Diklat
Diklat
Berikut cara menimbang balita dengan menggunakan dacin yang biasa menggunakan
istilah 9 (Sembilan) langkah penimbangan :
Langkah 1 : Gantungkan dacin pada dahan pohon, palang rumah atau penyanggah khusus yang
sudah dibuat sebelumnya, serta pasang tali pengaman pada ujung batangan dacin. Pastikan posisi
batang dacin harus sejajar dengan mata orang yang akan membaca hasil penimbangan
Langkah 2 : Periksa apakah dacin sudah tergantung kuat. Cara untuk memeriksa ialah dengan
cara menarik dacing kuat-kuat ke bawah. Hal tersebut sangat penting karena berhubungan
dengan keselamatan balita yang akan ditimbang. Jika dacin tidak tergantung kuat dan terjadi
insiden dimana dacin terlepas dan menimpa balita yang ditimbang, maka hal tersebut akan
berhubungan dengan hukum dan pihak yang berwajib.
Langkah 3 : Geser bandul dacin pada angka nol
Langkah 4 : Pasang sarung timbang
Langkah 5 : Seimbangkan dacin dengan cara menggantung kantong (bisa terbuat dari kantong
plastic atau kain yang dibuat khusus) yang berisi pasir pada ujung batang dacin. Penggunaan
pasir dimaksudkan agar proses penyeimbangan dapat dilakukan dengan mudah, kalau tidak ada
pasir, beras atau jagung juga boleh.
Langkah 6 : Masukkan balita ke dalam sarung timbang dan seimbangkan dacin. Hal-hal yang
perlu di perhatikan sebelum anda memasukan balita ke dalam sarung timbang ialah pastikan
pakaian yang digunakan anak seminimal mungkin, lepaskan topi (jika menggunakan topi),
sepatu, kaos kaki, pempers, dll. Tindakan tersebut bertujuan agar barang-barang tersebut tidak
mempengaruhi berat badan balita yang sesungguhnya. Pada bagian ini dibutuhkan keterampilan
dan kesabaran seorang Kader Posyandu untuk membaca hasil penimbangan, karena umumnya
balita akan meronta dan membuat dacin sulit untuk diseimbangkan.
Langkah 7 : Tentukan berat badan balita dengan membaca angka yang terdapat pada ujung
bandul geser.
Langkah 8 : Catat hasil penimbangan
Langkah 9 : Geser kembali bandul geser ke angka nol, letakkan batang dacin pada tali
pengaman, selanjutnya keluarkan anak pada sarung timbang.
Pada usia 3-6 bulan, PB bayi normalnya mencapai 60,5 cm-65 cm. Kenaikan pada 3 bulan kedua
ini cukup signifikan. Pada usia 6-9 bulan, PB si kecil normalnya sekitar 65 cm-71 cm, dengan
kenaikan yang sangat signifikan pada 3 bulan ketiga ini. Hal ini disebabkan karena otot-otot
penopang tubuh si kecil yang sudah mulai terstimulasi dengan semakin banyaknya gerakan yang
dihasilkan serta jenis makanan yang sudah mulai beragam sehingga membantu proses
pertumbuhan tulangnya.Pada usia 9-12 bulan, PB si kecil normalnya sekitar 71 cm-75 cm.
Mengukur panjang atau tinggi anak tergantung dari umur dan kemampuan anak untuk berdiri.
Mengukur panjang dilakukan dengan cara anak telentang. Sedangkan mengukur tinggi anak
berdiri tegak.
1. Anak berumur kurang dari 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan telentang
2. Anak berusia 2 tahun atau lebih dan anak sudah mampu berdiri, pengukuran dilakukan
dengan berdiri tegak
2. Beri alas yang tidak terlalu tebal, bersih, dan nyaman misalnya selembar selimut tipis
atau kertas tisu yang lebar.
3. Sebelum megukur tinggi badan bayi lepaskan tutup kepala bayi misalnya topi, hiasan
rambut, dan kaos kaki bayi
4. Kemudian pengukur berdiri pada salah satu sisi. Sebaiknya sisi yang paling dekat dengan
skala pengukur
5. Letakkan bayi dengan kepala menempel pada bagian kepala atau head board
6. Posisikan kepala bayi sehingga sudut luar mata dan sudut atas liang telinga berada pada
garis yang tegak lurus dengan bidang infantometer.
7. Usahana dapat mempertahankan kepala bayi pada posisi
8. Luruskan tubuh bayi sejajar dengan bidang infantometer
9. Luruskan tungkai bayi bila perlu salah satu tangan pengukur menahan agar lutut bayi
lurus
10. Tangan pengukur menekan lutut bayi kebawah dengan lembut
11. Dengan tangan yang lain pengukur mendorong atau menggerakkan bagian kaki atau foot
board sehingga menempel dengan tumit bayi.
12. Posisi kaki bayi adalah jari kaki menunjuk ke atas
13. Baca ukuran panjang badan bayi sampai 0,1 cm terdekat. Pengukuran dapat dilakuakan
pada satu atau dua kaki bayi.
Gambar mengukur panjang bayi menggunakan infantometer
Kelemahan Alat :
1. Alat pengukur panjang badan bayi aluminium ini mempunyai kelemahan pada panel
penggeser maupun panel untuk menempel di kepala, sebab tidak statis (mudah digerakgerakan ke kiri dan ke kanan). Oleh sebab itu pengukur harus berhati-hati dalam
mengukur, pembacaan dilakukan ketika posisi kedua papan tersebut tegak lurus. Caranya
adalah minta bantuan petugas pengunpul data lain atau ibu anak/bayi untuk memegang
papan bagian kepala, dan pengukur memegang papan bagian kepala.
2. Batas pengukuran maksimal adalah 100 cm. Apabila ditemukan panjang bayi lebih. Dari
100 cm, dapat digunakan meteran kain dengan menempelkan meteran pada papan. Bila
panjang badan bayi kurang dari batas minimal alat ukur, dapat digunakan penggaris atau
alat tambahan sampai ke batas minimal, kemudian diukur selisihnya untuk mendapatkan
hasil panjang badan bayi yang sebenarnya.
Cara mengukur panjang bayi dengan menggunkan pita ( meteran adalah sebagai berikut :
1. Siapkan pita pengukur (meteran)
2. Baringkan anak telentang tanpa bantal (supinasi), luruskan lutut sampaimenempel pada
meja (posisi ekstensi)
3. Luruskan bagian puncak kepala dan bagian bawah kaki lalu ukur sesuai dengan skala
yang tertera.
4. Memberi tanda pada tempat tidur (tempat tidur harus rata/datar) berupa garis atau titik
pada bagian puncak kepala dan bagian tumit kaki bayi. Lalu ukur jarak antara kedua
tanda tersebut dengan pita pengukur.
5. Tinggi badan juga dapat diperkirakan berdasarkan rumus dari Behram (1992)
Tinggi badan dapat juga diperkirakan. Berikut ini adalah cara memperkirakan tinggi badan
dengan menggunakan rumus Behram :
1. Perkiraan panjang lahir : 50 cm
2. Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 x Panjang Badan Lahir
3. Perkiraan panjang badan usia 4 tahun = 2 x panjang badan lahir
4. Perkiraan panjang badan usia 6 tahun = 1,5 x panjang badan usia 1 tahun
5. Usia 13 tahun = 3 x panjang badan lahir
6. Dewasa = 3,5 x panjang badan lahir atau 2 x panjang badan 2 tahun
Atau dapat digunakan rumus Behrman (1992):
1. Lahir : 50 cm
2. Umur 1 tahun : 75 cm
3. 2 12 tahun ; umur (tahun) x 6 + 77
Kartu Menuju Sehat untuk Balita (KMS-Balita) adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu
dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,
termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk
memantau
tumbuh
kembang
anak,
agar
tidak
terjadi
kesalahan
atau
media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi
Sebagai
sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan
gangguan
pertumbuhan,
sehingga
harus
langsung
dirujuk
ke
infeksi/infestasi cacing/ISPA/Anemia/TBC paru/penyakit lain, pemberian ASIeksklusif, MP-ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas.
Agar KMS -Balita dapat dipakai untuk melakukan tindak lanjut
pelayanan kesehatan dan gizi secara tepat, maka KMS harus diisi secara
benar dengan mempertimbangkan beberapa masalah yang sering timbul,
yaitu :
1. Ketidak-akuratan pencatatan umur anak
2. Kesulitan memperoleh informasi tanggal/bulan lahir
3. Kesalahan menimbang
4. Kesalahan penempatan titik berat badan pada grafik
5. Kesulitan memahami arti pita warna pertumbuhan
6. Kesulitan menginterpretasikan grafik pertumbuhan anak
7. Kesulitan melakukan tindakan yang efektif
Agar tidak terjadi kesalahan dalam mengisi KMS, setiap petugas puskesmas
diharapkan dapat mempelajari secara seksama petunjuk pengisian KMS.
Pada penimbangan pertama, sebelum anak ditimbang, kolom-kolom pada KMS yang berkaitan
dengan identitas anak dan orang tua diisi lebih dahulu, sesuai dengan Langkah pertama, Langkah
kedua, dan Langkah ketiga.
Langkah pertama : Mengisi nama anak dan nomor pendaftaran. Pada halaman muka KMS,
isilah nama anak dan nomor pendaftaran sesuai dengan nomor registrasi
yang ada di posyandu.
Langkah kedua : Mengisi kolom identitas yang tersedia pada halaman dalam KMS Balita
1. Kolom "posyandu" diisi nama posyandu tempat dimana anak didaftar
2. Kolom "Tanggal pendaftaran" diisi tanggal, bulan dan tahun anak didaftar
pertama kali.
3. Kolom "Nama anak" diisi nama jelas anak, sama seperti halaman depan KMS
4. Kolom "Laki-laki" diisi tanda apabila anak tersebut laki-laki dan demikian
pula bila perempuan.
5. Kolom "anak yang ke" diisi nomor urut kelahiran anak dalam keluarga
(termasuk anak yang meninggal).
6. Kolom Tanggal lahir diisi bulan dan tahun lahir anak. *)
7. Kolom "Berat Badan Lahir" diisi angka hasil penimbangan berat badan anak
saat dilahirkan, dalam satuan gram. "Berat Badan Lahir" ini kemudian
dicantumkan dalam grafik KMS pada bulan "0".
8. Kolom "Nama ayah" dan "Nama Ibu" beserta pekerjaannya diisi nama dan
pekerjaan ayah dan ibu anak tersebut.
9. Kolom "alamat" diisi alamat anak menetap.
Catatan *)
Bila ada kartu kelahiran, catat bulan lahir anak dari kartu tersebut
Bila tidak ada kartu kelahiran, tetapi ibu ingat, catat tanggal lahir anak sesuai
jawaban ibu
Bila ibu ingat bulan Hijriah/Jawa, perkirakan bulan nasional / masehi-nya dan catat.
Bila ibu tidak ingat bulan lahir, tuntun untuk mengingat umur anak (dalam bulan),
Catat juga semua kejadian yang dialami anak yang dapat mem-pengaruhi kesehatannya, pada
garis tegak (lihat contoh), sesuai bulan bersangkutan.
Misal :
Anak
Anak
sakit panas
Anak
diare
Anak
Ibu
meninggal
Ayah
di-PHK
Anak
dikirim ke Puskesmas
Kolom ini diisi langsung oleh petugas imunisasi setiap kali setelah imunisasi diberikan (lihat
contoh disamping)
Langkah ketujuh : Mengisi kolom pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi
Kolom
ini
digunakan
oleh
kader
untuk
mencatat
tanggal
Beberapa kemungkinan dari hasil pencatatan berat badan balita pada KMS adalah:
Grafik pertumbuhan anak naik berkaitan dengan nafsu makan anak yang
menurun karena sakit, atau karena ibunya sakit (pola asuh tidak baik), atau
sebab lain yang perlu digali dari ibu.
Dengan demikian isi atau pesan-pesan yang diberikan disesuaikan dengan grafik
pertumbuhan anak tersebut dan disesuaikan dengan penjelasan ibunya tentang
keadaan kesehatan anaknya.
PENYULUHAN
Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan merupakan penyampaian pesan dari satu orang atau kelompok
kepada satu orang atau kelompok lain mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan suatu program. Sesuai dengan Program Kegiatan Posyandu, penyuluhan
yang diberikan di Posyandu lebih banyak mengenai kesehatan ibu dan anak.
Penyuluhan juga merupakan suatu kegiatan pendidikan melalui penyebaran
informasi yang membuat orang sadar, tahu dan mengerti, juga mau dan bisa
melakukan anjuran dalam pesan penyuluhan tersebut.
Tujuan dalam penyuluhan (kesehatan) adalah perubahan perilaku pada sasaran
penyuluhan baik perorangan maupun masyarakat agar sesuai dengan norma
(kesehatan).
Kelebihan dan kekurangan penyuluhan:
1. Kelebihan: cara ini bisa menjangkau lebih banyak orang dan kader bisa lebih
mudah mempersiapkan informasiinformasi apa saja yang akan disampaikan. Untuk
mengatasi kelemahan di atas, dalam melakukan penyuluhan kader bisa memberi
kesempatan kepada sasaran untuk bertanya dan mengemukakan pendapat.
2. Kekurangan: biasanya penyuluhan dilakukan dengan ceramah yang merupakan
proses komunikasi satu arah. Karena itu sasaran atau pendengar tidak bisa
menceritakan pendapat dan pengalamannya. Penyuluhan menjadi seperti guru
yang memberitahu segala sesuatunya pada peserta. Karena tidak dilibatkan,
seringkali peserta menjadi bosan dan kurang memperhatikan pembicaraan.
B.
1. Pesan penyuluhan
a. Dalam menyusun pesan penyuluhan, sebaiknya memuat hal-hal sebagai
berikut.
1) Pesan-pesan pokok: yaitu informasi yang diharapkan sasaran mau
melaksanakannya.
2) Manfaat:
melaksanakan
yaitu
penjelasan
mengenai
manfaat
apabila
sasaran
pesan-pesan itu.
3) Akibat: yaitu penjelasan mengenai apa akibatnya apabila hal itu tidak
dilaksanakan.
b. Apabila masalah sudah terjadi pada sasaran: yaitu penjelasan tentang
bagaimana
cara mengatasi masalah yang sudah terjadi, baik keluarga sendiri atau yang
bisa
dibantu oleh Posyandu, atau yang perlu dirujuk.
c. Agar kader bisa menjadi penyuluh yang baik, kader harus menguasai
materi-materi
dan pesan-pesan pokok.
d. Pesan pokok penyuluhan yaitu:
1) Cara memantau pertumbuhan anak yang baik.
2) Pemberian ASI saja (ASI Eksklusif) untuk bayi berusia 06 bulan atau
pentingnya
ASI eksklusif.
3) Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi berusia 6 bulan
2
tahun.
e. Peningkatan gizi dan pemberian kapsul Vitamin A untuk balita, pemberlan
tablet
tambah darah (tablet besi)
1) Manfaat imunisasi bagi balita.
2) Perkembangan anak dan latihan (bimbingan) apa yang perlu diberikan
sesuai
dengan usia anak, misalnya: latihan berjalan, berbicara, dan mandi sendiri
dan
sebagainya.
3) Cara merawat ibu hamil 1 menyusui, misalnya pemeriksaan teratur,
perawatan gigi,
imunisasi, istirahat dan sebagainya.
4) Persalinan yang aman.
5) Keluarga Berencana seletelah melahirkan.
6) PHBS.
7) KADARZI.
8) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
9) Pesan penyuluhan lain sesuai kebutuhan daerah.
2. Metode penyuluhan
Metode penyuluhan bisa dikelompokkan pada metode proses belajar
mengajar satu arah (didaktik) dan metode proses belajar mengajar dua arah
(sokratik).
a. Metode penyuluhan satu arah: yang aktif hanya penyuluh peserta
penyuluh tidak
terlibat aktif.
b. Metode penyuluhan dua arah, terjadi komunikasi dua
penyuluhan
arah. Peserta
a)
b) Menciptakan suasana belajar yang akrab dan santai sehingga masyarakat tidak
merasa seperti sedang belajar di kelas. Dengan demikian, diharapkan mereka
menyukai kegiatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
mengenai cara-cara meningkatkan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga.
3) Langkah-langkah diskusi kelompok
a) Tahap persiapan
i. Mengundang peserta
Kader akan mudah mengundang keluarga balita pada saat
buka Posyandu untuk menimbang bayi/ balita mereka.
Peserta dibatasi yaitu 1215 orang saja, paling banyak 20 orang per kelompok.
Apabila banyak peserta yang berminat, bisa dibuat beberapa kelompok kecil yang
masing-masing dipandu oleh satu atau dua orang kader.
ii. Menetapkan waktu diskusi kelompok
Apabila peserta diundang pada hari Posyandu, sebaiknya kegiatan diskusi kelompok
ini dilaksanakan beberapa hari sesudah hari Posyandu.
Bisa juga kegiatan ini dilakukan pada hari arisan atau hari pengajian, yaitu sesudah
kegiatan itu selesai.
iii. Menentukan tempat diskusi kelompok
Dari hasil diskusi dengan ibu-ibu, salah satu alasan yang membuat mereka enggan
datang ke Posyandu adalah jarak yang jauh dari rumah mereka. Untuk mengatasi
masalah jarak, kader sebaiknya membuat pertemuan kelompok untuk petugas yang
rumahnya berdekatan (kelompok Dasawisma).
Pertemuan bisa dilaksanakan di rumah salah seorang ibu atau kader, di kantor
Posyandu, atau di tempat yang paling mudah dijangkau peserta. Sebaiknya tempat
pertemuan cukup untuk 1215 orang bisa duduk melingkar tanpa ada yang duduk
di belakang.
iv. Pembagian tugas tim penyuluh
Apabila kelompok akan dipandu 2 orang kader, tentukan siapa yang menjadi
penyuluh utama dan siapa yang menjadi pengamat.
Kader perlu juga membagi tugas tentang siapa dan kapan akan mengundang
kembali para ibu. Misalnya: undangan lisan dari mulut ke mulut.
v. Persiapan materi belajar
Kader Posyandu yang akan memandu diskusi kelompok harus menguasai materi
diskusi yang bersangkutan. Bacalah bahan-bahan mengenai materi yang
bersangkutan dari berbagai bahan bacaan dan pegangan untuk kader.
b) Tahap pelaksanaan
i. Pengaturan tempat
Kader mengatur tempat belajar sedemikian rupa sehingga semua peserta bisa
duduk melingkar, tanpa ada seorang pun yang duduk di belakang orang lainnya.
Kader menempatkan diri di antara peserta sehingga terlihat membaur tanpa jarak
dengan peserta lainnya. Suasana akan lebih santai apabila semua orang duduk di
atas tikar. Apabila cuaca baik, bisa dilakukan di bawah pohon atau di halaman.
ii. Pelaksanaan kegiatan diskusi
Kader memandu kegiatan belajar sesuai dengan topik yang sudah dipersiapkan.
Kader menggunakan media untuk membantu proses diskusi.
Disarankan agar diskusi dilaksanakan paling lama 1 jam.
Kegiatan diskusi ditutup dengan rangkuman dan kesimpulan diskusi.
c) Tahap sesudah pelaksanaan Mencatat hasil kegiatan pada buku bantuan kader.
3. Media penyuluhan
Media penyuluhan adalah alat bantu dalam melakukan penyuluhan agar proses
belajar dalam penyuluhan menjadi lebih menarik serta lebih mudah dilaksanakan.
Berbagai bentuk media ini antara lain adalah: lembar balik, kartu konseling, poster,
booklet, brosur, lembar simulasi (beberan), lembar kasus, komik, alat peraga dan
sebagainya (sebagian bisa dilihat pada LB.5.4.).
CATATAN:
Media bisa dipergunakan dengan cara partisipatif maupun tidak partisipatif:
a. Media dipergunakan untuk penyuluhan (tidak partisipatif), artinya media ini
dipergunakan untuk memberikan ceramah dan penyuluhan yang lebih banyak
bicara meskipun menggunakan media.
b. Media dipergunakan untuk, diskusi kelompok (partisipatif). Media ini dipergunakan
untuk membantu peserta agar bisa terlibat dalam diskusi. Artinya, bukan penyuluh
melainkan peserta yang lebih banyak menggunakan media dalam proses diskusi.
C.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kader bisa menjadi penyuluh yang baik, perlu
mengikuti hal-hal sebagai berikut.
Informasi dan saran-saran diberikan berdasarkan keadaan atau permasalahan
peserta yang datang ke Posyandu misalnya, keadaan yang terdapat pada data KMS
atau permasalahan yang disampaikan oleh peserta itu sendiri.
Saran-saran yang disampaikan jelas dan cukup praktis sehingga bisa dilaksanakan
oleh ibu-ibu, misalnya: jenis makanan yang bergizi yang mudah didapat dan murah
diperoleh ibu-ibu di desa tersebut.
Penjelasan dan saran diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh masyarakat, khususnya penjelasan tentang bahasa-bahasa
kesehatan misalnya imunisasi, alat kontrasepsi, tablet tambah darah (tablet besi),
kurang darah
(anemia), kurang gizi, dan sebagainya.
Kader bersikap ramah dalam memberikan informasi dan saransaran,
tidak disertai dengan kecaman atau omelan terhadap ibu atau seseorang yang
bermasalah.
Peserta diberi kesempatan untuk bertanya, tidak hanya mendengarkan saja.
Sikap penyuluh yang baik
1. Bersikap sabar: jika kurang sabar melihat proses pelatihan yang kurang lancar
lalu mengambil alih proses itu, berarti kita tetah mengambil alih kesempatan
belajar peserta. Biasanya pada pelatihan yang partisipatif, proses akan sulit pada
tahap-tahap awal karena suasana belum cukup lancar. Namun, proses selanjutnya
akan sangat hidup apabila penyuluh terus bersabar dalam mendorong proses
partisipasi peserta.
2. Mendengarkan dan tidak mendominasi: karena pengalaman dari peserta yang
paling panting dalam pembelajaran, penyuluh harus lebih banyak menjadi
pemerhati dan pendengar proses pelatihan. Penyuluh harus percaya bahwa
bagaimana cara mengelola Posyandu dengan baik tidak mungkin berasal dari
dirinya, melainkan berasal dari proses tukar-menukar pengalaman kader sendiri
sehingga mereka bisa mempelajari sendiri bagaimana melakukan kegiatan
Posyandu secara lebih baik.
3. Menghargai dan rendah hati: cara menghargai peserta adalah dengan
menunjukkan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman
mereka. Kita sebagai orang luar sering menganggap kemampuan kader Posyandu
serba ketinggalan sehingga sikap rendah hati perlu kita sadari.
4. Mau belajar: penyuluh perlu memiliki semangat untuk belajar dari peserta karena
ada banyak hal yang bisa dipelajari dari kader Posyandu yang lebih berpengalaman
dalam hal bekerja di masyarakatnya sendiri. Selain itu, penyuluh tidak akan berhasil
apabila tidak memahami seluk beluk pengalaman peserta karena materi yang
disampaikan dengan dikaitkan pada pengalaman peserta akan lebih bermakna.
5. Bersikap sederajat dan akrab: hubungan dengan kader sebaiknya dilakukan
secara informal, akrab, dan santai sehingga suasana kesederajatan bisa tercipta.
Peserta akan
mempelajari lebih banyak kalau mereka rasa nyaman dengan tim penyuluh.
Sebaiknya kita menghindari adanya jarak atau perbedaan antara tim penyuluh dan
kader Posyandu. Misalnya, tim penyuluh bisa coba memakai baju yang sama
dengan kader Posyandu.
6. Tidak menggurui: proses belajar berlangsung sama dengan orang dewasa. Orang
dewasa memiliki pengalaman dan pendirian, karena itu tidak akan berhasil apabila
penyuluh bersikap sebagai guru yang serba tabu. Sebaiknya kita belajar dengan
saling berbagi pengalaman, agar diperoleh satu pemahaman yang kaya.
7. Tidak memihak, menilai, dan mengkritik: mungkin dalam pelatihan perbedaan
pendapat bisa muncul antara peserta. Penyuluh tidak boleh menilai dan mengeritik
semua pendapat, juga tidak boleh bersikap memihak. Penyuluh mesti berusaha
memandu komunikasi antara pihak-pihak yang berbeda pendapat untuk mencari
kesepakatan dan jaian keluarnya.
8. Bersikap terbuka: penyuluh jangan segan untuk berterus terang kalau merasa
kurang mengetahui sesuatu, dari contoh ini, kader bisa mempelajari bahwa mereka
juga bisa memiliki sikap terbuka dengan ibu-ibu desa.
b.
Type SIP
1)
Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan kematian ibu hamil,
melahirkan nifas.
2)
3)
4)
5)
6)
Data Posyandu.
7)
d.
1)
Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan kematian ibu hamil,
Register WUS dan PUS di wilayah kerja Posyandu, dilaksanakan oleh kader
Register Ibu Hamil dan Nifas di wilayah kerja Posyandu, dilaksanakan oleh
6)
b. Balok SKDN.
c. SIP/buku catatan lain.
PELAKSANAAN PROGRAM KIA
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
1. Pengertian Program KIA
Upaya Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang
kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu
meneteki,
bayi dan anak balita.
Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah,
terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
3. Prinsip Pengelolaan Program KIA
Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan peningkatan jangkauan
serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pelayanan KIA diutamakan pada
kegiatan
pokok :
Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan) dengan mutu yang
baik dan jangkauan yang setinggi tingginya.
4. Pelayanan dan jenis Indikator KIA
a. Pelayanan antenatal :
Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya
sesuai dengan standar pelayanan antenatal.
Standar minimal 5 T untuk pelayanan antenatal terdiri dari :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur Tekanan darah
3. Pemberian Imunisasi TT lengkap
4. Ukur Tinggi fundus uteri
5. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan
ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan
kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
b. Pertolongan Persalinan
Ibu hamil K4
x 100 %
Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil
d Sumber data :
1) Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai standar K4
diperoleh dari
catatan register kohort ibu dan laporan PWS KIA.
2) Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Badan Pusat Statistik atau
BPS
kabupaten atau propinsi jawa timur.
e. Kegunaan
1) Mengukur mutu pelayanan ibu hamil
2) Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan standar
dan
paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai
standar K4
Perkiraan penduduk
3) Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu
hamil
Pengertian Program KB
B. Tujuan Program KB
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB
yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana
program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
Sedangkan tujuan program KB secara filosofis adalah :
1.
Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan
penduduk Indonesia.
2.
Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
C. Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak
langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah
Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran
dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak
langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat
kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka
mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera.
Diarahkan
untuk
meningkatkan
dan
menggalakkan
peran
serta
masyarakat
Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam
jangka waktu yang terlalu pendek
b.
Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang
cuku untuk mengasuh anak, beristirahat dan menikmati waktu luang serta melakukan
kegiatan lainnya
Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang mengandungnya dalam keadaan
sehat
b.
Sesudah lahir, anak mendapat perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup
karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan direncanakan
Memberi kesempatan kepada anak agar perkembangan fisiknya lebih baik karena
setiap anak memperoleh makanan yang cukup dari sumber yang tersedia dalam
keluarga
b.
Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena pemeliharaan yang lebih
baik dan lebih banyak waktu yang dapat diberikan oleh ibu untuk setiap anak
c.
b.
Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta lebih
banyak waktu terluang untuk keluarganya
G. Hak-hak konsumen KB
1. Hak atas informasi
Hak untuk mengetahui segala manfaat dan keterbatasan pilihan metode perencanaan
keluarga.
2. Hak akses.
Yaitu hak untuk memperoleh pelayanan tanpa membedakan jenis kelamin, agama dan
kepercayaan, suku, status sosial, status perkawinan dan lokasi.
3. Hak pilihan.
Hak untuk memutuskan secara bebas tanpa paksaan dalam memilih dan menerapkan
metode KB.
4. Hak keamanan
Yaitu hak untuk memperoleh pelayanan yang aman dan efektif.
5. Hak privasi
Setiap konsumen KB berhak untuk mendapatkan privasi atau bebas dari gangguan
atau campur tangan orang lain dalam konseling dan pelayanan KB.
6. Hak kerahasiaan
Hak untuk mendapatkan jaminan bahwa informasi pribadi yang diberikan akan
dirahasiakan.
7. Hak harkat
Yaitu hak untuk mendapatkan pelayanan secara manusiawi, penuh penghargaan dan
perhatian.
8. Hak kenyamanan
Setiap konsumen KB berhak untuk memperoleh kenyamanan dalam pelayanan.
9. Hak berpendapat
Hak untuk menyatakan pendapat secara bebas terhadap pelayanan yang ditawarkan.
10. Hak keberlangsungan
Yaitu hak untuk mendapatkan jaminan ketersediaan metode KB secara lengkap dan
pelayanan yang berkesinambungan selama diperlukan.
11. Hak ganti rugi
Hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen.
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR yang
mengandung hormon (sintetik progesteron) dan yang tidak mengandung hormon.
4. Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif Wanita (MOW)
dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip
metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga
mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering dikenal
dengan Vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens sehingga
cairan sperma tidak diejakulasikan.
5. Metode Kontrasepsi Darurat
Metode kontrasepsi yang dipakai dalam kondisi darurat ada 2 macam yaitu pil dan
AKDR.
Program Imunisasi
Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit
cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada
tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan
tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus
neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak
yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI).
Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan
strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989.
Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen
program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program
berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta
melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96%
dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur.
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child
Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun
1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih
dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama.
(Depkes RI, 2000)
Pentingnya Imunisasi dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan
merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh
penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian
anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan pada program
imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis-B.
Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang semua golongan umur dan
diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia diserang TB denga kematian 3 juta orang per tahun.
Di negara-negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di Negara
berkembang. (Depkes RI, 1992).
Difteri
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae
merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada balita. Penyakit difteri mempunyai kasus
kefatalan yang tinggi. Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5
tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang diperolah dari ibunya hanya
berumur satu tahun.
Pertusis
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Bordotella pertusis
pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan penyakit yang cukup serius pada bayi usia dini
dan tidak jarang menimbulkan kamatian. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut
lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu
penyebab tingginya angka kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk.
Tetanus
Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteri Clostridium tetani.
Kejadian tetanus jarang dijumpai di negara yang telah berkembang tetapi masih banyak terdapat
di negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih seringnya kejadian tetanus pada bayi
baru lahir (tetanus neonatorum). Penyakit terjadi karena kuman Clostridium tetani memasuki
tubuh bayi lahir melalui tali pusat yang kurang terawat. Kejadian seperti ini sering kali
ditemukan pada persalinan yang dilakukan oleh dukun kampong akibat memotong tali pusat
memakai pisau atau sebilah bambu yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan
berbagai ramuan, abu, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian
tetanus neonatorum ini adalah dengan pemberian imunisasi.
Poliomyelitis
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Berdasarkan hasil surveilans AFP
(Acute Flaccide Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini sejak tahun 1995 tidak
ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini dalam beberapa tahun terkahir kembali ditemukan
di beberapa daerah di Indonesia.
Campak
Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan
termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil. Penyebabnya
virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk dan
bersin (droplet). Penyakit ini pada umumnya sangat dikenal oleh masyarakat terutama para ibu
rumah tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini dikaitkan dengan nasib yang harus dialamai oleh
semua anak, sedangkan di daerah lain dikaitkan dengan pertumbuhan anak.
Hepatitis B
Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Penyakit
ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi.
Prioritas pencegahan terhadap penyakit ini yaitu melalui pemberian imunisasi hepatitis pada bayi
dan anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlindungi dari penularan hepatitis B sedini
mungkin dalam hidupnya. Dengan demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi
dasar pada kelompok bayi dan anak-anak merupakan langkah yang sangat diperlukan.
Larutkan vaksin BCG dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) sebelum digunakan.
Cara melarutkannya : untuk mencegah terhembusnya serbuk, maka masukkan sediaan kedalam
plastik khusus kemudian patahkan leher ampul, lalu plastiknya di lepaskan secara
perlahan.Tambahkan pelarut kedalam ampul dengan spuit 5cc yg steril dan kering ( pelarut
NaCl), goyang perlahan hingga homogen.
Dosis yang digunakan pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml, sedangkan
untuk anak yang berusia diatas 1 tahun adalah 0,1 ml.
Penyuntikan dilakukan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas ( insertion musculus
deltoideus) dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Penyuntikan dilakukan perlahan-lahan kearah
permukaan ( sangat superficial ) sehingga terbentuk lepuh
mm.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah terdapatnya
penyakit kulit yg
berat/menahun seperti eksim, furunkolosis, dan anak sedang menderita penyakit TB.
Efek samping akibat pemberian imunisasi ini adalah timbulnya indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan ( setelah 1-2 minggu pemberian ) yang berubah menjadi pustula, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tersebut tidak memerlukan pengobatan karena akan sembuh dengan
sendirinya dan meninggalkan parut. Terkadang juga ditemui pembesaran kelenjar regional
diketiak atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal
dann tidak perlu pengobatan
Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat
suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat
serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan
menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus
disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)
Imunisasi DPT
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin
yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan
bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara
subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval
4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam
ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang
terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)
Vaksin DPT tersedia dalam sediaan vial warna kuning 5 ml untuk 10 anak. Cara pemberian
vaksin ini adalah sebagai berikut :
Kemudian disuntikan secara IM pada musculus vastus lateralis(ant-lateral) di paha bagian atas
dengan dosis 0,5 ml
Imunisasi DT
Imunisasi ini memberikan kekebalan terhadap toksin yg dihasilkan oleh kuman penyebab
penyakit difteri dan tetanus. Pelaksanaannya dianjurkan untuk anak yang berusia dibawah 8
tahun. Cara pemberiannya sama dengan pemberian imunisasi DPT. Imunisasi ini tidak boleh
diberikan pada keadaan hiperpireksia dan sakit berat.
Imunisasi TT
Imunisasi Tetanus toksoid ( TT ) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus.
ATS ( Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk mencegah atau pengobatan penyakit
tetanus. Pada ibu hamil, imunisasi diberikan pada saat kehamilan berumur 7 atau 8 bulan .
Vaksin disuntikkan pada otot paha atau lengan atas sebanyak 0,5 ml.
Imunisasi Polio
Untuk kekebalan terhadap poliomyelitis diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang
mengandung virus polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang
diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu
pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005)
Vaksin ini tersedia dalam sediaan vial les merah dan drop tetes merah jambu. Cara
pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Dilakukan sebanyak 4 kali pemberian (bulan 1,2, 4 dan 6) dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper ) yang baru.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah pada anak yg menerima immune
deficiency.
Umumnya tidak terdapat efek samping pada pemberian imunisasi ini. Efek Paralisis yg
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi( kurang dari 0,17:1.000.000; Bull WHO 66:1988).
Imunisasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk
kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum
digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12
bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud
memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami.
Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang
berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak
dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk
Indonesia vaksin campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005)
Vaksin ini tersedia dalam sediaan vial orange. Dalam penggunaannya, jika vial telah dibuka
hanya boleh digunakan untuk 8 jam. Cara pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Larutkan terlebih dahulu vaksin dengan pelarut steril yg telah tersedia yang berisi 5 ml cairan
pelarut.
Kemudian disuntikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada lengan kiri atas atau
anteolateral paha pada usia 9 11 bulan dan ulangan pada usia 6-7 th setelah catch up campaign
pada anak sekolah dasar kelas 1-6.
Kontraindikasi pemberian imunisasi ini adalah anak yang mengidap penyakit immune
deficiensi atau anak yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma.
Efek samping akibat pemberian imunisasi ini pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yg dapat tejadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi ini memberikan kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B. Pemberiannya di lakukan sebanyak 3 kali , pertama saat anak berusia 0-7 hari, bulan
1 dan selanjutnya pada bulan ke 6. Interval minimum pemberian adalah 4 minggu.
Sediaan vaksin ini ada 2 jenis, yakni sediaan vial warna merah jambu dan uniject warna
putih. Cara pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut :
Kemudian disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1(sebuah) HB PID secara intra muskular pada
musculus vastus lateralis( ant-lateral) atau di musculus Deltoid.
Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada umur 0-7 hari, berikutnya diberikan
dengan interval minimal 4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin ini adalah anak yang hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Efek samping setelah pemberian vaksin ini adalah timbulnya reaksi lokal seperti rasa
sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yg terjadi bersifat
ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.
Kesimpulan
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan secara aktif terhadap suatu antigen
dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia.
Tujuan pemberian imunisasi adalah :
Mencegah kesakitan
Mencegah kecacatan
Mencegah kematian
Jenis imunisasi menurut PPI (Program Pengembangan Imunisasi) :
BCG ( bacillus calmette guerin ) sebanyak 1 kali
Hepatitis B sebanyak 3 kali
Polio sebanyak 4 kali
DPT sebanyak 3 kali
Campak sebanyak 1 kali.
Keberhasilan imunisasi tergantung pada :
Status imun penjamu
Genetic
Kualitas n kuantitias vaksin
Cara pemberian vaksin
Dosis vaksin
Host
Frekuensi pemberian
Zat yang merespon vaksin imun yg diberikan
Cara penyimpanan