatan (Hill, 1977)
d. Pencampuran
Pencampuran yang baik akan memurnikan tahanan perpindahan massa dan panas secara konversi.
e. Konsentrasi zat pereaksi
Tingginya zat konsentrasi dapat meningkatkan kecepatn reaksi, karena semakin tinggi konsentrasi zat
pereaksi, akan semakin banyak frekuensi terjadinya tumbukan antar molekul zat yang bereaksi.
3.

METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh produk monogliserid dari minyak kelapa sawit (CPO) dilakukan dengan proses
gliserolisasi.
Adapun tahapan proses :
- Persiapan bahan-bahan
- Set alat-alat proses
- Tahap pencampuran

389

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

- Proses reflux
- Proses penguapan
3.1. Bahan-bahan yang dibutuhkan
- Sebagai bahan baku adalah CPO hasil perkebunan produksi PT Wahana Citra Nabati Jakarta dengan
spesifikasi :
Freefat acid
0,05% max
Colour Intensty 2,5/30 max
25 red/yellow
Iodin value
50 54
Melting point
36 45
Peroxide content 0,7 max
(m.eq/100 g eq)
Moisture Content 0,05% max
Taste
Bland
- Sebagai katalisator digunakan bahan sodium metylat (CH3ONa)
3.2. Sebagai pelarut , Piridin (C6H5NO)
3.3. Alat-alat yang dibutuhkan
3.4. Cara Kerja
- Labu leher 4 sebagai reaktor, stirrer, thermometer, water bath/oil bath.

Tahapan Persiapan
Minyak kelapa sait curah (CPO) dioven dengan suhu 115C selama 4 jam
Timbang minyak tersebut sesuai komposisi
Pembuatan monogliserid (CPOm & CPOg)
Masukkan berturut-turut CPO, gliserol, sodium metylat kedalam reaktor
Set suhu sampai suhu didalam reaktor 115C
Pendingin balik difungsikan
Waktu proses 4 jam dihitung setelah suhu di dalam reaktor 115C
Larutan hasil proses dipindahkan ke dalam reaktor Reflux untuk mendistilasi piridinnya
Dilanjutkan dengan penguapan dan penimbangan hasil monogliserid
Bagian larutan yang lainnya dituang dalam cetakan 2cm x 2cm x 10cm untuk uji kuat mekaniknya
(dilakukan di laboratorium teknologi polimer tinggi UGM Yogyakarta.

4.

Hasil Penelitian
Alkoholisis CPO dengan methanol dihasilkan campuran trigliserid (CPO), digliserid (ada gugus OH = 1,
monogliserid (gugus OH = 2) dan gliserol (gugus OH = 3) dan metal ester.

390

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Komposisimonogliseriddenganmethanoltertulispadatabelberikut:
KOMPOSISIKOMPONEN(%BERAT)
KODE
TG

DG

MG

ME

CPOm1

12

50

25

CPOm2

10

15

60

CPOm3

11

14

42

28

CPOm4

16

52

19

CPOm5

12

10

55

18

CPOm6

11

17

65

Alkoholisis dengan gliserol dihasilkan monogliserid (CPOg) yang lebih banyak dibanding alkoholisis
menggunakan methanol. Kadar monogliseridnya dapat mencapai 35%. Hasil selengkapnya komposisi gliserid
dalam CPOg ditampilkan dalam tabel berikut ini.
KOMPOSISIKOMPONEN(%BERAT)
KODE
TG

DG

MG

ME

CPOg1

15

35

14

28

CPOg2

16

32

15

32

CPOg3

17

34

23

20

CPOg4

20

36

21

16

CPOg5

11

34

18

29

CPOg6

17

25

40

5.

Kesimpulan

391

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dari bahan dasar CPO, pada pembentukan menjadi polyurethane adalah CPO yang diproses dengan
komposisi CPO / Gliserol / Piridin / Sodium Metylat 50 / 75 / 600 / 0,40 dan memiliki sifat rekat sampai
suhu 400C.

392

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

UPAYA MENDAPATKAN DISRIBUSI BERAT MOLEKUL YANG SEMPIT


Heri Budi Wibowo
Bidang Material Dirgantara LAPAN
Abstrak
Penelitian pembuatan HTPB secara bulk polymerization dimaksudkan untuk mendapatkan HTPB
dengan distribusi berat molekul rata-rata polimer yang lebih sempit. Polimerisasi secara bulk akan
memberikan polimer dengan distribusi berat molekul yang lebih sempit atau seragam karena proses inisiasi
terjadi secara seragam dengan kecepatan yang relatif tetap. Penelitian dimaksudkan untuk mempelajari
pembuatan HTPB dengan beberapa inisiator dan perlakuan untuk memperoleh HTPB dengan berat molekul
rata-rata yang sempit dan mendekati 5000 g/mol.
Butadien (98%) dipolimerisasikan dengan inisiator litium dan natrium yang telah diaktivasi dalam
autoklaf kapasitas 250 mL, kondisi bebas udara. Reaksi dijalankan pada suhu kamar, kemudian diterminasi
dengan etilen oksid untuk membentuk HTPB. Berat molekul rata-rata polimer ditentukan dengan osmometer.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa distribusi berat molekul rata-rata polimer dapat diperkecil
dengan polimerisasi secara ionik daripada polimerisasi radikal bebas. Pelarut non polar (parafin) akan
memberikan distribusi berat molekul rata-rata HTPB yang lebih sempit dibandingkan dengan pelarut polar
(toluen). Demikian pula semakin kecil elektronegativitas logam (katalisator) akan memberikan distribusi berat
molekul yang lebih sempit karena reaktivitas nya lebih tinggi dan terjaga, ditunjukkan dengan penggunaan
katalisator Litium memberikan distribusi berat molekul yang lebih sempuit dibandingkan katalisataor natrium.

1. Pendahuluan
Propelan komposit padat pada umumnya digunakan untuk keperluan roket peluncur dan misil. Bahan
bakar roket padat merupakan bahan komposit, yang diperoleh dengan cara mereaksikan antara fuel binder
(pengikat) dengan bahan curing agent (retikulasi) untuk memperoleh struktur jala suatu polimer sebagai bahan
pengikat oksidator.
Poliuretan merupakan reaksi dari isosianat dengan alkohol, asam, atau amin. Untuk kepentingan
propelan komposit padat, pilihan utama yang digunakan beberapa roket peluncur komersial dan juga LAPAN
adalah toluen diisosianat dan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiene) karena di samping memiliki nilai
energetik yang tinggi, juga memiliki sifat mekanik yang sangat baik untuk propelan. Oleh karena itu LAPAN
mengembangkan propelan komposit padat berbasis poliuretan dari TDI dan HTPB. Bahan HTPB merupakan
bahan yang tidak dijual bebas, sehingga pengadaannya sulit, apalagi dikaitkan dengan industri militer. Oleh
karena itu perlu diupayakan untuk dapat membuat HTPB sendiri sehingga keperluan bahan utama propelan
komposit padat dapat dicukupi sendiri.
Ada beberapa metode untuk membuat HTPB, pertama polimerisasi butadien dengan radikal bebas
menggunakan inisiator hidrogen peroksida. Hasil polimer biasanya diperoleh struktur 1,2-HTPB yang dominan
dan distribusi berat molekulnya tidak seragan (sebarannya sangat luas). Cara kedua polimerisasi anionik dengan
inisiator logam alkali tanah (Li, Na, K, dll.) dan senyawa organiknya seperti BuLi, BuNa, dan sebagainya.
Laporan penelitian tahun 2002 telah dapat dihasilkan HTPB dengan menggunakan inisiator natrium (Heri dkk.,
2002). Banyak jurnal menyatakan berhasil membuat HTPB,namun ada bagian proses yang tidak dijelaskan

393

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

karena nilai strategisnya HTPB). Hal tersebut dapat dilihat pada jurnal yang menyatakan berhasil membuat
HTPB pada tahun 1940-an (Morton dll, 1950).
Bagian yang penting dari karakterisasi polimer (HTPB) adalah distribusi berat molekul rata-rata dan
strukturnya. Distribusi berat molekul rata-rata yang diinginkan adalah sempit atau seragam sehingga hasil
poliuretan yang diperoleh memiliki sifat fisik dan mekanik yang homogen. Semakin sempit distribusiberat
molekul rata-rata, maka sifat molekul polimer mendekati sebagai senyawa tunggal, sehingga sifat fisik memiliki
daerah batas yangsempit pula, sehingga karakterisasi polimer bersifat tunggal. Penelitian ini mencoba mengurai
metode-metode pembuatan HTPB dan distribusi berat molekul yang dihasilkan.

2.Landasan Teori

Reaksi polimerisasi butadien menjadi polibutadien merupakan reaksi polimerisasi adisi, dengan
pertumbuhan rantai secara serentak. Butadien dapat dipolimerisasi dengan tiga jenis inisiator, yaitu inisiator
radikal bebas, inisiator ionik, dan inisiator ionik koordinasi. Tahapan polimerisasi adisi adalah inisiasi, yaitu
pengaktifan monomer agar menjadi senyawa dengan ujung gugus aktif yang siap untuk tumbuh berpolimerisasi.
Pada reaksi dengan inisiator radikal bebas, maka inisiasi terjadi dengan pembentukan radikal OH dari
reaksi redoks H2O2/Fe(III) atau splitting H2O2 menjadi radikal OH*. Selanjutnya radikal bebas bereaksi dengan
butadien membentuk butadien radikal aktif (M*). Selanjutnya propagasi/pertumbuhan polimer terjadi dengan
reaksi radikal M* dengan monomer butadien membentuk radikal aktif baru yang lebih panjang (MnM*).
Selanjutnya terminasi terjadi dengan reaksi kopling (penyatuan radikal aktif menjadi polimer tidak aktif,
M2n+1M) atau terminasi oleh senyawa lain seperti OH* membentuk HTPB. Karena terminasi atau pembentukan
polimer melalui dua cara dengan kemungkinan reaksi yang sama, maka diperkirakan akan terbentuk hasil
polimer-polimer yang panjang yang berbeda. Selain itu, kecepatan pembentukan radikal bebas sangat cepat
sehingga reaksi propagasi akan semakin besar kemungkinan berhenti di tengah jalan, sehingga kemungkinan
besar panjang molekul polimer tidak seragam. Hal ini disebabkan reaksi radikal bebas terjadi secara simultan
sehingga ada kemungkinan reaksi kopling terjadi lebih awal. Dengan demikian, ketidakpastian terjadi kopling
cukup besar.
Disosiasi:

H2O2

OH*

Inisiasi

OH* + M

M*

Propagasi

M* + M

MM*

MM* + M

M2M*

Mn-1M* + M

MnM*

MnM* + MnM*

M2n+1M

MnM* + OH*

.
Terminasi

MnM

Untuk inisiator ionik maka pada inisiasi, monomer bereaksi dengan inisiator logam membentuk
monomer

aktif (tersisipi logam). Tahap berikutnya adalah propagasi, yaitu pertumbuhan rantai polimer

394

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

sehingga polimer makin panjang. Ini terjadi dengan adanya monomer yang teraktifkan menjadi suatu monomer
aktif

bereaksi dengan monomer lain terus-menerus menjadi rantai mer-mer yang aktif satu per satu.

Pertumbuhan rantai menjadi sangat besar, dan pertumbuhan rantai akan berhenti bila terjadi reaksi terminasi,
yaitu reaksi matinya polimer aktif yang sedang tumbuh. Proses terminasi dapat terjadi memlalui reaksi antara
sesama polimer aktif, atau dengan adanya suatu senyawa lain yang bereaksi dengan radikal polimer menjadi
senyawa yang stabil.
Untuk mendapatkan polibutadien dengan dua gugus ujung aktif seperti HTPB (gugus ujung aktifnya
adalah gugus hidroksil), maka inisiator yang dapat digunakan adalah logam litium, natrium, kalium kemudian
diterminasi dengan etilen oksid.
Inisiasi :
Li + H2C-CH=CH-CH2

[H2C=CH-CH=CH2]-Li+ (Li+M-Li+)

Propagasi :
M + Li+M-Li+

Li+MM-Li+

M + Li+MM-Li+

Li+M3-Li+

M + Li+M3-Li+

Li+M4-Li+

Li+Mx+1-Li+

.
.
M + Li+Mx-Li+
Terminasi:
Li+Mx-Li+

EtO

HO-Mx-OH + 2LiOH

Berat molekul rata-rata polimer ditentukan dengan persamaan Stockmayer (1951), dimana untuk reaksi
polimerisasi anionik. Berat molekul rata-rata polimer merupakan perbandingan berat monomer dibagi dengan
monomer mula-mula.
C
Mn = ------Co
3. Metodologi Penelitian
Bahan utama yang digunakan adalah gas butadien, kemurnian 98%, diperoleh dari PT SINTETIKA
JAYA, Serang. Gas butadien sebelum digunakan dilewatkan ke dalam larutan 6N sodium hidroksida dan
kalsium klorida untuk menghilangkan impuritis yang ada. Logam Litium diperoleh dari Merck Jakarta, berupa
litium bubuk kondisi segar dan murni. Gas nitrogen diperoleh dari PT Aneka Gas dan Industri, Tangerang.
Sebelum digunakan, gas nitrogen dilewatkan ke dalam larutan 6N sodium hidroksida, kalsium klorida, dam
logam sodium untuk menghilangkan impuritis yang terkandung di dalamnya.
Polimerisasi dilakukan dengan kondisi inert, semua peralatan dicuci menggunakan pelarut toluen.
Inisiator yang digunakan untuk sistem radikal bebas adalah H2O2 dan Besi (II) sulfat, sedangkan untuk reaksi
anionik menggunakan logamlitium dan natrium. Polimerisasi terjadi dalam kondisi bulk. Polimerisasi dilakukan
dalam reaktor berupa autoklaf dengan suhu operasi suhu kamar.
Reaksi polimerisasi secara anionik dilakukan dengan memasukkan bubuk logam (litium dan natrium)
sejumlah tertentu ke dalam reaktor yang telah diisi toluen, kemudian diaduk dengan kecepatan 400 rpm. Mula-

395

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

mula dialirkan nitrogen untuk mengusir udara dalam reaktor, kemudian reaktor ditempatkan pada refrigeran
pada suhu 20 C dan dialirkan gas butadien selama waktu tertentu. Setelah itu, reaktor ditempatkan pada shaker
dan diputar dengan kecepatan 150 putaran per menit. Setelah waktu tertentu (24 jam), reaktor dialiri gas etilen
oksid beberapa saat untuk terminasi. Berat molekul ditentukan dengan VPO.
Reaksi polimerisasi secara radikal dilakukan dalam sistem emulsi. Ke dalam reaktor dimasukan bahan
berturut-turut akuades, besi (II) sulfat, kalium sulfat, dan hidrogen peroksida 30%. Kemudian setelah diatur
kecepatan pengadukan dan suhu reaksi (suhu kamar), kemudian dialirkan butadien . Reaksi dijalankan selama 24
jam. Perlakukan yang lain sama dengan perlakuan untuk reaksi secara anionik.
4. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan awal, dapat ditunjukkan bahwa polimer terjadi secara visual dengan
adanya cairan kental bening (mirip dengan HTPB yang digunakan LAPAN). Berdasarkan perubahan viskositas
yang terjadi, mendukung adanya polibutadien yang terjadi. Untuk mendukung pernyataan tersebut, dilakukan
analisis FTIR, serapan FTIR spesifik pada 910 cm-1, 1250 cm-1, 1650 cm-1, 3080 cm-1, 966 cm-1, 1380 cm-1, dan
1400 cm-1 menunjukkan bahwa polibutadien betul-betul terbentuk seperti ditunjukan pada spektra FTIR 1-11.
Untuk reaksi polimerisasi dengan katalisator litium dengan menggunakan pelarut paraffin, dimana
semakin lama reaksi maka berat molekul rata-rata akan naik, sesuai dengan meningkatnya panjang rantai. Untuk
berat katalisator yang sama, semakin lama polimerisasi berlangsung maka berat molekul akan semakin besar
karena reaksi semakin lama maka jumlah polimer yang tumbuh semakin panjang sehingga berat molekul
semakin besar. Untuk lama waktu yang hampir sama, dengan kenaikan berat katalisator yang digunakan maka
berat molekul semakin besar karena semakin banyak katalisator maka jumlah monomer yang bereaksi secara
serentak semakin banyak sehingga waktu terminasi berat molekul masih memiliki panjang rantai yang relatif
panjang. Apabila berat katalisator yang digunakan relatif sedikit, maka polimer yang tumbuh semakin lamasemakin panjang karena memiliki pertumbuhan yang lebih sedikit dengan adanya inisiator yang tersedia lebih
sedikit sehingga berat molekul menjadi kecil. Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa distribusi berat molekul
rata-rata mendekati 0,9 atau dianggap cukup sempit. Hal tersebut dikarenakan reaksi pertumbuhan rantai polimer
terjadi dengan step by step, sehingga pada waktu yang sama kemungkinana untuk terjadi terminasi hampir sama.

396

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Selanjutnya polimerisasi butadien secara anionik dengan katalisator natrium dilakukan dalam pelarut toluen.
Pelarut toluen dipilih karena toluen memiliki titik didih mendekati natrium, sehingga saat litium mencair
(perlakuan awal untuk membuang pengotor dalam litium) udara terusir dengan uap tolen yang mendidih. Kondisi
percobaan ditunjukkan pada tabel 2 dan hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 3. Ternyata distribusi berat
molekul rata-rata polimer lebih rendah dari polimerisasi dengan litium, yaitu 0,87. Reaktivitas litium lebih tinggi
daripada natrium, sehingga kecepatan reaksi pertumbuhan rantai (propagasi) terjadi lebih cepat daripada pada
polimerisasi dengan natrium. Karena reaksi propagasi yang lebih cepat, maka reaksi inisiasi yang terjadi
(pembentukan monomer aktif) selalu langsung diikuti dengan reaksi propagasi sehingga reaksi samping lebih
kecil terjadi. Hal tersebut ditunjukkan dengan tetapan keepatan reaksi pertumbuhan reaksi polimerisasi butadien
dengan natrium sebesar 10x lebih lambat daripada reaksi polimerisasi dengan katalisator litium (Wibowo,
2004).
Tabel 1. Kondisi proses tiap percobaan.
Percobaan

Kondisi

P1

Toluen 60 mL, Logam natrium 1 gr, butadien dialirkan setengah jam,


reaksi 24 jam.

P2

Toluen 60 mL, Logam natrium 1,5 gr, butadien dialirkan satu jam,
reaksi 36 jam.

P10

Toluen 60 mL, Logam natrium 1,5 gr, butadien dialirkan satu jam,
reaksi 24 jam.

P7

Toluen 60 mL, Logam natrium 1,5 gr, butadien dialirkan dua jam,
reaksi 24 jam.

P8

Toluen 60 mL, Logam natrium 1,5 gr, butadien dialirkan dua jam,
reaksi 90 jam

P9

Toluen 60 mL, Logam natrium 1,5 gr, butadien dialirkan dua jam,
reaksi 45 jam

Tabel 2. Berat molekul rata-rata polimer HTPB hasil.


Perc

Mn (g/mol)

DXn

P2

5000

0,85

P7

7000

0,86

P8

8500

0,87

P90

10000

0,89

P10

4500

0,82

P11

7000

0,87

397

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Analisis berat molekul rata-rata dengan VPO hanya dapat dijelaskan pada percobaan P7, P8, P9, dimana
semakin lama reaksi maka berat molekul rata-rata akan naik, sesuai dengan meningkatnya panjang rantai.
Selanjutnya hasil polimerisasi butadien dengan radikal bebas ditunjukkan pada tabel 4. Dengan
semakin bertambahnya jumlah katalisator, maka berat molekul semakin rendah karena semakin banyak
katalisator yang digunakan, kemungkinan jumlah monomer yang aktif semakin banyak secara bersama-sama
sehingga pada waktu yang sama, terminasi terjadi dengan jumlah rantai polimer atau yang tumbuh belum
maksimal. Kemudian dari tabel 5 dapat ditunjukkan bahwa distribusi berat molekul rata-rata polimer hasil tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan dari berat katalisator yang digunakan. Hal yang sama terjadi untuk reaksi
polimerisasi dengan katalisator litium maupun natrium. Kejadian tersebut dimungkinkan karena sistribusi berat
molekul bergubungan dengan reaksi kopling maupun reaksi samping yang terjadi selama polimerisasi, demikian
juga reaksi percabangan yang mungkin terjadi.
Selanjutnya dapat dilihat bahwa distribusi berat molekul rata-rata polimer hasil reaksi radikal jauh lebih
rendah dari reaksi polimerisasi dengan katalisator litium dan natrium, yaitu 0,60. Reaksi polierisasi secara
radikal memiliki kemungkinan reaksi percabangan yang lebih besar karena pada reaksi pertumbuhan, radikal
memiliki kecepatan reaksi yang hampir sama untuk semua radikal bebas yang tumbuh baik pada saat polimer
yang tumbuh panjang maupun pendek. Selain itu, reaksi radikal yang memungkinkan terjadi matinya polimer
(terminasi) dengan cara kopling, disosiasi, dan terminasi dengan adanya senya alain membuat reaksi polimerisasi
bisa berhenti kapan saja. Hal tersebut membuat distribusi berat molekul rata-rata poimer menjadi jauh lebih
rendah.
Tabel 3. Kondisi proses tiap percobaan polimerisasi dengan radikal bebas.
Percobaan

Kondisi

P1

Akuades 60 mL, FeSO4 1 mg, H2O2 1,5 mL, butadien dialirkan


setengah jam, reaksi 24 jam.

P2

Akuades 60 mL, FeSO4 1 mg, H2O2 2,5 mL, butadien dialirkan satu
jam, reaksi 24 jam.

P3

Akuades 60 mL, FeSO4 1 mg, H2O2 3 mL, butadien dialirkan satu


jam, reaksi 24 jam.

P4

Akuades 60 mL, FeSO4 1 mg, H2O2 5 mL, butadien dialirkan dua


jam, reaksi 24 jam.

P5

Akuades 60 mL, FeSO4 1 mg, H2O2 6,5 mL, butadien dialirkan dua
jam, reaksi 24 jam

398

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 4. Berat molekul rata-rata polimer HTPB hasil.


Perc

Mn (g/mol)

DXn

P1

15000

0,65

P2

10000

0,66

P3

8500

0,57

P4

6000

0,55

P5

4500

0,69

5.Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan, terlihat bahwa distribusi berat molekul rata-rata polimer
HTPB yang dihasilkan akan menjadi sempit apabila digunakan kreaksi polimerisasi secara anionik dengan
katalisator litium dari pada natrium karena eektronegatifitas litium yang lebih rendah. Polimerisasi dengan
radikal bebas memberikan distribusi berat molekul yang lebih lebar dibanding reaski polimerisasi anionik karena
terminasi pada reaksi radikal bisa terjadi beberapa cara, sedangakan pada reaksi anionik terminasi hanya satu
cara dan reaksi pertumbuhan terjadi melalui step y step. Secara umum, semakin besar jumlah karalisator yang
digunakna akan memberikan berat molekul yang semakin

rendah.

Jumlah katalisator tidak berpengaruh

terhadap disribusi berat molekul polimer.

DAFTAR PUSTAKA
Dubois, C., Desilets, S., Ait-kadi, A., and Tanguy, P., 1995, Bulk Polymerization of HTPB with TDI : a Kinetics
Study Using 13C-NMR Spectroscopy., J. Appl. Polym. Sci., 58, 827-834.
Gupta, D.C., Deo, S.s., Wast, D.V., Raomore, S.S., and Gholap, Dd.H., 1995, HTPB-Based Polyurethanes for
Inhibition of Composite Propellants., J. Appl. Polym. Sci., 55, 1151-1155.
Gupta, D.C., Divekar, P.K., and Phadke, V.K., 1997, HTPB-Based Polyuretanes for Inhibition of CompositeModified Double Base (CMDB) Propellants., J. Appl. Polym. Sci., 65, 355-363.
Gupta, R.B. and Prausnitz, J.M., 1996, Vapour-Liquid Equilibria for Solvent-Polymer Systems from a Perturbed
Hard-Sphere-Chain Equation of State, Ind.Eng.Chem.Res., 35, 1225-1230.
Jain, D.R., Sekar, V., Krishnamurti, V.N., 1994, Mechanical and Swelling Properties of HTPB-based
Copolyurethane Networks., J. Appl. Polym. Sci., 48, 1515-11523.
Timnat, J., 1992, Advanced Rocket Propulsion., p. 139, Interscience Publisher, London.

399

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pertanyaan (Sarwani)
Selain HTPB, adakah bahan alternative untuk fuel bider propelan?
Jawab
Beberapa jenis yang dapat digunakan sebagai fuel binder propelan adalah CTPB, poliuretan, polisulfid, dan
aspal, serta minyak jarak. Namun demikian sifat mekanik dan balistik serta energetic propelan yang
dihasilkan semua di bawah dari propelan dengan fuel binder HTPB.

400

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

ANALISIS RASIO PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH SERTIFIKASI ISO 9001 PADA PT.
UNITED TRACTORS, Tbk
I Gede Mahatma Yuda Bakti1 , Nur Metasari2
1,2

Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI


Kawasan Puspiptek, Gedung 410, Setu, Tangerang 15314

E-mail : i.gede.mahatma.yuda.bakti@lipi.go.id 1, nur.metasari@lipi.go.id2


Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rasio profitabilitas perusahaan
sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001. Rasio profitabilitas yang diteliti hanya dibatasi pada rasio gross
profit margin, net profit margin, operating profit margin, return on investment, dan sales growth.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan teknik studi dokumentasi dalam memperoleh data.
Objek penelitian ini adalah PT. United Tractor, Tbk dengan data yang digunakan adalah laporan keuangan
selama 6 tahun sebelum dan 7 tahun sesudah perusahaan memperoleh sertifikat ISO 9001. Analisis yang
digunakan adalah analisis independent sample t test sebagai alat untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
profitabilitas sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada objek penelitian.
Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio net profit nargin,
operating profit margin, dan sales growth antara sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United
Tractors, Tbk. Akan tetapi, untuk rasio gross profit margin dan return on investment, terdapat perbedaan yang
signifikan dalam profitabilitas sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001.
Kata Kunci: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Operating Margin, Return on Investment, Sales Growth,
ISO 9001.
Abstract
This research aims to determine whether there are differences in profitability at PT. United Tractors,
Tbk before and after ISO 9001 certification. Profitability ratio studied are only limited to the ratio of gross profit
margin, net profit margin, operating profit margin, return on investment, and sales growth.
This research is a case study using the documentation techniques in obtaining data. The object of this
research is PT United Tractors, Tbk. Data in this study are the financial reports for 6 years before and 7 years
after the company obtained ISO 9001 certificate. In this research, the author uses the analysis of the
Independent Sample T test as a tool to determine the presence of profitability differences before and after ISO
9001 certification.
The result of research showed that at PT United Tractors, Tbk profitability there is no significant
difference between before and after receiving the ISO 9001 certificate for the ratio of untuk rasio Net Profit
Margin, Operating Profit Margin, and Sales Growth. Meanwhile, for the ratio Gross Profit Margin and Return
on Investment, there are significant differences in profitability before and after ISO 9001 certification.
Keywords : Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Operating Margin, Return on Investment, Sales Growth,
ISO 9001.

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pada era persaingan pasar global tuntutan konsumen atas mutu produk semakin bertambah. Era ini
membuat perkembangan dunia usaha semakin pesat dan ketat, sehingga perusahaan-perusahaan dituntut untuk
lebih kreatif dan kompetitif agar dapat memenangkan persaingan bisnisnya. Salah satu indikator keberhasilan
perusahaan dalam memenangkan dan mempertahankan posisinya adalah dilihat dari kemampuannya dalam

401

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

menghasilkan produk yang bermutu. Mutu produk menjadi penting karena mutu merupakan hal yang paling
diandalkan perusahaan untuk tetap memberikan yang terbaik bagi kepuasan konsumen.
Dalam menghasilkan produk yang bermutu, perusahaan perlu menerapkan sistem manajemen mutu dalam
organisasinya. Sistem manajemen mutu adalah sistem manajemen untuk mengarahkan dan mengendalikan
organisasi dengan memperhatikan mutu (Sugiono, 2009). Sistem manajemen mutu mengintegrasikan semua
elemen dalam perusahaan yang diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Penerapan sistem tersebut
dapat meminimalkan produk yang tidak memenuhi persyaratan sehingga berdampak untuk mengurangi
pekerjaan pengulangan (rework).
Salah satu standar sistem manajemen mutu yang telah banyak diakui efektifitasnya adalah ISO 9001.
Penerapan ISO 9001 memberikan banyak sekali nilai tambah bagi perusahaan yang menerapkannya, seperti
peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi, penurunan biaya, peningkatan kepuasan pelanggan, dan lainlain (Nevizond Chatab, 1996 dalam Rifan F.A., 2008). Dengan adanya peningkatkan nilai tambah tersebut
artinya akan terjadi peningkatan laba dalam jangka panjang sehingga akan meningkatkan profitabilitas
perusahaan.
United Tractors berdiri pada tanggal 13 Oktober 1972 sebagai distributor tunggal alat berat Komatsu di
Indonesia. Pada tanggal 19 September 1989, Perusahaan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Jakarta dan
Bursa Efek Surabaya dengan kode perdagangan UNTR, dimana PT Astra International menjadi pemegang
saham mayoritas. Pada tahun 2002, PT. United Tractor, Tbk sudah tersertifikasi ISO 9001, hal ini membuktikan
bahwa perusahaan sudah dapat memenuhi persyaratan-persyaratan sistem manajeman mutu yang berlaku secara
internasional (www.unitedtractors.com). Penerapan sistem manajemen mutu diharapkan sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan. Oleh karana itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin
melakukan penelitian dengan judul Analisis Profitabilitas Sebelum dan Sesudah Sertifikasi ISO 9001 Pada PT.
United Tractors, Tbk.
1.2. Perumusan Masalah
Penerapan ISO 9001 memberikan banyak sekali nilai tambah bagi perusahaan yang menerapkannya,
seperti peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi, penurunan biaya, peningkatan kepuasan pelanggan, dan
lain-lain (Nevizond Chatab, 1996 dalam Rifan F.A., 2008). Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada,
maka perumusan permasalahannya adalah Apakah terdapat perbedaan profitabilitas sebelum dan sesudah
sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk, yang diukur dengan rasio sales growth, gross profit margin,
operating profit margin, net profit margin, dan return on investment.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan profitabilitas sebelum dan sesudah
sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk, yang diukur dengan rasio sales growth, gross profit margin,
operating profit margin, net profit margin, dan return on investment. Dengan mengetahui hasil penelitian
tersebut maka akan diketahui apakah penerapan ISO 9001 dalam PT. United Tractors, Tbk telah memberikan
dampak yang positif terhadap profitabilitas perusahaan.

402

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2. Tinjauan pustaka
2.1. Analisis Rasio Keuangan
Baridwan (2000) dalam Dwi Indriya L. (2005) mendefinisikan laporan keuangan sebagai ringkasan dari
suatu proses pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku
bersangkutan. Laporan yang dibuat manajemen merupakan alat untuk mempertanggungjawabkan kepada pemilik
perusahaan atas kepercayaan yang diberikan (Munawir, 1995 dalam Dwi Indriya L. 2005). Analisa laporan
keuangan adalah suatu angka yang menunjukan hubungan antara suatu unsur lainnya dalam laporan keuangan
(Djarwanto 1989 dalam Dwi Indriya L. 2005). Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, diperlukan
ukuran-ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan adalah rasio. Rasio diperoleh dengan membandingkan
satu pos atau elemen laporan keuangan dengan elemen yang lain dalam laporan keuangan tersebut (Paton dan
Litleton, 1970 dalam Fauzan A., 2006).
Analisis rasio keuangan merupakan salah satu teknik analisis dalam analisis laporan keuangan (Dwi
Indriya L. 2005). Menurut James C. Van Home (Iskandar R.S.) Analisis dan interprestasi dari macam-macam
rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan bagi para
analis yang ahli dan berpengalaman dibandingkan analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan sendirisendiri yang tidak berbentuk ratio. Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima macam
kategori, seperti rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio pertumbuhan dan rasio
penilaian (Erlina, 2002 dan Sartono 1999, dalam Toha M, 2007).
2.2. Rasio Profitabilitas
Rasio-rasio profitabilitas digunakan berhubungan dengan penelitian terhadap kinerja perusahaan dalam
menghasilkan laba (M. Faisal, 2002, dalam Rifan F.A., 2008). Rasio profitabilitas yang berhubungan dengan
penjualan perusahaan dapat diukur dengan cara gross profit margin, net profit margin, dan operating profit
margin. Ukuran rasio profitabilitas yang berkaitan dengan investasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang,
yaitu dari pemilik modal dan dari manajemen yang mengelola sumber daya yang ada. Beberapa ukuran rasio
yang secara luas digunakan dalam analisis laporan keuangan antara lain return on equity, earning per share dan
return on investment. Besarnya profitabilitas tidak terlepas dengan besarnya penjualan sehingga perusahaan
perlu untuk mengukur seberapa besar tingkat pertumbuhan penjualan (sales growth) dari waktu ke waktu (Rifan
F.A., 2008).
2.3. Pengertian ISO 9001
ISO 9001 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas. ISO 9001 menetapkan
persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang
bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan,
dimana organisasi yang dikontrak itu bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-produk tertentu,
atau merupakan kebutuhan dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. ISO 9001 bukan
merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk.
ISO 9001 hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas yang telah memenuhi standar internasional
(Gaspersz V., 2002).

403

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISO 9001 hanya terdiri dari daftar persyaratan generik, tanpa menentukan bagaimana harus memenuhinya.
Setiap perusahaan harus dapat menentukan bagaimana memenuhi setiap persyaratan dan bagaimana
membuktikan bahwa semua persyaratan telah terpenuhi (Fandy T. dan Anastasia D.,2001, dalam Rifan F.A.,
2008). Sertifikasi ISO 9001 mempunyai arti bahwa sistem mutu perusahaan telah di asses atau dinilai dan
hasilnya telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang sesuai dengan standar persyaratan ISO 9001. Sertifikat
ISO 9001 menghasilkan peningkatan kinerja operasi melalui pengurangan proses tindakan korektif dan
penghapusan, meningkatkan profitabilitas, dan keunggulan pemasaran yang berasal dari pengakuan internasional
dengan dimilikinya logo ISO 9001 (Simmon and White,1999 dalam Rifan F.A., 2008).
2.2.5. Hubungan Mutu, Profitabilitas, dan ISO 9001
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu baik produk ataupun proses suatu perusahaan adalah dengan
memperoleh sertifikat ISO 9001. Jika mutu yang dihasilkan perusahaan superior dan pangsa pasar yang dimiliki
besar, maka profitabilitas perusahaan tersebut terjamin (Fandy T. dan Anastasia D.,2001, dalam Rifan F.A.,
2008). Mutu juga dapat mengurangi biaya. Adanya pengurangan biaya ini pada gilirannya akan memberikan
keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan. Dengan demikian, mutu yang dicapai
melalui ISO 9001 mempunyai hubungan yang sangat erat dengan profitabilitas (Rifan F.A., 2008).
3. Metode penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan teknik studi dokumentasi dalam
memperoleh data. Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan selama 6 tahun sebelum dan 7 tahun
sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractor, Tbk. Sumber data penelitian ini hanya pada data
sekunder. Dalam pengolahan data digunakan analisis statistik dengan bantuan program SPSS 16 dengan tingkat
kepercayaan sebesar 95 persen.
3.2. Definisi dan Pengukuran Variabel.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan sama dengan variabel penelitian dari Rifan F.A. (2008)
antara lain sebagai berikut :
1.

Gross Profit Margin


Gross profit margin merupakan ukuran presentase dari laba kotor/gross profit (penjualan HPP) dibagi
dengan penjualan (sales).

2.

Operating Profit Margin


Operating profit margin merupakan ukuran presentase dari laba operasi (operating profit ) dibagi dengan
penjualan (sales).

3.

Net Profit Margin


Net profit margin merupakan presentase dari laba bersih (net profit after taxes) dibagi dengan penjualan
(sales)

4.

Return on Investment
Return on investment merupakan presentase laba bersih (net profit after taxes) dibagi dengan total assets.

5.

Sales Growth

404

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Sales growth merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan penjualannya dari waktu ke waktu.
Perhitungannya adalah presentase dari penjualan pada tahun n dikurangi penjualan tahun n-1 kemudian
dibagi dengan penjualan pada tahun n-1.
3.3. Analisis data
Dalam mencapai tujuan penelitian ini maka analisis yang digunakan analisis t-test dengan menggunakan
independent sample t-test dengan bantuan program SPSS 16 (Ghozali, 2001 dalam Jundan, 2008). Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.

Pengujian normalitas data


Sebelum melakukan uji hipotesis tersebut, maka peneliti melakukan pengujian normalitas data yang
bertujuan untuk menguji apakah data sampel yang diambil mempunyai sebaran distibusi normal atau
tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.
Pengambilan keputusan didapat dari nilai signifikan uji Kolmogorov-Smirnov (p-value). Jika nilai
Signifikan > =0,05 maka distribusi data dinyatakan normal. Sebaliknya, jika nilai Signifikan < =0,05
maka distribusi data dinyatakan tidak normal.

2.

Pengujian parametrik independent sample t-test


Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan perbedaan profitabilitas sebelum dan sesudah sertifikasi
ISO 9001. Dalam menganalisis dengan pengujian parametrik independent sample t-test dilakukan dua
tahapan yaitu :
a.

Melihat levene test, merupakan pengujian apakah populasi kedua sampel tersebut memiliki varian
sama atau berbeda. Apabila pada Levene's Test for Equality of Variances menunjukan F hitung lebih
kecil dari F tabel atau nilai signifikan (probabilitas) lebih besar dari 0,5 maka Ho diterima atau
menunjukan kedua varian adalah sama.

b.

Melihat t-test, merupakan pengujian apakah terdapat perbedaan profitabilitas pada sebelum dan
sesudah sertifikasi ISO. Apabila hasil varian ke dua sampel sama, maka analisis yang digunakan
adalah equal variance assumsed, maka tahap selanjutnya melihat t hitung dibandingkan dengan t
tabel atau melihat signifikan (probabilitas), jika t hitung < t tabel atau signifikan (probabilitas) > 0.05
maka Ho diterima. Begitu juga sebaliknya, apabila hasil varian ke dua sampel berbeda, maka analisis
yang digunakan adalah equal variance not assumsed, maka tahap selanjutnya melihat t hitung
dibandingkan dengan t tabel atau melihat signifikan (probabilitas), jika t hitung < t tabel atau
signifikan (probabilitas) > 0.05 maka Ho diterima.

4. Hasil dan pembahasan


Analisis ststistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah independent sample t-test dengan level of
significance () sebesar 5 persen. Dalam melakukan uji tersebut, data yang digunakan harus berdistribusi
normal. Berdasarkan hasil One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, maka seluruh data yang digunakan untuk ttest sudah berdistribusi normal. Data tersebut berdistribusi normal karena p-value pada setiap variabel
menunjukan lebih besar dari 0,05, seperti yang ditunjukan pada tabel 1.
4.1. Pengujian hipotesis pertama
Adapun rumusan Ho pertama pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan profitabilitas sebelum
dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan rasio sales growth. Tabel 1

405

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

menunjukan nilai signifikan pada levene test sebesar 0,382 yang artinya lebih besar dari level of significance
sebesar 5 persen, maka t hitung dan probabilitas yang digunakan adalah dari equal variances assumed yaitu t
hitung sebesar 0.160 dan probabilitas sebesar 0.872, yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan profitabilitas
sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur melalui rasio sales growth
atau artinya Ho pertama diterima. Hal ini terjadi karena probabilitasnya sebesar 0.872 lebih besar dari tingkat
signifikan sebesar 0.05. Meskipun terjadi penurunan rata-rata sales growth sebesar 1,93 persen, dimana rata-rata
sales growth sebelum sertifikasi ISO 9001 adalah 29,81 persen dan sesudah sertifikasi ISO 9001 adalah 27,88
persen. Akan tetapi penurunan tersebut tidak begitu jauh dengan dengan nilai rata-rata sebelum sertifikasi ISO
9001. Hal ini terjadi karena PT. United Tractors, Tbk pada saat sebelum sertifikasi ISO 9001 sudah mampu
meningkatkan penjualannya dari tahun ke tahun dengan rata-rata sebesar 29,81% sehingga menunjukan bahwa
sebelum sertifikasi ISO 9001 perusahaan sudah mampu continual improvement pada penjualannya dan saat
sertifikasi ISO 9001, PT United Tractors, Tbk hanya dapat mempertahankan continual improvement pada
penjualannya.
Tabel 1. Nilai Rata-rata, Levene's Test, t-test, dan Kolmogorov Smirnov Test
Keterangan

Sales Growth
Gross Profit Margin
Operating Profit Margin
Net Profit Margin
Return on Investment

Kolmogorov
Smirnov Test

Nilai Rata-rata

Levene's Test

t-test

Sebelum
Sertifikasi

Sesudah
Sertifikasi

Sig.

Sig.

Sig.

29,81%
25,00%
17,10%
-2,04%
-0,89%

27,88%
18,17%
11,91%
7,73%
9,73%

0,847
3,883
4,458
9,718
3,985

0,382
0,074
0,058
0,010
0,071

0,160
2,301
1,826
-2,031
-2,719

0,876
0,042
0,095
0,093
0,020

0,851
0,306
0,515
0,277
0,574

4.2. Pengujian hipotesis kedua


Adapun rumusan Ho kedua pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan profitabilitas sebelum dan
sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan rasio gross profit margin. Pada
tabel 1 menunjukan nilai signifikan pada levene test sebesar 0,074 yang artinya lebih besar dari level of
significance sebesar 5 persen, maka t hitung dan probabilitas yang digunakan adalah dari equal variances
assumed yaitu t hitung sebesar 2.301 dan probabilitas sebesar 0.042, yang artinya bahwa terdapat perbedaan
profitabilitas sebelum dan sesudah memperoleh sertifikat ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur
dengan rasio gross profit margin atau artinya Ho kedua ditolak. Hal ini terjadi karena probabilitasnya sebesar
0.042 lebih kecil dari tingkat signifikan sebesar 0.05. Perbedaan tersebut menunjukan bahwa terjadi penurunan
pada rata-rata gross profit margin sebesar sebesar 6,83 persen, karena rata-rata gross profit margin sebelum
sertifikasi ISO 9001 adalah 25,00 % dan sesudah sesudah sertifikasi ISO 9001 adalah 18,17 persen.
Kemungkinan terjadinya penurunan pada rata-rata gross profit margin setelah sertifikasi ISO 9001 disebabkan
oleh faktor penjualan dan/atau faktor harga pokok penjualan. Jika dilihat dari faktor penjualan, PT United
Tractor selalu mengalami continual improvement pada penjualannya seperti dijelaskan pada hasil hipotesis
pertama. Kemungkinan terbesar adalah dari faktor harga pokok penjualan, dimana pertumbuhan harga pokok
penjualan semakin besar dibandingkan dengan pertumbuhan penjualannya, sehingga gross profit margin
semakin kecil. Oleh kerena itu, perusahaan perlu menindaklanjuti kembali sistem manajemen mutu yang sudah
diterapkan diperusahaannya.

406

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

4.3. Pengujian hipotesis ketiga


Adapun rumusan Ho ketiga pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan profitabilitas sebelum dan
sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan rasio operating profit margin.
Pada tabel 1 menunjukan nilai signifikan pada levene test sebesar 0,058 yang artinya lebih besar dari level of
significance sebesar 5 persen, maka t hitung dan probabilitas yang digunakan adalah dari Equal variances
assumed yaitu t hitung sebesar 1.826 dan probabilitas sebesar 0.095, yang artinya bahwa tidak terdapat
perbedaan profitabilitas sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur
dengan rasio operating profit margin atau artinya Ho ketiga diterima. Hal ini terjadi karena probabilitasnya
sebesar 0.095 lebih besar dari tingkat signifikan sebesar 0.05.
Hasil tersebut menunjukan bahwa sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractor, Tbk belum mampu
memberikan peningkatan secara signifikan pada nilai operating profit margin. Jika dilihat dari rata-rata
pperating profit margin sebelum sertifikasi ISO 9001 adalah 17,10 persen dan sesudah sertifikasi ISO 9001
adalah 11,91 persen, sehingga terjadi penurunan yang sebesar 5,91 persen. Meskipun demikian, penurunan
tersebut belum menunjukan perbedaan pada operating profit margin. Akan tetapi, perusahaan juga perlu
menindaklanjuti kembali sistem manajemem mutu yang sudah diterapkan diperusahaannya, terutama dalam
penekanan biaya-biaya operasionalnya.
4.4. Pengujian hipotesis keempat
Adapun rumusan Ho keempat pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan profitabilitas sebelum
dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan rasio net profit margin.
Pada tabel 1 menunjukan nilai signifikan pada levene test sebesar 0,010 yang artinya lebih kecil dari level of
significance sebesar 5 persen, maka t hitung dan probabilitas yang digunakan adalah dari equal variances not
assumed yaitu t hitung sebesar -2.031 dan probabilitas sebesar 0.093, yang artinya bahwa terdapat perbedaan
profitabilitas sebelum dan sesudah memperoleh sertifikat ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur
dengan dengan rasio net profit margin atau artinya Ho keempat diterima. Hal ini terjadi karena probabilitasnya
sebesar 0.093 lebih besar dari tingkat signifikan sebesar 0.05.
Hasil tersebut menunjukan bahwa sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractor, Tbk belum mampu
memberikan peningkatan secara signifikan pada nilai net profit margin. Jika dilihat dari rata-rata net profit
margin sebelum sertifikasi ISO 9001 adalah -2,04 persen dan sesudah sesudah sertifikasi ISO 9001 adalah 7,73
persen, meskipun saat sesudah sertifikasi ISO 9001 terjadi peningkatan yang begitu besar yaitu sebesar 9,77
persen. Akan tetapi, dari hasil t-test menganggap tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah memperoleh
sertifikat ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk. Meskipun terjadi peningkatan rata-rata net profit margin
sesudah sertifikasi ISO 9001. Akan tetapi, perusahaan perlu meningkatkan net profit margin untuk periode
selanjutnya.
4.5. Pengujian hipotesis kelima
Adapun rumusan Ho kelima pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan profitabilitas sebelum dan
sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan return on investment. Pada tabel
1 menunjukan nilai signifikan pada levene test sebesar 0,071 yang artinya lebih besar dari level of significance
sebesar 5 persen, maka t hitung dan probabilitas yang digunakan adalah dari equal variances assumed yaitu t
hitung sebesar -2.719 dan probabilitas sebesar 0.020, yang artinya bahwa terdapat perbedaan profitabilitas
sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk yang diukur dengan rasio return on

407

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

investment atau artinya Ho kelima diterima. Hal ini terjadi karena probabilitasnya sebesar 0.020 lebih kecil dari
tingkat signifikan sebesar 0.05.
Hasil tersebut menunjukan bahwa sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractor, Tbk mampu memberikan
peningkatan secara signifikan pada nilai return on investment. Jika dilihat dari rata-rata return on investment
sebelum sertifikasi ISO 9001 adalah -0,89 persen dan sesudah sesudah sertifikasi ISO 9001 adalah 9,73 persen,
sehingga pada saat sesudah sertifikasi ISO 9001 terjadi peningkatan yang begitu besar yaitu sebesar 9,77 persen.
Hal ini menunjukan bahwa setelah sertifikasi ISO 9001, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba lebih
besar dibandingkan dengan sebelum sertifikasi ISO 9001, sehingga penerapan ISO 9001 memberikan dampak
positif pada perusahaannya jika dianalisis dengan return on investment.
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
profitabilitas antara sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001, yang diukur dengan rasio sales growth, operating
profit margin, dan net profit margin. Terdapat perbedaan profitabilitas antara sebelum dan sesudah sertifikasi
ISO 9001, yang diukur dengan rasio gross profit margin. Perbedaan tersebut menunjukan bahwa sesudah
sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk, rata-rata gross profit margin perusahaan mengalami
penurunan. Akan tetapi, jika profitabilitas PT. United Tractor, Tbk diukur dengan return on investment maka
terdapat perbedaan profitabilitas antara sebelum dan sesudah sertifikasi ISO 9001. Perbedaan tersebut
menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan return on investment setelah PT. United Tractors, Tbk melakukan
sertifikasi ISO 9001.
Hasil penelitian ini hanya menunjukan terdapat atau tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah
sertifikasi ISO 9001 pada PT. United Tractors, Tbk, yang diukur dengan rasio gross profit margin, operating
profit margin, net profit margin, return on investment, dan sales growth, sehingga hasil penelitian ini belum
mampu menunjukan lebih jelas dari sisi mana perbedaan atau persamaan itu terjadi atau belum mampu
menunjukan dengan jelas sebab akibat dari perbedaan atau persamaan tersebut. Maka untuk mengetahui lebih
mendalam hasil dari penelitian ini perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui sebab
akibat dari perbedaan atau persamaan tersebut.
6. Daftar pustaka
Dwi I.L., 2005, Analisis Laporan Keuangan Pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kudus,
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/ HASHe08d.dir/ doc.pdf
Fauzan A., 2006, Analisa Pengaruh Penilaian Kinerja Terhadap Rate Of Return Pada Perusahaan Yang
Tergabung Dalam LQ 45, http://rac.uii.ac.id/server/document/ Private/ 2008043001455901312063.pdf
Gaspersz V., 2002, ISO 9000:2000 And Continual Quality Improvement, Jakarta : Gramedia
Iskandar R.S., Analisis Rasio Keuangan, http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/ 2009/05/231-analisa-rasiokeuangan.pdf
Jundan, 2008, Efektifitas Penggunaan Multimedia Dalam Pembelajaran Sirah Nabawiyah (Studi Eksperimen di
Madrasah Aliyah Tahfizhul Quran Program Takhassus Mahad Isy Karima Gerdu Karangpandan
Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2007/2008), http://etd.eprints.ums.ac.id/3548/1/G000060015.pdf

408

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Rifan F.A.,2008, Analisis Profitabilitas Sebelum Dan Sesudah Memperoleh Sertifikat ISO 9000 Pada
Perusahaan

Manufaktur

Yang

Terdaftar

di

Bursa

Efek

Jakarta,

http://rac.uii.ac.id/

server

/document/Private/2008090510134004312125.pdf
Sugiono, 2009, Buku Saku Untuk Mempermudah Pengertian Terhadap ISO 9000:2005 sistem manajemen mutu
dasar-dasar dan kosakata, Jakarta
Toha M.,2007, Analisis Kinerja Keuangan PT. Indosat, Tbk, http://pustaka.ut.ac.id/puslata /pdf/ 40176.pdf
www.unitedtractors.com

409

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP JASA PELATIHAN PUSLIT SMTPLIPI


BERBASIS IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
Darmawan Baginda Napitupulu
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian-LIPI Gedung 410 Puspiptek
darwan_napit@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan dari penerapan sistem manajemen mutu adalah mencapai kepuasan pelanggan. Fokus pada
pelanggan adalah hal yang sangat penting bagi organisasi. Kurangnya fokus pada pelanggan dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kerugian bahkan kehancuran karena ditinggalkan oleh pelanggannya. Begitu pentingnya
kepuasan pelanggan ini hingga ISO (International Organization for Standardization) mengadopsi hal tersebut ke
dalam sistem manajemen mutu ISO 9001. Dengan demikian pengukuran kepuasan pelanggan menjadi sangat
krusial. Setiap organisasi perlu mengetahui dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan persepsi dan
harapan pelanggan terhadap produk atau jasa yang digunakan sehingga dapat diidentifikasi apakah produk
tersebut memenuhi atau sesuai dengan persyaratan/permintaan pelanggan.
Dalam salah satu klausul ISO 9001 yang berkenaan dengan kepuasan pelanggan yaitu klausul 8.2.1
kepuasan pelanggan, perlu ditentukan suatu metode untuk mengukur kepuasan pelanggan. Pusat Penelitian
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian (SMTP-LIPI) selain melakukan penelitian, juga menawarkan produk
berupa jasa pelatihan kepada pelanggan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Untuk mengukur
kepuasan pelanggan terhadap berbagai faktor yang berkaitan dengan jasa diklat yang ditawarkan, digunakan
metode survei kepuasan pelanggan dengan alat bantu kuesioner.
Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan analisa tingkat kepuasan pelanggan
berdasarkan kuesioner kepuasan pelanggan dengan metode Importance Performance Analysis (IPA). Kuesioner
yang digunakan menyangkut penyelenggaraan diklat secara keseluruhan yang berisi faktor-faktor seperti
kesesuaian materi dengan kebutuhan, ketepatan waktu, kapasitas ruang diklat, dll. Dengan metode IPA dapat
diketahui hubungan antara persepsi (kinerja) yang dirasakan oleh pelanggan dan harapannya terhadap produk
yang digunakan sehingga dapat memudahkan usulan perbaikan kinerja bagi organisasi. Dari hasil analisa
diperoleh bahwa faktor yang dianggap penting oleh responden namun belum memuaskan sehingga menjadi
prioritas peningkatan kualitas adalah faktor fasilitas yang meliputi materi, alat tulis dan kelengkapan diklat
lainnya. Sedangkan beberapa faktor yang menurut responden penting dan telah memuaskan sehingga perlu
dipertahankan yaitu kesesuaian materi dengan kebutuhan, ketenangan ruangan diklat, kapasitas ruangan diklat,
kelengkapan ruangan diklat, kenyamanan ruangan diklat serta kemudahan mendapat informasi sebelum dan
selama kegiatan berlangsung. Faktor-faktor tersebut menjadi masukan bagi manajemen untuk melakukan
perbaikan berkelanjutan (continual improvement).
Kata Kunci : Sistem Manajemen Mutu, Kepuasan Pelanggan, IPA, Kuesioner, Pelatihan

1.

Pendahuluan

Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, setiap organisasi harus mengutamakan kepuasan pelanggan
diatas segalanya. Tren menunjukkan bahwa segala kegiatan yang dilakukan organisasi pada saat ini ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan atau persyaratan pelanggan agar pelanggan menjadi puas. Dengan demikian fokus
pada pelanggan menjadi hal yang sangat penting. Kurangnya fokus pada pelanggan dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kerugian bahkan kehancuran karena ditinggalkan oleh pelanggannya. Terlebih di era
globalisasi ini, pelanggan mempunyai banyak pilihan dalam menggunakan suatu produk atau layanan sehingga
pelanggan dapat mudah berpindah kepada pesaing atau perusahaan lainnya (Adhi Maryadi dkk 2009).
Apa yang terjadi jika pelanggan tidak puas? Hasil studi di Amerika menunjukkan bahwa (Lea, 2007):

90 % Pelanggan yang tidak puas tidak akan membeli lagi produk

Setiap pelanggan yang tidak puas akan menceritakan kepada paling sedikit 9 orang lain

410

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Waktu usaha, tenaga dan uang yang diperlukan untuk menarik seseorang pelanggan baru 5 kali
lebih banyak daripada untuk mempertahankan seorang pelanggan lama

Setiap pelanggan yang puas akan menceritakannya kepada paling sedikit 5 orang lainnya, yang
sebagian diantaranya dapat menjadi pelanggan tetap.

Selain itu hasil penelitian dari National Productivity Board dari Singapura menunjukkan bahwa :

77 % responden menyatakan tidak akan kembali jika mendapatkan pelayanan yang buruk di
restoran, pusat perbelanjaan atau service counter

55 % responden menyatakan akan memberitahukan kepada teman mereka agar tidak belanja atau
pergi ke tempat tersebut.

Hasil riset pada tahun 2004 pada industri otomotif dapat dibuktikan bahwa perusahaan yang berhasil
meningkatkan kepuasan pelanggan dalam jangka waktu lima tahun mengalami kenaikan nilai bagi pemegang
sahamnya sebesar 52%. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami penurunan nilai kepuasan pelanggannya,
pemegang sahamnya juga mengalami penurunan nilai sebesar 28% (Swa Online, 2009).
Dari beberapa hasil riset di atas menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang tak
terbantahkan lagi bagi suatu perusahaan. Begitu pentingnya kepuasan pelanggan ini hingga ISO (International
Organization for Standarization) mengadopsi hal tersebut ke dalam standar sistem manajemen mutu ISO 9001.
Klausul dalam standar ISO 9001 yang berkenaan dengan kepuasan pelanggan terdapat pada klausul 5.2 fokus
pada pelanggan ; 7.2 proses yang berkaitan dengan pelanggan serta 8.2.1 kepuasan pelanggan. Klausul pada ISO
9001 tersebut memerlukan aplikasi lebih lanjut sehingga pelanggan bisa terpuaskan dari produk yang dihasilkan.
Singkat kata, what gets measured gets managed. Apa yang mau dikelola harus diukur terlebih dahulu.
Dengan demikian pengukuran kepuasan pelanggan menjadi sangat krusial. Setiap organisasi perlu mengetahui
dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang
ditawarkan sehingga dapat diidentifikasi apakah produk tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan
persyaratan/permintaan pelanggan. Puslit SMTP-LIPI dalam menawarkan produk dalam hal ini jasa pelatihan
kepada pelanggan, senantiasa melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan. Survei kepuasan pelanggan
menggunakan alat bantu kuesioner yang disebarkan kepada para peserta pada waktu pelatihan berlangsung.
Pada penelitian ini, dilakukan analisa tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan kuesioner kepuasan
pelanggan terhadap jasa pelatihan yang ditawarkan berbasis metode Importance Performance Analysis (IPA).
Dengan menggunakan metode IPA dapat diketahui tingkat kepuasan pelanggan yaitu hubungan antara tingkat
kepentingan atau harapan pelanggan dan persepsi pelanggan yang berkaitan dengan faktor atau atribut dari
produk yang ditawarkan. Dengan metode IPA ini dapat ditunjukkan pula faktor-faktor apa yang menjadi prioritas
peningkatan kualitas suatu produk dalam hal ini jasa pelatihan.
2.

Landasan teori

2.1 Definisi Kepuasan Pelanggan


Kepuasan pelanggan bukanlah konsep yang baru. Awal abad 20, sudah banyak praktisi bisnis di seluruh
dunia memahami bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang sangat penting bagi suatu organisasi. Neiman-

411

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Marcus, misalnya, seorang pelaku bisnis dalam dunia ritel yang namanya masih sangat popular dalam indutri
ritel modern, mengingatkan kepada seluruh anak buahnya sell satisfaction not just merchandise. Berbagai
studi riset menyatakan bahwa sekitar 90% top manajemen di Indonesia percaya bahwa kepuasan pelanggan
adalah hal yang sangat penting. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia seperti, Telkom, Garuda Indonesia,
Askes, PLN, Pos Indonesia, Pelni, Jasindo, dan BUMN yang lain sudah melakukan berbagai program untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan (Jasamarga award, 2009). Namun konsep kepuasan pelanggan sebenarnya
masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan pelanggan dapat merupakan proses yang sederhana maupun
kompleks dan rumit. Untuk dapat mengetahui kepuasan pelanggan, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan kepuasan pelanggan dan sebab-sebab kepuasan pelanggan.
Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton,
1988) menyatakan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan
kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990) mendefinisikan sebagai suatu
tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, dkk. (1996)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome)
yang diperoleh tidak memenuhi harapan. Sedangkan pakar pemasaran Kotler (1994) menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia
rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver (dalam Engel, et al., 1990;
Pawitra, 1993).
Ada kesamaan diantara beberapa definisi di atas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan
(harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi
produk yang dibeli.
Dalam kaitannya dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, bahwa
sebab-sebab ketidakpuasan pelanggan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang relatif
dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang kasar, jam karet, kesalahan pencatatan transaksi.
Sebaliknya, faktor eksternal yang di luar kendali perusahaan, seperti cuaca, gangguan pada infrastruktur umum,
aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hal terjadi
ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan pelanggan, yaitu tidak melakukan apa-apa,
pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau
menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi. Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi apakah
seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu derajat kepentingan konsumsi
yang dilakukan, tingkat ketidakpuasan pelanggan, manfaat yang diperoleh, pengetahuan dan pengalaman, sikap

412

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

pelanggan terhadap keluhan, tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi dan peluang keberhasilan dalam
melakukan komplain.
2.2 Importance Performance Analysis (IPA)
Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James
(1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas
produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu & Everett, 2000). IPA telah
diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan
tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003).
IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan
yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang
menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan. IPA menggabungkan
pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan
penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis.

Prioritas

Tingkatkan
Kinerja

Rendah

Prioritas
Rendah
Rendah

Pertahankan
Kinerja

Rata-rata

Tinggi

Rata-rata

Cenderung
Berlebihan

Tingkat Kepuasan

Tinggi

Gambar
1. Pembagian
Kuadran
Importance
Performance
Analysis
Interpretasi grafik
IPA sangat
mudah, dimana
grafik IPA
dibagi menjadi
empat buah kuadran
berdasarkan hasil
pengukuran importance-performance sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di atas.
Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt, 2000):

Kuadran Pertama, Pertahankan Kinerja (high importance & high performance)


Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan
konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang
dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.

Kuadran Kedua, Cenderung Berlebihan (low importance & high performance)


Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen
perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain
yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal
dikuadran keempat.

Kuadran Ketiga, Prioritas Rendah (low importance & low performance)

413

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus
dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan
atau terlalu memberikan perhatian pada faktor faktor tersebut.

Kuadran Keempat, Tingkatkan Kinerja (high importance & low performance)


Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh
konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban
mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut.
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.

Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA (Martinez, 2003) yaitu: pertama menempatkan garis
perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan
tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua menempatkan garis
perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas
penangganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran
berapa. Metode yang kedua lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti.
3.

Metolodogi
Untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap berbagai faktor yang berkaitan dengan jasa pelatihan

digunakan kuesioner dengan format pertanyaan disesuaikan dengan metode Importance Performance Analysis
(IPA). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada seluruh peserta pelatihan yang
berjumlah 16 responden dimana pelatihan yang diselenggarakan adalah pelatihan pengelolaan laboratorium
pengujian/kalibrasi berdasarkan ISO 17025 : 2005. Ada 14 faktor dalam kuesioner yang diberikan penilaian yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan seperti kesesuaian materi dengan kebutuhan, ketepatan waktu
penyajian, kapasitas ruangan diklat, kenyamanan ruangan diklat hingga fasilitas berupa materi, alat tulis dan
kelengkapan diklat lainnya. Data yang telah dikumpulkan lalu diolah dengan menghitung rata-rata tingkat
kepentingan/harapan dan tingkat kepuasan pelanggan. Hasil pengolahan data akan dianalisa dengan metode IPA
untuk menunjukkan faktor-faktor pelayanan atau kinerja yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena
kondisi saat ini belum memuaskan, faktor-faktor atau kinerja yang perlu dipertahankan, faktor-faktor yang
cenderung berlebihan dilakukan serta faktor-faktor pelayanan yang memiliki prioritas rendah (non prioritas).
Hubungan antara prioritas penanganan dan kepuasan pelanggan disajikan dalam bentuk diagram kartesius IPA
untuk memudahkan penggambaran.
4.

Hasil penelitian dan pembahasan


Dari hasil pengolahan data kuesioner, diperoleh nilai rerata tingkat kepuasan maupun penanganan prioritas

untuk setiap faktor yang berkaitan dengan jasa pelatihan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Rata-rata Tingkat Kepuasan dan Prioritas Penanganan Untuk Berbagai Faktor
Rata-rata
No

Faktor

Tingkat

Prioritas

Kepuasan

Penanganan

414

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Kesesuaian materi dengan kebutuhan

3.69

4.19

2.

Ketepatan waktu penyajian

3.44

3.88

3.

Kelengkapan alat bantu diklat

3.31

3.93

4.

Ketenangan ruangan diklat

3.88

4.06

5.

Kapasitas ruangan diklat

3.69

4.19

6.

Kelengkapan ruangan diklat

3.50

4.00

7.

Kenyamanan ruangan diklat

3.56

4.06

8.

Ketepatan waktu penyajian konsumsi

3.44

3.75

9.

Variasi makanan/snack

3.50

3.75

10.

Pelayanan penyajian

3.38

3.81

11.

Kemudahan mendapat informasi sebelum dan selama

3.56

4.06

3.13

3.63

3.56

3.88

Fasilitas (materi, alat tulis, dan kelengkapan diklat lainnya)

3.31

4.00

Rata-rata Keseluruhan

3.49

3.94

kegiatan berlangsung
12.

Penanganan peserta pada saat kedatangan di tempat


kegiatan

13.

Penanganan peserta selama pemberian materi di tempat


kegiatan

14.

Hasil perhitungan pada Tabel 1 selanjutnya ditampilkan berupa dua macam grafik IPA. Grafik yang
pertama mempergunakan nilai rata-rata pada skala pengukuran tingkat kepuasan dan prioritas penanganan

Prioritas Penanganan

sebagai garis pemisah antar kuadran seperti terlihat pada gambar 2 di bawah ini :
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

Tingkat Kepuasan
Gambar 2. Pembagian Kuadran Importance Performance Analyis Berdasarkan
Nilai Rata-rata Pada Skala Pengukuran Tingkat Kepuasan dan Prioritas Penanganan
Pada Gambar 2 di atas terlihat secara umum responden menyatakan bahwa 14 faktor berkaitan dengan jasa
pelatihan berada pada Kuadran 1 (Pertahankan Kinerja) atau secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan pada saat ini sudah sesuai dengan keinginan konsumen.

415

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Namun jika ingin dilakukan kajian lebih mendetail mengenai pengelompokan faktor-faktor apa saja
yang sesungguhnya masih perlu ditingkatkan atau tidak perlu terlalu mendapatkan perhatian, maka dipergunakan
grafik IPA yang mempergunakan nilai rata-rata hasil pengukuran tingkat kepuasan dan prioritas penanganan
sebagai garis pemisah antar kuadran yang disajikan pada Gambar 3 di bawah ini :

4.30

Prioritas Penanganan

4.20

1;5

4.10

7;11

4.00

14

3.90

3.80

6
13

2
10

3.70

3.60

12

3.50
3.00

3.20

3.40

3.60

3.80

4.00

Tingkat Kepuasan
Gambar 3. Pembagian Kuadran Importance Performance Analyis Berdasarkan
Nilai Rata-rata Hasil Pengukuran Tingkat Kepuasan dan Prioritas Penanganan
Berdasarkan grafik IPA pada gambar 3 di atas maka faktor-faktor yang berkaitan dengan jasa diklat Puslit
SMTP-LIPI dapat dikelompokkan dalam masing-masing kuadran sebagai berikut :
Kuadran 1 : Pertahankan Kinerja

Kesesuaian materi dengan kebutuhan

Ketenangan ruangan diklat

Kapasitas ruangan diklat

Kelengkapan ruangan diklat

Kenyamanan ruangan diklat

Kemudahan mendapat informasi sebelum dan selama kegiatan berlangsung

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen
sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus
mempertahankan prestasi yang telah dicapai. Kesesuaian materi, ruangan diklat dan kemudahan mendapat
informasi adalah faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan. Faktor-faktor tersebut berhasil
diidentifikasi oleh pihak manajemen dan dianggap sudah memuaskan pelanggan.
Kuadran 2 : Cenderung Berlebihan

Variasi makanan/snack

Penanganan peserta selama pemberian materi di tempat kegiatan

416

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah memuaskan namun tidak terlalu penting oleh
pelanggan sehingga manajemen tidak perlu terlalu banyak mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan
faktor-faktor tersebut tetapi sebaliknya dapat mengalokasikan sumber daya tersebut kepada faktor-faktor lain
yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan.
Kuadran 3 : Prioritas Rendah

Ketepatan waktu penyajian materi

Kelengkapan alat bantu diklat

Ketepatan waktu penyajian konsumsi

Pelayanan penyajian

Penanganan peserta pada saat kedatangan di tempat kegiatan

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah namun sekaligus
dianggap tidak terlalu penting bagi pelanggan, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau
terlalu memberikan perhatian pada faktorfaktor tersebut; cukup sekedar mempertahankan dan menyesuaikan
dengan kondisi saat ini.
Kuadran 4 : Tingkatkan Kinerja

Fasilitas (materi, alat tulis dan kelengkapan diklat lainnya)

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting namun kondisi pada
saat ini belum memuaskan bagi pelanggan dalam hal ini pengguna jasa pelatihan Puslit SMTP-LIPI sehingga
pihak manajemen harus mengupayakan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja pada berbagai
faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan agar minat
pelanggan terhadap jasa diklat dapat terus dipertahankan.
V. Kesimpulan
Secara umum dari grafik nilai rata-rata pada skala pengukuran tingkat kepuasan dan prioritas penanganan
(gambar 2) dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan jasa pelatihan pada saat ini sudah sesuai dengan
keinginan pelanggan karena 14 faktor yang dinilai berkaitan dengan jasa pelatihan berada pada Kuadran 1
(pertahankan Kinerja).
Namun setelah dilakukan kajian lebih mendalam mengenai pengelompokan faktor-faktor apa saja yang
sesungguhnya masih perlu ditingkatkan atau tidak perlu terlalu mendapatkan perhatian, maka dari grafik nilai
rata-rata hasil pengukuran tingkat kepuasan dan prioritas penanganan sebagai garis pemisah antar kuadran
(gambar 3) menunjukkan adanya faktor yang perlu ditingkatkan atau menjadi prioritas peningkatan bagi
manajemen yaitu faktor yang berhubungan dengan fasilitas yang meliputi materi, alat tulis dan kelengkapan
diklat lainnya. Selain itu faktor-faktor yang dianggap sebagai low priority (prioritas rendah) adalah ketepatan
waktu penyajian materi, kelengkapan alat bantu diklat, ketepatan waktu penyajian konsumsi, pelayanan

417

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

penyajian konsumsi dan penanganan peserta pada saat kedatangan di tempat kegiatan. Faktor-faktor tersebut
menjadi masukan bagi manajemen untuk melakukan perbaikan berkelanjutan (continual improvement).
VI. DAFTAR PUSTAKA
Brandt, D.R., 2000, An Outside-In Approiach to Determining Customer-Driven Priorities for Improvement
and Innovation, White Paper Series, Volume 2 2000.
Latu, T.M., & Everett, A.M., 2000, Review of Satisfaction Research and Measurement Approaches,
Departement of Conservation, Wellington, New Zealand.
Martinez, C.L., 2003, Evaluation Report: Tools Cluster Networking Meeting #1, CenterPoint Institute, Inc.,
Arizona.
Adhi Maryadhi. & Darmawan N (2009) Pembuatan Sistem Manajemen Hubungan Pelanggan (System
Development Customer Relationship Management), Annual Meeting on Testing and Quality 2009.
Magal, Simha R. dan Levenburg, Nancy M. (2005) Using importance-performance analysis to evaluate ebusiness strategies among small businesses, Proceedings of the 38th Hawaii International Conference
on System Science.
Wade, Derek J. dan Eagles, Paul F.J. (2003) The use of importance-performance analysis and market
segmentation for tourism management in parks and protected areas: an application to Tanzanias
National Parks, Journal of Ecotourism, Vol. 2 No. 3, pp. 196 212.
Yavas, Ugur dan Shemwell, Donald J. (2001) Modified importance-performance analysis: an application to
hospitals, International Journal of Health Care Quality Assurance, Vol. 14 No. 3, pp. 104 110.
Lewis, Roger (2004) Importance-performance analysis, Australasian Journal of Engineering 4Education,
http://www.aaee.com.au/journal/2004/lewis04.pdf.
Lea. (2007) Kepuasan Pelanggan Sepenuhnya (Total Customer Satisfaction).
Swa Online. (2009) Menyimak Kepuasan Pelanggan di Mancanegara.
Jasamarga award. (2009) Kepuasan Pelanggan.

418

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

RANCANGAN SASARAN MUTU SEBUAH LEMBAGA SERTIFIKASI PERSONEL BERBASIS


BALANCE SCORE CARD
Sik Sumaedi1 , Medi Yarmen2
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Kawasan Puspiptek Gedung 410, Serpong,
Tangerang 15311,2
E-mail : siks002@lipi.go.id 1, medi001@lipi.go.id 2
Abstrak
ISO/IEC 17024:2003 mengarahkan Lembaga Sertifikasi Personel untuk mengadopsi sistem manajemen
terdokumentasi mengacu pada ISO 9001:2008. Lembaga Sertifikasi Personel yang menerapkan sistem
dokumentasi berbasis ISO 9001 disyaratkan memiliki sasaran mutu. Sasaran mutu diharapkan sesuai dengan
indicator kinerja lembaga sertifikasi personel sehingga saat sasaran mutu tercapai maka kinerja lembaga juga
sesuai harapan. Permasalahannya sasaran mutu dalam ISO 9001 dijelaskan secara umum. Hal ini membuat
Lembaga Sertifikasi Personel harus mengidentifikasi kerangka yang sesuai dengan sasaran mutunya. Balance
Score Card, sebuah kerangka manajemen pengukuran kinerja strategis yang membagi indikator-indikator
sasaran menjadi 4 perspektif (finansial, customer, proses internal, pertumbuhan dan Pembelajaran) yang telah
terbukti efektifitasnya, dapat menjadi solusi atas permasalahan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan kerangka manajemen pengukuran kinerja Balance Score
Card pada sasaran mutu lembaga sertifikasi personel. Metode penelitian bersifat studi kasus pada sebuah
Lembaga Sertifikasi Personel Auditor Sistem Manajemen Mutu yang telah menerapkan system manajemen
terdokumentasi berbasis ISO 9001.
Hasil penelitian menunjukkan rancangan sasaran mutu berbasis Balance Score Card dengan 12
indikator sasaran mutu yang terdiri atas 1 indikator perspektif keuangan, 5 indikator perspektif pelanggan, 3
perspektif proses internal, dan 3 perspektif pembelajaran & pertumbuhan. Selain itu, di dalam makalah juga
diperlihatkan analisa nature business lembaga sertifikasi personil dan peta strategi lembaga sertifikasi
personel.
Kata Kunci: ISO 9001, Sasaran Mutu, Balance Score Card, Lembaga Sertifikasi Personel
Abstract
ISO/IEC 17024:2003 directs Bodies Operating Certification of Person to adopt documented quality
management system according to ISO 9001:2008. Bodies Operating Certification of Person that implement ISO
9001 documentation system should have quality objective. Quality objective is wished to be appropriated with
institution performance indicators. Therefore, when quality objective is achieved, the institution performance is
also good. The problem is quality objective in ISO 9001 is generally explained. This condition pushes Bodies
Operating Certification of Person to identify the appropriate quality objective framework. Balance Score Card,
a strategic performance measurement management framework that consist of 4 perspectives (financial,
customer, internal process, learning and growth) that effectively proven, could be solution for that problem.
This research is to implement Balance Score Card performance management framework in Bodies
Operating Certification of Persons quality objective. The research methodology using case study in a Quality
Management System Auditor Bodies Operating Certification of Person that already implemented ISO 9001
documentation system.
The research result shows Balance Score Card based quality objective design with 12quality objective
indicators that consist of 1 financial perspective indicator, 5 customer perspective indicators, 3 internal process
indicators, and 3 learning and growth perspective indicators. Beside that, this paper also described the business
nature analysis of Bodies Operating Certification of Person and its strategic map.
Keyword: ISO 9001, Quality Objective, Balance Score Card, Bodies Operating Certification of Person
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

419

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISO/IEC 17024:2003 mengarahkan agar Lembaga Sertifikasi Personel (LSP) mengelola dokumentasi
sistem manajemennya berbasis ISO 9001 [1]. Hal ini wajar, mengingat telah banyak penelitian yang
membuktikan bahwa penerapan ISO 9001 secara konsisten akan memberikan banyak manfaat baik dari sisi
internal organisasi seperti peningkatan mutu, produktivitas, efektifitas, dan kinerja, maupun dari sisi eksternal
seperti peningkatan image dan peluang pemasaran [2].
Dalam kaitan tersebut, ISO 9001 mensyaratkan agar LSP menetapkan Sasaran Mutu. Sasaran mutu
adalah sesuatu yang dicari, atau dikehendaki, yang berkaitan dengan mutu [8]. Seluruh proses dan aktivitas
dalam suatu sistem manajemen mutu diarahkan untuk mencapai sasaran tersebut. Dengan kalimat berbeda dapat
disebutkan bahwa sasaran mutu merupakan indikator performa bagi sistem manajemen mutu suatu LSP.
ISO 9001 mengarahkan agar sasaran mutu dapat diukur dan konsisten dengan kebijakan mutu. ISO
9004 sebagai standar intrepretasi ISO 9001 untuk perbaikan berkelanjutan mengarahkan agar organisasi tidak
hanya memperhatikan pencapaian proses saja, tetapi juga performa kinerja organisasi lainnya, termasuk
performa keuangan. Hal ini berarti sasaran mutu haruslah selaras dengan tujuan kinerja LSP. Saat sasaran mutu
tercapai, idealnya tujuan-tujuan kinerja LSP dapat tercapai pula. Dan pada akhirnya, LSP akan mencapai posisi
yang sesuai 2dengan visinya.
1.2 Permasalahan
Baik ISO 9001 maupun ISO 9004 hanya memberikan panduan umum tentang sasaran mutu. Lembaga
Sertifikasi Personil (LSP) yang menginginkan pencapaian sasaran mutunya selaras dengan kinerja organisasi
haruslah mencari kerangka pengukuran kinerja yang sesuai. Di sisi lain, LSP adalah organisasi yang unik
dikarenakan ia melibatkan pihak luar dalam proses intinya yaitu pengelolaan skema sertifikasi dan pengujian.
Dalam kaitan itu, diperlukan rancangan sasaran mutu yang mampu merepresentatifkan ukuran-ukuran kinerja
dan berkorelasi dengan visi sebuah LSP.
I.3 Tujuan Penelitian
Balance Score Card, sebuah sistem manajemen pengukuran kinerja yang ditemukan oleh Kaplan dan
Norton, telah efektif dan dipercaya menjadi kerangka pengukuran kinerja banyak organisasi di dunia. Balance
Score Card memiliki kelebihan-kelebihan antara lain ia mampu menerjemahkan visi dan strategi ke dalam tolak
ukur kinerja yang lebih operasional, mengarahkan organisasi untuk mengukur performa baik dari aspek tangible
maupun intangible, mendrive organisasi untuk mengidentifikasi dan memelihara leading indicator dan lagging
indicator.
Balance Score Card, bukan sekadar sebuah sistem manajemen pengukuran kinerja. Ia adalah sebuah
sistem manajemen strategis berbasis pengukuran yang telah diterapkan di banyak sektor baik profit maupun non
profit seperti sekolah, rumah sakit atau pemerintahan. Balance Score Card diterapkan oleh pemerintah RRC,
Thailand, Malaysia dan Fiji. Balance Score Card juga popular diterapkan di instansi-instansi layanan umum
Amerika Serikat, Inggris dan Negara Scandinavia [3].

420

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Mengingat hal itu, penerapan Balance Score Card sebagai kerangka sasaran mutu LSP merupakan
sebuah solusi untuk menyelaraskan pencapaian sasaran mutu dengan kinerja lembaga. Diharapkan dengan
penerapan Balance Score Card, sasaran mutu dapat merepresentatifkan indikator-indikator kinerja LSP sehingga
saat sasaran mutu tercapai dengan sendirinya target kinerja lembaga tercapai.
Penerapan Balance Score Card pada LSP merupakan hal yang baru. Mengingat hal itu, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan gambaran penerapan kerangka Balance Score Card pada sasaran mutu sebuah LSP
dalam bentuk suatu rancangan sasaran mutu yang terdiri atas sasaran, indikator, dan ukuran indikator.
2. ISO 9001 dan Balance Score Card
Mengingat penelitian ini bertujuan menerapkan kerangka Balance Score Card pada sasaran mutu LSP
berdokumentasi ISO 9001, berikut ini dibahas konsep dasar Balance Score Card beserta hubungannya dengan
ISO 9001.
2.1 Konsep Dasar Balance Score Card
Balance Score Card diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton sebagai jawaban atas hasil riset mereka
terhadap 12 organisasi yang menyimpulkan bahwa pengukuran performa kinerja tradisional hanya fokus pada
aspek keuangan yang membuat penilaian menjadi bias dan menjadikan fungsi pengukuran terpusat sebagai alat
pengendalian, serta mengabaikan keterkaitan antara performa operasional dengan sasaran strategis organisasi
pada semua level [6].
Balance Score Card bukanlah sekedar tools untuk mengukur kinerja organisasi, tetapi ia adalah sebuah
sistem pengukuran performa strategis [4]. Ia menerjemahkan strategi organisasi menjadi sasaran, indikator,
ukuran, target, dan inisiasi (action plan) organisasi yang jelas dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan,
pelanggan, proses internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran [5]. Keempat perspektif menjawab pertanyaanpertanyaan mendasar sebagai berikut [7]

1. Perspektif finansial. Ukuran-ukuran yang ada menjawab pertanyaan Bagaimana organisasi seharusnya
terlihat di mata shareholdersnya?"

2. Perspektif pelanggan. Ukuran-ukuran yang ada menjawab pertanyaan Bagaimana organisasi seharusnya
terlihat di mata pelanggannya?

3. Perspektif proses internal. Ukuran-ukuran yang ada menjawab Proses apa yang harus dijalankan organisasi
secara sempurna?

4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Ukuran-ukuran yang ada menjawab Bagaimana agar organisasi
mempertahankan kemammpuannya untuk merubah dan meningkatkan?
Balance Score Card mengarahkan agar indikator pengukuran dalam empat perspektif di atas terkoneksi
pada visi organisasi [6]. Dalam kaitan tersebut organisasi harus mengidentifikasi dan menetapkan leading
indicator, indikator-indikator yang memicu tercapainya ukuran keberhasilan organisasi dan lagging indicator,
indikator-indikator ukuran keberhasilan organisasi.

421

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Dalam konteks penerapan, seperti sudah disinggung, Balance Score Card adalah sebuah konsep manajemen
strategis. Karenanya, ia mengandung empat aspek utama manajemen strategis yang harus diperhatikan [3], yaitu

Menggambarkan strategi ke dalam sebuah peta strategi yang mengilustrasikan ssaran kunci dalam empat
perspektif

Mengukur strategi melalui serangkaian sasaran, indicator, ukuran, target, dan inisiasi

Menyelaraskan organisasi dengan strategi

Mengelola strategi melalui kegiatan tinjauan secara berkala, menghubungkan strategi dengan budget,
kebutuhan sumber daya manusia, dan teknologi informasi.
Sebagai manajemen strategi, pemilihan indikator dan ukuran kinerja dalam Balance Score Card haruslah

disesuaiakan dengan nature organisasi dan konteks penggunaan serta memperhatikan lingkungan bisnis dari
organisasi.
2.2 Hubungan ISO 9001 dan Balance Score Card
Persyaratan ISO 9001 berusaha mewujudkan penerapan delapan prinsip manajemen mutu yaitu fokus
pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan personel, pendekatan proses, pendekatan sistem untuk pengelolaan,
perbaikan terus menerus, pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan fakta, dan hubungan saling
menguntungkan dengan pemasok. Pemenuhan persyaratan-persyaratan ISO 9001 yang dibuktikan dengan
diperolehnya sertifikat ISO 9001, tidak dengan serta merta dapat dikatakan bahwa organisasi telah menerapkan
delapan prinsip manajemen mutu tersebut. Akan tetapi, penerapan persyaratan-persyaratan ISO 9001 secara
konsisten akan mendrive berkembangnya prinsip-prinsip tersebut dalam organisasi. Apabila dikaitkan dengan
konsep Balance Score Card, penerapan persyaratan ISO 9001 merupakan leading indicator sementara
berkembangnya delapan prinsip manajemen mutu merupakan lagging indicator.
Dalam kerangka Balance Score Card, idealnya sasaran mutu terdiri atas leading indicator

dan lagging

indicator. Dalam konteks leading indicator, maka kesesuaian antara proses yang dijalankan dengan persyaratan
ISO 9001 dapat menjadi salah satu sasaran mutu. Di sisi lain, indikator-indikator berkembangnya delapan
prinsip manajemen mutu dapat menjadi lagging indicator. Meskipun demikian, beberapa lagging indicator itu
dapat pula dipandang sebagai leading indicator. Tabel 1 adalah pemetaan antara empat perspektif Balance
Score Card dengan delapan prinsip manajemen mutu.
Meskipun di dalam delapan prinsip manajemen mutu, tidak disinggung keterkaitan dengan perspektif
keuangan secara langsung. Berkembangnya kedelapan prinsip dalam organisasi akan memberikan benefit
keuangan seperti pengurangan biaya mutu maupun peningkatan penjualan akibat customer satisfaction.
Tabel 1. Perspektif Balance Score Card vs Delapan Prinsip Manajemen Mutu

422

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PerspektifBalanceScoreCard
1.Keuangan
2.Customer
3.Prosesinternal

4.Pertumbuhan&Pembelajaran

DelapanprinsipManajemenMutu

Fokuspelanggan
Perbaikanterusmenerus
Pendekatansistem
Pendekatanproses
Pengambilanputusanberbasisfakta
Kepemimpinan
Keterlibatanpersonil
Hubungandengansuplieryangsalingmenguntungkan

3. Metodologi Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metodologi yang digunakan adalah pendekatan studi kasus.
Studi kasus dikerjakan dengan objek kajian sebuah lembaga sertifikasi personel auditor sistem manajemen mutu.
Objek kajian telah menerapkan dokumentasi ISO 9001 sebagai bagian dari pemenuhan persyaratan sistem
manajemen (klausul 4.4) ISO/IEC 17024:2003.
Penelitian dilakukan berbasis dokumen-dokumen visi, misi, kebijakan, sasaran, panduan mutu, dan program
kerja lembaga serta informasi-informasi lingkungan bisnis dan literatur-literatur yang relevan.

Penelitian ini

dibatasi hanya pada tahap perancangan sasaran, indikator, ukuran yang sesuai dengan Balance Score Card.
Perancangan meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Analisa Nature Business, bertujuan untuk memahami konsep bisnis lembaga sertifikasi personel sehingga
dapat dijustisifikasi kemungkinan-kemungkinan sasaran-sasaran strategi/indikator-indikator yang harus
diperhatikan. Dalam hal ini, tools yang digunakan adalah diagram Supplier-Input-Process-Output-Customer
(SIPOC) mengingat Balance Score Card digunakan sebagai kerangka sasaran mutu.

2. Analisa Strategi, bertujuan untuk mengidentifikasi sasaran-sasaran strategi, indikator, ukuran yang
kemudian dipetakan ke dalam empat perspektif. Input tahapan ini adalah hasil analisa Nature Business, visi,
misi, kebijakan, sasaran mutu, dan program kerja lembaga.

3. Analisa Peta Strategi, bertujuan untuk melihat keterkaitan antar sasaran strategi/indikator dan hubungannya
dengan pencapaian visi lembaga. Dengan diketahui keterkaitan dari setiap indikator, organisasi dapat
menetapkan apakah leading dan lagging indicator dalam rancangan Balance Score Card. Hal ini bermanfaat
agar penetapan jadwal target-target pencapaian kinerja tepat. Input tahapan ini adalah hasil analisa strategi.
Analisa ini menjadi penting, mengingat Balance Score Card bukanlah sekedar alat ukur tetapi sebagai
manajemen strategi. Sehingga prioritasasi pencapaian target dari sisi waktu harus dilakukan dalam rangka
mencapai visi lembaga.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Nature of Business Lembaga Sertifikasi Personel.

423

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Diagram SIPOC objek kajian dapat dilihat pada gambar 1. Dalam konteks pemakaian Balance Score
Card sebagai kerangka sasaran mutu, lembaga haruslah mengidentifikasi indikator-indikator penting pada tiap
elemen diagram SIPOC. Agar kinerja lembaga baik, objek kajian harus mampu membuat performa tiap elemen
excellent yang berarti indikator sasaran mutu harus dapat mengakomodir kepentingan tersebut.
Hal yang esensial terkait sasaran mutu adalah output dan customer. Ini mengingat tujuan ISO 9001
adalah memberikan kerangka yang efektif untuk menghasilkan produk dan layanan bermutu serta meningkatkan
kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, dikaji terlebih dahulu kedua hal tersebut.
Pada aspek output terlihat bahwa produk akhir objek kajian dapat dipandang dua hal yaitu sertifikat
kelulusan (hasil ujian bagi yang tidak lulus) dan auditor sistem manajemen mutu yang tersertifikasi. Apabila
output objek kajian adalah sertifikat kelulusan maka customernya adalah auditor peserta ujian. Tetapi, apabila
output objek kajian dipandang auditor sistem manajemen mutu yang tersertifikasi maka customernya adalah
lembaga sertifikasi pengguna.
Dalam kaitan tersebut, objek kajian haruslah memperhatikan kepentingan kedua output dan
customernya. Hal ini disebabkan keduanya mempengaruhi jumlah auditor yang akan mendaftar pada lembaga.
Apabila lembaga sertifikasi pengguna percaya pada objek kajian, maka mereka akan mengarahkan para
auditornya untuk tersertifikasi. Di sisi lain, apabila para auditor tersertifikasi puas mereka dapat mereferensikan
pada para auditor lainnya untuk mendaftar. Oleh karena itu perancangan sasaran mutu harus memperhatikan
tingkat kepuasan dan kepercayaan kedua customer tersebut serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Pada aspek proses terlihat bahwa objek kajian berada pada bisnis jasa yang melibatkan secara intensif
para pelanggannya dalam proses operasi. Hal ini berimplikasi perancangan sasaran mutu harus memperhatikan
ketepatan dan kecepatan proses pelayanan serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Pada aspek input terlihat bahwa objek kajian merupakan bagian dari organisasi pemerintahan. Hal ini
berimplikasi perancangan sasaran mutu harus memperhatikan arah kebijakan pemerintahan, faktor
kepemimpinan yang top down dan ikatan emosional dengan pegawai sebagai salah satu ciri khas organisasi
pemerintahan, serta indikator-indikator kinerja organisasi pemerintahan lainnya.
Pada aspek supplier, objek kajian melibatkan pihak luar pada proses intinya yaitu proses pembuatan dan
pemeliharaan skema sertifikasi serta proses pengujian. Hal ini mutlak diperlukan sebagai pemenuhan persyaratan
independensi lembaga. Oleh karena itu, perancangan sasaran mutu harus memperhatikan aspek komitmen dan
kepuasan para supplier tersebut.
4.2 Rancangan Balance Score Card
Setelah dipahami nature business dari objek kajian, langkah selanjutnya adalah membuat rancangan sasaran
mutu berbasis Balance Score Card. Agar sasaran mutu tersebut dapat merepresentatifkan indikator-indikator
kinerja lembaga maka haruslah dibuat kerangka sasaran mutu yang melingkupi seluruh elemen performa yang

424

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

terdapat dalam diagram SIPOC dan mengakomodir keterkaitan antara Balance Score Card dengan ISO 9001
sesuai paparan II.2.

Tabel 2 Rancangan Balance Score Card pada Lembaga Sertifikasi


No

Sasaran Strategis

Indikator

Ukuran

Perspektif Keuangan
1 Peningkatan penerimaan iuran anggota

Jumlah penerimaan iuran anggota

Rp

Perspektif Pelanggan
2 Peningkatan jumlah anggota baru

Jumlah anggota baru

Jumlah

3 Peningkatan retensi anggota lama

Jumlah anggota yang mengundurkan diri dari


keanggotaan

Jumlah

4 Peningkatan kepuasan anggota

Tingkat Kepuasan anggota berdasarkan Survey


Kepuasan Anggota

Indeks

5 Peningkatan kepercayaan LSSM/LSPRO Jumlah LSSM/LSPRO yang menggunakan jasa anggota


6 Penerbitan Direktori Auditor Indonesia

Ketepatan Jadwal penerimaan

Jumlah
%

Perspektif Proses Internal


7

Penerapan & pemeliharaan Sistem ISO


17024:2003

Penurunan waktu pengiriman sertifikat


kelulusan

Penurunan waktu penyampaian


informasi perubahan skema sertifikasi

Jumlah temuan audit KAN


Durasi waktu pengiriman minimal untuk setiap anggota
sejak di terimanya bukti pelunasan biaya administrasi
dan iuran tahunan
Durasi waktu penyampaian informasi perubahan skema
sertifikasi minimal

Jumlah
Hari
Hari

Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan


10 Peningkatan partisipasi pegawai

Tingkat kepuasan personil berdasarkan survey kepuasan


pegawai

Indeks

Tingkat pelaksanaan pelatihan/program pembinaan


dibandingkan kebutuhan pengembangan kompetensi
pegawai berdasarkan Training Needs Analysis

Tingkat kehadiran rata-rata pegawai/bulan

11

Peningkatan kepemimpinan
transformasional

Tingkat kepemimpinan transformasional berdasarkan


survey kepemimpinan transformasional

Indeks

12

Peningkatan hubungan dengan anggota


komite luar LSP yang menguntungkan

Komposisi Anggota Luar dan anggota dalam

Rasio

Tingkat kehadiran anggota komite luar RSP rata-rata

425

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 1. Diagram SIPOC Objek Kajian


Perspektif
Finansial

Perspektif
Customer

Perspektif Proses
Internal

Perspektif
Learning &
Growth

Gambar 2.Peta Strategi objek Kajian

4.3 Peta Strategi

426

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Seperti disebutkan pada uraian II.1 bahwa Balance Score Card adalah sebuah sistem pengukuran performa
strategis. Oleh karena itu, rancangan indikator haruslah memiliki koneksitas yang jelas. Analisa peta strategi
bertujuan untuk melihat hal itu. Peta strategi rancangan Balance Score Card dapat dilihat pada gambar 2. Pada
peta strategi dapat dilihat indikator apa yang menjadi leading indicator dan lagging indicator yang penting
digunakan untuk prioritasas target dan waktu pencapaiaannya. Dimungkinkan bahwa sebuah indikator memiliki
dua peran yaitu sebagai leading indicator dan lagging indicator.

5. Kesimpulan

Balance Score Card dapat digunakan sebagai kerangka sasaran mutu lembaga sertifikasi personel agar
lembaga tersebut memiliki indikator performa sistem manajemen mutu yang selaras dengan indikator
performa kinerja lembaga

Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil rancangan sasaran mutu berbasis kerangka Balance Score Card pada
objek kajian menunjukkan 12 indikator sasaran mutu berbasis Balance Score Card dengan rincian 1
indikator perspektif keuangan, 5 indikator perspektif pelanggan, 3 perspektif proses internal, dan 3
perspektif pembelajaran & pertumbuhan

6. Daftar Pustaka
1.

ISO 17024:2003/Pedoman KAN 501 :2003, International Standard, Conformity Assessment General
requirement for Bodies Operating Certification of Persons

2.

Nurcahyo, Rahmat dan Sumaedi, Sik (2010). Pengembangan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 Pada
Industri Komponen Otomotif dengan Model Bimbingan Berkelompok. Prosiding Seminar Nasional
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri. Universitas Mercu Buana

3.

Beiman, Irv and Johnson, Cristian. Balanced Scorecard in Developed and Transitional Economies

4.

Suprapto, Budi et all (2009) The Implementation of Balance Score Card for Performance
Measurement in Small and Medium Enterprises: Evidence from Malaysian Health Care Services The
Asian Journal of Technology Management Volume 2, Number 2, PP. 37-49

5.

Widjaya Tunggal, Amin (2009). Mengukur dan Mengelola Keberhasilan Usaha dengan Balance Score
Card. Harvarindo. Jakarta

6.

Pienar, Heila and Penzhorn, Cecilia (2000). Using the Balanced Scorecard to Facilitate Strategic
Management at an Academic Information Service. Libri, 2000, vol. 50, pp. 202209

7.

Pineno, J. Charles. The Business School Strategy: Continuous Improvement by Implementing the
Balanced Scorecard Shenandoah University. Research in Higher Education Journal

8.

ISO 9000:2005, International Standard, Fundamentals and vocabulary

9.

ISO 9001 :2008, International Standard, Quality Management Systems Requirements

427

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

PERLENGKAPAN OPTOELEKTRONIK BAGI PENGEMUDI UNTUK MEMANDU SECARA VISUAL


TERHADAP BAGIAN BELAKANG KENDARAAN BERODA EMPAT ATAU LEBIH
Drs. Sugiono
Peneliti Utama Bidang Optik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Gedung 410, Kompleks PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan 15314
sugiono.2@lipi.go.id; drs_sugiono@yahoo.com
INSTISARI
Telah didisain perlengkapan optoelektronik untuk memandu pengemudi kendaraan beroda empat atau
lebih secara visual untuk mengetahui situasi di belakang kendaraan dalam mengendalikan kendaraan, baik saat
bergerak mundur maupun melakukan manuver tertentu yang dikehendaki pengemudi. Tujuan diadakannya
perlengkapan ini adalah dalam rangka mencegah terjadinya serempetan atau tabrakan kendaraan berperlengkaan
ini dengan kendaraan atau benda lain yang berada jalur yang masih dalam jangkauan pengemudinya secara lebih
akurat dari pada yang konvensional dengan cermin bahu (shoulder mirror) dan cermin sisi (side mirrors).
Perlengkapan yang terdiri dari kamera CCD, monotor televisi dan elemen pemandu spasial yang ditempel pada
layar televisi ini telah dipasang di minibus. Penempatan kamera di bagian belakang kendaraan membuat
pandangan yang ditayangkan di televisi terhindar dari halangan akibat adanya bagian kendaraan yang tak tembus
pandang (blind spots) yang selama ini diderita oleh perlengkapan konvensional cermin bahu dan cermin sisi.
Perlengkapan ini telah diuji coba di berbagai medan dan memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Kata-kunci: pemandu, pengemudi, kendaraan beroda empat, visual, gerakan mundur
ABSTRACT
An optoelectronic apparatus to guide a four- or more- wheel vehicle driver has been designed. The
objective of the apparatus function is visually see a rear situation of the vehicle in driving, both when in reversed
state and taking certain cruising maneuver desired by the driver. The goal in creating this apparatus is in order to
avoid a crashing accident or collision of the equipped vehicle with other vehicles or objects located in lanes
which are still in the drivers range in more accurate than conventionally shoulder mirror and side mirrors. The
apparatus consisting of a CCD camera, a television monitor and spatial guidance elements attached to the
television screen has been installed in a van. The camera placement in the rear part of the vehicle makes
displayed view in the television screen is avoided because of existing blind spots suffered in shoulder and side
mirrors of conventional apparatus. This apparatus had been tried in a various field and result satisfactorily.
Keywords: guidance, driver, four-wheel vehicle, visial, reverse driving

428

ISSN 977.2086796.00.2

1.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Pendahuluan
Gerakan mundur pada kendaraan beroda empat atau lebih merupakan suatu keharusan yang tidak

terelakkan dalam aktivitas mengemudi kendaraan beroda empat atau lebih, selanjutnya disebut kendaraan.
Gerakan tersebut, khususnya bagi pengemudi pemula, merupakan hal yang paling sulit dalam mengendalikan
kendaraan karena ia harus melakukannya hanya dengan bantuan visual dari sejumlah cermin, yaitu cermin bahu
(shoulder mirror), cermin samping kiri dan kanan (left and right side mirrors) untuk melihat keadaan di seputar
kendaraannya. Di tambah lagi, adanya beberapa pandangan yang terhalang (blind spots) akibat berbagai bagian
kendaraannya yang tidak tembus pandang, seperti tiang bodi di sisi kiri dan kanannya, apalagi pada kendaraan
yang lebih besar, seperti truk, bus, dan mobil bak. Secara tradisional, pandangan yang terhalang tersebut dapat
diatasi, atau paling tidak diminimumkan, dengan memanfaatkan ketiga cermin yang ada sebagaimana tersebut di
atas secara bersamaan.
Dengan semakin majunya perkembangan di bidang optoelektronik, khususnya elektronik, yang
memunculkan berbagai modul optoelektronik dengan kemudahan mendapatkan dan kemurahan harganya,
berbagai kegiatan yang semula menemui kesulitan untuk mewujudkannya, pada saat ini dapat diatasi, termasuk
di dalamnya dalam hal kesulitan atau keterbatasan pandangan untuk memandu pengemudi dalam gerakan
mundur kendaraan, yang pada saat itu diatasi dengan menambahkan lensa fresnel yang terbuat dari plastik yang
lentur[1]. Modul optoelektronik yang dimaksud adalah kamera CCD (charge coupled device) dan monitor
televisi jenis LCD (liquid crystal display) yang kompak, yang memberi kemudahan penempatannya dalam ruang
pengemudi, khususnya di sekitar dashboard [2].
Makalah ini menguraikan tentang disain dan uji coba perlengkapan optoelektronik untuk memandu
pengemudi secara visual terhadap bagian belakang kendaraan yang terdiri dari kamera CCD sebagai penangkap
gambar yang ditempatkan di bagian belakang kendaraan dan monitor televisi jenis LCD sebagai sarana
pemaparan yang dilihat pengemudi untuk memandu dalam kegiatan mengemudinya, khususnya gerakan mundur
kendaraan, dan dilengkapi dengan elemen pemandu spasial yang ditempelkan pada permukaan layar monitor
televisi yang mampu mengidentifikasi secara dini terhadap potensi benturan dengan kendaraan atau benda lain di
belakang sisi kiri dan kanannya, demikian juga mengukur jarak kendaraan atau benda lain di belakang kendaraan
secara lebih akurat dan antisipasi ruang-bebas (free space) bukaan pitu kiri dan kanan kendaraan pada saat
diperlukan kemudian. Kontribusi penelitian yang dituangkan dalam makalah ini dalam wacana ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah pemanfaatan modul optoelektronik untuk keselamatan berkendaraan.
2.
2.1.

Dasar teoretis dan survai pendahuluan di lapangan


Kamera CCD
Sudut pandang visual yang diperoleh pengemudi dengan menggunakan cermin bahu, tergantung dari

jenis kendaraan dan posisi pengemudi terhadap cermin, demikian pula dengan cermin sisi kiri dan kanan.
Gambar 1 memperlihatkan tiga jenis cermin pada salah satu jenis kendaraan. Sebagai gambaran, pada tabel 1
diperlihatkan sudut pandang yang diperoleh pada kendaraan pada Gambar 1 yang diamati penulis, Gambar 2

429

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

memperlihatkan salah satu contoh hasil pandangan melalui cermin-cermin tersebut pada salah satu kendaraan,
termasuk blind spot-nya, dan pada tabel 1 juga diperlihatkan pandangan yang terhalang (blind spots, BS).

Cermin sisi kanan

Cermin bahu (di


dalam kendaraan)

Cermin sisi kiri

Gambar 1 Tiga jenis cermin pada kendaraan. Contoh pada minibus Suzuki APV Arena
Tabel 1 Sudut pandang horisontal cermin bahu, cermin sisi, dan sudut pandang total pada sebuah
kendaraan pada Gambar 1 berbasiskan pada salah seorang pengemudi yang duduk normal di kursi
pengemudi, termasuk blinds spot-nya
Sudut cermin kiri ()
Efektif
BS
27,37
4,6

Sudut cermin bahu ()


BS kiri
Efektif
BS kanan
1
23,59
1

Sudut cermin kanan ()


BS
Efektif
5,98
25,24

Total ()
Efektif
BS
76,2
12,58

Blind spot

Blind
spot

Blind
spot
(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Pandangan dari (a) cermin sisi kiri, (b) cermin bahu, dan (c) cermin sisi kanan untuk minibus
Suzuki APV Arena sebagai salah satu sampel, termasuk blind spot-nya.
Dengan pandangan visual yang demikian, tampak dengan jelas bahwa halangan pandangan yang
diderita bagi pengemudi dapat diatasi dengan mengintegrasikan ketiga pandangan tersebut yang dilakukan secara
bergiliran (sequencial). Dengan adanya pergiliran tersebut, maka pandangan yang terintegrasi yang seharusnya
diperoleh pengemudi saat melakukan gerakan mundur akan tergantung seberapa ingat dan seberapa lama
pengalaman pengemudi dalam mengemudikan kendaraan.
Lain halnya jika padangan yang terintegrasi tersebut diperoleh pada saat yang sama dan hanya dari
satu media yang diperuntukkan bagi pengemudi. Jika hal itu dapat dicapai, maka keterbatasan pandangan akibat

430

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

keterhalangan oleh bagian bodi kendaraan atau BS akan sirna dan kemudahan, khususnya bagi pengemudi
pemula, akan diperoleh. Penelitian yang diungkapkan dalam makalah ini ditujukan untuk menyediakan fasilitas
yang demikian sebagai ganti dari fasilitas secara tradisional yang disediakan manufaktur kendaraan
konvensional.
Dengan perlengkapan ini, pandangan terhadap bagian belakang kendaraan diperoleh melalui sebuah
kamera CCD yang ditempatkan di bagian belakang kendaraan bisa di bagian atap atau di kaca belakang atau di
sisi bawah di sekitar pelat nomor polisi, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya cahaya tampak
yang dipancarkan oleh benda-benda dalam jangkauan medan pandangnya, setelah melalui lensa obyektifnya
ditangkap oleh bidang CCD pada kamera CCD, kemudian diolah modul pengolah citra dalam kamera CCD dan
disalurkan dalam bentuk sinyal video yang siap dipaparkan melalui sarana pemaparan video, yang dalam hal ini
berupa monitor televisi.[3]
Kelebihan penempatan kamera CCD di bagian atap menghadap ke belakang adalah memberikan
pandangan yang dihasilkan menjadi lebih luas, mendekati pandangan mata burung (birds eye view) yang sangat
baik untuk membantu memperoleh pandangan yang lebih luas saat mengendalikan kendaraan[3], namun hal
tersebut mempunyai kelemahan yang berupa penyediaan sarana tambahan yang berupa sarana kedap air untuk
kamera tersebut untuk menahan air hujan saat terjadi hujan atau uap air saat kelembaban di sekitar kendaraan
tersebut meningkat yang dapat merusak komponen optik dan elektronik yang terdapat di dalamnya [4, 5],
termasuk keterhalangan pandangan akibat tetesan air atau debu yang menempel pada lensa atau jendela tembus
pandang pada kamera tersebut dan tentu saja komputer animasi yang mengolah data sekeliling kendaraan
tersebut menjadi paparan citra yang informatif sebagaimana yand disediakan oleh sedan Nissan [6], di samping
rawan terhadap vandalisme, seperti perusakan atau pencurian[7]. Kelebihan penempatan kamera CCD di sekitar
pelat nomor polisi adalah ketersembunyiannya dari pandangan untuk mencegah vandalisme [7], namun
kelemahannya adalah rawan terhadap halangan adanya penempelan kotoran dan cipratan air pada jendela kamera
karena letaknya yang berada di bawah dekat dengan permukaan jalan [4]. Sementara itu, kelebihan dari
penempatan kamera CCD di bagian belakang di dalam kendaraan adalah memperkecil vandalisme dengan upaya
yang maksimumdan tidak perlu sarana kekedapan terhadap air dan uap air, namun kelemahannya adalah
pandangan yang relatif lebih sempit di bandingkan dengan penempatan di bagian atap kendaraan. Dengan
kekurangan dan kelebihan masing-masing penempatan tersebut di atas, pemilihan yang diungkapkan dalam
makalah ini lebih memfokuskan pada penempatan kamera CCD di bagian belakang di dalam kendaraan.
Di samping masalah penempatan, berbagai pilihan kamera CCD untuk keperluan ini dapat dilakukan.
Secara umum, kamera CCD dicirikan dengan ukuran bidang CCD-nya, antara lain 1/6, , 1/3, dan 1 [3],
dengan catatan bahwa semakin besar ukuran akan semakin baik dan semakin mahal. Di samping ukuran bidang
CCD, jumlah piksel dalam bidang CCD tersebut yang menunjukkan resolusinya juga penting, dengan catatan
bahwa semakin besar jumlah pikselnya semakin baik dan, tentu saja, semakin mahal [3].

2.2.

Monitor televisi
Sementara itu, karena monitor televisi jenis tabung (CRT, cathode ray tube) rata-rata berukuran relatif

besar sehingga memakan tempat dalam penggunaan yang nyata di kendaraan, maka pilihan jatuh pada monitor
televisi jenis LCD. Pilihan jatuh pada televisi dengan ukuran diagonal 7 inci dengan pertimbangan bahwa

431

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

televisi berukuran yang demikian telah umum dipakai untuk ditempatkan di kendaraan dan tidak terlalu
memakan tempat ketika ditempatkannya di bagian depan pengemudi atau di sekitar dashboard.[2]
2.3.
2.3.1.

Elemen pemandu spasial [8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15]
Jejak yang akan dilewati ban belakang kendaraan
Pada beberapa tempat parkir, khususnya model yang mutakhir, di bagian dalam lantai parkir (bukan

yang berada langsung di tepi gang tempat kendaraan melintas) telah dilengkapi dengan tanggul penahan ban
dengan asumsi bahwa ban kendaraan akan membentur tanggul ini sebelum membentur kendaraan lain atau
tembok (lihat Gambar 3). Di beberapa area parkir, jumlah tanggul ini hanya satu, walaupun di area lain
berjumlah 2. Oleh sebab itu, pengemudi mestinya mengarahkan ban kendaraannya pada tanggul ini sampai
membenturnya sebagai indikator bahwa batas gerakan mundur maksimumnya telah dicapai. Apa yang dilakukan
pengemudi kendaraan tanpa pemandu ini? Pengemudi hanya memperkirakan saja.

Gang kendaraan
berlalu-lalang
Area
parkir
Rute kendaraan
yang mau parkir
Tanggul
penahan
ban

Tembok
pembatas

Gambar 3 Ilustrasi area parkir dan tanggul penahan ban kendaraan.


Dengan bantuan pemandu yang diungkapkan pada penelitian yang dilengkapkan pada sebuah
kendaraan, pengemudi secara langsung dapat mengarahkan bannya untuk dibenturkan pada tanggul ini secara
akurat, apa lagi jika jumlah tanggulnya hanya satu. Hal ini dapat mencegah kecelakaan akibat gerakan kendaraan
yang membentur tembok pembatas area parkir [16, 17].
Pada kasus lain, bisa saja terjadi bahwa area parkir yang tersedia tidak menyediakan tanggul
sebagaimana tersebut di atas, misalnya saat parkir di tepi jalan secara serial. Pemandu jejak ban ini akan
membantu pengemudi untuk memilih perlintasan bannya pada lintasan yang dikehendaki.
2.3.2.

Jejak yang akan dilewati bagian terluar (cermin sisi) kendaraan


Ketika hendak parkir di ruang yang sempit, misalnya ruang kosong yang bagian kiri dan/atau kanannya

telah diisi oleh kendaraan lain (lihat Gambar 3), pengemudi kendaraan tanpa perlengkapan pemandu ini,
pengemudi harus memperkirakan, dengan bantuan cermin kiri dan kanannya, apakah ruang sempit tersebut
cukup untuk tempat parkir kendaraannya. Tentu saja bagi para pengemudi yang sudah berpengalaman bertahun-

432

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

tahun tidak akan mengalami kesulitan, namun bagaimana dengan pengemudi yang baru atau pengemudi dengan
pengalaman yang minim? Dengan bantuan perlengkapan yang diungkapkan dalam makalah ini, pengemudi dapat
melihat, apakah garis dan/atau kepanjangannya di tepi kiri dan kanan yang terdapat di layar monitor televisi,
yang merupakan perwujudan dari proyeksi cermin sisi kiri dan kanannya, berada pada bodi atau cermin kanan
dan/atau cermin kiri kendaraan lain yang akan berdampingan saat parkir nanti?. Pengemudi kendaraan
berlengkapan ini mengendalikan kendaraannya sedemikian rupa agar garis tersebut tidak mengenai atau
membentur bodi atau bagian terluar kendaraan yang akan berdampingan tersebut agar proses parkirnya
terhindar dari benturan yang tidak dikehendaki.
2.3.3.

Ruang-bebas sisi (side free-space) terhadap bodi kendaraan


Setara dengan butir 2.3.2. di atas, namun fasilitas ini lebih difokuskan pada penyediaan fasilitas

kenyamanan saat pintu kiri dan kanan kendaraan (yang bukan berupa sliding doors) nantinya dibuka untuk
mencegah benturan pada tembok atau bodi kendaraan lain di sisi kiri dan kanannya setelah parkir. Ukuran ruang
ini sangat tergantung dari jenis kendaraannya, di mana untuk Suzuki APV Arena adalah 90 cm.

Gambar 4. Ruang-bebas sisi kiri kendaraan setelah pintu dibuka yang lebarnya 90 cm dari proyeksi bodi
kendaraan.
2.3.4.

Jarak benda di belakang dan kendaraan


Agar pengemudi mendapat bantuan untuk memperkirakan jarak antara kendaraannya (dalam hal ini

bumper belakang) dan benda-benda yang terdapat di jalan, misalnya tembok atau bumper kendaraan orang lain,
maka perlengkapan ini dilengkapi dengan pengukur jarak. Karena identifikasi jarak yang diperlukan pada
perlengkapan ini tidak terlalu jauh, misalnya maksimum 5 meter, maka indikator garisnya adalah dengan
memberikan tanda pada layar monitor televisi benda-benda yang berjarak 5 meter. Dengan cara yang setara,
indikator jarak 2 meter dan meter.
3.

Pembuatan
Penempatan kamera CCD
Tanpa mengesampingkan ukuran bidang CCD pada kamera yang tersedia di pasar, untuk keperluan

penelitian ini digunakan karena CCD dengan spesifikasi bidang CCD . Kamera CCD ini ditempatkan di
dalam kendaraan pada posisi di atas tepi atas kaca belakang kendaraan yang diatur agar berada di tengah-tengah.
Karena sifat perlengkapan ini yang baru pada tahap set-up laboratorium, maka penempatannya belum permanen
(lihat Gambar 5a ). Kamera dipasang agar sedikit menunduk pada kemiringan sekitar 10 derajat dengan

433

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

perhitungan bahwa pusat sumbu optiknya menumbuk benda yang terdapat pada permukaan jalan pada jarak 5
meter (lihat Gambar 5b).

Kamera CCD

Bumper
belakang
(a)

5m

(b)

Gambar 5. (a) Pemasangan kamera CCD di bagian belakang kendaraan (b) Posisi kamera pada
kemiringan 10 derajat ke bawah.
Penempatan monitor televisi
Penempatan monitor televisi di dashboard dengan mempertimbangkan kenyamanan pengemudi dalam
menggunakannya telah disampaikan [2], dan oleh karenanya penempatan monitor televisi pada penelitian ini
mengadopsinya (lihat Gambar 7).

Gambar 6. Televisi ditempatkan pada dashboard di depan radio-tape.[2]


Instalasi elemen pemandu spasial
Elemen pemandu jejak ban
Gerakan mundur kendaraan yang dimaksud pada makalah ini adalah gerakan mundur dalam keadaan
lurus, yaitu pada posisi setir kemudi dalam keadaan netral. Dalam keadaan posisi demikian, sebenarnya kita
lebih mudah menduga atau mengetahui atau memperhitungkan kemana jejak ban kiri dan kanan akan melintas,
yaitu lurus ke belakang yang berawal dari telapak ban. Diasumsikan ada tali atau tambang atau sejenisnya yang
membentang dari telapak ban-belakang ke arah belakang kendaraan secara lurus, kemudian kendaraan ini
dimundurkan pada posisi setir kemudi netral sebagaimana tersebut di atas, maka (hampir) dipastikan tali atau
tambang yang membentang di belakang tersebut dilintasi oleh ban tersebut. Hal ini berarti, jika setiap kali
kendaraan akan mundur lurus, kemudian disediakan tali atau tambang sebagaimana yang diilustrasikan di atas,
maka (hampir) dipastikan bahwa ban kendaraan akan melindas tali atau tambang tersebut. Pada penelitian ini,
tali atau tambang secara fisik yang dibentangkan di permukaan jalan di belakang kendaraan (lihat Gambar 7)
digantikan oleh stiker yang berupa garis yang ditempelkan secara berimpit dengan gambar tali atau tambang

434

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

yang ditayangkan pada layar monitor televisi pada saat tali atau tambang tersebut masih berada di tempatnya.
Dengan demikian, garis permanen yang terdapat pada layar monitor televisi merupakan perwujudan
(representasi) dari tali atau tambang yang dibentangkan secara fisik di jalan yang berfungsi sebagai pemandu
jejak ban pada arah mundur.

5m

Gambar 7. Tambang yang dibentangkan di permukaan jalan bagian belakang kendaraan sebagai
pemandu gerakan mundur saat ditayangkan di layar monitor televisi, juga jarak 5 m dari bumper.
Elemen pemandu proyeksi cermin sisi (bagian terluar kendaraan)
Dengan metode yang sama sebagaimana dijelaskan pada 3.3.1, tali penanda vertikal (dengan pemberat)
ditempelkan pada bagian terluar kaca sisi untuk memperoleh proyeksi bagian terluar kendaraan pada permukaan
jalan tempat kendaraan berada (lihat Gambar 8). Seutas tali atau tambang dibentangkan ke arah belakang
kendaraan yang sejajar dengan jejak ban ke belakang sebagai representasi jejak lintasan proyeksi bagian terluar
kendaraan ke permukaan jalan ke arah belakang (lihat Gambar 8).
Ketika garis tersebut terpampang pada permukaan layar monitor televisi, maka garis tersebut dengan
stiker yang nantinya akan menunjukkan bagian permukaan jalan yang akan dilewati garis tersebut. Dengan
demikian, ketika tali atau tambang tersebut dipindahkan dari tempatnya, fungsi tali atau tambang sebagai
pemandu proyeksi bagian terluar kendaraan ke permukaan jalan digantikan sepenuhnya oleh stiker yang baru
saja ditempel.

435

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Gambar 8. Proyeksi bagian terluar kendaraan pada permukaan jalan dan garis yang terbentang ke
belakang sebagai representasi lintasannya ke belakang.
Elemen pemandu ruang-bebas sisi (side free-space) terhadap bodi kendaraan
Untuk mengetahui ruang-bebas di sisi kiri dan kanan kendaraan yang diperlukan, maka bentangan
maksimum semua pintu sisi kendaraan tersebut diidentifikasi, khususnya bagian terluarnya, kemudian ditetapkan
proyeksinya pada permukaan jalan dengan menggunakan tali pemberat vertikal. Dengan metode yang sama
dengan sebagaimana yang dipaparkan pada 3.3.1 dan 3.3.2, stiker yang representatif dengan elemen pemandu ini
ditempelkan pada permukaan layar monitor televisi.

Elemen pemandu jarak dengan bumper belakang


Proyeksi bagian paling belakang dari bumper belakang kendaraan diidentifikasi. Benda yang berjarak 5
m dari proyeksi tersebut ke belakang diletakkan di permukaan jalan sebagai representasi obyek berjarak 5 m
(lihat kotak meteran pada Gambar 7). Dengan melihat obyek tersebut pada layar monitor televisi kemudian
menempelkan garis stiker secara mendatar pada layar tersebut, maka garis tersebut merupakan representasi
benda yang berjarak 5 m dari bumper belakang. Dengan cara yang sama, dilakukan untuk benda-benda yang
berjarak 10 m, 2 m dan 0,5 m.
Dengan terpasangnya semua elemen tersebut, maka tampaknya paparan hasil pemasangan tersebut pada
Gambar 10 di bawah ini.

Garis pemandu
ruang bebas kanan
Garis pemandu
cermin sisi kanan
Garis pemandu ban
kanan

Garis pemandu
ruang bebas kiri
Garis pemandu
cermin sisi kiri
Garis pemandu
ban kiri
Garis pemandu
jarak (2, 3, 4, 5 m)

Gambar 10. Paparan elemen perlengkapan pemandu kendaraan untuk gerakan mundur. Di samping itu,
jarak kedaraan E 1747 GH ini berjarak 2 m dari kendaraan berlengkapan pemandu.
4.

Hasil uji coba dan pembahasan


Berbekal perlengkapan pemandu yang telah dibuat dan diinstalasi pada sebuah kendaraan, dilakukan uji

coba di beberapa tempat yakni di Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Serpong,
Tangerang Selatan.
Jarak benda di belakang kendaraan

436

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Dengan elemen panduan jarak yang terdapat pada perlengkapan ini, jarak benda-benda yang berada di
belakang kendaraan segera dapat diketahui, bukan hanya perkiraan semata, sehingga dapat membantu untuk
mengantisipasi segala yang akan terjadi (lihat Gambar 10).
Pemandu jejak ban
Dengan elemen panduan jejak ban ke arah belakang yang terdapat pada perlengkapan ini, pengemudi
segera dapat menentukan pilihan bagian permukaan jalan mana yang diinginkan untuk dilewati ban
kendaraannya, bukan perkiraan yang selama ini tidak dapat dilihat ketika memanfaatkan perlengkapan cermin
yang konvensional.
Pemandu bagian terluar (cermin sisi) kendaraan
Dengan elemen panduan proyeksi cermin sisi yang terdapat pada perlengkapan ini, pengemudi segera
dapat mengambil keputusan apakah kendaraan ini akan menabrak kendaraan sebelahnya atau aman, bukan
perkiraan yang selama ini tidak dapat dilihat ketika memanfaatkan perlengkapan cermin yang konvensional
(lihat Gambar 11).
Pemandu ruang-bebas sisi
Dengan elemen panduan proyeksi ruang-bebas sisi yang terdapat pada perlengkapan ini, pengemudi
segera dapat mengambil keputusan apakah ruang di sisi kendaraan ini akan leluasa bagi pintunya saat dibuka
nantinya setelah parkir atau tindak nyaman, bukan hanya perkiraan semata yang selama ini dilakukan dengan
memanfaatkan perlengkapan cermin yang konvensional.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 11 (a) Sisi kanan kendaraan yang telah diparkir tampak membahayakan di layar monitor
televisi jika kendaraan terus bergerak mundur karena garis yang di tengah mengenai ban kendaraan (b)
Setelah di lihat posisi yang sebenarnya (c) Sisi kanan kendaraan yang sama tampak aman atau tidak
membahayakan karena garis yang di tengah tidak mengenai bagian apapun dari kendaraan yang telah
diparkir sebelumnya (d) Dibandingkan dengan posisi yang sebenarnya.
Setelah melakukan uji coba dengan memanfaatkan semua sarana yang disediakan pada perlengkapan
ini, maka mengemudikan kendaraan dalam gerakan mundur sama sekali bukanlah suatu kegiatan yang
menyulitkan, karena pengemudi segera dapat mengetahui apakah jejak bannya menyimpang dari yang
diinginkan atau tidak, apakah benda-benda yang berada di belakang cukup aman karena pengemudi telah
mengetahui jaraknya, apakah kaca sisinya akan bersinggungan dengan benda-benda lain, termasuk mobil di
sebelahnya, di sisi kiri dan kanan kendaraan, dan yang terakhir apakah ruang bebas di kiri dan kanan
kendaraannya cukup untuk membuka pintu saat telah parkir nantinya.

437

ISSN 977.2086796.00.2

5.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

Kesimpulan
Berkendaraan dengan perlengkapan pemandu hasil penelitian yang diungkapkan dalam makalah ini

untuk gerakan mundur sama sekali bukanlah kegiatan yang menyulitkan melainkan menjadi kegiatan yang
sangat mudah karena semua kendala yang semula ditemui ketika memanfaatkan alat bantu konvensional yang
berupa tiga cermin, yaitu cermin bahu, cermin sisi kiri dan cermin sisi kanan yang terpisah. Jarak antara bendabenda di belakang kendaraan segera dapat diketahui, bukan hanya sekedar perkiraan. Permukaan jalan yang akan
dijejaki oleh ban kendaraannya bisa diketahui secara pasti. Ruang mana yang aman untuk gerakan mundur,
khususnya saat parkir, sehingga tidak menyerempet kendaraan di sebelahnya. Dan yang terakhir, saat parkir
nantinya, apakah ruang di sebelah kiri dan kanan kendaraannya cukup lebar sehingga ketika pintu kendaraannya
dibuka sebagai sarana keluarnya orang dari kendaraan tersebut cukup lebar sehingga pintunya tidak membentur
benda lain, termasuk misalnya kendaraan di sebelahnya.
Daftar pustaka
[1]

1999 Optics and Optical Instruments Catalog, Edmund Industrial Optics, Barrington, NJ, USA, hal. 3233

[2]

Sugiono, Disain Optik-Elektronik Prototip Pemandu Cerdas bagi Pengemudi Kendaraan Beroda
Rmpat, Anuual Meeting on Testing and Quality (AMTeQ), Tangerang, 2009, hal. 111-123

[3]

___, Charge-coupled device, (1 Januari 2010 pukul 14:30), http://en.wikipedia.org/wiki/Chargecoupled_device

[4]

Makoto Iikawa and Takahiro Kobayashi, Weather-Sealing Structure of a Lens Barrel; Pentax
Corporation, Reston, VA US; USPC Class: 359513

[5]

Tanaka, Keita, Optical Element, Sony Corporation, Westfield, NJ US, Patent application number:
20090310205; http://www.faqs.org/patents/app/20090310205

[6]

___, Bird's-eye view of your car, (June 20, 2005 10:04 am)
http://www.worldcarfans.com/10506208920/nissan-eliminating-blind-spots

[7]

Bonet, Garcia Fransisco, Bisiness plan for a technologically advanced securitity company, Master
Thesis, Escola Politechnica Superior de Castelldevels, Universitat Politecnica de Catalunya, Spain,
November 5th, 2008.

[8]

Sugiono, Drs, Cara untuk memandu Pengemudi Kendaraan Beroda Empat atau Lebih dalam
mengendalikan Kendaraan dengan menggunakan Kaca Film, Paten Indonesia, ID 0 001 402, Jakarta,
10 Mei 1997.

[9]

Pemandu Keselamatan Berkendaraan, Koran Media Indonesia, 3 April 1999.

[10]

Pemandu Keselamatan Berkendaraan, Koran Republika, 24 April 1999.

[11]

Aryani, Bernadetta Diah, ASELI Indonesia, Lho...Pemandu Pengemudi Kendaraan, Readers Digest
Indonesia, Agustus 2007, halaman 85-91.

[12]

Kokpit F-16 di Mobil Sugiono, Koran Tempo, 13 Mei 2008.

[13]

Wijoseno,A. Bimo, Ingat Nyetir Ingat GAID, Majalah Intisari, halaman 144-146, 148-150, Juli 2008.

438

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

[14]

Pemandu Pengemudi Mobil: Dengan GAID, menyetir mobil menjadi mudah, Majalah Gatra, 10
Agustus 2009.

[15]

Sugiono, Alat Penduga Jarak pada Kendaraan Roda Empat, PPI-KIM, hal. 182-192, Puslitbang KIMLIPI, Tangerang, 1993.

[16]

Duta Mal akui Kelalaian ambruknya Dinding Parkir, Finroll News, 16 Juli 2009; 22:39,
http://news.id.finroll.com/home/archive/102870-____duta-mal-akui-kelalaian-amburknya-dindingparkir____.html

[17]

Pipiet Tri Noorastuti, Lutfi Dwi Puji Astuti, DKI Sweeping Gedung Parkir Cegah Mobil Jatuh,
Vivanews,

14

Juli

2009,

10:59

WIB,

http://metro.vivanews.com/news/read/74865-

dki_sweeping_gedung_parkir_cegah_mobil_jatuh

439

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

KAJIAN KEMAMPUAN SMK DALAM PROSES PENERAPAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


(SNP) BERBASIS SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001
Darmawan Baginda Napitupulu
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian-LIPI Gedung 410 Puspiptek
darwan_napit@yahoo.com
ABSTRAK
Persoalan mutu pendidikan yang rendah menjadi persoalan nyata yang dihadapi bangsa Indonesia, yang
berdampak pada mutu sumber daya manusia dan rendahnya daya saing bangsa. Upaya yang harus dilakukan
dalam rangka memperbaiki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Salah
satu program yang dilaksanakan Pemerintah adalah meningkatkan mutu sekolah sebagai basis utama pendidikan
dengan mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dengan taraf internasional sehingga lulusannya memiliki daya saing internasional. Artinya
untuk menjadi SBI, sekolah harus memiliki standar minimal SNP yang dikembangkan atau diperkaya dengan
standar internasional salah satunya standar sistem manajemen mutu ISO 9001. Penelitian ini mengkaji kesiapan
dan kemampuan sekolah khususnya sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam menerapkan SNP dilihat dari
sudut pandang sistem manajemen mutu. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang
bersifat eksploratif-deskriptif dimana pengambilan sampel dilakukan secara Purpossive Sampling terhadap SMK
yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera
Utara dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kesiapan dan kemampuan SMK cukup baik
dalam proses penerapan SNP yang ditandai dengan score 65.61% walaupun namun masih terdapat kendalakendala yang dihadapi seperti sarana prasarana yang terbatas, kurikulum serta kualifikasi tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan yang rendah.
Kata Kunci : Sistem Manajemen Mutu, Standar Nasional Pendidikan, SMK, ISO 9001, SBI
1.

Pendahuluan

Visi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah terwujudnya insan Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Dalam
merespon visi tersebut, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang harus bekerja keras untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusianya yang masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan negara
lain, khususnya di kawasan Asia.
Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu sumber daya manusia adalah dengan
meningkatkan mutu pendidikan [3]. Fokus utama yang harus diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan
adalah peningkatan institusi sekolah sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya
manusia, maupun sarana dan prasarananya. Salah satu program yang dilaksanakan pemerintah agar perubahan
dan perkembangan tersebut dapat direspon dengan cepat adalah dengan meningkatkan mutu sekolah melalui
pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang berbunyi:
... Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
[4].
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan
(SNP) Indonesia dengan mutu internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing yang bersifat
internasional. SBI pada hakikatnya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 (delapan) standar,
yaitu kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan,

440

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

pengelolaan, dan penilaian yang diperkaya, dikembangkan, diperluas, diperdalam melalui adaptasi atau adopsi
terhadap standar pendidikan yang dianggap reputasi mutunya diakui secara internasional seperti Cambridge, IB,
TOEFL/TOEIC, UNESCO, ISO [5]. Dengan demikian diharapkan SBI mampu memberi jaminan bahwa baik
dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi daripada SNP [6].
Namun untuk mengembangkan atau memperluas SNP yang meliputi 8 (delapan) standar [7] menjadi standar
yang bertaraf internasional tidaklah mudah. Di lapangan ditemui kesulitan dalam penerapan, yang diduga
kurangnya pemahaman, komitmen, keterlibatan aktif, dll. SBI mensyaratkan adanya berbagai kriteria yang harus
dipenuhi oleh penyelenggara sekolah, seperti : sekolah telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001;
menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pada empat bidang studi; menjadi teaching factory
memasarkan produk yang dihasilkan para siswanya ke masyarakat, siswa memiliki kemampuan TOEIC terendah
400, memiliki kerja sama dengan perusahaan asing sebagai rekan kerja atau sebagai tempat untuk praktek kerja,
serta mampu mengirimkan para siswanya untuk praktek/ magang kerja ke luar negeri.
Selain itu tampaknya program SBI ini tidak didahului dengan riset yang mendalam sehingga bentuk dan arah
dari konsep SBI tidak begitu jelas [4]. Lebih-lebih lagi, berdasarkan hasil pengamatan Pudjo Sugito (2008),
ditemukan fakta yang mengejutkan bahwa penyelenggaraan sekolah internasional ternyata kurang
mencerminkan standar pendidikan bertaraf internasional; sekolah internasional tetapi berstandar lokal. Karena
realitasnya, penyelenggaraan sekolah internasional tidak lebih dari sekolah-sekolah reguler lainnya [8].
Oleh karena itu untuk mewujudkan SBI, tahap pertama adalah menerapkan standar nasional pendidikan
(SNP) dengan baik. Pada Penelitian, dikaji kesiapan dan kemampuan sekolah khususnya sekolah menengah
kejuruan (SMK) dalam menerapkan SNP dilihat dari sudut pandang atau dikaitkan dengan sistem manajemen
mutu ISO 9001. Hal ini dikarenakan sistem manajemen mutu ISO 9001 merupakan salah satu persyaratan wajib
untuk menjadi SBI. ISO adalah standar sistem manajemen mutu yang sudah diakui secara internasional dan
dapat diaplikasikan pada jenis organisasi apapun. Manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi ISO adalah
memberikan nilai tambah pada organisasi berupa peningkatan produktifitas, efisiensi dan kepuasan pelanggan
serta penurunan biaya.
2.

LANDASAN TEORI

2.1 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)


Berdasarkan beberapa peraturan perundangan yang menyangkut Standar Nasional Pendidikan (SNP) serta
keterkaitannya dengan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan ISO maka kerangka konsep dalam penelitian ini
dapat diilustrasikan, sebagai berikut :

441

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

DIAGRAM KERANGKA PIKIR


REGULASI
SNP
KARAKTERISTIK
SBI

KOMPONENSNP
ISO
9001:2008

RESPONDEN / INFORMAN
Nar a Sumber

KONTEKS
INPUT
Kajian Pustaka/Dokumen
Wawancar a / Kuesioner

PROSES
OUTPUT

Identifikasi
Analisis Diskr iptif

OUTCOME

GAP
Analysis

Kondisi
Ideal

MATRIKS
KETERKAITAN

Kondisi
Eksisting

8 Prinsip Manajemen Mutu

Gambar 1. Kerangka Konsep SNP Berbasis Sistem Manajemen Mutu


Dengan penjelasan bahwa setiap SMK yang akan menerapkan ISO 9001:2008 pada dasarnya harus
terlebih dahulu sudah menerapkan 8 standar atau komponen yang terdapat dalam Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang telah diatur dan ditetapkan di dalam masing-masing peraturan perundangan sebagaimana disebutkan
pada Gambar 2 Delapan Standar yang Terdapat Dalam Standar Nasional Pendidikan.

KOMPETENSI
LULUSAN

ISI

PERMEN 24/2006

PERMEN 06/2007

PROSES
PERMEN 19/2007

PENGELOLAAN

ACUAN PROGRAM

PENILAIAN
PENDIDIKAN

STANDAR
NASIONAL
PENDIDIKAN
PP 11/2005

PERMEN 19/2007

PERMEN 20/2007

PENDIDIK DAN
TENAGA
KEPENDIDIKAN
PERMEN 13/2007
PERMEN 16/2007

PEMBIAYAAN

SARANA
PRASARANA

PERMEN 44/2007

PERMEN 24/2007

Gambar 2. Delapan Standar yang terdapat dalam Standar Nasional Pendidikan


Mengingat ISO 9000:2008 ini merupakan standar sistem manajemen mutu yang mengutamakan
pendekatan proses, maka data-data yang perlu digali dalam pelaksanaan penelitian ini adalah data-data yang
mengacu kepada kerangka konsep sistem yang terdiri dari komponen Konteks, Input, Proses, Output, dan
Outcome, disertai dengan faktor-faktor yang terdapat di setiap komponen tersebut. Secara skematik sistem yang
terdapat dalam SNP adalah sebagaimana terdapat pada Gambar 3 Skema Sistemik dalam Standar Nasional
Pendidikan di bawah :

442

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

SKEMA SISTEMIK
DALAM STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

TERUKUR
PROSES

INPUT
Tenaga
kependidikan
Kesiswaan
Sapras
Pembiayaan

Kurikulum
Bahan ajar
Pendidikan
Berbasis
Masyarakat
(PBM)
Penilaian
Manajemen
Kepemimpinan

OUTPUT
Prestasi belajar
Siswa
Prestasi Guru
dan Kepsek
Prestasi sekolah

Gambar 3. Skema Sistemik dalam Standar Nasional Pendidikan


SNP secara sistemik yang diilustrasikan pada gambar 3 di atas merupakan sistem untuk dikembangkan lebih
lanjut dan dilakukan analisis dalam penelitian ini untuk melihat keterkaitan antara komponen sistem yang
terdapat dalam SNP dengan klosul atau pasal dalam ISO, dengan hasilnya sebagaimana terdapat dalam Tabel 1.
Matriks ISO dengan SNP berdasarkan Komponen Sistem (konteks, input, proses, output, dan outcome).
Tabel 1. Matriks Analisis Keterkaitan ISO Dengan Standar Nasional Pendidikan
Berdasarkan Komponen Sistem
FAKTOR-FAKTOR
KOMPONEN
KLAUSUL PADA ISO
YANG DAPAT MEMPENGARUHI
SISTEM
9001:2008
MUTU PENDIDIKAN BERDASARKAN SNP

KONTEKS

INPUT

PROSES

OUTPUT

OUTCOME

Pasal 5 (Tanggung Jawab


Manajemen SMK)
Pasal 8 (Pengukuran,
analisis dan peningkatan)
Pasal 4 (Sistem
Manajemen SMK)
Pasal 6 (Manajemen
Sumber Daya Pendidikan)

Pasal 4 (Sistem
Manajemen SMK)
Pasal 8 (Pengukuran,
analisis dan peningkatan)

Pasal 7 (Realisasi Jasa


Pendidikan)

Pasal 8 (Pengukuran,
analisis dan peningkatan)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
5.

Kemajuan Iptek
Nilai dan harapan masyarakat
Dukungan Pemerintah
Tuntutan Globalisasi
Tuntutan Otonomi
Tuntutan pengembangan diri (SMK)
Harapan SMK (Visi, Misi, Tujuan)
Ketenagaan (pendidik/kependidikan)
Kurikulum
Kesiswaan/Peserta didik
Sarana dan prasarana
Pembiayaan
Peraturan Perundang-undagnan
Struktur Organisasi, deskripsi tugas dan fungsi
Sistem Administrasi
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Manajemen Sekolah
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Penilaian
Kepemimpinan

1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.

Prestasi Belajar Siswa


Prestasi Guru dan Kepala Sekolah
Prestasi Sekolah
Kesempatan melanjutkan sekolah
Kesempatan Kerja
Pengembangan Diri
Pengembangan Sosial dan ekonomi masyarakat

443

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

2.2 8 Prinsip Manajemen Mutu


Manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi sistem manajemen mutu adalah memberikan nilai
tambah pada organisasi berupa peningkatan produktifitas, efisiensi dan kepuasan pelanggan serta penurunan
biaya. Dengan kata lain sistem manajemen mutu digunakan untuk mengarahkan dan mengontrol suatu organisasi
berkaitan dengan mutu. Definisi modern tentang mutu dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu sesuai dengan
persyaratan (Conformance to requirements), sesuai dengan pemakaian (peningFitness for use) dan kepuasan
pelanggan (User Satisfaction) [7]. Sedangkan menurut sistem manajemen mutu ISO 9000:2000, mutu (quality)
didefinisikan sebagai derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan. Jadi
dapat dikatakan bahwa mutu itu bukan hanya berhubungan dengan mutu produk saja, tetapi juga dengan
persyaratan lain seperti : ketepatan pengiriman, biaya yang rendah, pelayanan yang memuaskan dengan
pelanggan, dll.
Untuk mencapai manfaat tersebut dalam hal peningkatan mutu, kegiatan organisasi harus dilandasi
dengan beberapa prinsip manajemen mutu yang sudah ditetapkan dalam standar internasional, yang disebut
dengan 8 prinsip manajemen mutu. Ke-8 prinsip manajemen mutu ini harus ditanamkan pada semua personil
untuk dipahami dan mendasari tindakan-tindakan yang diperlukan dalam mengontrol dan meningkatkan mutu
secara berkesinambungan sehingga sesuai dengan persyaratan pelanggan. Pada awalnya, 8 prinsip manajemen
mutu disusun oleh para ahli Internasional yang berpartisipasi dalam ISO TC (Technical Committee) 176
Quality Management and Quality Assurance, yang bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan
standar-standar ISO 9000:2000.
8 prinsip manajemen mutu tersebut disusun sebagai suatu kerangka kerja (frame) bagi manajemen
untuk membimbing organisasi menuju perbaikan kinerja organisasi atau peningkatan mutu. Ke-8 prinsip
manajemen mutu tersebut adalah :
1. Perhatian kepada Pelanggan (Customer Focus)
2. Kepemimpinan (Leadership)
3. Partisipasi setiap orang (Involvement of People)
4. Pendekatan Proses (Process Approach)
5. Pendekatan sistem pada manajemen (System Approach to Management)
6. Perbaikan Berkelanjutan (Continual Improvement)
7. Pendekatan fakta untuk Pengambilan Keputusan (Factual Approach to Decision Making)
8. Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok (Supplier Mutually Beneficial Relationship)

3.

Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksploratif-deskriptif, dimana untuk

pengumpulan datanya dilakukan melalui survei dengan berbagai pihak yang dipandang berkaitan dengan
penerapan SNP. Pengambilan sampel dilakukan secara Purpossive Sampling terhadap SMK yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia, baik di tingkat Kota, Kabupaten maupun Provinsi. Data terkumpul dianalisa
dengan pendekatan gap analysis menggunakan prinsip-prinsip sistem manajemen mutu dan standar SNP. Gap

444

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

analysis digunakan untuk membandingkan kondisi SMK yang ada dengan model yang akan dikembangkan
berdasarkan standar ISO.

4.

Hasil penelitian dan pembahasan


Untuk mengetahui kondisi dan kemampuan SMK, kesiapan serta permasalahan yang dihadapi dalam
proses menuju akreditasi SNP, maka dilakukan survey terhadap SMK baik yang belum maupun yang telah
terakreditasi. Dalam Tabel 2 dapat dilihat pengelompokkan kuesioner yang diajukan. Kuesioner sebagai
instrumen dalam penelitian ini telah melalui uji validitas serta penyempurnaannya sebelum di bawa ke lapangan.
Uji validasi diutamakan pada uji konstruksi dan isi kepada pihak non sampling, yakni para guru, kepala SMK
dan Pejabat Dinas Pendidikan di Kota Tangerang Selatan.

445

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

Tabel 2. Variabel Penelitian Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan


No.

Variabel Penelitian

ISI
Pengembangan kurikulum

2
3

PROSES
Proses pembelajaran
Penilaian hasil pembelajaran

4
5

KOMPETENSI LULUSAN
Peningkatan kompetensi lulusan
Kerjasama industri

6
7

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN


Kualifikasi tenaga pendidik
Kualifikasi tenaga kependidikan

SARANA PRASARANA
Fasilitas Belajar Mengajar

9
10
11
12

PENGELOLAAN
Standar Pengelolaan
Pengambilan Keputusan
Pedoman & Rencana kerja
Pertanggungjawaban & Pengawasan

13

PEMBIAYAAN
Pembiayaan pendidikan

14
15

PENILAIAN PENDIDIKAN
Penilaian hasil belajar
Akreditasi

Setiap SMK yang menjadi responden diajukan pertanyaan dalam bentuk kuesioner yang berjumlah 47
buah pertanyaan yang mencerminkan ada 8 variabel yaitu isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Kedelapan variabel ini
diambil dari lingkup standar nasional pendidikan yang meliputi 8 standar yaitu standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar jpendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan. Hal ini dikarenakan dalam rangka proses
menuju akreditasi, satuan pendidikan atau sekolah akan dinilai kelayakannya oleh badan akreditasi berdasarkan
kriteria yang mengacu pada standar nasional pendidikan. Delapan variabel standar tersebut dibagi lagi menjadi
15 sub variabel yang berkaitan dengan kriteria-kriteria pemenuhan standar nasional pendidikan. Dari hasil
kuesioner, diperoleh jawaban sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 dibawah ini.
TABEL 4. KESIAPAN dan KEMAMPUAN SMK DALAM PROSES AKREDITASI SNP

446

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

No.

Uraian

ISI
Pengembangan kurikulum

2
3

PROSES
Proses pembelajaran
Penilaian hasil pembelajaran

4
5

KOMPETENSI LULUSAN
Peningkatan kompetensi lulusan
Kerjasama industri

6
7

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN


Kualifikasi tenaga pendidik
Kualifikasi tenaga kependidikan

SARANA PRASARANA
Fasilitas Belajar Mengajar

9
10
11
12

PENGELOLAAN
Standar Pengelolaan
Pengambilan Keputusan
Pedoman & Rencana kerja
Pertanggungjawaban & Pengawasan

13

PEMBIAYAAN
Pembiayaan pendidikan

14
15

PENILAIAN PENDIDIKAN
Penilaian hasil belajar
Akreditasi
TOTAL

Jawaban

Score

6 1/5
6 1/5

12
12

51.67%
51.67%

16 1/35
7 1/3
23 17/47

24
12
36

66.79%
61.11%
64.89%

7 1/2
35 1/2
43

12
48
60

62.50%
73.96%
71.67%

23 1/2
23 5/6
47 1/3

48
36
84

48.96%
66.20%
56.35%

6 1/5
6 1/5

12
12

51.67%
51.67%

12
16 1/2
33 3/4
15 2/9
77 17/36

12
24
48
24
108

100%
68.75%
70.31%
63.43%
71.73%

24
24

36
36

66.67%
66.67%

88 1/2
54
142 1/2

144
72
216

61.46%
75.00%
65.97%

370

6/89

564

65.61%

Jika diperhatikan pada Tabel 3 yaitu data kesiapan dan kemampuan SMK baik yang belum dan sudah
terakreditasi yang diperoleh dari hasi kuesioner, jawaban dengan nilai tertinggi adalah pengelolaan yaitu
71.73%. Hal ini berarti responden dalam hal ini SMK dapat mengelola satuan pendidikannya dengan baik dari
segi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Hal ini juga menunjukkan bahwa dari segi kepemimpinan
(leadership), kepala sekolah memilliki visi dan misi yang jelas serta mampu memimpin sekolahnya dengan baik.
Secara umum, kepala sekolah dibantu oleh beberapa wakil kepala sekolah yang bertanggung jawab dibidang
akademik, sarana prasarana, kesiswaan, humas, manajemen mutu, dll. Jadi secara struktur, organisasi telah
tertata dengan baik. Pengambilan keputusan akademik dan non akademik sudah dilakukan baik melalui rapat
dewan pendidik dan komite sekolah sudah berjalan dengan baik. Dengan kata lain dapat dikatakan pihak SMK
juga memenuhi prinsip pengambilan keputusan berdasarkan fakta (factual approach to Decision Making) dari 8
prinsip sistem manajemen mutu dimana pengambilan keputusan berdasarkan fakta yang ada kemudian dibahas
secara terbuka pada melalui rapat yang melibatkan setiap orang (involvement of people).
Kemudian jawaban tertinggi berikutnya adalah kompetensi lulusan yaitu 71.67%. Dengan kata lain
dapat dikatakan responden dalam hal ini pihak SMK sudah berupaya secara terus menerus untuk mencapai
standar kompetensi lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini menunjukkan bahwa
dari segi perbaikan berkelanjutan (continual improvement) sudah dilakukan secara konsisten, Selan itu, SMK

447

ISSN 977.2086796.00.2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

juga umumnya telah menjalin kerjasama yang harmonis dan saling menguntungkan dengan industri dengan cara
menyediakan rekrutmen pekerja bagi industri pada setiap akhir tahun. Dengan kata lain, SMK juga fokus kepada
pelanggannya yaitu industri pengguna lulusan SMK sehingga telah memenuhi prinsip perhatian kepada
pelanggan (customer focus) dari 8 prinsip sistem manajemen mutu
Dari pembiayaan dengan nilai 66.67% berarti biaya pendidikan yang meliputi biaya investasi, biaya
personal dan biaya operasi telah diatur besarnya sesuai standar yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi
pendekatan sistem pada manajemen (system approach to management) telah dapat dipenuhi. Selain itu prinsip
hubungan saling menguntungkan dengan pemasok (supplier mutually beneficial relationship) juga dipenuhi
karena pembiayaa telah mengikuti standar yang dipasok oleh Pemerintah. Aspek penilaian pendidikan mencapai
nilai 65.97% berdasarkan responden, dapat dikatakan sudah adanya mekanisme, prosedur dan instrumen
penilaian terhadap peserta didik dimana telah memenuhi prinsip pendekatan proses (process approach) dari 8
prinsip sistem manajemen mutu karena aspek penilaian dilakukan melalui manajemen proses yab baik.
Sedangkan dari segi akreditasi yang memperoleh nilai 75%, dapat dikatakan pihak SMK sebenarnya siap dalam
melakukan proses akreditasi atau penilaian pemerintah terhadap kelayakan suatu program.
Hanya saja ada beberapa kendala seperti keterbatasan SDM, dana dan persiapan dokumen karena belum
mengalirnya budaya tulis/dokumentasi. Dengan kata lain, SMK sudah Dari segi proses dimana proses
pembelajaran belum memilki sifat interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini tentu saja harus terus
dikembangkan. Teknik penilaian berupa tes tertulis, observasi, tugas praktek dan tugas perseorangan atau
kelompok juga harus terus dikembangkan agar meningkatkan kemauan siswa dalam belajar.
Kendala yang lain dalam proses akreditasi adalah masalah sarana prasarana yang memperoleh nilai
terendah yaitu 51.67%. Hal berarti banyak SMK yang punya keinginan mendapatkan akreditasi terbentur karena
sarana prasarana yang belum memadai misalnya belum adanya laboratorium atau ruang bengkel sendiri atau
ruang multimedia untuk praktek atau bahkan ruang kelas sehingga harus menumpang di SMK atau tempat yang
lain. Namun tidak menutup kemungkinan ada juga SMK yang dari segi sarana prasarana sudah memadai tapi
belum memiliki keinginan untuk terakreditasi. Selain itu, aspek pengembangan kurikulum yang juga
memperoleh nilai terendah yaitu 51.67 %, harus terus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan
Pemerintah berdasarkan usulan BSNP.
Kendala juga terkait dengan tenaga pendidik dan tenaga pendidikan dimana memperoleh nilai yang
cukup rendah yaitu 56.35%. Menurut standar nasional pendidikan (SNP), tenaga pendidik pada tingkat SMK
harus mempunyai kualifikasi pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1). Namun berdasarkan
hasil survei, masih banyak guru yang berkualifikasi dibawah persyaratan tersebut. Selain itu masih terdapat guru
yang mengajarkan pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan tidak sedikit guru yang
belum bersertifikat profesi guru (umumnya 5). Begitu juga tenaga kependidikan banyak yang belum memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
Namun secara keseluruhan dari tabel 4 di atas, kesiapan dan kemampuan SMK dapat dikatakan cukup
baik dalam rangka menuju akreditasi yaitu dengan nilai rata-rata 65.61%, meskipun terdapat kekurangan atau
keterbatasan yang dimiliki. Hal ini juga selaras dimana SMK pada umumnya telah dapat memenuhi 8 prinsip
sistem manajemen mutu. Dengan kata lain SMK sebenarnya sudah memiliki sistem manajemen yang baik dalam
rangka menuju peningkatan kinerja.
5.

Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Dari segi kemampuan dan kesiapan menuju akreditasi pada tabel 13 dibawah, sejumlah SMK yang
disurvei secara purposive sampling dibeberapa propinsi yaitu propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Bali, dapat dikatakan bahwa SMK secara umum mampu
untuk memperoleh akreditasi dari BAN-S/M. Hal ini juga selaras dimana SMK secara umum telah
dapat memenuhi 8 prinsip dari sistem manajemen mutu. Dengan kata lain, SMK sudah memiliki sistem
manajemen yang baik dalam rangka menuju peningkatan kinerja.
Tabel-13. Rekapitulasi Kemampuan dan Kesiapan SMK dalam proses Akreditasi

448

Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UNPAM 2010

ISSN 977.2086796.00.2

No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Uraian

Score

Kriteria

ISI
PROSES
KOMPETENSI LULUSAN
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
SARANA PRASARANA
PENGELOLAAN
PEMBIAYAAN
PENILAIAN PENDIDIKAN

51.67%
64.89%
71.67%
56.35%
51.67%
71.73%
66.67%
65.97%

Cukup Baik
Baik
Baik
Cukup Baik
Cukup Baik
Baik
Baik
Baik

TOTAL

65.61%

Baik

Tabel 14. Klasifikasi Kriteria Penilaian


No.
1
2
3
4
5

2.

6.

Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang
Sangat Kurang

Score
81-100%
61-80%
41-60%
21-40%
0-20%

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh SMK dalam proses akreditasi
yaitu sarana prasarana yang masih sangat terbatas, kualifikasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
yang masih rendah serta kurikulum yang masih jauh dibawah standar. Hal ini tentunya menuntut pihak
SMK dan juga keterlibatan Pemerintah untuk meningkatkan mutu SMK.

Daftar pustaka

[1] ISO 9001:2000, Quality Management System Requirements, Swiss, 2008


[2] ISO 9001:2008, Quality Management System Requirements, Swiss, 2008
[3] Workshop Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Tahap II 2008, LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan) Sulsel, Juli 2008
[4] Satria Darma, Sekolah Bertaraf Internasional : Quo Vadiz, September 2007
[5] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 2005
[6] Panduan Pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Januari
2008
[7] Gene Netto, Rencana Sekolah Bertaraf Internasional, Juli 2007
[8] Pudjo Sugito, Menggugat Sekolah Bertaraf Internasional, Bali Post, Juli 2008
[9] ISO/IWA 2:2007, Guidellines for Implementation of ISO 9001:2000 in Education, Swiss, 2007

449

Anda mungkin juga menyukai